Referat Sinusitis Jamur PDF
Referat Sinusitis Jamur PDF
PENDAHULUAN
Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Beberapa penyebab
dapat menjadi pencetus terjadinya sinusitis, salah satunya adalah jamur, selain ada pula
penyebab lain seperti bakteri, ataupun virus. 1
Jamur adalah suatu organisme yang mirip seperti tumbuhan namun tidak
memiliki klorofil yang cukup oleh karena mereka tidak memiliki klorofil, jamur harus
menyerap makanan dari bahan-bahan organik yang telah mati. Infeksi jamur pada sinus
paranasal jarang terjadi dan biasanya terjadi pada individu dengan system imun tubuh
yang kurang. Namun, baru-baru ini, terjadinya sinusitis jamur telah meningkat pada
populasi imunokompeten.1, 2, 3
Insidensi sinusitis jamur mempunyai angka yang beragam diseluruh dunia, di
Eropa Grigoriu et al mendapatkan 81 kasus infeksi disebabkan jamur diantara 600 kasus
rinosinosinositis maksila kronis, sedangkan di Asia, Chakrabarti et al mendapatkan 50
kasus ( 42 % ) kasus rinosinositis disebabkan infeksi jamur diantaranya 199 pasien.
Sedangkan See Goh et al di Malaysia mendapatkan 16 kasus infeksi jamur pada 30
pasien sinusitis maksilaris kronis.2
Infeksi sinus oleh jamur jarang terdiagnosis karena sering luput dari perhatian.
Penyakit ini mempunyai gejala yang mirip dengan sinusitis kronik yang
disebabkan oleh bakteri, adakalanya gejala yang timbul non-spesifik, bahkan tanpa
gejala, oleh karenanya pemahaman lebih mendalam terhadap infeksi ini akan sangat
membantu dalam menegakan diagnosis dan penentuan penatalaksanaan yang akan
dilakukan.1, 3
1
BAB II
PEMBAHASAN
3
Sinus etmoid berongga-rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara
konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi
menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid
posterior yang bermuara di meatus superior. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior
ada bagian yang sempit disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus
frontal. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut
infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau
peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan
pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.1,4
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina
kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan
membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid dari
rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus
sfenoid.1,4
d. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi
dari 5 sampai 7,5 ml. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri
media dan kelenjar hipofisis, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral
berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai
indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di
daerah pons.1,4
Kompleks Osteomeatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-
muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior. Daerah ini
rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks osteomeatal (KOM) terdiri dari
infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,
bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1,4
4
Sistem Mukosilier
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan
lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transpor mukosiliar dari sinus. Lendir yang
berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan
ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus
posterior bergabung di resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-
superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post
nasal drpi), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.1,4
5
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
mendadak, misalnya pada waktu bersin dan beringus.
6. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dalam udara.
2.4 EPIDEMIOLOGI
Telah menjadi suatu kesepakatan bahwa infeksi jamur pada hidung dan sinus
paranasal jarang, tapi dalam dua dekade terakhir ini hampir seluruh ahli setuju bahwa
telah terjadi peningkatan frekuensi rinosinusitis yang disebabkan oleh infeksi jamur.
Pada laporan terdahulu infeksi jamur diperkirakan terdapat pada 10% dari keseluruhan
pasien yang memerlukan pembedahan hidung dan sinus. Ponikau et al, dalam
penelitiannya menduga jamur ditemukan pada 96% pasien dengan sinusitis kronis. 5,6
Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya penggunaan antibiotik,
kortikosteroid, imunosupresan, dan radioterapi. Kondisi predisposisi pada pasien
dengan diabetes mellitus, neutropenia, penderita AIDS, dan pasien yang lama dirawat di
rumah sakit. Jenis jamur yang paling sering menyebabkan sinusitis jamur adalah
Aspergillus dan Candida. 7
2.5 ETIOLOGI
Pada Sinusitis jamur non invasif ada dua bentuk yaitu allergic fungal sinusitis
dan sinus mycetoma/fungal ball. Kebanyakan penyebabnya adalah Curvularia lunata,
6
Aspergillus fumigatus, Bipolaris dan Drechslera. A. Fumigatus dan jamur dematiaceous
kebanyakan menyebabkan sinus mycetoma.
