Anda di halaman 1dari 45

Bahan Bulan Kitab Suci Nasional 2018

Posted on Juli 24, 2018by hyoseph


MEWARTAKAN
KABAR GEMBIRA
DALAM KEMAJEMUKAN
Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil
kepada segala makhluk (Mrk. 16:15)
Pendalaman Kitab Suci
Dewasa/Lingkungan
Komisi Kerasulan Kitab Suci KA Semarang
Bulan Kitab Suci Nasional
LEMBAGA BIBLIKA INDONESIA
2018
Pengantar
Usaha memahami teks hendaknya disertai dengan pengertian
mengenai konteks. Dengan mengetahui konteks, kita akan lebih
mudah mengerti pesan dari sebuah teks. Dalam konteks yang berbeda,
inspirasi bisa berbeda pula bagi setiap pembaca. Dalam membaca
Kitab Suci, pembaca harus juga memahami konteks hidupnya
sehingga dapat menemukan inspirasi yang berguna.

Sebagai warga negara Indonesia, kita menyadari bahwa Indonesia


memiliki kemajemukan agama, golongan, budaya, suku, bahasa, dan
ekonomi. Ribuan pulau di bumi Nusantara menciptakan keragaman
sampai memunculkan tekad bersama Bhinneka Tunggal Ika.
Nusantara dengan segala kemajemukan yang ada adalah tanah tempat
benih Firman Tuhan ditaburkan, tempat Kitab Suci harus diwartakan,
dan tempat setiap anak Tuhan harus memberi kesaksian iman.
Setelah pada tahun 2017 mengajak kita “Mewartakan Kabar Gembira
dalam Gaya Hidup Modern”, kini LBI mengajak kita untuk melihat
konteks kemajemukan sebagai lahan subur untuk pewartaan. Kita
diajak membaca dan merenungkan Sabda Tuhan sehingga berani
“Mewartakan Kabar Gembira dalam Kemajemukan” (2018). Dalam
empat kali pertemuan pendalaman BKSN, umat diajak membaca
Kitab Suci dan mendalami Sabda Allah dalam bingkai tema-tema
khusus yang menyangkut kemiskinan, budaya, agama lain dan Gereja
lain. Tema dan pilihan Kitab Suci disusun demikian:

1. MINGGU I: Dialog dengan Yang Miskin dan Tersingkir (Mat. 14:


13-21)
2. MINGGU II: Mewartakan Kabar Gembira di Tengah
Kemajemukan Budaya (Mat. 1:18-25)
3. MINGGU III: Dialog dengan Agama Lain (Kis. 17:16-34)
4. MINGGU IV: Dialog dengan Gereja Lain (Yoh. 17:20-26)
Bahan pertemuan BKSN 2018 disusun sedemikian rupa sehingga
dekat dengan situasi umat dapat menjadi bahan renungan bersama
sampai pada aksi nyata. Pada bagian awal, umat diajak memahami
tujuan setiap pertemuan beserta gagasan pokok untuk tema yang
dimaksud. Setelah dibuka dengan tanda salib dan salam, ditampilkan
ilustrasi dan pertanyaan sharing dengan maksud supaya membantu
umat untuk persiapan masuk ke bahan pokok.
Berikutnya Kitab Suci dibacakan, beberapa pertanyaan untuk
pendalaman bahan disampaikan, dan nilai-nilai Injili disampaikan
sebagai peneguhan. Membangun niat dan rencana konkret yang bisa
dilakukan oleh umat dibuat dalam setiap pertemuan. Setelah niat
dibuat, umat diajak membawa ke hadirat Tuhan dalam doa dengan
tema-tema khusus sebagai bahan doa. Pertemuan diakhiri dengan doa
penutup, berkat, dan lagu.
DIALOG DENGAN YANG MISKIN DAN TERSINGKIR

(Matius 14:13-21)
TUJUAN
1. Umat menyadari realitas kehidupan bersama dan membangun
kepedulian dengan mereka yang miskin dan tersingkir.
2. Umat mendapatkan inspirasi dari Sabda Tuhan tentang Yesus
yang memberi makan lima ribu orang untuk mewujudkan
semangat berbagi dalam hidup.
3. Umat semakin mencintai sabda Tuhan dan menemukan inspirasi
hidup melalui aneka kisah keselamatan yang ditawarkan Allah
kepada manusia.

GAGASAN POKOK
Gereja Katolik hadir dan tinggal bersama-sama dengan realitas
konkret hidup keseharian manusia. Gereja Asia sendiri telah
menandaskan bahwa Gereja hadir dalam tiga realitas yang harus
dijumpai dalam kehidupan yaitu realitas kemajemukan bersama
dengan agama-agama lain, realitas budaya yang beragam dan realitas
hidup bersama dengan masyarakat miskin. Fokus kita pada
pertemuan pertama ini hendak merefleksikan sabda Tuhan yang
berbicara mengenai orang-orang miskin dan tersingkir. Kehadiran
Yesus ke dunia membawa suatu perutusan dari Allah Bapa untuk
menjadi tanda rahmat keselamatan bagi banyak orang.
Tanda keselamatan itu diwujudkan dalam sabda pengajaran serta
tindakan-tindakan-Nya yang merengkuh orang untuk mengalami
keselamatan dari Allah. Lukas mencatat: “Roh Tuhan ada pada-Ku,
oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar
baikkepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk
memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan
penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang
yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah
datang” (Luk. 4:18-19). Tampak bahwa pilihan perutusan Yesus
adalah mereka yang miskin. Tentunya kemiskinan dalam
perikopperikop kitab suci mempunyai banyak sekali makna dan hal
itu bias menjadi bahan refleksi lanjut bagi kita semua.
Bagaimana Kitab Suci berbicara tentang realitas kemiskinan pada
zaman Yesus? Teks tentang Yesus memberi makan lima ribu orang
(Mat. 14:13-21) akan menjadi bahan permenungan kita.
Berhadapan dengan orang-orang miskin, Yesus selalu tergerak hatinya
oleh belas kasihan dan Ia bertindak untuk menolong mereka. Salah
satu sikap iman yang hendak diwariskan oleh Yesus melalui perikop
tersebut adalah semangat berbagi kepada mereka terutama yang
miskin dan tersingkir. Maka dari itu, pada pertemuan pertama ini kita
ingin mendalami realitas kehidupan sekitar kita dimana terdapat pula
kenyataan bahwa ada sesama yang miskin dan tersingkir dan
bagaimana terang sabda Tuhan menuntun kita untuk bertindak
membangun kepedulian pada mereka yang miskin dan menderita.

PEMBUKA
Nyanyian Pembuka. (Yang Kauperbuat bagi Saudara-Ku—MB.
529)
Tanda Salib dan Salam
P Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.

U Amin.
P Semoga rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih dan damai
sejahtera dari Allah Bapa, serta persekutuan Roh Kudus selalu beserta
kita.

U Sekarang dan selama-lamanya.

Pengantar
P Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, selamat berjumpa
dalam Bulan Kitab Suci Nasional 2018 ini. Kita bersyukur bahwa
Tuhan memberi kesempatan kepada kita untuk masuk dalam Bulan
Kitab Suci Nasional, di mana kita ingin mencurahkan perhatian kita
pada Kitab Suci, Sabda Allah yang tertulis, yang menjadi salah satu
warisan rohani untuk semakin mengenal Tuhan yang kita imani. Tema
Bulan Kitab Suci Nasional saat ini yakni “Mewartakan Kabar Gembira
dalam Kemajemukan”, mengajak kita menyadari bahwa realitas
kehidupan kita yang majemuk. Pada pertemuan pertama ini kita akan
merenungkan secara khusus realitas kehidupan bersama dengan
sesame yang miskin dan tersingkir. Mari sekarang kita siapkan hati
memohon kehadiran Tuhan dengan berdoa.

