Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B

BLOK 21 TAHUN 2019

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya laporan tutorial
Skenario b Blok 21 ini dapat diselesaikan dengan baik.

Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan tutorial B ini.

Tim menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mohon maaf apabila terdapat maksud atau penulisan kata yang salah ataupun yang kurang
berkenan dalam laporan ini. Maka dari itu, pendapat, kritik, dan saran akan sangat membantu
dalam penyempurnaan laporan ini.

Palembang, 16 Januari 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
KEGIATAN TUTORIAL .................................................................................................................... 4
HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI ............................................................................. 6
I. Klarifikasi Istilah ....................................................................... Error! Bookmark not defined.
II. Identifikasi Masalah .................................................................. Error! Bookmark not defined.
III. Analisis Masalah ........................................................................ Error! Bookmark not defined.
IV. Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issues ................................................................. 17
V. Sintesis......................................................................................... Error! Bookmark not defined.
A. ANATOMI,HISTOLOGI & FISIOLOGI SISTEM LIMFATIK. Error! Bookmark not
defined.
B. LIMFADENOPATI ........................................................... Error! Bookmark not defined.
C. LIMFOMA MALIGNA ..................................................... Error! Bookmark not defined.
VI. Kerangka Konsep....................................................................... Error! Bookmark not defined.
VII. Kesimpulan ................................................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. Error! Bookmark not defined.

2
KEGIATAN TUTORIAL

Peraturan selama tutorial:

1. Jika mau berbicara, angkat tangan terlebih dahulu.


2. Saling mendengarkan pendapat satu sama lain.
3. Izin ke toilet maksimal dua orang dalam satu waktu.
4. Diperbolehkan minum selama tutorial berlangsung.
5. Diperbolehkan membuka gadget selama masih berhubungan dengan tutorial.

Prosedur tutorial:
1. Tutorial tahap 1
a. Semua anggota kelompok masuk ruang tutorial dan duduk di kursi yang telah disediakan.
b. Sekretaris papan menyalakan layar LCD dan mempersiapkan laptop untuk mengetik ide
selama tutorial.
c. Moderator memimpin do’a sebelum tutorial.
d. Moderator menyebutkan peraturan selama tutorial.
e. Moderator membacakan skenario.
f. Anggota mengklarifikasi istilah dalam skenario.
g. Anggota menentukan fakta dan masalah dalam skenario, lalu menentukan prioritas
masalahnya disertai dengan alasan yang logis.
h. Anggota saling mengajukan pertanyaan di analisis masalah.
i. Anggota mendiskusikan mengenai kaitan antar masalah.
j. Anggota menentukan Learning issue dan moderator membagi LI ke masing-masing
anggota kelompok.
k. Tutorial ditutup oleh moderator.

2. Belajar mandiri
3. Tutorial tahap 2
a. Semua anggota kelompok masuk ruang tutorial dan duduk di kursi yang telah disediakan.
b. Sekretaris papan menyalakan layar LCD dan mempersiapkan laptop untuk mengetik ide
selama tutorial.
c. Moderator memimpin doa sebelum tutorial.

3
d. Moderator mempersilakan kepada masing-masing anggota untuk memaparkan hasil
belajarnya. Moderator mengatur diskusi yang meliputi mempersilakan anggota lain
menambahkan ide dan sesi tanya-jawab.
e. Anggota merancang kerangka konsep bersama-sama dan membuat resume dari kerangka
konsep.
f. Anggota menjawab pertanyaan yang ada di analisis masalah.
g. Anggota menarik kesimpulan dari LI dan skenario yang ada.
h. Tutorial ditutup oleh moderator.
Penyusunan laporan pleno.

HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI

Skenario B Blok 21
Tn.A umur 40 tahun, seorang laki-laki bekerja sebagai buruh bangunan, sejak 5 bulan
yang lalu mengeluh ada benjolan di leher kanan yang awalnya kecil. Kemudian membesar
seperti kelereng, makin lama makin membesar dan sekarang teraba sebesar telur ayam. Benjolan
tersebut tidak nyeri, demam ada tapi tidak terlalu tinggi, mudah berkeringat, nafsu makan
menurun.

Sejak 4 bulan yang lalu mengeluh juga benjolan dileher sebelah kiri yang semula kecil
seperti kacang tanah saat ini sudah sebesar telur puyuh, benjolan juga tidak nyeri. Berat badan
dirasakan menurun 6 kg dalam 2 bulan. Dalam 1 bulan ini Tn.A berobat ke dokter umum, diberi
obat dan kemudian dilakukan pemeriksaan darah dan rontgen dada, namun benjolan tersebut
tidak mengecil dan malah membesar. Riwayat batuk lama tidak ada, riwayat keluarga batuk lama
tidak ada,riwayat sakit kepala tidak ada, riwayat makan obat anti tuberkulosa (OAT) tidak ada
dan keluhan nyeri sendi tidak ada. Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan. Tn.A
memiliki kebiasaan merokok sejak usia 20 tahun,rata-rata 2 bungkus perhari. Tn.A jarang minum
obat-obatan atau jamu-jamuan. Riwayat keluarga tidak ada penyakit seperti ini, ibu Tn.A
menderita karsinoma payudara.

Pemeriksaan Fisik didapatkan:

Keadaan umum tampak sakit sedang, TD: 120/80 mmHg, denyut nadi: 88 x/menit, frekuensi
nafas 20x/menit,suhu 36,9 0C,TB: 165 cm, BB:42 kg

Keadaan Spesifik:

Kepala: Konjungtiva pucat (-), ikterik (-)

4
Mulut: stomatitis (-), pharink hiperemis (-), tumor(-)
Leher: JVP (5-2) cmH2O

Regio cervicalis dekstra: teraba benjolan ukuran 4x4x3 cm, nyeri tekan (-), konsistensi
lunak,mobil.
Regio cervicalis sinistra : teraba benjolan ukuran 2x2x1 cm,nyeri tekan (-), konsistensi
lunak,mobil.
Thoraks : Paru dalam batas normal
Jantung dalam batas normal
Abdomen : hepar dan Lien tidak teraba, tidak teraba masa
Ekstremitas superior : dalam batas normal
Ekstremitas inferior : dalam batas normal
Kelenjar getah bening : di supraklavikula, aksila dan inguinal tidak teraba

Pemeriksaan Laboratorium:

Darah rutin Hb: 10,2 gr%, lekosit: 8.000/mm3, hitung jenis; 0/2/6/70/21/1; LED: 60 mm/jam.

Kimia darah: ureum 50 mg/dL, kreatinin: 1,3 mg/dL, asam urat: 8,5 mg/dL,LDH: 565 U/L

Rontgen thoraks PA : dalam batas normal

I. Klarifikasi Istilah
No ISTILAH PENGERTIAN
1. Benjolan Bagian yang membengkak(KBBI)
Sebuah massa yang menonjol pada bagian tubuh dan
dapat diidentifikasi bentuk serta ukurannya yang
biasanya disebabkan oleh pertumbuhan sel yang
abnormal, kista, perubahan abnormal atau reaksi
imun.(Merriam-webster & Cancer.gov)
2. Karsinoma Kanker atau keganasan yang dimulai dari sel epitel
yaitu sel yang membentuk kulit dan jaringan yang
melapisi berbagai organ dan struktur
internal.(Medicalnet)
3. Stomatitis Radang dan bisul dimulut yang mungkin ringan dan
lokal atau berat dan meluas disertai rasa menyakitkan
dan melibatkan pembengkakan dan kemerahan pada
mukosa mulut,borok yang menyakitkan.(dorland)
5. Tumor Pembengkakan atau pembesaran yang
abnormal.(farlexpartnermedicaldictionary)

5
9. LDH (Lactat Dehidrogenase) Kelompok isoenzim yang mengkatalisasi perubahan
asam piruvat menjadi asam laktat secara reversibel
ditemukan terutama dihati,ginjal,otot lurik dan
miokardium dan cenderung terakumulasi dalam tubuh
ketika organ atau jaringan sakit/terluka.(merriam-
webster)

II. Identifikasi Masalah

No MASALAH KETERANGAN
.
1. Tn.A umur 40 tahun,seorng laki laki bekerja sebagai buruh Keluhan Utama
bangunan, sejak 5 bulan yang lalu mengeluh ada benjolan
dileher kanan yang awalnya kecil. Kemudian membesar
seperti kelereng, makin lama makin membesar dan sekarang
teraba sebesar telur ayam.
2. Benjolan tersebut tidak nyeri, demam ada tapi tidak terlalu Keluhan Tambahan
tinggi, mudah berkeringat, nafsu makan menurun.

3. Sejak 4 bulan yang lalu mengeluh juga benjolan dileher Riwayat Perjalanan
sebelah kiri yang semula kecil seperti kacang tanah saat ini penyakit
sudah sebesar telur puyuh, benjolan juga tidak nyeri.Berat
badan dirasakan menurun 6 kg dalam 2 bulan.Dalam 1 bulan
ini Tn.A berobat ke dokter umum, diberi obat dan kemudian
dilakukan pemeriksaan darah dan rontgen dada, namun
benjolan tersebut tidak mengecil dan malah membesar
5. Riwayat batuk lama tidak ada, riwayat keluarga batuk lama Informasi Tambahan
tidak ada,riwayat sakit kepala tidak ada, riwayat makan obat
anti tuberkulosa (OAT) tidak ada dan keluhan nyeri sendi
tidak ada.Buang air kecil dan buang air besar tidak ada
keluhan.

6 Tn.A memiliki kebiasaan merokok sejak usia 20 tahun,rata- Riwayat Kebiasaan


rata 2 bungkus perhari.

7 Tn.A jarang minum obat-obatan atau jamu-jamuan. Riwayat obat-obatan

8 Riwayat keluarga tidak ada penyakit seperti ini,ibu Tn.A Riwayat Keluarga
menderita karsinoma payudara.

6. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan Fisik

6
Keadaan umum: Sens cm, TD: 110/80 mmHg, Nadi: 92
x/menit, reguler, teratur, RR: 26x/menit. Temp 36,7 0C .
Keadaan Spesifik:
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (+),
bibir pucat (+)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks : Jantung dbn, Paru dbn
Abdomen : hepar dan Lien tidak teraba, tidak teraba masa
Ekstremitas superior : dalam batas normal
Ekstremitas inferior : dalam batas normal
Kelenjar getah bening : di supraklavikula, aksila dan inguinal
tidak teraba

7. Pemeriksaan Laboratorium: Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin Hb: 10,2 gr%, lekosit: 8.000/mm3, hitung jenis;


0/2/6/70/21/1;LED: 60 mm/jam.

Kimia darah: ureum 50 mg/dL, kreatinin: 1,3 mg/dL, asam


urat: 8,5 mg/dL,LDH: 565 U/L

Rontgen thoraks PA : dalam batas normal

III. Analisis Masalah

1.Tn.A umur 40 tahun,seorng laki laki bekerja sebagai buruh bangunan, sejak 5 bulan yang lalu
mengeluh ada benjolan dileher kanan yang awalnya keci;. Kemudian membesar seperti kelereng,
makin lama makin membesar dan sekarang teraba sebesar telur ayam.

a. Apa hubungan usia,jenis kelamin dan pekerjaan dengan keluhan pada kasus?
Jawab :

 Usia
Kelenjar limfe biasanya memang dapat dipalpasi ketika masa neonatus. Limfadenopati
biasanya jarang terjadi pada anak-anak, namun risiko ini meningkat seiring usia (>50
tahun) dan paling sering biasanya mengenai usia dewasa muda. Pada orang dewasa
mengalami resiko lebih tinggi untuk terjadinya infeksi dan inflamasi, neoplasma ataupun
keganasan, sedangkan pada anak-anak mengalami resiko lebih tinggi untuk terjadinya
limfadenopati.

