Anda di halaman 1dari 24

TURUN LAPANGAN

INDUSTRI SUKU CADANG KENDARAAN PT PELANGI PRIMA


TEKNIKRAYA

MAKALAH
untuk mata kuliah Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Disusun oleh :

Alifia Magfira Andini 1706978484


Aulia Windy Shafira 1706040731
Melissa Paulina Pasaribu 1706040675
Sylvia Kyla Salsabila 1706040725
Valencia Natasha 1706040744

Dosen Pengajar: Laksita Ri Hastiti, S.K.M., M.K.K.K.

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah observasi yang
berjudul “Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Pelangi Prima Teknikraya”

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Dasar Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Laksita Ri Hastiti, S.K.M.,
M.K.K.K. sebagai dosen pengajar atas ilmu dan bimbingan beliau selama perkuliahan ini.
Dalam makalah ini dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan profil perusahaan,
kegiatan perusahaan, bahaya dan risiko pada perusahaan, dan rekomendasi terhadap
perusahaan.

Makalah ini telah dibuat dengan mengkaji beberapa bahan bacaan, observasi secara
langsung dan tentunya melibatkan banyak bantuan dari berbagai pihak untuk membantu
menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Maka dari itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan makalah selanjutnya.

Depok, 5 Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITASiii
BAB I PENDAHULUAN1
1.1. Latar Belakang1
1.2. Tujuan Penulisan 1
BAB II ISI2
2.1. Definisi dan Filosofi dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2
2.2. Profil Perusahaan3
2.3. Kegiatan Perusahaan3
2.4. Peraturan K3 yang Berlaku di Perusahaan4
2.5. Definisi Hazard dan Risiko6
2.6. Hazard pada Proses Produksi 7
2.7. Penilaian Resiko11
2.8. Rekomendasi Tindakan16
BAB III PENUTUP21
3.1. Kesimpulan21
3.2. Saran 21
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk kami nyatakan dengan benar.

Nama - NPM :
Alifia Magfira Andini - 1706978484
Aulia Windy Shafira - 1706040731
Melissa Paulina Pasaribu - 1706040675
Sylvia Kyla Salsabila - 1706040725
Valencia Natasha - 1706040744

Tanggal : 5 Desember 2018

Penulis,

Alifia Magfira A. Aulia Windy S. Melissa Paulina P.

Sylvia Kyla S. Valencia Natasha


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Study tour lapangan merupakan kegiatan akademik yang berorientasi pada bentuk
pembelajaran mahasiswa melalui observasi langsung, sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan mata kuliah Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Dengan mengikuti
study tour lapangan ini diharapkan kami sebagai mahasiswa S1 Reguler Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia dapat mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan mengenai
aplikasi keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja. Kami memilih PT Pelangi Prima
Teknik Raya sebagai perusahaan yang akan memberikan kami ilmu terkait penerapan K3.
Selain itu, kami juga berharap untuk mendapatkan pengalaman dan dapat menerapkan ilmu
yang dipelajari dari mata kuliah Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada PT Pelangi
Prima Teknik Raya sehingga dapat dilaksanakan atau menjadi pertimbangan untuk
peningkatan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja di pabrik tersebut.

1.2 Tujuan Penulisan

a. Mengetahui kegiatan produksi di PT Pelangi Prima Teknik Raya


b. Mengetahui Hazard dan Risiko yang ada di PT Pelangi Prima Teknik Raya.
c. Mengetahui penerapan sistem manajemen risiko yang sudah diterapkan oleh PT Pelangi
Prima Teknik Raya

BAB II
ISI

1
2.1 Definisi dan Filosofi dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Ditinjau dari keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam upaya mencegah kecelakaan, kebakaran, peledakan,
pencemaran, penyakit, dan sebagainya. Keselamatan dan kesegatan kerja terdari dua bagian
yaiu keselamatan dan kesehatan. Keselamatan kerja diartikan sebagai upaya-upaya yang
ditujukan untuk melindungi pekerja, menjaga keselamatan orang lain; melindungi peralatan,
tempat kerja dan bahan produksi; menjaga kelestarian lingkungan hidup dan melancarkan
proses produksi. Sedangkan kesehatan diartikan sebagai derajat/tingkat keadaan fisik dan
psikologi individu. Secara umum, pengertian dari kesehatan kerja adalah upaya-upaya yang
ditujukan untuk memperoleh kesehatan yang setinggi-tingginya dengan cara mencegah dan
memberantas penyakit yang diidap oleh pekerja, mencegah kelelahan kerja, dan menciptakan
lingkungan kerja yang sehat.

Filosofi yang mendasari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah melindungi
keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, melalui upaya-
upaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerjanya.
Bila semua potensi bahaya telah dikendalikan dan memenuhi batas standar aman, maka akan
memberikan kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat, dan proses
produksi menjadi lancar, yang pada akhirnya akan dapat menekan risiko kerugian dan
berdampak terhadap peningkatan produktivitas.