Pada sinusitis jamur invasif termasuk tipe akut fulminan, di mana mempunyai
angka mortalitas yang tinggi apabila tidak dikenali dengan cepat dan ditangani secara
agresif, dan tipe kronik dan granulomatosa.
Jamur Saprofit selain Mucorales, termasuk Rhizopus, Rhizomucor, Absidia,
Mucor, Cunninghammela, Mortierella, Saksenaea, dan Apophysomyces sp,
menyebabkan sinusitis jamur invasif akut. A. Fumigatus satu-satunya jamur yang
dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif kronik. Aspergillus flavus khusus
dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif granulomatosa. 4,5,8
7
daya tahan tubuh setelah transplantasi organ dan penggunaan steroid yang
berkepanjangan.
8
2.8.1 Fungal Sinusitis Non Invasive / Sinusitis Jamur Non Invasif
Keadaan ini timbul pada saat infeksi jamur ekstramukosa yang menyebabkan
inflamasi pada sinus. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, faktor pejamu,
terutama pengaruh genetik yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE) mediasi alergi.
8
9
Sinus Mycetoma / Fungal Ball
Fungal Ball atau misetoma adalah merupakan kumpulan hifa jamur yang
berbentuk seperti bola atau massa tanpa disertai adanya invasi jamur ke jaringan dan
reaksi granulomatosa. Fungal ball ini biasanya mengenai satu sisi sinus. Sinus maksila
adalah lokasi yang paling sering menjadi tempat infeksi jamur tipe ini. 5,8
10
yang disertai dengan mukosa eritem, edema, disertai ada atau tidak adanya polip dan
sekret mukopurulen. 8
Meskipun gambaran fungal ball tidak khas, pada radiografi polos menunjukkan
penebalan mukoperiosteal disertai opasifikasi sinus yang homogen. CT scan adalah
pemeriksaan radiologi paling baik, secara khas dapat menunjukkan batas tipis antara
jaringan lunak sepanjang dinding tulang sinus yang terlibat dimana hampir
keseluruhannya teropasifikasi. Tampak beberapa fokus hiperdens jelas dapat terlihat
dengan ukuran yang bervariasi. Jaringan tulang sekitarnya tampak menebal karena
respon peradangan dan efek tekanan karena proses penyakit yang kronis. 10
Secara makroskopis lesi pada fungal ball dapat berbentuk mulai dari debris halus
yang basah, berpasir atau bergumpal. Warna yang bervariasi dari putih kekuningan,
kehijauan, coklat hingga hitam. Diagnosis fungal ball ditegakkan secara mikroskopis
dengan tidak adanya infiltrasi sel radang yang nyata dan banyaknya kumpulan hifa
jamur. Mukosa di sekitarnya menunjukkan adanya peradangan yang kronis dengan sel
plasma ringan hingga menengah dan infiltrasi sel limfosit. Neutrofil dan eosinofil dapat
dijumpai dan kadang – kadang dapat di jumpai kristal oksalat. 8
Penanganan utama fungal ball adalah memperbaiki ventilasi sinus yang diduga
terinfeksi. Drainase sinus yang adekuat dan pengembalian fungsi bersihan mukosilia
dapat mencegah terjadinya kekambuhan. Perlu dilakukan pelebaran atau pembukaan
ostium sinus secara endoskopik agar dapat mengembalikan fungsi sinus secara normal.
Apabila sulit untuk melakukan ekstraksi fungal ball secara utuh melalui ostium, maka
dapat dilakukan insisi eksterna pada ginggivobukal (Luc Operation). Irigasi sinus
tekanan rendah dapat dilakukan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi melalui
struktur vital penting disekelilingnya.
Terapi medis diperlukan untuk mengurangi edema mukosa, termasuk pemberian
mukolitik (guaifenesin), irigasi hidung dan steroid. penggunaan antibiotik diberikan
berdasarkan kultur. Hal ini dimaksudkan untuk mengobati infeksi bakteri yang sering
timbul bersamaan dengan fungal ball. Terapi medis awal preoperatif dapat diberikan
untuk mengurangi edema pada rongga sinus dan memudahkan pengangkatan fungal ball
pada saat pembedahan. 7,8
Pada kelainan ini memiliki prognosis baik jika operasi debridement dan
pengisian udara di sinus adekuat. Follow-up sangat penting. Penggunaan topikal steroid
11
jangka panjang mengontrol kekambuhan. Sistemik steroid jangka pendek digunakan
bila kekambuhan terjadi. 10
12
Gambar 21. Mukus yang kental di Sinus Maxillaris
Penderita sinusitis alergi jamur dapat mempunyai kriteria sebagai berikut, antara
lain:
(1) Adanya peningkatan eosinofil pada darah tepi,
(2) Adanya reaksi test kulit yang positif terhadap jamur penyebab,
(3) peningkatan kadar serum IgE total,
(4) adanya antibodi pencetus pada allergen penyebab, dan
(5) peningkatan IgE spesifik jamur.