7
 Jenis Kelamin
Sering terjadi pada pria dibanding wanita (3:2) sehubungan dengan pekerjaan.

 Pekerjaan
Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi
saluran napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu
mengarahkan penyebab limfadenopati. Pekerjaan seperti peternak, pekerja hutan, dan
pertanian memiliki resiko lebih tinggi terkena limfoma sehubungan dengan cukup
tingginya paparan herbisida dan pelarut organik.

b. Apa saja etiologi benjolan pada leher? Secara umum


Jawab :
 Pembengkakan kelenjar tiroid
Pembengkakan ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti kekurangan yodium,
kelenjar terlalu atau kurang aktif, dan kanker tiroid.
 Batu di kelenjar ludah
Bahan kimia yang terdapat dalam air liur terkadang dapat mengendap dan membentuk
batu kecil. Batu tersebut bisa menyumbat aliran air liur ke dalam mulut Anda. Kondisi ini
dapat menyebabkan benjolan di leher.
 Kanker
Sebagian besar benjolan di leher bersifat jinak. Akan tetapi, kemungkinan benjolan leher
merupakan keganasan akan semakin besar risikonya di atas umur 50 tahun. Seseorang
berisiko tinggi mengalami benjolan di leher yang bersifat kanker jika menjalani gaya
hidup yang tidak sehat, seperti merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol. Selain
itu, benjolan di leher juga bisa menjadi pertanda bahwa seseorang menderita leukimia
(kanker darah putih), kanker payudara, limfoma Hodgkin, limfoma non Hodgkin, serta
kanker paru-paru.
 Skin tag atau pertumbuhan kulit berlebih
Skin tag dapat timbul ketika kulit sering bergesekan dengan kulit di sekitarnya. Hal ini
menyebabkan daging kecil berwarna kecokelatan mirip kutil yang disebut skin tag.

c. Bagaimana mekanisme benjolan membesar pada kasus?


Jawab :

Timbulnya benjolan :

8
 Infeksi → nodus limfatikus akan memproduksi jumlah limfosit yang besar → nodus
inflamasi dan tumor → limfadenopati.

 Keganasan (multifaktorial) → berproliferasi ↑ di dalam nodus limfatikus →


mencetuskan inflamasi dan tumor → nodus membesar → limfadenopati.
 Organisme, virus/bakteri dsb → masuk ke aliran limfe nodus → sel dendritic dan makrofag
menangkap → fagosit mendegradasikan dan mempresentasikan organism sebagai suatu
antigen → antigen di presentasikan oleh sel T yang memacu proliferasi sel dan
membebaskan sitokin untuk sebagai kemotaksis dan sel inflamasi lainnya → sel b teraktivasi
dan melepaskan imunoglobin → mengaktifkan respon imun → hiperplasia seluler di nodus
limph, infiltrasi leukosit,edema jaringan,vasodilatasi,kebocoran kapiler.
 Pada kasus ini tidak adanya nyeri meunjukkan bahwa bukan disebabkan oleh inflamasi.

d. Apa makna klinis benjolan semakin membesar sejak 5 bulan yang lalu?
Jawab :

Benjolan yang membesar dalam waktu 5 bulan menunjukkan bahwa terjadinya aktivitas
(pertumbuhan) sel yang abnormal secara progresif. Pertumbuhan sel yang progresif
biasanya mengindikasikan bahwa benjolan tersebut merupakan sebuah keganasan.

2. Benjolan tersebut tidak nyeri, demam ada tapi tidak terlalu tinggi, mudah berkeringat, nafsu
makan menurun.

a. Apa hubungan keluhan utama dengan keluhan tambahan?


Jawab :

Keluhan tambahan seperti benjolan tidak nyeri, demam tidak terlalu tinggi, mudah
berkeringat dan nafsu makan menurun merupakan gejala yang ditimbulkan dari adanya
pembesaran kelenjar limfe.Demam disebabkan karena adanya reaksi proinflamasi,mudah
berkeringat disebabkan karena turnover sel terlalu cepat akibat pembesaran limfe
menyebabkan metabolisme tubuh menjadi terganggu.

b. Bagaimana mekanisme Benjolan tersebut tidak nyeri, demam ada tapi tidak terlalu tinggi,
mudah berkeringat, nafsu makan menurun?
Jawab :

 Nyeri pada benjolan merupakan karakteristik dari limfadenopati dengan etiologi infeksi
dan autoimun. Tidak ada nyeri menyingkirkan diagnosis banding limfadenopati akibat
autoimun dan infeksi pada kasus.
 Demam

9
Demam pada kasus kemungkinan disebabkan karena proliferasi sel yang
berlebihan menyebabkan peningkatan aktivitas metabolisme tubuh(turn over)
 Nafsu makan ↓

Adanya benjolah pada leher yang semakin membesar pada leher kanan dan kiri yang
dapat menekan saluran cerna sehingga penderita mengalami penurunan nafsu makan.

 Mudah berkeringat
Adanya keganasan menyebabkan terjadinya peningkatan aktifitas sel sehingga
metabolisme tubuh meningkat. Metabolisme tubuh menigkat ditandai dengan keluarnya
keringat.

3. Sejak 4 bulan yang lalu mengeluh juga benjolan dileher sebelah kiri yang semula kecil seperti
kacang tanah saat ini sudah sebesar telur puyuh, benjolan juga tidak nyeri.Berat badan dirasakan
menurun 6 kg dalam 2 bulan.Dalam 1 bulan ini Tn.A berobat ke dokter umum, diberi obat dan
kemudian dilakukan pemeriksaan darah dan rontgen dada, namun benjolan tersebut tidak
mengecil dan malah membesar.

a. Apa hubungan benjolan terdahulu dengan sekarang?


Jawab :
Benjolan dileher sebelah kiri yang semula kecil seperti kacang tanah saat ini sudah
sebesar telur puyuh merupakan akibat dari proses keganasan dimana terjadi proses
proliferasi dan diferensiasi berlebihan. Mungkin pada saat di berikan pengobatan, obat
yang di beri tidak sesuai dengan diagnosis pasien sehingga obat tersebut mendukung
proses pembesaran dari benjolan di leher kanan dan kiri tn. A. Benjolan di leher yang
tidak nyeri merupakan malignant lymphadenopathy.

b. Bagaimana mekanisme penurunan Berat badan pada kasus?


Jawab :

Keganasan menyebabkan aktivitas sel meningkat metabolisme meningkat terjadilah


lipolisis,proteolisis, dan glikolisispenurunan berat badan.

c. Mengapa benjolan pada kasus semakin membesar walau sudah diberi obat?
Jawab :

Benjolan yang timbul merupakan akibat dari proses keganasan dimana terjadi
pembelahan sel yang tidak terkendali. Pemberian obat yang tidak tepat oleh dokter umum

10
yang pertama kali menangani Tn. A tidak menekan pertumbuhan sel sehingga benjolan
terus membesar.

d. Mengapa benjolan disebelah kanan lebih besar dibandingkan sebelah kiri?


Jawab :

Benjolan kanan lebih besar dibanding kiri, karena pada servikal kanan lebih dulu terjadi
proliferasi dan differensiasi kelenjar limfe, kemudian baru disusul servikal kiri
mengalami differensiasi dan proliferasi kelenjar limfa, sehingga benjolan kanan lebih
besar dibanding kiri.

4. Riwayat batuk lama tidak ada, riwayat keluarga batuk lama tidak ada,riwayat sakit kepala
tidak ada, riwayat makan obat anti tuberkulosa (OAT) tidak ada dan keluhan nyeri sendi tidak
ada.Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan.

a. Apa makna klinis dari pernyataan diatas?


Jawab :
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa benjolan yang terdapat dileher bukan disebabkan
oleh suatu infeksi di daerah kepala dan leher (misalnya tonsilitis), TBC paru-paru atau
tumor ganas yang menyebar dari tempat lainnya (misalnya tumor pada traktus
gastrointestinal, urinarius, dan sebagainya).

5. Tn.A memiliki kebiasaan merokok sejak usia 20 tahun,rata-rata 2 bungkus perhari.

a. Apa makna klinis dari pernyataan diatas?

Jawab :

Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor pencetus yang mempengaruhi


terjadinya pembesaran kelenjar limfa pada kasus ini.

6. Tn.A jarang minum obat-obatan atau jamu-jamuan.

a.Apa makna klinis dari pernyataan diatas?


Jawab :

Pemberian obat yang tidak tepat oleh dokter umum yang pertama kali menangani Tn. A
tidak menekan pertumbuhan sel sehingga benjolan terus membesar. Selanjutnya
konsumsi jamu-jamuan merupakan salah satu faktor pencetus yang mempengaruhi
terjadinya pembesaran kelenjar limfa/ benjolan pada kasus ini

11
b.Apa hubungan riwayat obat-obatan dengan keluhan utama pada kasus?
Jawab :

Penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan timbulnya
benjolan. Contoh pemakaian obat obatan seperti alopurinol,Atenolol,Captopril
,Carbamazepine,Hydralazine,Penisilin,Pirimidone,Pirimetamine,Kuinidin,Trimetoprimsu
lfametoksazole,Sulindac,&Fenitoin

c.Apa saja obat-obatan yang dapat menyebabkan efek samping pembesaran KGB?
Jawab :
 Alopurinol
 Atenolol
 Captopril
 Carbamazepine
 Hydralazine
 Penisilin
 Pirimidone
 Pirimetamine
 Kuinidin
 Trimethoprim
 Sulfametoksazole
 Sulindac
 Fenitoin

7. Riwayat keluarga tidak ada penyakit seperti ini,ibu Tn.A menderita karsinoma payudara.

a.Apa makna klinis dari pernyataan diatas?


Jawab :

Hubungan riwayat dari ibu Tn. A menderita karsinoma payudara menunjukkan bahwa
terdapat faktor resiko riwayat penyakit genetik yang diturunkan dan kerentanan Tn. A
menderita kanker lebih tinggi. Terdapat ekspresi gen prekanker yang diturunkan oleh
orang tua penderita , sehingga meningkat faktor resiko terkena kanker pada pasien.

12
8. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: Sens cm, TD: 110/80 mmHg, Nadi: 92 x/menit, reguler, teratur, RR: 26x/menit.
Temp 36,7 0C .
Keadaan Spesifik:
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (+), bibir pucat (+)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks : Jantung dbn, Paru dbn
Abdomen : hepar dan Lien tidak teraba, tidak teraba masa
Ekstremitas superior : dalam batas normal
Ekstremitas inferior : dalam batas normal
Kelenjar getah bening ; di supraklavikula, aksila dan inguinal tidak teraba

a.Apa Interpretasi dari hasil Pemeriksaan fisik?


Jawab :

Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi


Keadaan umum Tampak sakit sedang Normal Abnormal
Tekanan darah 120/80 mmHg <120/<80 mmHg Normal
Denyut nadi 88kali/menit 60-100kali/menit Normal
Frekuensi napas 20 kali/menit 16-24kali/menit Normal
Suhu 36,9oC 36,5-37,5oC Normal
IMT 15,426 18,2-22,9 Kurus
Kepala Konjungtiva pucat(-) - Normal
Ikterik(-) - Normal
Mulut Stomatitis(-) - Normal
Pharink hiperemis(-) - Normal
Tumor(-) - Normal
Leher JVP (5-2) cmH2O (5-2)-(5+0) Normal
cmH2O
Benjolan pada leher kanan : Tidak Teraba Abnormal
ukuran 4x4x3 cm, nyeri(-),mobil
Benjolan pada leher kiri : ukuran Tidak Teraba Abnormal
2x2x1 cm, nyeri(-),mobil
Thorax Pembesaran kelenjar limfa - Normal
supraklavikula,aksila,inguinal(-)
Paru : dalam batas normal Normal Normal
Jantung: dalam batas normal Normal Normal
Abdomen : dalam batas normal Normal Normal
Ekstremitas superior Dalam batas normal Normal Normal
Ekstremitas Inferior Dalam batas normal Normal Normal

13
b.Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil Pemeriksaan Fisik?
Jawab :
 IMT (under weight)
Berat badan menurun diakibatkan oleh terjadinya keganasan. Keganasan →prolifesasi
dan differensiasi sel meningkat → metabolisme lipid, glukosa dan protein meningkat
disertai penurunan nafsu makan →berat badan menurun (IMT menurun)
 Teraba benjolan di regio cervicalis dextra dan sinistra, nyeri tekan (-), konsistensi
lunak dan mobile.
Keganasan --> proliferasi dan diferensiasi yang berlebihan pada KGB --> pembesaan
KGB (limfadenopati) .
 Benjolan pada leher kanan dan kiri yang tidak nyeri dan mobile.
Benjolan yang tidak nyeri dapat mengindikasikan bahwa terjadi keganasan, sedangkan
benjolan yang mobil atau bisa digerakan mengindikasikan bahwa keganasan yang terjadi
masih dini.