Doa Pembuka
P Marilah kita berdoa:

Ya Allah Bapa Mahakasih, kami bersyukur atas sabda-sabda-Mu yang


Engkau wariskan kepada kami. Melalui Sabda-Mu yang tertulis dalam
Kitab Suci, kami menyadari kehadiran-Mu yang menuntun langkah
laku kehidupan kami. Teguh kanlah semangat kami agar semakin
mengenal kehendak-Mu dalam nilai-nilai Injili, yang juga harus kami
wartakan kepada sesame dan dunia dewasa ini. Perjumpaan-Mu
dengan orang-orang miskin dan sederhana menggerakkan kami pula
untuk terlibat dan menyapa saudara-saudari kami yang
berkekurangan baik dalam kata dan perbuatan yang nyata. Bantulah
kami agarselalu rela berbagi kasih kepada sesama kami yang miskin
dan tersingkir tanpa harus membedakan keberagaman di antara kami,
karena kami sama-sama makhluk ciptaan-Mu. Demi Yesus Kristus
Putra-Mu, Tuhan dan Pengantara kami kini dan sepanjang segala
masa.

U Amin.

ILUSTRASI
“Menjadi Sesama Bagi yang Menderita”
Program Bedah Rumah di Paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi,
Klaten mulai dirintis pada Bulan November 2014. Bedah rumah
menjadi upaya yang baik lagi konkret untuk menghadirkan wajah
sosial Gereja di tengah umat dan masyarakat. Pastor Kepala Paroki
Santa Maria Bunda Kristus Wedi, Rama Adrianus Maradiyo,Pr,
menyampaikan, program bedah rumah berawal dari sebuah
keprihatinan pada bulan September 2014, saat Rama Maradiyo
mengadakan kunjungan, ada salah satu umat yang tidak mau
dikunjungi karena malu. Mereka malu, karena kondisi rumahnya yang
tidak layak huni. Padahal kunjungan ke lingkungan ini bukan untuk
menilai rumah umat, tetapi sungguh merupakan sapaan untuk
mengenal umat yang akan dilayani di Paroki Wedi. Berawal dari
keprihatinan itulah maka Romo Paroki nekat untuk mengunjungi
rumah keluarga tersebut secara pribadi. Dan ternyata, kondisi rumah
itu sangat memprihatinkan. Seorang ibu yang hidup sendirian, yang
usianya sudah 75 tahun. Ibu ini seorang janda, saat hujan atap rumah
tersebut bocor.
Setelah bermenung, Romo memutuskan untuk mengusahakan rumah
yang sehat dan layak huni bagi ibu tersebut, sehingga ibu tersebut
dapat mengalami kegem-biraan di usia tuanya. Romo bersama dengan
Dewan Paroki, khususnya Bidang Sarana dan Prasarana, Bidang
Pelayanan Kemasyarakatan, tim relawan dan pengurus lingkungan
berembug untuk melaksanakan bedah rumah. Saat bedah rumah, tim
mengajak paguyuban umat yang ada dan umat lingkungan setempat.
Bedah rumah diawali dengan gotongroyong. Dalam gotong royong ini,
lingkungan menyediakan tenaga untuk kerja bakti, dan ibu-ibu
menyiapkan konsumsi. Ternyata umat sangat peduli dan murah hati
mendukung bedah rumah ini. Dalam perkembangan waktu, bedah
rumah dirasakan menjadi gerakan bersama untuk menghadirkan
wajah sosial Gereja di paroki tersebut. Umat lingkungan dan
masyarakat non Katolik sangat mendukung bedah rumah ini.
Masyarakat dengan penuh kesadaran mau terlibat bergotong royong
secara sukarela. Dalam gotong royong bedah rumah ini nampak
kehidupan masyarakat yang saling menghargai, menghormati dan
mendukung. Sungguh, kehadiran Gereja dapat dirasakan umat dan
masyara-kat pada umumnya.
Sejak November 2014 sampai Desember 2017, Paroki tersebut telah
melakukan bedah rumah sebanyak 45 rumah baik rumah umat
Katolik maupun non Katolik. (Disarikan dari Majalah Salam
Damai, Edisi 99 Vol 10 Januari 2018)

Pertanyaan Pendalaman Ilustrasi


1. Siapakah sesama yang miskin dan tersingkir sebagaimana
dimaksud dalam kisah di atas?
2. Siapakah orang yang miskin dan tersingkir yang perlu ditolong?
3. Dalam kisah di atas, kepedulian dan keterlibatan macam apa
yang diusahakan bagi sesama yang miskin dan tersingkir
tersebut? Siapa saja yang terlibat di dalam usaha tersebut?
4. Petikan kisah di atas bermakna apa bagi kehidupan keseharian
kita yang tinggal bersama dengan sesama yang miskin dan
tersingkir?

Pemandu dapat menyampaikan poin berikut sebagai arah


penyimpulan pembicaraan:
1. Di sekitar kita ada banyak orang yang miskin dan tersingkir.
Kita dipanggil dan diutus untuk membantu mereka.

2. Gotong-royong sebagai nilai bangsa sangat diperlukan dalam


membantu orang yang miskin dan tersingkir di sekitar kita.

PENDALAMAN KITAB SUCI


Membaca Sabda Tuhan
Yesus Memberi Makan Lima Ribu Orang (Mat. 14:13-21)
Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ, dan
hendak mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi.
Tetapi, orang banyak mendengarnya dan mengikuti Dia dengan meng-
ambil jalan darat dari kota-kota mereka. Ketika Yesus mendarat, Ia
melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-
Nya oleh belas belaskasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan
mereka yang sakit. Menjelang malam, murid-murid-Nya datang
kepada-Nya dan berkata: “Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai
malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat
membeli Makanan di desa-desa.” Tetapi, Yesus berkata kepada
mereka: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus member mereka
makan.” Jawab mereka: “Yang ada pada kami di sini hanya lima roti
dan dua ikan.” Yesus berkata: “Bawalah kemari kepada-Ku.” Lalu
disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-
Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan
mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan
memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya
membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya
makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan
potonganpotongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh. Yang ikut
makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan
anakanak.

Pertanyaan Pendalaman
1. Apa reaksi yang muncul dari dalam pribadi Yesus ketika melihat
banyak pengikut-Nya belum makan?
2. Apa yang dilakukan oleh Yesus? Apa yang dilakukan oleh para
murid?
3. Hikmat apa yang dapat kita petik dari kisah Yesus member
makan lima ribu orang?

Memetik Nilai-nilai Injili


Mengacu pada kisah Yesus memberi makan lima ribu orang, kita
dapat memetik nilai-nilai terkait dengan sikap Yesus berjumpa
dengan begitu banyak orang yang membutuhkan pertolongan:

1. Yesus berbelas kasih terutama kepada mereka yang miskin dan


berkekurangan. Ketika Yesus bertemu dengan orang banyak itu,
tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan dan menyembuhkan
mereka yang sakit (ay. 14). Yesus tidak tinggal diam berhadapan
dengan situasi para pengikut-Nya yang menderita. Ia ber-nisiatif
untuk menyelamatkan mereka.
B. Yesus mengajak para murid turut bertanggungjawab
mengatasi masalah sesama. Dengan keras Yesus menegur
mereka untuk tidak cuci tangan dan melimpahkan tanggung
jawab kepada orang lain. Awalnya para murid ingin melarikan
diri dari situasi ini, tetapi pernyataan Yesus langsung
menohok
mereka: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus member mereka
makan” (ay. 16). Ajakan ini juga digemakan bagi para pengikut-
Nya sehingga ada yang tergerak untuk memberikan lima roti dan
dua ikan miliknya (ay. 17).

C. Tuhan mengajak kita untuk menempatkan semangat


berbagi sebagai suatu cara hidup yang harus terus menerus
diusahakan sebagai murid-murid Kristus. Semangat berbagi
mengandaikan adanya pengorbanan demi sesama. Para murid
menerima pecahan-pecahan roti dari Yesus kemudian
pecahan roti dari Yesus kemudian mereka memberikannya
kepada orang banyak (ay. 19). Cara hidup saling berbagi
memungkinkan tidak ada seorang pun yang berkekurangan di
antara mereka (Kis.4:34) bahkan menjangkau mereka yang
tersingkir pula.

