Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting
untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra
penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata
merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem
pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak
retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih
sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan
pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan
dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi
penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk
mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan
kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah
banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula,
juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah
pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai
mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan
terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel,
senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini :
1. Bagaimana anatomidan fisiologi mata?
2. Apakah definisi dari trauma mata ?
3. Bagaimana klasifikasi trauma mata?
4. Bagaimanakah epidemiologi dari trauma mata ?
5. Bagaimana patofisiologi trauma mata?
6. Bagaimanakah manifestasi klinik trauma mata ?
7. Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik trauma mata ?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan medis trauma mata ?
9. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan pada trauma mata tajam
dan trauma mata tumpul ?

1
C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini:
1. Mengetahui tentang anatomi dan fisiologi mata.
2. Mengetahui tentang definisi dari trauma mata.
3. Mengetahui tentang klasifikasi trauma mata
4. Mengetahui tentang epidemiologi dari trauma mata.
5. Mengetahui tentang patofisiologi trauma mata.
6. Mengetahui tentang manifestasi klinik trauma mata.
7. Mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik trauma mata.
8. Mengetahui tentang penatalaksanaan medis trauma mata.
9. Mengetahui tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada trauma mata
tajam dan trauma mata tumpul.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI MATA

1. ANATOMI MATA

a. Struktur mata

1) Alis
Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu.
Alis dikaitkan pada otot-otot sebelah bawahnya serta berfungsi
melindungi mata dari sinar matahari.

2) Kelopak mata
Kelopak mata merupakan dua lempengan, yaitu lempeng tarsal yang
terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat serta dilapisi kulit dan
dibatasi konjungtiva. Jaringan dibawah kulit ini tidak mengandung
lemak. Kelopak mata atas lebih besar daripada kelopak mata bawah serta
digerakkan ke atas oleh otot-otot melingkar, yaitu muskulus orbikularis

3
okuli yang dapat dibuka dan ditutup untuk melindungi dan meratakan air
mata ke permukaan bola mata dan mengontrol banyaknya sinar yang
masuk.

3) Bulu mata
Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya.
b. Struktur Mata Internal

Struktur mata internal


(Brunner&Suddarth, 2002)

1) Sklera
Pembungkus yang kuat dan fibrus. Sklera membentuk putih mata dan
tersambung pada bagian depan dengan sebuah jendela membran yang
bening, yaitu kornea. Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus
serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.
2) Khoroid
Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-ranting
arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini
membentuk iris yang berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil
(manik) mata. Selaput berpigmen sebelah belakang iris memancarkan
warnanya dan dengan demikian menentukan apakah sebuah mata itu
berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya. Khoroid bersambung pada
bagian depannya dengan iris, dan tepat dibelakang iris. Selaput ini
menebal guna membentuk korpus siliare sehingga terletak antara khoroid

4
dan iris. Korpus siliare itu berisi serabut otot sirkulerndan serabut-
serabut yang letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot
sirkuler menyebabkan pupil mata juga berkontraksi. Semuanya ini
bersama-sama membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris, korpus
siliare, dan khoroid. Peradangan pada masing-masing bagian berturut-
turut disebut iritis, siklitis, dan khoroiditis, atau pun yang secara
bersama-sama disebut uveitis. Bila salah satu bagian dari traktus ini
mengalami peradangan, maka penyakitnya akan segera menjalar
kebagian traktus lain disekitarnya.
3) Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu
sel-sel saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi
retina yang merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls
saraf dari luar menuju jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls
saraf dari luar menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf
optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik buta, oleh karena
tidak mempunyai retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah
makula, yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optikus, persis
berhadapan dengan pusat pupil.
4) Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera
yang putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa
lapisan. Lapisan tepi adalah epithelium berlapis yang tersambung dengan
konjungtiva.
5) Bilik anterior (kamera okuli anterior). Terletak antara kornea dan iris.
6) Iris
Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid.
Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar (otot polos). Kelompok
yang satu mengecilkan ukuran pupil, sementara kelompok yang lain
melebarkan ukuran pupil itu sendiri.
7) Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris,
dimana cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.
8) Bilik posterior (kamera okuli posterior)
Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik
posterior yang diisi dengan aqueus humor.
9) Aqueus humor

5
Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke dalam aliran
darah pada sudut iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai
Saluran Schlemm
10) Lensa
Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan.
Tebalnya ±4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa
digantung oleh zonula (zonula zinni) yang menghubungkannya dengan
korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aqueus dan
disebelah posterior terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah membran
semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan
terdapat selapis epitel subkapular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar sub
epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang
elastik. Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium
lebih tinggi di lensa daripada di jaringan lainnya. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada
serat nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam lensa.
11) Vitreus humor
Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang
diisi dengan cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti
agar-agar. Berfungsi untuk memberi bentuk dan kekokohan pada mata,
serta mempertahankan hubungan antara retina dengan selaput khoroid
dan sklerotik.
2. FISIOLOGI MATA
Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima
rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantaraan
serabut-serabut saraf nervus optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat
penglihatan otak untuk ditafsirkan. Apparatus optik mata membentuk dan
mempertahankan ketajaman focus objek dalam retina. Prinsip optik adalah sinar
dialihkan berjalan dari satu medium ke medium lain dari kepadatan yang
berbeda, fokus utama pada garis yang berjalan melalui pusat kelengkungan
lensa sumbu utama.
Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada
retina dengan perantaraan serabut nervus optikus, menghantarkan rangsangan
ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata

6
menimbulkan bayangan yang difokuskan pada retina. Bayangan itu akan
menembus dan diubah oleh kornea, lensa badan aqueus
dan vitreus. Lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan bayangan pada
retina, bersatu menangkap sebuah titik bayangan yang difokuskan. Gangguan
lensa adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali geometric. Pasien yang
mengalami gangguan- gangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan
tanpa rasa nyeri.
a. Pembentukan bayangan
Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari bayangan objek
di retina. Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih kecil dan terbalik dari
objek nyata. Bayangan yang jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal saraf
dalam mosaik reseptor, selanjutnya mengirim bayangan dua dimensi ke otak
untuk direkonstruksikan menjadi bayangan tiga dimensi. Pembentukan
bayangan abnormal terjadi jika bola mata terlalu panjang dan berbentuk elips,
titik fokus jatuh didepan retina sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk
melihat lebih jelas harus mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu
dengan lensa bikonkaf yang memberi cahaya divergen sebelum masuk mata.
Pada hipermetropia, titik fokus jatuh dibelakang retina. Kelainan dikoreksi
dengan lensa bikonveks. Sedangkan pada presbiopia, bentuk abnormal karena
lanjut usia yang kehilangan kekenyalan lensa.
b. Respon bola mata terhadap benda
Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum tegang, lensa tertarik
sehingga bentuknya lebih pipih. Keadaan ini akan memperpanjang jarak
fokus. Bila benda dekat dengan mata maka otot akan berkontraksi agar
lengkung lensa meningkat. Jika benda jauh, maka m. siliaris berkontraksi agar
pipih supaya bayangan benda pada retina menjadi tajam. Akomodasi
mengubah ukuran pupil, kontraksi iris membuat pupil mengecil dan melebar.
Jika sinar terlalu banyak maka pupil menyempit agar sinar tidak seluruhnya
masuk ke dalam mata. Dalam keadaan gelap pupil melebar agar sinar banyak
yang ditangkap. Dalam hal melihat benda, jika mata melihat jauh kemudian
melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi peningkatan ke dalam
lapang penglihatan. Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme umpan balik
negatif secara otomatis.
c. Lintasan penglihatan
Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang
melalui nervus optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi
lain bersatu dengan serabut yang berasal dari retina. Otak menggunakan visual

7
sebagai informasi untuk dikirim ke korteks serebri dan visual pada bagian
korteks visual ini membentuk gambar tiga dimensi. Gambar yang ada pada
retina di traktus optikus disampaikan secara tepat ke korteks jika seseorang
kehilangan lapang pandang sebagian besar dapat dilacak lokasi kerusakan di
otak yang bertanggung jawab atas lapang pandang.

B. DEFINISI TRAUMA MATA


1.Trauma mata adalah cidera mata yang dapat mengakibatkan kelainan mata
(mangunkusumo, 1988)
2.Trauma mata adalah trauma pada mata yang menyebabkan kerusakan jaringan
pada mata (Widodo, 2000)
3.Trauma mata merupakan kelainan mata yang terjadi akibat cidera / trauma oleh
benda tumpul, benda tajam, kimia, bahan baker maupun radiasi
C. ETIOLOGI
Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
1. Fisik atau Mekanik
a. Trauma Tumpul, penyebab trauma tumpul biasanya berhubungan dengan
olahraga misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka
tutup botol tidak dengan alat, ketapel. Penyebab lain yang biasa meliputi
kecelakaan kendaraan bermotor dan trauma penyiksaan
Kelainan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata mengenai:
1) Organ Eksterna
a) Orbita. Trauma tumpul bagian ini dapat menimbulkan fraktur
orbita ditandai dengan tepi orbita tidak rata pada perabaan.
b) Kelopak mata ( dapat terjadi hematoma kelopak). Kelopak mata
atau palpebra dapat mengalami hematom atau edema palbebra
yang menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan
sempurna (ptosis). Dapat juga terjadi kelumpuhan N.VII yang
menyebabkan kelopak mata tidak dapat menutup dengan
sempurna (lagoftalmos).
2) Organ Interna
a) Konjungtiva ( dapat terjadi edema kronis, hematoma
subkonjungtiva). Trauma tumpul pada konjungtiva dapat
menimbulkan gangguan penglihatan. Dapat terjadi robekan
pembuluh darah konjungtiva yang menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva ditandai dengan konjungtiva tampak merah,
berbatas tegas dan tidak menghilang/menipis dengan penekanan

8
yang kemudian berubah menjadi biru, menipis dan umumnya
diserap dalam waktu 2-3 hari
b) Kornea (dapat terjadi edema kornea, erosi kornea, erosi kornea
rekuren)
c) Iris / badan silinder (dapat terjadi iridodialis dan hifema)
d) Lensa (dapat terjadi dislokasi lensa, subluksasi lensa, luksasi lensa
anterior, subluksasi lensa posterior, katarak trauma dan cincin
vossius)
e) Korpus vitreus. Pada bagian ini trauma tumpul mengakibatkan
subluksasi atau luksasi lensa mata, maka zonula Zin dan korpus
vitreus menonjol ke COA sebagai herniasi korpus vitreus. Taruma
tumpul menyebabkan korpus vitreus.
f) Retina (dapat terjadi edema retina & koroid, dan ablasi retina)
g) Nervus optikus (N. II). Akibat trauma tumpul nervus optikus dapat
terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan kebutaan.
b. Trauma Tajam, disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul yang
datang dengan cepat dan keras misalnya pisau dapur, gunting, garpu,
bahkan peralatan pertukangan.
1) Trauma tembus kelopak mata. Trauma ini dapat menembus sebagian
atau seluruh tebal kelopak mata. Jika mengenai levator apoeurosis
dapat menyebabkan ptosis yang permanen.
2) Trauma tembus pada saluran lakrimal. Trauma dapat menyebabkan
gangguan pada salah satu bagian dari sistem pengaliran air mata dan
pungtum lakrimal sampai rongga hidung. Jika penyembuhan tidak
sempurna akan terjadi gangguan sistem ekskresi airmata dan
mengakibatkan epifora.
3) Trauma tembus pada konjungtiva. Taruma ini dapat menyebabkan
ruptur pembuluh darah kecil yang menimbulkan robekan konjungtiva
dan perdarahan subkonjungtiva mirip trauma tumpul. Jika panjang
robekan tidak lebih dari 5 mm, konjungtiva tidak perlu dijahit.
4) Trauma tembus pada sklera. Luka kecil pada sklera sukar dilihat. Pada
luka yang agak besar, akan terlihat jaringan uvea yaitu iris, badan
silier dan koroid yang berwarna gelap disertai COA yang dangkal.
Jika luka perforasi pada sklera terletak dibelakang badan silier,
biasanya COA bertambah dalam dan iris terdorong ke belakang,
koroid dan korpus vitreus prolaps melalui luka tembus.

9
5) Trauma tembus pada kornea, iris, badan silinder, lensa dan korpus
vitreus. Dapat terjadi laserasi kornea yang disertai penetrasi kornea.
Jika terjadi perforasi kornea yang disertai prolaps jaringan iris melalui
luka akan timbul gejala penurunan TIO, COA dangkal atau
menghilang, inkarserasi iris melalui luka perforasi, adanya luka pada
kornea, edema disertai edema kelopak mata, kemosis konjungtiva,
hiperemia, lakrimasi, fotofobia, nyeri yang hebat, penglihatan
menurun dan klien tidak dapat membuka mata sebagai mekanisme
protektif. Pada lasersi kornea yang terjadi kerena penetrasi benda
tidak boleh dicabut kecuali oleh ahli oftalmologi untuk
mempertahankan struktur mata pada tempatnya. Trauma tembus pada
kornea dapat disertai trauma pada lensa. Penetrasi lensa yang kecil
hanya menyebbakan katarak yang terisolasi tanpa mengganggu
penglihatan.
6) Trauma tembus pada koroid dan retina. Trauma tembus yang disertai
keluarnya korpus vitreus menimbulkan luka perforasi cukup luas pada
sklera. Sering terjadi perdarahan korpus vitreus dan ablasi retina.
7) Trauma tembus pada orbita. Trauma yang mengenai orbita dapat
merusak saraf optik sehingga dapat menyebabkan krbutaan. Tanda
berupa proptosis karena perdarahan intraorbital, perubahan posisi bola
mata, protrusi lemak orbital ke dalam luka perforasi, defek lapang
pandang sampai kebutaan jika mengenai saraf optik, serta hilangnya
sebagian pergerakan bola mata dan diplopia jika mengenai otot-otot
luar mata. ( Asuhan Keperawatan Klien Gagguan Mata, 2004)

2. Khemis
Terdapat 2 macam penyebab trauma kimia mata yaitu bersifat : asam
dan basa. Trauma basa dapat berakibat lebih buruk. Akibat yag ditimbulkan
juga tergantung dari jenis dan konsentrasi zat kimia, waktu dan lamanya
kontak sampai tindakan pembilasan, lamanya irigasi (pembilasan) yang telah
dilakukan dan pengobatan yang diberikan.
a. Trauma basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur,
lem (perekat). Bahan alkali akan membuat reaksi kimia dengan jaringan
mata berangsur-angsur kejaringan yang lebih dalam.
b. Trauma asam, misalnya cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas
airmata. Merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk

10
kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia basa dengan pH>7.
Bila bahan asam mengenai mata akan terjadi pengendapan bahan protein
pada permukaan mata yang terkena hal ini seperti telur mengenai minyak
panas. Bila bahan asamnya kuat maka reaksi mata dapat menunjukkan
tanda-tanda seperti terkena alkali atau basa.

3. Trauma Radiasi Elektromagnetik


Trauma radiasi yang sering ditemukan:
a. Trauma sinar inframerah
Akibat sinar inframerah dapat terjadi pada saat menatap gerhana
matahari dan pada saat bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini dapat
terjadi akibat terkonsentrasinya sinar inframerah terlihat. Kaca yang
mencair seperti yang ditemukan di tempat pemanggangan kaca akan
mengeluarkan sinar infamerah. Bila seseorang berada pada jarak 1 kaki
selama satu menit didepan kaca yang mencair dan pupilnya lebar atau
midriasis maka suhu lensa akan naik sebanyak 9 derajat celcius.
Demikian pula iris yang mengabsorbsi sinar inframerah akan panas
sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa didekatnya. Absorbsi
sinar infamerah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi
kapsul lensa.
Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah terjadi pada
pekerja industri gelas dan pemanggangan logam. Sinar inframerah akan
mengakibatkan keratitis superfisial, katarak kortikal antero-posterior dan
koagulasi pada koroid.
Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma sementara
ataupun permanen. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang
sudah terjadi kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar inframerah
ini.
Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah
terbentuknya jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala
radang yang timbul.
b. Trauma sinar ultraviolet (Sinar Las)
Sinar ultraviolet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak
terlihat mempunyai panjang gelombang antara 350-295 nM.
Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat bekerja las, dan menatap
sinar matahari atau pantulan sinar matahri diatas salju. Sinar ultra violet
akan segera merusak epitel kornea.

11
Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada
kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata
terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu,
dan tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.
Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan
keluhan4-10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit,
mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme,
dan konjungtiva kemotik.
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya,
yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji
fluoresein positif. Kreatitis terutama terdapat pada fisura palpebra.
Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu.
Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi
berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan
keruhan pada kornea. Keratitis dapat bersifat akibat efek kumulatif sinar
ultra violet sehingga gambaran keratitisnya menjadi berat.
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal,
analgetik, dan mata ditutup untuk selama 2-3 hari. Biasanya sembuh
setelah 48 jam.
c. Trauma sinar X dan sinar terionisasi
Sinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk :
1) sinar alfa yang dapat diabaikan
2) sinar beta yang dapat menembus 1cm jari
3) sinar gama dan
4) sinar x
Sinar ionisaasi dan sinar x dapat mengakibatkan katarak dan
rusaknya retina. Dosis kataraktogenik bervariasi dengan energi dan tipe
sinar, lensa yang lebih muda dan lebih peka.
Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel
secara tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari sel germinatif
lensa tidak menjadi jarang.
Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang
diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan,
mikroaneuris menjadi jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran
seperti kerusakan yang diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi
kapiler, pendarahan, mikroaneurisn mata dan eksudat.

12
Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang
mengakibatkan kerusakan permanen yang sukar diobati. Biasanya akan
terlihat sebagai keratitis dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang
berat akan mengakibatkan perut konjungtiva atrofi sel goblet yang akan
mengganggu fungsi air mata.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan
steroid 3 kali sehari dan sikloplegik satu kali sehari. Bils terjadi
simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan. ( Ilmu
Penyakit Mata, 2013)

4. Benda Asing Pada Mata


Bulu mata, debu, kuku dan partikel lewat udara dapat kontak dengan
konjungtiva atau kornea dan menyebabkan iritasi atau abrasi. Pada benda
asing mata, umumnya klien mengeluh adanya sensasi benda asing (merasa
sesuatu dimata) atau penglihatan kabur. Nyeri terjadi jika epitel kornea
karena kornea mengandung saraf sensori yang berada dibawah epitel. Klien
juga bisa mengalami epifora atau fotofobia.
Jenis-jenis benda asing pada mata:
a. Benda logam
Terbagi menjadi benda logam magnit dan bukan magnit. Contoh: emas,
perak, platina, timah hitam, seng, nikel, aluminium, tembaga, besi.
b. Benda bukan logam
Contoh: batu, kaca, porselin, karbon, bahan pakaian dan bulu mata.
c. Benda inert
Adalah benda yang terdiri atas bahan-bahan yang tidak menimbulkan
reaksi jaringan mata, ataupun jika ada, reaksinya sangat ringan dan tidak
mengganggu fungsi mata. Contoh: emas, perak platina, batu, kaca,
porselin, plastik tertentu.
d. Benda reaktif
Adalah benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata mengganggu
fungsi mata. Contoh: timah hitam, zink, nikel, aluminium, tembaga,
kuningan, besi. (Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, 2004)
Akibat benda asing pada mata:
a. Rudapaksa / trauma
Erosi konjungtiva atau kornea. Erosi ini timbul apabila benda asing yang
masuk tidak sampai menembus bola mata tetapi hanya tertinggal pada
konjungtiva atau kornea.

13
b. Rudapaksa tembus / trauma tembus
Trauma tembus adalah suatu trauma diamana sebagian atau
seluruh lapisan kornea dan slera mengalami kerusakan. Trauman ini
dapat terjadi apabila benda asing melukai sebagian lapisan kornea atau
sklera dan benda tersebut tertinggal di dalam lapisan tersebut. Pada
keadaan ini tidak terjadi luka terbuka sehingga organ didalam bola mata
tidak mengalami kontaminasi.
Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh
lapisan sklera atau kornea serta jaringan lain dalam bola mata kemudian
bersarang di dalam bola mata ataupun dapat sampai menimbulkan
perforasi ganda sehingga akhirnya benda asing tersebut bersarang di
dalam rongga orbita atau bahkan dapat mengenai tulang orbita. Dalam
hal ini akan ditemukan suatu luka terbuka dan biasanya terjadi prolaps
iris, lensa ataupun badan kaca.
c. Perdarahan
Perdarahan intraokular dapat terjadi apabila trauma mengenai jaringan
uvea, berupa hifema (perdarahan dalam bilik mata depan) atau
perdarahan dalam badan kaca.
d. Reaksi jaringan mata
Reaksi yang timbul tergantung jenis benda tersebut apakah
benda inert atau reaktip. Pada benda yang inert, tidak akan memberikan
reaksi ataupun kalau ada hanya ringan saja. Benda reaktip akan
memberikan reaksi-reaksi tertentu dalm jaringan mata.
Bentuk reaksinya tergantung macam serta letak benda asing tersebut di
dalam mata.
Benda organik kurang dapat menerima oleh jaringan mata dibanding
benda anorganik. Benda logam dengan sifat bentuk reaksi yang merusak
adalah besi berupa “siderosis” dan tembaga. Timah hitam dan seng
merupakan benda reaktip yang lemah reaksinya.
e. Siderosis
Reaksi jaringan mata akibat penyebaran ion besi ke seluruh mata
dengan konsentrasi terbanyak pada jaringan yang mengandung epitel
yaitu: epitel kornea, epitel pigmen iris, epitel kapsul lensa, epitel pigmen
retina.
Timbulnya siderosis sebenarnya sangat dini tetapi tidak
memberikan gejala klinik yang jelas sampai beberapa waktu lamanya.
Gejala siderosis tampak 2 bulan sampai 2 tahun setelah trauma.

14
Gejala klinik berupa : gangguan penglihatan yang mula-mula
berupa buta malam kemudian penurunan tajam penglihatan yang
semakin hebat dan penyempitan lapng pandangan. Pada mata tampak
endapan karat besi pada kornea berwarna kuning kecoklatan, pupil lebar
reaksi melambat, bintik-bintik bulat kecoklatan pada lensa dan iris
berubah warna.
f. Kalkosis
Kalkolisis adalah reaksi jaringan mata akibat pengendapan ion tembaga
terutama pada jaringan yang mengandung membran seperti membran
descemet, kapsul anterior lensa, iris, badan kaca dan permukaan retina.
Tembaga dapat memberikan reaksi purulen. Gejala klinik “kalkolisis”
timbul lebih dini dari pada siderosis yaitu beberapa hari sesudah trauma.
Tembaga dalam badan kaca dapat menimbulkan ablasio retina sebagai
akibat jaringan ikat di dalam badan kaca yang menarik retina. (Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa Kedokteran, 2010)

15
E.EPIDEMIOLOGI TRAUMA MATA
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan
penglihatan bahkan kehilangan penglihatan. Trauma okular adalah penyebab
kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah
dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3
sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma
okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami
penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat
cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di
Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan
dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31
tahun

F.. MANIFESTASI KLINIK TRAUMA MATA


1. Fisik atau mekanik
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu
penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam
bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf
penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.

b. Trauma Tajam
Tanda-tanda trauma tembus atau tajam bola mata:
1) Tajam penglihatan menurun
2) Tekanan bola mata rendah
3) Bilik mata dangkal
4) Bentuk dan letak pupil yang berubah
5) Terlihatnya sobekan jaringan bola mata
6) Kerusakan jaringan didalam bola mata ( ilmu perawatan mata, 2004)
2. Khemis
a. Trauma basa
Kerusakan pada mata dapat dalam bentuk:
a. mata merah dengan perdarahan pada selaput lendir mata
b. lapis depan selaput bening atau kornea rusak
c. matinya jaringan kornea dan menjadi keruh ( Ilmu Perawatan Mata,
2004)
b. Trauma asam

16
Tanda yang terlihat pada mata berupa penggumpalan yang berwarna putih
pada permukaan mata yang terkena. Biasanya cedera akibat asam tidak
merusak mata. ( Ilmu Perawatan Mata, 2004)
3. Trauma Radiasi Elektromagnetik
Tanda kerusakan akibat sinar las:
a. Biasanya keluhan terjadi setelah 4 jam
b. Mata terasa seperti kelilipan benda
c. Silau
d. Kelopak mata memejam keras
e. Mata merah
f. Penglihatan menurun ( Ilmu Perawatan Mata, 2004)

G.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK TRAUMA MATA


1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra
sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat
diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.
2. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning”
dari organ tersebut.
3. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan
bola mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal
dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
4. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit , kemungkinan adanya
infeksi sekunder.
5. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
6. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan
tonografi, maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)

H.PENATALAKSANAAN MEDIS
(Perawatan, Pengobatan Dan Pencegahan)TRAUMA MATA
PERAWATAN dan PENGOBATAN
1. Fisik atau mekanik
a. Perawatan trauma Tumpul

17
1) Terlebih dahulu beri kompres dingin untuk mengurangkan sakit dan
pembengkakan jaringan.
2) Segera cari tempat pertolongan pertama bila mata sakit, penglihatan
mundur, mata menjadi hitam yang mungkin merupakan tanda
kerusakan bola mata bagian dalam.
3) Perawatan khusus diperlukan untuk melihat kelainan dibagian dalam
bola mata bila sakit tidak berkurang, penglihatan mundur atau
berkurang.
4) Trauma tumpul dapat mengakibatkan kelainan pada jaringan diluar
dan diadalam bola mata
5) Jangan memegang mata atau membersihkan mata tanpa kelengkapan
alat, bebat mata dengan kain kassa bersih ( Ilmu Perawatan Mata,
2004)

b. Trauma Tajam
1). Tindakan awal
a. Tindakan awal adalah tutp mata dan lakukan kompres es untuk
menurunkan perdarahan
b. Kurangi kecemasan klien
c. Kirim klien ke rumah sakit secepat mungkin. Jika jaringan lepas,
kirim jaringan dalam wadah yang dibungkus dengan es. Jika benda
menonjol, stabilkan sebelum dikirim. Shield temporer perlu
diberikan pada cedera karena gelas/botol/kaca, plastik tutup sprei
dan cangkir plastik.
2). Tindakan di rumah sakit
a. Pemeriksaan visus jika klien dapat membuka mata
b. Membersihkan kelopak mata
c. Pemberian antibiotik
d. Pembedahan :
Preoperasi : karena menggunakan anastesi umum, maka klien harus
dipuasakan sebelumnya. Klien perlu diberi antibiotik intravena,
kalau perlu tetanus booster.
Pascaoperasi: antibiotik dan pemantauan mata terhadap tanda dam
gejala infeksi serta batasi aktivitas. (Asuhan Keperawtan Klien
Gangguan Mata, 2004)
2. Trauma kimia

18
Bagian terapi terpenting adalah irigasi mata segera dengan air bersih
dalam jumlah banyak. Selain itu bagian bawah kelopak mata atas dan bawah
juga harus diirigasi untuk melepaskan partikel solid, misal butiran kapur.
Kemudian sifat bahan kimia dapat ditentukan berdasarkan anamnesisbdan
mengukur pH dengan kertas litmus. Pemberian tetes mata steroid dan dilator
mungkin diperlukan. Vitamin C yang diberikan baikmelalui oral maupun
topikal dapat memperbaiki penyembuhan. Mungkin diperlukan antikolagenase
sistemik dan topikal (misal tetrasiklin)
Kerusakan luas pada limbus dapat menghambat regenerasi epitel pada
permukaan kornea. Defek epitel yang terjadi lama dapat mengakibatkan kornea
‘meleleh’ (keratolisis). Keadaan ini diterapi dengan transplantasi limbus (yang
memberi sumber baru untuk sel benih) atau dilapisi dengan membran amnion
(yang memperbanyak sel benih yang tersisa). (Lecture Notes : Oftalmologi,
2005)

3.Trauma Radiasi Elektromagnetik


a. Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las)
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal,
analgetik, dan mata ditutup untuk selama 2-3 hari. Biasanya sembuh
setelah 48 jam
b. Trauma Sinar Ionisasi dan sinar x
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal denga steroid 3
kali sehari dan sikloplegik satu kali sehari. Bila terjadi simblefaron pada
konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan. ( Ilmu Penyakit Mata, 2013)

4. Benda Asing Pada Mata


a. Tindakan pengobatan benda asing pada permukaan mata
Mata tersebut ditetes dengan anaestetik tetes mata. Benda yang lunak
biasanya hanya menempel saja pada permukaan mata sehingga untuk
mengeluarkannya cukup dengan kapas steril. Benda yang keras biasanya
mengakibatkan suatu luka. Pengeluarannya memakai jarum suntik secara
hati-hati untuk menghindari kemungkinan perforasi. Setelah benda asing
dikeluarkan, mata dibilas dahulu dengan larutan garam fisiologik sampai
bersih. Kemudian mata diberi tetes midriatik ringan berupa skopolamin
0,25% atau hematropin 2% disusul dengan antibbiotik lokal.
Mata ditutup dengan beban kain kasa sampai tidak terdapat tanda-tanda
erosi kornea.

19
b. Tindakan pengobatan benda asing dalam bola mata
Setiap benda di dalam bola mata merupakan sesuatu yang asing sehingga
pada dasarnya harus dikeluarkan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan
adalah:
1) Jenis benda asing tersebut, apakah benda inert atau benda reaktip
2) Akibat yang timbul apabila benda tersebut tidak dikeluarkan.
3) Akibat yang timbul waktu mengeluarkan benda asing tersebut
Apabila benda aing tersebut inert, maka haruslah dilihat apaka benda
tersebut menimbulkan reaksi mekanik yang mengganggu fungsi mata
atau tidak. Bila tidak menimbulkan reaksi mekanik yang mengganggu,
maka sebaiknya dibiarkan saja dan perhatian ditujukan pada perawatan
luka perforasi yang diakibatkannya. Bila benda tersebut adalah benda
reaktip, maka harus dikeluarkan.

c. Perawatan terhadap luka perforasi


Pertama-tama adalah pemberian tetes mata anestetik, kemudian
pembersihan luka dengan larutan garam fisiologik. Bila ada jaringan iris
atau badan kaca yang prolaps, bagian yang prolaps dipotong (jaringan
direposisi kembali kecuali bila yakin tidak ada infeksi). Bila benda asing
dapat dilihat langsung, maka mungkin dapat dikeluarkan dengan pinset
atau magnit melalui luka perforasi. Luka perforasi dijahit dengan jarum
dan benang yang halus.
Apabila fasilitas tidak memungkinkan untuk dapat melakukan
jahitan penutupan luka, penderita dirujuk ke rumah sakit yang lengkap
fasilitasnya.
Sebelum penderita dikirim ke pusat, untuk mencegah jangan
sampai banyak isi bola mata yang prolaps melalui luka perforasi, maka
mata tersebut detelah ditutup dengan kain kasa steril masih harus ditutup
lagi dengan semacam penutup (dob) yang sedemikian rupa sehingga bola
mata terlindung dari tekanan atau sentuhan ( yang paling sederhana
adalah menutup mata tersebut dengan kepala sendok).
Penderita juga diberioabat penenang, obat analgesik, dan bila
perlu dapat ditambah obat antiemetik bila penderiata muntah-muntah
karena dengan muntah-muntah akan menambah banyak isi bola mata
yang prolaps.

20
Dalam perjalanan ke pusat, sebaiknya penderita dalam posisi
berbaring. Pemberian ATS dapat dipertimbangkan.
PENCEGAHAN
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada
masyarakat untuk menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti :
1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma tumpul
perkelahian.
2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma
tajam.
3. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya
mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya.
4. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan
bahan las dengan memakai kaca mata.
5. Awasi anak yang sedang beramain yang mungkin berbahaya untuk matanya.
(Ilmu Penyakit Mata, 2013)

21
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

a. Data biografi (meliputi identitas pasien seperti : Nama, Jenis kelamin,

pekerjaan, agama)

b. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan pendahuluan diambil untuk menentukan masalah primer

pasien seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada

mata, mata basah, pandangan ganda, bercak dibelakang mata dan lain-lain.

c. Riwayat penyakit apa yang terakhir di derita oleh pasien

1). Masa anak : Strabismus, ambliopia, cedera

2). Dewasa : Glausoma, katarak, cidera / trauma mata.

3). Penyakit keluarga : Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga

d. Pemeriksaan fisik

1). Pemeriksaan bagian luar mata

a) Posisi mata : dikaji simetris / tidak. Apakah exaptalamus

b) Alis mata bulu mata dan kelopak mata. Respon tutup mata dan

berkedip.

2). Inspeksi area antara kelopak mata bawah dan atas apakah bebas ederma.

3). Inspeksi sclera dan konjugtiva: melihat warna, perubahan tekstur dan

lain-lain.

4). Iris dan pupil diinspeksi normalnya saat diberikan cahaya. Iris kontraksi

dan nervus optikus terstimulasi.

e. Tes Diagnostik

Untuk menilai :

1). Ketajaman serta fungsi penglihatan

2). Pemeriksaan keadaan organ mata

22
3). Penggolongan keadaan trauma

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri

2. Resiko injuri berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Okuler (TIO)

3. Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan

4. Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan penurunan

visus

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kebutaan

C. RENCANA TINDAKAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri

Tujuan :

a) Menyatakan nyeri berkurang / hilang

b) Pasien mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi

c) Menunjukkan menurunnya ketegangan

Intervensi

a. Kaji skala nyeri (P, Q, R, S, T)

Rasional : Mengidentifikasi intervensi yang tepat dan menganalisa

kesakitan analgesia

b. Pantau tanda-tanda vital

 Mengidentifikasi rasa sakit dan ketidaknyamanan

c. Berikan tindakan nyaman seperti kompres pada daerah edema

Rasional : Mengurangi rasa ketidaknyamanan

d. Kolaborasi : berikan analgetik

Rasional : Mengontrol mengurangi nyeri

23
2. Resiko injuri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler (TIO)

Tujuan :

a. Menyatakan pemahaman factor yang terlibat akibat dalam kemungkinan

cidera

b. Menunjukkan perubahan untuk menurunkan factor resiko dan melindungi

diri dari cedera

Intervensi :

a. Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,

membungkuk.

Rasional : Menurunkan Tekanan Infra Okuler (TIO)

b. Anjurkan menggerakkan teknik manajemen stress seperti: bimbingan

imajinasi

Rasional : Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO

c. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi

Rasional : Melindungi dari cidera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.

d. Kolaburasi : berikan asetazolamid (diamox)

Rasional : Menurunkan TIO bila terjadi peningkatan

3. Ansietas berhubungan dengan Proses Pembedahan

Tujuan :

a. Menyatakan keadaan perasaan ansietas

b. Menunjukkan relaksasi

Intervensi :

a. Pantau respon fisik seperti tachykardi, gelisah

Rasional : Membantu menentukan derajat cemas

b. Berikan tindakan kenyamanan seperti : perubahan posisi

Rasional :Meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping

c. Anjuran pasien melakukan teknik relaksasi

Rasional :Memberikan arti penghilangan respon ansietas

24
d. Libatkan orang terdekat dalam rencana perawatan

Rasional :Membantu memfokuskan penglihatan pasien

4. Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan penurunan

Visus.

Tujuan :

a. Menunjukkan kemampuan dalam melihat benda yang ada disekitarnya

b. Visus normal.

Intervensi :

a. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu / kedua mata

Rasional :Untuk diperbaiki prosedur

b. Orientasi pasien terhadap lingkungan

Rasional :Memberikan peningkatan kenyamanan dann kekeluargaan

c. Observasi tanda-tanda dan gejala-gejala disosientasi

Rasional :Menurukan resiko jatuh bila pasien bingung

d. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien

Rasional :Memberikan rangsangan sensori tepat terhadap isolasi

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kebutaan

Tujuan :

a. Mengidentifikasi kebersihan optimal setelah bantuan dalam perawatan

diberikan.

b. Berpartisipasi secara fisik / verbal dalam melakukan ADL

Intervensi :

a. Kaji faktor penyebab terjadinya kebutaan

Rasional :Untuk menentukan intervensi yang tepat

b. Tingkatkan partisipasi optimal

Rasional :Meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan ADL

c. Bantu dalam melakukan ADL

Rasional :Meringankan beban pasien dalam melakukan ADL

25
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.
Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
1. Fisik atau Mekanik
a. Trauma Tumpul
b. Trauma Tajam
c. Trauma Peluru
2. Khemis
a. Trauma basa
b. Trauma asam
3.Trauma Radiasi Elektromagnetik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada trauma mata yaitu :
pemeriksaan radiologi, pemeriksaan “Computed Tomography” (CT), pengukuran
tekanan iol dengan tonography, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
kultur.
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada
masyarakat untuk menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti :
1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma tumpul
perkelahian.
2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma
tajam.
3. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya
mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya.
4. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan
bahan las dengan memakai kaca mata.
5. Awasi anak yang sedang beramain yang mungkin berbahaya untuk matanya.
B. SARAN
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan
benar sehingga klien dengan trauma mata bisa segera ditangani dan diberikan
perawatan yang tepat. Perawat juga diharuskan bekerja secara profesional sehingga
meningkatkan pelayanan untuk membantu kilen dengan trauma mata.

26
DAFTAR PUSTAKA

Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. Keperawatan Medikal – Bedah Brunner


& Sudarth ( Brunner & Sudarth’s Textbook of Medical – Surgical
Nursing). Vol.3. Jakarta : EGC
Prof. Dr. Sidarta Ilyas SpM,dkk. 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum
Dan Mahasiswa Kedokteran. Ed.2. Jakarta: CV Sagung Seto
Prof.Dr.H.Sidarta Ilyas SpM. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : CV Sagung
Seto
Istiqomah, Indriana N. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta
: EGC
Bruce James, Chris Chew, Anthony Bron. 2005. Lecture Notes: Oftalmologi.
Erlangga
Prof. Dr. Sidarta Ilyas SpM,dkk. 2013. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI

27

Anda mungkin juga menyukai