Anda di halaman 1dari 7

UJIAN PATOLOGI KLINIK

(Take Home)

Dosen pengampu mata kuliah Patologi Klinik:


Dr. H. R. Soeharjanto, Sp.PK(K)

Disusun oleh:
drg. Gilang Jati Pamungkas
18/435676/PKG/01238

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


PRODI BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
Nama : Gilang Jati Pamungkas
NIM : 18/435676/PKG/01238
Prodi : Bedah Mulut

UJIAN PATOLOGI KLINIK (Take Home)

1. Apakah tindakan anda bila menemukan saat akan melakukan tindakan ternyata golongan
darah penderita berubah jadi golongan darah O menjadi golongan darah A. Jelaskan cara
pencegahannya.
Jawab :
Diskrepansi ABO terjadi apabila ada ketidakcocokkan antara hasil cell grouping
dengan serum grouping. Diskrepansi ini dapat terjadi karena masalah teknis dan dapat
diselesaikan dengan cara melakukan pemeriksaan reagen, membaca hasil dengan teliti
sertamelaporkan hasil dengan benar (Saiemaldahr, 2010). Cell Grouping adalah
Memeriksa antigen sel darah merah dengan caramenambahkan anti-A, anti-B monoklonal.
Sedangkan serum Grouping adalah Memeriksa antibodi dalam serum/plasma dengancara
mereaksikannya dengan sel golongan A, B, dan O.
Ada beberapa kasus diskrepansi ABO yang dapat terjadi karena masalah teknis dan
dapat menyebabkan reaksi negatif atau positif palsu. Reaksi positif palsu disebabkan
diantaranya oleh: Centrifuge tidak dikalibrasi; Reagen terkontaminasi; dan Tabung yang
kotor.
Sedangkan reaksi negative palsu dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, seperti:
Kegagalan menambahkan serum atau reagen; Penggunaan reagen atau sampel yang salah;
Suspensi sel dengan konsentrasi terlalu tinggi atau rendah (Saiemaldahr, 2010).
Cara pencegahannya adalah dengan lebih berhati hati dalam tindakan pemeriksaan
golongan darah A-B-O. Melakukan penggantian berkala reagen. Melakukan kalibrasi rutin
terhadap alat pemeriksaan. Selain itu tindakan pemeriksaan harus sesuai dengan SOP yang
ada sehingga meminimalisir kesalahan teknis yang disebabkan oleh pemeriksa. Faktor-
faktor yang juga dapat menjadi penyebab ketidak cocokan golongan darah abo, antara lain:
permasalahan dengan sel darah merah dan permasalahan yang berhubungan dengan test
atau kesalahan teknis. Untuk pencegahan hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan
golongan darah ABO, antara lain:
a. Jangan lupa untuk menambahkan reagen atau test serum
b. Reaksi hemolisis tidak dinyatakan sebagai reaksi positif
c. Perbandingan antara serum (reagen) dengan sel darah merah tidak sesuai.
d. Goyangan pada slide test atau putaran sentrifus tidak akurat untuk metoda tube test
e. Waktu inkubasi tidak boleh dilakukan pada suhu diatas 20o-24oC
f. Kualitas reagen
g. Kualitas peralatan yang digunakan
h. Pengecekan ulang golongan darah dengan metode yang lebih akurat mungkin
dibutuhkan.
Menurut Saiemaldahr, (2010) terdapat beberapa jenis diskrepansi ABO, yaitu:
a. Diskrepansi Group I
Diskrepansi ini terjadi antara cell grouping dan serum grouping karena reaksi yang
lemah atau antibodi hilang. Reaksi yang lemah atau hilangnya antibodi ini disebabkan
karena pasien memiliki masalah dalam produksi antibodi atau tidak dapat menghasilkan
antibodi ABO. Tipe diskrepansi ini dapat terjadi pada bayi baru lahir, pasien usia lanjut,
pasien dengan limfoma, pasien menggunakan obat imunosupresif, pasien dengan
penyakit imunodefisiensi dan transplantasi sumsum tulang. Cara yang dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah ini, antara lain: 1.) Meminimalisir terjadinya kesalahan
teknis; 2.) Meningkatkan reaksi dalam serum grouping; dan 3.) Inkubasi serum pasien
dengan sel reagen pada suhu kamar selama 15 menit
b. Diskrepansi Group II
Terjadi karena reaksi yang lemah atau antigen hilang. Dapat disebabkan oleh beberapa
sub kelompok A atau subkelompok B atau keduanya . Juga dapat hadir pada pasien
dengan penyakit leukemia dan hodgkin.Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan
dengan mencuci sel darah pasien dengan saline (Saiemaldahr, 2010).
c. Diskrepansi Group III
Terjadi karena kelainan pada protein atau plasma. Hal ini dapat disebabkan oleh
peningkatan kadar globulin dari penyakit tertentu seperti multiple myloma, limfoma
hodgkin. Beberapa disebabkan oleh rouleaux formasi. Rouleaux atau sel darah merah
akibat dari penumpukan eritrosit yang saling berikatan, tampak seperti aglutinasi.
Pencegahan pada kasus diskrepansi ini, dapat dilakukan dengan mencuci sel darah
merah pasien dengan saline atau menambahkan satu atau dua tetes saline ke dalam
tabung dalam kasus pembentukan rouleaux (Saiemaldahr, 2010).
d. Diskrepansi Group IV
Terjadi karena adanya masalah- masalah lain seperti polyagglutination dapat terjadi
karena adanya paparan tersembunyi eritrosit Ag. (T antigen) pada pasien dengan infeksi
bakteri atau virus. Kontaminasi bakteri in vitro atau in vivo menghasilkan enzim yang
mengubah dan ekspose tersembunyi Ag. pada sel darah merah yang menyebabkan
aktivasi T (Saiemaldahr, 2010).

