Anda di halaman 1dari 13

BUDAYA PERJODOHAN DALAM NOVEL

STUDENT HIDJO KARYA MAS MARCO KARTOADJIKROMO DAN


DEVDAS KARYA SARATCHANDRA CHATTOPAHYAY:
KAJIAN INTERTEKSTUAL

Bima Dewanto Sriwibowo


Program Studi Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta
bimadewanto12@gmail.com

ABSTRAK
Perjodohan merupakan satu hal yang dilakukan sebuah keluarga untuk
menikahkan anaknya dengan keluarga lain dengan maksud tertentu. Perjodohan
pada umumnya dilakukan oleh keluarga yang telah dekat satu sama lain sehingga
tidak ragu untuk menjodohkan anaknya. Dalam hal ini, perjodohan juga ditemui
dalam beberapa karya sastra. Novel karya Mas Marco Kartodjikromo berjudul
Student Hidjo dan Devdas karya Saratchandra Chattopadhyay merupakan
beberapa contoh kecil karya sastra yang memiliki budaya perjodohan di
dalamnya. Tujuan ditulisnya jurnal ini adalah menemukan budaya perjodohan
dalam kedua novel tersebut. Penelitian ini menekankan kepada alur perjodohan
yang terdapat dalam novel tersebut. Metode yang digunakan adalah dengan
deskriptif kualitatif dengan teknik analisis isi melalui teori yang digunakan.
Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori intertekstual dengan
pendekatan sosiologi sastra. Hasil yang didapatkan adalah mengetahui persamaan
alur perjodohan pada kedua novel tersebut.
Kata kunci: Perjodohan, intertekstual, sastra bandingan, Devdas, Student Hidjo

1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya merupakan satu dari sekian banyak kekayaan yang dimiliki oleh
suatu komunitas baik dalam lingkup besar (Negara) maupun di daerah.
Beragamnya suku di dunia menimbulkan beragam pula budaya yang
dimilikinya.
Pernikahan menjadi satu budaya yang hampir setiap daerah memilikinya.
Pernikahan merupakan satu kegiatan yang dilakukan sebagai pengikat janji
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membina rumah
tangga.

1
Namun di beberapa daerah, pernikahan dianggap bukan hanya sebagai
jalinan antara suami dan istri melainkan terdapat beberapa maksud lain. Salah
satu hal tersebut adalah perjodohan.
Perjodohan adalah jenis ikatan pernikahan dimana pengantin pria dan
wanitanya dipilih oleh pihak ketiga dan bukan oleh satu sama lain. Hal ini
adalah norma di seluruh dunia sampai abad ke-18. Di zaman modern,
perjodohan terus berlangsung di lingkungan kerajaan,
keluarga aristokrat (bangsawan) dan kelompok etnis minoritas di negara maju;
di tempat lain, perjodohan adalah umum di Asia Selatan, Afrika, Timur
Tengah, Amerika Latin, Asia Tenggara, dan sebagian Asia Timur. Kelompok
lain yang masih mempraktikkan kebiasaan ini termasuk Gereja Unifikasi.
Karya sastra merupakan cerminan dalam kehidupan manusia sehari-hari
yang terbentuk dari hasil imajinasi kreatif oleh pengarang. Karya sastra tidak
hanya sekadar cerita fiksi belaka, tetapi karya sastra merupakan potret
kehidupan manusia yang nyata, dimana karya sastra tersebut dapat dikaitkan
dengan fenomena-fenomena di luar karya sastra yang disajikan untuk
menghibur, tetapi juga memiliki nilai dan norma kepada khalayak agar dapat
diambil pesan atau amanat yang positif.
Dalam hal ini, perjodohan dalam karya sastra dapat dilihat dari dua novel
legendaris yang berasal dari dua Negara yang berbeda. Kajian sastra
bandingan dalam dua novel ini merujuk pada budaya perjodohan khusunya
pada usia dini.
Novel karya Mas Marco Kartoadjikromo berjudul Student Hidjo bercerita
tentang tokoh utama bernama Hidjo yang melanjutkan pendidikan di Belanda.
Sebelumnya, Hidjo telah dijodohkan oleh kedua orang tuanya untuk menikah
dengan Biroe—seorang perempuan yang keluarganya dekat dengan keluarga
Hidjo. Perjodohan itu sudah berlangsung sejak Hidjo dan Biroe masih
menginjak usia anak-anak.
Selanjutnya, novel dari India berjudul Devdas karya Saratchandra
Chattophadyay bercerita tentang Devdas, tokoh utama yang memiliki rasa
cinta terhadap teman masa kecilnya, Parvati. Orang tua Parvati sudah berharap
akan menjodohkan anaknya dengan Devdas. Namun, pihak Devdas menolak

2
lantaran derajat keluarga Parvati berada di bawah keluarganya. Hingga
akhirnya, keluarga Parvati memutuskan untuk menjodohkan Parvati dengan
keluarga yang posisinya berada jauh lebih tinggi daripada keluarga Devdas.
Dengan membandingkan dua novel ini, dapat diketahui persamaan alur
perjodohan yang ada di dalam kisahnya. Kajian intertekstual terhadap karya
sastra yang digunakan untuk mengkaji penelitian ini mengungkapkan adanya
kesamaan tentang perjodohan di kedua novel tersebut.
Intertekstual merupakan kajian teks yang melibatkan teks lain dengan
mencari dan menelaah hubungan tersebut. Suatu teks, dalam kacamata
intertekstual, lahir dari teks-teks lain dan harus dipandang sesuai tempatnya
dalam keluasan tekstual.
Menurut Bakhtin, pendekatan intertekstual menekankan pengertian bahwa
sebuah teks sastra dipandang sebagai tulisan sisipan atau cangkokan pada
kerangka teks-teks sastra lain, seperti tradisi, jenis sastra, parodi, acuan atau
kutipan (Noor 2007: 4-5). Selain itu masalah tidaknya hubungan antarteks ada
kaitannya dengan niatan pengarang dan tafsiran pembaca. Dalam kaitan ini,
Luxemburg (dalam Nurgiyantoro, 1995:50), mengartikan intertektual sebagai
“kita menulis dan membaca dalam suatu ‘interteks’ suatu tradisi budaya, sosial
dan sastra yang tertuang dalam teks-teks. Setiap teks bertumpu pada konvensi
sastra dan bahasa yang dipengaruhi oleh teks-teks sebelumnya.
Adapun penelitian sebelumnya yang dapat menjadi referensi dalam
penulisan penelitian ini diantara lain:
1. Budaya pada Novel Memang Jodoh dan Siti Nurbaya Karya Marah Rusli
serta Tradisi Pernikahan Minangkabau: Perspektif Kajian Sastra
Bandingan oleh Dini Nur’ainy Gita Saputri, Dhanu Widi Wijaya,
Miftakhul Huda.

3
B. METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif


kualitatif dengan teknik analisis isi dari objek yang dikaji. Metode deskripsi
analisis yaitu metode yang menggunakan cara mendeskripsikan fakta-fakta
(data) yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2004: 48). Langkah-
langkah yang diambil dalam menganalisis data yang sesuai dengan rumusan
masalah penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Data-data berupa kutipan yang menunjukkan budaya perjodohan pada
novel Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo dan novel
Devdas karya Sharatchandra Chattopadyay diklasifikasikan kemudian
dianalisis dengan menggunakan teori yang sesuai.
2. Setelah dilakukan analisis, langkah selanjutnya adalah menyimpulkan
hasil analisis sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian.

Adapun teori yang digunakan adalah pendekatan sosiologi sastra yang


dikemukakan oleh Ratna (2003 : 25) yang mengatakan, sosiologi sastra adalah
penelitian terhadap karya sastra dan keterlibatan struktur sosialnya. Dengan
demikian penelitian sosiologi sastra dilakukan dengan cara pemberian makna
pada sistem dan latar belakang suatu masyarakat serta dinamika yang terjadi di
dalamnnya.

2. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Sosiologi dalam Karya Sastra
Karya sastra merupakan suatu karya yang memiliki kehidupan di
dalamnya. Khususnya pada novel, karya sastra yang satu ini selalu
memiliki lingkup di dalamnya yang mampu membentuk satu tataran
sosial. Pnegkajian karya sastra dengan pendekatan sosiologi sastra
merupakan kajian yang dapat melihat kondisi sosial di dalam karya
tersebut.

Ratna (2003 : 25) yang mengatakan, sosiologi sastra adalah penelitian


terhadap karya sastra dan keterlibatan struktur sosialnya. Dengan demikian
penelitian sosiologi sastra dilakukan dengan cara pemberian makna pada

4
sistem dan latar belakang suatu masyarakat serta dinamika yang terjadi di
dalamnnya.

Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri


sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan
mencakup hubungan antar masyarakat dengan orang-orang, antar manusia,
antar peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu, memandang karya sastra sebagai
penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan
pada karya sastra adalah “kebenaran” penggambaran atau yang hendak
digambarkan.
Dalam masyarakat terkandung fakta-fakta yang begitu banyak jumlah
dan komposisinya. Fakta-fakta dalam panangan sosilogi dengan sendirinya
dipersiapkan dan dikondisikan oleh masyarakat, keberadaanya selalu
dipertimbangkan dalam hubunganya dengan fakta sosial lain, yang juga telah
dikondisikan secara sosial.

Dalam kedua objek yang dikaji, akan ditampilkan dua buah tataran
sosial yang memiliki persamaan di dua Negara yang berbeda yaitu India dan
Indonesia.

B. Budaya Perjodohan
Dari sudut ilmu bahasa atau semantik perkataan perkawina berasal dari
kata “kawin” yang merupakan terjemahan dari bahasa Arab nikah. Kata nikah
mngandung dua pengertian, yaitu dalam dalam arti yang sebenarnya (haqiqat)
dan dalam arti kiasan (majaaz). Dalam pengertian yang sebenarnya kata nikah
itu berarti “berkumpul” sedangkan dalam arti kiasan berarti aqad atau
“mengadakan perjanjian perkawinan”. (Rasjidi, 1991:2)
Kata “kawin” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti
membentuk keluarga dengan lawan jenis; bersuami atau beristri; menikah.
Perkawinan terjadi karena kecocokan sepasang lawan jenis.
Namun selain itu, pernikahan juga terjadi karena adanya desakan keluarga.
Salah satunya adalah perjodohan yang sering terjadi untuk memenuhi
kebutuhan dua keluarga dari kedua pihak mempelai.
Perjodohan adalah jenis ikatan pernikahan dimana pengantin pria dan
wanitanya dipilih oleh pihak ketiga dan bukan oleh satu sama lain. Hal ini

5
adalah norma di seluruh dunia sampai abad ke-18. Di zaman modern,
perjodohan terus berlangsung di lingkungan kerajaan,
keluarga aristokrat (bangsawan) dan kelompok etnis minoritas di negara maju;
di tempat lain, perjodohan adalah umum di Asia Selatan, Afrika, Timur
Tengah, Amerika Latin, Asia Tenggara, dan sebagian Asia Timur. Kelompok
lain yang masih mempraktikkan kebiasaan ini termasuk Gereja Unifikasi.

C. Pembahasan
1. Perjodohan Sejak Dini
Perkawinan yang diatur oleh orang tua atau pihak ketiga selain
pasangan mempelai tidak hanya ada ketika pasangan tersebut sudah
menginjak usia cukup. Dalam novel Student Hidjo dan Devdas,
ditemukan satu kasus perjodohan yang dilakukan di usia dini.
Tokoh Biroe dalam novel Student Hidjo mengalami perjodohan
sejak usia dini. Dalam hal ini, Biroe dijodohkan oleh anak dari kerabat
keluarganya, Hidjo.
Raden Potro setengah tertawa mendengar suara istrinya dan
berkata, “Tidak, Adinda! Jangan takut kalau anakmu akhirnya
kawin dengan gadis Belanda. Kamu toh sudah mengerti, Hidjo
sudah mempunyai tunangan yaitu Jeng Biroe, anaknya Mbakyu
Mantri Polisi.” (hlm. 4)

Kutipan ini menunjukan status Biroe sebagai tunangan Hidjoe


yang saat itu masih menginak usia 13 tahun.
“Tidak Adinda, Jangan takut. Semua nasib Hidjo sebaiknya
kita serahkan saja kepada Tuhan,” kata Raden Potro. “Kamu berdoa
sajalah, mudah-mudahan dia dalam tujuh tahun sudah kembali dan
jadi ingeniuer. Pada saat itu kita akan merasakan kesenangan. Sebab
Hidjo bisa kawin dengan Biroe. Kalau saya pikir, tujuh tahun lagi,
cukuplah kedua anak itu untuk dikawinkan. Sebab saat ini Hidjo baru
berumur 18 tahun dan Biroe 13 tahun.” (hlm. 5)

6
Kasus ini juga terjadi pada novel Devdas. Parvati sebagai tokoh
utama wanita mengalami perjodohan yang dilakukan oleh ibunya di
umur yang masih belia.
Kata Nenek, usia Parvati baru saja menapaki tiga belas tahun.
Di usia itu, tubuh remajanya merekah dan menarik bak musim hujan
yang datang secara tiba-tiba. Hingga pada suatu hari, keluarganya
mulai menyadari sebuah kenyataan bahwa gadis kecil mereka telah
beranjak dewasa. Kini muncul desakan untuk menikahkannya dengan
seorang lelaki yang dianggap pantas. Topik inilah yang menjadi
bahasa perbincangan di kediaman Chakravarty selama beberapa hari
terakhir. Ibu sangat sedih. Tiada henti ia berkata kepada suamninya.
(hl. 46)

2. Keluraga Terdekat sebagai Relasi Perjodohan


Proses perjodohan tentu melibatkan dua pasang keluarga. Calon
dari laki-laki yang dipasangkan dengan calon dari perempuan.
Pencarian keluarga yang hendak dijodohkan tentu merupakan sebuah
proses hingga mencapai tahap pernikahan.
Namun untuk keluarga yang sudah memiliki pangkat atau posisi,
menikahkan kedua anaknya merupakan perihal yang cukup mudah.
Jalinan persaudaraan antara kedua keluarga tersebut semakin
memperkuat adanya kemungkinan perkawinan antara anak satu dengan
yang lainnya.
Dalam novel Student Hidjo, perkawinan yang dilakukan Hidjo
dengan Woengoe. Hidjo merupakan anak yang berasal dari keturunan
ningrat awalnya dijodohkan dengan saudaranya, Biroe yang berasal
dari golongan yang sama. Namun pada akhir cerita, Hidjo akhirnya
menikah dengan Woengoe, perempuan yang merupakan teman
sekolahnya.
“Saya kenal dengan anak Tuan. Sebab ia teman sekolah
anak saya. Dan pernah juga datang ke tempat saya di Djarak.
Untung sekali saya bisa berkenalan dengan Tuan Putri karena

7
memang saya sudah lama ingin sekali berkenalan dengan Tuan
Putri.” (hlm. 38)

Begitupun yang ditemui dalam novel Devdas, perjodohan juga


pertama kali direncanakan karena adanya kecocokan dengan saudara
terdekat. Dalam kasus ini, Nenek Parvati merasa Devdas dan cucunya
merupakan dua pasang sejoli yang saling melengkapi sebab Devdas
dan Parvati sudah berteman sedari kecil.
“Devdasmu dan Paroku, hubungannya mereka sudah
sangat dekat satu sama lain. Itu pemandangan yang langka,
sungguh,” ujar neneknya Parvati.
“Mengapa tidak, Bibi? Mereka tumbuh bersama layaknya
adik dan kakak,” balas ibunya Devdas.” (hlm. 48)

3. Penyimpangan Perjodohan dari Rencana Awal


Setelah adanya rencana hendak menjodohkan anak dari keluarga
sendiri dengan keluarga yang dituju, dalam kedua novel ini terdapat
satu penyimpangan. Baik di novel Student Hidjo maupun Devdas,
rencana awal untuk menikahkan anak dengan calon sebelumnya
berganti dengan calon yang baru.
Dalam novel Student Hidjo, rencana awal menikahkan Hidjo
dengan Biroe berganti menjadi pernikahan Hidjo dengan Woengoe.
Hal ini disebabkan karena Biroe mulai memiliki rasa terhadap kakak
Woengoe bernama Wardojo.
Hidjo telah kawin dengan R.A. Woengoe dan senang
sebagai jaksa di Djarak. Wardojo sudah menjadi Regent di
Djarak, mengganti papanya. Dia pun hidup rukun di Kabupaten
itu dengan R.A. Biroe. (hlm. 185)

Novel Devdas yang mengisahkan rencana Nenek Parvati untuk


menikahkan cucunya dengan Devdas gagal karena keluarga Devdas

8
merasa malu memiliki besan yang berada di tingkat yang lebih rendah
dari keluarganya.
“Tadinya mereka ingin mengatur pernikahan Parvati dengan
keluarga ini.”
Devdas terkejut bukan kepalang.
“Lalu?” Tanya Devdas.
“Oh tidak, itu mustahil,” jawab ibunya sembari tertawa.
“Status mereka lebih rendah daripada kita. Mereka Cuma
keluarga pedagang. Ditambah lagi mereka persis bertetangga
dengan kita. Memalukan.” Ibu mengerutkan hidungnya. Devdas
menatapnya tanpa bicara. (hlm. 57)

Berdasarkan konflik tersebut, akhirnya Parvati dinikahkan dengan


lelaki lain. Dengan berlandaskan dendam, akhirnya Ibu Parvati
mendapatkan jodoh untuk putrinya yang merupakan tuan tanah kaya
raya.
Ayah Parvati pergi untuk mengatur jodoh baginya. Suatu
malam ia pulang, setelah menyelesaikan urusan itu. Calon
mempelai laki-laki adalah Bhuvan Chowdury, seorang tuan tanah
di desa Hatipota, yang berjarak sekitar dua puluh mil di distrik
Burdwan. (hlm. 56)