9. Pemeriksaan Laboratorium:

Darah rutin Hb: 10,2 gr%, lekosit: 8.000/mm3, hitung jenis; 0/2/6/70/21/1;LED: 60 mm/jam.

Kimia darah: ureum 50 mg/dL, kreatinin: 1,3 mg/dL, asam urat: 8,5 mg/dL,LDH: 565 U/L

a.Apa Interpretasi dari hasil Pemeriksaan Laboratorium?


Jawab :

No. Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi

1. Hb 10,2 gr% Pria : 13-18 g/dL Abnormal


Waniita : 12-16 g/dL (Menurun)

2. WBC 8.000/mm3 3.200-10.000/mm3 Dalam batas


normal

3. Hitung Jenis 0/2/6/70/21/1 Basofil : 0-2 Dalam batas


Eosinofil : 0-6 normal
Neutrofil batang : 2-5

14
Neutrofil segmen : 40-
80
Monosit: 0-10
4. LED 60mm/jam Pria : <15mm/jam Abnormal
Wanita : <20mm/jam (Meningkat)

5. Ureum 50mg/dL 15-40 mg/dL Abnormal


(Meningkat)

6. Kreatinin 1,3 mg/dL 0,6-1,3 mg/dL Abnormal


(Meningkat)

7. Asam Urat 8,5 mg/dL Pria : <7mg/dL Abnormal


Wanita : <6mg/dl (Meningkat)

8. LDH 565 U/L 90-210 U/L Abnomoral


(Meningkat)

b.Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil Pemeriksaan Laboratorium?


Jawab :
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi Mekanisme Abnormal
Pemeriksaan
1. Hb 10,2 gr% Pria : 13-18 g/dL Abnormal Kegansan dan jangka
Waniita : 12-16 g/dL (Menurun) waktu inflamasi yang
kronik akan membuat sel
darah merah hancur
sebelum waktunya serta
menghalangi
pembentukan sel darah
merah.

2. WBC 8.000/mm3 3.200-10.000/mm3 Dalam batas -


normal

3. Hitung Jenis 0/2/6/70/21/1 Basofil : 0-2 Dalam batas -


Eosinofil : 0-6 normal

15
Neutrofil batang : 2-5
Neutrofil segmen : 40-
80
Monosit: 0-10
4. LED 60mm/jam Pria : <15mm/jam Abnormal Proliferasi sel abnormal
Wanita : <20mm/jam (Meningkat) dan tidak terkontrol
aktivitas sel
meningkat(metabolisme)
Peningkatan asam
urat,ureum acute
kidney injury
penurunan produksi
eritropoetin anemia 
LED meningkat
5. Ureum 50mg/dL 15-40 mg/dL Abnormal Turnover sel tumor
(Meningkat) meningkat 
metabolisme protein
meningkat  ureum dan
kreatinin meningkat.
6. Kreatinin 1,3 mg/dL 0,6-1,3 mg/dL Normal -

7. Asam Urat 8,5 mg/dL Pria : <7mg/dL Abnormal Turnover sel tumor
Wanita : <6mg/dl (Meningkat) meningkat 
metabolisme purin
meningkat  asam urat
meningkat
8. LDH 565 U/L 90-210 U/L Abnomoral Aktivitas kanker di
(Meningkat) dalam sel tubuh memiliki
dapat memiliki
kecenderungan untuk
membuat stress atau
kerusakan pada jaringan
tubuh disekitarnya.
Stress dan kerusakan sel
tubuh yang cukup berat
dapat mengarah pada
peningkatan LDH akibat
banyaknya LDH yang
diproduksi dari sel tubuh
yang rusak dan stress.

16
c.Apa saja pemeriksaan laboratorium tambahan yang diperlukan untuk kasus ini?
Jawab :

1. Rutin
Hematologi:
• Darah Perifer Lengkap (DPL) : Ht, trombosit
• Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah
Analisis urin : urin lengkap
Kimia klinik:
• SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek, protein total, albumin-globulin
• Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin
• Gula Darah Sewaktu
• Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P
• HIV, TBC, Hepatitis C (anti HCV, HBsAg

d.Apa gold standar untuk kasus ini ?


Jawab :

Biopsi: Pemeriksaan histopatologi

IV. Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issues


How I
What I Have
No. Learning Issue What I Know What I Don’t Know Will
to Prove
Learn

Definisi,ga
mbaran Hubungan bagian-
Anatomi,Histologi Mekanisme Textbook,
histologi bagian anatomi yang
1. & Fisiologi sistem dan letak jurnal, e-
dan terlibat dengan
limfatik anatomi
fungsinya kasus book,
internet

2. Limfadenopati Definisi Etiologi, Patofisiologi


dan

17
epidemilogi, patogenesinya
terjadinya
klasifikasi
Limfadenopati
pathogenesis, dan
tatalaksana

Etiologi, Patofisiologi
dan
epidemilogi patogenesinya
3. Limfoma Maligna Definisi
Klasifikasi, terjadinya
Limfoma
manifestasi klinis Maligna

V.Sintesis
1. Anatomi,Histologi & Fisiologi sistem limfatik
a. Anatomi Sistem Limfatik

Sistem limfatik adalah bagian dari sistem imun. Sistem limfatik terdiri dari.
1. Pembuluh limfe
Sistem limfatik memiliki jaringan terhadap pembuluh-pembuluh limfe. Pembuluh
pembuluh limfe tersebut yang kemudian akan bercabang-cabang ke semua jaringan
tubuh.
2. Limfe
Pembuluh-pembuluh limfe membawa cairan jernih yang disebut limfe. Limfe terdiri dari
sel-sel darah putih, khususnya limfosit seperti sel B dan sel T.
3. Nodus Limfatikus
Pembuluh-pembuluh limfe terhubung ke sebuah massa kecil dan bundar dari jaringan
yang disebut nodus limfatikus. Kumpulan dari nodus limfatikus ditemukan di leher,
bawah ketiak, dada, perut, dan lipat paha. Nodus limfatikus dipenuhi sel-sel darah putih.
Nodus limfatikus menangkap dan membuang bakteri atau zat-zat berbahaya lainnya
yang berada di dalam limfe.
4. Bagian sistem limfe lainnya
Bagian sistem limfe lainnya terdiri dari tonsil, timus, dan limpa. Sistem limfatik juga
ditemukan di bagian lain dari tubuh yaitu pada lambung, kulit, dan usus halus.

18
Ada sekitar 300 KGB di daerah kepala dan leher, gambaran lokasi terdapatnya KGB
pada daerah kepala dan leher adalah sebagai berikut:

Gambar . Lokasi kelenjar getah bening (KGB) di daerah kepala dan leher.

Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui simpai (kapsul)
dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan aliran getah bening eferen keluar
dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di
simpai. Di dalam kelenjar, cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang
disebut sinus perifer yang dilapisi oleh sel endotel.
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubung- kan simpai
dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan alur untuk pembuluh
19
darah dan syaraf.
Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus penetrating
yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di dalam sinus penetrating
melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih luas dan disebut sinus meduleri. Dari
hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran getah bening efer

Gambar . Skema kelenjar getah bening (KGB).

Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T (thymus) dan sel
B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel turunanya seperti sel plasma,
imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral immunity, sedangkan T limfosit berperan
terutama pada cell-mediated immunity.
Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula, parakorteks, ketiganya
berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medula merupakan daerah yang mengandung
sel B, sedangkan daerah parakorteks mengandung sel T.
Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa postnatal,
biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel B didalam germinal
centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak inti menonjol. Yang sebelumnya
dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besar yang ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974)
sebagai sel noncleaved besar, dan sel noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada
limphopoiesis atau berubah menjadi immunoblas, diluar germinal center, dan berkembang
didalam sel plasma.

b. Histologi Sistem Limfatik


1) Lymphatic Capillaries
• Merupakan pembuluh limfe terkecil (dead-end tubes)
• Lokasinya dekat kapiler-kapiler darah
• Pertama kali menerima limfe
20
• Lymphatic capillaries ada di hampir di seluruh tubuh, kecuali : Sistem saraf pusat,
Bone marrow, jaringan-jaringan tanpa pembuluh darah (ex. Cartilage), epidermis,
cornea.
• Lacteals – lymphatic capillaries khusus, ada di villi intestinum tenue (untuk absorbsi
lemak  Fatty lymph /chyle)

 Lymphatic Capillaries dibedakan dari kapiler-kapiler darah :


i. Lymphatic capillaries tidak memiliki membran basalis
ii. Sel-sel simple squamous epithelium saling overlaping dan tertambat longgar
satu dengan lainnya. Seperti terlihat pada gambar

 Ada dua hal yang terjadi pada struktur ini :


i. Pertama, Lymphatic capillaries jauh lebih permeabel dibanding kapiler-kapiler
darah, dan tak ada cairan interstitial yang dikeluarkan dari lymphatic capillaries.
Permeabilitas yang tinggi memperbolehkan masuknya cairan jaringan, bakteri,
virus, dan sel-sel kanker

21
ii. Kedua, epitel lymphatic capillaries berfungsi sebagai suatu seri katup satu arah
(one-way valves) yang memudahkan cairan masuk ke kapiler tetapi tertahan
didalamnya
2) Lymphatic Collecting Vessels
• Terdiri atas tiga tunika yang sama seperti pembuluh darah
i. Inner layer lymphatic vessel terdiri atas endothel yang dikelilingi oleh
membran elastis
ii. Middle layer terdiri atas otot polos dan serat elastis
iii. Outer layer merupakan lapisan tebal jaringan ikat fibrosa
• Memiliki lebih banyak katup
3) Spleen (Limpa)
 Merupakan organ limfoid terbesar di tubuh.
 Banyak terdapat sel fagositik dan dapat menjadi pertahanan penting terhadap
mikroorganisme yang berhasil memasuki peredaran darah, serta sebagai tempat
penghancuran eritrosit tua.
 Memiliki simpai jaringan ikat, yang menjulurkan trabekula yang membagi
parenim, atau pulpa limpa menjadi kompartemen tidak utuh.
 Pada manusia, jaringan ikat simpai dan trabekula mengandung sedikit sekali sel
oto polos.
 Terdiri atas anyaman jaringan retikuler yang mengandung limfosit, makrofag dan
APC.
 Terdapat struktur khas: terdapat pulpa (pulpa merah dan pulpa putih).
 Pulpa putih  terdiri atas jaringan limfoid yang menyelubungi arteri sentralis dan
nodul limfoid yang menempel pada selubung.
 Pulpa merah  mengandung korda limpa dan sinusoid. Korda limpa terdiri atas
anyaman longgar sel-sel reticular, yang ditunjang serat-serat retikulin (kolagen
tipe III).
 Diantara pulpa merah dan putih terdapat zona marginal, yang terdiri atas banyak
sinus dan jaringan limfoid longgar.

22
4) Lymph Trunks
 Merupakan tempat berkumpulnya Lymphatic collecting vessels (setelah melewati
lymph nodes)
 Lima lymph trunks utama
i. Lumbar trunk
Menerima limfe dari lower limbs, pelvis dan dinding abdominal, pelvic
organs, ovaries atau testes, kidneys, dan adrenal glands.
ii. Intestinal trunk
Menerima chyle (fatty lymph) dari organ-organ digestive
iii. Bronchomediastinal trunks
Mengumpulkan limfe dari thoracic viscera (organ-organ toraks dan dinding
toraks bagian dalam)
iv. Subclavian trunks
Menerima limfe dari upper limbs, superficial thoracic wall, dan mammary
glands
v. Jugular trunks
Menerima limfe dari kepala dan leher.