2. Saat akan mengadakan tindakan, ditemukan bahwa penderita ternyata HbsAg ,apa tindakan
anda selanjutnya? dan saat pemeriksaan laboratorium, kadar bilirubin 5 mg %. Apa
tindakan anda selanjutnya dan kesimpulan dari kondisi terebut.
Jawab :
HbsAg (+) timbul dalam darah enam minggu setelah infeksi dan menghilang setelah
tiga bulan. Bila persisten lebih dari enam bulan didefinisikan sebagai pembawa (carrier).
Tindakan yang harus kita lakukan apabila sedang atau akan melakukan tindakan medis
kepada pasien dengan riwayat penyakit Hepatitis B adalah sebagai berikut:
a. Melakukan proteksi diri dan alat medis yang kita gunakan terhadap kontak langsung
dari darah atau pun cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi virus Hepatitis B
(universal precaution yang sesuai standar)
b. Pasien dengan HBsAg positif (+) diberikan tindakan medis pada urutan terakhir atau
setelah semua pasien lain yang sehat ditangani lebih dahulu
c. Meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian dalam melakukan tindakan medis yang
beresiko (work awareness and safety)
d. Terkait dengan medikasi setelah tindakan medis pasien dengan penyakit Hepatitis B
sebaiknya diberikan obat-obatan yang metabolismenya tidak berlangsung di organ hati.
Kadar bilirubin 5 mg % artinya pasien tersebut sedang memiliki masalah atau gejala
penyakit tertentu. Orang dewasa memiliki kadar bilirubin langsung normal dalam darah
biasanya berkisar antara 0 – 0,3 mg/dL atau 0 – 0,4 mg/dL, dengan jumlah bilirubin total
(konjugasi + tidak konjugasi) 0,3-1,0 mg/dL atau 0,3-1,9 mg/dL. Kesimpulannya adalah
pasien memiliki masalah atau gangguan pada hati. Oleh karena itu perlu diperhatikan ketika
dilakukan tindakan terutama pada tindakan bedah mulut.

3. Pada syndrome metabolic, jelaskan kondisi gejala gabungan antara kondisi klinik dan
laboratorik. Apabila seseorang menderita syndrome metabolic, apa akibatnya dan jelaskan.
Jawab:
Sindroma metabolik merupakan suatu faktor risiko multipel untuk penyakit
kardiovaskular, dan sindrom ini berkembang melalui kerjasama yang saling terkait antara
obesitas dan kerentanan metabolik. Sindroma ini merupakan salah satu risiko untuk
penyakit kardiovaskular aterosklerotik – atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD).
Faktor resiko tersebut antara lain obesitas abdominal, kenaikan kadar gula darah
(hiperglikemik), kenaikan kadar trigliserida dan penurunan kadar kolesterol HDL.
Penderita sindrom metabolik beresiko tinggi menderita penyakit diabetes tipe 2 dan
penyakit kardiovaskular serta berbagai gangguan kesehatan lainnyaseperti cholesterol
gallstones, fatty liver, radang paru, gangguan tidur dan beberapa jenis kanker. Kondisi
gejala gabungan antara kondisi klinik dan laboratorik dijelaskan dengan tabel :

Sindroma metabolik muncul sebagai akibat dari interaksi antara kerentanan genetik dan
pola hidup. Definisi untuk SM berbedabeda dan masih diperdebatkan, tetapi semua setuju
bahwa obesitas, resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi merupakan komponen SM.
Komponen utama SM adalah obesitas. Obesitas merupakan suatu peningkata massa
jaringan lemak tubuh yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara asupan ener dengan
keluaran energi. Sel adiposit tidak hanya berperan pasif sebagai tempat metabolisme dan
penyimpanan energi dalam bentuk trigliserida tetapi juga berperan sebagai kelenjar
endokrin yang mensekresikan berbagai sitokin dan neuropeptida yang berperan dalam
metabolisme. Pada keadaan obesitas terjadi gangguan keseimbangan adipositokin yang
dilepaskan. Sel adiposit berusaha mempertahankan keseimbangan energi dengan
melepaskan interleukin 6 (IL-6), tumor necorsis factor –α (TNF-α) dan monocyte
chemotatic protein-1 (MCP-1). Pelepasan sitokin tersebut menandai awal inflamasi.
Obesitas dapat dikatakan merupakan bentuk inflamasi kronik (Fruhbeck dkk., 2001;
Hofbauer, 2002)
Proses lipolisis yang tinggi menyebabkan jumlah stress oksidatif yang dihasilkan juga
sangat tinggi. Terjadi peningkatan jumlah reactive oxygen species (ROS) akibat
peningkatan aktivitas enzim oksidase dan disregulasi hormon adipositas. Peningkatan
stress oksidatif menyebabkan gangguan metabolisme, baik asupan glukosa pada otot
maupun pada jaringan adipose, penurunan sekresi insulin dan kerusakan sel sehingga
terjadi disfungsi endotel, aterosklerosis sampai akhirnya terjadi penyakit vaskuler. Tubuh
kita sebenarnya memiliki mekanisme defensif terhadap stress oksidatif. Superoksida
dismutase (SOD), glutathione peroxidase (GPx) dan katalase merupakan enzim yang dapat
mendegradasi ROS. Superoksida dismutase mengubah superoksida menjadi hidrogen
peroksida (H2O2) dan molekul oksigen (O2). Penurunan aktivitas SOD merupakan
penanda penting stress oksidatif. Penurunan SOD meningkatkan risiko penyakit vaskuler
(Grey, 2000; Faraci dan Didion, 2004)

4. Uraikan apa yang anda ketahui tentang gestasional diabetes mellitus. Apa manfaatnya
dengan mengetahui gestasional diabetic mellitus pada awal penyakit.
Jawab :
Diabetes mellitus gestasional (GDM) didefinisikan sebagai derajat apapun intoleransi
glukosa dengan onset atau pengakuan pertama selama kehamilan. (WHO, 2011). Hal ni
berlaku baik insulin atau modifikasi diet hanya digunakan untuk pengobatan dan apakah
atau tidak kondisi tersebut terus berlangsung setelah kehamilan. Ini tidak
mengesampingkan kemungkinan bahwa intoleransi glukosa yang belum diakui mungkin
telah dimulai bersamaan dengan kehamilan. Diabetes mellitus gestasional adalah bentuk
sementara (dalam banyak kasus) diabetes dimana tubuh tidak memproduksi insulin dalam
jumlah yang cukup untuk menangani gula selama kehamilan. Tes Toleransi glukosa oral
(TTGO) yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis GDM di Amerika Serikat
adalah TTGO, 3-jam-g 100. Menurut kriteria diagnostik yang direkomendasikan oleh
American Diabetes Association (ADA), GDM didiagnosa jika kadar plasma dua atau lebih
glukosa memenuhi atau melebihi ambang batas berikut: konsentrasi glukosa puasa 95 mg/
dl, kadar glukosa 1-jam 180 mg / dl , 2-jam glukosa konsentrasi 155 mg / dl, atau 3 jam
konsentrasi glukosa 140 mg / dl.
Tujuan utama identifikasi GDM adalah untuk mendeteksi wanita yang berisiko
mengalami hasil perinatal yang merugikan. Ada bukti yang menunjukkan bahwa wanita
yang dirawat secara intensif selama kehamilan dapat mencapai tingkat makrosomia yang
mendekati normal. Diagnosis yang tepat untuk kondisi ini penting karena memerlukan
kontrol diet dan intervensi farmakologis serta pemantauan ketat terhadap kehamilan dan
janin. Deteksi dini GDM juga dapat mecegah terjadinya komplikasi. Komplikasi akibat
GDM bisa berlaku pada janin dan juga pada ibu. Komplikasi janin termasuk makrosomia,
hipoglikemia neonatal, kematian perinatal, kelainan bawaan, hiperbilirubinemia,
polisitemia, hypocalcemia, dan sindrom gangguan pernapasan.
Penilaian risiko untuk GDM harus dilakukan pada kunjungan prenatal pertama. Wanita
dengan karakteristik klinis yang konsisten dengan risiko tinggi GDM (obesitas ditandai,
sejarah pribadi GDM, glikosuria, atau riwayat keluarga yang kuat diabetes) harus menjalani
pengujian secepat mungkin. Jika mereka ternyata tidak memiliki GDM pada skrining awal,
mereka harus diuji ulang antara minggu kehamilan ke 24 hingga ke 28. Perempuan risiko
sedang harus memiliki pengujian dilakukan pada minggu kehamilan ke 24 hingga ke 28.

Daftar Pustaka

Faraci, F. M., Didion, S.P., 2004, Vascular protection superoxide dismutase isoforms in the
vessel wall. Arterioscler Thromb Vasc Biol; 24: 1367- 73
Fruhbeck, G., Ambrosi, J.G., Muruzabal, F.J., Burrell, M.A., 2001, The adipocyte: a model for
intergration of encdocrine and metabolic signaling in energy metabolism regulation. Am J
Physiol Endocrinol Metab; 280: 827-47.
Grey, A., 2000, The reductive hotspot hypothesis: An update. Arch Biochem Biophys; 373:
295-301.
Hofbauer, K.G., Molecular pathways to obesity. Int J Obesitas; 26: 18-27
Journal Clinical Diabetes January 2005 Vol 23
Saiemaldahr, 2010, Blood Bank .http://kau.edu.sa/files/2010/bloodbank.ppt

Anda mungkin juga menyukai