Membangun Niat dan Rencana


Peserta diajak untuk membuat niat dan rencana
konkret dalam memanfaatkan sarana teknologi
informasi dan komunikasi modern dan membangun
komitmen atasnya. Contoh niat dan rencana:
B. Memberikan bantuan pendidikan/beasiswa bagi siswa yang
tidak mampu.
C. Mengunjungi lansia, terutama yang tidak diperhatikan oleh
anggota keluarganya.
D. Mengadakan bakti sosial bagi umat yang miskin.
E. Memberikan pelayanan kesehatan gratis.
F. Memberikan informasi lowongan pekerjaan.

Doa Permohonan
Peserta lalu diajak untuk menyampaikan doa-doa
sebagai tanggapan atas Sabda Tuhan yang telah
direnungkan bersama dan penegasan atas niat dan
komitmen yang sudah diungkapkan. Doadoa ini
diakhiri dengan doa Bapa Kami.
Usulan tema/pokok doa:

B. Kerelaan berbagi.
C. Semangat pelayanan bagi kaum miskin dan tersingkir.
D. Peka pada kebutuhan sesama.
E. Kerendahan hati untuk menerima bantuan dari orang lain.

PENUTUP
Doa Penutup
P Marilah kita berdoa:

Allah Bapa yang Mahabaik, puji syukur kami haturkan ke hadirat


-Mu. Kami telah merenungkan kisah Yesus yang member makan
lima ribu orang. Melalui sabda-Mu kami sebagai murid-murid-
Mu diundang dan ditantang untuk mewujudkan

pelayanan murah hati dengan sikap belas kasih yang selalu siap
berkorban dan berbagi. Syukur bagi kemuliaan-Mu, ya Bapa,
atas kelimpahan berkat dan rejeki yang kami terima setiap hari.

Penuhilah kami dengan kemurahan hati-Mu sendiri agar kami


juga murah hati terhadap sesama terutama kepada mereka yang
miskin dan berkekurangan. Semuanya ini kami mohon kepada-
Mu dengan Yesus Kristus, Tuhan dan Juru selamat kami, yang
hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa.

U Amin.

Berkat
Lagu Penutup. (Lima Roti dan Dua Ikan)

Mewartakan Kabar Gembira Di

Tengah Kemajemukan Budaya

(Matius 1:18-25)
TUJUAN
B. Umat mengenal upaya-upaya pewartaan Kabar Gembira di
tengah kemajemukan budaya.
C. Umat menghayati prinsip “inkarnasi” sebagai prinsip
pewartaan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya.
D. Umat membuat gerakan “inkarnatif” sebagai gerakan
pewartaan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya.

GAGASAN POKOK
Masyarakat kita adalah masyarakat majemuk dalam budaya.
Perbedaan budaya, menimbulkan perbedaan dalam pola pikir,
pola pandang, cita rasa, sikap dan perilakunya. Juga pastilah
berpengaruh pada kebersamaan hidup bermasyarakat.

Kenyataan adanya kemajemukan budaya dalam masyarakat,


menjadi konteks konkret Gereja dalam mewartakan Kabar
Gembira. Kekayaan budaya Indonesia sung-guh mengagumkan.
Di banyak tempat, sudah ada upaya memanfaatkannya untuk
penyebaran dan perkembangan iman umat. Kontekstualisasi,
inkulturasi di berbagai tempat, melewati tahap-tahap yang
berbeda. Di beberapa tempat, masalah inkulturasi ini berada
pada ranah liturgi: bagaimana kekayaan budaya, seperti lagu-
lagu, tata busana serta tarian yang merupakan ekspresi batin
budaya tertentu, bisa menyumbang bagi ibadat Gereja. Di
tempat lain, mulai dicari dan dipikirkan juga titik temu antara
gagasan dan pengharapan yang terungkap dalam aneka
ungkapan dan simbol yang terdapat dalam budaya setempat
dengan pengharapan yang ditawarkan oleh kekristenan.

Upaya pewartaan Kabar Gembira mesti memperhatikan konteks


budaya masyarakatnya. Dalam kebersamaan hidup Gereja di
tengah masyarakat akan muncul sikap meniru, menyesuaikan
diri, mengambil alih, mengangkat, mengubah, bahkan
menyempurnakan unsurunsur budaya yang ada.

Apa yang dibuat oleh Br. Mateus Tirtosumarto, SJ (1954)


merintis kesenian “Slaka” (sholawatan Katolik) di Gereja Mater
Dei Bonoharjo, Kulon Progo, Yogyakarta merupakan salah satu
contohnya. Di tempat lain upaya mewartakan Kabar Gembira di
tengah kemajemukan budaya, pastilah beraneka modelnya.
Model-model ini dapat terkait pada unsur-unsur budayanya,
seperti sistem religi, sistem social kemasyarakatan (kelahiran,
perkawinan dan kematian), sistem pengetahuan, bahasa,
kesenian (seni lukis, seni pahat, seni tari, seni drama dan lain-
lainnya), mata pencaharian (pertanian, perikanan, peternakan,
perkebunan dan lainnya), dan sistem teknologi peralatan.

Seturut dinamika misteri inkarnasi, Firman yang menjadi


manusia, Gereja mesti memperhatikan unsur-unsur budaya
sebagai konteks pewartaan Kabar Gembira. Dengan demikian,
kontekstualisasi merupakan proses kontinyu agar nilai-nilai
kristianitas terungkap dalam segi-segi kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, nilai-nilai kristianitas berdampak
(mengangkat dan mengubah, menyempurnakan dan
memuliakan) dalam kehidupan masyarakat di segala seginya,
secara nyata dan paripurna. Setiap upaya pewartaan Kabar
Gembira seharusnya mendekatkan relasi Firman dengan konteks
kehidupan manusia, di sini dan sekarang.

Dalam konteks ini menjadi nyatalah penegasan Paus St. Yohanes


Paulus II dalam anjuran apostoliknya, Catechesi Tradendae (16
Oktober 1979): “… kekuatan Injil di mana pun juga
menimbulkan perubahan dan kelahiran baru. Bila kekuatan itu
merasuki kebudayaan, tidak mengherankan bahwa banyak unsur
kebudayaan itu dijernihkan atau diluruskan olehnya.” (CT 53)

Tema pertemuan II dalam rangka BKSN mungkin bisa


mendalami kembali pengalaman inkulturasi yang sudah ada,
bisa juga menemukan sesuatu yang baru. Misalnya membaca
dan mendalami Kitab Suci dari perspektif budaya tertentu. Atau
apakah ada konsepkonsep budaya tertentu bisa membantu kita
untuk memahami satu konsep teologis/alkitabiah tertentu?

PEMBUKA
Nyanyian Pembuka. (Indah Tanahku – MB 496)
Tanda Salib dan Salam
P Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.

U Amin.

P Semoga rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih dan


damai sejahtera dari Allah Bapa, serta persekutuan Roh Kudus
selalu beserta kita.

U Sekarang dan selama-lamanya

Pengantar
P Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, pada pertemuan
terdahulu kita sudah mendalami bagaimana Gereja berhadapan
dengan kenyataan kemiskinan dalam kehidupan bersama.

Dalam pertemuan kali ini kita akan mendalami upayaupaya


Gereja dalam mewartakan Kabar Gembira di tengah
kemajemukan bu-daya. Ada banyak umat yang sudah mencoba
mengintegrasikan pengalaman iman kristianinya dalam
kehidupan bermasyarakat. Upaya yang dikenal dengan istilah
“konteksualisasi” atau “inkulturasi”. Lewat unsur-unsur budaya
(sistem religi, sistem sosial, sistem pengetahuan, sistem bahasa,
kesenian, mata pencaharian dan peralatan) pengalaman
keselamatan diungkap dan diwujudnyatakan. Peristiwa
inkarnasi, peristiwa Allah masuk dalam budaya manusia,
menjadi prinsip upaya kontekstualisasi pewartaan Kabar
Gembira. Dengan demikian, pengalaman hidup berbudaya
menjadi pengalaman iman, pengalaman pergaulan dengan Allah
dalam situasi social budaya yang nyata. Kita berharap dalam
pertemuan II ini kita mengenali kembali upaya-upaya pewartaan
Kabar Gembira yang sudah dilakukan di tengah kemajemukan
budaya. Kita juga akan menemukan kemungkinan-kemungkinan
untuk membuat gerakan “inkarnatif ” dalam pewartaan Kabar
Gembira di tengah kemajemukan budaya. Untuk itu mari kita
buka hati dan pikiran kita agar pendampingan Tuhan dalam
pertemuan II ini dari awal hingga akhir, memampukan kita
mengalami kehidupan ini sebagai sejarah keselamatan.

