Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN KE-7

Fertilisasi

Sesudah mempelajari materi ke-7 ini mahasiswa diharapkan


dapat :
Mengenal dan memahami proses terjadinya penyatuan antara
spermatozoon dengan ovum pada hewan. Proses ini sering
disebut dengan istilah fertilisasi.

82
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Proses peleburan spermatozoon dan sel telur yang meliputi inti (genom) dan sitoplasma
disebut fertilisasi. Selain proses yang alami fertilisasi juga dapat dibuat secara eksperimental.
Perkembangan sel telur tanpa dicampuri oleh genom jantan disebut partenogenesis.
Perkembangan sel telur yang tidak mengalami meiosis disebut ginogenesis. Androgenesis
adalah perkembangan sel telur yang terjadi karena peran pronukleus jantan semata, sedang
pronukleus betina tidak ikut serta karena dikeluarkan secara eksperimental.
Prinsip fertilisasi adalah penggabungan genom jantan dan betina. Proses fertilisasi
meliputi beberapa tahap : pendekatan sel kelamin; penempelen; penetrasi spermatozoon ke
dalam ooplasma; penggabungan inti dan inisiasi pembelahan zygot.

Gambar 7.1. Proses Pendekatan Spermatozoon hingga Memasuki Rongga Perivitellin

7.1. Pendekatan spermatozoon – sel telur


Baik fertilisasi eksternal maupun internal, proses pendekatan spermatozoon – sel telur
merupakan peranan aktif spermatozoon dan gerakan khemotaksis. Spermatozoon Sea urchin
mengeluarkan androgamone, sedangkan spermatozoon mammalia mengeluarkan
hyaluronidase. Spermatozoon mengalami aktivasi dan kapasitasi. Spermatozoon ikan menjadi
lebih aktif setelah masuk ke air dan inhibitornya mengalami pengenceran. Spermatozoon
mammalia menjadi aktif di dalam saluran telur karena stimulasi dari cairan oviduct. Kapasitasi
spermatozoon in vitro dengan cara memberikan sel folikel dalam suspensi spermatozoon.

83
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Karena spermatozoon menabrak sel folikel maka akrosoma putus dan hyaluronidase keluar.
Secara umum enzim yang keluar dari akrosoma disebut akrosin.
Telur bergerak secara pasif. Pada fertilisasi eksterna, telur mengalami oviposisi, sperma
disemprotkan pada lingkungan sekitar telur yang sedang keluar. Pada fertilisasi interna, telur
bergerak sepanjang oviduct karena gerakan peristaltik sedang gerakan spermatozoon dibantu
gerakan antiperistaltik.

7.2. Penempelan spermatozoon pada selaput telur


Di dalam air spermatozoon Sea urchin diaktivasi oleh gynogamone dari selaput telur.
Spermatozoon dapat menempel karena reaksi fertilizin dari selaput telur dengan antifertilizin
dari spermatozoon. Fertilizin adalah glikoprotein yang khusus dan spesifik untuk tiap spesies.
Oleh karena itu secara normal tidak akan pernah terjadi fertilisasi silang antar spesies walaupun
hidup dalam satu tempat, misal di lokasi perairan yang sama. Pada tempat penempelan antara
membran telur dengan akrosoma terjadi saluran membran. Inti spermatozoon masuk lewat
saluran itu.
Di dalam oviduct spermatozoon dapat menempel pada selaput telur setelah menembus
sel-sel corona radiata dengan enzim hyaluronidase. Secara alami perkawinan dapat terjadi
antara individu betina dan jantan dalam satu spesies sehingga tidak ada masalah
histocompatibility atau reaksi antigen-antibody. Pada fertilisasi in vitro dapat terjadi
spermatozoon memasuki telur dari spesies yang berlainan, bahkan dalam percobaan sel telur
manusia dapat saja dimasuki dengan spermatozoon hamster. Namun tidak akan terjadi peleburan
inti.

Gambar 7.2. Proses Masuknya Spermatozoon selama Perkembangan Sel Telur Pascaovulasi