D. Interpretasi
Setelah menganalisis kedua novel tersebut dengan pendekatan
sosiologi sastra yang berfokus pada alur perjodohan tokoh, maka didapat
beberapa hasil interpretasi terhadap penelitian tersebut.
Perjodohan dalam novel Student Hidjo dan Devdas sama-sama
dimulai sejak tokoh masih meginjak usia dini. Tokoh Biroe dan Parvati,
perempuan berusia 13 tahun yang dirasa sudah cukup umur dijodohkan
oleh orang tuanya dengan laki-laki yang bukan pilihannya.
Pasangan dari tokoh di dalam novel Student Hidjo dan Devdas
awalnya berasal dari relasi keluarga terdekat. Tokoh Hidjo yang hendak

9
dikawinkan dengan Biroe—perempuan yang merupakan saudaranya
sendiri dan tokoh Parvati yang diharapkan berjodoh dengan Devdas—
tetangga Parvati sekaligus teman semasa kecilnya.
Namun di akhir perjalanan perjodohan, masing-masing tokoh di
dua novel tersebut mengalami penyimpangan perjodohan. Hidjo dan
Parvati akhirnya dijodohkan dengan orang yang bukan pasangan awalnya.
Hidjo akhirnya menikah dengan Woengoe, teman sekolahnya. Dan Parvati
dinikahkan dengan Bhuvan Chowdury, tuan tanah.

3. KESIMPULAN
Melihat analisis dan pembahasan dari kedua novel tersebut, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Intertekstual merupakan kajian teks yang melibatkan teks lain dengan
mencari dan menelaah hubungan tersebut. Suatu teks, dalam kacamata
intertekstual, lahir dari teks-teks lain dan harus dipandang sesuai
tempatnya dalam keluasan tekstual.
b. Sosiologi sastra adalah penelitian terhadap karya sastra dan keterlibatan
struktur sosialnya. Dengan demikian penelitian sosiologi sastra dilakukan
dengan cara pemberian makna pada sistem dan latar belakang suatu
masyarakat serta dinamika yang terjadi di dalamnnya.

c. Alur perjodohan dalam novel Student Hidjo dan Devdas memiliki


beberapa persamaan, antara lain:
1. Perjodohan di usia dini
2. Perjodohan dengan keluarga terdekat
3. Penyimpangan perjodohan dari rencana awal

4. PERSANTUNAN
Dalam penulisan penelitian ini, penulis masih merasa memiliki
kekurangan dan berharap penelitian ini dapat dijadikan penelitian lanjutan
sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

10
Adapun referensi yang digunakan dalam penulisan ini didapat dari
beberapa buku teori sastra, khususnya buku yang ditulis oleh Nyoman Kuta
Ratna mengenai Sosiologi Sastra.
Selama menulis penelitian ini, penulis mendapatkan bantuan dari beberapa
pihak khususnya kepada penulis kedua novel yaitu Mas Marco
Kartoadjikromo dan Sarathchandra Chattopadyay. Ucapan terima kasih juga
penulis ucapkan kepada pemakalah yang menjadi referensi dalam penulisan
penelitian ini yaitu, Dini Nur’ainy Gita Saputri, Dhanu Widi Wijaya,
Miftakhul Huda.
Dan yang terakhir, terima kasih selalu kepada Dr. Siti Gomo Attas,
M.Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah Kajian Sastra Bandingan yang
telah membimbing penulis dalam melakukan penelitian sastra bandingan.

11
Daftar Pustaka

Chattopadyay, S. (2002). Devdas. (M. R. Prasetya, Trans.) Jakarta: Kayla Pustaka.

Kartoadjikromo, M. M. (2018). Student Hidjo. Jakarta: Narasi.

Noor, R. (2007). Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: Fasindo Fakultas


Sastra Universitas Dipenogoro.

Nur'ainy, D. (2015). Budaya pada Novel Memang Jodoh dan Sitti Nurbaya karya
Marah Rusl serta Tradisi Pernikahan Minangkabau: Perpektif Kajian Sastra.
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter, dan Industri Kreatif .

Nurgiyantoro, B. (1995). Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Rasjidi, L. (1991). Hukum Perkawinan Dan Perceraian di Malaysia dan


Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ratna, N. K. (2004). Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

12
Lampiran 1

Tabel Instrumen Analisis Sosiologi Sastra

Novel Student Hidjo karya Mas Marco Kartoadjikromo

13

Anda mungkin juga menyukai