Doa Pembuka
P Marilah kita berdoa:

Allah Bapa kami yang penuh kasih. Layak dan pantas jika saat
ini kami bersyukur kepada-Mu. Kami bersyukur atas karunia
hidup di bumi Nusantara Indonesia. Kami juga bersyukur karena
Kau-karuniai Indonesia dengan aneka suku, agama, ras, dan
budaya. Semua karunia-Mu ini memperkaya kehidupan kami
sebagai warga negara. Kenyataan kebhinekaan nusantara ini
mengajak kami sebagai Gereja, untuk menemukan bentuk
pewartaan Kabar Gembira sesuai dengan konteks tempat dan
waktu kehidupan kami. Kiranya Roh Kudus yang menggerakkan
para pendahulu kami dalam mewujudnyatakan nilai-nilai Injili
di tengah konteks kemajemukan budaya Nusantara,
memampukan kami untuk juga mengikuti gerakannya. Sehingga
pertemuan BKSN ini meneguhkan, mengilhami, atau
mengkoreksi gerak langkah pewartaan Kabar Gembira di tengah
kemajemukan budaya zaman ini. Dengan perantaraan Kristus
Tuhan kami.

U Amin

ILUSTRASI
Seni “Slaka” (Sholawatan Katolik)
Awal mula penyebaran agama Katolik di tanah Jawa bermula
dari Sendangsono yaitu tempat ziarah bagi umat Katolik yang
terletak di desa Promasan, Kelurahan Banjarroya, kecamatan
Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakar-ta. Masyarakat Semagung
Promasan semenjak dahulu memiliki kesenian sholawatan
Maulud Nabi yang sering dipertunjukan oleh kaum Muslim
untuk puji-pujian (ber-doa) dan sebagai hiburan saat acara
kemasyarakatan seperti kelahiran dan pendirian rumah. Melihat
fenomena itu Br. Mateus Tirtosumarto, SJ (1954) merintis
penulisan sho-lawatan yang dikenal dengan nama “Slaka”
(sholawatan Katolik). Untuk membedakan dari sholawatan
Maulud, syair lagu slaka yang dinyanyikan diambil dari Alkitab
Perjanjian Lama. Seiring berjalannya waktu sekitar tahun 1965
sholawatan Katolik mengalami perubahan, syair lagu yang
digunakan diambil dari Alkitab Perjanjian Baru. Alhasil semakin
sering warga melihat
slaka dan mendengar kotbah yang disampaikan bruder membuat
masyarakat semakin tertarik masuk menjadi orang Katolik.
Gereja “Mater Dei” Bonoharjo merupakan salah satu Gereja yang
mengangkat kesenian sholawatan sebagai bagian dari aktivitas
kerohanian Gereja. Gereja “Mater Dei” Bonoharjo terdapat
kelompok kesenian sholawatan bernama “Santi Pujan Sabda
Jati” (Santi = niat; Pujan = memuji; Sabda = titah/perintah; Jati
= Utama) Kelompok tersebut dua bulan sekali mendapat tugas
bermain musik sholawatan dalam perayaan Misa. Sholawatan ini
hanya dipakai saat Misadengan bahasa Jawa saja. Lagunya
disesuaikan agar nuansa Jawa tetap tampak. Umat yang sudah
berusia lanjut sangat antusias dengan kesenian ini. Mereka
merasa lebih mantap berdoa dengan iringan sholawatan.
Sholawatan Santi Pujan ini juga sering diundang sebagai
penghibur pada acara-acara kemasyarakatan seperti syukuran
dan tirakatan.
(Disarikan dari Ringkasan Skripsi “Kesenian
Sholawatan di Gereja
Katolik Mater Dei Bonoharjo, Kulon Progo,
Yogyakarta”, Rosa Bertiama,
mahasiswi Program Studi Pendidikan Seni Musik
Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta 2012
http://
eprints.uny.ac.id/6997/1/Ringkasan%20Skripsi.pdf )

Pertanyaan Pendalaman Ilustrasi


B. Apakah Gereja Anda memiliki kegiatan – seperti yang Br.
Mateus Tirtosumarto, SJ lakukan sekalipun beda bentuknya –
pewartaan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya
C. Apa hikmat yang dapat dipetik dari kisah di atas, untuk
pewartaan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya?
Pemandu dapat menyampaikan poin-poin berikut
sebagai arah
penyimpulan pembicaraan:
B. Sudah ada aneka upaya mewartakan Kabar Gembira di tengah
kemajemukan budaya dengan memperhatikan konteks
budaya masyarakat.
C. Aneka upaya pewartaan Kabar Gembira di tengah
kemajemukan budaya terkait dengan unsur-unsur budaya
seperti system religi, sistem sosial kemasyarakatan (kelahiran,
perkawinan, dan kematian), sistem pengetahuan, bahasa,
kesenian (seni lukis, seni pahat, seni tari, seni drama dan
lainlainnya), mata pencaharian (pertanian, perikanan,
peternakan, perkebunan dan lainnya), dan sistem teknologi
peralatan

PENDALAMAN KITAB SUCI


Membaca Sabda Tuhan
Kelahiran Yesus Kristus (Mat. 1:18-25)
Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu
Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia
mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai
suami istri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan
tidak mau mencemarkan nama istrinya di depan umum, ia
bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi, ketika ia
mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan tampak
kepadanya dalam mimpi dan berkata, “Yusuf, anak Daud,
janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab
anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia
akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan
Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya
dari dosa-dosa mereka.” Hal itu terjadi supaya digenapi yang
difirmankan Tuhan melalui nabi: ”Sesungguhnya, anak dara itu
akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan
mereka akan menamakan Dia Imanuel.” (Yang berarti: Allah
menyertai kita.) Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat
seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia
mengambil Maria sebagai istrinya, tetapi tidak bersetubuh
dengannya sampai Maria melahirkan anaknya laki-laki dan
Yusuf menamakan Dia Yesus.
Pertanyaan Pendalaman
B. Prinsip apakah yang dapat dipetik dari Mat. 1:18-25 untuk
pewartaan Kabar Gembira?
C. Apa yang dapat dibuat untuk mewujudnyatakan prinsip itu?

Memetik Nilai Injili


B. Allah menyelamatkan manusia, melalui cara manusia. Dengan
inkarnasi, Allah masuk ke dalam kebudayaan manusia. Dalam
Yesus, Allah menjadi manusia Yahudi, dengan sistem religi
Yahudi, sistem sosial Yahudi, sistem pengetahuan Yahudi,
system bahasa Yahudi, kesenian Yahudi, mata pencaharian
dan peralatan
yang kesemuanya khas Yahudi. Peristiwa inkarnasi menjadi
prinsip pewartaan nilai-nilai injili di tengah kemajemukan
budaya.

B. Inkarnasi menunjukkan bahwa Allah menilai tinggi budaya


manusia. Gagasan ini menjadi penting bagi kita dalam
merenungkan tempat budaya-budaya lokal di mana Gereja
berada. Inkarnasi ini menjadi dasar bagi inkulturasi yang
memainkan peranan penting dalam tugas evangelisasi Gereja
kini dan di sini.
Membangun Niat dan Rencana
Peserta diajak untuk membuat niat dan rencana
konkret untuk ambil bagian dalam mewartakan Kabar
Gembira di tengah kemajemukan budaya. Contoh niat
dan rencana:
B. Menghidupkan kembali budaya lokal yang sudah mulai
dilupakan.
C. Melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan budaya, misal
kesenian.
Doa Permohonan
Peserta diajak menyampaikan doa spontan sebagai
tanggapan atas hasil pembahasan bersama dan diakhiri
dengan doa Bapa Kami.
Usulan tema/pokok doa:

B. Syukur dan penghargaan terhadap multikulturalitas budaya


dan kebhinnekaan
C. Terciptanya kerukunan melalui budaya.