84
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
7.3. Penetrasi spermatozoon ke dalam ooplasma
Masuknya spermatozoon dalam ooplasma menimbulkan berbagai reaksi : 1). reaksi
membran, 2). reaksi korteks dan 3). kenaikan metabolisme. Membran telur menjadi lebih elastis
untuk mencegah polispermi. Di dalam korteks terjadi kenaikan kadar ion Ca++ sebagai aktifator
metabolisme. Sintesis protein khusus untuk proses ini juga terjadi untuk inisiasi pembelahan dan
untuk membentuk enzim yang mendukung metabolisme.
Spermatozoon masuk telur meninggalkan ekornya di dalam rongga perivitellin. Bagian
leher berbalik di depan, sentriol keluar dari leher, inti kemudian akan membesar membentuk
pronukleus jantan. Pronukleus jantan bergerak menuju ke pronukleus betina. DNA dan RNA
dari spermatozoon bercampur dalam ooplasma, kemudian membentuk inti baru.
Masuknya spermatozoon dalam ooplasma menyebabkan reorganisasi penyebaran protein
di dalam ooplasma. Pigmen (protein berwarna) mengalir ke tempat masuknya spermatozoon.
Yellow crescent pada telur Styela partita mengalir ke bagian equator telur. Grey crescent pada
telur katak berada di equator, menempatkan diri sedemikian rupa agar terjadi pembagian yang
sama pada saat pembelahan telur pertama. Perubahan letak protein dalam ooplasma
mencerminkan pola bentuk dan struktur tubuh embrio yang akan terbentuk nantinya.

7.4. Penggabungan pronukleus jantan dan betina


Penggabungan inti merupakan penyatuan genom jantan dengan betina. Kromosom
bersatu membentuk sinkarion. Apabila kromosom berasal dari sperma dan telur lain spesies
tidak akan dapat terjadi penggabungan, karena jumlah pasangan dan ukurannya tidak saling
bersesuaian.

Gambar 7.3. Proses Fertilisasi Berkaitan dengan Perkembangan Polar Body dan Pembelahan
Kromosom sebagai Hasil Fertilisasi

85
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
7.5. Inisiasi pembelahan zygot
Diploidi inti zygot memungkinkan terjadi pembelahan secara mitosis. Sintesis tubulin
(benang spindel) yang mengatur pembelahan terjadi. Pengorganisasian benang spindel oleh
sentriol dari spermatozoon. Pertama kali bentuk organisasinya sebagai monoaster, kemudian
sebagai amphiaster, akhirnya menjauh dan menuju pada kutub yang berlawanan, maka sesaat
kemudian terjadilah mitosis (segmentasi). Sintesis protein khusus pada saat pembelahan sel
zygot ini bervariasi pada setiap jenis binatang. Telur yang berukuran kecil sudah terjadi sintesis,
sedang yang besar belum.
Fertilisasi merupakan proses peleburan inti gamet jantan dan inti gamet betina. Peleburan
tersebut merupakan percampuran karakteristik-karakteristik menurun, sifat-sifat paternal (dari
sifat pejantan atau ayah) dan maternal (dari sifat induk betina atau ibu) sehingga dapat
berkembang menjadi individu baru. Kejadian tersebut merupakan hal yang tidak mudah
dipahami, oleh karena sebuah molekul pun bila ukurannya besar jarang dapat masuk ke dalam
sel. Sel telur yang dilapisi bukan saja oleh membran plasma tetapi oleh lapisan-lapisan lain,
seharusnya hanya dapat ditembus dalam suatu proses yang memerlukan waktu agak lama
sebelum spermatozoon dapat masuk. Oleh karena itu spermatozoon haruslah dapat menempel
pada permukaan telur cukup lama sehingga reaksi penghancuran lapisan telur dapat
berlangsung.
Setelah ovum dan spermatozoa dilepaskan dalam medium akuatis pada fertilisasi
eksterna, atau sesudah dimasukkan ke dalam saluran reproduksi betina pada fertilisasi interna,
maka spermatozoa akan bergerak mendekati ovum. Gerakan spermatozoa menuju ovum adalah
secara acak dan yang sampai pada ovum hanyalah secara kebetulan saja. Hal ini terjadi oleh
karena ukuran ovum jauh lebih besar dibandingkan dengan spermatozoon dan jumlah
spermatozoa jauh lebih banyak. Dalam beberapa hal nampaknya ada pemandu yang berupa
substansi kimia (seperti telah disebut di atas, yaitu berupa khemotaksis) sehingga sampai ke
tempat ovum. Nampaknya spermatozoon yang dapat masuk ke dalam ovum adalah
spermatozoon yang datangnya tegak lurus terhadap permukaan ovum. Di dalam medium
sekeliling ovum yang masak, spermatozoon dapat lebih mudah melekat pada permukaan ovum
atau melekat satu sama lain. Pelekatan yang bersifat mutualistis tersebut menyebabkan
terjadinya aglutinasi spermatozoa. Reaksi penempelan spermatozoon-ovum telah dikemukakan
oleh Lilie (1919). Ia mengemukakan bahwa spermatozoa binatang Bulu babi yang diletakkan ke
dalam air laut yang berada dalam suatu bak di mana ovum diletakkan ke dalamnya, maka segera
akan teraglutinasi. Substansi yang menyebabkan terjadinya aglutinasi spermatozoa disebut

86
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
fertilizin. Diduga bahwa fertilizin terus menerus dikeluarkan oleh ovum yang masak dan
langsung terlibat dalam reaksi antara ovum dan spermatozoon. Sumber utama fertilizin setelah
ovum masak adalah lapisan jelli yang mengelilinginya. Fertilizin merupakan suatu glikoprotein
atau mukopolisakarida. Berat molekulnya 300.000 dan setiap molekul mempunyai lebih dari
satu kelompok yang aktif sehingga satu partikel fertilizin terikat oleh dua atau lebih
spermatozoon.