Menurut International Association of Safety Professional, filosofi K3 terbagi menjadi 8


filosofi terdiri dari :
1. Safety is an ethical responsibility.
2. Safety is a culture, not a program.
3. Management is responsible.
4. Employee must be trained to work safety.
5. Safety is a condition of employment.
6. All injuries are preventable.
7. Safety program must be site specific (tempat khusus).
8. Safety is good business.

2
2.2 Profil Perusahaan

PT. Pelangi Prima Teknikraya merupakan perusahaan yang berfokus untuk


menghasilkan suku cadang dan aksesoris kendaraan roda empat, khususnya dalam produksi
wire bending. Perusahaan ini bergerak dibawah PT. Matra Roda Piranti Group, tergabung
bersama PT. Perkasa Prima Teknikraya dan PT. Piranti Prima Teknikraya.
Dipimpin oleh Hadi Indra Yaso, jumlah karyawan di PT. Pelangi Prima Teknikraya
seluruhnya berjumlah 42 orang. Dari total sebanyak 42 orang, 32 orang merupakan karyawan
tetap dan 10 orang karyawan kontrak yang dibatasi masanya maksimal 2 tahun bekerja.

2.3 Kegiatan Perusahaan

PT. Pelangi Prima Teknikraya akan menerima pesanan dari customer (perusahaan
mobil) lalu mereka akan membuatnya sesuai pesanan yang diminta. Jadi, mereka tidak
menyediakan barang yang ready stock. Bahan baku yang mereka gunakan merupakan bahan
yang berkualitas tinggi dari Jepang. Bahan baku tersebut seperti steel bar, wire coil, dan pipa.
Terdapat beberapa proses produksi pada perusahaan ini seperti produksi wire forming, bending
fenomatif, produksi spring, dan produksi turret.

1. Wire Forming

Kegiatan produksi wire forming terbagi menjadi empat line. Bahan baku yang
digunakan berupa wire coil. Tahapan produksi diawali dengan membentuk wire sesuai
spesifikasi yang diinginkan dan secara otomatis dipotong sesuai ukuran yang telah diatur
pada mesin. Lalu, potongan tersebut akan dicek kualitasnya dan diikat sebanyak 50 pcs, 60
pcs, 80 pcs dan 100 pcs kemudian disimpan di gudang dan siap dikirim ke pemesan.

2. Bending Fenomatif

Bahan baku yang digunakan berupa steel bar. Tahapan produksi diawali dengan
membentuk stell bar sesuai spesifikasi yang diinginkan pada proses Bending. Proses
selanjutnya adalah pengecekan terhadap produk lalu dikemas dan disimpan di gudang.
Setelah itu barang dikirim ke pemesan.

3. Produksi Spring

3
Bahan baku yang digunakan adalah wire coil. Tahapan produksi diawali dengan
membentuk wire coil menjadi spring pada proses Bending 1 kemudian produk akan
dipotong sesuai ukuran yang diinginkan pada proses Cutting. Selanjutnya kedua ujung
spring akan dibengkokkan pada proses Bending 2. Setelah melewati proses Bending 2,
spring akan di-treatment dalam oven dengan suhu 300 derajat celcius. Proses ini
bertujuan agar spring menjadi keras. Setelah dioven maka akan didinginkan pada proses
Cilincer. Setelah itu dicek dan dikemas ke dalam pallet besi sebanyak 120 pcs lalu
disimpan di gudang. Selanjutnya, barang dikirim ke pemesan.

4. Produksi Turret (Kerangka Head Rest)

Bahan baku yang digunakan berupa steel bar. Produk yang diasilkan berupa
turret yaitu kerangka sandaran pada jok mobil. Proses pembuatan turret ini diawali
dengan proses Press Stamping yaitu pembuatan komponen dari material steel bar
menjadi batangan besi sebanyak dua buah dengan ukuran yang telah ditentukan. Salah
satu batangan besi akan melewati beberapa tahapan proses seperti proses Milling yaitu
pembuatan nocing pada salah satu batang besi, kemudian batangan besi tersebut akan
dibentuk seperti hurug U pada proses Bending Pneumatic. Saat pengoperaian alat
milling tersebut, digunakan cooling water yang berfungsi untuk mendinginkan mesin
tersebut. Proses selanjutnya adalah Press Break yaitu batangan besi yang telah
berbentuk huruf U pada kedua sisi bagian atasnya akan ditekuk menjadi huruf U lagi.
Setelah itu akan dilakukan penyatuan antara batangan besi yang telah berbentuk U
dengan batangan besi pada proses pengelasan (Welding). Produk yang telah dilas akan
dicek setelah itu dilakukan pewarnaan dengan krom (Kromating).

2.4 Peraturan K3 yang Berlaku di Perusahaan

Sebuah perusahaan memiliki kewajiban untuk mengikuti peraturan perundang-


undangan mengenai K3 yang berlaku. Tidak hanya itu, perusahaan juga dapat membentuk
peraturan K3 tersendiri apabila perlu.