5) Lymph Ducts
 lymphatic trunks terhubung dengan vena besar di thorax atau bergabung menjadi
pembuluh yang lebih besar disebut lymphatic ducts.
i. Cisterna chyli
Terletak di persatuan antara lumbar dan intesitinal trunks
ii. Thoracic duct
 Berjalan naik sepanjang vertebra
 Mengalirkan limfe ke dalam sirkulasi vena
 Pertemuan dari left internal jugular and left subclavian veins
 Mendrainase ¾ sirkulasi limfatik tubuh

23
iii. Right lymphatic duct
Mengalirkan limfe dari right internal jugular and subclavian veins

6) TIMUS
 Merupakan organ limfoepitelial yang terletak di mediastnum; organ ini mencapai
perkembangan puncaknya semasa usia muda.
 Limfositnya berasal dari sel-sel mesenkim yang memasuki primordium epitel yang
telah berkembang dari lapisan endoderm kantong faringeal ketiga dan keempat.
 Memiliki simpai jaringan ikat.
 Terdapat korteks dan bagian pudat terang yang disebut medulla.
 Korteknya terdiri atas populasi sejumlah besar limfosit T, sebaran sel reticular
epithelial, dan sedikit makrofag
 Terdapat medulla yang mengandung badan Hassall, yang khas dari daerah ini.
Struktur tersebut merupakan sel-sel reticular epithelial gepeng yang tersusun secara
konsentris dan dipenuhi filament keratin, berdegenerasi, serta terkadang mengapur.
 Pada bagian kapiler timus, memiliki endotel tanpa fenestra dan lamina basal yang
sangat tebal. Kapiler ini impermeable terhadap protein, yang akan mencegah
masuknya kebanyakan antigen yang beredar ke korteks timus tempat limfosit T di
bentuk
7) Lymph Nodes
 Tiap nodus berbentuk lonjong seperti kacang, diameter = 1-25 mm.
 Pembuluh limfe aferen masuk melalui permukaan korteks dan pembuluh aferen
meninggalkan nodus hanya pada hilus.
 Memiliki sisi konveks dan lekukan konkaf, yakni hilus, tempat masuknya arteri dan
saraf serta keluarnya vena dan pembuluh limfe dari organ.
 Terdapat simpai jaringan ikat yang mengelilinginya.
 Kelenjar limfe diliputi oleh simpai jaringan ikat yang berhubungan dengan trabekula.
 Terdapat korteks luar, korteks dalam, medulla.
 Pada permukaan korteks luar terdapat sinus subkapsularis, dengan bagian luarnya
dibatasi oleh simpai dan bagian dalamnya yang dibatasi oleh korteks luar. Korteks
terdiri atas jalinan longgar makrofag dan sel reticular serta serat retikulin.
 Kortek luar di bentuk oleh jalinan dan serat retikulin, yang dipenuhi oleh limfosit B.

24
 Korteks dalam adalah lanjutan dari korteks luar dan mengandung sedikit, kalaupun
ada, nodule limfoid, namun banyak mengandung limfosit T.
 Medula terdiri atas korda medularis yang merupakan perpanjangan korteks dalam
yang bercabang-cabang dan mengandung limfodit B dan sedikit sel plasma. Korda
medularis dipisahkan oleh struktur mirip kapiler lebar yang disebut sinus limfoid
medularis.
Tambahan :
 Cairan limfa mengalir ke dalam sinus subskapula, kemudian secara perlahan melewati
sinus pada korteks dan medula, kemudian meninggalkan limfonodi melalui 1-3
pembuluh limfatik efferen yang berada di sekitar hilum.
 Tidak ada organ limfatik lain yang memiliki pembuluh afferen selain limfonodi.
 Hanya limfonodi yang menyaring cairan limfe.
 Akibat bentuknya yang unik, menyebabkan cairan limfe ketika masuk limfonodi
mengalir lebih lambat sehingga ada lebih banyak waktu untuk membersihkan cairan
limfe dari antigen asing.

 Fungsi
 Menyaring limf, jadi noduli
berperan melokalisasi dan
mencegah penyebaran infeksi ke
dalam sirkulasi umum
 Memfagositosis bekteri / substansi
asing dari limf. Makrofag
terkandung di tiap anyaman serat
reticular nodus
 Membuat, menyimpan, dan
mengalirkan limfosit B dan T.
Limfosit B mengumpul dalam

25
noduli limfoid limfonoduli. Limfosit T berkumpul di bawah noduli (di daerah
parakorteks/kortikal dalam)
 Tempat pengenalan antigen dan pengaktifan antigenic limfosit B yang
menghasilkan sel-sel plasma. Sel plasma lalu membuat dan menggetahkan
antibody spesifik terhadap antigen tertentu ke dalam darah dan limf.
8) Tonsil
 Organ yang terdiri atas agregat jaringan limfoit berumpai tak utuh, yang terdapat di
bawah dan berkontak dengan, epitel bagian awal saluran cerna.
 Macam-macam tonsil :
1. Tonsila Palatina :
 letak : dinding lateral faring
 setiap tonsil memiliki 10-20 inuaginasi epitel yang masuk jauh dalam
parenkim, membentuk kriptus dengan lumen yang berisi seperti epitel yang
lepas.
 Kriptus terlihat sebagai bintik-bintik purulen pada tonsillitis.
2. Tonsila Faringea :
 Merupakan tonsil tunggal yang terdapat di bagian postero-superior faring.
 Terdiri atas lipatan mukosa dan mengandung jaringan limfoid difus dan
nodule.
 Tonsil ini tidak memiliki kriptus dan simpai lebih tipis daripada simpai tonsila
palatine.
3. Tonsila Lingualis :
 Tonsila ini lebih kecil dan lebih banyak dari tonsila palatine dan faringea.
 Letak : di dasar lidah, ditutupi : epitel berlapis gepeng.
 Setiap tonsila lingualis memiliki 1 kriptus.

4.Tonsila Tuba :
 Di anggap sebagai kelompok tonsila yang tersendiri.
 Setiap tonsila tuba terletak di sekeliling muara faringeal tuba faringotimpani
dan membentuk perluasan tonsila faringea ke ;ateral.
 Tonsila tuba dilapisi epitel silindris berambut getar.

B. Fisiologi Sistem Limfatik


Sistim limfatik adalah suatu bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, membentengi
tubuh terhadap infeksi dan berbagai penyakit, termasuk kanker. Suatu cairan yang disebut getah
bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik, dan membawa limfosit (sel darah putih)
mengelilingi tubuh. Pembuluh limfatik melewati kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening
berisi sejumlah besar limfosit dan bertindak seperti penyaring, menangkap organisme yang
menyebabkan infeksi seperti bakteri dan virus.

26
Kelenjar getah bening cenderung bergerombol dalam suatu kelompok seperti pada
sekelompok besar di ketiak, di leher dan lipat paha. Ketika suatu bagian tubuh terinfeksi atau
bengkak, kelenjar getah bening terdekat sering membesar dan nyeri. Hal berikut ini terjadi,
sebagai contoh, jika seseorang dengan sakit leher mengalami ‘pembengkakan kelenjar’ di leher,
cairan limfatik dari tenggorokan mengalir ke dalam kelenjar getah bening di leher, dimana
organisme penyebab infeksi dapat dihancurkan dan dicegah penyebarannya ke bagian tubuh
lainnya.
Peran penting dari sel T dan sel B
Ada dua jenis utama sel limfosit:
 Sel T
 Sel B
Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk dalam sumsum tulang. Kehidupannya dimulai
dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa kanak-kanak, sebagian limfosit bermigrasi ke
timus, suatu organ di puncak dada, dimana mereka menjadi matur menjadi sel T. Sisanya tetap tinggal di
sumsum tulang dan menjadi matur disana sebagai sel B. Sel T dan sel B keduanya berperan penting dalam
mengenali dan menghancurkan organisme penyebab infeksi seperti bakteri dan virus. Dalam keadaan
normal, kebanyakan limfosit yang bersirkulasi dalam tubuh adalah sel T. Mereka berperan untuk
mengenali dan menghancurkan sel tubuh yang abnormal (sebagai contoh sel yang telah diinfeksi oleh
virus).
Sel B mengenali sel dan materi ‘asing’ (sebagai contoh, bakteri yang telah menginvasi tubuh).
Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di permukaan bakteri), mereka memproduksi
antibodi, yang kemudian ‘melekat’ pada permukaan sel asing dan menyebabkan perusakannya.

Fungsi sitem limfatik adalah sebagai berikut:


1. Sistem limfatik mengembalikan kelebihan cairan jaringan yang keluar dari kapiler. Jika cairan tidak
dikeluarkan, maka cairan tersebut akan terkumpul dalam ruangan intertisial dan mengakibatkan
edema.
2. Sistem limfatik juga mengembalikan protein plasma ke dalam sirkulasi. Setiap protein plasma yang
keluar dari kapiler menuju ruang antar jaringan diabsorbsi ke dalam pembuluh limfe. Jika protein
dibiarkan terakumulasi, maka tekanan osmotik cairan intertisial akan meningkat.
3. Pembuluh limfatik khusus mentranspor nutrien yang terabsorpsi, terutama lemak dari sistem
pencernaan ke dalam darah.
4. Sistem limfatik mengeluarkan zat-zat toksik dan debris selular dari jaringan setelah infeksi atau
kerusakan jaringan.
5. Sistem limfatik mengendalikan kualitas aliran cairan jaringan dengan cara menyaringnya melalui
nodus-nodus limfe sebelum mengembalikannya ke sirkulasi.
Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti kanker, dimana limfosit yang terserang
berhenti beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit dapat membelah secara abnormal atau
terlalu cepat, dan atau tidak mati dengan cara sebagaimana biasanya. Limfosit abnormal sering terkumpul
di kelenjar getah bening, sebagai akibatnya kelenjar getah bening ini akan membengkak.
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, limfoma (kumpulan limfosit abnormal) juga dapat
terbentuk di bagian tubuh lainnya selain di kelenjar getah bening. Limpa dan sumsum tulang adalah
tempat pembentukan limfoma di luar kelenjar getah bening yang sering, tetapi pada beberapa orang

27
limfoma terbentuk di perut, hati atau yang jarang sekali di otak. Bahkan, suatu limfoma dapat terbentuk di
mana saja. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh terserang oleh penyakit ini.

2. Limfadenopati

1) DD

 Non-Hodgkin limphoma
 Hodgkin limphoma
 Leukimia
 Karsinoma sel skuamous pada kepala dan leher

2) Algoritma penegakan diagnosis

Untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin dibutuhkan beberapa tahap pemeriksaan


diantaranya adalah
a) Pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe dengan berbagai
ukuran.
b) Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis sel, laju endap darah, tes fungsi hati dan
ginjal, kelenjar alkali fosfatase.
c) Biopsi kelenjar limfe
d) Foto polos dada maupun scanning
e) Scanning abdomen dan pelvis atau MRI
f) Limfogram
g) Laparatomi
h) Aspirasi sumsum tulang

28
i) Scanning tulang

Tidak semua tahap pemeriksaan dikerjakan untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin pada
anak tergantung dari kasus serta fasilitas yang ada.
a) Klinis (anamnesis)

29
Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di
leher, aksila ataupun lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadang-
kadang disertai demam, keringat dan gatal.
b) Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri dapat ditemukan
di leher terutama supraklavikular (60-80%), aksiler (6-20%), dan yang paling
jarang adalah di daerah inguinal (6-20%) dengan konsistensi kenyal sepert karet.
Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk
menentukan kemungkinan cincin Waldeyer ikut terlibat. Sindrom vena cava
superior mungkin didapatkan pada pasien dengan masif limfa adenopati
mediastinal.
c) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan
bagian penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan
tentang luas penyakit, atau keterlibatan organ spesifik. Pada pasien penyakit
Hodgkin serta pada penyakit neoplastik atau kronik lainnya mungkin ditemukan
anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan penurunan
kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau
meningkat di sumsum tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat,
terutama pada pasien dengan gejala dan biasanya menghilang dengan pengobatan.
Eosinofilia absolut perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama pada
pasien yang menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis absolut, limfositopenia
absolut (<1000 sel per millimeter kubik) biasanya terjadi pada pasien dengan
penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan evaluasi terhadap banyak pemeriksaan
sebagai indikator keparahan penyakit.
Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau terbaik, tetapi
pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih
terdapat penyakit residual. Uji lain yang abnormal adalah peningkatan kadar
tembaga, kalsium, asam laktat, fosfatase alkali, lisozim, globulin, protein C-
reaktif dan reaktan fase akut lain dalam serum.
d) Sitologi Biopsi Aspirasi
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis
limfadenopati untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi
hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma dan limfoma malignum.
Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi LH ataupun LNH
adalah adanya negatif palsu, dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multiple hole
di beberapa tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif
dan tidak sesuai dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi
atau eksisi.
e) Histopatologi

30
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga untuk identifikasi
subtipe histopatologi LH ataupun LNH. Biopsi dilakukan bukan sekedar
mengambil jaringan, namun harus diperhatikan apakah jaringan biopsi tersebut
dapat memberi informasi yang adekuat. Biopsi biasanya dipilih pada rantai KGB
di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher bagian belakang dan
submandibular tidak dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsi
dilakukan dibawah anestesi umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik
lokal terhadap arsitektur jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan jaringan.
f) Radiologi
Termasuk didalamnya,
a. Foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal
b. Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB di daerah iliaka dan
pasca aortal
c. USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan
sekaligus menuntun biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi
d. CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH
g) Laparatomi
Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada iliaka,
para aortal dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium. Berkat
kemajuan teknologi radiologi seperti USG dan CT-Scan ditambah sitologi biopsi
aspirasi jarum halus, tindakan laparotomi dapat dihindari atau sekurang-
kurangnya diminimalisasi.

3) Definisi
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih besar
dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai abnormalitas ukuran atau
karakter kelenjar getah bening.3 Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula, iliak, atau
poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih
besar dari 5 mm merupakan keadaan abnormal.

4) Epidemiologi
Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai 45% pada
anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati adalah salah satu
masalah klinis pada anak-anak. Pada umumnya limfadenopati pada anak dapat hilang
dengan sendirinya apabila disebabkan infeksi virus. Studi yang dilakukan di Amerika
Serikat, pada umumnya infeksi virus ataupun bakteri merupakan penyebab utama
limfadenopati. Infeksi mononukeosis dan cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang
penting, tetapi kebanyakan disebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas. Limfadenitis

31
lokalisata lebih banyak disebabkan infeksi Staphilococcus dan Streptococcus beta-
hemoliticus.
Dari studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus limadenopati yang tidak
diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus diantaranya dirujuk ke subspesialis, 3,2% kasus
membutuhkan biopsi dan 1.1% merupakan suatu keganasan. Penderita limfadenopati usia
>40 tahun memiliki risiko keganasan sekitar 4% dibandingkan dengan penderita
limfadenopati usia <40 tahun yang memiliki risiko keganasan hanya sekitar 0,4%.

5) Etiologi

6) Klasifikasi
Berdasarkan luas limfadenopati:
 Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
 Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio.

32
Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer, sekitar ¾
penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4 sisanya datang dengan
limfadenopati generalisata.

7) Manifestasi klinis

8) Faktor risiko

33
 Usia: 15-30 tahun dan > 50 tahun
 Faktor Genetik
 Pernah tertular virus Epstein-Barr (demam kelenjar)
 Jenis Kelamin: pria > wanita
 Paparan kimia beracun: pestisida herbisida, pewarna rambut

9) Patofisiologi
Sel limfosit dari kelenjar limfe berasal dari sel sel induk multipotensial di dalam sumsum
tulang. Sel induk akan bertransformasi menjadi sel progenitor limfosit yang kemuadian akan
berdiferensiasi melalui dua jalur. Sebagian akan mengalami pematangan di dalam kelenjar
timus menjadi limfosit T. Sebagian lagi akan menuju kelenjar limfe ataupun tetap berada di
sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi limfosit B. Apabila ada rangsangan antigen yang
sesuai maka limfosit T akan aktif berpoliferasi sebagai respon sistem imun seluler. Sedangkan
limfosit B akan aktif menjadi imunoblas yang kemuadian menjadi sel plasma dan akan
membentuk imunoglobulin. Terjadi perubahan pada sitoplasma sel plasma menjadi lebih
banyak dari pada sitoplasma sel B. Sedangkan limfosit T yang aktif akan berukuran lebih
besar dari pada sel T yang belum aktif.
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma (abnormal) merupakan akibat
terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari kelompok sel limfosit yang belum aktif yang
tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas akibat respon dari adanya
antigen. Beberapa perubahan pada sel limfosit inaktif ialah ukurannya semakin lebih besar,
kromatin inti menjadi lebih halus, nukleolinya terlihat dan protein permukaan sel mengalami
perubahan.

10) Patogenesis
a) LNH
Penyebab pasti limfoma non Hodgkin tidak diketahui, namun LNH dapat disebabkan
oleh abnomalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom dan infeksi virus. Translokasi
kromosom dan perubahan molekular sangat berperan penting dalam patogenesis limfoma, dan
berhubungan dengan histologi dan imunofenotiping. Translokasi t(14;18)(q32;q21) adalah
translokasi kromosomal abnormal yang paling sering dihubungkan dengan LNH. Beberapa
infeksi virus berperan dalam patogenesis LNH, seperti virus Epstein Barr yang merupakan
penyebab paling seringa pada limfoma Burkitt,limfoma pada pasien dengan
imunocompremised dan penyakit Hodgkin.3,6
b) Stadium Penyakit Hodgkin
Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging:5
 Clinical staging
Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.
 Pathological staging

34
Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis pada jaringan
yang abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil biopsi organ, yaitu:
hepar, paru, sumsum tulang, kelenjar, limpa, pleura, tulang, kulit.

11) Tatalaksana
Pengobatan Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan
pengobatan apapun selain observasi.
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan
biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan
kepada keganasan. KGB yang menetap atau bertambah besar walau dengan pengobatan yang
adekuat mengindikasikan diagnosis yang belum tepat.
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa disebabkan
oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A). Pemberian antibiotik
dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon positif dalam 72 jam.
Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya.
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi dengan
menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini.
Tatalaksana pembesaran KGB leher didasarkan kepada penyebabnya. Banyak kasus dari
pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan
apapun selain dari observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4 minggu dapat menjadi
indikasi untuk dilaksanakan biopsi kelenjar getah bening. Biopsi dilakukan bila terdapat tanda
dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan KGB yang menetap atau bertambah besar
dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat ditegakkan.
Pembesaran KGB pada anak-anak biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh sendiri,
Walaupun pembesaran KGB dapat berlangsung mingguan. Pengobatan pada infeksi KGB
oleh bakteri (limfadenitis) adalah antibiotik oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari
pertama flucloxacillin 25mg/kgBB empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik
golongan penisilin dapat diberikan cephalexin 25mg/kg (sampai dengan 500mg) tiga kali
sehari atau eritromisin 15mg/kg (sampai 500mg) tiga kali sehari.
Bila penyebab limfadenopati adalah mikobakterium tuberkulosis maka diberikan obat
anti tuberkulosis selama 9-12 bulan. Bila disebabkan mikobakterium selain tuberkulosis maka
memerlukan pengangkatan KGB yang terinfeksi atau bila pembedahan tidak memungkinkan
atau tidak maksimal diberikan antibiotik golongan makrolida dan antimikobakterium.
Pemeriksaan penunjang bila limfadenopati akut tidak diperlukan, namun bila berlangsung >
2 minggu dapat diperiksakan serologi darah untuk epstein barr virus, citomegalo virus, hiv,
toxoplasma; tes mantoux, rontgen dada, biopsi dimana semuanya disesuaikan dengan tanda
dan gejala yang ada dan yang paling mengarahkan diagnosis.

a) Limfoma Hodgkin

35
Meliputi kemoterapi dan radioterapi, bergantung staging dan faktor resiko. Indikasi terapi
menurut German Hodgkin’s Lymphoma Study Group adalah massa mediastinal yang besar,
ekstranodal, peningkatan laju endap darah (> 50 mm/jam pada kasus tanpa gejala; >30
mm/jam pada kasus dengan gejala), dan tiga atau lebih regio yang terkena.
 Radioterapi, meliputi extended field radiotherapy (EFRT), involved field radiotherapy
 Kemoterapi, yang direkomendasikan adalah ABVD (adrimisin, bleomisin,
vinblastin,dakrbin) dan Stanford V (mekloretamin, admisin, vinblastin, vinkristin,
bleomisin, etoposid, prednison, G-CSF).
b) Limfoma non-Hodgkin
 Derajat keganasan rendah : kemoterapi obat tunggal/ganda (per oral), radioterapi paliatif
 Derajat keganasan menengah :
o Stadium I-IIA : radioterapi atau kemoterapi parenteral kombinasi
o Stadium IIB-IV : kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi hanya berperan untuk
tujun paliatif

12) Pemeriksaan penunjang


Biopsi kelenjar Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang
paling besar, paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan pertimbangan nilai
diagnostiknya. Kelenjar getah bening inguinal mempunyai nilai diagnostik paling rendah.
Kelenjar getah bening supraklavikular mempunyai nilai diagnostik paling tinggi. Meskipun
teknik pewarnaan imunohistokimia dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifi sitas biopsi
aspirasi jarum halus, biopsi eksisi tetap merupakan prosedur diagnostik terpilih. Adanya
gambaran arsitektur kelenjar pada biopsi merupakan hal yang penting untuk diagnostik yang
tepat, terutama untuk membedakan limfoma dengan hiperplasia reaktif yang jinak.

13) Edukasi dan pencegahan


Pencegahan terhadap terjadinya limfadenopati maupun keganasan dilakukan dengan
menghindari faktor resiko. Sedangkan edukasi, pasien yang mengalami pembesaran kelenjar
limfe diduga karena keganasan harus mamatuhi terapi yang diberikan dokter kepada pasien,
harus rutin kontrol baik selama maupun pasca pengobatan, menjaga pola hidup yang sehat,
menjaga asupan nutrisi agar selalu terpenuhi.

14) Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu
komplikasi karena proses keganasan dan komplikasi karena penggunaan kemoterapi.
Komplikasi karena pertumbuhan sel kanker itu sendiri berupa pansitopenia, perdarahan,
infeksi, kelainan pada jantung dan paru, sindrom vena cava suerior, kompresi pada spinal
cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal.

36
Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa mual muntah, infeksi,
dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung akibat penggunaan doksorubisin,
kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.

15) Prognosis
Prognosis pada kasus dubia, tergantung dari umur, jenis histologis tumor dan tampilan
(performance status),lokasi dan jumlah nodul, staging tumor dan LDH.
Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin ditentukan oleh
beberapa faktor di bawah ini, antara lain:
 Serum albumin < 4 g/dL
 Hemoglobin < 10.5 g/dL
 Jenis kelamin laki-laki
 Stadium IV
 Usia 45 tahun ke atas
 Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3
 Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih
Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%, sedangkan
pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya hanya 59%.
Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi prognosisnya antara
lain:
 usia (>60 tahun)
 Ann Arbor stage (III-IV)
 hemoglobin (<12 g/dL)
 jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and
 serum LDH (meningkat)
Yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah
(memiliki 0-1 faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan resiko buruk
(memiliki 3 atau lebih faktor di atas).

16) SKDI
Limfadenopati : 3A
Limfoma Hodgkins dan Limfona Non Hodgkins : 1

3. LIMFOMA MALIGNA
Definisi
Limfoma Maligna adalah keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat.
Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin
(LNH).

Etiologi
37
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui,
tetapi sering dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada limfoma
Burkitt. Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan infeksi virus Epstein Barr. Pada
kelompok terinfeksi HIV, insiden limfoma Hodgkin agak meningkat dibanding masyarakat umum,
selain itu manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait HIV sangat kompleks, sering kali terjadi
pada stadium lanjut penyakit, mengenai regio yang jarang ditemukan, seperti sumsum tulang,
kulit, meningen, dll.
Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya limfoma
non Hodgkin, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus RNA, HTLV-1
berkaitan dengan leukemia sel T dewasa, virus imunodefisiensi humanus (HIV) yang menyebabkan
AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya keganasan limfoma sel B
yang tinggi, virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B indolen.
Gen dari virus DNA, virus Epstein Barr (EBV) telah ditemukan terdapat di dalam genom
sel limfoma Burkitt Afrika. Infeksi kronis Helicobacter pylori berkaitan jelas dengan timbulnya
limfoma lambung, terapi eliminasi H. Pylori dapat menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus
limfoma lambung. Defek imunitas dan menurunnya regulasi imunitas berkaitan dengan
timbulnya limfoma non Hodgkin, termasuk AIDS, reseptor cangkok organ, sindrom defek
imunitas kronis, penyakit autoimun.
Patogenesis morbus Hodgkin mungkin kompleks dan masih banyak hal yang kurang jelas
dalam bidang ini.

LIMFOMA NON HODGKIN


Definisi
Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan
primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Limfoma non Hodgkin merupakan penyakit yang
heterogen, tergantung dari gambaran klinik, imunofenotiping dan respons terhadap terapi.
Gambaran penyakit yang progresif lebih sering didapatkan pada anak dibanding dewasa.
Demikian pula gambaran histopatologik difus sering didapatkan pada anak (90%) daripada
gambaran noduler atau fotikuler pada dewasa.1 Lebih dari 45.000 pasien didiagnosis sebagai
limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika Serikat. Limfoma non Hodgkin,
khususnya limfoma susunan saraf pusat biasa ditemukan pada pasien dengan keadaan defisiensi
imun dan yang mendapat obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan transplantasi
ginjal dan jantung.

