Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1 % penduduk


di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun.
Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan
setelah umur 40 tahun jarang terjadi.1

Skizofrenia suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab ( banyak belum


diketahui ) dan perjalanan penyakit ( tak selalu bersifat kronis atau deteriorating ) yang luas,
serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate ) atau tumpul (blunded ).
Kesadaran yang jernih ( clear consciousness ) dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.2

Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada
dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama dalam fase residual yaitu
fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien
lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat
jelas oleh orang lain.1

Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi


terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka tersebut, penelitian Epidemological
Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institue of Mental Helath (NIHM)
melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 %.3

Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua
jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-
laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah
15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia
sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang.3

1
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Skizofrenia suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab ( banyak belum


diketahui ) dan perjalanan penyakit ( tak selalu bersifat kronis atau deteriorating ) yang luas,
serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya. 2

B. EPIDEMIOLOGI

Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti skizofrenia, sulit
dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun dan hampir semua hasil
menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang dewasa dalam rentang yang
sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk. Ini merupakan temuan utama dari
penelitian di 10-negara yang dilakukan oleh WHO. Untuk prevalensi atau insiden skizofrenia
di Indonesia belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap subtipe
skizofrenia.4
Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan perbedaan
dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang lebih awal daripada
perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan
perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah
lebih mungkin daripada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan wanita lebih mungkin
memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk
pasien skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenia laki-
laki. Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara historis,
prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah lebih tinggi dari
daerah lainnya.3

C. ETIOLOGI

Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun berbagai
teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan hipotesis dopamin. Model diastesis
stres merupakan satu model yang mengintegrasikan faktor biologis, psikososial dan
lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang yang mungkin memiliki suatu
kerentanan spesifik (diastesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang
menimbulkan stres, memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia. Komponen lingkungan
dapat biologis (seperti infeksi) atau psikologis (seperti situasi keluarga yang penuh
ketegangan).3
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya
aktivitas dopaminergik. Teori tersebut muncul dari dua pengamatan. Pertama, kecuali untuk

2
klozapin, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan dengan kemampuannya untuk
bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2. Kedua, obat-obatan yang
meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti amfetamin) merupakan salah satu
psikotomimetik. Namun belum jelas apakah hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu
banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu banyaknya reseptor dopamin atau kombinasi
kedua mekanisme tersebut. Namun ada dua masalah mengenai hipotesa ini, dimana
hiperaktivitas dopamin adalah tidak khas untuk skizofrenia karena antagonis dopamin efektif
dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua, beberapa
data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin meningkatkan
kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat
antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien skizofrenia
mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.3
Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin yaitu:
1. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala positif pada
penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways memproyeksikan badan sel
dopaminergik ke bagian ventral tegmentum area (VTA) di batang otak kemudian ke
nukleus akumbens di daerah limbik. Jalur ini berperan penting pada emosional,
perilaku khususnya halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran.
Antipsikotik bekerja melalui blokade reseptor dopamin ksususnya reseptor dopamin
D2. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways menyebabkan gejala positif
meningkat.
2. Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke daerah serebral
korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal dopamin pathways adalah
sebagai mediasi dari gejala negatif dan kognitif pada penderita skizofrenia. Gejala
negatif dan kognitif disebabkan terjadinya penurunan dopamin di jalur mesokortikal
terutama pada daerah dorsolateral prefrontal korteks. Penurunan dopamin di
mesokortikal dopamin pathways dapat terjadi secara primer dan sekunder. Penurunan
sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang berlebihan pada jalur ini atau melalui
blokade antipsikotik terhadap reseptor D2. Peningkatan dopamin pada mesokortikal
dapat memperbaiki gejala negatif atau mungkin gejala kognitif.
3. Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia nigra pada batang
otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini merupakan bagian dari sistem
saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin di nigostriatal dopamin pathways dapat
menyebabkan gangguan pergerakan seperti yang ditemukan pada penyakit parkinson
yaitu rigiditas, bradikinesia dan tremor. Namun hiperaktif atau peningkatan dopamin
di jalur ini yang mendasari terjadinya gangguan pergerakan hiperkinetik seperti korea,
diskinesia atau tik.
4. Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah hipotalamus ke
hipofisis anterior. Dalam keadaan normal tuberoinfundibular dopamin pathways
mempengaruhi oleh inhibisi dan penglepasan aktif prolaktin, dimana dopamin
berfungsi melepaskan inhibitor pelepasan prolaktin. Sehingga jika ada gangguan dari
jalur ini akibat lesi atau penggunaan obat antipsikotik, maka akan terjadi peningkatan
prolaktin yang dilepas sehingga menimbulkan galaktorea, amenorea atau disfungsi
seksual.4