APD bagi Karyawan


Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi

4
bahawa di tempat kerja. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri, pengusaha wajib menyediakan APD
bagi pekerja di tempat kerja. APD tersebut harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI) atau standar yang berlaku.

Sebagai bentuk realisasi dari peraturan tersebut, PT. Pelangi Prima Teknikraya
menyediakan alat pelindung diri bagi pekerjanya. Adapun jenis-jenis alat pelindung diri yang
disediakan oleh perusahaan adalah sebagai berikut.

1) Helm
2) Kacamata safety
3) Ear plug
4) Masker
5) Apron tangan
6) Sarung tangan
7) Apron dada
8) Rompi
9) Apron kaki
10) Kedok las
11) Sarung tangan kulit
12) Sepatu safety

Jenis-jenis alat pelindung diri yang diwajibkan dibagi berdasarkan penempatan bagian
kerja. Hal tersebut dikarenakan tiap-tiap bagian kerja memiliki risiko dan bahaya yang berbeda-
beda. Pembagian kewajiban penggunaan alat pelindung diri adalah sebagai berikut.
1) APD wajib untuk operator dandori antara lain: helm, ear plug, apron dada, apron
tangan, sarung tangan, dan sepatu safety.
2) APD wajib untuk operator mesin press/shearing antara lain: helm, ear plug, apron dada,
apron tangan, sarung tangan, dan sepatu safety.
3) APD wajib untuk operator crane antara lain: helm, ear plug, apron dada, apron tangan,
sarung tangan, dan sepatu safety.
4) APD wajib untuk operator mesin spot antara lain: helm, ear plug, kacamata safety,
masker, apron dada, apron tangan, sarung tangan, dan sepatu safety.

5
5) APD wajib untuk operator welding antara lain: helm, ear plug, kacamata safety, masker,
apron dada, apron tangan, kedok las, sarung tangan katun, sarung tangan kulit, apron
kaki, dan sepatu safety.
6) APD wajib untuk operator forklift antara lain: helm, ear plug, rompi, sarung tangan,
dan sepatu safety.
7) APD wajib untuk operator warehouse antara lain: helm, ear plug, apron dada, apron
tangan, sarung tangan, dan sepatu safety.
8) APD wajib untuk operator rework/repair antara lain: helm, ear plug, masker, apron
dada, apron tangan, sarung tangan, dan sepatu safety.

Lampiran APD standar (dokumentasi pribadi)

2.5 Definisi Hazard dan Risiko

Berdasarkan definisi operasional, Hazard atau bahaya adalah potensi yang dimiliki oleh
suatu bahan/material, proses, atau kondisi untuk menimbulkan kerusakan atau kesakitan
(kerugian). Sedangkan, Risiko yang berasal dari kata risk merupakan kemungkinan bahwa
bahaya dan cedera karena suatu hazard akan terjadi pada individu tertentu atau kelompok
individu yang terpajan bahaya.

Hazard dibagi menjadi 2 yaitu :


• Occupational Health Hazard, merupakan bahaya yang terdapat dilingkungan kerja
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan terjadinya gangguan kesehatan,

6
kesakitan, dan penyakit akibat kerja. Terdiri dari bahaya fisik, kimia, ergonomi, biologi,
dan psikososial.

• Occupational Safety Hazard, merupakan bahaya yang terdapat dilingkungan kerja yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan terjadinya accident dan injury baik pada
manusia maupun pada proses kerja. Terdiri dari bahaya mekanik, kimia, elektrik, dan
psikososial.

2.6 Hazard pada Proses Produksi

Hazard atau bahaya muncul ketika ada potensi terjadi kecelakaan. Kecelakaan yang
dimaksud adalah memberi dampak negatif baik kepada manusia, peralatan, maupun
lingkungan yang ada di sekitar bahaya itu (Hastiti LR, 2018). Proses produksi dalam sebuah
perusahaan merupakan proses yang rawan akan munculnya bahaya dan risiko, terutama karena
tingginya intensitas kontak antara manusia, alat, dan lingkungan. Berdasarkan pengamatan dari
tur lapangan, berikut merupakan beberapa bahaya yang dapat terjadi selama proses produksi di
PT. Pelangi Prima Teknikraya.

