Nama Kelompok:
Dwika Hapsari
M.yusril
Yuyun Riska G
Pengalengan adalah salah satu cara pengawetan bahan pangan dengan cara dikemas
secara hermetis dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis yaitu mengemas
bahan pangan dalam suati wadah baik kaleng, alumunium, atau gelas yang
penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus udara, air, kerusakan akibat
oksidasi, maupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2007). PT. Maya Food Industries
Pekalongan merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pangan, yaitu
mengolah ikan dengan cara pengalengan dengan memanfaatkan ikan lemuru untuk
dijadikan sarden saus tomat dalam kaleng.
1.2. Tujuan
Tujuan dalam pelaksanaan kerja praktik di PT. Maya Food Industries adalah untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam pengolahan bahan pangan,
khususnya pengolahan ikan sardin dalam kaleng, serta memperoleh pengalaman bekerja
dalam situasi yang sebenarnya. Sedangkan tujuan penulisan laporan kerja praktik ini
untuk membahas setiap proses pengalengan ikan lemuru saus tomat di PT. Maya Food
Industries
2. SPESIFIKASI PRODUK
PT. Maya Food Industries merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pangan
yang mengolah ikan dan hasil perikanan. Beberapa produk yang diproduksi oleh
perusahaan ini antara lain:
1. Mackerel in tomato sauce atau ikan mackerel saus tomat dalam kaleng.
2. Sardine in tomato sauce atau ikan sarden saus tomat dalam kaleng.
3. Mackerel in chili sauce atau ikan mackerel saus cabai dalam kaleng.
4. Sardine in chili sauce atau ikan sarden saus cabai dalam kaleng.
5. Mackerel in teriyaki sauce atau ikan mackerel saus teriyaki dalam kaleng.
6. Sardine in sweet sour sauce atau ikan sarden saus asam manis dalam kaleng.
7. Sardine in balado sauce atau ikan sarden saus balado dalam kaleng.
8. Sardine in vegetable oil atau ikan sarden dalam minyak nabati yang
dikalengkan.
9. Sardine in brine atau ikan sarden dalam air garam yang dikalengkan.
10. Mackerel in brine atau ikan mackerel dalam air garam yang dikalengkan.
Produk–produk di atas dikemas dalam kemasan primer berupa kaleng dengan jenis
round can dan club can. Terdapat 2 ukuran kaleng round can yang digunakan, yaitu
ukuran 202 untuk produk dengan berat bersih 155 gram dan kaleng ukuran 300 untuk
produk dengan berat bersih 425 gram. Produk yang dikemas dalam round can adalah
jenis produk ikan sarden dan mackerel dengan saus tomat, cabai, asam manis, dan
balado. Sedangkan jenis kaleng club can atau kaleng kotak digunakan untuk produk
sarden dan mackerel dalam air garam maupun minyak nabati dengan berat bersih 125
gram. Biasanya produk dengan kemasan club can dipasarkan keluar negeri. Label yang
tertera pada kemasan antara lain nama produk dan merk, nama dan alamat perusahaan,
berat bersih, tanggal bulan tahun produksi, tanggal buln tagun kadaluarsa, kode
produksi/no. Batch, komposisi, logo halal, nomor MD dari BPOM, dan barcode.
Kemasan primer ini kemudian dikemas dalam kemasan sekunder berupa master carton
yang ditutup dengan lakban transparan. Kaleng dengan ukuran 202 dikemas dalam
master carton dengan isi 50 dan 100 kaleng per karton. Untuk kaleng ukuran 300
dikemas dalam master carton dengan isi 24 kaleng per karton, sedangkan jenis kaleng
club can dikemas dalam master carton dengan isi 50 kaleng per karton.
Selain produk – produk tersebut, PT. Maya Food Industries juga memproduksi hasil
perikanan lainnya seperti bakso ikan, fish stick, dan scallop. Namun, saat ini
produksinya tidak sebanyak ikan sarden dan mackerel. Produk lainnya yaitu rajungan
3. PROSES PRODUKSI
Pencucian Thawing
Kaleng
Pembersihan sisik
Penggunaan penimbangan
Kaleng
Pemasakan awal (Pre Cooking)
Penirisan
Sterilisasi
Pendinginan
Inkubasi
Penyimpanan
Distribusi
Gambar 2. Alur Proses Produksi
4.1. Proses Produksi
4.1.1. Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan dalam industri pengalengan ikan khususnya di PT.
Maya Food Industries adalah ikan dengan jenis lemuru (Sardinella lemuru). Bahan baku
utama ini diperoleh dari pasar lokal maupun import. Ikan yang diperoleh dari pasar
lokal merupakan ikan segar, dikirim dari daerah Banyuwangi, Muncar, dan Bali.
Sedangkan ikan yang diimport merupakan ikan beku, ikan tersebut dikirim dari India,
China, dan Pakistan. Setiap blok ikan dikemas dalam karton dengan berat 10-20 kg per
karton. Dalam 1 container dapat memuat 26-28 ton ikan. Saat ini ikan yang banyak
digunakan di PT. Maya Food Industries adalah ikan import karena kualitasnya lebih
bagus dan harganya yang lebih murah. Namun kualitas ikan dari setiap negara berbeda-
beda. Ikan yang diimport dikirim menggunakan container yang dilengkapi dengan
pendingin (-18oC), sehingga ikan tetap beku. Pada saat bongkar muat ikan dari
container, tim quality control akan mengambil beberapa ikan yang digunakan sebagai
sample pengujian untuk diuji kualitasnya.
