OLEH:
SEBASTIAN HORAS SARAGIH (177045034)
DAFTAR ISI.................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................3
1.3. Tujuan Kajian Mandiri...................................................................................4
1.4. Manfaat Kajian Mandiri.................................................................................4
BAB II KAJIAN PUSTAKA......................................................................................5
2.1. Paradigma Penelitian......................................................................................5
2.2. Penelitian Sejenis Terdahulu..........................................................................6
2.3. Komunikasi Antar Budaya...........................................................................15
2.4. Komunikasi Non Verbal...............................................................................20
2.5. Interaksi Simbolik........................................................................................22
2.5.1. Sosiologi Sebagai Akar Sejarah Teori Interaksi Simbolik....................23
2.5.2. Interaksi Simbolik dalam Pemikiran Herbert Blumer..........................27
2.5.3. Fokus dan Perspektif Interaksi Simbolik..............................................29
2.6. Konsep Perkawinan......................................................................................32
2.7. Kerangka Pikir.............................................................................................34
BAB III IMPLIKASI METODOLOGI..................................................................35
3.1. Metode Penelitian........................................................................................35
3.2. Aspek Kajian................................................................................................36
3.3. Subjek Penelitian..........................................................................................36
3.4. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................36
3.5. Teknik Analisis Data....................................................................................39
3.6. Teknik Keabsahan Data................................................................................40
BAB IV SIMPULAN KAJIAN MANDIRI.............................................................41
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................42
i
DAFTAR GAMBAR
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
seperti perkawinan, menjamba tamu atau menjambang guru. Penggunaan sirih pada
berbagai kebudayaan tersebut akan menimbulkan pemaknaan masing-masing pada
objek yang digunakan dalam interaksi yaitu sirih.
Adapun manfaat kajian mandiri ini dibagi dalam 3 (tiga) kategori yaitu:
1) Manfaat teoritis
2) Manfaat Akademis
3) Manfaat Praktis
5
6
Telaah pustaka telah dilakukan oleh peneliti pada kajian mandiri ini. Telaah
pustaka sangat penting dalam suatu penelitian karya ilmiah karena melalui kajian
pustaka penulis mendapatkan literatur yang digunakan dalam melakukan penelitian
komunikasi. Berdasarkan hasil penelurusan yang penulis lakukan, maka penelitian
ini menggunakan telaah pustaka sebagai berikut ini:
1.1.1. Posumah (2014) meneliti tentang makna pesan simbolik dalam proses
pertunangan adat Pamona Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan bahwa sirih
selain sebagai simbol sosial juga memiliki makna dalam upacara pernikahan
seperti:
4) Teula atau kapur sirih melambangkan tulang manusia. Warna dari kapur
sirih yang putih bersihlah yang menjadi dasar kapur sirih sebagai
pelambang tulang manusia.
Buah pinang dan daun sirih beserta buahnya harus dalam kondisi utuh atau
lengkap. Buah pinang muda yang lengkap dengan penutupnya, serta buah
atau daun sirih yang lengkap dengan tangkai buah atau daunnya. Hal ini
melambangkan sebuah kesempurnaan. Sehingga dapat meyakinkan pihak
perempuan bahwa si laki-laki benar-benar tulus dan memiliki kesungguhan
untuk menikahi perempuan tersebut. Ketika buah pinang, buah atau daun
sirih, dan kapur sirih digabung dan kemudian dikunyah, maka akan
menghasilkan warna merah.
1.1.2. Maidilla et al. (2014) pada penelitian di kepulauan Riau yang menyatakan
kelengkapan daun sirih yang diletakkan di dalam Tepak Sirih memiliki makna
sebagai berikut:
c) Kapur melambangkan hati seseorang yang putih bersih serta tulus, tetapi
jika keadaan tertentu yang memaksanya ia akan berubah lebih agresif dan
marah.
Tari makan sirih di daerah ini digunakan untuk menyambut kedatangan tamu-
tamu istimewa, baik pejabat maupun orang-orang yang terpandang di suatu
daerah. Setiap daerah di Indonesia, memiliki bentuk-bentuk tari penyambutan
yang berbeda-beda. Di Tanjung Batu Kecamatan Kundur Kabupaten Karimun
Kepulauan Riau, tari makan sirih ini bisa juga disebut Tari Persembahan,
karena dalam tari ini selalu membawa tepak sirih yang berisi daun sirih dan
rempah-rempah lainnya, sebagai penghormatan kepada tamu.