A. Bahaya Kesehatan akibat Kerja (Occupational Health Hazard)

Fisik
1) Kebisingan.
Pabrik yang kami kunjungi terbagi menjadi tiga gedung, dimana masing-
masing gedung digunakan untuk pengerjaan proses yang berbeda. Salah satu gedung,
yaitu gedung untuk press stamping, memiliki kadar kebisingan yang lebih tinggi
dibandingkan dua gedung lain. Kebisingan diakibatkan oleh kegiatan pengoperasian
mesin-mesin produksi dan fasilitas pendukungnya. Hal tersebut berlangsung selama
jam kerja, yaitu 8 jam per hari, 5 hari per minggu. Apabila merujuk pada
PermenakerTrans No. 05 Tahun 2018 tentang NAB Bising di Ruang Kerja, intensitas
kebisingan dianggap aman apabila kurang dari 85 dBA untuk pemajanan 8 jam.
Berdasarkan penilaian berkala, nilai kebisingan di ruang produksi pabrik ini adalah 75,0
dBA yang berarti masih berada di bawah baku mutu yang berlaku. Namun, apabila
mengacu pada SK Gub. Jabar No. 660.31/1982 tentang NAB Bising di Lingkungan,
nilai baku mutu intensitas bising adalah 60 dBA. Berdasarkan penilaian berkala,

7
intensitas bising di lingkungan pabrik upwind memenuhi baku mutu (56,70 dBA),
kecuali downwind yang melebihi NAB (63,40 dAB).

Kebisingan akibat mesin produksi

2) Panas.
Iklim kerja yang panas, terutama di bagian proses welding, merupakan salah
satu hazard di proses produksi. Panas dihasilkan dari kegiatan mesin produksi. Selain
itu, ada bagian dari proses produksi yang menghasilkan lebih banyak panas, seperti
proses pengelasan. Dalam proses produksi juga terdapat pemanasan wire menggunakan
oven, sehingga area di sekitar oven terasa lebih panas. Panas juga diterima dari lampu
dan sinar matahari yang masuk ke pabrik, mengingat pabrik memiliki banyak jendela
untuk ventilasi udara.

Banyaknya cahaya yang masuk dapat


mengakibatkan panas 8
Ergonomi: Posisi bekerja karyawan
Selama kegiatan produksi, rata-rata karyawan berada dalam posisi berdiri.
Berdasarkan pernyataan dari Pak Agus, Kepala Bagian Produksi, hal tersebut
dikarenakan pekerjaan yang dilakukan akan lebih mudah dilakukan dalam posisi
berdiri. Selain itu, pekerjaan yang dilakukan manual oleh para pekerja tergolong
gerakan yang berulang-ulang. Hal tersebut dapat beresiko terjadinya kecelakaan apabila
pekerja sudah letih. Oleh karena itu, PT. Pelangi Prima Teknikraya menggunakan
sistem break dan istirahat. Pekerja mendapat break selama 10 menit setiap 2 jam
bekerja, kemudian mendapat jam istirahat selama satu jam di siang hari.

Karyawan bekerja sambil berdiri

Biologi: Lingkungan pekerjaan yang kotor


Berdasarkan pengamatan kami, lingkungan pabrik cenderung kurang bersih.
Bukan karena sampah yang berserakan, melainkan debu dan sarang laba-laba di langit-
langit dan pojok gedung. Hal tersebut bisa menimbulkan bahaya ketika debu yang
menumpuk terhirup oleh pekerja dan menyebabkan penyakit pernapasan. Selain itu,
sarang laba-laba juga mengurangi estetika lingkungan pabrik.

9
Sarang laba-laba di langit-langit

Kimia
Bahaya kimia yang terdapat di Pabrik PT Pelangi Prima Teknikraya berupa
debu, gas buangan forklift, Limbah B3 (Pelumas/oli bekas & Coolant), Limbah Padat
non B3 (serbuk besi,cone penggulung kawat las, butiran kawat tembaga,majun &
sarung tangan bekas, dan lain-lain), dan Limbah domestik (sisa buangan dari toilet,
kamar mandi, musholla, dan lain-lain). Kualitas udara lingkungan pabrik berdasarkan
bahaya debu dan gas masih memenuhi baku mutu. Dan telah dilakukan pencegahan
agar tidak terjadi pencemaran di lingkungan sekitar pabrik, berupa penanaman pohon
rindang di sekitar pagar pabrik. Sedangkan untuk limbah B3 dan non-B3 terlihat masih
ada yg tercampur ketika kami melakukan observasi di pabrik. Untuk sampah limbah
B3 sendiri masih dalam keadaan baik dan tidak tercecer. Akan tetapi, sangat
disayangkan TPS non B3 masih belum permanen dan tidak beratap. Hal ini dapat
penyebabkan sampah besi yang dibiarkan di tempat terbuka cepat berkarat.

Bahaya Keselamatan Kerja yang tergolong kimia adalah adanya proses


pelapisan zat kimia. Zat kimia ini menurut ahli K3 dapat menyebabkan Korosif jika
terkena tangan secara langsung. Sehingga para pekerja diwajibkan untuk menggunakan
APD khususnya sarung tangan. Selain itu ada proses pemanasan kawat menggunakan
mesin oven yang bertujuan untuk menjaga bentuk kawat agar lebih kuat serta pada
proses pengelasan kelompok kami mendapati ada beberapa karyawan yang tidak
menggunakan APD lengkap contohnya seperti kaca mata dan kurang mengikuti
prosedur kerja yang baik. Risiko dari bahaya kimia yang dapat terjadi jika pengelasan
dilakukan tidak sesuai dengan prosedur adalah kebakaran.