4.1.3. Thawing
Sebelum digunakan, ikan perlu dithawing untuk mencairkan es pada ikan sehingga ikan
dapat digunakan untuk proses selanjutnya. Terdapat 2 jenis proses thawing yang
digunakan, yaitu thawing udara dan thawing air. Thawing udara dilakukan selama 1
malam dalam suhu ruang. Sedangkan thawing air dilakukan untuk mempercepat proses
pencairan es pada ikan selama 2-3 jam. Suhu air yang digunakan yaitu 25-28oC dan
mengandung klorin dengan konsentrasi 0,2 ppm. Proses thawing dengan air dilakukan
dengan cara membiarkan ikan tersiram oleh air dari pipa yang terdapat di atas meja.
Suhu maksimal pada ikan yang telah di thawing adalah 4oC. Di PT. Maya Food
Industries terdapat Standar Operating Procedure (SOP) untuk thawing udara, yaitu
sebagai berikut:
1. Kondisi peralatan dalam keadaan bersih.
2. Siapkan ikan yang akan dithawing dan susun di atas keranjang dan diletakkan di
atas pallet di ruang ante room (maksimal 1 ton ikan/pallet).
3. Ikan dithawing dengan menggunakan media udara selama 8-12 jam sebelum
digunakan untuk produksi.
4. Ikan yang selesai dithawing dipindahkan dari ante room ke ruang potong ikan
diletakkan dalam keranjang di atas pallet.
5. Suhu ikan pada saat akhir pelelehan maksimal 4oC.
6. Jumlah ikan yang dithawing dicatat dalam formulir nota timbang.
7. Sebagian ikan yang selesai dithawing didistribusikan ke meja-meja potong
sesuai kebutuhan.
Gambar 1. Thawing menggunakan air
Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015
3. Ikan diambil satu per satu kemudian diletakkan di atas talenan dengan posisi di
sebelah kanan dan punggung di atas.
4. Ikan dipotong miring dan tepat di belakang kepala ke arah kiri bagian perut,
kemudian pisau digerakkan ke arah kanan sampai isi perut ikut terbawa keluar,
setelah itu ekor dipotong. Standar ukuran potongan ikan berdasarkan ukuran
kaleng yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Standar potongan ikan berdasarkan ukuran kaleng
Penimbangan akan dilakukan dengan mengambil beberapa kaleng berisi ikan dalam 1
pan secara acak oleh tim quality control. Jika berat tidak sesuai maka akan disesuaikan
dengan cara mengurangi atau menambah jumlah ikan dalam kaleng hingga beratnya
sesuai dengan standar yang ditetapkan. Selain mengecek berat kaleng, tim quality
control juga mengecek kebersihan ikan dalam kaleng. Berikut adalah Standar
Operating Procedure (SOP) untuk penimbangan ikan secara sampling:
1. Ambil beberapa kaleng dalam 1 pan secara acak.
2. Timbang kaleng tersebut, kemudian cek kesesuaian hasil timbangan dengan
standar berat pengisian.
3. Bila hasil pengecekan timbangan sesuai, maka dinyatakan lolos untuk proses
berikutnya.
4. Bila timbangan lebih dari standar, maka kelompok yang bersangkutan harus
memperbaiki pengisian (potongan diganti dengan ukuran yang lebih kecil).
5. Bila timbangan kurang dari standar, maka kelompok yang bersangkutan harus
memperbaiki pengisian (potongan diganti dengan ukuran yang lebih besar).
4.1.14. Sterilisasi
Setelah kaleng dicuci bersih, tahap selanjutnya adalah sterilisasi menggunakan retort.
Kaleng yang ditampung dalam keranjang besi diangkut kemudian dimasukkan ke dalam
retort untuk proses sterilisasi. Tujuan proses sterilisasi adalah untuk mematikan
mikroorganisme, menginaktivasi enzim, dan menghindari kerusakan produk selama
penyimpanan. Hal yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah suhu dan waktu
sterilisasi. Di PT. Maya Food Industries terdapat 8 buah retort dengan kapasitas yang
berbeda. Dari 8 buah retort tersebut, terdiri dari 5 rertort manual dan 3 retort otomatis.
Pada retort otomatis, klep akan otomatis membuka ataupun menutup pada saat tekanan
uap naik maupun turun, sehingga kestabilan uap dapat terjaga. Sedangkan retort
manual, tekanan uap harus selalu dipantau dengan membuka kran uap saat tekanan uap
meningkat dan sebaliknya. Dari 8 buah retort tersebut, terdiri dari 4 retort dengan
kapasitas 3 keranjang dan 4 retort dengan kapasitas 2 keranjang. Proses sterilisasi
dikatakan berhasil jika mampu mencapai tujuan tanpa merusak produk karena
pemanasan selama proses sterilisasi.
Gambar 10. Retort
Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015
Tahap awal yang harus dilakukan setelah memasukkan keranjang ke dalam retort
adalah membuka kran venting selama 10 menit. Venting merupakan proses
menghilangkan udara dalam retort dan mengganti udara tersebut dengan uap panas.
