Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH SUPLEMENTASI ALBUMIN IKAN GABUS (PUJIMIN®)

TERHADAP KADAR ALBUMIN SERUM DAN LUARAN


PENDERITA STROK ISKEMIK AKUT
Di RS WAHIDIN SUDIROHUSODO, MAKASSAR

EFFECT OF SNAKEHEAD FISH ALBUMIN (PUJIMIN®)


TO SERUM ALBUMIN LEVEL AND OUTCOME OF
ACUTE ISCHEMIC STROKE PATIENTS
AT WAHIDIN SUDIROHUSODO HOSPITAL, MAKASSAR

Indri Apsa Musiana


Abdul Muis
Amiruddin Aliah
Susi Aulina
Nurpudji A Taslim
Ilhamjaya Patellongi

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN


MAKASSAR
2011
ABSTRAK

Pengaruh Penambahan Albumin Ikan Gabus (Pujimin®) terhadap Kadar Albumin


Serum dan Luaran Penderita Strok Iskemik Akut

Indri Apsari, Abdul Muis, Amiruddin Aliah, Nurpudji Taslim,


Susi Aulina, Ilhamjaya Patellongi

Tujuan penelitian : Menilai pengaruh penambahan protein albumin ikan gabus


(Pujimin®) terhadap kadar albumin serum dan luaran penderita strok iskemik akut
berdasarkan nilai NIHSS pada terapi standar strok.
Metode penelitian : Penelitian uji klinik (Randomized Double Blind Controlled
Trial) dilakukan di RS Wahidin Sudirohusodo dan jejaring pendidikan di Makassar.
Sampel penelitian adalah penderita strok iskemik akut hari 1-7 dari onset
berdasarkan gambaran klinik dan hasil CT-scan kepala. Sampel terbagi atas 2
kelompok masing-masing 16 orang. Kelompok intervensi mendapat terapi standar
strok plus albumin ikan gabus (Pujimin®), kelompok kontrol hanya mendapat terapi
standar. Pemeriksaan kadar albumin serum penilaian luaran penderita strok iskemik
akut (nilai NIHSS) dilakukan pada hari ke-1 dan ke-10 MRS sebelum dan setelah
intervensi.
Hasil : ditemukan perbedaan perubahan kadar albumin serum pada kelompok
intervensi (terapi standar plus albumin ikan gabus (Pujimin®) lebih besar (0,2)
dibandingkan kelompok kontrol (0,1). Selisih penurunan nilai NIHSS pada kelompok
terapi standar strok plus albumin ikan gabus (Pujimin®) sebesar 3,0 dibandingkan
kelompok terapi standar sebesar (1,0) berbeda secara signifikan (p=0,001).

Kata Kunci : Albumin ikan gabus (Pujimin®), albumin serum, luaran strok iskemik
akut.
ABSTRACT

Effect of Snakehead Fish Albumin (Pujimin®) to Serum Albumin Levels and


Outcome of Acute Ischemic Stroke Patients at Wahidin Sudirohusodo Hospital
Makassar

Indri Apsa Musiana, Abdul Muis, Amiruddin Aliah, Nurpudji Taslim,


Susi Aulina, Ilhamjaya Patellongi

The purpose of the study: to assessed the effect of adding snakefish albumin
(Pujimin®) to standard therapy on levels of serum albumin and outcome of acute
ischemic stroke patients according to the NIHSS score.

Research methods: The study is double blind randomized clinical trials conducted in
Wahidin Sudirohusodo hospitals and networking education hospital in Makassar.
Study samples were the patients with acute ischemic stroke 1-7 hours of onset
based on clinical presents and results of CT-scan of the head. Sample were divided
by 2 group, each group has 16 persons, intervention group had standard therapy
plus albumin from snake head fish (Pujimin®), control group had standard therapy
for stroke. Examination of serum albumin levels and outcomes assessment of acute
ischemic stroke patients (based on the NIHSS) on day 1 and to day 10 before and
after admission.

Results: the study showed higher level of serum albumin levels in the
intervention group receiving standard therapy of stroke plus snakehead fish albumin
(Pujimin®) than standard therapy (0.2 vs 0.1). There is significancy differences in
NIHSS score from group receiving standard therapy stroke plus snakehead fish
albumin (Pujimin®) than the group with standard stroke therapy (3.0 vs 1.0)
(p=0.001).

Keywords: Snakehead fish albumin (Pujimin®), serum albumin, acute ischemic


stroke outcome
PENDAHULUAN

Latar belakang
Strok telah menjadi masalah kesehatan utama di hampir seluruh negara di
dunia baik pada negara sedang berkembang maupun yang sudah berkembang,
maupun di negara maju. Di negara-negara industri, saat ini strok merupakan
penyebab utama kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner dan keganasan
sedangkan di seluruh dunia (global) menempati urutan kedua setelah penyakit
jantung. (Aliah A, 2006; Morris DL, 2001
Pada stroke iskemik didapatkan gangguan pemasokan darah ke sebagian
jaringan otak. Setelah terjadi iskemik, di otak terjadi berbagai macam reaksi lanjutan,
misalnya (1) pembentukan edema (sembab) di sebagian dari otak, (2) perubahan
susunan neurotransmitter, (3) perubahan vaskularisasi regional dan (4) perubahan
tingkat metabolisme.
Menurut Nicholson et al., (2000) dan Chalidis et al., (2007) salah satu nutrient
yang dibutuhkan penderita stroke adalah protein, khususnya albumin. Disamping
berperan dalam fungsi metabolik, protein albumin berfungsi sebagai salah satu
nutrien yang memiliki kemampuan untuk (1) mempertahankan integritas
mikrovaskuler (permeabilitas vaskuler, (2) memodulasi respon inflamasi dan (3) efek
antikoagulan. Terapi albumin dosis tinggi (2g/kg) menginduksi kemajuan yang cepat
dan berkelanjutan pada sistem hemodinamik mikrovaskuler akibat thrombosis yang
berarti bahwa albumin sebagai komponen intravaskuler yang berefek penting dan
bersifat protektif pada iskemia serebral (Nimmagadda et al., 2007).
Kapsul ikan gabus (Pujimin®) sebagai suplemen yang mengandung albumin
dosis tinggi diharapkan dapat menjadi protein alternatif yang ekonomis untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita stroke, disamping komposisi keseluruhannya
yang telah terbukti meningkatkan status gizi karena mengandung senyawa asam
amino yang penting bagi tubuh manusia diantaranya protein yang cukup tinggi,
lemak air dan mineral terutama Zinc dan iron (Nurpudji, A., 2005).
Rumusan Masalah
1.Bagaimana pengaruh pemberian kapsul albumin ikan gabus terhadap kadar
albumin serum penderita stroke iskemik akut?
2.Bagaimana pengaruh pemberian kapsul albumin ikan gabus terhadap
luaran penderita stroke iskemik akut berdasarkan nilai NIHSS?
Tujuan Penelitian
Menilai pengaruh pemberian kapsul albumin ikan gabus terhadap kadar
albumin serum dan luaran penderita stroke iskemik akut berdasarkan NIHSS
Tujuan Khusus
a. Mengukur perubahan kadar albumin serum penderita strok iskemik akut
hari-1 dan hari -10 baik pada kelompok terapi standar strok dengan atau
tanpa penambahan kapsul albumin ikan gabus.
b. Membandingkan perbedaan perubahan kadar abumin serum kedua
kelompok penelitian
c. Menilai perubahan nilai NIHSS penderita strok iskemik akut hari-1 dan hari
-10 baik pada kelompok terapi standar strok dengan atau tanpa
penambahan kapsul albumin ikan gabus.
d. Membandingkan perbedaan perubahan nilai NIHSS kedua kelompok
penelitian
e. Menentukan hubungan penambahan kapsul albumin ikan gabus pada terapi
standar strok terhadap kadar albumin serum dan luaran penderita stroke
iskemik akut.

Menurut WHO Monica Project strok adalah manifestasi kliniks dari gangguan
fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global ) yang berlangsung dengan
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskular (WHO,1998).
Berbagai proses fisiologik pada otak sangat tergantung ketersediaan energi
untuk metabolisme. Tersedianya energi tergantung pada pasokan oksigen dan
glukosa lewat aliran darah. Otak manusia mengkonsumsi 20 – 25% oksigen dan
glukosa melalui aliran darah (hampir 70% glukosa tubuh). Proses pembentukan
energi pada otak melalui oksidasi fosforilasi pada mitokondria menghasilkan 95%
ATP otak, sehingga berkurangnya suplai oksigen pada sel otak mengakibatkan
gangguan fungsi otak. Glukosa merupakan sumber energi utama pada otak, dengan
mekanisme utama melalui proses glikolisis aerob. Sekitar 85 – 90% glukosa yang
dikonsumsi otak mengalami oksidasi menjadi CO2 dan H2O, pasokan glukosa otak
akan habis dalam 3 – 6 menit. Oleh karena itu fungsi otak sangat tergantung pada
pasokan glukosa secara kontinyu. Jika glukosa darah yang dibutuhkan untuk
kebutuhan kontinyu energi mengalami penurunan pada ambang kritis, jaringan otak
akan meggunakan glikogen bebas. Oksidasi total glikogen bebas otak membutuhkan
waktu 5-7 menit. (Siswonoto S,E,et,al, 2008 Misbach J. 1999).
Pada saat aliran darah otak mencapai hanya 20 % dari nilai normal (10 –
15ml/100gr/menit), maka neuron–neuron otak mengalami hilangnya gradien ion dan
selanjutnya terjadi depolarisasi anoksik dari membran. Jika aliran darah kurang dari
10 ml/100 gr jaringan otak permenit akan terjadi kerusakan neuron yang permanen
secara cepat dalam waktu 6 – 8 menit, daerah ini disebut “ischemic core”. Dalam
beberapa jam daerah sentral yang mengalami infark dikelilingi oleh bagian iskemik
dengan jaringan yang masih hidup dengan aliran darah otak lebih dari 20ml/100 gr
otak/ menit, disebut daerah ”ischemic penumbra”. Metabolisme energi tetap ada
untuk beberapa lama, hanya terjadi gangguan fungsional dan tidak terdapat
perubahan morfologi. Daerah ini merupakan zona kritis perfusi, dimana sel akan
tetap hidup jika hemostasis tetap ada. Daerah penumbra merupakan sasaran utama
terapi untuk beberapa jam pertama dan hari setelah onset stroke. (Siswonoto S,et.
al,2008, Price Anderson S, 2006)
Respon tubuh terhadap kejadian stroke akan berubah menurut waktu.
Setelah mengalami strok, fase pertama yang dialami oleh tubuh adalah fase ebb
yang berlangsung 12-24 jam pertama. Dalam fase ini, metabolisme tubuh akan
menurun karena fokus perhatian tubuh tertuju kepada upaya bertahan hidup.
Peningkatan kadar katekolamin dan glukagon akan meningkatkan penguraian
glikogen (glikogenolisis) dan sintesis glukosa dari asam-asam amino
(glukoneogenesis) sehingga terjadi kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia).
Pasien akan merasa mengantuk dan pencernaan melambat. Respons stress ini
untuk memulihkan perfusi darah ke dalam jaringan tubuh dan mempertahankan
oksigenasi yang adekuat. Tindakan medis yang efektif untuk mengatasi respons
stress dan syok akan mempersingkat lamanya fase ebb. (Marian, 1996; Hartono,
2006)
Secara umum, sekitar 50% pasien strok yang dirawat di rumah sakit
mengalami kesulitan/komplikasi menelan/disfagia, walaupun angka kejadiannya
bergantung pada seleksi kasus, waktu penilaian, dan metode yang digunakan untuk
mendeteksi masalah menelan. Pada kebanyakan studi, penurunan status gizi paling
sering terjadi pada pasien dengan disfagia atau mereka yang membutuhkan bantuan
untuk makan. Bahkan pada pasien yang mampu menelan cairan dan makanan
mungkin kehilangan nafsu makan terkait dengan efek penyakit atau obat dan
mereka mungkin makan lebih lambat atau malas makan karena kelemahan otot-otot
wajah, penurunan fungsi mengunyah atau menelan.
Protein merupakan zat gizi penting yang paling erat hubungannya dengan
proses-proses kehidupan yang jumlahnya sekitar 17% dari jaringan tubuh. Secara
umum fungsi protein adalah (1) memelihara stuktur tubuh, (2) mobilisasi konsentrasi
myosin/aktin pada otot rangka, (3) sebagai alat transport membran, (4) untuk
sintesis protein visceral seperti albumin dan imunoglobulin serta (5) mencegah
proses inflamasi (Stepanuk, 2000, Linder, 1992). Kandungan Asam amino protein
yang terdapat dalam tubuh setiap saat siap untuk dipergunakan sebagai cadangan,
terdiri atas asam amino yang terdapat didalam darah maupun didalam jaringan hati
dan otot (Kartasapoetra, 2005).

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian uji klinik acak terkontrol buta ganda
(Randomized Double Blind Controlled Trial)

Tempat dan waktu


Penelitian ini dilakukan di RS. Wahidin Sudirohusodo dan jejaringnya dan
populasi sampel adalah penderita stroke iskemik akut yang memenuhi kriteria
inklusi: Penderita stroke iskemik akut serangan pertama dan tidak pernah TIA,
Onset saat masuk rumah sakit hari 1-7, CT-scan kepala menunjukkan gambaran
hipodens/isoden, penderita dengan kadar albumin serum >2,5 gr, menyatakan
tidak berkeberatan dan menandatangani surat pernyataan persetujuan dan
informed consent oleh penderita / wali penderita

Izin Penelitian dan Ethical Clearance


Pemberian informasi dan permintaan izin (informed consent) dari penderita
agar penderita dapat dijadikan sampel penelitian serta persetujuan dari Komisi Etik
Penelitian Biomedis pada manusia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
dilakukan dalam penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data yang terkumpul di analisis menggunakan Uji kesetaraan dengan uji
Pearson Chi-Square. Untuk melihat perubahan skor NIHSS sesudah terapi pada
masing-masing kelompok digunakan Wilcoxon Signed Rank Test. Untuk melihat
perbandingan hasil terapi di antara kedua kelompok digunakan U Mann Whitney
Test dengan batas kemaknaan alfa = 5 % (p < 0,05).

Hasil analisis perbedaan distribusi penderita berdasarkan karakteristik umur,


jenis kelamin, kebiasaan merokok, dislipidemia, hiperglikemia, dan hipertensi dapat
dilihat pada tabel
Tabel 1. Karakteristik Penderita Pada Kedua Kelompok Penelitian

Kelompok Terapi Uji Kemaknaan

Variabel Albumin Tanpa Nilai P


(n=16) Albumin
(n=16)
Umur (tahun) Mean 58,69 55,87 0,599*
Standard 10,27 8,25
deviasi
Jenis Kelamin Pria 7 8 1,000**
Wanita 9 8
Merokok Ya 5 7 0,715**
Tidak 11 8
Dislipidemia Ya 5 6 1,000**
Tidak 11 10
Hiperglikemia Ya 5 8 0,472**
Tidak 11 8
Hipertensi Ya 13 13 1,000***
Tidak 3 3
Keterangan: * Mann Whitney test
** Continuity Correction Test
*** Fisher’s Exact test
Pada tabel 1 terlihat bahwa uji homogenitas pada kedua kelompok penelitian
berdasarkan umur, jenis kelamin, status merokok, tekanan darah, status lipid, kadar
glukosa, terdistribusi tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok terapi. Nilai p
pada kedua kelompok penelitian lebih 0,05. Dapat disimpulkan bahwa variabel-
variabel ini tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok penelitian dengan kata
lain kedua kelompok dapat dianggap homogen berdasarkan karakteristik tersebut
diatas.

Tabel 2. Kadar albumin serum dan NIHSS pada hari pertama (awal)
antara kedua kelompok terapi

Kelompok Terapi Mann


Albumin Tanpa Whitney
Variabel (n=16) Albumin test
(n=16)
NILAI P
KadarAlbumin Min – Maks 3,0 - 4,2 2,8 – 4,1
Serum ( ) Median 3,60 3,80 0,174
Mean (SD) 3,52 (0,37) 3,67 (0,38)
NIHSS Min – Maks 3 - 11 2 – 10
Median 8,0 5,0 0,029
Mean (SD) 7,5 (2,6) 5,4 (2,1)

Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar albumin serum pada hari-1, walaupun

terlihat median sedikit lebih tinggi pada kelompok terapi tanpa tambahan albumin,

tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna (p>0,05). Berbeda halnya dengan NIHSS

lebih rendah secara bermakna (p<0,05) pada kelompok terapi tanpa tambahan

albumin (median=5,0) daripada kelompok terapi dengan tambahan albumin

(median=8,0).

Tabel 3. Perubahan kadar albumin serum dan NIHSS dari hari-1 ke hari-10
pada kelompok terapi standar dengan penambahan kapsul albumin
Pengamatan Wilcoxon
Hari-1 Hari -10 Perubahan test
Variabel Nilai P
KadarAlbumin Min – Maks 3,0 - 4,2 3,1 – 4,3 0,02 – 0,50
Serum ( ) Median 3,60 3,80 0,20 0,001
Mean (SD) 3,52 (0,37) 3,71 (0,33) 0,19 (0,11)
NIHSS Min – Maks 3 – 11 1–9 (-1) - (-6)
Median 8,0 5,0 -3,0 p=0,001
Mean (SD) 7,5 (2,6) 5,0 (2,3) -2,5(1,4)

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada kelompok terapi standar strok dengan


penambahan kapsul albumin, kadar albumin serum mengalami peningkatan yang
bermakna (p<0,05) dengan median peningkatan kadar albumin serum sebesar 0,2;
sedangkan NIHSS menurun secara bermakna (p<0,05) dengan median sebesar -
3,0 satuan.

Tabel 4. Perubahan kadar albumin serum dan NIHSS dari hari-1 ke hari-10
pada kelompok terapi standar tanpa penambahan kapsul albumin

Sedangkan untuk hal yang sama pada kelompok terapi standar tanpa
penambahan kapsul albumin ikan gabus dapat dilihat pada tabel 4.

Pengamatan Wilcoxon
Hari-1 Hari -10 Perubahan test
Variabel Nilai P
KadarAlbumin Min – Maks 2,8 – 4,1 3,0 – 4,2 0,0 - 0,2
Serum ( ) Median 3,80 3,90 0,10 0,004
Mean (SD) 3,67 3,79 (0,34) 0,13 (0,07)
(0,38)
NIHSS Min – Maks 2 – 10 2–9 (0,0) - (-2,0)
Median 5,0 4,0 -1,0 0,001
Mean (SD) 5,4 (2,1) 4,7 (1,6) -0,73 (0,70)

Untuk kelompok terapi standar tanpa penambahan kapsul albumin ikan gabus
menunjukkan bahwa kadar albumin serum mengalami peningkatan yang bermakna
(p<0,05) dengan median peningkatan kadar albumin serum sebesar 0,1; sedangkan
NIHSS menurun secara bermakna (p<0,05) dengan median sebesar - 1,0 satuan.

Tabel 5. Perbedaan perubahan kadar albumin serum dan perubahan NIHSS


antara kedua kelompok terapi

Kelompok Terapi Mann


Albumin Tanpa Whitney
Variabel (n=16) Albumin test
(n=16) Nilai P
Perubahan Kadar Min – Maks 0,02 – 0,50 0,0 – 0,2
Albumin Serum ( ) Median 0,20 0,10 0,098
Mean (SD) 0,19 (0,11) 0,13 (0,07)
Perubahan NIHSS Min – Maks (-1) - (-6) (0,0) - (-2,0)
Median -3,0 -1,0 0,000
Mean (SD) -2,5(1,4) -0,73 (0,70)

Tabel 5 menunjukan bahwa kenaikan kadar albumin serum pada kelompok


terapi standar dengan penambahan kapsul albumin sedikit lebih tinggi daripada
kenaikan kadar albumin serum pada kelompok terapi standar dengan tambahan
kapsul plasebo, akan tetapi tidak bermakna (p>0,05). Sementara itu penurunan
NIHSS lebih besar secara bermakna (p<0,05) pada kelompok terapi standar dengan
tambahan kapsul albumin daripada penurunan NIHSS pada kelompok terapi tanpa
tambahan kapsul albumin.

PEMBAHASAN
Pada penelitian ini kami melakukan analisa pengaruh penambahan kapsul
albumin ikan gabus pada terapi standar penderita strok iskemik akut dengan
Jumlah subyek pada penelitian ini adalah 32 orang yang terdiri dari 16 orang yang
mendapat terapi standar strok iskemik akut dengan penambahan kapsul albumin
ikan gabus dan 16 orang pada kelompok yang mendapat terapi standar strok
iskemik akut tanpa penambahan kapsul albumin ikan gabus. Dari 32 sampel
penelitian terdapat perempuan 17 orang (53,1 %) lebih banyak daripada laki-laki 15
orang (48,9%).
Pada analisa dilakukan uji homogenitas pada variabel-variabel penelitian
yang meliputi variabel demografi berdasarkan umur, jenis kelamin, dan variabel
yang meliputi faktor risiko strok yang terdiri dari status merokok, dislipidemi,
hiperglikemia dan hipertensi. Setelah dilakukan uji Yate’s Correction X2 test
diperoleh semua nilai p > 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
bermakna antara kelompok yang mendapat terapi standar strok iskemik akut dengan
penambahan kapsul albumin ikan gabus dengan kelompok yang mendapat terapi
standar strok iskemik akut tanpa penambahan kapsul albumin ikan gabus,
diharapkan variabel tersebut tidak mempengaruhi hasil penelitian.
Analisis perbedaan kadar albumin serum dan nilai NIHSS dalam penelitian ini
dilakukan dalam dua langkah yaitu analisis uji beda pada kondisi awal antara
kelompok A dengan kelompok B. Hal ini dilakukan untuk memastikan homogenitas
kadar albumin serum dan nilai NIHSS antar kelompok. Idealnya pada kondisi awal
kedua kelompok harus memiliki homogenitas yang tinggi yang dapat dibaca dengan
dan uji U-Man nwithney. Kadar albumin serum pada hari-1, walaupun terlihat
median sedikit lebih tinggi pada kelompok terapi tanpa tambahan albumin, tetapi
perbedaan tersebut tidak bermakna (p>0,05). Berbeda halnya dengan NIHSS lebih
rendah secara bermakna (p<0,05) pada kelompok terapi tanpa tambahan albumin
(median=5,0) daripada kelompok terapi dengan tambahan albumin (median=8,0).
Hasil analisa perubahan kadar albumin serum selama 10 hari pada kedua
kelompok terapi menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada kedua kelompok
terapi. Pada kelompok penderita strok iskemik akut yang mendapat terapi standar
dengan penambahan kapsul albumin ikan gabus mengalami peningkatan kadar
albumin serum dengan nilai median sebesar 0,2 dan uji Wilcoxon menunjukkan
nilai p = 0,001 dan pada kelompok yang mendapat terapi standar tanpa
penambahan kapsul albumin ikan gabus terdapat peningkatan kadar albumin serum
sebesar 0,1 dengan uji Wilcoxon menunjukkan nilai p = 0,001.
Hasil analisa perubahan NIHSS selama 10 hari pertama pada kedua
kelompok terapi menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada kedua kelompok
terapi. Pada kelompok penderita strok iskemik akut yang mendapat terapi standar
dengan penambahan kapsul albumin ikan gabus mengalami perubahan nilai NIHSS
dengan nilai median sebesar -3,0 dan uji Wilcoxon menunjukkan nilai p = 0,001 dan
pada kelompok yang mendapat terapi standar tanpa penambahan kapsul albumin
ikan gabus terdapat perubahan nilai NIHSS sebesar 1,0 dengan uji Wilcoxon
menunjukkan nilai p = 0,001.
Hasil analisa perbedaan perubahan kadar albumin serum pada kedua
kelompok penelitian menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna, dengan artian
tidak ada perbedaan bermakna perubahan kadar albumin serum antara kedua
kelompok terapi. Akan tetapi sudah ada kecenderungan peningkatan kadar albumin
serum pada kelompok terapi standar strok dengan penambahan kapsul albumin ikan
gabus dimana hasil uji Mann Withney menunjukkan nilai p = 0,098.
Hasil analisa perbedaan perubahan nilai NIHSS antara kedua kelompok terapi
menunjukkan perbedaan bermakna, dimana perubahan nilai NIHSS pada kelompok
yang mendapat penambahan kapsul albumin ikan gabus lebih besar dibandingkan
perubahan nilai NIHSS pada kelompok tidak mendapat penambahan kapsul
albumin ikan gabus dengan hasil uji Mann Withney menunjukkan nilai p = 0,001.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
1. Terdapat kenaikan kadar albumin serum penderita strok iskemik akut
yang mendapat terapi standar strok iskemik dengan penambahan kapsul
albumin ikan gabus
2.Terdapat penurunan nilai NIHSS penderita strok iskemik akut yang
mendapat terapi standar strok iskemik dengan penambahan kapsul albumin
ikan gabus
3. Terdapat hubungan pemberian kapsul albumin gabus terhadap kenaikan
albumin serum dan luaran penderita stroke iskemik akut berdasarkan
penurunan skor NIHSS

Saran
1. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh
penambahan kapsul albumin ikan gabus pada terapi standar strok iskemik
akut terhadap peningkatan kadar albumin serum dan perubahan nilai
NIHSS dengan rentang masa coba yang lebih panjang (minimal 4 minggu).
2. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis kapsul
albumin ikan gabus yang tepat yang dapat meningkatkan kadar albumin
serum dan perbaikan derajat klinis penderita strok iskemik akut .

DAFTAR PUSTAKA

Adams, H. P. Bendixen, . B. H. Kapelle, L. J. et al., 1993 Classification of Subtype of


acute Ischemic Stroke. Trial of Org in Acute Stroke Treatment. Stroke

Adams, R. D. Victor, M. 2001. Cerebrovasular Desease in Principle of Neurology


Seventh Edition. McGraw- Hill Book Co. New York. P.821-925.

Adams. H.. 2003. Acute ischemic stroke : Future options for unmet medical needs.
Medscape Today Clinical Update. Medical Education Collaborative and
Lily. www. medscape.com.

Adams, H.P., Adams, R.J., Brott, T., del Zoppo, G.J., Furlan, A., Goldstein, L.B., Et
al. 2003. Guidelines for the early management of patients with ischemic

Adams, H. P. Gregory, Zoppo. Alberts, Mark. Et al. 2007. Guidelines for the Early
Management of Adult With Ischemic Stroke. A Guideline From the
American Heart Association / American Stroke Association Stroke Council,
Clinical Cardiology Council, Cardiovascular Radiology and Intervertion
Council, and the Atherosclerotic Peripheral Vascular Desease and Quality
of Care Outcames in Reasearch Interdiciplinary Working groups. American
Heart Association. Dallas.

Aliah, A., Djoenaidi, W. 2004. Faktor risiko stroke pada beberapa rumah sakit Di
Makassar periode januari - September 2000. Jurnal Medika Nusantara 25
1–5

Aliah, A., Muis, A. 2003. Transcranial Doppler Ultrasonography (TCD); A


Noninvasive Measurement in the Management of stroke. J Med Nus 24(1):
857-861

Aliah, A., Samino, H. 2003. Neuroimaging Update On Stroke and Vascular Dementia
The fifth National Congress of INA, Bali

Baker, K.; Featherstone, K,; Mcllvoy, L. et al, 2004. Guide to the Care of the Patient
with Ischemic Stroke. AANN Reference Series for Clinical Practice. Lake
Avenue. USA.

Beuchamp, N.J. et al. 1999. Imaging of Acute Cerebral Ischemia. Radiology


212:307-324.

Belayev, L. Liu, Y. Zhao, W. 2001 Human albumin therapy of acut ischemic stroke:
arked neuroprotective efficacy at moderate doses and with a broad
therapeutic window. Cerebral Vascular Desease Research Center.
Departement of Neurology. University of Miami School of Medicine, Miami.

Beaulieu, C. Busch, E. R6ther, J. et al. Polynytroxyl albumin reduces infarct size in


transient fokal cerebral ischemia in the rat: potencial mechanisms
studiedby magnetic resonance imaging. Departement of Radiology.
Stanford university. California.

Davis, J. P. Wong A.A. Schulter, P. J. 2004. Impact of Premorbid Undernutrition on


Outcomes in Stroke Patient. Departement of Neurology. Royale Brisbane
Hospital. American Heart association.

Dennis, M. 2003. Poor Nutrition Status on Admission Predicts poor outcomes After
Stroke. Departement of Clinical Neuroscienses. Western General Hospital
Edinburgh. American Heart Association.

Djoenaidi, W. 1995. Hipertensi dan Stroke. Lab. UPF llmu Penyakit Saraf FK-
UNAIR/RS dr. Soetomo. Surabaya.

Djoenaidi, W. 2000. Update on Neuroprotective Agent for treatment of Acute


Ischemic Stroke.

Djoenaidi, W. 2003. Klinis dan Penatalaksanaan Stroke dan Kelaianan Neurovakular


Lain. Pertemuan llmiah Nasional INeuroimaging. Malang.

Eddy, S. 2003. Potensi Serum Albumin, http.www.kompas.com/kompas


cetak/Jatim.htm

Fisher, M. 1995. Diffusion-Perfusion MRI and Magnetic Resonance spectroscopy In


Cerebral Vascular Desease.
Gabrialla, S. E. Parker, S.G. N taub. Castleden. Influence on Nutritional Status on
Clinical Outcome after Acute Stroke. Am. J. Clin Nutr 1998;68:275-81.

Misbach, J. Lumbantobing, S.M. RanakusunaTAS. et al.2004. Stroke Quidelines.

Moore, M. C. 2001. Mosby's Nutrition Care. Edisi 4. Mosby.

Myron, Ginsberg. 2003. Adventures in the Patnophysiology of Brain Ischemia :


Penumbra, Gene Expression, Neuroprotection. The 2002 Thomas Willis
Lecture. American Heart Association. Dallas.

Nimmagadda, A. Park, H. P. Prado, R. et al. 2007. Albumin therapy improves local


vascular dynamics in a rat model of primary microvascular thrombosis: a
two photon lasser scanning microscopy study. Cerebral Vascular Desease
Research center, Departement of Neurology. University Of Miami Miller
School of Medicine.

Nyswonger. 2006. Effect of Malnutrition in stroke Outcome. The NHLBi Family Heart
Study. American Heart Association.

Pelesch, Y. Y. Hill, M. D. Ryckborst, K. J. 2006. A Dose-Escalation and Safety Study


of Albumin Therapy for Acute Ischemic Stroke—II: Neurology Outcome
and Efficacy Analysis. Departement of Neurulogy, University Of Miami
Miller School of Medicine, Miami. American Heart Association.

Peter Duus. 1996. Diagnosis Neurologi. Anatomi, Fisiologi Tanda dan Gejala. EGG.
Jakarta.

Potter. 1996. Malnutrition in Stroke Patient. American Stroke Association.


Department of neurology. University of Miami School of Medicine. Miami.

Anda mungkin juga menyukai