10
Mekanik
Bahaya Keselamatan Kerja yang tergolong mekanik adalah adanya forklift,
mesin pemotong yang berputar dan menghasilkan produk wire dengan ujung masih
rata, Penggunaan katrol, tumpukan kardus, mesin press stamping, peralatan atau barang
yang tergelatak di lantai, dan lain-lain. Melihat dari banyaknya bahaya tersebut kami
memperkirakan risiko yang dapat terjadi karena adanya bahaya/hazard tersebut antara
lain tertabrak forklift, terbentur mesin yang berputar serta tergores hasil produk wire
dengan ujung yang masih rata, tertimpa ketika pengangkatan barang dengan
menggunakan katrol dan penumpukan box yang terlalu tinggi, dan adanya barang yang
tergeletak di lantai dapat menimbulkan risiko tersandung hingga jatuh.

2.7 Penilaian Risiko

Penilaian risiko merupakan salah satu langkah dari manajemen risiko. Setelah
melakukan identifikasi risiko, dilakukanlah analisis dari risiko tersebut dengan penilaian risiko.
Penilaian risiko dilakukan untuk mengetahui seberapa besar probabilitas risiko tersebut
menyebabkan kecelakaan atau injury, serta seberapa besar dampak yang diterima oleh
perusahaan apabila risiko itu terjadi. Komponen yang dinilai dalam penilaian risiko adalah
probabilitas dan konsekuensi. Setelah mengetahui bahaya dan risiko yang dapat terjadi di
pabrik, ada baiknya bagi kita untuk mencoba menilai seberapa besar risiko itu berdampak pada
perusahan.

Ada beberapa metode untuk melakukan penilaian risiko. Secara umum, metode
penilaian risiko terbagi menjadi tiga, yaitu metode kualitatif, semi-kuantitatif, dan kuantitatif.
Untuk penilaian risiko ini, kami akan menggunakan metode kualitatif yaitu Model Matriks
(Matrix Model).

11
Kami mengambil beberapa contoh bahaya dan risiko yang telah disebutkan sebelumnya
untuk dianalisis dan dinilai besar risikonya. Berikut merupakan hasil penilaian kami terhadap
risiko yang terdapat di pabrik PT. Pelangi Prima Teknikraya.

1) Pajanan debu
Pajanan debu di lingkungan pabrik didapat dari hasil produksi. Pajanan debu yang
terdapat di pabrik masih berada di bawah nilai baku mutu. Sehingga, kami menilai
bahwa pajanan debu tidak memiliki kemungkinan untuk menyebabkan kecelakaan
(Probabilitas: very unlikely). Jika memang terjadi kecelakaan atau risiko akibat pajanan
debu, konsekuensi yang dihasilkan pun tidak besar atau hampir tidak ada (Konsekuensi:
insignifikan). Oleh karena itu, berdasarkan model matriks, pajanan debu memiliki
tingkat risiko rendah/low.
2) Kebisingan
Mesin produksi pabrik menghasilkan suara bising. Apabila melihat dari
PermenakerTrans No. 05 Tahun 2018 tentang NAB Bising di Ruang Kerja serta
pengecekan berkala dari perusahaan, intensitas kebisingan tersebut masih berada di
bawah baku mutu. Namun, apabila melihat dari SK Gub. Jabar No. 660.31/1982 tentang
NAB Bising di Lingkungan, masih terdapat area dengan intensitas kebisingan di atas
baku mutu. Oleh karena itu, kami menilai bahwa probabilitas kecelakaan diakibatkan
kebisingan adalah mungkin terjadi dalam suatu kondisi (Probability: Possible) dengan
konsekuensi akibat kecelakaan ringan (Konsekuensi: Minor). Sehingga, pajanan
kebisingan memiliki tingkat risiko medium.
3) Temperatur panas