Kran venting ditutup ketika suhu di dalam retort minimal 105oC. Setelah itu proses
sterilisasi dimulai. Lamanya proses sterilisasi untuk produk dengan ukuran kaleng 300
yaitu selama 90 menit dengan suhu 117oC dan produk dengan ukuran kaleng 202 yaitu
selama 80 menit dengan suhu 117oC. Jika proses sterilisasi sudah selesai, kran uap
ditutup. Berikut adalah Standar Operating Procedure (SOP) untuk retort manual:
1. Masukkan keranjang kosong ke dalam bak penampung yang berisi air.
2. Kaleng dari mesin pencuci ditampung dalam keranjang sampai penuh.
3. Keranjang berisi penuh dengan kaleng diangkat dengan katrol dan diletakkan di
atas lory.
4. Beri identitas (retort tag/label) disetiap keranjang tersebut.
5. Masukkan keranjang ke dalam mesin retort.
6. Tutup mesin retort.
7. Siapkan kertas recording.
8. Buka kran uap untuk venting sapai suhu 105oC selama minimal 10 menit.
9. Tutup kran venting dan kran pembuangan uap.
10. Naikkan suhu sesuai yang ditetapkan.
11. Pertahankan kondisi suhu dengan mengatur kran selama waktu yang ditentukan.
12. Setelah proses sterilisasi selesai, lakukan proses pendinginan dalam retort
dengan menutup kran uap dan kran bleeder.
13. Buka kran air (inlet) bersamaan dengan kran compresor angin sesuai dengan
tekanan semula.
14. Atur tekanan dengan membuka dan menutup kran compresor angin.
15. Setelah suhu air dalam retort turun menjadi 50oC, air dibuang dengan membuka
kran air (outlet).
16. Buka bleeder, kran venting, dan tutup kran inlet air.
17. Buka pintu retort.
18. Tarik keranjang keluar dari retort dengan kuat.
19. Pindahkan keranjang dengan katrol ke dalam bak pendingin.
Setelah proses pencetakan kode selesai, tahap selanjutnya adalah pengemasan kaleng
dalam kemasan primer berupa master carton. Proses pengemasan dilakukan secara
manual oleh pekerja. Kecacatan pada kaleng yang umumnya terjadi di PT. Maya Food
Industries adalah kaleng lecet, adanya kepenyokan pada kaleng, karat pada kaleng,
bocor, selip, dan kaleng kembung. Untuk kaleng yang lecet dan penyok akan dilakukan
repacking atau pengemasan ulang dengan mengganti kemasan kaleng menggunakan
kaleng yang baru. Sedangkan untuk kecacatan pada kaleng lainnya, produk tersebut
termasuk dalam produk reject. Berikut adalah Standar Operating Procedure (SOP)
untuk pengemasan produk jadi:
1. Angkat keranjang yang berisi kaleng dengan katrol.
2. Letakkan di atas meja kemudian buka kunci penutup keranjang (bagian bawah
keranjang).
3. Angkat keranjang dengan katrol secara perlahan sampai kaleng keluar dari
keranjang.
4. Atur kaleng di atas conveyor dengan posisi tutup yng akan di print berada di
atas.
5. Bersihakan bagian atas kaleng (tutup kaleng) dengan kain lap.
6. Setting mesin print sesuai instruksi kerja mesin print.
7. Tekan tombol ON untuk menjalankan conveyor.
8. Setelah kaleng diberi “print code”, masukkan kaleng ke dalam karton sesuai
spesifikasi produk.
9. Jika terdapat produk yang tidak sesuai standar kualitas (misal: penyok), produk
dipisahkan ke dalam keranjang kuning.
10. Setelah karton terisi penuh, karton dilakban menggunakan mesin lakban dan
diberi kode: tanggal produksi, batch retort, jenis ikan, dan asal kaleng.
11. Untuk produk tertentu yang memerlukan ikatan tambahan diberi strapping band
sesuai instruksi kerja mesin pengikat.
Saat ikan diterima, tim quality control akan melakukan pengecekan kualitas terhadap
ikan segar maupun ikan beku. Pengujian yang dilakukan antara lain uji organoleptik,
kimia dan mikroba, pengujian juga dilakukan oleh Balai Karantina Ikan Semarang.
Hasil dari pengujian oleh Balai Krantina Ikan juga digunakan sebagai validasi dari
pengujian yang dilakukan oleh PT. Maya Food Industries. Standar mutu ikan beku yang
digunakan perusaan ini mengacu pada SNI 4110-2014 tentang ikan beku. Bahan baku
utama ini merupakan titik kendali kritis (Critical Control Point atau CCP) pertama dari
serangkaian proses produksi pengalengan ikan di perusahaan ini. Menurut Koswara
(2009), titik kendali kritis merupakan tahap atau prosedur yang dapat dikendalikan dan
bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan, atau dikurangi hingga batas yang
dapat diterima sehingga resiko dapat diminimalkan. Apabila tahap ini tidak
dikendalikan, maka dapat menimbulkan bahaya keamanan pangan. Oleh karena itu,
pengawasan mutu terhadap bahan baku utama sangat diperhatikan.
Menurut Afrianto & Liviawaty (1989), tujuan pembekuan pada ikan adalah untuk
mempertahankan sifat alami ikan dengan menghambat aktivitas enzim maupun bakteri.
Proses pembekuan dapat menghambat atau mematikan sebagian besar bakteri karena
proses pembekuan mengubah cairan pada tubuh ikan menjadi kristal es sehingga
kehidupan bakteri terganggu dan kesulitan dalam menyerap makanan. Selain itu, proses
pembekuan dapat membekukan cairan dalam sel bakteri, sehingga volume cairan sel
bakteri membesar dan menyebabkan dinding sel bakteri pecah, akibatnya bakteri mati.
