DISUSUN OLEH :
Puji syukur atas tersusunnya tugas makalah mata kuliah KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA SEMESTER III SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HELVETIA
MEDAN yang diasuh oleh Dr.ir.Kimberly,MS,M.Kes.MT. makalah ini disusun dalam rangka
untuk memenuhi tugas mata kuliah KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
SEMESTER III, tahun ajaran 2014/2015.
Isi dari makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini.
Atas tersusunnya makalah ini turut kami sampaikan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada pihak yang terlibat.
Perpustakaan Helvetia medan dan dosen pengampun mata kuliah ini serta teman-teman
sekalian.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan adanya globalisasi disegala bidang maka perindustrian di Indonesia mengalami
perubahan yang besar. Perubahan ini di tandai dengan bertambah majunya teknologi yang
digunakan dalam menjalan proses sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja. Namun, perubahan dalam proses ini juga bisa menimbulkan resiko terjadinya kecelakaan
terhadap tenaga kerja atau kecelakaan kerja.
Menurut Sumamur (1981), 80-85 % kecelakaan disebabkan oleh kelalaian (unsafe human acts)
dan kesalahan manusia (human error). Kecelakaan dan kesalahan manusia tersebut meliputi
factor usia, jenis kelamin, pengalaman kerja dan pendidikan. Pheasant (1988) berpendapat bahwa
kemungkinan kesalahan akan meningkat ketika pekerja mengalami stress pada beban pekerjaan
yang tidak normal atau ketika kapasitas kerja menurun akibat kelelahan.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
dituliskan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya
dalam melakukan pekerjaan kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
nasional. Begitu juga dengan setiapp orang lain yang berada di tempat kerja terutama di pabrik,
perlu terjamin pula keselamatannya. Oleh karena itu, sesuai dengan peraturan yang berlaku
setiap pabrik atau perusahaan yang didalamnya terdapat pekerja dan resiko terjadinya bahaya
wajib untuk memberikan perlindungan keselamatan.
2. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Contoh kebijakan K3 yang digunakan oleh perusahaan CSI (Cement Sustainability Initiative).
Perusahaan menempatkan nilai tertinggi pada jaminan keselamatan & kesehatan bagi karyawan,
sub-kontraktor , pihak ketiga, dan pengunjung perusahaan. Sekalipun kinerja CSI dibandingkan
dengan perusahaan yang terbaik dalam industri yang sama seperti misalnya industri
pertambangan dan industri berat memperlihatkan bahwa CSI belum melaksanakan K3 sebaik
yang telah mereka terapkan, CSI tetap meningkatkannya secara signifikan. Tujuan CSI adalah
untuk mencapai nihil kecelakaan yang menyebabkan kematian atau cacat permanen dan untuk
secara substansial mengurangi kecelakaan yang menyebabkan kehilangan jam kerja (lost time
injury).
Perusahaan menerapkan tantangan untuk mencapai tujuan ini secara serius. Selama tahun
2002/2003 , Komite Eksekutif telah menunjuk K3 sebagai suatu fokus korporasi yang utama.
CSI telah menetapkan target dan standar K3 secara umum yang bersifat wajib bagi semua
perusahaan dalam group, dalam hal ini termasuk kontraktor. Untuk membantu mencapai target
dan standar ini, CSI telah membuat suatu buku panduan K3 yang menggambarkan elemen
utama, sistem dan prosedur sesuai dengan pendekatan kami. CSI juga telah membuat protokol
audit penilaian standar untuk perusahaan kami guna keperluan memonitor kemajuan mereka
dalam pencapaian standar dunia.
Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai keberhasilan penerapan dan
kegiatan SMK3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan harus memuat tujuan,
sasaran dan indikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber
bahaya, penilaian dan pengendalian resiko sesuai dengan persyaratan perundangan yang berlaku
serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terhadap K3.
Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari kegiatan, pabrik, menghasilkan
produk barang dan jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi
kebijakan K3. Untuk itu harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya.
Perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventiarisasi, identifikasi dan
pemahaman peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3 sesuai
dengan kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Pengurus harus menjelaskan peraturan
perundangan dan persyaratan lainnya kepada setiap tenaga kerja.
Tujuan dan sasaran kebijakan K3 yang diterapkan oleh perusahaan sekurang-kurangnya harus
memenuhi kualifikasi:
a. Dapat diukur
b. Satuan/indikator pengukuran
c. Sasaran pencapaian
d. Jangka waktu pencapaian
Penetapan tujuan dan sasaran kebijakan K3 harus dikonsultasikan dengan wakil tenaga kerja,
Ahli K3, P2K3 dan pihak-pihak lain yang terkait. Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan perkembangannya.
Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan K3 perusahaan harus menggunakan indikator
kinerja yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan
informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3.
1.2.5. Perencanaan Awal dan Perencanaan Kegiatan yang sedang Berlangsung
Penerapan awal SMK3 yang berhasil memerlukan rencana yang dapat dikembangkan secara
berkelanjutan, dan dengan jelas menetapkan tujuan serta sasaran SMK3 yang dapat dicapai
dengan:
a. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dalam pencapaian tujuan dan sasaran sesuai dengan
fungsi dan tingkat manajemen perusahaan yang bersangkutan.
b. Menetapkan sasaran dan jangka waktu untuk pencapaian tujuan dan sasaran.
PT Semen Padang memiliki perencanaan SMK3 yang dirancang oleh badan K3LH PT Semen
Padang itu sendiri. PT Semen Padang memiliki lembar identifikasi bahaya, penilaian dan
pengendalian resiko di tempat kerja bagi karyawan pabrik. Lembar kerja ini terdiri dari area
kerja, deskripsi kegiatan, potensi bahaya, resiko bahaya yang ada di tempat kerja.
Dalam mencapai tujuan K3 perusahaan harus menunjuk personel yang mempunyai kualifikasi
yang sesuai dengan sistem yang diterapkan.
b. Pelaporan
Prosedur pelaporan informasi yang terkait dan tepat waktu harus ditetapkan untuk menjamin
bahwa SMK3 dipantau dan kinerjanya ditingkatkan.
1.4 Pengukuran dan Evaluasi
Perusahaan harus memiliki sistem untuk mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3
dan hasilnya harus dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi
tindakan perbaikan.
a. Pengendalian Perancangan
Semua perubahan dan modifikasi perancangan yang mempunyai implikasi terhadap keselamatan
dan kesehatan kerja diidentifikasikan, didokumentasikan, ditinjau ulang dan disetujui oleh
petugas yang berwenang sebelum pelaksanaan.
b. Peninjauan Ulang Kontrak
Identifikasi bahaya, dan penilaian resiko dilakukan pada tahap tinjauan ulang kontrak oleh
personil yang berkompeten.
Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja, yaitu
melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman,
pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang
undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan,
jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Selain itu, aspek kesehatan dan keselamatan kerja juga diatur dalam permenaker no 5 tahun 1996
tentang SMK3. Pemenaker ini terdiri dari 10 Bab 12 Pasal 4 Lampiran yang berisi tentang :
Penerapan SMK3 juga dibahas dalam permen no.03 tahun 1985 tentang keselamatan dan
kesehatan kerja pemakaian asbes.
Berdasarkan data sekunder hasil penelitian kecelakaan kerja yang dilaporkan di buro
Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan (K3LH) PT. Semen Padang selama periode 2005-2007.
Terjadi 62 kasus. Dari 62 kasus kecelakaan kerja yang terjadi , 10 di antaranya terjadi di Unit
Produksi IV atau 16,13 % kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Semen Padang terjadi di Unit
Produksi IV.