Foto polos sinus paranasal akan menunjukan opasifitas pada beberapa atau
seluruh sinus paranasal yang terlibat. CT scan merupakan metode pencitraan yang
terpilih untuk keadaan ini. 10
Gambar 22. CT Scan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Alergi Jamur yang Unilateral menunjukan
gambaran hiperdens dan inhomogenitas sinus; opaksifikasi: terdapat musin alergi
13
Secara histologi kondisi ini ditandai dengan adanya hifa jamur pada sekret
dengan disertai eosinofil yang sangat banyak dan adanya kristal Charcot-Leyden. Sekret
tersebut adalah merupakan “allergic mucin”. Allergic mucin ini dikarakteristikan
dengan kumpulan eosinofil yang nekrotik dan debris seluler lainnya, granul eosinofil
bebas dengan latar belakang pucat, dan sekret eosinofilik hingga basofilik yang amorf.
Keadaan ini dibedakan dari sekret inflamasi non alergi yang banyak netrofil. Allergic
mucin diidentifikasi dengan pewarnaan standar hematoksilin-eosin.
Spesies Aspergilus dan Dematiaceous merupakan organisme penyebab
terbanyak. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa famili Dematiaceous (pigmen
gelap) merupakan organisme terbanyak dibandingkan Aspergilus. Famili
Dematiaceous merupakan jamur yang paling banyak dijumpai di tanah, debu dan
berbagai tumbuhan, termasuk Bipolaris, Curvularia, Alternaria, Exserohilum dan
Drechslera. Jamur Dematiaceous mengandung melanin pada dinding selnya sehingga
dapat menghasilkan warna gelap pada jaringan dan kultur. Hal ini yang
membedakannya dari Aspergilus. 6,7,8
Penanganan terbaik yang disertai resolusi sempurna pada sinusitis alergi jamur
belum diketahui secara pasti. Tetapi para ahli berpendapat bahwa penatalaksanaan
sinusitis alergi jamur terbaik adalah dengan kombinasi medikamentosa dengan
pembedahan. Diagnosis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan radiologi,
pemeriksaan alergi dan serologi. Drainase sinus yang baik serta perbaikan fungsi
ventilasi merupakan terapi utama. Tindakan bedah saja tidaklah cukup untuk
mengatasi keadaan ini. Pembedahan diyakini dapat menurunkan jumlah antigen jamur
dan secara teori dapat menurunkan stimulus yang menyebabkan gejala alergi fase cepat
dan lambat dan dapat menurunkan kemotaksis eosinofil ke lumen sinus. Pembedahan
juga dapat menyebabkan kembali normalnya bersihan mukosiliar. Pendekatan bedah
harus dikerjakan dengan menggunakan tehnik bedah sinus endoskopi.
Terapi medikamentosa termasuk pemberian antibiotik yang berdasarkan kultur,
antihistamin, steroid sistemik, imunoterapi, dan anti jamur. Karena proses inflamasi
berhubungan dengan manifestasi klinis, terapi multimodalitas diperlukan untuk jangka
panjang. Bakteri dapat terlibat secara langsung sebagai pencetus timbulnya sinusitis
alergi jamur dengan mempengaruhi frekuensi gerakan silia. Data in vitro menunjukan
14
Stafilokokus aureus, Hemofilus influenza dan Pseudomonas aeruginosa merupakan
bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan frekuensi gerakan silia.