3
Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti mengenai
hubungannya dengan skizofrenia. Serotonin contohnya, karena obat antipsikotik atipikal
mempunyai aktivitas dengan serotonin. Selain itu, beberapa peneliti melaporkan pemberian
antipsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas noradrenergik.5

D. PEDOMAN DIAGNOSTIK

Ada 2 kelompok gejala menurut Bleuler yaitu: primer dan sekunder.5


Gejala-gejala Primer :
 Asosiasi terganggu (gangguan proses pikiran). Pada skizofrenia, inti gangguan
memang terdapat pada proses pikiran.
 Afek terganggu. Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa:
- Parathimi: apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, tapi pada
penderita timbul rasa sedih atau marah.
- Paramimi: penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.
 Ambivalensi (Menghendaki 2 hal yang berlawanan pada waktu yang sama).
 Autisme (Cenderung menarik diri dari dunia luar dan akan berdialog dengan
dunianya sendiri).
Gejala-gejala Sekunder:
 Waham: Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre,
tetapi penderita tidak sadar hal itu dan bagi penderita wahamnya merupakan fakta
dan tidak dapat diubah oleh siapa pun.
 Halusinasi: Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal
itu merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain.
 Ilusi: Munculnya persepsi baru akibat adanya mental image serta objek luar.
 Depersonalisasi: Suatu keadaan dimana dirinya merasakan berubah.
 Negativisme: Sikap yang berlawanan dengan yang diperintahkan kepadanya, dan
dia menolak tanpa alasan.
 Automatisasi: Pekerjaan yang dilakukan dengan sendirinya, tidak terpengaruh dari
luar.
 Echolalia: Secara spontan menirukan bunyi atau suara atau ucapan yang didengar
dari orang lain.
 Mannerisme: Mengulang-ulang perbuatan tertentu eksesif, biasanya dilakukan
secara ritual seperti melakukan seremonial.
 Streotipi: Tindakan yang berulang-ulang.

4
 Fleksibilitas cerea: Sikap atau bentuk atau posisi yang dipertahankan dalam posisi
yang kosong.
 Benommenheit: Intelektual atau perkembangan yang lambat.
 Katapleksi: Hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara serta dicetuskan
oleh berbagai keadaan emosional.5

Menurut PPDGJ III yang merupakan pedoman diagnostik untuk Skizofrenia :

 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

(a) - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari
luar dirinya (withdrawal); dan
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya.

(b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap sesuatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

(c) Halusinasi auditorik:


- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara).
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh

(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing
dari dunia lain).

 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

(a) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap,

5
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
terus berulang.

(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

(d) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;

 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih.

 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal
behaviour),bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri
secara sosial.2

Pada referat ini yang akan dibahas lebih lanjut tentang skizofrenia katatonik, adapun
pedoman diagnostiknya sebagai berikut :

 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.


 Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal )
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kearah yang
berlawanan)
(e) Rigiditas ( mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya)
(f) Fleksibilitas cerea/ “waxy flexibility” ( mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar), dan
(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

 Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-
gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat

6
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan,
serta dapat juga terjadi gangguan afektif.2

Gambar 1 : Gambar dikutip dari kepustakaan 3

E. DIAGNOSIS BANDING

1. Skizofrenia residual
Skizofrenia residual merupakan salah satu diagnosa banding dari skizofrenia
katatonik. PPDGJ-III memberikan pedoman diagnostik untuk skizofrenia residual yakni harus
memenuhi semua kriteria dibawah ini untuk suatu diagnosis yang meyakinkan:

a. Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan


psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia.2

2. Gangguan katatonik organik


Untuk menegakkan diagnosis gangguan katatonik organik ( F06.1) ini, harus
mengetahui sebelumnya pedoman diagnostik untuk Gangguan mental lainnya akibat
kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik (F06) yaitu,
 Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit fisik sistemik yang
diketahui berhubungan dengan salah satu sindrom mental yang tercantum
 Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan ) antara perkembangan
penyakit yang mendasari dengan timbulnya sindrom mental
 Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau dihilangkannya penyebab
yang mendasarinya

7
 Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari sindrom mental ini
( seperti pengaruh yang kuat dari riwayat keluarga atau pengaruh stres sebagai
pencetus )
Sedangkan pedoman diagnostik untuk gangguan katatonik organik menurut PPDGJ-
III sebagai berikut,
 Kriteria umum tersebut diatas (F06)
 Disertai salah satu dibawah ini :
(a) Stupor (berkurang atau hilang sama sekali gerakan spontan dengan mutisme
parisal atau total, negativisme, dan posisi tubuh yang kaku)
(b) Gaduh gelisah (hipermotilitas yang kasar dengan atau tanpa kecenderungan untuk
menyerang)
(c) Kedua-duanya (silih-berganti secara cepat dan tak terduga dari hipo- ke hiper-
aktivitas). 2

F. PENATALAKSANAAN

a. Psikofarmaka
Antipsikosis :
----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi
pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-
obatan pertama yang efekitif untuk mngobati Skizofrenia. 7
Obat-obatan antipsikosis terbagi menjadi 2 kelompok utama yaitu Antipsikosis
tipikal dan atipikal. Mekanisme obat antipsikosis tipikal adalah memblokade Dopamin
pada reseptor pasca sinaps neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan
ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), sehingga efektif untuk gejala
positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal di samping berafinitas terhadap Dopamine
D2 Receptors, juga terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors (Serotonin-dopamine
antagonist) sehingga efektif juga untuk gejala negative.3,6
Golongan obat anti-psikosis tipikal terbagi menjadi Phenothiazine
(Chlorpromazine,Trifluoperazine,Thiooridazine ) , Butyrophenone ( Haloperidol ), dan
Diphenyl-butyl-piperidine ( Pimozide ), sedangkan untuk golongan atipikal terdiri dari
Benzamide ( Sulpiride ), Dibenzodiazepine ( Clozapin,Olanzapin,Quetiapine), dan
Benzisoxazole ( Risperidon, Aripiprazole). Haloperidol sering menimbulkan sindroma
parkinson, mengatasinya dengan tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75
mg/hari.8

8
NO NAMA GENERIK SEDIAAN DOSIS ANJURAN
1 Clorpromazine Tablet 25 dan 100 mg, 150 - 600 mg/hari
injeksi 50 mg/ml
2 Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg,5 mg 5 - 15 mg/hari
Injeksi 5 mg/ml
3 Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari
4 Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari
5 Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 - 6 mg/hari
6 Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 - 4 mg/hari
7 Sulpirid Tablet 200 mg 300 - 600 mg/hari 1 -
Injeksi 50 mg/ml 4 mg/hari
8 Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 - 600 mg/hari
9 Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari
10 Levomeprazin Tablet 25 mg 25 - 50 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
11 Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
Tabel 1:Daftar nama obat generik,sediaan serta dosis anjurannya.(dikutip dari kepustakaan 7)

Pemilihan obat antipsikosis didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu :


- Pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai efek primer yang sama pada dosis
ekivalen. Perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping : sedasi, otonomik dan
ekstrapiramidal)
- Pemilihan jenis obat mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
- Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya, jenis obat tertentu
sudah terbukti efektif dan dapat ditolelir dengan baik, efek sampingnya, dapat dipilih
kembali untuk pemakaian sekarang.
- Apabila gejala negatif lebih menonjol dari pada gejala positif, pilihan antipsikosis
atipikal perlu dipertimbangkan.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
- Onset efek primer (klinis) sekitar 2-4 minggu dan efek sekunder sekitar 2-6 jam
- Waktu paruh 12-14 jam (pemberian obat 1-2x/hari)
- Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis
pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup
pasien.

b. Psikoterapi suportif
- Psikoventilasi: Pasien dibimbing untuk menceritakan segala permasalahannya, apa
yang menjadi kekhawatiran pasien kepada therapist, sehingga therapist dapat
memberikan problem solving yang baik dan mengetahui antisipasi pasien dari
faktor faktor pencetus.
- Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol dan minum obat
dengan rutin.
- Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat sembuh (penyakit
terkontrol).

9
- Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam lingkungan kerja
untuk meningkatkan kepercayaan diri.6
c. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga tercipta
dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses
penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.6

G. PROGNOSIS

Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang. Perbedaan
prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor prognosis spesifik di tabel
berikut3

Prognosis Baik Prognosis Buruk


Onset lambat Onset muda
Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus
Onset akut Onset tidak jelas
Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan Riwayat seksual , sosial dan
pramorbid yang baik pekerjaan pramorbid yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama Perilaku menarik diri, autistik
gangguan depresi

Gejala positif Gejala negatif


Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia
Sistem pendukung yang baik Sistem pendukung yang buruk
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma prenatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps

Riwayat penyerangan

10
KESIMPULAN

Menurut PPDGJ III yang merupakan pedoman diagnostik untuk Skizofrenia :

 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

(a) - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari
luar dirinya (withdrawal); dan
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya.

(b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap sesuatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

(c) Halusinasi auditorik:


- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara).
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh

(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing
dari dunia lain).

 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

(a) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
terus berulang.

(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

11
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

(d) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;

 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih.

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal
behaviour),bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri secara
sosial.2
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia katatonik ( F20.2), pedoman diagnostiknya
sebagai berikut :

 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.


 Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal )
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kearah yang
berlawanan)
(e) Rigiditas ( mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya)
(f) Fleksibilitas cerea/ “waxy flexibility” ( mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar), dan
(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

 Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-
gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan,
serta dapat juga terjadi gangguan afektif.2

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Skizofrenia. In : Elvira S.D, Hadisukanto G Editors. Buku Ajar Psikiatri.


Jakarta; Badan Penerbit FKUI. 2010. p. 170-176.
2. Maslim R. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham. In: Maslim R
Editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta;Nuh Jaya. 2001. p. 46-57.
3. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis
Jilid Satu 7th ed. Jakarta; Binarupa Aksara, 1997. p.699-702,706-713,720-727,737-740
4. Case Report Session: Skizofrenia Paranoid. Available from URL:
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/48786174?extension=docx&ft=1
338453194&lt=1338456804&uahk=2pl3leYp/vL922aKbpuI1s7VQSQ
5. Suhestri T. Skizofrenia Paranoid dan Gangguan Delusional. Available from url:
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/55081569?extension=docx&ft=1
338453536&lt=1338457146&uahk=Z5DkI9d1JayMU5agsTMYLzvcAsI
6. Ritonga S.R. Terapi Efektif untuk Skizofrenia Paranoid. Available from url :
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Terapi+Efektif+untuk+Skizofrenia
+Paranoid
7. Irwan M,dkk. Penatalaksanaan skizofrenia. Available from url :
(Http://yayanakhyar.wordpress.com)
8. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik 3rd Ed. Jakarta; Nuh Jaya. 2007. p.
10-22.

13

Anda mungkin juga menyukai