1.1.3. Hanis et al. (2013) di desa Teratai Kecamatan Tabongo dalam upacara
pernikahan di Gorontalo juga mengungkapkan makna yang berbeda. Terdapat
beberapa benda yang sangat penting namun juga memiliki makna tersendiri.
Adapun benda tersebut seperti:
3) Sirih (Tembe) melambangkan urat yang berada pada diri kita atau tubuh
yang bermakna ukuran hubungan silaturahmi.
4) Tembakau (Taba’a) melambangkan bulu roma pada diri atau tubuh kita
sendiri, dengan makna perasaan keiklasan.
1.1.4. Putri dan Amri (2017) pada penelitiannya tentang komunikasi intrabudaya
pada makna ranub (sirih) dalam kebudayaan masyarakat Aceh menyatakan
bahwa:
1. Makna ranub dalam acara adat Gampong Lubuk seperti acara meminang
membawa ranub maknanya kita siap mengungkapkan tujuan kedatangan
kita. Acara pernikahan, setiap prosesi pernikahan ranub menjadi
pemersatu antar kedua belah pihak. Acara perkawinan, maknanya adanya
pertemuan linto dan dara baroe, mereka menerima satu sama lain, yang
mendapat ranub harus temethuk kepada dara baroe. Acara perdamaian,
maknanya setelah memakan ranub kemudian mereka memulai sebuah
pembicaraan.
9
2. Ranub terdiri dari beberapa elemen yang memiliki makna seperti pinang
bermakna jika dua pihak bermusuhan digabungkan dengan cara baik
menghasilkan persaudaraan yang harmonis. Kapur maknanya bahwa
dalam menyelesaikan masalah diselesaikan dengan cara yang baik.
Gambir bermakna bahwa walaupun manusia beraneka ragam tetapi
masih bisa di satukan dengan cara baik-baik. Sedangkan tembakau
bermakna setiap manusia yang bermarahan bisa disatukan kembali.
1.1.5. Norhuda Saleh (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Tepak Sirih:
Komunikasi Bukan Lisan Dalam Adat Perkahwinan Melayu menyatakan
bahwa Tepak sirih merupakan simbol komunikasi non verbal dalam adat
perkawinan Melayu dalam tahapan pinangan. Tahap ini merupakan tahapan
untuk mendapatkan kepastian apakah 'permintaan' dari pihak mempelai pria
diterima oleh pihak mempelai wanita. Komunikasi verbal dan non-verbal
dipadukan menggunakan Tepak sirih ini sebagai lambang keharmonisan dan
keteraturan. Penelitian ini menunjukkan bahwa setiap budaya yang diciptakan
oleh suatu komunitas, menunjukkan bagaimana akal dan budi masyarakat
penciptanya dengan cara yang paling harmonis dan simbolis.
1.1.6. Safruddin Aziz (2017) dalam penelitiannya tentang tradisi ritual upacara
pernikahan adat Jawa Keraton menyatakan bahwa sirih digunakan pada acara
srah-srahan memiliki makna berupa harapan agar sedya rahayu (selamat).
Sirih juga digunakan dalam interaksi panggih yaitu saling melempar sirih
10
1.1.7. Diana Anugrah (2016) dalam penelitiannya tentang adat jawa “Temu Manten”
di Samarinda menyatakan beberapa makna yang terkandung dalam sirih
ketika terjadi interaksi dalam tradisi tersebut antara lain:
1.1.8. Pien Supinah (2006) dalam penelitiannya tentang Komunikasi Simbolik pada
Adat Tradisi Suku Sunda dalam Upacara Setelah Perkawinan menyatakan
bahwa penggunaan simbol-simbol budaya berupa benda-benda dan peralatan
membawa pesan non verbal seperti pada beas (beras), koneng (kunir),
seuereuh (sirih), kembang (bunga) melati, dan recehan (uang). Keseluruhan
11
benda tersebut memiliki makna sesuai dengan nilai yang terkandung dalam
masyarakat sunda yaitu beras yang membawa nilai bahwa seorang suami
harus dapat memberikan makanan, kunir membawa nilai bahwa seorang
suami harus mampu memberikan perhiasan emas, sirih membawa nilai agar
hidup rukun dan damai menjadi satu ikatan untuk kedua mempelai dan uang
membawa nilai bahwa suami harus dapat menafkahi sang isteri.