Irigasi hidung juga diyakini dapat menurunkan stasis mukous dan menurunkan
konsentrasi bakteri dan jamur. Topikal steroid intranasal tidak efektif bila digunakan
sendiri tetapi dapat memberikan efek pencegahan jangka panjang setelah pemberian
steroid sistemik. Perlu diingat bahwa pemberian steroid yang tidak rasional pada
sinusitis alergi jamur dapat menyebabkan penyakit yang berulang. 8,9
Keadaan ini memiliki prognosis yang sangat baik jika fungus ball dapat diangkat
dan pengisian udara yang adekuat pada sinus dapat dilakukan kembali. Tidak
dibutuhkan follow-up jangka panjang untuk sebagian besar pasien. 9,10
15
Acute Invasive Fungal Sinusitis ( Fulminant )
Sinusitis jamur invasif memiliki perjalanan penyakitnya sangat cepat, infeksi
jamur tipe ini banyak ditemukan pada individu dengan sistem imun yang menurun,
seperti pada pasien yang mendapatkan transplantasi organ, diabetes melitus dan pasien
yang sedang dilakukan kemoterapi. Perjalanan penyakitnya hanya memerlukan waktu
beberapa hari atau bulan saja. Karena rendahnya imunitas tubuh penderita, dan sifat
jamur yang angioinvasif, perjalanan klinis biasanya sangat cepat meluas dan dapat
menghancurkan sinus yang terlibat kemudian dapat meluas ke daerah sekitarnya seperti
orbita, sinus kavernosus, parenkim otak sehingga dapat menyebabkan kematian dalam
beberapa jam apabila tidak dikenali dan dilakukan penanganan secara cepat. 8 , 10
Gejala klinisnya diawali dengan demam yang tidak respon dengan pemberian
antibiotik, adanya keluhan pembengkakan pada wajah dan orbita, nyeri pada wajah
yang disetai kerusakan saraf kranial unilateral atau perubahan penglihatan akut dengan
gangguan pergerakan mata dan penurunan tajam penglihatan. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan edema di daerah muka atau periorbita disertai eritema, kemosis, proptosis,
dan oftalmoplegia. Adanya gejala tersebut yang disertai penurunan tajam penglihatan
menandakan telah terjadi keterlibatan orbita yang progresif. Pada pemeriksaan rongga
mulut dapat ditemukan eschar pada ginggiva dan palatum. Pemeriksaan endoskopik
dapat ditemukan edema mukosa hidung yang disertai sekret purulen, tetapi umunya
secara khas rongga hidung tampak kering disertai krusta darah. Adanya eschar pada
rongga hidung, merupakan tanda patognomonik dari rinosinusitis jamur invasif akut. 10
CT scan merupakan pemeriksaan radiologi yang harus dilakukan segera,
diperlukan untuk mengetahui apakah sudah terjadi erosi tulang dan keterlibatan jaringan
lunak. Pada CT scan tampak penebalan jaringan yang berbentuk nodular pada mukosa
sinus dan disertai adanya destruksi dinding sinus. Perluasan ke arah orbita dapat terjadi
langsung melewati lapisan tipis lamina papirasea atau melewati pembuluh darah etmoid.
Destruksi tulang jarang ditemukan pada awal infeksi dan dapat ditemukan apabila telah
terjadi nekrosis jaringan lunak. Penggunaan MRI digunakan untuk mengetahui apakah
sudah terjadi keterlibatan mata, khususnya untuk mengevaluasi keadaan orbita, sinus
kavernosus, dan otak. Temuan utama pada pemeriksaan dengan MRI termasuk
keterlibatan bagian dasar hemisfer otak, batang otak, dan daerah hipotalamus. 9
16
Gambar 28. CTScan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Jamur Invasif Akut Pada Sinus Maxillaris
Kanan dengan gambaran destruksi dinding Lateral Sinus Maxillaris
18
termasuk proptosis sering ditemukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan biopsi yang
menggambarkan adanya invasi jaringan oleh hifa jamur. Pada pemeriksaan fisik,
terdapat deformitas wajah, proptosis, dan disfungsi saraf kranialis. Pemeriksaan
endoskopi hidung tampak gambaran yang sangat mirip dengan fungal ball (misetoma).
Tampak inflamasi kronis pada sinus yang terinfeksi disertai jaringan granulasi yang
mudah berdarah.8-10
Pemeriksaan dengan CT scan dianjurkan, dan didapatkan gambaran penebalan
jaringan yang meluas ke bagian tulang. Pemeriksaan dengan MRI direkomendasikan
pada pasien dengan infeksi yang meluas ke rongga orbita dan kompartemen intrakranial.