PENUTUP
Doa Penutup
P Marilah kita berdoa:

Ya Allah Yang Mahakasih. Sejak kekal Engkau mengasihi kami.


Lewat beraneka cara Engkau berbicara kepada kami. Namun,
pada zaman akhir ini, Engkau bicara lewat Yesus Kristus Tuhan
kami. Karena kasih-Mu semata, Engkau masuk ke dalam
kehidupan manusia, menjadi manusia dalam segalanya, kecuali
dalam hal dosa. Peristiwa inkarnasi, peristiwa Allah menjadi
manusia, merupakan dasar bagi kami untuk melanjutkan
inkarnasi-Mu dalam setiap unsur kebudayaan kami. Semoga
gerakan inkarnatif yang mau kami lakukan sungguh menjadi
tanda dan sarana inkarnasi-Mu dalam kebudayaan zaman ini,
sehingga kami semakin mengalami Imanuel, Allah beserta kami,
Allah penyelamat kami.
U Amin.

Berkat
Lagu Penutup. (Tuhan sumber gembiraku – MB.477)

DIALOG DENGAN

AGAMA LAIN

(KISAH 17:16-34)
TUJUAN
B. Umat menyadari pentingnya menjalin relasi dengan
agamaagama lain melalui dialog-dialog agar terjadi interaksi
yang saling mengembangkan.
C. Umat dapat mensharingkan pengalaman konkret
mengembangkan dialog dalam kehidupan sehari-hari sebagai
kekhasan Gereja di Asia.
D. Umat menemukan inspirasi dari pengalaman Santo Paulus
yang mengembangkan pewartaan di antara orang-orang non-
Yahudi dengan dialog.

GAGASAN POKOK
Pada masa sekarang ini, Gereja Katolik di Indonesia dihadapkan
pada sensitivitas kehidupan beragama yang tidak jarang
menimbulkan gesekan yang berujung tindakan anarkhis dari
kelompok agama lain. Berbagai dalih dijadikan alasan untuk
menghambat gerakan Gereja.
Karya-karya khas Gereja seperti rumah sakit, sekolah,
kegiatankegiatan karitatif tidak jarang dicurigai sebagai upaya
Kristenisasi. Selain itu, stigmatisasi kafir masih sering dengan
sengaja dihembuskan guna menebar kebencian. Bahkan,
intimidasi bagi mereka yang berkehendak untuk menjadi Katolik
tak jarang terjadi. Yang lebih menyedihkan adalah adanya
pembubaran paksa kegiatan peribadatan yang menunjukkan
arogansi tak terkendali sekelompok orang dengan dalih
mengganggu ketertiban umum. Dalam situasiseperti ini kita
sebagai orang Katolik dihadapkan pada dilema yang tidak
mudah.

Pilihan pola relasi antar-umat beragama yang telah cukup lama


dikumandang kan adalah “toleransi”. Tampaknya sudah saatnya
istilah “toleransi” ini harus dikritisi. Dalam toleransi yang
penting adalah tidak saling mengganggu, namun di dalamnya
juga tidak ada keterbukaan dan saling pengertian. Masing-
masing berjalan menurut kebenarannya sendiri-sendiri.
Prinsipnya adalah saling mendiamkan, “kamu tidak mengganggu
saya, saya tidak mengganggu kamu.”

Dalam situasi seperti ini salah paham sangat mudah terjadi dan
tidak mudah diuraikan. Masing-masing menggunakan
kebenarannya sendiri. Akibatnya, terjadi saling curiga yang tak
terjembatani. Perbedaan menjadi alasan pemisah dan
menjauhkan satu sama lain.

Kiranya sudah waktunya untuk mengubah paradigma berpikir


dan pola berelasi dalam kehidupan beragama. Dialog adalah sala
satu cara yang mesti dikembangkan sebagai upaya saling
memahami dan menghargai aneka perbedaan yang muncul
sebagai buah dari penghayatan agama yang berlainan.

Sejak awal berdirinya Republik Indonesia, para pendiri bangsa


dengan sangat sadar memilih semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”
untuk menampung aneka realitas kehidupan di Indonesia yang
memang terdiri dari aneka suku, ras, berbagai macam agama
dan keyakinan serta golongan. Dialog adalah cara untuk
mewujudkan sikap saling memahami, menghormati dan
menerima berbagai perbedaan sebagai kekayaan untuk
membangun kehidupan.

Santo Paulus telah memberi inspirasi bagaimana pewartaan Injil


dilakukan di tengah aneka perbedaan. Di Atena, ia mewartakan
kepada orang-orang yang tidak mengalami kebudayaan dan
agama Yahudi. Masyarakat di Atena menganut politeis dengan
begitu banyak dewa-dewi, khas Yunani. Pada saat Paulus tiba di
Atena, kota itu dipenuhi patung-patung dewa-dewi sembahan
mereka. Pewartaan

Paulus diawali dengan mengunjungi sinagoga Yahudi dan


bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi dan mereka yang
takut akan Allah, kemudian mengunjungi pasar (agora) dan
berdiskusi dengan setiap orang yang dijumpainya di sana (Kis.
17:17). Paulus menyampaikan inti pewartaannya dalam bahasa
yang khas dan memanfaatkan kearifan lokal. Dengan demikian
pewartaannya dipahami dan diterima.
PEMBUKA
Lagu Pembuka. (Balada Kerajaan Allah—MB 524)
Tanda Salib dan Salam
P Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.

U Amin.

P Semoga Rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih Allah


dan persekutuan Roh Kudus selalu beserta kita.

U Sekarang dan selama-lamanya

Pengantar
P Saudara-saudari, pada pertemuan pekan lalu kita sudah
membahas tema Dialog dengan Kemiskinan dan Dialog dengan
Budaya yang mengandung kekayaan makna dalam kehidupan
bersama.

Sekarang kita akan membahas salah satu pilar penting Gereja


Katolik di Asia,lebih-lebih dalam konteks masyarakat Indonesia
yang majemuk dari sisi agama.

Tema ini perlu kita tempatkan dalam konteks kita sebagai warga
Gereja Katolik yang mengemban amanat Tuhan untuk
mewartakan Injil kepada segala makhluk sampai ke ujung bumi.
Namun, realitas yang kita hadapi menunjukkan adanya
upayaupaya pihak lain yang membatasi karya perutusan Gereja.
Bahkan, kita dihadapkan pada tantangan konkret di mana tidak
jarang karya-karya yang kita lakukan dicurigai, dihambat,
dilarang bahkan berujung anarkhis. Namun, hal ini tidak berarti
tugas kita untuk mewartakan Injil dengan sendirinya berhenti.

Kita perlu mencari cara-cara kreatif agar Kabar Gembira Kristus


dirasakan oleh semakin banyak orang. Hal ini harus dilakukan
dengan tetap mempertimbangkan cara-cara yang jitu dan
berdaya guna sehingga tidak menimbulkan kesulitan/

konflik dalam tataran yang paling konkret. Mari kita awali


pendalaman Kitab Suci ini dengan menimba inspirasi dari Santo
Paulus bagaimana mewartakan Injil di antara kelompok
beragama lain. Semoga buahnya bisa mengembangkan
pewartaan kita.

Doa Pembuka
P Marilah kita berdoa:

Allah Bapa yang Mahabaik, kami bersyukur karena kami


mengalami kekayaan iman dengan hadirnya keragaman agama
dan keyakinan di sekitar kami. Namun, masih sangat sering
terjadi gesekan antar-penganut agama dan keyakinan itu tidak
jarang terjadi tindakan anarkhis yang menciderai persatuan
kami.