Pembekuan juga mencegah terjadinya proses oksidasi lemak oleh oksigen karena tubuh
ikan yang tertutup oleh es. Larousse & Brown (1997) menambahkan bahwa ikan beku
dengan suhu pusat -18oC dapat mempertahankan kualitas selama transportasi dan
penyimpanan. Ikan beku yang tidak langsung digunakan untuk proses produksi, dapat
disimpan pada suhu -18oC atau lebih rendah untuk memastikan penghambatan yang
lengkap terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim. Dehidrasi pada
permukaan dapat memfasilitasi terjadinya oksidasi dan denaturasi pada jaringan. Hal ini
sesuai dengan yang dilakukan di PT. Maya Food Industries, di mana ikan beku yang
disimpan dalam cold storage disimpan pada suhu maksimal -18oC.
Bahan baku pendukung dalam pembuatan saus tomat antara lain pasta tomat, pati
modifikasi, garam, dan air. Setiap bahan yang diterima akan diuji kualitasnya oleh tim
quality control. Pasta tomat dari negara China dikemas menggunakan drum dengan
berat 230 kg/drum dan disimpan pada suhu ruang. Pengujian yang dilakukan meliputi
uji organoleptik dan kimia. Standar mutu pasta tomat yang digunakan PT. Maya Food
Industries mengacu pada SNI 01-3546-2004 tentang saus tomat. Bahan selanjutnya
yaitu garam. Garam diperoleh dari perusahaan yag terletak di kota Cirebon.
Pengirimannya menggunakan truk dan garam dikemas di dalam kantung sak dengan
berat 50 kg/sak. Garam disimpan di dalam gudang raw material khusus garam dengan
suhu ruang. Penanganan garam di dalam gudang menerapkan sistem FEFO (First
Expire First Out), di mana garam yang paling mendekati tanggal kadaluarsa yang akan
digunakan terlebih dahulu. Saat garam diterima langsung dilakukan pengujian oleh tim
quality control, parameter yang diuji yaitu organoleptik dan kadar air. Standar mutu
garam di perusahaan ini mengacu pada SNI 01-4435-2000.
Pati modifikasi dikirim dari Thailand dengan kemasan kantung sak seperti kemasan
pada garam. Berat pati per sak yaitu 20 kg. Penyimpanan pati dilakukan di gudang raw
material khusus pati modifikasi dengan suhu ruang. Saat bahan diterima, tim quality
control akan melakukan pengujian mutu pada bahan tersebut. Pengujian yang dilakukan
antara lain organoleptik, whiteness, dan kadar air. Standar mutu pati di perusahaan ini
mengacu pada SNI 3451-2011 tentang tapioka. Sedangkan untuk air, berasal dari sumur
artetis. Sebelum digunakan untuk proses produksi, air dari sumur artetis dilakukan
treatment untuk diperoleh air yang sesuai dengan standar. Di PT. Maya Food Industries
menerapkan water treatment system, yaitu unit terpadu yang betujuan untuk
mendapatkan air yang bersih, bebas kotoran, dan rendah kandungan ion-ion penyebab
hardness dan kesadahan. Standar air yang digunakan pada perusahaan ini mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang air minum.
Bahan pengemas yang digunakan terdiri dari kemasan primer dan sekunder. Kemasan
primer yang digunakan adalah kaleng dengan bahan tinplate. Sedangkan kemasan
primer berupa master carton. Sama halnya dengan bahan baku lain, bahan pengemas
dicek kualitasnya terlebih dahulu sebelum digunakan. Pengecekan oleh tim quality
control meliputi pengecekan fisik/desain berupa tulisan, gambar, dan warna kaleng serta
pengecekan ukuran dimensi kaleng. Sedangkan pengecekan kualitas master carton
meliputi kualitas fisik/desain yang berupa tulisan, gambar, dan warna serta ukuran.
Sama halnya dengan kaleng, barang yang tidak sesuai dengan standar kualitas yang
ditetapkan akan dikembalikan ke supplier. Keuntungan penggunaan kaleng sebagai
wadah pengemas bahan pangan antara lain kaleng dapat menjaga bahan pangan yang
ada di dalamnya. Kaleng yang tertutup secara hermetis dapat terhindar dari kontaminasi
mikroba, serangga, maupun bahan asing lainnya yang memungkinkan terjadinya
kebusukan maupun ketidaksesuaian penampakan dan cita rasa. Selain itu, penggunaan
kaleng dapat mencegah penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau, dan partikel radioaktif
yang terdapat di atmosfer pada bahan pangan (Astawan, 2005).
5.3. Thawing
Sebelum digunakan untuk produksi, ikan beku di thawing terlebih dahulu untuk
mencairkan es pada tubuh ikan dan melunakkan tekstur ikan agar lebih mudah untuk
diproses. Di PT. Maya Food Industries, proses thawing dilakukan dengan menggunakan
udara dan air. Thawing yang sering dilakukan adalah menggunakan air karena waktunya
yang lebih cepat. Suhu ikan setelah proses thawing yang diharapkan adalah maksimal
4oC. Menurut Larousse & Brown (1997), proses thawing memerlukan masuknya panas
ke dalam produk, biasanya dengan paparan eksternal media pemanas, air, atau udara.
Thawing dengan udara paling baik dilakukan di ruangan dingin dengan suhu 0-4oC
untuk meminimalkan pertumbuhan mikroba pada permukaan dan percepatan aktivitas
enzim. Namun, cara ini lambat dan membutuhkan tempat yang luas. Proses thawing
dapat dipercepat dengan hembusan udara panas, tunnel atau menggunakan teknik lain.