12
Temperatur panas dalam pabrik sebenarnya telah diatasi dengan baik oleh pihak
perusahaan. Berdasarkan penilaian kami, pajanan panas di pabrik memiliki probabilitas
menyebabkan kecelakaan sangat kecil (Probabilitas: Very unlikely) serta konsekuensi
yang sangat kecil pula (Konsekuensi: Insignificant). Sehingga, pajanan panas memiliki
tingkat risiko rendah/low.
4) Bekerja dengan posisi berdiri
Karyawan yang bekerja sambil berdiri merupakan masalah dalam hal ergonomis.
Sejauh yang kami tahu, tidak ada kecelakaan yang terjadi akibat perilaku tersebut.
Sehingga, kami beranggapan bahwa probabilitas terjadinya kecelakaan akibat berdiri
dalam bekerja adalah ada kemungkinan kecil untuk terjadi (Probabilitas: Unlikely).
Konsekuensi yang terjadi cukup ringan dan membutuhkan pengobatan (Konsekuensi:
Minor). Oleh karena itu, pajanan ini memiliki tingkat risiko medium.
5) Terbentur
Pabrik PT. Pelangi Prima Teknikraya menggunakan cukup banyak mesin yang berat
dan tinggi. Sehingga, probabilitas terjadinya kecelakaan akibat terbentur adalah
mungkin saja terjadi (Probabilitas: Possible). Konsekuensi yang dihasilkan dari
kejadian terbentur cukup ringan meskipun membutuhkan perawatan pertolongan
pertama (Konsekuensi: minor). Sehingga, tingkat risiko terbentur adalah medium.
6) Terjepit
Berdasarkan pengamatan kami, terdapat beberapa mesin dengan risiko terjepit.
Terdapat satu kasus kecelakaan akibat terjepit yang terjadi tahun lalu. Probabilitas
terjadinya kecelakaan akibat terjepit adalah mungkin untuk terjadi (Probabilitas:
Possible) dengan konsekuensi cukup berat karena membutuhkan perawatan medis
(Konsekuensi: Moderate). Tingkat risiko dari terjepit adalah medium.
7) Terpotong
Berdasarkan pernyataan dari penanggung jawab K3 pabrik, Pak Budi, pernah terjadi
kejadian dimana tangan pekerja terpotong akibat mesin. Setelah itu, mesin diperbaiki
dan ditingkatkan kualitas pengendalian bahayanya. Kami berasumsi bahwa risiko
terpotong memiliki probabilitas sangat kecil untuk terjadi (Probabilitas: Unlikely)
dengan konsekuensi yang berat (Konsekuensi: Major). Oleh karena itu, tingkat risiko
dari terpotong adalah medium.
8) Kebakaran
Sejauh yang kami tahu, pabrik tersebut memiliki kemungkinan yang kecil untuk
terjadinya kebakaran (Probabilitas: Unlikely). Hingga saat ini, tidak ada laporan kasus
13
kebakaran di pabrik. Namun, apabila kebakaran memang terjadi, konsekuensi yang
ditimbulkan sangat berat (Konsekuensi: Catastrophic). Sehingga, tingkat risiko dari
kebakaran adalah tinggi/high.

Di Indonesia, kewajiban untuk melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja telah


diatur dalam undang-undang dan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Undang-
undang dan peraturan K3 mengatur dengan jelas tentang :
a) hak dan kewajiban pengusaha,
b) hak dan kewajiban pekerja,
c) syarat-syarat keselamatan kerja,
d) sistem manajemen K3.

Menurut International Labor Organization (ILO), dalam menanggulangi kecelakaan


dan penyakit akibat kerja di tempat kerja memerlukan peraturan perundangan, antara lain:
a. Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan, teknik dan teknologi
b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap rekayasa.
c. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-pemeriksaan
langsung ditempat kerja

Berikut adalah beberapa aspek yang diperhatikan dalam peraturan K3, yaitu:

1. Lingkungan Kerja
Mencakup lokasi dimana para pekerja melakukan aktifitas kerja. Kondisi lingkungan
kerja harus memadai (suhu, ventilasi, penerangan, situasi) untuk meminimalisasi
potensi terjadinya kecelakaan atau penyakit.
2. Alat Kerja dan Bahan
Mencakup semua alat kerja dan bahan yang dibutuhkan suatu perusahaan untuk
memproduksi barang/ jasa. Alat-alat kerja dan bahan merupakan penentu dalam proses
produksi, kelengkapan dan kondisi alat kerja dan bahan harus diperhatikan.

3. Metode Kerja
Ini merupakan standar cara kerja yang harus dilakukan oleh pekerja agar tujuan
pekerjaan tersebut tercapai secara efektif dan efisien, serta keselamatan dan kesehatan

14
kerja terjaga dengan baik. Misalnya, pengetahuan tentang cara mengoperasikan mesin
dan juga alat pelindung diri yang sesuai standar.

2.8 Rekomendasi Tindakan

20 Agustus 2018, departemen Quality Health Safety Enviroment (QHSE) dari PT Matra Roda
Piranti melaporkan temuan gemba implementasi QHSE di PT Matra Roda Piranti (Plant 2).
Dalam laporan tersebut ada 5 area yang diamati.

Area pertama yang diamati adalah area open. Pada area tersebut, APAR tertutup oleh material
sehingga berpotensi menghambat pemadaman api jika terjadi kebakaran. Selain itu, ada barang
yang diletakkan di atas lemari yang dapat berpotensi terjatuh dan terdapat sarang laba-laba di
jendela. Untuk mengatasi masalah tersebut maka sebaiknya material diletakkan di dalam
warehouse sebelum akan digunakan untuk menghindari barang-barang yang menghalangi jalan
ke APAR. Selain itu, perlu ditempelkan peringatan untuk tidak menaruh barang di atas lemari
yang dapat ditempel pada lemari. Sarang laba-laba juga perlu diberikan secara rutin oleh
petugas kebersihan.