Bantulah kami menemukan cara-cara yang Kaupandang layak


untuk kami perjuangkan dalam kehidupan bersama kami.
Semoga perbedaan agama dan keyakinan justru memperkaya
kami dan menantang kami untuk menghayati iman kami lebih
baik seturut kehendak-Mu. Singkirkanlah aneka perpecahan dari
kehidupan kami. Peliharalah kami dalam rahmat-Mu dan
buatlah kami mampu melaksanakan kehendak-Mu, mewartakan
Injil kepada segala makhluk. Mampukanlah kami untuk
membangun dialog yang akan mengarahkan kami untuk berani
menjadi saksi di tengah kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat di bumi Indonesia ini. Demi Kristus, Pengantara
kami.

U Amin.

ILUSTRASI
“Surat kepada Sahabat”
Untuk sahabatku terkasih, salam sejahtera bagi kalian. Sudah
sekian waktu kita melaksanakan tugas pelayanan Injil. Sukacita
mewarnai pengalaman iman kita, anugerah Kristus dan buah
pewartaan sudah
kita alami. Semoga Kasih Karunia Kristus senantiasa
mencukupkan damai sejahtera yang melimpah bagi kita.
Melalui surat terbuka ini saya rindu untuk menyapa para
sahabat di manapun berada. Karya pewartaan Injil yang kita
lakukan sebagai anugerah perutusan telah menimbulkan reaksi
yang bermacammacam bahkan akhir-akhir ini begitu menantang
keberanian dan kreativitas kita. Di samping keberhasilan-
keberhasilan yang menimbulkan
sukacita Injili, tantangan bahkan kendala-kendala konkret, tidak
jarang menyertai. Penolakan maupun fitnah tidak jarang
dialamatkan kepada kita. Semoga para sahabat tidak kehilangan
arah dan menjadi lemah.

Kita perlu berguru pada Rasul Paulus yang percaya penuh pada
penyelenggaraan ilahi dalam mewartakan Injil dan percaya
kepada Kristus yang diwartakannya. Kita ingin menimba
semangat dasar yang telah dianugerahkan kepada sang rasul
supaya pewartaan kita tetap menemukan pijakan dan
berkembang sebagaimana perintah Tuhan Yesus Kristus untuk
mewartakan Injil kepada segala mahluk.

Ia telah berjanji akan menyertai kita sampai akhir zaman.

(Mat. 28:20)

Kesulitan demi kesulitan yang menyertai bukan halangan untuk


melanjutkan mewartakan Injil Kristus, malahan menjadi
tantangan yang harus kita taklukkan. Kreativitas yang kita
miliki, keterampilan berelasi untuk membangun kesepahaman
dan kerjasama, dan kehendak baik untuk saling menghargai
aneka perbedaan serta rahmat Allah
yang menyertai adalah bekal untuk mewartakan Injil yang
berdampak membangun kehidupan. Dengan demikian,
pewartaan kita akan relevan dan signifikan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sekaligus tidak kehilangan daya
kritisnya, menghadapi gejolak zaman.

Menghadapi tantangan yang semakin beragam dan berat seperti


sekarang ini, kita tidak boleh menyerah. Mewartakan Injil adalah
jatidiri para murid Kristus yang tidak dapat digantikan oleh apa
pun. Oleh karena itu, mewartakan Injil sebagai pelaksanaan
amanat perutusan Kristus tetap harus kita lakukan.

Dalam konteks pluralitas agama-agama, pewartaan Injil justru


menjadi tantangan serius karena Injil Yesus Kristus harus
diperkenalkan supaya dimengerti, dipahami dan terhindar dari
aneka interpretasi yang kontraproduktif. Nilai-nilai injili harus
terus dikumandangkan supaya dikenal orang, sehingga semakin
dimengerti bahwa nilai-nilai injili mengandung nilai-nilai
perdamaian dan cinta kasih universal. Tugas ini sungguh mulia
yang harus kita lanjutkan dengan penuh sukacita. Semoga kasih
karunia Tuhan kita Yesus Kristus menyertai kita.

Salam dari sahabatmu yang tertangkap oleh pelayanan Injil


Kristus

Pertanyaan Pendalaman Ilustrasi


B. Keprihatinan apa yang tersirat dalam “Surat kepada Sahabat”
di atas?
C. Apa yang perlu diperhatikan supaya pewartaan Injil dapat
dilanjutkan dan tidak menimbulkan gejolak di tengah
masyarakat?
Pemandu dapat menyampaikan poin-poin berikut
sebagai arah
penyimpulan pembicaraan:
B. Pewartaan Injil mendapat reaksi dan hambatan dari
kelompok agama lain, bahkan sudah sampai dicurigai sebagai
kristenisasi.
Hal ini bisa menimbulkan persoalan serius dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia.

B. Kreatif membangun dialog dengan agama-agama lain


supaya Injil dipahami, dimengerti dan nilai-nilai injili
semakin menginspirasi banyak orang karena mengandung
perdamaian dan cinta kasih universal .

PENDALAMAN KITAB SUCI


Membaca Sabda Tuhan
Paulus di Atena (Kis. 17:16-34)
Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih
hatinya karena ia melihat bahwa kota itu penuh dengan patung-
patung berhala. Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran
dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan
Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang
dijumpainya di situ. Juga beberapa ahli pikir dari golongan
Epikuros dan Stoa berdebat dengan dia dan ada yang berkata,
“Apa yang hendak dikatakan sipembual ini?” Tetapi, yang lain
berkata, “Rupa-rupanya ia pemberi-ta ajaran dewa-dewa asing.”
Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan kebangkitan-
Nya. Lalu mereka membawanya menghadap sidang Are opagus
dan mengatakan, “Bolehkah kami tahu, ajaran baru mana yang
kauajarkan ini? Sebab engkau memperdengarkan kepada kami
hal-hal yang asing. Karena itu kami ingin tahu apa artinya semua
itu.” Adapun semua orang Atena dan orang asing yang tinggal di
situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk
mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru. Paulus
berdiri di hadapan sidang Areopagus dan berkata, “Hai orang-
orang Atena, aku lihat bahwa dalam segala hal kamu sangat
beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku berjalan-jalan di
kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku
menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah
yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya,
itulah yang kuberitakan kepada kamu. Allah yang telah
menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas
langit dan bumi, tidak tinggal dalam kuilkuil buatan tangan
manusia. Dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-
olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan
hidup dan napas dan segala sesuatu kepada semua orang. Dari
satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat
manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah
menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas
kediaman mereka, supaya mereka mencari Allah dan mudah-
mudahan mencari-cari dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak
jauh dari kita masing-masing. Sebab di dalam Dia kita hidup,
kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh
pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini keturunan-Nya juga.
Karena kita berasal dari keturunan Allah, kita tidak boleh
berpikir bahwa keadaan ilahi serupa dengan emas atau perak
atau batu, ciptaan kesenian dan keahlian manusia. Tanpa Tanpa
memandang lagi zaman kebodohan, sekarang Allah
memerintahkan semua orang di mana saja untuk bertobat.
Karena Ia telah menetapkan suatu hari ketika Ia dengan adil
akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-
Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu jaminan
tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang
mati.” Ketika mereka mendengar tentang kebangkitan orang
mati, maka ada yang mengejek, dan yang lain berkata, “Lain kali
saja kami mendengar engkau berbicara tentang hal itu.” Lalu
Paulus meninggalkan mereka. Tetapi, beberapa orang
menggabungkan diri dengan dia dan menjadi percaya, di
antaranya juga Dionisius, anggota majelis Areopagus, dan
seorang perempuan bernama Damaris, dan juga orang-orang
lain bersama-sama dengan mereka.