Proses thawing cepat harus dikendalikan dan diawasi untuk memastikan bahwa
pertumbuhan bakteri dan aktivitas enzim tetap minimal karena dapat mempengaruhi
kualitas produk. Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mencegah efek buruk
seperti kehilangan cairan jaringan, perubahan tekstur, dan peningkatan jumlah mikroba.
Timbulnya efek buruk ini disebabkan oleh mikroorganisme yang mengkontaminasi kulit
ikan, selaput lendir, insang, dan saluran pencernaan.
Tahapan yang dilakukan PT. Maya Food Industries dengan menetapkan suhu akhir
setelah thawing maksimal 4oC sudah tepat. Dengan suhu yang tepat, kesegaran ikan
dapat terjaga. Selain itu, kualitas ikan juga dapat dipertahankan karena terhambatnya
pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim. Untuk mempertahankan suhu setelah proses
thawing agar tetap 4oC, perusahaan ini mengatasinya dengan penambahan es pada bak
air. Sesekali pekerja menyiramkan air dingin dari bak ke tumpukan ikan.
5.4. Sortasi dan Penyiangan
Setelah es pada ikan mencair dan tekstur ikan menjadi lunak, dilakukan sortasi dan
penyiangan untuk menghilangkan bagian kepala, ekor, dan isi perut. Proses penyiangan
dilakukan bersamaan dengan proses sortasi ikan. Sortasi dilakukan untuk memisahkan
ikan yang tidak sesuai dengan spesifikasi produk, ikan yang berbeda jenisnya, dan ikan
yang tidak utuh. Proses sortasi bertujuan untuk mendapatkan ikan yang sesuai dengan
spesifikasi produk sehingga dihasilkan produk yang diinginkan dengan kualitas yang
baik. Pada tahap ini dihasilkan limbah berupa kepala, ekor, isi perut, dan ikan reject.
Limbah akan diolah menjadi produk sampingan berupa tepung ikan. Tepung ikan yang
dihasilkan dijual untuk pakan ternak.
Pada saat proses sortasi dan penyiangan, suhu ikan harus tetap dijaga untuk
menghindari pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, pekerja
sesekali menyiramkan tumpukan ikan dengan air es dari dalam bak yang ada di setiap
meja. Berdasarkan SNI 2712:2013 tentang ikan dalam kemasan hasil sterilisasi, saat
proses penyiangan harus dilakukan penyiraman dengan air dingin mengalir. Namun, di
PT. Maya Food Industries belum menggunakan air dingin yang mengalir, oleh karena
itu dilakukan penambahan es dalam bak air pada setiap meja. Hingga tahap ini, suhu
ikan yang diharapkan adalah tidak lebih dari 4oC.
5.5. Pembersihan Sisik
Setelah proses penyiangan, dilakukan pembersihan sisik pada tubuh ikan. Sama halnya
dengan proses penyiangan, proses pembersihan sisik bertujuan untuk menghilangkan
bagian yang tidak digunakan. Selain itu, pembersihan sisik juga merupakan usaha untuk
mengurangi kontaminasi mikrooganisme pembusuk dan perusak yang mungkin
menempel pada sisik ikan. Proses pembersihan sisik dilakukan secara otomatis
menggunakan mesin rotary drum washer. Mesin ini terbuat dari bahan stainless steel
dan bagian badannya terbuat dari kawat yang berlubang-lubang. Prinsip mesin ini
adalah gaya sentrifugal, yaitu dengan perputaran 360o. Gesekan antara ikan dengan
kawat berlubang tersebut menyebabkan sisik ikan terlepas dengan sendirinya dan
dibantu dengan air yang terdapat pada bagian bawah kawat. Ikan sarden memiliki sifat
khusus, yaitu bagian sisiknya yang mudah lepas atau lunak (Moeljanto, 1992). Oleh
karena itu, proses pembersihan sisik ini bertujuan untuk mengurangi sisik agar sisik
ikan tidak banyak terlepas dan tercampur dengan saus saat sudah dikalengkan. Setiap 2
ton ikan selesai dibersihkan, operator akan melakukan pengecekan secara visual
kebersihan sisik ikan dan melakukan penggantian air.
Kaleng yang sudah diisi ikan akan disusun dalam pan dan dilakukan penimbangan.
Proses penimbangan dilakukan secara manual oleh pekerja yang bertugas sebagai tim
quality control. Setiap pan akan diambil beberapa kaleng untuk ditimbang, jika beratnya
banyak yang tidak sesuai dengan spesifikasi produk, tim quality control akan
memanggil kelompok yang mengisi pan tersebut untuk menyesuaikan beratnya. Di
sinilah pentingnya memperhatikan jumlah ikan dan ukuran ikan yang dimasukkan ke
dalam kaleng pada saat proses pengisian. Jika banyak berat kaleng yang tidak sesuai,
maka akan menyita waktu untuk mengisi ulang kaleng tersebut. Menurut Adawyah
(2007), ketepatan berat kaleng merupakan faktor ekonomis, karena dapat mengurangi
produk yang mungkin terbawa jika beratnya melebihi spesifikasi.
.
5.9. Pemasakan Awal
Tahap selanjutnya adalah pemasakan awal atau pre cooking yang bertujuan untuk
mendapatkan daging ikan dengan tekstur dan suhu yang diinginkan. Di PT. Maya Food
Industries, proses pemasakan awal dilakukan menggunakan exhaust box dengan panas
yang berasal dari uap panas yang dihasilkan oleh boiler. Uap panas dari exhaust box
bersuhu 90oC dan pemasakan dilakukan selama 20 menit. Dari hasil pemasakan awal
tersebut, diharapkan suhu pusat ikan adalah minimal 70oC. Menurut Moeljanto (1992),
exhausting adalah proses penghampaan udara dan gas dari dalam kaleng yang telah
terisi ikan, sehingga tekanan dalam kaleng menjadi turun. Adawyah (2007)
menambahkan bahwa sebagian besar oksigen dan gas harus dihilangkan dari bahan
dalam kaleng sebelum penutupan kaleng. Keberadaan oksigen di dalam kaleng tidak
diharapakan, karena oksigen dapat bereaksi dengan bahan dan kaleng bagian dalam
yang dapat mempengaruhi nilai gizi, mutu, dan umur simpan produk. Exhausting
berguna untuk memberi ruang dalam pengembangan produk selama proses sterilisasi,
sehingga kerusakan wadah dapat dihindari. Kegunaan lainnya yaitu untuk menaikkan
suhu produk hingga dicapai suhu awal (initial temperature) yang dapat mempercepat
proses sterilisasi.
Setelah 20 menit berlangsungnya pemasakan awal, suhu yang diharapkan adalah 65-
70oC. Pada tahap ini terdapat kendala yang dihadapi oleh PT. Maya Food Industries,
yaitu ketika uap panas dari boiler tidak stabil, sehingga tekanan uap untuk exhausting
tidak tercapai. Jika terjadi kendala tersebut, maka supervisor bagian exhausting akan
menghubungi pihak boiler untuk mengatur tekanan uap atau proses exhausting
ditambah waktunya. Tekanan uap yang dibutuhkan untuk proses exhausting adalah 4
kg/cm2.
5.10. Penirisan
Setelah proses pemasakan awal, minyak dan air dalam ikan akan keluar. Air dan minyak
tersebut perlu dibuang untuk menghindari terjadinya pengenceran media dan dapat
mempengaruhi cita rasa produk. Berdasarkan SNI 2712:2013 tentang ikan dalam
kemasan hasil sterilisasi, setelah proses pemasakan pendahuluan, ikan segera
didinginkan dan ditiriskan dengan cepat, cermat, dan saniter untuk mengurangi
kandungan air dan minyak. Namun di PT. Maya Food Industries tidak dilakukan proses
pendinginan karena setelah penirisan langsung dilakukan pengisian media dan
penutupan kaleng. Suhu di dalam kaleng yang diharapkan adalah suhu yang cukup
tinggi (minimal 70oC) untuk diperoleh kondisi vakum di dalam kaleng, sehingga tahap
pendinginan memang tidak perlu dilakukan di perusahaan ini.
Selain untuk menghampakan udara dalam kaleng, penambahan saus berfungsi untuk
memperpendek waktu proses sterilisasi karena kaleng masih dalam keadaan panas.
Tidak hanya itu, penambahan saus terutama saus tomat dapat menurunkan pH. Dengan
adanya saus yang ditambahkan di dalam kaleng, maka tidak ada lagi rongga udara di
antara potongan ikan, sehingga kemungkinan berkaratnya kaleng bagian dalam juga
akan berkurang. Tahap pengisian media yang dilakukan PT. Maya Food Industries
sudah sesuai dengan SNI 2712:2013 tentang ikan dalam kemasan kaleng hasil
sterilisasi, di mana media yang telah disiapkan sesuai spesifikasi produk dimasukkan
dalam keadaan panas dalam kemasan secara cepat, cermat, dan saniter untuk
menghindari potensi bahaya dan potensi cacat mutu yang mungkin terjadi.
Penutupan kaleng dilakukan secara double seam, yaitu menggabungkan badan kaleng
dan tutup kaleng, sehingga menjadi dua lipatan antara badan dan tutup kaleng. Menurut
Adawyah (2007), prinsip kerja mesin seamer dengan double seam yaitu menjalankan 2
operasi dasar. Operasi pertama untuk menggulung ujung pinggir dan badan kaleng.
Sedangkan operasi kedua untuk meratakan gulungan pada operasi sebelumnya. Hasil
lipatan pada double seam dapat dilihat pada gambar 19. Penutupan kaleng yang baik
dapat mencegah terjadinya kebocoran pada kaleng. Ketika proses penutupan kaleng
berlangsung sempurna akan membentuk barrier terhadap gas, cairan, dan
mikroorganisme.
Gambar 16. Proses lipatan double seam
Sumber: Food Canning Technology, 1997
5.14. Sterilisasi
Kaleng yang sudah dikumpulkan di dalam keranjang besi diangkat dari bak, kemudian
dimasukkan ke dalam retort untuk proses sterilisasi. Tujuan proses sterilisasi adalah
untuk mematikan semua mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan dan
kebusukan pada produk. Dengan matinya semua mikroorganisme tersebut, produk akan
memiliki umur simpan yang panjang. Selain mematikan mikroorganisme, proses ini
juga bertujuan untuk melunakkan tulang dan daging ikan. Tahap ini merupakan titik
kendali kritis ke-3 karena jika suhu, waktu, dan tekanan sterilisasi tidak sesuai dapat
menimbulkan potensi bahaya tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum. Menurut
Adawyah (2007), terdapat 2 jenis sterilisasi yaitu:
a. Sterilisasi biologis, menyebabkan matinya seluruh mikroorganisme pada bahan
pangan yang dipanaskan.
b. Sterilisasi komersial, tidak menyebabkan seluruh mikroorganisme mati, namun
hanya mematikan bakteri patogen dan pembentuk racun yang pada kondisi
normal tidak akan merusak bahan pangan tersebut.