1.1.9. Saida Pasande’ (2018) dalam skripsinya yang berjudul Pangngan: Perubahan
Fungsi dan Makna Sirih dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Nanggala di
Kabupaten Toraja Utara menyatakan bahwa simbol-simbol budaya pada
masyarakat Nanggala membawa makna seperti yang diuraikan berikut ini:
a. Kalosi (Pinang) membawa makna battuananna sitammu issinna,
sitammu penawa. Yang artinya seperti buah pinang yang penuh daging
begitu juga manusia yang akan menyatukan hati mereka harus sehati
sepikir.
b. Bolu (buah Sirih) membawa makna battuananna malolo ura’na tu bolu
na lamalolo duka penanta. Yang artinya seperti sirih yang lurus urat dan
tulangnya demikian juga manusia harus penuh dengan ketulusan dan
keiklasan.
c. Kapu’ (Kapur) membawa makna malite ara’ta marudindin penanta. Yang
artinya kapur yang putih bersih yang apabila dimakan bersama sirih akan
menghasilkan getah yang akan membuat manusia bersatu seumur hidup
sampai maut yang akan memisahkan.
d. Sambako pa’ronting Tougi’ nagirik gallang (Tembakau).yang artinya
tembakau yang berwarna kekuning-kuningan seperti emas yang
membawa makna berupa kemurniaan dan kesucian hati manusia.
1. Takir atau dalam artian jawa orang menyebut (tataging pikir) artinya
sebagai simbol untuk siap menghadapi cobaan.
12
3. Daun sirih atau suroh artinya meruhi yaitu mengerti terhadap Yang Kuasa
(Allah SWT).
10. Cok bakal adalah simbol bibit dhanyang bumi, yaitu makhluk halus yang
menguasai bumi
13
1.1.11. Ditha Prasanti dan Puji Prihandini (2018) dalam penelitiannya yang berjudul
Pengalaman Komunikasi Terapeutik Perempuan Indonesia Dalam
Menggunakan Daun Sirih mengungkapkan tentang Pengalaman Komunikasi
Terapeutik Perempuan Indonesia dalam menggunakan Daun Sirih sebagai
Obat Tradisional. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan
bahwa alasan perempuan Indonesia yang masih percaya menggunakan daun
sirih sebagai obat tradisional tergolong menjadi because motives dan in order
to motives. Because motives meliputi warisan nenek moyang, turun temurun
dalam keluarga; word of mouth memperoleh informasi dari dokter; evidence
based (hasil uji klinis/ ilmiah) dari daun sirih. Sementara itu, in order to
motives dari para informan, mayoritas mengungkapkan untuk menyembuhkan
penyakit yang dialaminya. Poin selanjutnya, pengalaman komunikasi dalam
konteks pesan verbal “word of mouth” dan pengalaman dalam fase
komunikasi terapeutik.
1.1.13. Isni Herawati (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Makna Simbolik
Sajen Tingkeban menyatakan bahwa berdasarkan simbol dan makna beberapa
sajen slametan tingkeban, maka tujuan utama adalah untuk memohon atau
mengharapkan keselamatan kepada wanita yang mengandung, dan calon bayi
yang dikandungnya akan lahir dengan selamat. Dengan adanya sajen-sajen
untuk menginterpretasikan melalui makna dan simbol tersebut, kita dapat
melihat bagaimana masyarakat Jawa mengartikan simbol-simbol itu dalam
kehidupan mereka. Dari pengintepretasian simbol-simbol itu, maka terlihat
adanya dua arah hubungan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, yaitu
hubungan secara vertikal dan horisontal. Hubungan vertikal menunjuk pada
hubungan manusia dengan Tuhan dan makhluk supra natural dimana sebagai
tempat untuk memohon keselamatan. Hubungan manusia secara horizontal
adalah hubungan antara manusia dengan sesama manusia di dalam hidup
bermasyarakat untuk menjaga keharmonisan dan ketentraman.
1.1.14. Golda S Simarmata dan Sitti Rahma (2013) melakukan penelitian yang
berjudul Husip-Husip Dalam Tortor Hata Sopisik Pada Masyrakat Batak Toba
: Kajian Interaksi Simbolik menemukan bahwa Tortor Hata Sopisik
merupakan Tortor dalam konteks muda-mudi yang awalnya muncul pada
Gondang Naposo. Pada Tortor Hata Sopisik terdapat empat bagian penting
yang disebut Husip-husip yang artinya berbisik. Husip-husip yang terdapat
pada Tortor Hata Sopisik merupakan keunikan yang menjadi ciri khas dari
15
Tortor ini, dikatakan unik karena Husi-husip hanya terdapat pada Tortor Hata
Sopisik. Husip-husip yang artinya berbisik adalah suatu interaksi simbolik
yang mempunyai makna pengungkapan rasa cinta kepada lawan jenis
dikalangan generasi muda-mudi (naposo). Pada Tortor Hata Sopisik ini
terdapat empat bagian penting yang menjadi urutan pengungkapan perasaan
yang disimbolkan melalui gerak tari. Pertama diawali dengan perkenalan.