7
Gambar 29. CT Scan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Jamur Invasif Kronik Pada Sinus Maxillaris
Kanan, Rongga Hidung Kanan, dan Sinus Sfenoid; erosi fossa kranial anterior, dengan ekstensi intrakranial
pada sisi kanan
Aspergilus adalah organisme yang paling sering ditemukan pada infeksi jamur
tipe ini. Gambaran Aspergilus ini seperti lobang pada giant cell yang dapat
diidentifikasi dengan pewarnaan perak. Organisme ini berpendar (berfluoresensi) pada
pemeriksaan dengan lampu ultraviolet. 8
Penatalaksanaan yang paling baik adalah dikombinasikan dengan tindakan
bedah. Diagnosis dikonfirmasikan melalui pemeriksaan histopatologi potongan beku
dari jaringan yang dicurigai. Pembedahan dapat dilakukan dengan tehnik minimal
invasif atau tehnik operasi terbuka. Biasanya diperlukan tindakan biopsi ulang untuk
mengetahui apakah ada sisa jamur atau penyakit yang berulang. Penggunan anti jamur
dipilih berdasarkan jamur yang menginfeksi. Amfoterisin merupakan anti jamur yang
paling sering digunakan. Lamanya pengobatan tergantung dari sisa infeksi jamur atau
letak infeksi, kemungkinan penyakit berulang yang dipengaruhi oleh penurunan daya
19
tahan tubuh penderita dan respon pengobatan. Kekambuhan sering terjadi, walaupun
telah diberikan pemberian anti jamur sistemis setelah pembedahan. Biasanya tidak perlu
dilakukan pembedahan ulang, dan pasien dapat terapi dengan pilihan anti jamur lainnya
seperti Itrakonazol. 7-10
Prognosis baik pada pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam waktu
yang lama. Pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam waktu singkat sering
kambuh, dengan demikian memerlukan terapi lebih lanjut. 10
2.9 DIAGNOSIS
Infeksi jamur pada sinus harus dipertimbangkan pada semua penderita sinusitis
kronis yang tidak respon terhadap pengobatan antibiotika dan pembedahan. Sinusitis
jamur invasif biasanya terdapat pada penderita dengan penurunan sistem imun dengan
disertai gejala akut seperti demam, batuk, ulserasi pada mukosa hidung, epistaksis dan
sakit kepala. Bentuk kronis invasif dapat timbul dengan gejala proptosis atau sindroma
apeks orbital.6
20
Beberapa faktor yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis sinusitis
jamur yaitu : gejala yang kompleks, perjalanan penyakit (hari, minggu, tahun), keadaan
sistem imun penderita, pemeriksaan fisik (endoskopi hidung), dan pemeriksaan
radiologi, patologi, dan mikologi. Semua faktor tersebut ada sangat penting dalam
menentukan penanganan penderita pada fase awal. Adanya invasi jaringan dapat
dicurigai pada pasien yang mempunyai resiko penurunan sistem imun atau secara klinis
jelas tampak adanya keterlibatan jaringan di sekitar sinus. Erosi pada daerah sekitar
harus dapat dibedakan dengan invasi jaringan. Bentuk noninvasif dapat ditandai dengan
proses erosi tanpa adanya invasi jaringan. Pemeriksaan histopatologi selalu digunakan
untuk membedakan suatu keadaan bentuk invasif atau noninvasif. Infeksi jamur pada
sinus mempunyai bentuk akut dan kronis. Status imun penderita sangat mempengaruhi
perkembangan penyakit. Misetoma dapat timbul tanpa gejala dalam beberapa tahun atau
hanya dengan gejala sumbatan hidung kronis yang disertai sekret pada hidung,
sedangkan bentuk akut invasif perkembangan penyakitnya sangat cepat, dengan gejala
nyeri, pembengkakan pada daerah wajah, gangguan orbita dan gangguan saraf pusat
yang disebabkan perluasan penyakit pada daerah sekitarnya. Diagnosis awal sinusitis
jamur fulminan sangatlah penting oleh karena penyakit ini perjalanannya sangat singkat
dan dapat terjadi kematian dalam beberapa jam.8-10