Epidemiologi
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak, hampir
sepertiga dari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat. Angka
kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada usia di bawah 2 tahun. Laki-
laki lebih sering bila dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 2,5:1. Angka
kejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan di AS 16,4 persejuta anak di bawah usia 14

38
tahun. Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti.

Gambaran Histologik
Anggapan pertama adalah bahwa status diferensiasi limfosit dapat dilihat dari ukuran dan
konfigurasi intinya, sel-sel limfoid yang kecil dan bulat dianggap sebagai sel-sel yang
berdiferensiasi baik, dan sel-sel limfoid kecil yang tidak beraturan bentuknya dianggap sebagai
limfosit yang berdiferensiasi buruk. Anggapan kedua adalah sel-sel limfoid besar dengan inti
vesikular dan mempunyai banyak sitoplasma yang biasanya berwarna pucat dianggap berasal
dari golongan monosit makrofag (histiosit).
Klasifikasi histopatologik sangat komplek dan tumpang tindih dengan klasifikasi yang lain
misalnya klasifikasi imunologik, sitogenetik maupun molekuler sehingga masih
membingungkan. Klasifikasi yang banyak dipergunakan adalah dari Rappaport (R), Kiel (K),
Lukes dan Collins, WHO, dan Working Formulation (WF) (tabel II.1).

Tabel Klasifikasi histopatologik LNH pada anak.


Kiel Rappaport Working Formula
High grade High grade
Limfoma Burkitt’s dan Difuse undifferentiated Small non cleaved cell
bentuk lainnya (Burkitt’s & non burkitt’s)
Limfoblastik konvoluted Limfoblastik difus Limfoblastik
Limfoblastik non klasifikasi
Imunoblastik Histositik difus Imunoblastik sel besar
Sentroblastik Intermediate grade
Difus sel besar

Limfoma non Hodgkin pada anak seringkali mempunyai gambaran yang difus dan
dimasukkan dalam 3 kategori gambaran histologik sebagai berikut:
1) Limfoblastik Burkitt’s (K) atau small non cleaved (WF)
2) Limfoblastik (WF) non Burkitt’s (K)
3) Imunoblastik dan sentroblastik (K) atau “large cell” (WF)
Dua kelompok yang pertama paling banyak ditemukan yaitu mencapai 70-90% dari kasus
yang terdiagnosis.

Imunofenotiping
Dengan pemeriksaan ini akan lebih jauh dapat mengetahui tentang Limfoma Non Hodgkin,
khususnya dengan ditemukannya antibodi monoklonal yang dapat diidentifikasi adanya antigen
permukaan baik pada sel B maupun sel T juga pada tingkat pematangan sel. Antibodi tersebut
digolongkan dalam cluster differentiation (CD).

39
Dengan pemeriksaan tersebut di atas limfoma non Hodgkin pada anak dapat
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok:
1) Proliferasi sel B yang ditandai dengan adanya imunoglobulin monoklonal di permukaan
sel.
2) Proliferasi sel T
3) Proliferasi non T-non B
Pembagian ini nampaknya hampir sama pada LLA.

Sitogenetik dan Biologi Molekuler


Pemeriksaan sitogenetik dan biologi molekuler saat ini sangat berarti dalam membantu
kita mengetahui proses limfoma non Hodgkin lebih mendalam tetapi belum dapat dipergunakan
untuk tindakan terapi. Pada limfoma Burkitt’s sel tumor ditandai oleh adanya translokasi pada
lengan panjang kromosom 8, regio q 23-q 24 t (8;14) (q24;q32), beberapa versi lainnya t(2;8)
(p12;p24) dan t(8;2) (q24;q11).

Etiologi dan Patogenesis


Penyebab pasti limfoma non Hodgkin tidak diketahui, namun LNH dapat disebabkan
oleh abnomalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom dan infeksi virus. Translokasi
kromosom dan perubahan molekular sangat berperan penting dalam patogenesis limfoma, dan
berhubungan dengan histologi dan imunofenotiping. Translokasi t(14;18)(q32;q21) adalah
translokasi kromosomal abnormal yang paling sering dihubungkan dengan LNH. Beberapa
infeksi virus berperan dalam patogenesis LNH, seperti virus Epstein Barr yang merupakan
penyebab paling seringa pada limfoma Burkitt,limfoma pada pasien dengan imunocompremised
dan penyakit Hodgkin.

Faktor resiko limfoma non Hodgkin


Terdapat beberapa faktor resiko yang diketahui berpengaruh pada LNH, walaupun
demikian, faktor-faktor resiko ini tidak diperhitungkan melebihi bagian kecil dari jumlah seluruh
kasus limfoma non Hodgkin. Pada kebanyakan pasien dengan limfoma non Hodgkin, tidak ada
penyebab penyakit yang dapat ditemukan. Lebih jauh lagi, banyak orang yang terpapar pada
salah satu faktor resiko yang diketahui tidak menderita limfoma non Hodgkin.3 Beberapa faktor
resiko tersebut seperti infeksi, imunosupresi,dan faktor lingkungan.
Infeksi sebagai faktor risiko limfoma non Hodgkin
Beberapa infeksi virus telah memperlihatkan adanya hubungan dengan peningkatan limfoma
non Hodgkin. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuan virus dalam menginduksi
stimulasi antigen kronik dan disregulasi sitokin yang menyebabkan stimulasi, proliferasi, dan
limfomagenesis yang tidak terkontrol dari sel B dan sel T.3Beberapa virus tersebut antara lain:
 Human immunodeficiency virus (HIV/AIDS)
 Human T cell leukemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1)
 Epstein-Barr virus (EBV)

40
Gambar Ilustrasi Virus3

Orang dengan HIV positif lebih mungkin mengidap limfoma non Hodgkin dari pada orang
lainnya. Munculnya limfoma non Hodgkin pada orang dengan HIV positif mengindikasikan
bahwa full-blown AIDS telah terjadi.
Meningkatnya risiko kemungkinan terjadi karena penekanan sistim kekebalan yang
disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS-yang berhubungan dengan limfoma non Hodgkin
memberikan gambaran tidak seperti umumnya atau timbul disisi yang tidak umum dibandingkan
dengan jenis limfoma non Hodgkin.
Virus Epstein-Barr adalah virus yang umum, menyerang kebanyakan orang pada suatu
waktu tertentu dalam masa hidupnya, dan mengakibatkan infeksi singkat atau demam glandular.
Akan tetapi, dalam sejumlah kecil kasus ekstrim, ia dikaitkan dengan Limfoma Burkitt dan
bentuk limfoma non Hodgkin yang berhubungan dengan imunosupresi.
Human T-cell leukaemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1), aslinya berasal dari Jepang dan
Karibia, juga suatu penyebab yang sangat jarang dari limfoma non Hodgkin, terdapat suatu jarak
antara infeksi virus dan timbulnya penyakit.
Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan
dengan infeksi virus. Akan tetapi, infeksi dengan Helicobacter pylori, yang dapat menyebabkan
tukak lambung dan menyerang lambung, dihubungkan dengan bentuk limfoma yang jarang yang
dikenal sebagai limfoma MALT, yang biasanya timbul di lambung. Antibiotik untuk
mengeradikasi infeksi bakteri sering menyembuhkan kondisi ini, jika diberikan cukup dini.
Gambar 3.5.1.2 Ilustrasi Bakteri

(Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan dengan
infeksi virus)
Imunosupresi sebagai faktor risiko untuk limfoma non Hodgkin
Orang dengan imunosupresi, dimana sistim pertahanannya menurun, menghadapi
peningkatan risiko terserang limfoma non Hodgkin. Hal ini mungkin karena kontrol multiplikasi
sel B tergantung pada fungsi normal sel T. Jika fungsi sel T menjadi abnormal, seperti pada
kasus orang dengan imunosupresi, sel B dapat berlipat ganda melalui suatu cara yang tidak
terkontrol, meningkatkan peluang untuk terserang penyakit ini.

41
Salah satu sebab utama imunosupresi adalah obat yang diberikan untuk mencegah
penolakan dari organ yang ditransplantasikan atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang
mendapatkan transplantasi organ mempunyai peningkatan risiko menderita limfoma non
Hodgkin.

Perjalanan alamiah penyakit


Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin
tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen
tumbuh sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka
sering tetap tidak terdeteksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara
kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter
mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin.
Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin
menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi
akibat limfoma non Hodgkin. Akan tetapi, beberapa pasien limfoma non Hodgkin indolen
berobat ke dokter karena gejalanya.
Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai
benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin
mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Limfoma non Hodgkin indolen tumbuh
lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut
saat pertama terdiagnosis.

Manifestasi Klinik
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non-spesifik,
diantaranya:

 Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan


 Demam 38 derajat C >1 minggu tanpa sebab yang jelas
 Keringat malam banyak
 Cepat lelah
 Penurunan nafsu makan
 Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
 Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau pangkal
paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat pembesaran
kelenjar getah bening mediastinum maupun splenomegali.

Tiga gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis yang kurang
baik, begitu pula bila terdapatnya Bulky Disease (KGB berukuran > 6-10 cm atau
mediastinum >33%rongga toraks)

Stadium Limfoma Non Hodgkin


42
Penentuan stadium sangat penting untuk diagnosis, adanya keterlibatan beberapa jaringan
limfoid serta implikasinya pada pengobatan. Penentuan stadium yang paling banyak digunakan
adalah dari St. Jude Childrens Research Hospital (Tabel II.2).1

Tabel 3.8.1 Skema Stadium LNH dari St.Jude Childrens Research Hospital.
I Tumor tunggal ekstranodal atau tumor di daerah tunggal nodal, kecuali di
daerah mediastinum atau abdomen
II Tumor tunggal (ekstranodal) dengan keterlibatan kelenjar regional pada satu
sisi diafragma pada dua atau lebih area nodul
Dua tumor (ekstranodal) dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar regional
Tumor lebih dari satu, tetapi masih satu sisi dengan diafragma
Tumor primer pada gastrointestinal (ileosaekal) dengan atau tanpa
keterlibatan kelenjar mesenterium
III Tumor lebih dari dua (ekstranodal) pada kedua sisi diafragma
Tumor dua atau lebih pada satu sisi diafragma
Tumor primer di daerah intrathorakal (mediastinal, pleura, timus)
Tumor meluas pada intraabdominal yang tidak dapat direseksi
Tumor pada paraspinal atau epidural
IV Tumor meluas dan penyebaran ke sumsum tulang atau susunan saraf pusat

Diagnosis
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat penting, diagnosis ditegakkan dengan
biopsi, pemeriksaan sitologis cairan efusi maupun aspirasi sumsum tulang, bila dimungkinkan
dengan pemeriksaan imunologik dan sitogenik untuk membedakan antara sel B atau sel T.
Kriteria untuk masing-masing kelompok tersebut adalah:1
a) Limfoblastik sel B ditandai oleh:
 Ditemukannya imunoglobulin monoklonal sel B pada permukaan sel dan pertanda sel
B lainnya misalnya: CD 19-24
 Translokasi (8;14), t(2;8), atau t(8;22)
 Gambaran histologis: Burkitt’s dan B limfoblastik (K) atau undifferentiated atau small
non cleaved (W)
 Gambaran L3 pada klasifikasi F AB
 Primernya ada di intra abdominal
b) Limfoblastik sel T ditandai oleh:
 Petanda sel T positif (misal CD 3, 5-8)
 Gambaran histologi: limfoblastik
 Gambaran L1 atau L2 pada klasifikasi FAB
 Reaksi positif dengan asam fosfat
 Primer pada kelenjar timus

43
Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi
hati dan funsi ginjal, cairan serebrospinal, asam urat, LDH, USG abdomen, bone scan.

Tata Laksana
Limfoma non Hodgkin khususnya limfoma limfoblastik sel T seringkali disertai dengan
berbagai komplikasi, untuk itu dibutuhkan pengelolaan secepatnya. Sebelum pengobatan dengan
kemoterapi harus diperhatikan terlebih dahulu problem jalan napas, pembuluh darah dan
gangguan metabolik yang ada.1
Pemberian alopurinol, hidrasi yang cukup, dan alkalinisasi urin perlu segera diberikan pada
pasien dengan tumor yang cukup luas untuk mencegah terjadinya nefropati akibat lisis tumor
yang seringkali terjadi pada limfoma limfoblastik sel T.1 Terapi yang dilakukan biasanya melalui
pendekatan multidisiplin.Terapi yang dapat dilakukan adalah:2,3
1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik:
- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP
(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)
- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk
lokal dan paliatif.
Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy
2. Derajat Keganasan Menengah (DKM) / agresif limfoma:
-Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU) + radioterapi CHOP
(Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone)
- Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk
tujuan paliasi.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
a. Setelah siklus kemoterapi keempat
b. Setelah siklus pengobatan lengkap
Pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif dapat didiagnosis pada stadium dini (stadium
I atau II). Ini disebabkan karena mereka umumnya menyadari pertumbuhan yang cepat dari
kelenjar getah bening yang terkena dan karenanya mengunjungi dokter dan cepat dirujuk untuk
pengobatan oleh dokter spesialis.
Pengobatan yang biasa diberikan untuk pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif
stadium dini adalah beberapa jadwal kemoterapi, kombinasi, dengan lebih dari satu obat
kemoterapi yang diberikan, biasanya bersama dengan steroid, seperti prednisolon (contohnya,
CHOP). Di kebanyakan negara, diberikan antibodi monoklonal rituximab dalam kombinasi
dengan kemoterapi CHOP sebagai terapi standar. Antibodi monoklonal meningkatkan efektivitas
pengobatan bermakna, tanpa meningkatkan efek samping.

44
Radioterapi terkadang diberikan setelah kemoterapi. Jarang kedua pengobatan diberikan
pada saat yang sama. Radioterapi ditujukan secara spesifik terhadap kelenjar getah bening yang
terkena. Pengobatan stadium dini (stadium I dan II) limfoma non Hodgkin agresif dapat
mencapai kesembuhan atau remisi pada sekitar 80% pasien. Beberapa pasien tidak memberikan
respon terhadap terapi standar. Pada pasien-pasien ini, dan pada mereka yang mengalami
kekambuhan, diperlukan pengobatan lebih lanjut.
Pasien yang didiagnosis dengan limfoma non Hodgkin agresif pada stadium lanjut
(stadium III atau IV) diberi kemoterapi kombinasi dengan ataupun tanpa antibodi monoklonal.
Meski demikian, kemoterapi kadang-kadang diberikan lebih lama daripada pada penyakit
stadium awal dan mungkin juga diberikan radioterapi. Secara keseluruhan, antara 40% dan 70%
pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif dapat disembuhkan dengan pengobatan pertama.

Prognosis
Banyak pasien yang dapat mencapai respons sempurna, sebagian diantaranya dengan limfoma
sel besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas gejala dalam periode waktu yang lama dan
dapat pula disembuhkan. Pemberian regimen kombinasi kemoterapi agresif berisi doksorubisin
mempunyai respons sempurna yang tinggi berkisar 40-80%.

PENYAKIT HODGKIN
Sampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas etiologi maupun patologi penyakit
Hodgkin, namun diakui bahwa banyak di antara anak dengan penyakit Hodgkin yang mampu
bertahan hidup dalam beberapa tahun. Masih banyak kontroversi tentang tumor yang seringkali
terjadi pada limfoma limfoblastik sel T.
Definisi
Penyakit Hodgkin adalah kanker yang berawal dari sel-sel sistem imun. Penyakit Hodgkin
berawal saat sel limfosit yang biasanya adalah sel B (sel T sangat jarang) menjadi abnormal. Sel
limfosit yang abnormal tersebut dinamakan sel Reed Sternberg.
Sel Reed Sternberg tersebut membelah untuk memperbanyak dirinya. Sel Reed Sternberg
yang terus membelah membentuk begitu banyak sel limfosit abnormal. Sel-sel abnormal ini
tidak mati saat waktunya tiba dan mereka juga tidak melindungi tubuh dari infeksi maupun
penyakit lainnya. Pembelahan sel abnormal yang terus menerus ini menyebabkan terbentuknya
massa dari jaringan yang disebut tumor.
Jaringan limfatik banyak terdapat dalam banyak bagian tubuh, sehingga penyakit Hodgkin
dapat berawal dari mana saja. Biasanya penyakit Hodgkin pertama kali ditemukan pada nodus
limfatikus di atas diafragma, pada otot tipis yang memisahkan rongga thoraks dan rongga
abdomen. Tetapi penyakit Hodgkin mungkin juga dapat ditemukan di kumpulan nodus
limfatikus.

Epidemiologi

45
Angka kejadian penyakit Hodgkin mempunyai kurva bimodal yang khas baik pada laki-
laki maupun pada perempuan, dengan salah satu puncaknya pada usia 15-30 tahun yang diikuti
dengan puncak lainnya pada usia 45-55 tahun.
Di negara-negara industri umur puncak pertama dicapai pada umur 20 tahun dan puncak
kedua pada umur 50 tahun. Sementara di negara sedang berkembang seperti Indonesia, umur
puncak terjadi pada umur sebelum remaja.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bentuk dari penyakit
Hodgkin, karakteristik ini mungkin menunjukkan adanya perbedaan kausa yang mendasarinya:
1) Bentuk yang ditemukan pada masa kanak-kanak, banyak ditemukan pada usia 14 tahun
atau lebih muda
2) Bentuk dewasa muda yang ditemukan pada umur 15 sampai 34 tahun
3) Bentuk dewasa yang ditemukan pada usia 55-74 tahun
Secara umum dikatakan bahwa laki-laki lebih banyak bila dibandingkan dengan perempuan.

Faktor Risiko
Beberapa penelitian menunjukkan faktor-faktor tertentu yang dapat meningkatkan
kemungkinan seseorang dapat mengidap penyakit Hodgkin’s:
1) Virus tertentu
Terinfeksi virus Epstein Barr (EBV) atau human immunodeficiency virus (HIV) dapat
meningkatkan risiko penyakit Hodgkin. Bagaimanapun juga, limfoma tidak menular,
sehingga tidak mungkin mendapatkan limfoma dari orang lain.
2) Sistem imun lemah
Risiko mengidap penyakit Hodgkin meningkat dengan sistem imun yang lemah (seperti
keadaan sedang mengkonsumsi obat-obatan penekan imun pasca transplantasi organ).
3) Usia
Penyakit Hodgkin umumnya terdapat pada usia remaja dan dewasa muda berumur 15-
35 tahun, juga pada dewasa berumur ≥ 50 tahun.
4) Riwayat keluarga
Anggota keluarga khususnya kakak atau adik dari seseorang dengan penyakit Hodgkin
atau limfoma lainnya, dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengidap penyakit
Hodgkin.

Gambaran Patologik dan Klasifikasi


Ketepatan diagnosis hanya mungkin dilakukan dengan pemeriksaan patologi yang benar,
bahan pemeriksaan yang berasal dari biopsi jarum dan irisan beku segar pada jaringan kurang
dapat menggambarkan struktur dan stroma sel secara baik. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan
jaringan limfonodi secara mikroskopis dan ditemukan adanya sel Reed Sternberg yang spesifik.
Sel Reed Sternberg merupakan sel limfoid yang besar dengan banyak nukleus yang mengelilingi
nuklei sehingga memberikan gambaran seperti halo. Sel Reed Sternberg secara konsisten
menghasilkan antigen CD15 dan CD30. CD15 adalah marker dari sel granulosit, monosit, dan sel

46
T teraktifasi yang normalnya tidak dihasilkan oleh garis keturunan sel B. CD30 adalah marker
dari aktifasi limfosit yang dihasilkan oleh sel limfosit reaktif dan malignan dan pada awalnya
diidentifikasi sebagai antigen permukaan sel-sel Reed Sternberg.
Klasifikasi patologi yang diterima secara umum adalah klasifikasi dari Rye yang membagi
penyakit Hodgkin menjadi 4 subtipe:
1) Limfositik predominan/LP
2) Sel campur/MC
3) Deplesi limfositik/LD
4) Nodul sklerosis/NS
Prognosis dari tiga yang pertama berhubungan dengan perbandingan antara sel limfosit
abnormal dengan sel normal.
Penyakit Hodgkin merupakan suatu tumor ganas yang berhubungan erat dengan limfoma
malignum. Oleh karena itu untuk membahas mengenai patologi dari penyakit Hodgkin ada
baiknya kita mengetahui tentang klasifikasi dari penyakit-penyakit tersebut.
Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut Lukas dan Butler
sesuai keputusan simposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor. Menurut klasifikasi ini penyakit
Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Tipe Lymphocyte Predominant
Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel limfosit
yang dewasa, beberapa sel Reed Sternberg. Biasanya didapatkan pada anak muda.
Prognosisnya baik.
2. Tipe Mixed Cellularity
Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil, neutrofil,
limfosit dan banyak didapatkan sel Reed Sternberg. Dan merupakan penyakit yang luas
dan mengenai organ ekstra nodul. Sering pula disertai gejala sistemik seperti demam, berat
badan menurun dan berkeringat. Prognosisnya lebih buruk.
3. Tipe Lymphocyte Depleted
Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed Sternberg banyak sekali
dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua dan cenderung merupakan
proses yang luas (agresif) dengan gejala sistemik. Prognosis buruk.
4. Tipe Nodular Sclerosis
Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering dilaporkan
sel Reed Sternberg yang atipik yang disebut sel Hodgkin. Sering didapatkan pada wanita
muda/remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum.
Namun ada bentuk-bentuk yang tumpang tindih (campuran), misalnya golongan
Nodular Sclerosis (NS) ada yang limfositnya banyak (Lymphocyte Predominant NS=LP-
NS), ada yang limfositnya sedikit (Lymphocyte-Depleted NS=LD-NS) dan sebagainya.
Demikian pula golongan Mixed Cellularity (MC), ada yang limfositnya banyak (LP-MC),
ada yang sedikit (LD-MC). Penyakit ini mula-mula terlokalisasi pada daerah limfonodus
perifer tunggal dan perkembangan selanjutnya dengan penjalaran di dalam sistem limfatik.

47
Mungkin bahwa sel Reed Sternberg yang khas dan sel lebih kecil, abnormal, bersifat
neoplastik dan mungkin bahwa sel radang yang terdapat bersamaan menunjukkan respon
hipersensitivitas untuk hospes. Setelah tersimpan dalam limfonodus untuk jangka waktu
yang bervariasi, perkembangan alamiah penyakit ini adalah menyebar ke jaringan non
limfatik.
Berdasarkan klasifikasi dari WHO penyakit Hodgkin dibagi menjadi 5 tipe, 4 tipe
merupakan tipe-tipe seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, keempat tipe ini sering
disebut sebagai penyakit Hodgkin klasik, sedangkan tipe ke-5 adalah nodular lymphocyte
predominant Hodgkin’s disease (NLPHD).
5. Tipe Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD)
Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD) menyumbang 5% dari kasus
penyakit Hodgkin. Berbeda dengan subtipe histologis lain, sel Reed Sternberg yang khas
jarang atau bahkan tidak ada pada NLPHD. Sebaliknya yang paling banyak justru adalah
sel limfositik atau histiositik (L&H), atau yang sering disebut “sel popcorn” karena inti
mereka yang berbentuk menyerupai jagung meledak, yang terlihat sebagai latar belakang
sel-sel inflamasi, terutama sel limfosit yang jinak. Tidak seperti sel Reed Sternberg, sel
L&H positif untuk antigen sel B, seperti CD19 dan CD20, dan negatif untuk CD15 dan
CD30.

Manifestasi Klinik
Pembesaran kelenjar limfe daerah servikal dan supraklavikular yang hilang timbul dan
tidak menimbulkan rasa nyeri (asimtomatik). Pada 80% anak dengan penyakit Hodgkin
pembesaran kelenjar leher yang menonjol, 60% diantaranya juga disertai pembesaran massa di
mediastinal yang akan menimbulkan gejala kompresi pada trakea dan bronkus. Pembesaran
kelenjar juga ditemukan di daerah inguinal, aksiler, dan supra diafragma meskipun jarang. Gejala
konstitusi yang menyertai diantaranya adalah demam, keringat malam hari, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan, ditemukan pada 40% pasien, sedangkan demam intermittent
diobservasi pada 35% kasus.
Gambaran laboratorium pada umumnya tidak spesifik, diantaranya adalah leukositosis,
limfopenia, eosinofilia, dan monositosis. Gambaran laboratorium ini merupakan refleksi dari
aktifitas yang meningkat di sistem retikuloendotelial (misalnya meningkatnya laju endap darah,
kadar serum feritin, dan kadar serum tembaga) dipergunakan untuk mengevaluasi perjalanan
penyakit setelah terdiagnosis. Anemia yang timbul merupakan deplesi dari imobilisasi zat besi
yang terhambat ini menunjukkan adanya penyakit yang telah meluas. Anemia hemolitik pada
penyakit Hodgkin menggambarkan tes Coomb positif menunjukkan adanya retikulosis dan
normoblastik hiperplasia dari sumsum tulang.

Stadium Penyakit Hodgkin


Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging:
 Clinical staging

48
Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.
 Pathological staging
Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis pada jaringan
yang abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil biopsi organ, yaitu:
hepar, paru, sumsum tulang, kelenjar, limpa, pleura, tulang, kulit.
Staging yang dianut saat ini adalah staging menurut Ann Arbor yang di modifikasi sesuai
konferensi Cotswald.
Tabel 4.6.1 Staging menurut system Ann Arbor modifikasi Costwald.
Stage I : Penyakit menyerang satu regio kelenjar getah bening atau satu struktur
limfoid (misal: limpa, timus, cincin Waldeyer).
Stage II : Penyakit menyerang dua atau lebih regio kelenjar pada satu sisi
diafragma, jumlah regio yang diserang dinyatakan dengan subskrip
angka, misal: II2, II3, dsb.
Stage III : Penyakit menyerang regio atau struktur limfoid di atas dan di bawah
diafragma.
III1 : menyerang kelenjar splenikus hiler, seliakal, dan portal
III2 : menyerang kelenjar para-aortal, mesenterial dan iliakal.
Stage IV : Penyakit menyerang organ-organ ekstra nodul, kecuali yang
tergolong E (E: bila primer menyerang satu organ ekstra nodal).

Gambar 4.6.2 Penentuan stadium penyakit Hodgkin.

Penentuan stadium ini menggunakan klasifikasi AnnArbor yang berdasarkan anatomis.


Tabel II.4.Staging menurut Ann Arbor berdasarkan anatomis.
I Pembesaran kelenjar limfe regional tunggal atau pembesaran organ ekstra limfatik

49
tunggal atau sesisi.
II Pembesaran kelenjar limfe regional dua atau lebih yang masih sesisi dengan
diafragma atau pembesaran organ ekstralimfatik satu sisi atau lebih yang masih
sesisi dengan diafragma
III Pembesaran kelenjar limfe pada kedua sisi diafragma disertai dengan pembesaran
limpa atau pembesaran organ ekstra limfatik sesisi atau kedua sisi
IV Pembesaran organ ekstra limfatik dengan atau tanpa pembesaran kelenjar limfe

Diagnosis
Untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin pada anak dibutuhkan beberapa tahap
pemeriksaan diantaranya adalah:
a) Pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe dengan berbagai
ukuran.
b) Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis sel, laju endap darah, tes fungsi hati dan
ginjal, kelenjar alkali fosfatase.
c) Biopsi kelenjar limfe
d) Foto polos dada maupun scanning
e) Scanning abdomen dan pelvis atau MRI
f) Limfogram
g) Laparatomi
h) Aspirasi sumsum tulang
i) Scanning tulang
Tidak semua tahap pemeriksaan dikerjakan untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin
pada anak tergantung dari kasus serta fasilitas yang ada.

1. Klinis (anamnesis)
Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher, aksila ataupun
lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadang-kadang disertai demam, keringat dan
gatal.

2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri dapat ditemukan di leher terutama
supraklavikular (60-80%), aksiler (6-20%), dan yang paling jarang adalah di daerah inguinal (6-
20%) dengan konsistensi kenyal sepert karet. Mungkin lien dan hati teraba membesar.
Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin Waldeyer ikut
terlibat. Sindrom vena cava superior mungkin didapatkan pada pasien dengan masif limfa
adenopati mediastinal.

3. Pemeriksaan Laboratorium

50
Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan bagian penting dalam
pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas penyakit, atau keterlibatan
organ spesifik. Pada pasien penyakit Hodgkin serta pada penyakit neoplastik atau kronik lainnya
mungkin ditemukan anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan
penurunan kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau
meningkat di sumsum tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat, terutama pada
pasien dengan gejala dan biasanya menghilang dengan pengobatan.
Eosinofilia absolut perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama pada pasien yang
menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis absolut, limfositopenia absolut (<1000 sel per
millimeter kubik) biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan
evaluasi terhadap banyak pemeriksaan sebagai indikator keparahan penyakit. 7
Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau terbaik, tetapi pemeriksaan
ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih terdapat penyakit residual. Uji
lain yang abnormal adalah peningkatan kadar tembaga, kalsium, asam laktat, fosfatase alkali,
lisozim, globulin, protein C-reaktif dan reaktan fase akut lain dalam serum. 7

4. Sitologi Biopsi Aspirasi


Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis limfadenopati untuk
identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening,
metastasis karsinoma dan limfoma malignum.
Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi LH ataupun LNH adalah adanya
negatif palsu, dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multiple hole di beberapa tempat permukaan
tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran klinis, maka
pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.

5. Histopatologi
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga untuk identifikasi subtipe histopatologi
LH ataupun LNH. Biopsi dilakukan bukan sekedar mengambil jaringan, namun harus
diperhatikan apakah jaringan biopsi tersebut dapat memberi informasi yang adekuat. Biopsi
biasanya dipilih pada rantai KGB di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher bagian
belakang dan submandibular tidak dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsi
dilakukan dibawah anestesi umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik lokal terhadap
arsitektur jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan jaringan.

6. Radiologi
Termasuk didalamnya:
 Foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal
 Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB di daerah iliaka dan pasca aortal
 USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan sekaligus menuntun
biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi

51
 CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH

7. Laparatomi
Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada iliaka, para aortal dan
mesenterium dengan tujuan menentukan stadium. Berkat kemajuan teknologi radiologi seperti
USG dan CT-Scan ditambah sitologi biopsi aspirasi jarum halus, tindakan laparotomi dapat
dihindari atau sekurang-kurangnya diminimalisasi.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non Hodgkin pada
pasien dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis bakteri atau virus,
mononucleosis infeksiosa dan toksoplasmosis harus disingkirkan. Keganasan lain, misalnya
limfoma non Hodgkin, kanker nasofaring dan kanker tiroid dapat menimbulkan adenopati leher
local. Adenopati ketiak harus dibedakan dengan limfoma non Hodgkin dan kanker payudara. 6
Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan tumor lain. Pada
pasien tua, diagnosis banding mencakup tumor paru dan mediastinum, terutama karsinoma sel
kecil dan non sel kecil. Mediastinitis reaktif dan adenopati hilus akibat histoplasmosis dapat
mirip dengan limfoma, karena penyakit tersebut timbul pada pasien asimtomatik. Penyakit
abdomen primer dengan hepatomegali, splenomegali dan adenopati massif jarang ditemukan,
dan penyakit neoplastik lain, terutama limfoma non Hodgkin harus disingkirkan dalam keadaan
ini. Beberapa diagnosis banding lainnya sebagai berikut: 7
 Cytomegalovirus
 Infectious Mononucleosis
 Kanker paru
 Lymphoma, Non-Hodgkin
 Sarcoidosis
 Serum Sickness
 Syphilis
 Systemic Lupus Erythematosus
 Toxoplasmosis
 Tuberculosis

Tatalaksana
Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik perlu adanya pendekatan multidisiplin
segera setelah didiagnosis. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil pengobatan diantaranya
adalah umur pasien, psikologi, stadium penyakit dan gejala sisa pengobatan. Pengobatan yang
diberikan diharapkan mampu memberikan penyembuhan untuk jangka panjang, dengan disease
free survival (DFS) yang seimbang dengan risiko pengobatan yang paling rendah. Protokol
pengobatan pada anak saat ini hanya menggunakan kemoterapi saja kadang-kadang dengan
hanya memberikan dosis rendah radiasi pada daerah yang terbatas.

52
Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya adalah nitrogen mustard, onkovin,
prednison, prokarbasin (MOPP), adriamisis, bleomisin, vinblastin, dekarbasin (ABVD),
siklofosfamid, onkovin, prokarbasin, prednison (COPP) dan banyak lagi protokol lainnya yang
digunakan.

Prognosis
Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup lama
dengan pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama, kemungkinan
mendapatkan late complication makin besar. Late complication itu antara lain:4
1. Timbulnya keganasan kedua atau sekunder
2. Disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal
3. Penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan pemberian
antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)
4. Penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang juga dose
related
5. Pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan

VI.Kerangka Konsep

53
VII.Kesimpulan

Tn.A umur 40 tahun mengalami limpadenopati et causa limfoma maligna.

Daftar Pustaka
Alarcone P. Hodgkin Lymphoma.Oct 11,2011 (Cited May 17th,2012). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/987101-overview#a0101

Amaylia Oehadian. 2013. Pendekatan Diagnosis Limfadenopati. Sub Bagian Hematologi-Onkologi


Medik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RS Hasan Sadikin/UNPAD, Bandung, Jawa Barat,
Indonesia..http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_209Pendekatan%20Diagnosis%20Limfadeno
pati.pdf diakses pada 15 Januari 2019

Ballentine JR. Non Hodgkin Lymphoma. Jan 20, 2012 (Cited May 17th, 2012). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview

Bates, Barbara. 1998. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Edisi 2. Jakarta : EGC
Dessain, S.K. 2009. Hodgkin Disease. [serial online]. http://emedicine.medscape.com/article/201886-
overview.
Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al., editors. Harrison’s
principles of internal medicine. Hematology and Oncology.19th ed. New York: McGraw Hill; 2014 2.

Guyton AC. Sistem Limfe. Dalam:Buku ajar fisiologi kedokteran. 7th ed. Jakarta: EGC; 1994. p. 243-
5,547-8.

Gillchrist G. Lymphoma. Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Wisconsin: Elsevier. 2007.h.
1701-6.

Hudson MM. Limfoma Non Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2012.h. 1780-83.

Hudson MM. Penyakit Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2012.h. 1777-83.

Hoffbrand A.V. 2005. Limfoma maligna. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta: EGC; 185-198
Kanwar, Vikramjit S. 2017. Lymphadenopathy. http://emedicine.medscape.com Diunduh pada 15 Januari
2019.

54
Kuhuwael F. 2006. Penuntun Pembelajaran Keterampilan Palpasi Kelenjar Limfe Leher dalam Buku
Panduan Kerja Keterampilan Klinik Pemeriksaan Palpasi Kelenjar limfe. Makassar: Fakultas
Kedokteran UH

Mersch J, Jackson A, Park M, et al. Cancers associated with BRCA1 and BRCA2 mutations other than
breast and ovarian. American Cancer Society; 2015;121:269–75.

Munir M. Tumor leher dan kepala: keganasan di bidang telinga hidung tenggorok. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N. Eds. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. p.135- 41.

Panduan Penatalaksanaan Limfoma Non-Hodgkin. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKLimfoma.pdf

Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. “Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes, Sixth
Edition”. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari dan Mahanani. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. “Limfoma Non-Hodgkin”. Disunting oleh Sudoyo, Setyohadi,
Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Snell, Richard S., dkk. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6. Jakarta: EGC.

Sudarmanto M, Sumantri AG. Limfoma Maligna. Dalam: Buku Ajar Hematologi Onkologi. IDAI. Ed-3.
Jakarta: 2012. h. 248-54.

Stoppler MC. Hodgkin Lymphoma. May 1st2011 (Cited May 17th,2012) .Available at
(http://www.medicinenet.com/Hodgkin’s disease/article.htm)

Setioyohadi, B. 2009. Limfona Non-Hodgkin. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 1251-1260.

H.G. Watson, J.I.O Craig, L.M. Manson, editors. Davidson’s Principal & Practice of Medicine. Blood
Disorders. 22nd edition. Edinburgh: Elsevier Limited. 2014

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Sistem Limfatik. Hal. 245-46 Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Swedlow S, Campo E, Harris N. 2008. WHO classification of tumours of haemotopoietic and lymphoid
tissues. Geneva, Switzerland: WHO Press.

55

Anda mungkin juga menyukai