Perkenalan disini dimulai dengan menayakan Marga yang disimbolkan
dengan gerak mengangguk-angguk kepala pada laki-laki dan menggeleng-
gelengkan kepala pada perempuan. Ketika marga sudah diketahui maka akan
berlanjut pada pengungkapan rasa cinta. Bagian ketiga pemuda akan kembali
berbisik menanyakan jawaban dari ungkapan perasaan yang sudah dibisikkan
tersebut, kemudian pihak wanita menjawab “iya “ dengan gerakan
mengangguk-anggukkan kepala . Hal ini juga ditandai dengan daun pohon
beringin (bane-bane) yang disematkan pihak laki-laki di kepala pihak
perempuan, dimana daun beringin bagi masyarakat Batak Toba adalah
lambang kesuburan yang menjadi perlindungan. Laki –laki akan melindungi
wanita tersebut. Bagian keempat yang menjadi puncak daritarian ini adalah
kedua belah pihak sudah saling setuju dan sepakat menjalin hubungan yang
disimbolkan dengan mengangguk-anggukkan kepala pada kedua belah pihak.
Ada dua konsep utama yang mewarnai komunikasi antar budaya, yaitu konsep
kebudayaan dan konsep komunikasi. Hubungan antara keduanya sangat kompleks
dimana budaya mempengaruhi komunikasi dan pada gilirannya komunikasi turut
menentukan, menciptakan dan memelihara realitas budaya dari sebuah komunitas
atau kelompok budaya (Martin dan Thomas, 2007: 92). Dengan kata lain,
komunikasi dan budaya ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan
siapa, tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya turut
menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan
dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan.
Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku manusia sangat bergantung pada
budaya tempat manusia tersebut dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan
landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula
praktik-praktik komunikasi (Mulyana dan Rakhmat, 2005: 20).
a. Komunikasi antar budaya adalah pernyataan diri antar pribadi yang paling
efektif atar dua orang yang saling berbeda latar belakang budaya.
Sarbaugh (dalam Lubis, 2012: 62) mengemukakan tiga prinsip penting dalam
komunikasi antar budaya. Pertama, suatu sistem bersama, komunikasi akan menjadi
tidak mungkin. Terdapat berbagai tingkat perbedaan, namun semakin sedikit
persamaan sandi tersebut, semakin sedikit komunikasi yang mungkin terjadi. Kedua,
kepercayaan dan perilaku yang berlainan di antara pihak-pihak yang berkomunikasi
merupakan landasan bagi asumsi-asumsi berbeda untuk memberikan respons.
Sebenarnya kepercayaan-kepercayaan dan perilaku-perilaku kita mepengaruhi
persepsi kita tentang apa yang dilakukan orang lain. Maka dua orang yang berbeda
budaya dapat dengan mudah meberi makna yang berbeda kepada perilaku yang
sama. Bila ini terjadi, kedua orang tersebut berperilaku secara berbeda tanpa dapat
meramalkan respon pihak lainnya, padahal kemampuan meramalkan ini merupakan
bagian integral dari kemampuan berkomunikasi secara efektif. Ketiga, tingkat
mengetahui dan menerima kepercayaan dan perilaku orang lain. Cara kita menilai
budaya lain dengan nilai-nilai budaya kita sendiri dan menolak mempertimbangkan
norma-norma budaya lain akan menentukan keefektifan komunikasi yang akan
terjadi (Tubbs dan Moss, 2005: 240).
Sarbaugh dalam Lubis (2016: 61-81) menjelaskan bahwa ada tiga elemen
pokok persepsi budaya yang memiliki pengaruh besar dan langsung terhadap
individu-individu peserta komunikasi, yaitu:
18
a. Pandangan dunia
Unsur budaya ini, meskipun konsep dan uraiannya abstrak, merupakan salah
satu unsur terpenting dalam aspek-aspek perceptual komunikasi antar budaya.
Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhadap hal-hal seperti
Tuhan, kemanusiaan, alam, alam semesta, dan masalah-masalah filosofis lainnya
yang berkenaan dengan konsep mahluk. Pandangan dunia mempengaruhi
kepercayaan, nilai, sikap, penggunaan waktu, dan banyak aspek budaya lainnya.
b. Sistem lambang
1) Lambang Gerak
2) Lambang Suara
3) Lambang Warna
4) Lambang Gambar
5) Lambang Bahasa
6) Lambang Angka
20
c. Organisasi Soaial
Simbol non verbal disebut juga isyarat atau simbol yang bukan kata-kata. Simbol
non verbal sangat berpengaruh dalam suatu proses komunikasi. Menurut Mark
Knapp (1978), penggunaan simbol-simbol non verbal dalam berkomunikasi memiliki
beberapa fungsi antara lain:
1. Pesan kinesik yaitu pesan non verbal yang menggunakan gerakan tubuh yang
berarti, terdiri dari, pesan fasial, pesan gestural, pesan postural dan
artifaktural (Rakhmat, 1992:289).
2. Pesan paralinguistik adalah pesan non verbal yang berhubungan dengan cara
mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat
menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda
(Rakhmat, 1992:292).
3. Pesan sentuhan dan bau-bauan. Alat penerima sentuhan adalah kulit yang
mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui
sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih
sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian.
lainnya tentang perencanaan tindakan (plan of action) yaitu pola tingkah laku
seseorang terhadap objek, karena perencanaan diarahkan oleh sikap, yaitu pernyataan
verbal yang menunjukkan nilai tujuan tindakan maka sikap dapat diukur. Konsep diri
menyangkut perencanaan tindakan individu terhadap diri meliputi: identitas,
kepentingan dan hal yang tidak disukai, tujuan, ideologi, dan evaluasi diri.
Interaksi simbolik telah menyatukan studi bagaimana kelompok
mengkoordinasi tindakan mereka; bagaimana emosi dipahami dan dikendalikan;
bagaimana kenyataan dibangun; bagaimana diri diciptakan; bagaimana struktur
sosial besar dibentuk; dan bagaimana kebijakan publik dapat dipengaruhi yang
merupakan sebuah gagasan dasar dari perkembangannya dan perluasan teorites Ilmu
komunikasi.
Interaction
Give rise to
Oleh karena itu, interaksi sosial memerlukan banyak waktu untuk mencapai
keserasian dan peleburan. Eratnya kaitan antara aktivitas kehidupan manusia dengan
simbol-simbol karena memang kehidupan manusia salah satunya berada dalam
lingkungan simbolik. Kaitan antara simbol dengan komunikasi terdapat dalam salah
satu dari prinsip-prinsip komunikasi yang dikemukakan Mulyana (2000:83-120)
mengenai komunikasi adalah suatu proses simbolik. Lambang atau simbol adalah
sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan
sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal,
dan objek yang maknanya disepakati bersama. Lambang adalah salah satu kategori
27
tanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon
dan indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah
suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang
direpresentasikannya. Representasi ini ditandai dengan kemiripan. Berbeda dengan
ikon, indeks atau dikenal dengan istilah sinyal, adalah suatu tanda yang secara
alamiah merepresentasikan objek lainnya. Pemahaman tentang simbol-simbol dalam
suatu proses komunikasi merupakan suatu hal yang sangat penting, karena
menyebabkan komunikasi itu berlangsung efektif.
Pada bagian lain, Blumer (Soeprapto, 2002) mengatakan bahwa individu bukan
dikelilingi oleh lingkungan objek-objek potensial yang mempermainkan dan
membentuk perilakunya, sebaliknya ia membentuk objek-objek itu. Dengan begitu,
manusia merupakan actor yang sadar dan reflektif, yang menyatukan objek yang
diketahuinya melalui apa yang disebutnya sebagai self-indication. Maksudnya,
proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu,
menilainya, memberi makna dan memberi tindakan dalam konteks sosial.
Menurutnya dalam teori interaksi simbolik mempelajari suatu masyarakat disebut
“tindakan bersama”.
(1) Masyarakat terdiri atas manusia yang bertinteraksi. Kegiatan tersebut saling
bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk struktur sosial.
28
(2) Interaksi terdiri atas berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan
kegiatan manusia lain. Interaksi nonsimbolis mencakup stimulus respons,
sedangkan interaksi simbolis mencakup penafsiran tindakan-tindakan.
(3) Objek-objek tidak memiliki makna yang intrinsik. Makna lebih merupakan
produk interaksi simbolis. Objek-objek tersebut dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga kategori, yaitu: objek fisik, objek sosial, dan objek abstrak.
(4) Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal. Mereka juga melihat
dirinya sebagai objek.
(5) Tindakan manusia adalah tindakan interpretasi yang dibuat manusia itu
sendiri
(1) Manusia bertindak berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu bagi
mereka.
(2) Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang
lain.
Sebagai salah satu pemikir dan pengembang teori interaksi simbolik, membuat
gagasanya cenderung kritis terhadap alam. Kritikannya yang cukup popular
dikalangan penganut teori interaksionis yakni “analisis variabel” ala ilmu alam.
Metodologi yang dibangun Blumer menolak anggapan analisis variabel bisa
diterapkan dalam perilaku manusia. Penelitian yang bertumpu pada tindakan dan
perilaku manusia menekankan kebutuhan untuk secara jelas (insightful), dan utuh.
Keberatan Blumer atas analisis variabel berakar pada kenyataan bahwa argumentasi
ilmiah ilmu alam pada umumnya palsu. Hal-hal yang diindentifikasi, tidak jelas dan
29
bukan objek terpisah dengan susunan utuh sebagaimana yang dimiliki variabel sejati,
melainkan istilah-istilah rujukan yang disingkat bagi pola-pola rumit. Selanjutnya,
Blumer menguraikan bahwa apa yang disebut variabel sosial itu tidak dapat kita
uraikan dengan cara ini. Sementara, apa yang disebut veriabel generik yang tampak
seperti: usia, jenis, tingkat kelahiran, dan periode waktu, masih harus dipertanyakan.
Teori interaksi simbolik dipengaruhi oleh struktur sosial yang membentuk atau
menyebabkan perilaku tertentu, yang kemudian membentuk simbolisasi dalam
interaksi sosial masyarakat. Teori interaksi simbolik menuntut setiap individu mesti
proaktif, refleksif, dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang unik, rumit,
dan sulit diinterpretasikan. Teori interaksi simbolik menekankan dua hal. Pertama,
manusia dalam masyarakat tidak pernah lepas dari interaksi sosial. Kedua, interaksi
dalam masyarakat mewujud dalam simbol-simbol tertentu yang sifatnya cenderung
dinamis.
Menurut Fisher, interaksi simbolik adalah teori yang melihat realitas sosial
yang diciptakan manusia. Sedangkan manusia sendiri mempunyai kemampuan untuk
berinteraksi secara simbolik, memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan,
bermasyarakat, dan memiliki buah pikiran. Setiap bentuk interaksi sosial dimulai dan
berakhir dengan mempertimbangkan diri manusia (Fisher, 1986: 231).
Pada dasarnya, teori interaksi simbolik ini berakar dan berfokus pada hakikat
manusia sebagai makhluk relasional. Setiap individu pasti terlibat relasi dengan
30
Keunikan dan dinamika simbol dalam proses interaksi sosial menuntut manusia
harus lebih kritis, peka, aktif, dan kreatif dalam menginterpretasikan simbol-simbol
yang muncul dalam interaksi sosial. Penafsiran yang tepat atas simbol tersebut turut
menentukan arah perkembangan manusia dan lingkungan. Faktor-faktor penting
keterbukaan individu dalam mengungkapkan dirinya merupakan hal yang tidak dapat
diabaikan dalam interaksi simbolik. Hal-hal lainnya yang juga perlu diperhatikan
adalah pemakaian simbol yang baik dan benar, sehingga tidak menimbulkan
kerancuan interpretasi. Setiap subjek mesti memperlakukan individu lainnya sebagai
subjek, bukan objek. Segala bentuk apriori mesti dihindari dalam
menginterpretasikan simbol yang ada agar unsur subjektif dapat diminimalisir sejauh
mungkin. Pada akhirnya, interaksi melalui simbol yang baik, benar, dan dipahami
secara utuh, akan membidani lahirnya berbagai kebaikan dalam hidup manusia.
(2) Makna dipelajari melalui interaksi antar manusia dan makna muncul dari
pertukaran simbol dalam kelompok sosial.
(3) Semua struktur dan institusi sosial dibuat berdasarkan interaksi antar
manusia.
31
(4) Perilaku manusia tidak hanya dipengaruhi oleh kejadian, melainkan oleh
kehendak dirinya sendiri.
(7) Seseorang tidak dapat dipahami hanya dari perilaku yang terbuka.
Jika Mazhab Iowa yang dikembangkan oleh Marford H. Kuhn dalam kajiannya
menggunakan metode sainstifik (positivistik) untuk menemukan hukum-hukum
universal mengenai perilaku sosial yang dapat diuji secara empiris, maka Mazhab
Chicago yang dikembangkan oleh Mead, Blumer, Gofmann, dan interpretis lainnya,
menggunakan pendekatan humanistik. Walaupun Kuhn tidak menolak sama sekali
studi tentang aspek-aspek tersembunyi mengenai perilaku manusia ia menyarankan
penggunaan instrumen objektif untuk mengukur perilaku terbuka, guna mengukur
gagasan-gagasan Mead.
Hal ini dipertegas George Simmel bahwa teori ini berawal dari asumsi-asumsi
sosiopsikologis, “semua fenomena dan atau perilaku sosial itu bermula dari apa yang
32
ada dalam alam pikiran individu” (Soeprapto, 2002). Dengan demikian, mengutip
pendapat Blumer secara ringkas premis-premis yang mendasari interaksi simbolik, di
antaranya: pertama, individu merespon suatu situasi simbolik. Seperti lingkungan,
objek fisik (benda), dan objek sosial (perilaku manusia) berdasarkan makna yang
dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Kedua, makna
adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan
dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Ketiga, makna yang diinterpretasikan
individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang
ditemukan dalam interaksi sosial. Di dalam interaksi simbolik, maka akan selalu
berhubungan dengan teori diri dari Mead, karena teori ini merupakan inti dari
interaksi simbolik.
Esensi dari teori interaksi simbolik menurut Mulyana (2006) adalah suatu
aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran
simbol-simbol yang diberi makna. Bahwa individu dapat ditelaah dan dianalisis
melalui interaksinya dengan individu yang lain. Dengan demikian, teori ini
menggunakan paradigma individu sebagai subjek utama dalam realitas sosial. Dalam
melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan interaksi simbolik, perlu
dibedakan antara (1) terjemahan/translate; (2) interpretasi/ tafsir; (3) ekstrapolasi; (4)
pemaknaan/ meaning. Membuat terjemahan berarti mengutarakan suatu materi
menggunakan media atau bahasa yang berbeda. Interpretasi merupakan pendapat,
pandangan, atau kesan yang diberikan terhadap sesuatu. Ekstrapolasi berbicara
tentang kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap sesuatu dibalik yang
terlihat. Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif manusia; indrawi, daya
pikir dan akal budi (I.B. Wirawan, 2011; 115).
2.6. Konsep Perkawinan
Pada hakikatnya perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi pria dan
wanita dalam menjalani kehidupannya. Melalui perkawinan seseorang akan
mengalami perubahan status dari masa lajang ke status berkeluarga dan diperlakukan
sebagai anggota masyarakat yang telah memenuhi persyaratan oleh masyarakatnya.
Upacara perkawinan ini diselenggarakan untuk menandai perubahan status social
seseorang dalam lintasan daur hidupnya.
Perkawinan merupakan suatu hal yang agung sakral dan mulia bagi kehidupan
setiap manusia agar hidupnya bahagia lahir dan batin, serta damai dan mewujudkan
33
rasa kasih sayang diantara keduanya. Didalam undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan dinyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan adalah sah,
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu.
Pada kalangan masyarakat adat yang masih kuat prinsip kekerabatannya, maka
merupakan suatu nilai hidup untuk dapat meneruskan keturunan, mempertahankan
silsilah dan kedudukan sosial yang telah jauh atau retak, ia merupakan sarana
pendekatan dan perdamaian kekerabatan dan begitu pula perkawinan bersangkut paut
dengan warisan, kedudukan, dan harta kekayaan.
Interaksi
Masyarakat Simbolik Sirih dalam Pemuka Adat
Perkawinan Adat
Terjemahan/ Translate
Tafsir/Interpretasi
Ekstrapolasi
Pemaknaan/ Meaning
Nilai
35
36
serta penarikan kesimpulan. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian
secara objektif. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan
cara observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
utama. Sebagai besar data diperoleh melalui wawancara. Untuk itu, penguasaan
teknik wawancara sangat mutlak di perlukan.
Dalam metode wawancara ada tiga bentuk yaitu:
a. Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur lebih sering digunakan dalam penelitian kualitatif
dan kuantitatif. Beberapa ciri dari wawancara terstruktur meliputi daftar
pertanyaan dan kategori jawaban telah disiapkan, kecepatan wawancara
terkendali, tidak ada fleksibilitas, mengikuti pedoman, dan tujuan
wawancara biasanya untuk mendapatkan penjelasan tentang suatu
fenomena.
b. Wawancara semi terstruktur
Wawancara semi-terstruktur lebih tepat dilakukan penelitian kualitatif
daripada penelitian lainnya. Ciri-ciri dari wawancara semi-terstruktur
adalah pertanyaan terbuka namun ada batasan tema dan alur pembicaraan,
kecepatan wawancara dapat diprediksi, fleksibel tetapi terkontrol, ada
pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan dan
penggunaan kata, dan tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu
fenomena.
c. Wawancara tidak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur memiliki ciri-ciri, yaitu pertanyaan sangat
terbuka, kecepatan wawancara sangat sulit diprediksi, sangat fleksibel,
pedoman wawancara sangat longgar urutan pertanyaan, penggunaan kata,
alur pembicaraan, dan tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu
fenomena (Herdiansyah, 2011: 121).
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan wawancara semi terstruktur.
Metode wawancara semi-terstruktur ini digunakan untuk mendapatkan data tentang
pelaksanaan tahapan perkawinan adat. Dalam hal ini, peneliti akan melakukan
wawancara terhadap pemuka adat setempat dimana arah wawancara yang peneliti
pertanyakan yaitu: (1) mengenai proses komunikasi interaksi simbolik dalam tahapan
perkawinan adat, benda-benda yang digunakan, sejarah perkawinan adat, hambatan
komunikasi dan tanggapan mengenai tradisi-tradisi yang tetap dilaksanakan dalam
perkawinan adat maupun yang tidak dilaksanakan lagi. (2) konstruksi makna dalam
interaksi simbolik pada proses komunikasi dalam tahapan perkawinan adat.
38
Wawancara antara lain tentang simbol, makna dan nilai yang terdapat pada setiap
interaksi.
2) Observasi
Kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh seorang peneliti yang
melakukan penelitian kualitatif saat berada di lapangan adalah observasi. Sanafiah
Faisal (dalam Bungin, 2003: 65) menjelaskan bahwa metode observasi menjadi amat
penting dalam tradisi penelitian kualitatif karena melalui observasilah dikenali
berbagai rupa kejadian, peristiwa, tindakan yang berlangsung secara berulang pada
masyarakat.
Penelitian ini menggunakan teknik participant observation, peneliti akan
terlibat secara langsung dalam kegiatan sehari-hari orang atau situasi yang akan
diamati sebagai sumber data. Peneliti akan mengobservasi cara pelaku adat dalam
memimpin dan melaksanakan tahapan demi tahapan dalam perkawinan adat disertai
dengan obeservasi pada objek berupa simbol makna dan nilai yang digunakan.
3) Dokumentasi
Dokumentasi merupakan instrumen pengumpulan data yang sering digunakan
dalam metode pengumpulan data. Metode observasi dan wawancara sering
dilengkapi dengan kegiatan penelusuran dokumentasi dimana tujuannya untuk
mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data.
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan
melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek diri atau
orang lain tentang subjek. Moelong (dalam Herdiansyah, 2010: 143) mengemukakan
dua bentuk dokumen yang dapat dijadikan bahan dalam studi dokumentasi, yaitu:
a. Dokumen pribadi
Merupakan catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang
tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. Tujuan dari dokumentasi ini
adalah untuk memperoleh sudut pandang orisinal dari kejadian situasi
nyata.
b. Dokumen resmi
Dokumen resmi dipandang mampu memberikan gambar mengenai
aktivitas, keterlibatan individu pada suatu komunitas tertentu dalam
setting sosial.
39
41
DAFTAR PUSTAKA
42
43
West, Richard., Lynn H. Turner. 2009. Pengantar Ilmu Komunikasi Analisis dan
Aplikasi. 3rd. Edition. Jakarta: Salemba Humanika.
__________________________. 2008. Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Humanika.
Wirawan, Ida Bagus. 2012. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial,
Defenisi Sosial, dan Perilaku Sosial), Edisi Pertama, Jakarta, Kencana
Prenadamedia Group.
SUMBER ONLINE
Kompas.com dengan judul "Sirih dan Sejarah Budaya
Kita", https://sains.kompas.com/read/2014/12/17/17282881/Sirih.dan.Sejarah.Bud
aya.Kita. (diakses 12 Nopember 2018)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
Kamus Besar Bahasa Indonesia (dari https://kbbi.web.id)