Gambar 7.4. Penetrasi spermatozoon ke dalam telur selama fertilisasi

Sitoplasma permukaan spermatozoon mengandung suatu substansi yang disebut anti


fertilizin, yang merupakan suatu protein-protein asam dengan berat molekul 10.000. Fungsi
utama reaksi fertilizin – anti fertilizin adalah untuk mengurangi jumlah spermatozoa di
sekeliling ovum sehingga kemungkinan dua sperma atau lebih yang menembus ovum dapat
diperkecil. Reaksi tersebut adalah spesifik, sehingga kemungkinan terjadinya reaksi silang
sangat kecil. Ovum biasanya diselaputi oleh membran atau sel folikel atau oleh keduanya,
sehingga sperma harus dapat menembusnya agar dapat mencapai ovum. Mekanisme penetrasi
sperma adalah secara kimiawi. Sperma menghasilkan enzim yang dikenal sebagai “sperm
lysins”, yang dapat melarutkan membran ovum secara lokal dan membuat jalan bagi sperma
untuk mencapai ovum. Enzim tersebut dihasilkan oleh akrosoma, hal ini sesuai dengan asal
akrosoma yaitu berasal dari badan Golgi spermatid. Lapisan jelli pada ovum Echinodermata

87
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
larut oleh karena air laut menjadi asam akibat CO2 yang dikeluarkan dari respirasi spermatozoa.
Pada mammalia keadaannya lebih sulit karena kecuali zona pelucida masih ada suatu lapisan
sel-sel folikel yaitu corona radiata yang dibawa ovum pada waktu ovulasi. Spermatozoa pada
mammalia menghasilkan enzim hyaluronidase yang dapat melarutkan perekat yang
menghubungkan sel folikel satu terhadap yang lain. Enzim ini seolah-olah dapat memberi
kesempatan spermatozoon untuk membuat jalan menembus corona radiata. Pada beberapa
species, akrosoma mengandung lisin, suatu enzim proteiolitik yang dapat menghancurkan
lapisan-lapisan ovum pada waktu sperma memasuki ovum. Di samping itu ada kemungkinan
bahwa lisosom ikut serta dalam pembentukan enzim akrosoma. Pada spermatozoon mammalia,
reaksi akrosoma didahului oleh reaksi kapasitasi. Telah diketahui bahwa spermatozoa pada
mammalia hanya dapat membuahi ovum apabila telah berada dalam saluran reproduksi betina
selama beberapa saat. Hal tersebut diperlukan karena spermatozoa sedang melakukan reaksi
kapasitasi. Proses kapasitasi tersebut terjadi di dalam uterus dan tuba Falopii. Kapasitasi dapat
diartikan sebagai kemampuan sperma untuk memfertilisasi ovum. Atau dapat juga diartikan
sebagai proses yang meliputi perubahan reseptor, pelepasan inhibitor atau stabilisator dari
permukaan sperma. Telah diketahui, bahwa di dalam seminal plasma ditemukan inhibitor
proteinase yang identik dengan inhibitor proteinase yang terdapat dalam spermatozoon.
Sementara itu spermatozoon menghimpun inhibitor proteinase, yang kemudian selama berada di
dalam saluran reproduksi betina dilepaskan kembali dalam proses kapasitasi. Proses kapasitasi
pertama terjadi dalam uterus, tahap kedua dalam tuba Falopii. Para ahli menduga, bahwa proses
tersebut berlangsung karena terjadi kontak spermatozoon dengan cairan folikel yang dikeluarkan
ovum pada waktu ovulasi dan karena adanya cAMP.
Segera setelah filamen akrosoma menyentuh permukaan ovum, sitoplasma akan
menjorok keluar pada tempat sentuhan tersebut membentuk kerucut fertilisasi tersebut dan
lambat laun akan menelan spermatozoon serta kemudian mengkerut sehingga membawa
spermatozoon masuk ke dalam ovum. Ovum telah diaktifkan sebelum spermatozoon
mengadakan penetrasi ke dalamnya.
Perubahan-perubahan yang dapat diamati pada korteks yang disebut dengan reaksi
korteks. Reaksi korteks ini sangat berbeda pada kelompok hewan yang satu dengan yang lain.
Pada telur Landak laut, saat fertilisasi ditandai dengan perubahan warna permukaan telur dari
kuning menjadi putih. Perubahan warna ini dimulai dari titik sentuhan sperma dan kemudian
secara bertahap akan menyebar ke seluruh permukaan telur. Segera setelah fertilisasi, kedua
lapisan telur akan saling memisahkan diri dan lapisan luar terpisah dari permukaan telur sebagai
membran fertilisasi. Pada saat yang sama, granula korteks mulai membengkak dan pecah. Maka