Berdasarkan data sekunder penelitian yang dilakukan bahwa korban belum pernah mendapatkan
pelatihan atau informasi tentang identifikasi bahaya, penilaian resiko, dan penetapan
pengendalian resiko pada proses lead wire test. Hal ini dapat dilihat dari tidak digunakannya Alat
Pelindung Diri (APD) oleh korban saat terjadinya kecelakaan dengan alas an lead wire test
biasanya tidak menggunakan APD. Faktor lain yang menyebabkan korban tidak menggunakan
APD adalah APD untuk lead wire test tidak disediakan oleh perusahaan . Hal ini menandakan
bahwa perusahaan tidak sesuai prosedur, karena perusahaan seharusnya menentukan dan
menyediakan alat pelindung diri bagi pekerja.
5.1 Pihak perusahaan perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi pekerja dalam menghadapi
kejadian kecelakaan kerja.
5.2 Pihak perusahaan perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur dan rencana
tentang keselamatan dan kesehatan kerja pekerja. Proaktif berarti pihak perusahaan perlu
memperbaiki terus menerus prosedur dan rencana sesuai kebutuhan perusahaan dan pekerja.
Sementara arti reaktif, pihak perusahaan perlu segera mengatasi masalah keselamatan dan
kesehatan kerja setelah suatu kejadian timbul.
5.3 Pelatihan Keselamatan Kerja
Pelatihan Keselamatan Kerja dilakukan kepada pekerja oleh perusahaan mengenai segi-segi
bahaya atau resiko dari pekerjaan, aturan dan peraturan keselamatan kerja, dan prilaku kerja
yang aman dan berbahaya.
5.4 Peraturan Keselamatan Kerja
Perusahaan perlu menetapkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja, apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan oleh pekerja. Isinya jelas dan memeri petunjuk kepada pekerja agar
bekerja secara hati-hati.
5.5 Menerapkan Sistem Manajemen K3 di perusahaan
Yang bertujuan untuk mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan resiko kecelakaan kerja (zero
accident).
5.6 Menggunakan Alat Pelindung Diri bagi Pekerja
Dalam melakukan pekerjaan jasa konstruksi, perusahaan dan pekerja harus menyadari
pentingnya menggunakan Alat Pelindung Diri standar keamanan dan keselamatan kerja. Seperti
helmet standar kerja, safety belt, baju kerja, sarung tangan, masker, kacamata kerja, sepatu, kaus
kaki.
7. Jaminan Kesehatan
Penanganan masalah kecelakaan kerja juga didukung oleh adanya UU No. 3/1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan UU ini, jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek)
adalah perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan uang sebagai pengganti sebagian
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat dari suatu peristiwa atau
keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, tua dan
meninggal dunia. Jamsostek kemudian diatur lebih lanjut melalui PP No. 14/1993 mengenai
penyelenggaraan jamsostek di Indonesia. Kemudian, PP ini diperjelas lagi dengan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. PER-05/MEN/1993, yang menunjuk PT. ASTEK (sekarang
menjadi PT. Jamsostek), sebagai sebuah badan (satu-satunya) penyelenggara jamsostek secara
nasional.
BAB III
Kesimpulan
Kecelakaan kerja merupakan maslaah besar bagi keberlangsungan sebuah pabrik atau industri,
karena akan menimbulkan kerugian baik bagi pekerja, pemerintah dan terutama bagi perusahaan.
Kerugian tersebut dapat berupa kerugian materil dan kerugian nonmaterial. Kerugian materil
yang langsung Nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan
kompensasi kecelakaan. Sedangkan biaya tak langsung Nampak adalah kerusakan alat-alat
produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih baik, penghentian alat produksi, dan
hilangnya waktu kerja.
Oleh karena itu, untuk mengurangi angka kecelakaan dan kerugian pabrik atau industry maka
diperlukan penerapan SMK3 di perusahaan untuk meningkatkan produktivtas kerja dan produk
yang dihasilkan oleh sebuah pabrik.
Adapun penerapan SMK3 memiliki 5 prinsip dasar yaitu , penetapan, kebijakan K3, dan
menjamin komitmen, perencanaan K3, penerapan k3, pengukuran dan evaluasi, dan peninjauan
ulang dan peningkatan manajemen.
2. Saran
Perusahaan atau pabrik sebaiknya menerapkan SMK3 di tempatnya untuk mengurangi angka
kecelakaan dan kerugian perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA