Anda di halaman 1dari 47

Makalah

Proses Produksi Pengalengan Ikan Sarden


(sardinella sp) dalam Saus Tomat
di PT Maya Food Industries
Pekalongan

Nama Kelompok:
Dwika Hapsari
M.yusril
Yuyun Riska G

POLITEKNIK NEGERI MALANG


1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ikan merupakan komoditi perairan yang paling banyak dimanfaatkan oleh manusia.
Selain karena jumlahnya yang melimpah, ikan juga merupakan salah satu sumber
protein hewani yang mudah ditemui. Kandungan protein dalam ikan sekitar 15-24%
tergantung dari jenis ikan. Selain itu, ikan memiliki daya cerna yang tinggi sekitar 95%.
Karena jumlahnya yang melimpah, ikan sangat mudah didapat dengan harga yang
murah dibandingkan dengan sumber protein lain (Rahayu, 1992).
Produk perikanan memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan produk hewani
lainnya. Asam amino yang terkandung dalam tubuh ikan memiliki pola yang mendekati
dengan kebutuhan asam amino manusia. Daging ikan ikan mengandung sedikit tenunan
pengikat (tendon) sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh. Selain itu, daging ikan
mengandung asam-asam lemak tak jenuh dengan kadar kolesterol yang rendah dan
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Dalam daging ikan juga terkandung mineral dan
vitamin dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia (Adawyah,
2007).
Di samping kelebihan yang dimiliki ikan terhadap kesehatan tubuh manusia, ikan
juga memiliki beberapa kekurangan. Ikan mengandung kadar air yang tinggi (80%), pH
tubuh yang mendekati netral, dagingnya yang mudah dicerna, dan tekstur daging yang
lunak menyebabkan ikan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
pembusuk. Selain itu, kandungan asam lemak tak jenuh pada daging ikan menyebabkan
ikan mudah mengalami oksidasi dan timbul bau tengik. Proses pembusukan yang terjadi
pada ikan disebabkan oleh aktivitas enzim, mikroorganisme, dan oksidasi pada tubuh
ikan. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan bau pada ikan yang menimbulkan bau
busuk, daging menjadi kaku, sorot mata menjadi pudar, dan adanya lendir pada insang
meupun tubuh ikan bagian luar (Adawyah, 2007). Tak jarang kekurangan yang dimiliki
ikan ini menyebabkan kerugian dan menghambat usaha pemasaran hasil perikanan.
Oleh karena itu diperlukan pengolahan pada ikan untuk menambah nilai baik dari segi
gizi, bau, rasa, bentuk maupun tekstur, serta daya awet.
Proses perubahan pada tubuh ikan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim,
mikrooganisme, dan karena oksidasi. Proses perubahan karena kativitas enzim atau
autolisis menyebabkan rusaknya organ tubuh pada ikan. Autolisis merupakan
penguraian organ tubuh ikan oleh enzim yang terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri.
Kerja enzim pada tubuh ikan tidak terkontrol dan merusak organ tubuh ikan. Proses
autolisis diikuti dengan bertambahnya jumlah bakteri. Hal ini disebabkan oleh hasil
penguraian enzim pada proses autolisis menjadi media yang baik untuk pertumbuhan
baketri dan mikroorganisme lainnya. Untuk menghindari proses autolisis, dapat
dilakukan blanching dengan suhu 60-80oC atau menurunkan suhu hingga 0oC atau lebih
rendah. Perubahan lainnya disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme terutama bakteri.
Pada tubuh ikan sangat banyak mikroorganisme yang mungkin tumbuh, ikan dalam
keadaan hidup dapat mengatasi aktivitas mikroorganisme di tubuhnya sehingga tidak
terlihat adanya kerusakan pada tubuh ikan. Jenis bakteri yang biasanya ditemui pada
tubuh ikan antara lain Achromobacter, Pseudomonas, Flavobacter, Bacillus, dan
Micrococcus. Bakteri tersebut ditemui pada bagian permukaan tubuh ikan, terutama
pada insang, kulit, dan usus. Proses perubahan selanjutnya disebabkan oleh proses
oksidasi lemak. Proses ini menyebabkan timbulnya bau tengik pada ikan, hal ini dapat
menyebabkan menurunnya daya jual dan mutu ikan. Cara pencegahannya yaitu dengan
meminimalkan kontak antara ikan dengan udara bebas yang dapat dilakukan dengan
penggunaan kemasan hampa udara, menggunakan antioksidan, atau menghilangkan
unsur penyebab oksidasi (Afrianto & Liviawaty, 1989).
Ikan segar memiliki sifat yang mudah rusak atau disebut juga perishable food.
Setelah ikan ditangkap, akan timbul proses perubahan yang mengarah pada kerusakan.
Agar ikan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, maka harus dijaga kondisinya.
Salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan adalah dengan
cara pengolahan. Dengan adanya proses pengolahan, aktivitas mikroorganisme perusak
atau enzim penyebab kemunduran mutu dan kerusakan ikan dapat dihentikan.
Pengolahan yang dapat dilakukan misalnya dengan memanfaatkan penggunaan suhu
tinggi maupun suhu rendah. Pengolahan dengan suhu tinggi digunakan untuk
membunuh mikroba kontaminan yang terdapat pada ikan dan juga menghentikan
aktivitas enzim dalam daging ikan. Proses pengolahan dengan suhu tinggi yaitu
pengeringan, pemekatan,
pengasapan, dan proses sterilisasi yang biasa dilakukan dalam pengalengan ikan.
Sedangkan pengolahan dengan suhu rendah lebih ditekankan untuk menjaga kesegaran
ikan (Adawyah, 2007).

Pengalengan adalah salah satu cara pengawetan bahan pangan dengan cara dikemas
secara hermetis dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis yaitu mengemas
bahan pangan dalam suati wadah baik kaleng, alumunium, atau gelas yang
penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus udara, air, kerusakan akibat
oksidasi, maupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2007). PT. Maya Food Industries
Pekalongan merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pangan, yaitu
mengolah ikan dengan cara pengalengan dengan memanfaatkan ikan lemuru untuk
dijadikan sarden saus tomat dalam kaleng.

1.2. Tujuan
Tujuan dalam pelaksanaan kerja praktik di PT. Maya Food Industries adalah untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam pengolahan bahan pangan,
khususnya pengolahan ikan sardin dalam kaleng, serta memperoleh pengalaman bekerja
dalam situasi yang sebenarnya. Sedangkan tujuan penulisan laporan kerja praktik ini
untuk membahas setiap proses pengalengan ikan lemuru saus tomat di PT. Maya Food
Industries
2. SPESIFIKASI PRODUK

PT. Maya Food Industries merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pangan
yang mengolah ikan dan hasil perikanan. Beberapa produk yang diproduksi oleh
perusahaan ini antara lain:
1. Mackerel in tomato sauce atau ikan mackerel saus tomat dalam kaleng.
2. Sardine in tomato sauce atau ikan sarden saus tomat dalam kaleng.
3. Mackerel in chili sauce atau ikan mackerel saus cabai dalam kaleng.
4. Sardine in chili sauce atau ikan sarden saus cabai dalam kaleng.
5. Mackerel in teriyaki sauce atau ikan mackerel saus teriyaki dalam kaleng.
6. Sardine in sweet sour sauce atau ikan sarden saus asam manis dalam kaleng.
7. Sardine in balado sauce atau ikan sarden saus balado dalam kaleng.
8. Sardine in vegetable oil atau ikan sarden dalam minyak nabati yang
dikalengkan.
9. Sardine in brine atau ikan sarden dalam air garam yang dikalengkan.
10. Mackerel in brine atau ikan mackerel dalam air garam yang dikalengkan.

Produk–produk di atas dikemas dalam kemasan primer berupa kaleng dengan jenis
round can dan club can. Terdapat 2 ukuran kaleng round can yang digunakan, yaitu
ukuran 202 untuk produk dengan berat bersih 155 gram dan kaleng ukuran 300 untuk
produk dengan berat bersih 425 gram. Produk yang dikemas dalam round can adalah
jenis produk ikan sarden dan mackerel dengan saus tomat, cabai, asam manis, dan
balado. Sedangkan jenis kaleng club can atau kaleng kotak digunakan untuk produk
sarden dan mackerel dalam air garam maupun minyak nabati dengan berat bersih 125
gram. Biasanya produk dengan kemasan club can dipasarkan keluar negeri. Label yang
tertera pada kemasan antara lain nama produk dan merk, nama dan alamat perusahaan,
berat bersih, tanggal bulan tahun produksi, tanggal buln tagun kadaluarsa, kode
produksi/no. Batch, komposisi, logo halal, nomor MD dari BPOM, dan barcode.
Kemasan primer ini kemudian dikemas dalam kemasan sekunder berupa master carton
yang ditutup dengan lakban transparan. Kaleng dengan ukuran 202 dikemas dalam
master carton dengan isi 50 dan 100 kaleng per karton. Untuk kaleng ukuran 300
dikemas dalam master carton dengan isi 24 kaleng per karton, sedangkan jenis kaleng
club can dikemas dalam master carton dengan isi 50 kaleng per karton.

Selain produk – produk tersebut, PT. Maya Food Industries juga memproduksi hasil
perikanan lainnya seperti bakso ikan, fish stick, dan scallop. Namun, saat ini
produksinya tidak sebanyak ikan sarden dan mackerel. Produk lainnya yaitu rajungan
3. PROSES PRODUKSI

3.1 Diagram Alir Proses Produksi


Penerimaan

Bahan Baku Ingredient,


Kaleng & Tutup Label & Karton
Additives
Ikan Segar Ikan Beku Penyimpanan Penyimpanan
Penyimpanan
Cold Storage

Pencucian Thawing
Kaleng

Sortasi dan Penyiangan


(kepala, isi perut, dan ekor)

Pembersihan sisik

Pencucian Pengisian dan

Penggunaan penimbangan
Kaleng
Pemasakan awal (Pre Cooking)
Penirisan

Pengisian Saus Penggunaan


Ingredient
Penggunaan Penutupan Kaleng
Tutup Kaleng
Pencucian Kaleng Produk Jadi

Sterilisasi

Pendinginan

Printing (Batch & Expire Date) & Penggunaan


Pengemasan Label & Karton

Inkubasi

Penyimpanan

Distribusi
Gambar 2. Alur Proses Produksi
4.1. Proses Produksi
4.1.1. Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan dalam industri pengalengan ikan khususnya di PT.
Maya Food Industries adalah ikan dengan jenis lemuru (Sardinella lemuru). Bahan baku
utama ini diperoleh dari pasar lokal maupun import. Ikan yang diperoleh dari pasar
lokal merupakan ikan segar, dikirim dari daerah Banyuwangi, Muncar, dan Bali.
Sedangkan ikan yang diimport merupakan ikan beku, ikan tersebut dikirim dari India,
China, dan Pakistan. Setiap blok ikan dikemas dalam karton dengan berat 10-20 kg per
karton. Dalam 1 container dapat memuat 26-28 ton ikan. Saat ini ikan yang banyak
digunakan di PT. Maya Food Industries adalah ikan import karena kualitasnya lebih
bagus dan harganya yang lebih murah. Namun kualitas ikan dari setiap negara berbeda-
beda. Ikan yang diimport dikirim menggunakan container yang dilengkapi dengan
pendingin (-18oC), sehingga ikan tetap beku. Pada saat bongkar muat ikan dari
container, tim quality control akan mengambil beberapa ikan yang digunakan sebagai
sample pengujian untuk diuji kualitasnya.

Sedangkan bahan baku pendukung yang digunakan adalah bahan untuk


membuat saus tomat yang terdiri dari pasta tomat, pati modifikasi, garam, dan air.
Untuk memenuhi kebutuhan bahan-bahan pendukung tersebut, PT. Maya Food
Industries bekerjasama dengan perusahaan penyedia bahan-bahan tersebut. Untuk pasta
tomat dikirim oleh sebuah perusahaan yaitu Xinjhiang, China. Pati modifikasi dipasok
oleh PT. Lautan Luas Tbk, Semarang, sedangkan garam dipasok oleh PT. Niaga
Cemerlang Cirebon. Setelah bahan tersebut sampai, maka akan disimpan dalam gudang
penyimpanan bahan
Bahan-bahan lain yang diperlukan antara lain kaleng, tutup, dan karton. Bahan-bahan
tersebut juga dipasok oleh perusahaan yang telah bekerjasama dengan PT. Maya Food
Industries. Terdapat beberapa perusahaan penyedia kaleng dan tutup yang bekerjasama
dengan perusahaan ini, antara lain PT. Ancol Terang Printing Jakarta, PT. Cometa
Jakarta, United Can Company (UCC) Jakarta, dan Kian Joo Can Malaysia. Sedangkan
perusahaan penyedia karton yaitu PT. Bahana Buana Box Semarang, PT. Puri Nusa Eka
Persada Semarang, dan PT. Surya Renggo Container Semarang. Bahan yang diterima
tidak langsung digunakan, namun masing-masing disimpan terlebih dahulu dalam
gudang kaleng dan gudang karton. Saat bahan diterima dilakukan pengecekan kualitas
bahan oleh tim quality control untuk menguji apakah bahan tersebut sesuai dengan
standar yang ditetapkan perusahaan atau tidak.

4.1.2. Penyimpanan (Storage)


Pada tahap ini, bahan-bahan disimpan dalam tempat penyimpanan. Bahan baku utama,
yaitu ikan disimpan dalam cold storage untuk mempertahankan suhu dan mutu ikan
sebelum digunakan. Suhu cold storage maksimal adalah -18oC. Selama penyimpanan,
ikan dikarantina untuk diuji kualitasnya oleh tim quality control perusahaan dan oleh
Balai Karantina Ikan, Semarang. Ikan yang dikarantina akan disegel dan tidak boleh
digunakan sebelum selesai masa karantina. Lamanya masa karantina yaitu selama 5
hari. Setelah masa karantina dan lolos pengujian, segel pada ikan akan dilepas oleh
Balai Karantina Ikan.
Di PT. Maya Food Industries terdapat 2 cold storage dan terdiri dari 6 ruang. Masing-
masing cold storage memilliki ruang transit atau ante room dengan suhu 8-15o C. Setiap
ruang memiliki kapasitas penyimpanan ikan hingga 150 ton. Dalam 1 ruang cold
storage, diisi dengan 1 jenis ikan yang sama meskipun asalnya berbeda. Tempat
penyimpanan ini memiliki sistem FIFO (First In First Out), di mana ikan yang datang
pertama kali yang akan digunakan terlebih dahulu.
Bahan pendukung lainnya disimpan dalam gudang terpisah dengan suhu ruang. Masing-
masing gudang dilengkapi dengan alat pengendali hama. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kerusakan bahan akibat hama seperti semut dan tikus. Gudang bahan
pendukung untuk membuat saus tomat menggunakan sistem FEFO (First Expired First
Out), di mana bahan yang paling mendekati tanggal kadalursa akan digunakan terlebih
dahulu. Setiap bahan yang disimpan dalam gudang tidak saling menempel dengan
dinding maupun lantai, jarak penyimpanan bahan diatur agar tidak terjadi kerusakan
maupun kontaminasi. Agar bahan tidak menempel dengan lantai, bahan dialasi dengan
pallet.

4.1.3. Thawing
Sebelum digunakan, ikan perlu dithawing untuk mencairkan es pada ikan sehingga ikan
dapat digunakan untuk proses selanjutnya. Terdapat 2 jenis proses thawing yang
digunakan, yaitu thawing udara dan thawing air. Thawing udara dilakukan selama 1
malam dalam suhu ruang. Sedangkan thawing air dilakukan untuk mempercepat proses
pencairan es pada ikan selama 2-3 jam. Suhu air yang digunakan yaitu 25-28oC dan
mengandung klorin dengan konsentrasi 0,2 ppm. Proses thawing dengan air dilakukan
dengan cara membiarkan ikan tersiram oleh air dari pipa yang terdapat di atas meja.
Suhu maksimal pada ikan yang telah di thawing adalah 4oC. Di PT. Maya Food
Industries terdapat Standar Operating Procedure (SOP) untuk thawing udara, yaitu
sebagai berikut:
1. Kondisi peralatan dalam keadaan bersih.
2. Siapkan ikan yang akan dithawing dan susun di atas keranjang dan diletakkan di
atas pallet di ruang ante room (maksimal 1 ton ikan/pallet).

3. Ikan dithawing dengan menggunakan media udara selama 8-12 jam sebelum
digunakan untuk produksi.
4. Ikan yang selesai dithawing dipindahkan dari ante room ke ruang potong ikan
diletakkan dalam keranjang di atas pallet.
5. Suhu ikan pada saat akhir pelelehan maksimal 4oC.
6. Jumlah ikan yang dithawing dicatat dalam formulir nota timbang.
7. Sebagian ikan yang selesai dithawing didistribusikan ke meja-meja potong
sesuai kebutuhan.
Gambar 1. Thawing menggunakan air
Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015

4.1.4. Sortasi dan Penyiangan


Ikan yang sudah tidak beku kemudian disortir. Tahap penyortiran ini dilakukan untuk
memisahkan antara ikan yang layak digunakan dan yang tidak layak digunakan. Ikan
yang layak digunakan adalah ikan yang utuh dan sesuai jenisnya. Tahap sortasi
dilakukan bersamaan dengan penyiangan ikan. Penyiangan ikan dilakukan secara
manual menggunakan pisau dan talenan untuk menghilangkan bagian kepala, ekor, dan
isi perut. Pada tahap ini, pekerja harus menggunakan masker, penutup kepala, afron,
sarung tangan, dan sepatu boot. Sortasi dan penyiangan dilakukan di meja potong yang
panjang, setiap meja potong terdapat 4 orang pekerja. Dalam 1 meja potong terdapat 2
bak ember berisi air dan di bagian atas meja terdapat pipa untuk mengalirkan air. Air
tersebut digunakan untuk thawing ikan dan juga membersihkan ikan yang kotor.
Standar Operating Procedure (SOP) untuk pemotongan ikan yaitu sebagai berikut:
1. Pastikan semua kondisi peralatan dalam keadaan bersih.
2. Keluarkan ikan dalam basket merah kemudian diletakkan di atas meja.

3. Ikan diambil satu per satu kemudian diletakkan di atas talenan dengan posisi di
sebelah kanan dan punggung di atas.
4. Ikan dipotong miring dan tepat di belakang kepala ke arah kiri bagian perut,
kemudian pisau digerakkan ke arah kanan sampai isi perut ikut terbawa keluar,
setelah itu ekor dipotong. Standar ukuran potongan ikan berdasarkan ukuran
kaleng yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Standar potongan ikan berdasarkan ukuran kaleng

Ukuran kaleng Standar potongan ikan


300 Ikan tetap dalam bentuk utuh/badan
ikan dipotong dengan ukuran 9-11 cm
202 Badan ikan dipotong dengan ukuran 7-
8,5 cm
Club can Badan ikan dipotong dengan ukuran 8-
10 cm, ikan dipisahkan dari tulang
(fillet) dengan ukuran 8-10 cm
5. Ikan disortir, ikan yang jelek di-reject dan tidak dipotong, dimasukkan dalam
basket hijau.
6. Ikan tidak sejenis tidak dipotong (dipisahkan).
7. Bersihkan ikan dari sisa isi perut/kotoran, kemudian dicuci dan dimasukkan
basket biru.
8. Untuk menjaga kestabilan suhu ikan, dilakukan penambahan es.
9. Limbah kepala dan isi perut ditimbang dan dicatat dalam formulit “laporan
timbangan limbah”.

Gambar 2. Proses penyiangan ikan


Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015
Setiap area meja dilengkapi beberapa basket untuk menyimpan ikan yang telah
dipotong, menyimpan limbah kepala dan ekor, menyimpan limbah isi perut, serta
menyimpan ikan reject. Masing-masing basket memiliki warna yang berbeda tergantung
fungsi penyimpanannya. Dalam 1 meja potong memiliki kapasitas 3 basket atau 60 kg
ikan. Ukuran ikan yang dipotong tergantung dengan ukuran kaleng yang digunakan.
Kaleng dengan ukuran 300, ikan dipotong dengan ukuran 9-11 cm. Sedangkan kaleng
ukuran 202, ikan dipotong dengan ukuran 7-8,5 cm. Setiap pekerja memiliki target
dalam pemotongan ikan, jumlah target tergantung produk apa yang diproduksi pada hari
itu. Jika target tidak tercapai, maka pekerja akan mendapat sanksi.

4.1.5. Pembersihan Sisik


Ikan yang sudah dipotong bagian kepala dan ekor, serta dibersihkan isi perutnya,
kemudian dibersihkan sisiknya. Proses pembersihan sisik dilakukan menggunakan
mesin drum rotary washer. Selain membersihkan sisik, mesin ini juga dapat
membersihkan darah pada ikan. Mesin ini memilliki kapasitas sebesar 60 kg ikan atau
setara dengan 3 basket ikan. Prinsip kerja mesin drum rotary washer adalah
menghilangkan sisik dengan gesekan dan terdapat ulir di bagian dalam, sehingga ikan
akan keluar secara otomatis saat mesin berputar. Di bagian bawah mesin terdapat
penampung air yang berfungsi untuk membersihkan darah pada tubuh ikan. Air tersebut
diganti saat mesin telah membersihkan 4 ton ikan. Proses pembersihan sisik
berlangsung cukup singkat, yaitu kurang dari 2 menit. Berikut adalah Standar
Operating Procedure (SOP) untuk mesin penghilang sisik:
1. Pastikan kondisi semua peralatan dalam keadaan bersih dan kran pembuangan
mesin tertutup rapat.
2. Isi tabung mesin penghilang sisik dengan air dan es sampai terisi penuh.
3. Taken tombol ON untuk menghidupkan mesin.
4. Masukkan ikan ke dalam mesin melalui saluran masuk ikan, tambahkan air dan
es selama proses pencucian/penghilangan sisik (pergantian air dan es dilakukan
setelah digunakan ± 4 ton).
5. Setelah ikan keluar dari mesin, ikan ditampung dalam basket biru.
6. Setelah proses pencucian selesai, tutup kran suplai air kemudian tekan tombol
OFF untuk mematikan mesin.
7. Pasang jaring penampung limbah sisik pada saluran pembuangan di mesin.
8. Buka kran pembuangan air dan limbah sisik.
9. Lepaskan jaring penampung limbah sisik, sisik ditampung ke bak merah.
10. Bersihkan dan sanitasi mesin penghilang sisik.
11. Tutup kran pembuangan air dan limbah sisik.

4.1.6. Pencucian Ikan


Setelah dibersihkan sisik dan darahnya, ikan yang ditampung dalam basket diletakkan
kembali di atas meja. Kemudian ikan tersebut dibersihkan kembali secara manual
dengan menyiramkana air pada tumpukan ikan. Pembersihan ini bertujuan untuk
menghilangkan sisa kotoran yang masih menempel pada tubuh ikan. Berikut adalah
Standar Operating Procedure (SOP) untuk pencucian ikan:
1. Pastikan semua kondisi peralatan dalam keadaan bersih.
2. Bersihkan ikan dari sisa isi perut/kotoran (lakukan di meja terpisah/pada meja
pencucian ikan).
3. Cuci ikan dengan menggunakan air bersih dari shower atau dari bak plastik.
4. Setelah selesai, ikan ditaruh di basket biru atau putih bersih.
5. Tambah es pada basket untuk menjaga suhu ikan.

4.1.7. Pencucian Kaleng Kosong


Kaleng kosong yang belum digunakan disimpan di atas pallet kemudian dilapisi plastik
agar tidak terkena debu. Sebelum digunakan, kaleng-kaleng tersebut dicuci untuk
menghilangkan debu maupun kotoran yang mungkin menempel pada kaleng. Kaleng
yang akan dibersihkan ditata dan diletakkan di atas wadah (pan). Pencucian kaleng ini
dilakukan dalam 2 tahap pencucian, yaitu pencucian secara manual dan otomatis
menggunakan mesin. Proses pencucian dilakukan menggunakan air dengan
membersihkan bagian luar dan dalam kaleng. Berikut adalah Standar Operating
Procedure (SOP) untuk mesin pencuci kaleng:
1. Isi air dalam bak sampai penuh.
2. Jalankan conveyor dengan menekan tombol ON.
3. Jalankan pompa air dengan menekan tombol ON.
4. Susun kaleng dalam pan pencucian dengan posisi terbalik.
5. Masukkan pan berisi kaleng ke dalam mesin pencucian kaleng.
6. Setelah selesai pencucian, matikan pompa air dengan menekan tombol OFF.
7. Matikan conveyor dengan menekan tombol OFF.

Gambar 3. Mesin pencuci kaleng otomatis


Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015

4.1.8. Pengisian dan Penimbangan


Setelah ikan dibersihkan dan kaleng siap digunakan, dilakukan proses pengisian ikan ke
dalam kaleng. Jumlah maupun berat ikan yang diisi disesuaikan dengan spesifikasi
produk. Hal yang harus diperhatikan dalam tahap ini adalah jumlah ikan per kaleng dan
berat filling ikan. Pada proses pengisian harus memperhatikan head space untuk
pengembangan produk. Proses pengisian dan penimbangan dilakukan secara manual
oleh pekerja. Setelah kaleng diisi, kemudian ditata kembali di atas pan dan diletakkan di
atas belt conveyor untuk proses penimbangan. Berikut adalah Standar Operating
Procedure (SOP) untuk pengisian ikan:
1. Pastikan kondisi semua peralatan bersih.
2. Ambil basket ikan yang sudah dicuci (bersih) dan tmpahkan di atas meja filling.
3. Pastikan ikan bersih dari sisa isi perut/kotoran.
4. Masukkan potongan ikan ke dalam kaleng sesuai spesifikasi produk.
5. Bila jumlah potongan ikan lebih dari 2, maka potongan tersebut dimasukkan ke
dalam rongga potongan badan.
6. Bila ditemukan ikan yang tidak sesuai standar, masukkan dalam basket warna
hijau (ikan jelek).
7. Bila sejumlah kaleng di atas pan sudah diisi ikan, letakkan pan di atas conveyor
dan diberi nomor identitas regu.
Gambar 4. Proses pengisian ikan ke dalam kaleng
Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015

Penimbangan akan dilakukan dengan mengambil beberapa kaleng berisi ikan dalam 1
pan secara acak oleh tim quality control. Jika berat tidak sesuai maka akan disesuaikan
dengan cara mengurangi atau menambah jumlah ikan dalam kaleng hingga beratnya
sesuai dengan standar yang ditetapkan. Selain mengecek berat kaleng, tim quality
control juga mengecek kebersihan ikan dalam kaleng. Berikut adalah Standar
Operating Procedure (SOP) untuk penimbangan ikan secara sampling:
1. Ambil beberapa kaleng dalam 1 pan secara acak.
2. Timbang kaleng tersebut, kemudian cek kesesuaian hasil timbangan dengan
standar berat pengisian.
3. Bila hasil pengecekan timbangan sesuai, maka dinyatakan lolos untuk proses
berikutnya.
4. Bila timbangan lebih dari standar, maka kelompok yang bersangkutan harus
memperbaiki pengisian (potongan diganti dengan ukuran yang lebih kecil).
5. Bila timbangan kurang dari standar, maka kelompok yang bersangkutan harus
memperbaiki pengisian (potongan diganti dengan ukuran yang lebih besar).

Gambar 5. Proses penimbangan kaleng yang telah diisi ikan


Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015
4.1.9. Pemasakan Awal (Pre Cooking)
Kaleng berisi ikan yang telah melalui tahap penimbangan kemudian dilakukan proses
pemasakan awal atau pre cooking yang dilakukan dalam exhaust box. Tujuan
pemasakan awal adalah untuk membunuh mikroorganisme patogen dan mematangkan
ikan. Lamanya proses pemasakan awal yaitu selama 20 menit dengan suhu 90oC.
Exhaust box ini menggunakan panas dari uap yang dihasilkan boiler. Dari proses
pemasakan awal ini diharapkan suhu pusat ikan minimal 70oC. Jika suhu tidak
mencapai 70oC, maka akan dilakukan pemasakan ulang hingga dicapai suhu yang
diharapkan. Berikut adalah Standar Operating Procedure (SOP) untuk pemasakan awal:
1. Tekan tombol ON untuk menjalankan conveyor pada mesin.
2. Atur kecepatan conveyor (18-22 menit/putaran).
3. Buka kran uap sampai mencapai suhu 90oC.
4. Buka kran air pencucian bagian bawah kaleng (kecuali club can).
5. Ambil kaleng berisi ikan di atas pan, kemudian letakkan di atas conveyor satu
per satu berjajar sesuai lebar conveyor (untuk kaleng club can dimasukkan
dengan pan).
6. Tutup kran uap dan kran air pencucian bila sudah keluar semua.
7. Tekan tombol OFF untuk mematikan conveyor.

Gambar 6. Proses pemasakan awal Sumber:


PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015
4.1.10. Penirisan
Dari proses pemasakan awal akan dihasilkan air maupun minyak yang keluar dari ikan.
Air dan minyak yang dihasilkan akan dikeluarkan dengan cara penirisan. Proses
penirisan dilakukan secara otomatis menggunakan conveyor dengan kemiringan tertentu
sehingga air dan minyak akan keluar dari kaleng. Air dan minyak yang dihasilkan
menjadi limbah dan ditampung untuk diolah lebih lanjut di bagian pengolahan limbah.
Tujuan dari proses penirisan adalah agar saus yang ditambah tidak menjadi encer dan
tidak mengubah cita rasa saus yang ditambahkan.

4.1.11. Pengisian Saus


Sebelum pengisian saus, dilakukan proses pembuatan saus terlebih dahulu. Saus dibuat
dengan mencampurkan bahan-bahan yang terdiri dari pasta tomat, pati modifikasi,
garam, dan air. Pencampuran bahan dilakukan di dalam tanki besar dengan kapasitas
750 liter yang terdapat pengaduk di bagian dalamnya. Proses pencampuran bahan
menggunakan uap panas dari boiler dengan suhu uap 90oC. Setelah proses pemasakan
saus selesai, saus langsung dialirkan melalui pipa menuju mesin pengisi saus. Pengisian
dilakukan secara otomatis menggunakan kran yang terdapat di bagian atas mesin
pengisi saus. Suhu saus saat masuk ke dalam kaleng minimal 70oC. Setelah kaleng
melewati kran pengisi saus, aliran kaleng di atas conveyor diatur kemiringannya
sehingga saus akan tumpah dan diperoleh head space yang diinginkan. Head space
yang dihasilkan dari kemiringan tersebut adalah 6-10% dari tinggi kaleng. Saus yang
tumpah akan ditampung dalam tanki yang kemudian dialirkan kembali ke tanki
pemasakan saus untuk dipanaskan kembali. Saus yang dipanaskan tersebut akan
digunakan kembali untuk diisikan ke dalam kaleng. Berikut adalah Standar Operating
Procedure (SOP) untuk pipa pengisian saus tomat:
1. Buka kran pipa media untuk membuang sisa air yang kemungkinan terkandung
dalam pipa hingga keluar media yang panas.
2. Tutup kran pipa media.
3. Stel kemiringan conveyor sampai mencapai standar head space 3-4 mm.
4. Tekan tombol ON untuk menjalankan conveyor pembawa kaleng.
5. Buka pipa kran media (kaleng akan diisi secara otomatis melalui kran).
6. Jika isi media kurang, maka ditambah dengan menggunakan cangkir.
7. Jika isi media terlalu banyak/penuh, maka isi dikurangi dengan menggunakan
sendok stainless.
8. Tutup pipa kran media apabila semua kaleng sudah terisi.
9. Tekan tombol OFF untuk menghentikan conveyor.

Gambar 7. Proses pengisian media Sumber:


PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015
4.1.12. Penutupan Kaleng (Seaming)
Tahap selanjutnya adalah proses penutupan kaleng (seaming). Pada tahap ini dilakukan
secara otomatis dengan menggunakan mesin seamer. Mesin ini akan secara otomatis
menutup kaleng yang masuk ke mesin. Penutupan kaleng dilakukan secara double seam,
yaitu menggabungkan kaleng dan tutup kaleng sehingga terjadi dua lipatan antara badan
dan tutup kaleng. Tujuan dari penutupan kaleng ini adalah agar didapat kaleng yang
rapat hermetis, sehingga terhindar dari kontaminasi luar. Di PT. Maya Food Industries
terdapat 4 buah seamer untuk menutup 2 ukuran kaleng. Masing-masing mesin
memiliki kapasitas yang berbeda. Kapasitas mesin seamer dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kapasitas mesin seamer

Ukuran kaleng Mesin Kapasitas (kaleng/menit)


202 1 250
2 186
300 1 196
2 200
Sumber : PT. Maya Food Industries tahun 2015

Berikut adalah Standar Operating Procedure (SOP) untuk mesin seamer:


1. Siapkan tutup kaleng sesuai spesifikasi produk pada tempat yang tersedia pada
mesin.
2. Tekan tombol ON pada panel dan biarkan mesin berjalan beberapa saat
menggunakna kaleng kosong untuk pemanasan mesin dan pemerikasaan
kesiapan mesin dan hasil seaming.
3. Tekan tombol ON untuk menjalankan conveyor pambawa kaleng berisi ikan dan
media.
4. Tekan tombol OFF untuk mematikan conveyor dan mesin tutup, jika semua
kaleng sudah tertutup.
5. Bersihkan mesin tutup dan conveyor.
6. Beri pelumas pada bagian seaming bell.

Gambar 8. Proses seaming


Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015
4.1.13. Pencucian Kaleng
Pada saat penutupan kaleng akan ada saus yang tumpah dan mengotori kaleng bagian
luar. Oleh karena itu, kaleng perlu dibersihkan untuk menghilangkan saus yang
menempel. Proses pembersihan kaleng dilakukan secara otomatis dengan menggunakan
conveyor kemudian dilewatkan pada mesin pencuci kaleng. Pencucian dilakukan
dengan menyemprotkan campuran air dan detergen yang bersuhu 80oC. Kemudian
kaleng yang sudah bersih diluncurkan ke dalam bak penampung berisi air dan terdapat
keranjang besi untuk menampung kaleng-kaleng tersebut. Air dalam bak berfungsi
untuk mencegah terjadinya benturan antar kaleng. Berikut adalah Standar Operating
Procedure (SOP) untuk pencucian kaleng produk jadi:
1. Bak diisi air hingga penuh.
2. Buka kran uap untuk memanaskan air sampai 80oC.
3. Campurkan sabun ke dalam air panas.
4. Jalankan pompa air dengan menekan tombol ON.
5. Setelah selesai pencucian, matikan pompa air dengan menekan tombol OFF.

Gambar 9. Kaleng yang ditampung dalam bak setelah proses pencucian


Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015

4.1.14. Sterilisasi
Setelah kaleng dicuci bersih, tahap selanjutnya adalah sterilisasi menggunakan retort.
Kaleng yang ditampung dalam keranjang besi diangkut kemudian dimasukkan ke dalam
retort untuk proses sterilisasi. Tujuan proses sterilisasi adalah untuk mematikan
mikroorganisme, menginaktivasi enzim, dan menghindari kerusakan produk selama
penyimpanan. Hal yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah suhu dan waktu
sterilisasi. Di PT. Maya Food Industries terdapat 8 buah retort dengan kapasitas yang
berbeda. Dari 8 buah retort tersebut, terdiri dari 5 rertort manual dan 3 retort otomatis.
Pada retort otomatis, klep akan otomatis membuka ataupun menutup pada saat tekanan
uap naik maupun turun, sehingga kestabilan uap dapat terjaga. Sedangkan retort
manual, tekanan uap harus selalu dipantau dengan membuka kran uap saat tekanan uap
meningkat dan sebaliknya. Dari 8 buah retort tersebut, terdiri dari 4 retort dengan
kapasitas 3 keranjang dan 4 retort dengan kapasitas 2 keranjang. Proses sterilisasi
dikatakan berhasil jika mampu mencapai tujuan tanpa merusak produk karena
pemanasan selama proses sterilisasi.
Gambar 10. Retort
Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015

Tahap awal yang harus dilakukan setelah memasukkan keranjang ke dalam retort
adalah membuka kran venting selama 10 menit. Venting merupakan proses
menghilangkan udara dalam retort dan mengganti udara tersebut dengan uap panas.
Kran venting ditutup ketika suhu di dalam retort minimal 105oC. Setelah itu proses
sterilisasi dimulai. Lamanya proses sterilisasi untuk produk dengan ukuran kaleng 300
yaitu selama 90 menit dengan suhu 117oC dan produk dengan ukuran kaleng 202 yaitu
selama 80 menit dengan suhu 117oC. Jika proses sterilisasi sudah selesai, kran uap
ditutup. Berikut adalah Standar Operating Procedure (SOP) untuk retort manual:
1. Masukkan keranjang kosong ke dalam bak penampung yang berisi air.
2. Kaleng dari mesin pencuci ditampung dalam keranjang sampai penuh.
3. Keranjang berisi penuh dengan kaleng diangkat dengan katrol dan diletakkan di
atas lory.
4. Beri identitas (retort tag/label) disetiap keranjang tersebut.
5. Masukkan keranjang ke dalam mesin retort.
6. Tutup mesin retort.
7. Siapkan kertas recording.
8. Buka kran uap untuk venting sapai suhu 105oC selama minimal 10 menit.
9. Tutup kran venting dan kran pembuangan uap.
10. Naikkan suhu sesuai yang ditetapkan.
11. Pertahankan kondisi suhu dengan mengatur kran selama waktu yang ditentukan.
12. Setelah proses sterilisasi selesai, lakukan proses pendinginan dalam retort
dengan menutup kran uap dan kran bleeder.
13. Buka kran air (inlet) bersamaan dengan kran compresor angin sesuai dengan
tekanan semula.
14. Atur tekanan dengan membuka dan menutup kran compresor angin.
15. Setelah suhu air dalam retort turun menjadi 50oC, air dibuang dengan membuka
kran air (outlet).
16. Buka bleeder, kran venting, dan tutup kran inlet air.
17. Buka pintu retort.
18. Tarik keranjang keluar dari retort dengan kuat.
19. Pindahkan keranjang dengan katrol ke dalam bak pendingin.

Gambar 11. Proses sterilisasi


Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015

Berikut adalah Standar Operating Procedure (SOP) untuk retort otomatis:


1. Masukkan keranjang kosong ke dalam bak penampung yang berisi air.
2. Kaleng dari mesin pencuci ditampung dalam keranjang sampai penuh.
3. Keranjang berisi penuh dengan kaleng diangkat dengan katrol dan diletakkan di
atas lory.
4. Beri identitas (retort tag/label) disetiap keranjang tersebut.
5. Masukkan keranjang ke dalam mesin retort.
6. Tutup mesin retort.
7. Siapkan kertas recording.
8. Set mesin pengatur suhu dan waktu.
9. Tekan tombol ON untuk menghidupkan mesin saat venting, naikkan suhu
sampai 105oC, pengatur suhu selama 10 menit.
10. Setelah sterilisasi selesai, tekan tombol OFF untuk mematikan mesin kemudian
lakukan proses pendinginan dalam retort dengan menutup kran uap dan kran
bleeder.
11. Buka kran air (inlet) bersamaan dengan kran compresor angin sesuai dengan
tekanan semula.
12. Atur tekanan dengan membuka dan menutup kran compresor angin.
13. Setelah suhu air dalam retort turun menjadi 50oC, air dibuang dengan membuka
kran air (outlet).
14. Buka bleeder, kran venting, dan tutup kran inlet air.
15. Buka pintu retort.
16. Tarik keranjang keluar dari retort dengan kuat.
17. Pindahkan keranjang dengan katrol ke dalam bak pendingin.

4.1.15. Pendinginan (Cooling)


Setelah proses sterilisasi, dilakukan tahap pendinginan. Terdapat 2 proses pendinginan
yang dilakukan, yaitu:
1. Pendinginan di dalam retort selama 15 menit hingga suhu mencapai 40-50oC.
2. Pendinginan tambahan di dalam bak cooling dengan merendam keranjang berisi
kaleng di dalam air yang mengandung klorin 0,3 ppm selama 10-15 menit.
Setelah pendinginan di dalam bak cooling selesai, keranjang diangkat menggunakan
katrol. Keranjang tersebut dibawa ke ruang pengemasan dan dibiarkan hingga kering.

Gambar 12. Proses pendinginan tambahan


Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015
4.1.16. Printing dan Pengemasan
Setelah kaleng kering, dilakukan proses pencetakan kode atau printing. Pencetakan
kode produksi dilakukan secara otomatis menggunakan mesin print. Kode produksi
terdiri atas kode perusahaan (MFI), produsen kaleng, jenis ikan, dan batch retort. Misal
kode produksi MFI.KJ.L 08/03, artinya adalah MFI merupakan kode perusahaan, KJ
merupakan produsen kaleng Kian Joo Can, L merupakan jenis ikan lemuru, dan 08/03
merupakan retort 8 dan batch ke-3 kaleng tersebut disterilisasi. Berikut adalah Standar
Operating Procedure (SOP) untuk mesin print:
1. Cuci nozel sampai bersih dengan cairan video jet make up fluid jika nozel kotor.
2. Masukkan nozel ke tempat semula.
3. Tekan tombol ON untuk menyalakan mesin print.
4. Tekan tombol START sampai menunjukkan mesin print siap digunakan (mesin
ON).
5. Ketik/masukkan kode: MFI, jenis ikan, batch retort, tanggal kadaluarsa.
6. Tekan tombol SAVE, EXIT, dan PRINT.
7. Ambil satu kaleng untuk mengetahui hasil print out.
8. Kaleng di print sesuai dengan instruksi kerja pengemasan.
9. Tekan tombol OFF untuk mematikan mesin print.

Gambar 13. Mesin printing


Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015

Setelah proses pencetakan kode selesai, tahap selanjutnya adalah pengemasan kaleng
dalam kemasan primer berupa master carton. Proses pengemasan dilakukan secara
manual oleh pekerja. Kecacatan pada kaleng yang umumnya terjadi di PT. Maya Food
Industries adalah kaleng lecet, adanya kepenyokan pada kaleng, karat pada kaleng,
bocor, selip, dan kaleng kembung. Untuk kaleng yang lecet dan penyok akan dilakukan
repacking atau pengemasan ulang dengan mengganti kemasan kaleng menggunakan
kaleng yang baru. Sedangkan untuk kecacatan pada kaleng lainnya, produk tersebut
termasuk dalam produk reject. Berikut adalah Standar Operating Procedure (SOP)
untuk pengemasan produk jadi:
1. Angkat keranjang yang berisi kaleng dengan katrol.
2. Letakkan di atas meja kemudian buka kunci penutup keranjang (bagian bawah
keranjang).
3. Angkat keranjang dengan katrol secara perlahan sampai kaleng keluar dari
keranjang.
4. Atur kaleng di atas conveyor dengan posisi tutup yng akan di print berada di
atas.
5. Bersihakan bagian atas kaleng (tutup kaleng) dengan kain lap.
6. Setting mesin print sesuai instruksi kerja mesin print.
7. Tekan tombol ON untuk menjalankan conveyor.
8. Setelah kaleng diberi “print code”, masukkan kaleng ke dalam karton sesuai
spesifikasi produk.
9. Jika terdapat produk yang tidak sesuai standar kualitas (misal: penyok), produk
dipisahkan ke dalam keranjang kuning.
10. Setelah karton terisi penuh, karton dilakban menggunakan mesin lakban dan
diberi kode: tanggal produksi, batch retort, jenis ikan, dan asal kaleng.
11. Untuk produk tertentu yang memerlukan ikatan tambahan diberi strapping band
sesuai instruksi kerja mesin pengikat.

Gambar 14. Proses pengemasan

Gambar 14. Proses pengemasan


Sumber: PT. Maya Food Industries Pekalongan 2015
4.1.17. Inkubasi
Setelah pengemasan, dilakukan tahap inkubasi produk jadi. Lamanya inkubasi yaitu 7
hari setelah pengemasan. Proses inkubasi dilakukan ruang pengemasan, namun jika di
ruang pengemasan sudah penuh dan tidak dapat menampung produk jadi, maka proses
inkubasi dilakukan di ruang penyimpanan produk jadi. Tujuan dilakukannya inkubasi
ini adalah untuk memastikan produk yang dijual tidak terkontaminasi oleh mikroba dan
tidak terjadi kerusakan pada produk setelah 7 hari masa inkubasi dengan melakukan
sampling pada produk jadi untuk dicek di laboratorium.

4.1.18. Penyimpanan dan Distribusi


Setelah masa inkubasi selesai, produk yang tidak langsung didistribusikan akan
disimpan terlebih dahulu di dalam ruang penyimpanan produk jadi (gudang barang
jadi). Produk diletakkan di atas pallet dengan jumlah 35 karton per pallet untuk kaleng
ukuran 300 dan 48/90 karton per pallet untuk kaleng ukuran 202. Penyusunan barang
dalam gudang dilakukan dengan memperhatikan jarak antar pallet. Penyusunan pallet
tidak bersentuhan dengan dinding untuk menghindari kerusakan produk. Gudang barang
jadi dilengkapi dengan antihama untuk menghindari kerusakan produk yang disebabkan
oleh hama seperti tikus dan semut. Selanjutnya, saat produk-produk tersebut akan
didistribusikan, setiap pallet akan diangkut menggunakan forklift. Kemudian produk
diangkut ke dalam container maupun truk secara manual oleh pekerja untuk disusun.
Produk yang akan dikirim ke luar negeri akan didistribusikan menggunakan container,
sedangkan produk yang didistribusikan di dalam negeri menggunakan truk yang bagian
atasnya ditutup menggunakan terpal.

Gambar 15. Produk yang akan


didistribusikan Sumber: PT. Maya Food
Industries Pekalongan 2015
5. PEMBAHASAN

5.1. Penerimaan Bahan Baku


Ikan yang digunakan di PT. Maya Food Industries untuk pengalengan ikan sarden saus
tomat adalah jenis ikan lemuru. Ikan dibeli di pasar lokal maupun import. Namun, ikan
lokal sudah jarang digunakan karena jumlahnya yang tidak mencukupi, kualitas yang
naik turun, dan harga fluktuatif. Oleh karena itu, saat ini lebih banyak menggunakan
ikan import. Ikan yang berasal dari luar negeri dikirim dalam keadaan beku untuk
menjaga mutu ikan. Salah satu sumber protein untuk tubuh manusia dapat diperoleh dari
ikan. Nutrisi yang terkandung dalam ikan tergantung dari lingkungan hidupnya,
sehingga ukuran dan kandungan nutrisi dalam ikan akan berbeda-beda (Zaitzev et al.,
1969).

Saat ikan diterima, tim quality control akan melakukan pengecekan kualitas terhadap
ikan segar maupun ikan beku. Pengujian yang dilakukan antara lain uji organoleptik,
kimia dan mikroba, pengujian juga dilakukan oleh Balai Karantina Ikan Semarang.
Hasil dari pengujian oleh Balai Krantina Ikan juga digunakan sebagai validasi dari
pengujian yang dilakukan oleh PT. Maya Food Industries. Standar mutu ikan beku yang
digunakan perusaan ini mengacu pada SNI 4110-2014 tentang ikan beku. Bahan baku
utama ini merupakan titik kendali kritis (Critical Control Point atau CCP) pertama dari
serangkaian proses produksi pengalengan ikan di perusahaan ini. Menurut Koswara
(2009), titik kendali kritis merupakan tahap atau prosedur yang dapat dikendalikan dan
bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan, atau dikurangi hingga batas yang
dapat diterima sehingga resiko dapat diminimalkan. Apabila tahap ini tidak
dikendalikan, maka dapat menimbulkan bahaya keamanan pangan. Oleh karena itu,
pengawasan mutu terhadap bahan baku utama sangat diperhatikan.

Menurut Afrianto & Liviawaty (1989), tujuan pembekuan pada ikan adalah untuk
mempertahankan sifat alami ikan dengan menghambat aktivitas enzim maupun bakteri.
Proses pembekuan dapat menghambat atau mematikan sebagian besar bakteri karena
proses pembekuan mengubah cairan pada tubuh ikan menjadi kristal es sehingga
kehidupan bakteri terganggu dan kesulitan dalam menyerap makanan. Selain itu, proses
pembekuan dapat membekukan cairan dalam sel bakteri, sehingga volume cairan sel
bakteri membesar dan menyebabkan dinding sel bakteri pecah, akibatnya bakteri mati.
Pembekuan juga mencegah terjadinya proses oksidasi lemak oleh oksigen karena tubuh
ikan yang tertutup oleh es. Larousse & Brown (1997) menambahkan bahwa ikan beku
dengan suhu pusat -18oC dapat mempertahankan kualitas selama transportasi dan
penyimpanan. Ikan beku yang tidak langsung digunakan untuk proses produksi, dapat
disimpan pada suhu -18oC atau lebih rendah untuk memastikan penghambatan yang
lengkap terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim. Dehidrasi pada
permukaan dapat memfasilitasi terjadinya oksidasi dan denaturasi pada jaringan. Hal ini
sesuai dengan yang dilakukan di PT. Maya Food Industries, di mana ikan beku yang
disimpan dalam cold storage disimpan pada suhu maksimal -18oC.

Bahan baku pendukung dalam pembuatan saus tomat antara lain pasta tomat, pati
modifikasi, garam, dan air. Setiap bahan yang diterima akan diuji kualitasnya oleh tim
quality control. Pasta tomat dari negara China dikemas menggunakan drum dengan
berat 230 kg/drum dan disimpan pada suhu ruang. Pengujian yang dilakukan meliputi
uji organoleptik dan kimia. Standar mutu pasta tomat yang digunakan PT. Maya Food
Industries mengacu pada SNI 01-3546-2004 tentang saus tomat. Bahan selanjutnya
yaitu garam. Garam diperoleh dari perusahaan yag terletak di kota Cirebon.
Pengirimannya menggunakan truk dan garam dikemas di dalam kantung sak dengan
berat 50 kg/sak. Garam disimpan di dalam gudang raw material khusus garam dengan
suhu ruang. Penanganan garam di dalam gudang menerapkan sistem FEFO (First
Expire First Out), di mana garam yang paling mendekati tanggal kadaluarsa yang akan
digunakan terlebih dahulu. Saat garam diterima langsung dilakukan pengujian oleh tim
quality control, parameter yang diuji yaitu organoleptik dan kadar air. Standar mutu
garam di perusahaan ini mengacu pada SNI 01-4435-2000.

Pati modifikasi dikirim dari Thailand dengan kemasan kantung sak seperti kemasan
pada garam. Berat pati per sak yaitu 20 kg. Penyimpanan pati dilakukan di gudang raw
material khusus pati modifikasi dengan suhu ruang. Saat bahan diterima, tim quality
control akan melakukan pengujian mutu pada bahan tersebut. Pengujian yang dilakukan
antara lain organoleptik, whiteness, dan kadar air. Standar mutu pati di perusahaan ini
mengacu pada SNI 3451-2011 tentang tapioka. Sedangkan untuk air, berasal dari sumur
artetis. Sebelum digunakan untuk proses produksi, air dari sumur artetis dilakukan
treatment untuk diperoleh air yang sesuai dengan standar. Di PT. Maya Food Industries
menerapkan water treatment system, yaitu unit terpadu yang betujuan untuk
mendapatkan air yang bersih, bebas kotoran, dan rendah kandungan ion-ion penyebab
hardness dan kesadahan. Standar air yang digunakan pada perusahaan ini mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang air minum.

Bahan pengemas yang digunakan terdiri dari kemasan primer dan sekunder. Kemasan
primer yang digunakan adalah kaleng dengan bahan tinplate. Sedangkan kemasan
primer berupa master carton. Sama halnya dengan bahan baku lain, bahan pengemas
dicek kualitasnya terlebih dahulu sebelum digunakan. Pengecekan oleh tim quality
control meliputi pengecekan fisik/desain berupa tulisan, gambar, dan warna kaleng serta
pengecekan ukuran dimensi kaleng. Sedangkan pengecekan kualitas master carton
meliputi kualitas fisik/desain yang berupa tulisan, gambar, dan warna serta ukuran.
Sama halnya dengan kaleng, barang yang tidak sesuai dengan standar kualitas yang
ditetapkan akan dikembalikan ke supplier. Keuntungan penggunaan kaleng sebagai
wadah pengemas bahan pangan antara lain kaleng dapat menjaga bahan pangan yang
ada di dalamnya. Kaleng yang tertutup secara hermetis dapat terhindar dari kontaminasi
mikroba, serangga, maupun bahan asing lainnya yang memungkinkan terjadinya
kebusukan maupun ketidaksesuaian penampakan dan cita rasa. Selain itu, penggunaan
kaleng dapat mencegah penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau, dan partikel radioaktif
yang terdapat di atmosfer pada bahan pangan (Astawan, 2005).

5.2. Penyimpanan (Storage)


Ikan yang baru saja diterima akan disimpan di dalam ruang menyimpanan berupa cold
storage. Penyimpanan di dalam cold storage bertujuan untuk mengawetkan ikan hingga
akhirnya digunakan untuk produksi. Suhu cold storage di PT. Maya Food Industries
adalah maksimal -18oC. Untuk mempertahankan agar suhu stabil, setiap jam dilakukan
pengecekan kestabilan suhu cold storage oleh operator cold storage. Jika suhu di cold
storage tidak sesuai dengan standar, maka cold storage diperbaiki dan ikan dipindah.
Menurut Adawyah (2007), kondisi beku pada ikan dapat menghambat aktivitas bakteri
dan enzim, sehingga umur simpan ikan meningkat dibandingkan ikan yang hanya
didinginkan. Kegiatan bakteri telah dihentikan pada suhu -12oC, tetapi proses kimia
enzimatis masih terus berlangsung. Tahapan ini sudah sesuai dengan SNI 2712:2013
tentang ikan dalam kemasan kaleng hasil sterilisasi, di mana bahan baku ikan beku yang
masih utuh harus ditangani dengan cepat, cermat, dan saniter dalam kondisi suhu pusat
maksimal -18oC.

5.3. Thawing
Sebelum digunakan untuk produksi, ikan beku di thawing terlebih dahulu untuk
mencairkan es pada tubuh ikan dan melunakkan tekstur ikan agar lebih mudah untuk
diproses. Di PT. Maya Food Industries, proses thawing dilakukan dengan menggunakan
udara dan air. Thawing yang sering dilakukan adalah menggunakan air karena waktunya
yang lebih cepat. Suhu ikan setelah proses thawing yang diharapkan adalah maksimal
4oC. Menurut Larousse & Brown (1997), proses thawing memerlukan masuknya panas
ke dalam produk, biasanya dengan paparan eksternal media pemanas, air, atau udara.
Thawing dengan udara paling baik dilakukan di ruangan dingin dengan suhu 0-4oC
untuk meminimalkan pertumbuhan mikroba pada permukaan dan percepatan aktivitas
enzim. Namun, cara ini lambat dan membutuhkan tempat yang luas. Proses thawing
dapat dipercepat dengan hembusan udara panas, tunnel atau menggunakan teknik lain.
Proses thawing cepat harus dikendalikan dan diawasi untuk memastikan bahwa
pertumbuhan bakteri dan aktivitas enzim tetap minimal karena dapat mempengaruhi
kualitas produk. Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mencegah efek buruk
seperti kehilangan cairan jaringan, perubahan tekstur, dan peningkatan jumlah mikroba.
Timbulnya efek buruk ini disebabkan oleh mikroorganisme yang mengkontaminasi kulit
ikan, selaput lendir, insang, dan saluran pencernaan.

Tahapan yang dilakukan PT. Maya Food Industries dengan menetapkan suhu akhir
setelah thawing maksimal 4oC sudah tepat. Dengan suhu yang tepat, kesegaran ikan
dapat terjaga. Selain itu, kualitas ikan juga dapat dipertahankan karena terhambatnya
pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim. Untuk mempertahankan suhu setelah proses
thawing agar tetap 4oC, perusahaan ini mengatasinya dengan penambahan es pada bak
air. Sesekali pekerja menyiramkan air dingin dari bak ke tumpukan ikan.
5.4. Sortasi dan Penyiangan
Setelah es pada ikan mencair dan tekstur ikan menjadi lunak, dilakukan sortasi dan
penyiangan untuk menghilangkan bagian kepala, ekor, dan isi perut. Proses penyiangan
dilakukan bersamaan dengan proses sortasi ikan. Sortasi dilakukan untuk memisahkan
ikan yang tidak sesuai dengan spesifikasi produk, ikan yang berbeda jenisnya, dan ikan
yang tidak utuh. Proses sortasi bertujuan untuk mendapatkan ikan yang sesuai dengan
spesifikasi produk sehingga dihasilkan produk yang diinginkan dengan kualitas yang
baik. Pada tahap ini dihasilkan limbah berupa kepala, ekor, isi perut, dan ikan reject.
Limbah akan diolah menjadi produk sampingan berupa tepung ikan. Tepung ikan yang
dihasilkan dijual untuk pakan ternak.

Proses penyiangan bertujuan untuk menghilangkan bagian-bagian ikan yang tidak


terpakai. Bagian isi perut ikan mengandung banyak mikroorganisme yang dapat
merusak ikan, sehingga kualitasnya akan cepat menurun jika bagian tersebut tidak
dibuang. Menurut Larousse & Brown (1997), jika makanan masih tertinggal di dalam
usus ikan, hal tersebut dapat merusak ikan dengan cepat. Kepala, ekor, dan bagian yang
tidak diinginkan lainnya pada kulit, sirip, atau daging yang rusak dapat dibersihkan atau
dipotong tanpa membuang bagian yang dapat dimakan. Mikroorganisme perusak yang
biasanya terletak pada saluran pencernaan dan kulit dapat menyebar karena proses
penyiangan. Oleh karena itu, diperlukan proses pencucian menggunakan air mengalir.
Menurut Moeljanto (1992), ikan sarden memiliki isi perut yang cukup besar dan harus
dibuang agar tidak mempengaruhi rasa pada produk akhir. Oleh karena itu, proses
penyiangan harus dilakukan secara teliti jangan sampai ada isi perut yang tertinggal.

Pada saat proses sortasi dan penyiangan, suhu ikan harus tetap dijaga untuk
menghindari pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, pekerja
sesekali menyiramkan tumpukan ikan dengan air es dari dalam bak yang ada di setiap
meja. Berdasarkan SNI 2712:2013 tentang ikan dalam kemasan hasil sterilisasi, saat
proses penyiangan harus dilakukan penyiraman dengan air dingin mengalir. Namun, di
PT. Maya Food Industries belum menggunakan air dingin yang mengalir, oleh karena
itu dilakukan penambahan es dalam bak air pada setiap meja. Hingga tahap ini, suhu
ikan yang diharapkan adalah tidak lebih dari 4oC.
5.5. Pembersihan Sisik
Setelah proses penyiangan, dilakukan pembersihan sisik pada tubuh ikan. Sama halnya
dengan proses penyiangan, proses pembersihan sisik bertujuan untuk menghilangkan
bagian yang tidak digunakan. Selain itu, pembersihan sisik juga merupakan usaha untuk
mengurangi kontaminasi mikrooganisme pembusuk dan perusak yang mungkin
menempel pada sisik ikan. Proses pembersihan sisik dilakukan secara otomatis
menggunakan mesin rotary drum washer. Mesin ini terbuat dari bahan stainless steel
dan bagian badannya terbuat dari kawat yang berlubang-lubang. Prinsip mesin ini
adalah gaya sentrifugal, yaitu dengan perputaran 360o. Gesekan antara ikan dengan
kawat berlubang tersebut menyebabkan sisik ikan terlepas dengan sendirinya dan
dibantu dengan air yang terdapat pada bagian bawah kawat. Ikan sarden memiliki sifat
khusus, yaitu bagian sisiknya yang mudah lepas atau lunak (Moeljanto, 1992). Oleh
karena itu, proses pembersihan sisik ini bertujuan untuk mengurangi sisik agar sisik
ikan tidak banyak terlepas dan tercampur dengan saus saat sudah dikalengkan. Setiap 2
ton ikan selesai dibersihkan, operator akan melakukan pengecekan secara visual
kebersihan sisik ikan dan melakukan penggantian air.

5.6. Pencucian Ikan


Proses selanjutnya setelah pembersihan sisik adalah pencucian ikan. Proses pencucian
ini dilakukan dengan menyiramkan ikan dengan air sebelum ikan dimasukkan ke dalam
kaleng. Menurut Larousse & Brown (1997), dengan mencuci seluruh tubuh ikan dengan
air dingin dapat secara signifikan mengurangi kontaminasi mikroba pada bagian
permukaan. Dengan proses pencucian juga dapat menghilangkan lendir maupun darah
yang mungkin mencemari atau dapat mengubah warna produk akhir. Sebaiknya dalam
mencuci ikan, aliran air kontinyu sehingga dapat mencegah akumulasi bahan pencemar.
Moeljanto (1992) menambahkan bahwa proses pencucian ikan harus dilakukan secara
hati-hati untuk menjaga keutuhan ikan dan tidak merusak tubuh ikan mengingat kulit
ikan sarden yang lemah dan mudah sobek. Pencucian juga harus menggunakan air yang
mempunyai mutu seperti air minum, sehingga tidak terjadi kontaminasi mikroba dari air
yang dapat membusukkan ikan.
5.7. Pencucian Kaleng Kosong
Di PT. Maya Food Industries, kaleng kosong yang belum digunakan akan dicuci
terlebih dahulu. Pencucian dilakukan menggunakan air biasa. Setelah proses pencucian,
kaleng langsung digunakan tanpa dikeringkan terlebih dahulu. Pencucian kaleng
sebelum digunakan ini bertujuan untuk menghindari debu yang mungkin menempel
pada kaleng bagian dalam maupun luar yang dapat mengkontaminasi produk.

5.8. Pengisian dan Penimbangan


Kaleng yang sudah dicuci kemudian digunakan untuk tahap pengisian. Proses ini harus
segera dilakukan setelah proses persiapan selesai. Pengisian ikan harus disesuaikan
dengan ukuran kaleng dan memperhatikan pengaturan letak ikan di dalam kaleng. Ikan
harus diletakkan berseling antara tubuh bagian atas dan tubuh bagian bawah agar berat
dan jumlah ikan sesuai dengan spesifikasi produk. Selain itu, dalam pengisian ikan
harus memperhatikan head space pada kaleng. Menurut Adawyah (2007), head space
adalah ruangan kosong yang tersisa antara tutup dengan produk. Fungsi dari head space
yaitu sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama proses pemanasan
(sterilisasi) agar produk tidak menekan wadah karena dapat menyebabkan kaleng
menjadi kembung.

Kaleng yang sudah diisi ikan akan disusun dalam pan dan dilakukan penimbangan.
Proses penimbangan dilakukan secara manual oleh pekerja yang bertugas sebagai tim
quality control. Setiap pan akan diambil beberapa kaleng untuk ditimbang, jika beratnya
banyak yang tidak sesuai dengan spesifikasi produk, tim quality control akan
memanggil kelompok yang mengisi pan tersebut untuk menyesuaikan beratnya. Di
sinilah pentingnya memperhatikan jumlah ikan dan ukuran ikan yang dimasukkan ke
dalam kaleng pada saat proses pengisian. Jika banyak berat kaleng yang tidak sesuai,
maka akan menyita waktu untuk mengisi ulang kaleng tersebut. Menurut Adawyah
(2007), ketepatan berat kaleng merupakan faktor ekonomis, karena dapat mengurangi
produk yang mungkin terbawa jika beratnya melebihi spesifikasi.
.
5.9. Pemasakan Awal
Tahap selanjutnya adalah pemasakan awal atau pre cooking yang bertujuan untuk
mendapatkan daging ikan dengan tekstur dan suhu yang diinginkan. Di PT. Maya Food
Industries, proses pemasakan awal dilakukan menggunakan exhaust box dengan panas
yang berasal dari uap panas yang dihasilkan oleh boiler. Uap panas dari exhaust box
bersuhu 90oC dan pemasakan dilakukan selama 20 menit. Dari hasil pemasakan awal
tersebut, diharapkan suhu pusat ikan adalah minimal 70oC. Menurut Moeljanto (1992),
exhausting adalah proses penghampaan udara dan gas dari dalam kaleng yang telah
terisi ikan, sehingga tekanan dalam kaleng menjadi turun. Adawyah (2007)
menambahkan bahwa sebagian besar oksigen dan gas harus dihilangkan dari bahan
dalam kaleng sebelum penutupan kaleng. Keberadaan oksigen di dalam kaleng tidak
diharapakan, karena oksigen dapat bereaksi dengan bahan dan kaleng bagian dalam
yang dapat mempengaruhi nilai gizi, mutu, dan umur simpan produk. Exhausting
berguna untuk memberi ruang dalam pengembangan produk selama proses sterilisasi,
sehingga kerusakan wadah dapat dihindari. Kegunaan lainnya yaitu untuk menaikkan
suhu produk hingga dicapai suhu awal (initial temperature) yang dapat mempercepat
proses sterilisasi.

Setelah 20 menit berlangsungnya pemasakan awal, suhu yang diharapkan adalah 65-
70oC. Pada tahap ini terdapat kendala yang dihadapi oleh PT. Maya Food Industries,
yaitu ketika uap panas dari boiler tidak stabil, sehingga tekanan uap untuk exhausting
tidak tercapai. Jika terjadi kendala tersebut, maka supervisor bagian exhausting akan
menghubungi pihak boiler untuk mengatur tekanan uap atau proses exhausting
ditambah waktunya. Tekanan uap yang dibutuhkan untuk proses exhausting adalah 4
kg/cm2.

5.10. Penirisan
Setelah proses pemasakan awal, minyak dan air dalam ikan akan keluar. Air dan minyak
tersebut perlu dibuang untuk menghindari terjadinya pengenceran media dan dapat
mempengaruhi cita rasa produk. Berdasarkan SNI 2712:2013 tentang ikan dalam
kemasan hasil sterilisasi, setelah proses pemasakan pendahuluan, ikan segera
didinginkan dan ditiriskan dengan cepat, cermat, dan saniter untuk mengurangi
kandungan air dan minyak. Namun di PT. Maya Food Industries tidak dilakukan proses
pendinginan karena setelah penirisan langsung dilakukan pengisian media dan
penutupan kaleng. Suhu di dalam kaleng yang diharapkan adalah suhu yang cukup
tinggi (minimal 70oC) untuk diperoleh kondisi vakum di dalam kaleng, sehingga tahap
pendinginan memang tidak perlu dilakukan di perusahaan ini.

5.11. Pengisian Saus


Sebelum produk ditutup, terlebih dahulu diisi media berupa sasu tomat. Tujuan
pengisian saus adalah agar diperoleh berat sesuai standar produk. Saus tomat yang
dimasukkan ke dalam kaleng harus bersuhu tinggi (minimal 70oC). Pengecekan suhu
dan kekentalan saus tomat dilakukan secara berkala setiap 1 jam sekali. Jika suhu saus
kurang dari 70oC, maka saus akan dipanaskan kembali. Sedangkan saus yang
kekentalannya tidak sesuai standar, maka dilakukan pengecekan ulang terhadap formula
pembuatan saus tomat. Saus yang masuk kedalam kaleng harus panas karena untuk
dicapai kondisi vakum saat proses penutupan kaleng. Oleh karena itu, setelah pengisian
media, kaleng akan langsung ditutup. Hal ini sesuai dengan pendapat Moeljanto (1992)
yang menyatakan bahwa penambahan saus dengan suhu tinggi bertujuan agar
dicapainya ruang hampa udara yang cukup besar di dalam kaleng. Menurutnya, terdapat
beberapa cara untuk menghasilkan ruang hampa udara, seperti:
- Mengisi kaleng dengan bahan makanan yang panas kemudian segera ditutup.
- Meletakkan kaleng yang sudah terisi bahan makanan di dalam ruang hampa
udara dari mesin penutup kaleng, kemudian udara di dalam kaleng di pompa
keluar, dan kaleng segera ditutup.
- Bahan pangan dicampur dengan saus panas, kemudian bagian atas ditambah
udara panas atau uap, lalu dengan cepat ditutup.
- Kaleng diletakkan di dalam air panas dengan tutup di bagian atasnya, sehingga
udara akan keluar, kemudian langsung ditutup.

Selain untuk menghampakan udara dalam kaleng, penambahan saus berfungsi untuk
memperpendek waktu proses sterilisasi karena kaleng masih dalam keadaan panas.
Tidak hanya itu, penambahan saus terutama saus tomat dapat menurunkan pH. Dengan
adanya saus yang ditambahkan di dalam kaleng, maka tidak ada lagi rongga udara di
antara potongan ikan, sehingga kemungkinan berkaratnya kaleng bagian dalam juga
akan berkurang. Tahap pengisian media yang dilakukan PT. Maya Food Industries
sudah sesuai dengan SNI 2712:2013 tentang ikan dalam kemasan kaleng hasil
sterilisasi, di mana media yang telah disiapkan sesuai spesifikasi produk dimasukkan
dalam keadaan panas dalam kemasan secara cepat, cermat, dan saniter untuk
menghindari potensi bahaya dan potensi cacat mutu yang mungkin terjadi.

5.12. Penutupan Kaleng (Seaming)


Setelah pengisian media, kaleng segera ditutup agar dicapai kondisi vakum di dalam
kaleng. Kondisi vakum dalam kaleng dapat memperpanjang umur simpan produk
karena tidak adanya oksigen maupun gas lain dan mengurangi pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat merusak produk. Penutupan kaleng dilakukan
menggunakan mesin seamer. Tahap ini merupakan titik kendali kritis ke-2, karena jika
penutupan kaleng tidak sempurna maka dapat merusak produk dan dapat terjadi
kontaminas bakteri E. Coli dan Salmonella. Sehingga proses penutupan kaleng harus
dilakukan dengan benar dan menghasilkan kaleng yang tertutup sempurna untuk
menghindari kontaminasi dari luar.

Penutupan kaleng dilakukan secara double seam, yaitu menggabungkan badan kaleng
dan tutup kaleng, sehingga menjadi dua lipatan antara badan dan tutup kaleng. Menurut
Adawyah (2007), prinsip kerja mesin seamer dengan double seam yaitu menjalankan 2
operasi dasar. Operasi pertama untuk menggulung ujung pinggir dan badan kaleng.
Sedangkan operasi kedua untuk meratakan gulungan pada operasi sebelumnya. Hasil
lipatan pada double seam dapat dilihat pada gambar 19. Penutupan kaleng yang baik
dapat mencegah terjadinya kebocoran pada kaleng. Ketika proses penutupan kaleng
berlangsung sempurna akan membentuk barrier terhadap gas, cairan, dan
mikroorganisme.
Gambar 16. Proses lipatan double seam
Sumber: Food Canning Technology, 1997

Sebelum seamer digunakan, terlebih dahulu dilakukan percobaan untuk mengecek


kesempurnaan mesin dalam menutup kaleng dengan menggunakan kaleng yang berisi
air. Jika hasilnya sempurna, proses penutupan kaleng dimulai. Setelah proses
berlangsung, setiap 4 jam dilakukan pengecekan kondisi lipatan tutup kaleng secara
visual. Jika lipatan pada kaleng tidak sesuai standar, maka produksi dihentikan
sementara untuk dilakukan pengecekan mesin seamer. Pengecekan kaleng secara visual
dilakukan dengan pengukuran tinggi kaleng (H), tinggi double seam (W), tebal
penutupan (T), countersink (CS), bodyhook (BH), coverhook (CH), overlap (O), dan
persen overlap. Jika pengukuran yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar, maka
dilakukan pengaturan ulang pada mesin seamer agar dihasilkan kaleng yang tertutup
sempurna sesuai standar. Tahap penutupan kaleng yang dilakukan PT. Maya Food
Industries sudah sesuai dengan SNI 2712:2013 tentang ikan dalam kemasan kaleng hasil
sterilisasi, di mana proses penutupan kaleng segera dilakukan dengan menggunakan
mesin penutupan kaleng dan dilakukan pemeriksaan secara berkala terhadap kondisi
lipatan pada penutupan kaleng.

Gambar 17. Dimensi lipatan double seam


Sumber: Food Canning Technology, 1997
5.13. Pencucian Kaleng Produk Jadi
Pada saat proses penutupan kaleng, akan ada saus yang tumpah keluar karena tekanan
pada tutup kaleng maupun goncangan. Hal ini menyebabkan permukaan kaleng bagian
luar menjadi kotor dan berminyak yang dapat menyebabkan kaleng berkarat dan sulit
dalam proses pelabelan. Menurut Adawyah (2007), pada proses pengalengan yang baik,
kaleng dicuci dengan air sabun hangat kemudian dibilas dengan air bersih. Hal ini
sesuai dengan yang dilakukan di PT. Maya Food Industries dimana proses pencucian
kaleng dilakukan menggunakan air sabun dengan suhu 80oC agar minyak yang
menempel dapat hilang. Kaleng yang sudah bersih kemudian dimasukkan ke dalam
keranjang besi untuk proses selanjutnya.

5.14. Sterilisasi
Kaleng yang sudah dikumpulkan di dalam keranjang besi diangkat dari bak, kemudian
dimasukkan ke dalam retort untuk proses sterilisasi. Tujuan proses sterilisasi adalah
untuk mematikan semua mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan dan
kebusukan pada produk. Dengan matinya semua mikroorganisme tersebut, produk akan
memiliki umur simpan yang panjang. Selain mematikan mikroorganisme, proses ini
juga bertujuan untuk melunakkan tulang dan daging ikan. Tahap ini merupakan titik
kendali kritis ke-3 karena jika suhu, waktu, dan tekanan sterilisasi tidak sesuai dapat
menimbulkan potensi bahaya tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum. Menurut
Adawyah (2007), terdapat 2 jenis sterilisasi yaitu:
a. Sterilisasi biologis, menyebabkan matinya seluruh mikroorganisme pada bahan
pangan yang dipanaskan.
b. Sterilisasi komersial, tidak menyebabkan seluruh mikroorganisme mati, namun
hanya mematikan bakteri patogen dan pembentuk racun yang pada kondisi
normal tidak akan merusak bahan pangan tersebut.
Dalam industri pengalengan biasanya menerapkan proses sterilisasi komersial.
Meskipun tidak semua mikroorganisme dapat mati, tetapi produk sudah dikatakan aman
dan terbebas dari mikroorganisme perusak yang juga dapat membahayakan kesehatan,
serta produk dapat terjaga kualitasnya karena didukung oleh kondisi kaleng yang
hermetis, vakum, dan bahan pangan yang memiliki pH rendah. Panas yang digunakan
harus cukup untuk menonaktifkan enzim dan mikroorganisme perusak. Proses sterilisasi
makanan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin makanan tersebut
terbebas dari Clostridium botulinum.

Clostridium botulinum merupakan bakteri garam positif yang berbahaya pada


pengalengan ikan. Bakteri ini tumbuh sangat baik pada kondisi anaerob, tetapi dapat
mendukung lingkungan mikroaerofil. Clostridium botulinum tidak stabil terhadap panas
dan berdasarkan strukturnya, bakteri ini dapat diinaktivasi dengan panas pada suhu 80-
100oC selama 10 menit. Namun, jika proses sterilisasi tidak sesuai akan menimbulkan
resiko yaitu spora dapat bertahan hidup, kemudian berkecambah dan menghasilkan
racun. Racun yang dihasilkan dapat menyerang saraf dan menyebabkan kelumpuhan
(Larousse & Brown, 1997). Oleh karena itu, dalam proses pengalengan jenis bakteri ini
sangat dihindari keberadaannya. Usaha untuk mematikan bakteri ini dengan
dilakukannya proses sterilisasi dan pendinginan.

Suhu dan waktu sterilisasi harus benar-benar diperhatikan dan harus sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Suhu dan waktu yang digunakan harus mampu mematikan
mikroorganisme patogen dan pembusuk. Namun, suhu yang terlalu tinggi juga tidak
baik karena dapat menyebabkan produk menjadi terlalu masak. Muchtadi (1994) dalam
Utami (2012) menjelaskan bahwa sterilisasi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu jenis
mikroba yang akan dihancurkan, kecepatan perambatan panas ke dalam titik dingin,
suhu awal bahan pangan dalam wadah, ukuran dan jenis wadah yang digunakan, suhu
dan tekanan yang digunakan dalam proses sterilisasi, dan keasaman produk dalam
wadah. Produk dengan pH < 4,5 disterilisasi dengan suhu 100oC, sedangkan produk
dengan pH > 4,5 disterilisasi dengan suhu lebih tinggi dari 100oC.

Tahap sterilisasi yang dilakukan PT. Maya Food Industries sudah sesuai dengan SNI
2712:2013 tentang ikan dalam kemasan kaleng hasil sterilisasi. Di mana ikan dalam
kaleng disterilisasi menggunakan retort pada suhu, waktu, dan tekanan sterilisasi
tergantung jenis, ukuran, dan bentuk kaleng sampai tercapai suhu sterilisasi komersil.
Pada tahap ini terdapat potensi bahaya pertumbuhan bakteri atau rancidity karena suhu
dan waktu sterilisasi yang tidak sesuai spesifikasi (undercook). Pada tahap ini pula
terdapat pontesi cacat mutu, yaitu mutu produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan
spesifikasi karena suhu dan waktu tidak sesuai spesifikasi (overcooked).

5.15. Pendinginan
Proses pendinginan dilakukan setelah proses sterilisasi yang berlangsung di dalam retort
dan dalam bak pendingin. Suhu yang diharapkan setelah proses pendinginan ini adalah
40-50oC. Tujuan pendinginan adalah untuk mendinginkan kaleng sehingga lipatan
kaleng rapat hermetis. Pada tahap ini petugas akan melakukan pengecekan terhadap
kadar klorin dalam air yang digunakan dalam bak pendingin 3 kali sehari. Potensi
bahaya pada tahap ini adalah residu klorin yang dapat menempel pada kaleng yang
disebabkan dari air klorinasi.

Menurut Adawyah (2007), setelah proses sterilisasi, wadah harus segera didinginkan
untuk memperoleh keseragaman waktu dan suhu dalam proses dan untuk
mempertahankan mutu produk akhir. Jika wadah tidak langsung didinginkan dapat
menyebabkan produk terlalu masak, sehingga dapat merusak tekstur dan cita rasa
produk akhir. Selain itu, spora bakteri tahan panas dapat tumbuh pada suhu antara suhu
ruang dengan suhu proses. Dengan adanya pendinginan dapat memberikan shock
teraphy pada bakteri yang masih hidup, sehingga bakteri akan mati.

Tahap pendinginan yang dilakukan PT. Maya Food Industries sudah cukup sesuai
dengan SNI 2712:2013 tentang ikan dalam kemasan kaleng hasil sterilisasi. Proses
pendinginan dapat dilakukan di dalam retort maupun di luar retort. Setelah proses
sterilisasi, kaleng didinginkan hingga suhu kaleng mencapai 45oC atau lebih rendah
dengan penambahan es agar tidak terbentuk bercak air pada kaleng dan karat. Namun di
PT. Maya Food Industries, proses pendinginan kaleng belum menggunakan es atau air
dingin. Semua kaleng digosok dengan kain untuk membersihkan kotoran dan sisa air.
Kaleng kemudian disusun pada pallet yang diberi kode, sesuai kode kaleng, nama
produk, tanggal produksi, nomor produksi, dan waktu inkubasi. Di PT. Maya Food
Industries, kaleng yang telah didinginkan kemudian didiamkan beberapa saat hingga
kaleng mengering dengan sendirinya, kemudian baru dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
5.16. Printing dan Pengemasan
Setelah proses pendinginan, keranjang berisi kaleng dikeluarkan dari bak pendingin.
Kemudian didiamkan sebentar untuk mengeringkan kaleng. Setelah itu dilakukan
printing (batch dan expire date) untuk memberi identitas pada produk. Jika hasilnya
kurang sesuai, maka hasil cetakan dihapus dan dilakukan proses pencetakan ulang.
Selama proses pencetakan, tim quality control juga melakukan pengecekan terhadap
kaleng yang tidak sesuai standar, misalnya kaleng yang penyok, berkarat, dan kembung
akan dipisahkan. Selanjutnya kaleng dikemas dalam kemasan sekunder berupa master
carton agar produk terhindar dari kotoran atau kontaminasi dari luar dan memudahkan
distribusi. Menurut Adawyah (2007), pemberian label bertujuan untuk memudahkan
mengetahui bahan apa saja yang digunakan dan kapan produk tersebut diproduksi,
sehingga dapat diketahui kapan produk tersebut kadaluarsa.

5.17. Inkubasi
Selanjutnya produk diinkubasi untuk mengetahui ada atau tidaknya pertumbuhan
bakteri patogen anaerob karena pertumbuhan spora bakteri dan rekontaminasi pada
produk yang disebabkan oleh kerusakan atau kebocoran kaleng. Proses inkubasi
dilakukan selama 7 hari dalam suhu ruang. Kaleng yang rusak adalah kaleng bocor atau
kembung, kemudian kaleng-kaleng rusak ini akan direject. Proses inkubasi ini sesuai
dengan SNI 2712:2013 tentang ikan dalam kemasan kaleng hasil sterilisasi, bahwa
dalam proses inkubasi, kaleng disimpan selama 5-12 hari pada suhu ruang, sesuai
dengan ukuran kaleng, dalam posisi terbalik, dan ditempatkan pada tempat yang bebas
kontaminan.

5.18. Penyimpanan dan Distribusi


Di PT. Maya Food Industries, produk jadi yang sudah melalui tahap inkubasi tidak
langsung didistribusikan, tetapi dilakukan penyimpanan terlebih dahulu di gudang
barang jadi. Karton-karton berisi kaleng diletakkan di atas pallet agar lebih mudah
dipindahkan dan terhindar dari kontaminasi langsung antara karton dengan lantai
gudang. Suhu penyimpanan harus diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap
mutu produk. Adawyah (2007) menjelaskan bahwa suhu penyimpanan yang terlalu
tinggi dapat merusak cita rasa, warna, tekstur, dan vitamin yang terkandung dalam
bahan, sehingga dapat memicu reaksi kimia pada bahan pangan. selain itu, hal tersebut
dapat memicu pertumbuhan bakteri yang saat proses sterilisasi masih bertahan.
Timbulnya karat pada bagian luar kaleng atau tumbuhnya jamur dapat dicegah dengan
mengatur serendah mungkin kelembaban pada ruang penyimpanan. Berdasarkan SNI
2712:2013 tentang ikan dalam kemasan kaleng hasil sterilisasi, produk harus disusun di
dalam gudang penyimpanan dengan sistem penyimpanan FIFO (First In First Out). Hal
tersebut sudah diterapkan di PT. Maya Food Industries di mana produk yang masuk
terlebih dahulu ke dalam gudang lah yang didistribusikan pertama kali.

Proses pendistribusian dilakukan dengan menggunakan truk untuk produk lokal,


sedangkan produk yang diekspor dikirim menggunakan container. Pemuatan produk ke
dalam truk atau container dilakukan dengan menggunakan forklift dan penyusunannya
dilakukan oleh pekerja. Berdasarkan SNI 2712:2013, produk dimuat dalam alat
transportasi dan terlindung dari penyebab yang dapat merusak mutu produk. Hal ini
juga sudah diterapkan di PT. Maya Food Industries yang menggunakan alat transportasi
tertutup dalam proses pendistribusian. Pendistribusian yang menggunakan truk, pada
bagian atasnya ditutup menggunakan terpal seshingga prosuk tidak terkena udara luar,
cahaya matahari, dan debu secara langsung.
6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
 Setiap tahapan dalam proses pengalengan ikan di PT. Maya Food Industries
mengacu pada standar yang berlaku di Indonesia seperti SNI dan Peraturan Menteri
Kesehatan RI.
 Proses produksi diawali dengan tahap penerimaan bahan baku utama dan bahan
baku pendukung.
 Bahan baku utama adalah ikan jenis lemuru, sedangkan bahan baku pendukung
antara lain bahan pembuatan saus tomat dan bahan pengemas (kaleng dan master
carton).
 Penyimpanan ikan dalam kondisi beku dapat mempertahankan sifat alami ikan
dengan menghambat aktivitas enzim maupun bakteri.
 Penyimpanan ikan yang tepat tidak melebihi -18oC.
 Proses thawing paling efektif di PT. Maya Food Industries adalah dengan metode
thawing air dan suhu akhir tidak lebih dari 4oC.
 Penyiangan dilakukan sebagai upaya mengurangi kontaminasi produk dari bagian-
bagian yang tidak digunakan seperti kepala, ekor, sisik, dan isi perut.
 Pencucian ikan yang baik adalah dengan menggunakan air dingin yang mengalir
untuk mempertahankan suhu ikan dan menghindari akumulasi kontaminasi pada
ikan.
 Proses pengisian ikan dalam kaleng perlu memperhatikan jumlah ikan dalam kaleng
dan berat kaleng setelah diisi ikan agar sesuai dengan spesifikasi produk.
 Pemasakan awal dilakukan dalam exhaust box bertujuan untuk menurunkan tekanan
dalam kaleng dengan suhu pusat ikan minimal 70oC.
 Proses penirisan dilakukan untuk mengeluarkan air dan minyak yang dihasilkan dari
proses sebelumnya agar saus yang ditambahkan tidak menjadi encer dan berubah
citarasanya.
 Saus yang ditambahkan ke dalam kaleng harus memiliki suhu minimal 70oC agar
diperoleh kondisi vakum dalam kaleng setelah penutupan kaleng.
 Pentupan kaleng dilakukan secara double seam, yaitu menggabungkan badan kaleng
dan tutup kaleng, sehingga menjadi dua lipatan antara badan dan tutup kaleng
 Proses sterilisasi yang dilakukan perusahaan ini termasuk sterilisasi komersil, yaitu
tidak menyebabkan seluruh mikroorganisme mati, namun hanya mematikan bakteri
patogen dan pembentuk racun yang pada kondisi normal tidak akan merusak bahan
pangan tersebut
 Setiap tahapan proses dilakukan dengan cepat, cermat, dan saniter untuk
menghindari potensi bahaya berupa kontaminasi bakteri patogen dan pembusuk.
 Terdapat 3 Critical Control Point (CCP) atau Titik Kendali Kritis dari serangkaian
tahapan proses pengalengan ikan di PT. Maya Food Industries, yaitu tahap
penerimaan bahan baku, proses seaming, dan proses sterilisasi.
7. DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Penerbit


Kanisius. Yogyakarta.

Astawan, M. 2005. Teknologi Pengolahan Pangan : Ikan Kalengan Tetap Kaya Gizi.
http://web.ipb.ac.id. diakses 17 Mei 2015.

Koswara, S. 2009. Pengolahan Pangan dengan Suhu Rendah.


http://tekpan.unimus.ac.id/. diakses pada 17 Mei 2015.

Larousse, Jean and Brown, Bruce E. 1997. Food Canning Technology. Wiley-VCH, Inc.
United States of America.

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. No.


492/MENKES/PER/IV/2010. Persyaratan Kualitas Air Minum. Menteri Kesehatan.
Jakarta.

Rahayu, W, P,. S. Maamoen,. Suliantari, dan S. Fardiaz. 1992. Teknologi Fermentasi


Produk Perikanan. Penerbit Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi , Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Standar Nasional Indonesia. 2000. SNI 01-4435-2000. Garam Bahan Baku Untuk
Garam Konsumsi Beryodium. Badan Standarisadi Nasional. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2004. SNI 01-3546-2004. Saus Tomat. Badan Standarisadi
Nasional. Jakarta. 10 hal.

Standar Nasional Indonesia. 2011. SNI 3415-2011. Tapioka. Badan Standarisasi


Nasional. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2013. SNI 2712-2013. Ikan Dalam Kemasan Kaleng Hasil
Sterilisasi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2014. SNI 4110-2014. Ikan Beku. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.

Utami, R. 2012. Karakteristik Pemanasan pada Proses Pengalengan Gel Cincau Hitam
(Mesona palustris). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai