Forensik Fraud Bab 6
Forensik Fraud Bab 6
FRAUD
A. Pendahuluan
Fraud yang dikenal para akuntan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) diatur dalam banyak pasal dan dengan berbagai istilah. Fraud atau
kecurangan merupakan hal yang sekarang banyak dibicarakan di Indonesia.
Pengertian fraud itu sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan, yang
menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku
kecurangan dan atau kelompoknya (Sukanto, 2009). Adapun menurut Association
of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud adalah perbuatan-perbutana melawan
hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau
memberikan laporan keliru kepada pihak lain) dilakukan oleh orang-orang dari
dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun
kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan orang lain.
1. Corruption
Istilah “corruption” disini serupa tetapi tidak sama dengan istilah korupsi
dalam ketentuan perundang-undangan kita. Istilah korupsi menurut Undang-
Undang Nomer 31 Tahun 1999 meliputi 30 tindak pidana korupsi, dan bukan
empat bentuk seperti gambar dalam ranting-ranting:
a) Conflict of interest atau benturan kepentingan sering dijumpai dalam berbagai
hal misalnya bisnis pejabat yang menjadi pemasok atau rekanan di lembaga-
lembaga pemerintah ataupun di dunia bisnis. Ciri-ciri terjadi conflict of
interest dalam hal ini yang bersangkutan menjadi pemasok atau rekanan
adalah :
a. Selama bertahun-tahun
b. Nilai kontrak relatif lebih mahal
c. Rekanan tertentu menguasai pangsa pembelian yang relatif sangat besar
di suatu lembaga
d. Kemenangan dalam tender dicapai dengan cara-cara yang tidak wajar
e. Hubungan antara penjual dan pembeli lebih dari sekedar hubungan bisnis
(nepotisme)
2. Asset Misappropriation
Asset Misappropriation atau “pengambilan” aset secara ilegal dalam
bahasa sehari-hari disebut mencuri (larcency). Namun, dalam istilah hukum,
“mengambil” aset secara ilegal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi
wewenang untuk mengelola atau mengawasi aset tersebut, disebut menggelapkan
(embezzlement). Dalam fraud tree istilah larcency merupakan sinonim dari
embezzlement.
Klasifikasi penjarahan kas dalam tiga bentuk disesuaikan dengan arus
uang masuk.
a) Skimming
Cara ini terlihat dalam dalam fraud yang sangat dikenal para auditor, yakni
lapping. Kalau uang sudah masuk kedalam perusahaan dan kemudian baru
dijarah, maka fraud ini disebut larceny atau pencurian. Sekali arus uang sudah
terekam dalam (atau sudah masuk ke) sistem, maka penjarahan ini disebut
fraudulent disbursements yang lebih dekat dengan istilah penggelapan.
b) Larceny (pencurian)
Bentuk penjarahan yang paling kuno dan dikenal sejak awal peradaban
manusia.Peluang untuk terjadinya penjarahan jenis ini berkaitan erat dengan
lemahnya sistem pengendalian intern, khususnya yang berkenaan dengan
perlindungan keselamatan aset (safeguarding of assets).
c) fraudulent disbursements
sebenarnya salah satu langkah lebih jauh dari pencurian. Sebelum tahap
pencurian, ada tahap perantara. Terdapat lima kolom (sub ranting) pada
fraudulent disbursements, yaitu :
1. billing schemes,
2. payroll schemes,
3. expense reinbursement schemes,
4. check tampering,
5. dan register disbursements.
3. Fraudulent Statements
Jenis fraud ini sangaat dikenal para auditor yang melakukan general audit
(opinion audit). Dalam cabang dan ranting, ranting pertama menggambarkan
fraud dalam menyusun laporan keuangan. Fraud ini berupa salah saji
(misstatements baik overstatements maupun understatements). Cabang kedua dari
ranting ini ada dua. Pertama, menyajikan aset atau pendapatan lebih tunggu dari
yang sebenarnya (asset/revenue overstatements). Kedua, menyajikan aset atua
pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya (asset/ revenue understatements).
Bentuk yang kedua lebih banyak berhubungan dengan laporan keuangan
yang disampaikan kepada instansi perpajakan atau instansi bea dan cukai. Ranting
kedua menggambarkan fraud dalam menyusun laporan non keuangan. Fraud ini
berupa penyampaian laporan non-keuangan secara menyesatkan, lebih bagus dari
keadaan yang sebenarnya, dan sering kali merupakan pemalsuan atau
pemutarbalikan keadaan. Bisa tercantum dalam dokumen yang dipakai untuk
keperluan intern maupun ekstern.
F. Fraud Triangle
Cressey melakukan penelitian terkait para pegawai yang mencuri uang
perusahaan (embezzlers), hipotesisnya dikenal sebagai fraud triangle atau segitiga
fraud.
.
Perceived
Opportunity
Fraud
Triangle
Pressure Rationalization
2. Perceived Opportunity
Non-shareable financial problem menciptakan motif bagi terjadinya
kejahatan. Akan tetapi, pelaku kejahatan harus mempunyai persepsi bahwa ada
peluang baginya untuk melakukan kejahatan tanpa diketahui orang. Ada dua
komponen terkait perceived opportunity, yaitu :
a. general information, merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang
mengandung trust (kepercayaan) dapat dilanggar tanpa konsekuensi, misalnya
melihat pengalaman orang lain yang melakukan fraud tanpa ketahuan.
b. Technical skill, merupakan ketrampilan atau keahlian yang dibutuhkan untuk
melakasanakan kejahatan tersebut, misalnya petugas yang menangani
rekening koran di bank, mencuri dari nasabah yang jarang bertransaksi.
3. Rationalization
Rationalization (rasionalisasi) adalah mencari pembenaran sebelum
melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Rationalization diperlukan agar si
pelaku dapat mencerna perilakunya yang melawan hukum untuk tetap
mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya. Setelah kejahatan
dilakukan, rationalization ini ditinggalkan karena tidak diperlukan lagi. Ketika
pertama kali manusia akan berbuat kejahatan atau pelanggaran, ada perasaan tidak
enak dan melakukan pembenaran-pembenaran untuk perilakunya. Ketika
perbuatan itu sukses, akan mengulanginya dan tidak perlu rationalization lagi.