Area kedua yang diamati adalah area raw material. Pada area ini, ada tang pemotong wire yang
tergeletak di lantai karena belum disediakan tempat khusus untuk tang. Tang yang tergeletak
tersebut dapat berpotensi menyebabkan seseorang tersandung. Untuk mengatasi masalah
tersebut maka dibutuhkan tempat khusus tang pemotong.

Area ketiga yang diamati adalah area toilet. Pada area ini, ditemukan puntung rokok, gelas, dan
asbak yang berpotensi menyebabkan kebakaran jika merokok tidak pada tempatnya. Untuk
mengatasi hal ini maka perlu disediakan ruang khusus untuk merokok agar para pekerja tidak
merokok di sembarang tempat dan diberi pengarahan jika ingin merokok maka dapat
menggunakan ruangan tersebut. Selain itu, perlu ada pemberitahuan bahwa sisa gelas harus
langsung diletakkan di pantry atau kantin pabrik.

Area keempat yang diamati adalah area CNC bending. Pada area ini, ada kipas angin yang
sering rusak sehingga berpotensi jatuh dan melukai pekerja. Untuk mengatasinya maka kipas
tersebut perlu diganti dengan kipas angin yang baru.

15
Area kelima yang diamati adalah line bending. Pada area ini terdapat sarang laba-laba di
dinding dan jendela serta terdapat operator yang belum menggunakan APD standard. Untuk
mengatasi masalah ini diperlukan pembersihan rutin dan SOP yang mewajibkan operator untuk
menggunakan APD standard. APD standard yang harus digunakan oleh operator adalah helm,
ear plug, apron dada, apron tangan, sarung tangan, dan sepatu safety.

Selain dari laporan temuan gemba implementasi QHSE oleh departemen QHSE PT Matra Roda
Piranti, terdapat masalah yang kami temukan saat studi lapangan. Kami melakukan studi
lapangan pada 24 November 2018 ke PT Pelangi Prima Teknikraya (anak perusahaan dari PT
Matra Roda Piranti). Ada beberapa masalah K3 yang kami temukan di perusahaan itu.

Pertama, terdapat sarang laba-laba di seluruh langit-langit pabrik dan pojok ruangan. Hal
tersebut menandakan bahwa area tersebut jarang dibersihkan sehingga membuat lingkungan
menjadi kotor. Lingkungan yang kotor dapat memicu masalah pernapasan. Untuk mengatasi
masalah tersebut diperlukan pembersihan langit-langit pabrik secara rutin. Pembersihan perlu
dilakukan dengan menggunakan crane agar dapat menjangkau langit-langit pabrik yang tinggi.

Kedua, pada proses pembuatan headrest terdapat pekerja yang menggunakan mesin yang
menghasilkan suara yang bising namun mereka hanya menggunakan earplug yang tidak terlalu
efektif untuk merendam kebisingan tersebut. Menurut laporan perusahaan, kebisingan di pabrik
mereka masih di bawah 85 dBA namun di atas 60 dBA dengan waktu pemajanan 8 jam. Suara
mesin yang bising dapat menyebabkan gangguan pada telinga para pekerja dan mengganggu
kenyamanan orang sekitar pabrik. Disarankan agar pihak pengelola pabrik menyediakan
earmuff khusus untuk pekerja yang menggunakan mesin yang bising. Earmuff lebih memberi
perlindungan pada telinga dibandingkan earplug jika di daerah dengan tingkat kebisingan di
atas 105 dB. Selain itu pihak pengelola dapat menanamkan pohon perindang di sekitar wilayah
pabrik untuk menghambat kebisingan.

Ketiga, area pengerjaan line headrest dekat dengan pekerja wielding padahal proses wielding
menghasilkan gas yang baud an berbahaya seperti besi oksida, molybdenum, atau vanadium.
Gas-gas tersebut dapat memicu siderosis, iritasi saluran pernapasan, dan sesak napas. Untuk
mengatasi masalah tersebut sebaiknya daerah pengerjaan line headrest dipindahkan ke daerah
yang lebih jauh atau daerah wielding diberikan area khusus.

16
Selain itu di area ini, ada peralatan makan yang tergeletak. Hal ini berbahaya karena ada gas
yang dihasilkan dari proses pengelasan. Gas tersebut dapat menempel di peralatan makan. Bila
peralatan makan itu digunakan tanpa dicuci terlebih dahulu maka kandungan gas tersebut dapat
tertelan, masuk ke tubuh, dan memicu penyakit. Sebaiknya para pekerja diwajibkan untuk tidak
membawa makanan dan minuman keluar dari kantin pabrik.

