Referat DNR
Referat DNR
Penguji:
Pembimbing:
Disusun oleh:
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing, Referat dari:
NAMA/NRP:
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Dosen Penguji
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan referat yang berjudul
“ASPEK MEDIKOLEGAL Do Not Resuscitate” ini dapat selesai tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi tugas
referat kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal di RSUP
Dokter Kariadi Semarang.
1. dr. Wian Pisia Anggrelian, MH, Sp.KF selaku dosen penguji referat
2. dr. Liya dan dr. Anthon selaku pembimbin referat yang telah
memberikan waktu, kritik, dan saran yang membangun bagi
penulis terutama dalam penulisan referat ini.
Pada akhirnya penulis berharap penulisa referat ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan berbagai pihak pada umumnya.
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
decision, meskipun sudah ada fatwa IDI yang membolehkan. Ada dua
pilihan yang dapat dilakukan dokter terhadap pasien tanpa harapan hidup,
yaitu with-holding atau with drawing life supports, yaitu penundaan atau
penghentian alat bantuan hidup. Sehingga apabila dilakukan dokter tidak
menyalahi prosedur meski dalam hukum pidana tidak diperbolehkan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada tahun 1990 mengeluarkan pernyataan
bahwa manusia dinyatakan mati jika batang otaknya tidak berfungsi lagi.
Konsep ini dijadikan pernyataan resmi dari Ikatan Dokter Indonesia.
Kriteria yang dianut oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tersebut
berlandaskan pada alasan bahwa batang otaklah terletak pusat penggerak
napas dan jantung. Sehingga apabila batang otak telah mati maka jantung
dan paru-paru hanya bisa bergerak dengan bantuan alat-alat penopang. 11
Dengan demikian inform consent sangat berperan aktif . Dalam hal ini,
dokter dapat menjelaskan diagnosa keadaan pasien secara spesifik serta
resiko dan komplikasi potensial yang dihubungkan dengan alat ventilator
tersebut.10 Pihak keluarga akan mengambil keputusan tindakan yang akan
dilakukan dokter selanjutnya. Setelah itulah dokter akan melakukan sesuai
prosedur yang telah diijinkan pihak keluarga. Pihak dokter juga akan
berkonsultasi kepada sumber-sumber kewenangan seperti kode etik dan
kebijakan Ikatan Dokter serta kolega lain untuk mengetahui bagaimana
dokter biasanya berhadapan dengan masalah tersebut.15 Sehingga tindakan
do not resusitate dapat dilakukan dalam kondisi seperti ini.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290 tahun 2008
Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran Bab IV Pasal 14:14
1. bahwa penghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/ with
holding life support) pada seorang pasien harus mendapatkan
persetujuan dari keluarga terdekat pasien
2. Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga
terdekat pasien. Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter yang bersangkutan
3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan secara
tertulis.
9
yang adekuat, konsultan etik memberi saran untuk menghormati tato dari
pasien, karena menurut mereka sangat masuk akal untuk mengambil
kesimpulan bahwa tato tersebut mengungkapkan keinginan pasien sendiri.
Selanjutnya petugas sosial mendapatkan surat perintah DNR yang
didapatkan dari dinas kesehatan kota florida, sesuai dengan tato dari
korban. Pada akhirnya kondisi klinis pasien memburuk sepanjang malam
dan akhirnya pasien meninggal tanpa mendapatkan resusitasi jantung
paru.17
Contoh Kasus 2
Contoh kasus 3
14
Contoh kasus 4
15
16
Ibu M. adalah seorang wanita berusia 56 tahun yang dirawat oleh seorang
dokter di rumah sakit untuk 145 hari yang berurutan. Dokternya menyatakan
bahwa dia punya beberapa perselisihan dengan keluarganya dan, oleh karena itu,
ingin menyampaikan kasus ini kepada orang lain. Di Selain itu, pasien ini adalah
Muslim, dan dia berpikir seorang dokter Muslim akan berada dalam posisi yang
lebih baik untuk memahami dan mengelola masalah sosial itu telah menjadi
tantangan dalam perawatan pasien ini. Dia dirawat di rumah sakit begitu lama
karena beberapa komplikasi setelah dirawat awalnya untuk sakit perut dan
anemia. Dia mengalami perdarahan gastrointestinal akibat erosi gastritis, gagal
napas, dan kemudian nosokomial pneumonia. Dia kemudian memiliki beberapa
lainnya infeksi dengan sepsis penuh yang menyebabkan akut gagal ginjal yang
membutuhkan dialisis. Dia akhirnya berakhir memiliki tracheostomy, memberi
makan tabung peg, dan lanjut hemodialisis. Dia terus memilikinya beberapa
organisme dan pneumonia berulang dan, karenanya, tidak ada panti jompo yang
akan menerimanya. Keluarga menolak DNR untuk pasien. Dia terus bertahan
selama beberapa bulan lagi di rumah sakit pada dialisis dan trakeostomi lanjutan
peduli. Dia akhirnya meninggal karena sepsis yang memburuk. Dia dibuat DNR
ketika para dokter memiliki konsensus bahwa dia sakit parah. Keluarga
menyetujui pesanan DNR pada waktu itu.20
Contoh kasus 5
17
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Do Not Resuscitate (DNR) merupakan sebuah perintah untuk tidak
melakukan resusitasi CPR (cardiopulmonary resusitation) atau Resusitasi
Jantung Paru (RJP) bagi tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum jika
terjadi permasalahan darurat pada jantung pasien atau berhentinya
pernapasan.
2. Syarat DNR adalah komunikasi, persetujuan pasien, persetujuan keluarga
dan dokumentasi
3. Aspek medikolegal DNR:
a. Syarat DNR : KUHP pasal 344 yaitu, (1) bagi pasien yang sudah
tidak dapat diharapkan lagi akan kehidupannya menurut ukuran
medis, yang dinyatakan oleh dokter yang merawatnya, (2) usaha
penyembuhan yang dilakukan selama ini sudah tidak berpotensi
lagi, (3) pasien dalam keadaan in a persistent vegetative slate, (4)
harus ada persetujuan dari pasien atau keluarga, (5) mendapat
persetujuan dari pengadilan.12
b. Pada dasarnya tindakan DNR tidak dilegalkan secara hukum,
namun dapat dilakukan berdasarkan kondisi pasien secara medis
tidak dapat dipertahankan dan telah mendapatkan persetujuan
secara tertulis dari keluarga terdekat.
4. Penerapan aspek medikolegal pada kasus-kasus DNR sudah cukup baik
1.2 Saran
1. Perlunya perlindungan hukum yang lebih tegas terhadap tindakan DNR
2. Pengambilan keputusan DNR lebih baik melalui proses persidangan dan
melibatkan banyak pihak ahli terkait dengan penyakit yang diderita pasien,
seperti keluarga pasien yang mengajukan permohonan DNR, dokter
spesialis yang menangani pasien, sampai psikiater dan juga aktivis
kemanusiaan yang saling mengajukan pendapat dalam forum sidang.
19
20
DAFTAR PUSTAKA