Gambar 30. Pasien dengan obstruksi nasi dan epistaksis; gambaran massa di sinus maksilaris kanan dengan
destruksi dinding medial, ekstensi ke rongga hidung; diagnosis radiologi: sinusitis jamur, histopatologi:
inverted papilloma
21
2.11 TERAPI
Pembedahan / Surgical Therapy
Sebelum dilakukan tindakan bedah, ahli THT harus mempertimbangkan
prognosa pasien secara keseluruhan, termasuk penyakit yang mendasarinya. Perluasan
eksisi bedah harus dipertimbangkan dengan perluasan infeksi. Secara umum dikatakan,
bahwa debrideman semua daerah yang terinfeksi dan perbaikan fungsi adalah
merupakan tujuan utama pembedahan. Debrideman setelah operasi dan pemantauan
pasien sangat penting dan perlu dilakukan biopsi ulang pada dareah operasi. Terapi
medis terus diberikan sampai diyakini infeksi telah teratasi dan keadaan status imun
penderita telah stabil. CT scan ulang diperlukan untuk memastikan tidak ada lagi
perkembangan penyakit. Setelah pembedahan, irigasi pada rongga hidung dapat
dilakukan untuk mencegah adanya krusta dan invasi jamur. Amfoterisin B ( 50 mg /
liter air) irigasi ( 20 ml, empat kali sehari ) dapat diberikan melalui selang kateter pada
sinus yang terinfeksi. Debrideman ulang dilakukan, apabila terdapat krusta yang
menetap atau terjadi kekambuhan.7, 8, 10
2.12 KOMPLIKASI
Pada alergic fungal sinusitis dapat terjadi erosi pada struktur yang di dekatnya
jika tidak diterapi. Erosi sering dapat terlihat pada pasien yang mengalami proptosis.
Pada mycetoma fungal sinusitis jika tidak diterapi dapat memperburuk gejala-gejala
sinusitis yang berpotensi untuk terjadi komplikasi ke orbita dan sistem saraf pusat. Pada
Acute Invasive Fungal Sinusitis dapat menginvasi struktur di dekatnya yang
menyebabkan kerusakan jaringan dan nekrosis. Selain itu juga dapat terjadi trombosis
sinus kavernosus dan invasi ke susunan saraf pusat. Pada chronic Invasive Fungal
Sinusitis dan pada Chronic Granulomatous Fungal Sinusitis dapat menginvasi jaringan
sekitarnya sehingga terjadi erosi ke orbita atau susunan saraf pusat. 8,9,10
22
BAB III
PENUTUP
Sinusitis jamur merupakan salah satu penyakit hidung yang sebelumnya jarang
sekali menjadi topik bahasan kalangan pakar medis di bidang telinga, hidung dan
tenggorokan serta kepala leher. Namun semakin hari insiden terjadinya penyakit ini
semakin banyak ditemui dan di keluhkan oleh pasien. Hal ini membuat penyakit ini
menjadi salah satu pokok bahasan menarik di kalangan pakar medis bidang telinga,
hidung dan tenggorokan serta kepala leher. Penelitian-penelitian mengenai penyakit ini
pun semakin banyak dilakukan. Dengan demikian pemahaman kita tentang berbagai hal
mengenai penyakit ini pun terus berkembang seiringnya waktu.
Adanya tingkat kesadaran yang tinggi para dokter dan juga kemajuan teknologi
radiologi yang semakin canggih sekarang ini memberi kemudahan dalam mendiagnosa
penyakit ini.
Dokter harus memiliki perhatian khusus dan kecurigaan yang tinggi untuk
mendiagnosa penyait ini karena kenampakan gejala penyakit ini samar dan tidak begitu
berbeda secara umum dengan penyakit radang mukosa hidung lainnya.
Pendekatan yang menyeluruh dan anamnesa yang terarah serta pemeriksaan fisik
yang dikombinasikan dengan computed tomography serta endoskopi hidung menjadi
andalan dan sangat membantu dalam menegakan diagnosis sinusitis setiap jenis jamur.
Seiring dengan kemajuan dalam bedah sinus endoskopi fungsional, kemampuan
kita untuk mengobati dan memberantas penyakit sinusitis jamur terus meningkat dan
membaik. Berbgai penelitian di masa depan harus mengarah pada kemajuan lebih
lanjut dalam pengobatan dan bedah sinusitis jamur.
23
DAFTAR PUSTAKA
24