Keempat, masih terdapat limbah besi, trolly, dan carrier kosong yang diletakkan di ruang
terbuka pabrik. Hal tersebut dapat menyebabkan barang-barang tersebut menjadi berkarat dan
cepat rusak. Selain itu juga ada operator forklift yang mengangkat barang dengan tidak pas.
Hal itu dapat membuat barang diangkat akan jatuh dan menimpa orang yang lewat. Agar
barang-barang tersebut menjadi tetap awet maka sebaiknya barang-barang tersebut diletakkan
di warehouse atau ruang yang tertutup sehingga tidak terkena hujan. Selain itu, operator forklift
perlu diberikan pelatihan K3.

Kelima, di area pabrik sebenarnya sudah ada tempat sampah yang dipisahkan menjadi
ekonomis, non ekonomis, dan B3 namun sampah B3 dengan non B3 masih ada yang tercampur.
Akibatnya bahan kimia yang terdapat di dalam B3 akan tercampur dengan sampah yang ingin
didaur ulang. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah menempelkan
gambar atau tulisan ajakan buang sampah disertai dengan symbol dan contoh dari sampah B3.

Lalu ada beberapa bahaya dan risiko juga yang kami analisis dari proses produksi di pabrik ini.
Pertama, di dalam pabrik ini ada forklift sehingga berisiko menabrak orang. Untuk
menghindari hal tersebut maka perlu dipasang spion pada forklift. Kedua, pada produksi wire
ada risiko tergores sehingga lebih baik jika menggunakan mesin otomatis dan memasang
pembatas antara pekerja dan mesin. Ketiga, terdapat mesin press yang berisiko memotong
tangan atau jari pekerja. Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diberikan pelatihan kerja
atau cara mengoperasikan mesin terhadap pekerja.

Keempat, mesin yang tidak bekerja dengan baik dapat menyebabkan terjepit sehingga perlu
memakai mesin otomatis dan memberi jarak antara pekerja dan mesin. Kelima, peralatan atau
barang yang tergeletak dapat menyebabkan tersandung sehingga perlu dibuatkan tempat
khusus untuk peralatan dan mengembalikan material yang belum terpakai ke warehouse.
Keenam, mesin yang berputar dapat menyebabkan benturan terhadap pekerja sehingga perlu

17
memasang pembatas antara pekerja dan mesin.

Ketujuh, ada proses pelapisan zat kimia yang menyebabkan tubuh pekerja terluka karena zat
kimia yang bersifat korosif. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengganti zat kimia korosif
dengan yang tidak korosif dan memberikan APD standard untuk operator reworking yaitu
helm, earplug, masker, apron dada, apron tangan, sarung tangan, dan sepatu safety. Terakhir
terdapat oven dan proses pengelasan dalam pabrik yang berisiko menyebabkan kebakaran
sehingga perlu disediakan APD yang terletak dekat dengan posisi oven dan tempat pengelasan.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah berkesempatan melakukan pengamatan dan penilaian terhadap kinerja serta


lingkungan pabrik PT Pelangi Prima Teknikraya, kami menemukan bahwa masih terdapat
banyak hazard dan risiko di area produksi. Hazard dan risiko dapat berupa bahaya terhadap
kesehatan serta bahaya terhadap keselamatan pekerja. PT. Pelangi Prima Teknikraya telah
membuat kebijakan dan program untuk mengatasi bahaya dan risiko tersebut dengan cukup
baik. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya pengecekan dan penilaian secara berkala,
penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan pekerjaan yang ada, serta
perusahaan yang telah mendapat sertifikat ISO 9001. Kecelakaan yang terjadi di lingkungan
pabrik pun terhitung kecil. Meskipun demikian, kekurangan yang kami dapat adalah masih
lemahnya pengawasan dari pihak perusahaan terhadap peraturan dan kebijakan yang berlaku.
Berdasarkan pengamatan kami, masih ada pekerja yang melanggar aturan dengan tidak
mengenakan APD sesuai standar dan tidak menjaga kebersihan lingkungan pabrik. Hal tersebut
dikhawatirkan dapat mengakibatkan kecelakaan yang tidak diinginkan. Untuk mengatasinya,
PT. Pelangi Prima Teknikraya perlu meningkatkan pengawasan serta menekankan pentingnya
penggunaan APD sesuai standar terhadap karyawannya.

3.2 Saran
1. Menguatkan pengawasan dalam lingkungan pabrik agar tidak ditemukan karyawan
yang tidak mengikuti aturan yang telah ditentukan.
2. Menekankan kembali kepada karyawan akan pentingnya penggunaan APD terhadap
keselamatan dan kesehatannya di lingkungan kerja.
3. Meningkatkan kebersihan lingkungan pabrik, baik dalam area produksi maupun area
lainnya.
4. Meningkatkan hal-hal yang masih kurang baik dalam proses produksi hingga
pembuangan limbah.

19
Referensi
1. Mahendra, R. 2016. Hierarki Pengendalian Bahaya dalam OHSAS 18001:2007. Accessed
at : https://isoindonesiacenter.com/hierarki-pengendalian-bahaya-dalam-ohsas-180012007/
[Accessed 4 December 2018]

20

Anda mungkin juga menyukai