Pertanyaan Pendalaman Teks Kitab Suci


B. Bagaimana Santo Paulus memberi inspirasi kepada kita
mewartakan Injil di tengah penganut agama-a gama lain?
C. Unsur-unsur apa yang membuat karya pewartaan Santo
Paulus tersebut berhasil?
D. Dialog seperti apa yang harus dilakukan untuk memelihara
kerukunan antar umat beragama supaya kehidupan
bermasyarakat semakin baik?
Memetik Nilai-nilai Injili
B. Perbedaan agama dan keyakinan merupakan realitas unik di
Asia, termasuk di Indonesia.
C. Kemajemukan agama di satu sisi menjadi kekayaan
penghayatan iman, namun di sisi lain mengandung potensi
konflik luar biasa.
D. Realitas majemuk tersebut menjadi tantangan konkret
membangun kehidupan atas dasar perbedaan yang saling
memper-kaya dala penghayatan.
E. Penghormatan terhadap agama dan keyakinan lain secara
tulus merupakan keutamaan orang beriman, lebih-lebih
dalam konteks masyarakat Indonesia yang terdiri dari
beraneka agama dan keyakinan.
F. Masing-masing penganut agama perlu membuka dialog dan
kerjasama yang semakin baik sebagai perwujudan iman yang
hidup, saling memahami dan menghargai secara tulus satu
sama lain.
G. Membangun dialog-dialog dengan siapa saja supaya saling
mengenali iman masing-masing secara benar dan mampu
bekerjasama untuk membangun kehidupan bersama yang
lebih baik.

Membangun Niat dan Rencana


Peserta diajak membuat niat dan rencana konkret
dalam membangun relasi antar-umat beragama di
sekitar mereka. Contoh niat dan rencana.
B. Membangun relasi dan jejaring dengan umat beragama lain.
C. Menghargai perbedaan penghayatan umat beragama lain.
D. Bergotong-royong membangun rumah ibadah.
E. Memberi ucapan selamat pada hari raya agama lain.

Doa Permohonan
Peserta diajak untuk menyampaikan doa-doa sebagai
tanggapan atas sabda Tuhan yang telah direnungkan
bersama. Doa-doa ini diakhiri dengan doa Bapa Kami.
Usulan tema/pokok doa:

B. Syukur atas kerukunan dalam keberagaman agama.


C. Syukur atas tumbuhnya kerjasama lintas agama.
D. Keikhlasan dan ketulusan dalam kebersamaan.

PENUTUP
Doa Penutup
P Marilah berdoa:

Bapa Maha Pengasih Engkau sungguh mengasihi setiap


manusia. Dengan akal budi dan kelembutan hati, tiap-tiap orang
Kautuntun untuk mengalami kehadiran-Mu. Semoga perbedaan
agama dan keyakinan tidak menjadi penyebab perpisahan di
antara umat manusia, tetapi persatukanlah dalam perbedaan
yang saling memperkaya penghayatan iman kami. Jauhkanlah
dari hati kami perasaan iri dengki yang menjadi sumber
perpecahan. Peliharalah kami dalam rahmat-Mu. Semoga kami
giat mengupayakan persatuan dan kerukunan dalam kehidupan
bersama. Mampukanlah kami menghargai secara tulus aneka
perbedaan keyakinan. Semoga seturut teladan santo Paulus,
kami menjadi semakin kreatif mewartakan Injil di tengah
masyarakat. Bantulah kami menemukan cara-cara yang baik dan
berguna untuk mengembangkan karya-karya kami dalam
kehidupan nyata. Demi Kristus, pengantara kami.

U Amin.
Berkat
Lagu Penutup (Pantang Mundur—MB 522)

DIALOG DENGAN

GEREJA LAIN

(YOHANES 17:20-26)
TUJUAN
B. Menyadari dan mengenali problem yang berkaitan dengan
kesatuan
umat Kristiani di Indonesia.

B. Mendapat terang Sabda untuk membangun kesatuan umat


Kristiani
di Indonesia.

C. Mendapat penguatan untuk senantiasa mengusahakan


kesatuan
umat Kristiani di Indonesia.

GAGASAN POKOK
Kalau orang sempat mengunjungi Gereja Makam Suci (Church of
the Holy Sepulcher) di Yerusalem akan terasakan sesuatu yang
amat ironis. Sejak tahun 1862, Gereja Makam Suci “dibagi”
untuk enam denominasi Kristen: Gereja Ortodoks Yunani,
Gereja Armenia, Gereja Katolik Roma, Gereja Koptik, Gereja
Etiopia, dan Gereja Ortodoks Siria. Konsili Vatikan II dengan
tegas menggambarkan situasi di sana sebagai perpecahan yang
“terang-terangan berlawanan dengan
kehendak Kristus, dan menjadi batu sandungan bagi dunia, serta
merugikan perutusan suci, yakni mewartakan Injil kepada
semua makhluk” (UR 1).

Dekrit tentang ekumenisme dibuka dengan kalimat “Mendukung


pemulihan kesatuan antara segenap umat Kristiani merupakan
salah satu maksud utama Konsili Ekumenis Vatikan II” (UR 1).
Dengan demikian menjadi jelas arah perjalanan Gereja
selanjutnya khususnya dalam relasi dengan Gereja-gereja lain.
Dirasakan bahwa sampai saat ini, arahan Konsili Vatikan II ini
berjalan dengan baik: sikap polemik di masa lalu perlahan-lahan
mulai ditinggalkan, keinginan umat beriman untuk mengetahui
Gereja atau denominasi lain mulai tumbuh, dan beberapa
inisiatif bersama. Tentu saja masih banyak persoalan yang mesti
diselesaikan, dari hal-hal yang bersifat praktis sampai dengan
yang dogmatis. Tetapi, kiranya kita tidak perlu menantikan
semuanya selesai terlebih dahulu baru kita memulai sesuatu.

Dengan memulai sesuatu, mungkin kita justru menjejakkan


langkah awal untuk sesuatu yang lebih baik. Harus diakui bahwa
berhadapan dengan pluralisme denominasi Kristen seperti ini,
tugas pewartaan Injil menjadi sangat unik dan peka, dan
sekaligus memprihatinkan. Semuanya merasa mendapatkan
perutusan dari Amanat Agung (Mat. 28:18-20) untuk
menjadikan semua bangsa murid Yesus. Yang diwartakan adalah
Yesus Kristus yang sama yang dikisahkan dalam Injil yang sama.
Kalau boleh kita gunakan kata “pasar”; maka “pasar” ke mana
Kabar Sukacita itu ditawarkan, sebenarnya ya itu itu saja. Tidak
mengherankan dan memang tidak bisa terhindarkan bahwa
pewartaan tentang Yesus Kristus
ini seringkali akhirnya juga disampaikan kepada mereka yang
sudah beriman kepada Yesus Kristus. Istilah yang seringkali
muncul adalah “memancing di kolam orang”. Dalam situasi
demikian, maka tidak jarang perbedaan, yang seringkali
diartikan sebagai kelebihan yang satu dibandingkan dengan
denominasi yang lain, semakin ditonjolkan dan ditampakkan,
bahkan kadang-kadang dimanfaatkan sebagai sarana persuasif
dan provokatif.

Dalam kesempatan ini, rasanya tidak mungkin kita berdiskusi


panjang lebar lagi tentang relasi Gereja Katolik dengan Gereja-
gereja lain. Pada level umat beriman yang tidak banyak
berurusan dengan hal-hal yang berbau teologis-dogmatis,
mungkin pembicaraan dalam pertemuan akan lebih efektif jika
diarahkan pada hal-hal konkret yang dari Gereja lain supaya bisa
terbangun bonum commune atau kebaikan bersama. Perbedaan-
perbedaan yang ada baiklah dikesampingkan terlebih dulu untuk
memberi tempat pada persamaan yang menghasilkan buah
untuk melindungi kepentingan bersama.

PEMBUKA
Lagu Pembuka (UT OMNES UNUM SINT)
Ut omnes unum sint, jadilah mereka satu Seperti Aku dan Bapa
adalah satu.
Biar didorong-dorong, digoyang-goyang , diguncang-guncang
tetap bersatu membangun dunia baru.

Tanda Salib dan Salam


P Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.

U Amin.

P Semoga rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih dan


damai sejahtera dari Allah Bapa, serta persekutuan Roh Kudus
selalu beserta kita.