Dalam industri pengalengan biasanya menerapkan proses sterilisasi komersial.
Meskipun tidak semua mikroorganisme dapat mati, tetapi produk sudah dikatakan aman
dan terbebas dari mikroorganisme perusak yang juga dapat membahayakan kesehatan,
serta produk dapat terjaga kualitasnya karena didukung oleh kondisi kaleng yang
hermetis, vakum, dan bahan pangan yang memiliki pH rendah. Panas yang digunakan
harus cukup untuk menonaktifkan enzim dan mikroorganisme perusak. Proses sterilisasi
makanan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin makanan tersebut
terbebas dari Clostridium botulinum.
Suhu dan waktu sterilisasi harus benar-benar diperhatikan dan harus sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Suhu dan waktu yang digunakan harus mampu mematikan
mikroorganisme patogen dan pembusuk. Namun, suhu yang terlalu tinggi juga tidak
baik karena dapat menyebabkan produk menjadi terlalu masak. Muchtadi (1994) dalam
Utami (2012) menjelaskan bahwa sterilisasi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu jenis
mikroba yang akan dihancurkan, kecepatan perambatan panas ke dalam titik dingin,
suhu awal bahan pangan dalam wadah, ukuran dan jenis wadah yang digunakan, suhu
dan tekanan yang digunakan dalam proses sterilisasi, dan keasaman produk dalam
wadah. Produk dengan pH < 4,5 disterilisasi dengan suhu 100oC, sedangkan produk
dengan pH > 4,5 disterilisasi dengan suhu lebih tinggi dari 100oC.
Tahap sterilisasi yang dilakukan PT. Maya Food Industries sudah sesuai dengan SNI
2712:2013 tentang ikan dalam kemasan kaleng hasil sterilisasi. Di mana ikan dalam
kaleng disterilisasi menggunakan retort pada suhu, waktu, dan tekanan sterilisasi
tergantung jenis, ukuran, dan bentuk kaleng sampai tercapai suhu sterilisasi komersil.
Pada tahap ini terdapat potensi bahaya pertumbuhan bakteri atau rancidity karena suhu
dan waktu sterilisasi yang tidak sesuai spesifikasi (undercook). Pada tahap ini pula
terdapat pontesi cacat mutu, yaitu mutu produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan
spesifikasi karena suhu dan waktu tidak sesuai spesifikasi (overcooked).
5.15. Pendinginan
Proses pendinginan dilakukan setelah proses sterilisasi yang berlangsung di dalam retort
dan dalam bak pendingin. Suhu yang diharapkan setelah proses pendinginan ini adalah
40-50oC. Tujuan pendinginan adalah untuk mendinginkan kaleng sehingga lipatan
kaleng rapat hermetis. Pada tahap ini petugas akan melakukan pengecekan terhadap
kadar klorin dalam air yang digunakan dalam bak pendingin 3 kali sehari. Potensi
bahaya pada tahap ini adalah residu klorin yang dapat menempel pada kaleng yang
disebabkan dari air klorinasi.
Menurut Adawyah (2007), setelah proses sterilisasi, wadah harus segera didinginkan
untuk memperoleh keseragaman waktu dan suhu dalam proses dan untuk
mempertahankan mutu produk akhir. Jika wadah tidak langsung didinginkan dapat
menyebabkan produk terlalu masak, sehingga dapat merusak tekstur dan cita rasa
produk akhir. Selain itu, spora bakteri tahan panas dapat tumbuh pada suhu antara suhu
ruang dengan suhu proses. Dengan adanya pendinginan dapat memberikan shock
teraphy pada bakteri yang masih hidup, sehingga bakteri akan mati.
Tahap pendinginan yang dilakukan PT. Maya Food Industries sudah cukup sesuai
dengan SNI 2712:2013 tentang ikan dalam kemasan kaleng hasil sterilisasi. Proses
pendinginan dapat dilakukan di dalam retort maupun di luar retort. Setelah proses
sterilisasi, kaleng didinginkan hingga suhu kaleng mencapai 45oC atau lebih rendah
dengan penambahan es agar tidak terbentuk bercak air pada kaleng dan karat. Namun di
PT. Maya Food Industries, proses pendinginan kaleng belum menggunakan es atau air
dingin. Semua kaleng digosok dengan kain untuk membersihkan kotoran dan sisa air.
Kaleng kemudian disusun pada pallet yang diberi kode, sesuai kode kaleng, nama
produk, tanggal produksi, nomor produksi, dan waktu inkubasi. Di PT. Maya Food
Industries, kaleng yang telah didinginkan kemudian didiamkan beberapa saat hingga
kaleng mengering dengan sendirinya, kemudian baru dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
5.16. Printing dan Pengemasan
Setelah proses pendinginan, keranjang berisi kaleng dikeluarkan dari bak pendingin.
Kemudian didiamkan sebentar untuk mengeringkan kaleng. Setelah itu dilakukan
printing (batch dan expire date) untuk memberi identitas pada produk. Jika hasilnya
kurang sesuai, maka hasil cetakan dihapus dan dilakukan proses pencetakan ulang.
Selama proses pencetakan, tim quality control juga melakukan pengecekan terhadap
kaleng yang tidak sesuai standar, misalnya kaleng yang penyok, berkarat, dan kembung
akan dipisahkan. Selanjutnya kaleng dikemas dalam kemasan sekunder berupa master
carton agar produk terhindar dari kotoran atau kontaminasi dari luar dan memudahkan
distribusi. Menurut Adawyah (2007), pemberian label bertujuan untuk memudahkan
mengetahui bahan apa saja yang digunakan dan kapan produk tersebut diproduksi,
sehingga dapat diketahui kapan produk tersebut kadaluarsa.
5.17. Inkubasi
Selanjutnya produk diinkubasi untuk mengetahui ada atau tidaknya pertumbuhan
bakteri patogen anaerob karena pertumbuhan spora bakteri dan rekontaminasi pada
produk yang disebabkan oleh kerusakan atau kebocoran kaleng. Proses inkubasi
dilakukan selama 7 hari dalam suhu ruang. Kaleng yang rusak adalah kaleng bocor atau
kembung, kemudian kaleng-kaleng rusak ini akan direject. Proses inkubasi ini sesuai
dengan SNI 2712:2013 tentang ikan dalam kemasan kaleng hasil sterilisasi, bahwa
dalam proses inkubasi, kaleng disimpan selama 5-12 hari pada suhu ruang, sesuai
dengan ukuran kaleng, dalam posisi terbalik, dan ditempatkan pada tempat yang bebas
kontaminan.
6.1. Kesimpulan
Setiap tahapan dalam proses pengalengan ikan di PT. Maya Food Industries
mengacu pada standar yang berlaku di Indonesia seperti SNI dan Peraturan Menteri
Kesehatan RI.
Proses produksi diawali dengan tahap penerimaan bahan baku utama dan bahan
baku pendukung.
Bahan baku utama adalah ikan jenis lemuru, sedangkan bahan baku pendukung
antara lain bahan pembuatan saus tomat dan bahan pengemas (kaleng dan master
carton).
Penyimpanan ikan dalam kondisi beku dapat mempertahankan sifat alami ikan
dengan menghambat aktivitas enzim maupun bakteri.
Penyimpanan ikan yang tepat tidak melebihi -18oC.
Proses thawing paling efektif di PT. Maya Food Industries adalah dengan metode
thawing air dan suhu akhir tidak lebih dari 4oC.
Penyiangan dilakukan sebagai upaya mengurangi kontaminasi produk dari bagian-
bagian yang tidak digunakan seperti kepala, ekor, sisik, dan isi perut.
Pencucian ikan yang baik adalah dengan menggunakan air dingin yang mengalir
untuk mempertahankan suhu ikan dan menghindari akumulasi kontaminasi pada
ikan.
Proses pengisian ikan dalam kaleng perlu memperhatikan jumlah ikan dalam kaleng
dan berat kaleng setelah diisi ikan agar sesuai dengan spesifikasi produk.
Pemasakan awal dilakukan dalam exhaust box bertujuan untuk menurunkan tekanan
dalam kaleng dengan suhu pusat ikan minimal 70oC.
Proses penirisan dilakukan untuk mengeluarkan air dan minyak yang dihasilkan dari
proses sebelumnya agar saus yang ditambahkan tidak menjadi encer dan berubah
citarasanya.
Saus yang ditambahkan ke dalam kaleng harus memiliki suhu minimal 70oC agar
diperoleh kondisi vakum dalam kaleng setelah penutupan kaleng.
Pentupan kaleng dilakukan secara double seam, yaitu menggabungkan badan kaleng
dan tutup kaleng, sehingga menjadi dua lipatan antara badan dan tutup kaleng
Proses sterilisasi yang dilakukan perusahaan ini termasuk sterilisasi komersil, yaitu
tidak menyebabkan seluruh mikroorganisme mati, namun hanya mematikan bakteri
patogen dan pembentuk racun yang pada kondisi normal tidak akan merusak bahan
pangan tersebut
Setiap tahapan proses dilakukan dengan cepat, cermat, dan saniter untuk
menghindari potensi bahaya berupa kontaminasi bakteri patogen dan pembusuk.
Terdapat 3 Critical Control Point (CCP) atau Titik Kendali Kritis dari serangkaian
tahapan proses pengalengan ikan di PT. Maya Food Industries, yaitu tahap
penerimaan bahan baku, proses seaming, dan proses sterilisasi.
7. DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Astawan, M. 2005. Teknologi Pengolahan Pangan : Ikan Kalengan Tetap Kaya Gizi.
http://web.ipb.ac.id. diakses 17 Mei 2015.
Larousse, Jean and Brown, Bruce E. 1997. Food Canning Technology. Wiley-VCH, Inc.
United States of America.
Standar Nasional Indonesia. 2000. SNI 01-4435-2000. Garam Bahan Baku Untuk
Garam Konsumsi Beryodium. Badan Standarisadi Nasional. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia. 2004. SNI 01-3546-2004. Saus Tomat. Badan Standarisadi
Nasional. Jakarta. 10 hal.
Standar Nasional Indonesia. 2013. SNI 2712-2013. Ikan Dalam Kemasan Kaleng Hasil
Sterilisasi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia. 2014. SNI 4110-2014. Ikan Beku. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
Utami, R. 2012. Karakteristik Pemanasan pada Proses Pengalengan Gel Cincau Hitam
(Mesona palustris). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.