U Sekarang dan selama-lamanya.

Pengantar
P Saudara-saudari, pada pertemuan pekan lalu kita sudah
membahas tema Dialog dengan Kemiskinan, Dialog dengan
Budaya, dan Dialog dengan Agama Lain. Dalam pertemuan IV
ini kita akan membahas tentang Dialog dengan Gereja Lain.
Dalam konteks Gereja Indonesia, Gereja Katolik tumbuh
berkembangbersama dengan Gereja lain. Tidak dipungkiri,
situasi ini tidak jarang menimbulkan tegangan yang dapat
memicu perpecahan.

Karena itulah Kabar Sukacita juga mesti diwartakan dalam


pluralitas Gereja-gereja. Hal ini selaras dengan cita-cita Konsili
Vatikan II yang dinyatakan dalam dekrit tentang ekumenisme
(Unitatis Redintegratio – 1964), yaitu “mendukung pemulihan
kesatuan antara segenap umat Kristiani” (UR 1). Di dalam
pertemuan ini kita diajak untuk menemukan hal-hal konkret
yang bisa dikerjakan bersama dengan saudara-saudara dari
Gereja lain supaya bisa terbangun bonum commune atau
kebaikan bersama. Kita akan bersama-sama menimba inspirasi
dari Doa Yesus (Yoh.17:20-26).

Doa Pembuka
P Marilah kita berdoa:

Ya Allah, Bapa Yang Mahakudus, Putra-Mu Yesus Kristus


sebelum wafat di salib telah berdoa bagi kami agar Gereja-Mu
berkembang hingga ke ujung bumi dan Ia berjanji akan
menyertai Gereja sampai akhir nanti. Kami mohon pertolongan-
Mu
agar kami mampu memelihara Gereja-Mu yang majemuk dalam
semangat persatuan dan persaudaraan. Demi Yesus Kristus,
Tuhan dan Pengantara kami, yang hidup dan bertakhta bersama
Dikau dalam persekutuan dengan Roh Kudus, kini dan
sepanjang segala masa.

U Amin.

ILUSTRASI
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Ibadah Pekan Doa Sedunia
yang digelar di Gereja St. Franciscus Xaverius Yogyakarta pada
Rabu malam (24/1/2018) membawa beberapa pesan persatuan
untuk umat kristiani. Acara yang digelar tiap tahun ini telah
memasuki tahun ke-4 pada 2018, dengan ci-ta-cita yang sama
setiap tahunnya, ibadah membawa beberapa isu penting yang
terjadi setahun terakhir.
Tidak hanya tentang persatuan umat Kristiani, isu kelaparan
yang terjadi di Asmat, Papua juga menjadi hal yang disoroti
dalam ibadah kali ini. “Ada tiga isu yang kita bawa dalam Ibadah
malam ini, yaitu isu intoleransi, kelaparan dan konflik yang
terjadi di muka bumi,” ujar Sekretaris Panitia, Paulus Kristanto.
Bahkan, para panitia juga mengaku akan menggelar aksi guna
memberikan beberapa bantuan di Asmat, Papua agar dapat
membantu saudara yang dilanda kelaparan. Dengan membawa
pesan damai, acara indah malam ini ingin menunjukkan bahwa
umat kristiani ingin bersatu untuk saling meringankan beban
yang dialami orang lain.

(Sumber:http://jogja.tribunnews.com/2018/01/24/ibad
ahpekan-
doa-sedunia-membawa-isu-intoleransi-hingga-kela-
paran;
diakses 15 Februari 2018.)

Pertanyaan Pendalaman Ilustrasi


B. Apakah yang menarik dari berita tersebut?
C. Apakah tujuan dari terciptanya kesatuan umat Kristiani?
Pemandu dapat menyampaikan poin-poin berikut
sebagai arah penyimpulan pembicaraan:
B. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mewujudkan
kesatuan Gereja-gereja, termasuk melalui Pekan Doa Sedunia
Bagi Kesatuan Umat Kristiani.
C. Pembicaraan tentang Gereja Katolik dengan Gereja-gereja
lain dalam konteks Indonesia kiranya bukanlah seputar hal-
hal teologis-dogmatis, melainkan lebih diarahkan pada hal-
hal konkret yang bisa dikerjakan bersama supaya bisa
terbangun bonum commune atau kebaikan bersama.
D. Kita perlu selalu memberi tempat pada persamaan demi
melindungi kepentingan bersama.

PENDALAMAN KITAB SUCI


Membaca Sabda Tuhan
Doa Yesus untuk Murid-Murid-Nya (Yoh. 17:20-23
Bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk
orangorang, yang percaya kepada-Ku melalui pemberitaan
mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti
Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar
mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya bahwa
Engkaulah yang telah mengutus Aku. Aku telah memberikan
kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku,
supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku
di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka
menjadi satu dengan sempurna, agar dunia tahu bahwa Engkau
yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka,
sama seperti Engkau mengasihi Aku.

Pertanyaan Pendalaman Teks Kitab Suci


B. Apakah yang menarik dari rumusan doa Yesus itu?
C. Apakah yang melatarbelakangi Yesus berdoa demikian?
D. Apakah yang diharapkan Yesus dari kita saat ini dalam
kaitannya dengan doa Yesus bagi kesatuan murid-murid-Nya?
Memetik Nilai-nilai Injili
B. Kesatuan para murid Kristus mesti didasarkan pada kesatuan
Bapa dan Putra, Bapa “di dalam Aku dan Aku di dalam
Engkau” (ay. 21). Kesatuan ini merupakan kesatuan dalam
kasih.
C. Hubungan antara Bapa dengan Yesus dan para murid
dirumuskan:
Bapa di dalam Yesus (ay. 21.23), Yesus di dalam Bapa (ay. 21),
Yesus di dalam para murid (ay. 23.26), serta para murid berada
di dalam Yesus dan di dalam Dia dan Bapa (ay. 21).

C. Yesus menghendaki agar semua orang yang percaya


kepada-Nya senantiasa bersatu dengan Allah dan sesama. Hal
ini berarti membangun relasi yang dekat dengan Allah, hidup
rukun dengan sesama, dan bekerjasama menciptakan serta
mengembangkan kebaikan bersama (bonum commune).

Membangun Niat dan Rencana


Peserta diajak untuk membuat niat dan rencana
konkret dalam
mewujudkan kesatuan sebagai murid-murid Yesus.
Contoh niat
dan rencana:
B. Bekerjasama menyelenggarakan Perayaan Natal dan Paskah
Ekumene
C. Mengadakan Ibadat Pekan Doa Sedunia.
D. Mengadakan aksi sosial bersama: kunjungan ke Lapas/RS
Jiwa, pelayanan kesehatan.
Doa Permohonan
Peserta lalu diajak untuk menyampaikan doa-doa
sebagai tanggapan atas Sabda Tuhan yang telah
direnungkan bersama dan penegasan atas niat dan
komitmen yang sudah diungkapkan. Doa -doa ini
diakhiri dengan doa Bapa Kami.
Usulan tema/pokok doa:

B. Syukur atas kerukunan umat Kristiani.


C. Keterlibatan dalam kegiatan ekumene.
PENUTUP
Doa Penutup
P Marilah kita berdoa:

Ya Allah Tritunggal Mahakudus, kami bersyukur atas


penyelenggaraan dan penyertaan-Mu di dalam setiap usaha
kami mewartakan Kabar Sukacita-Mu. Kami mohon, pimpinlah
kami senantiasa agar mampu mengusahakan dan menjaga
kerukunan bersama dengan saudara-saudari kami dari Gereja
lain. Bantulah kami agar dapat menjadi anak-anak-Mu yang
berkenan di hadirat-Mu dan senantiasa bekerjasama
membangun kehidupan bersama yang lebih baik. Demi Yesus
Kristus, Tuhan dan Juru Selamat kami.

U Amin.

Berkat
B. Lagu Penutup (Hidup Rukun dan Damai—MB 530)
Iklan

Anda mungkin juga menyukai