88
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
polisakarida yang terdapat dapat granula ini mencair dan cairan ini kemudian mengisi rongga
antara sitoplasma dan membran fertilisasi. Sedikit sitoplasma yang terletak antara permukaan
luar granula korteks dan plasmalemma menjadi terpisah dari sitoplasma ovum yang kemudian
melekat pada membran fertilisasi. Membran fertilisasi yang terbentuk pada saat-saat pertama
setelah fertilisasi akan diperkuat oleh substansi padat yang membentuk lamella yang dikeluarkan
dari granula korteks yang pecah atau merupakan sekret sitoplasma ovum. Komponen cair dari
granula korteks mengisi rongga perivitelin yang terletak antara permukana telur dan membran
fertilisasi. Di samping itu granula korteks atau lapisan hyalin kental yang melekat erat pada
permukaan telur dapat membantu menjaga agar blastomer satu dengan yang lain tetap terikat
erat selama pembelahan.
Telur-telur pada ikan dan katak juga mengandung granula korteks sehingga keadaan
serupa dengan yang ada pada Landak laut. Granula korteks pecah setelah spermatozoon melekat
ovum dan isinya mencair dan menyebar ke seluruh permukaan ovum. Berbeda dengan telur
Landak laut, pada ikan dan katak dikelilingi oleh membran yang dihasilkan telur pada saat
berada dalam ovarium. Rongga perivitellina menjadi sempit pada telur yang tidak difertilisasi,
tetapi setelah granula korteks pecah dan isinya memenuhi rongga perivitellina, cairan bertambah
dan membran terangkat dari permukaan telur. Telur beberapa Mammalia tidak mempunyai
granula korteks. Jika terdapat granula korteks (manusia, hamster dan kelinci), granula ini lepas
dan masuk ke dalam rongga perivitellina (rongga antara telur dan zona pelucida) yang akhirnya
lenyap atau larut. Pada saat fertilisasi tidak dibentuk membran baru. Fungsi granula korteks
adalah :
1. memperkuat membran fertilisasi
2. membantu menghasilkan ciaran yang mengisi rongga perivitelin.
Terangkatnya membran vitellin dari permukaan ovum merupakan suatu reaksi pertahanan yang
mencegah penetrasi sperma lainnya. Secara normal hanya ada satu sperma saja yang mampu
melakukan penetrasi ke dalam ovum, seperti pada Coelenterata, Annelide, Enchinodermata,
Osteichthyes, Amphibia dan Mammalia. Fertilisasi yang dilakukan oleh adanya penetrasi satu
spermatozoon saja disebut monospermi. Reaksi fisiologis penting yang terjadi pada permukaan
telur apabila fertilisasi berlangsung ialah tidak responsifnya telur terhadap spermatozoon yang
datang berikutnya, sehingga dapat mencegah masuknya spermatozoon yang kedua. Beberapa
mekanisme telah diajukan untuk menerangkan terjadinya reaksi penolakan (Blocking System),
sehingga polispermi dapat dicegah masuknya sperma yang kedua. Pada permukaan telur
terdapat anti fertilizin. Salah satu fungsinya adalah bahwa pada waktu fertilisasi, reaksi fertilizin
– anti fertilizin dapat mencegah spermatozoon lain agar tidak lagi menempel pada telur. Pada

89
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
binatang Bulu babi, telur secara terus menerus mengeluarkan lendir (jelli) ke dalam medium
sehingga sperma teraglutinasi, dengan demikian dapat mengurangi jumlah sperma yang
menyerang telur. Granula korteks, nampaknya juga berperan dalam mencegah terjadinya
polispermi. Akumulasi granula korteks pada waktu telur mengalami pemasakan, merupakan
suatu usaha untuk mencegah timbulnya proteksi terhadap keadaan polispermi. Beberapa
percobaan dapat memberikan petunjuk bahwa pemecahan granula korteks dapat menghasilkan
beberapa faktor yang mempercepat membran plasma membentuk barier yang kuat untuk
mencegah masuknya spermatozoon lain.
Pada kondisi tertentu, apabila telur dikelilingi oleh banyak spermatozoon, maka
mungkin dapat terjadi lebih dari satu sperma yang dapat kontak dan mengadakan penetrasi
ke dalam ovum. Keadaan demikian disebut polispermi atau pada keadaan yang abnormal disebut
“pathological polyspermy” dan embrio akhirnya mati. Pada beberapa kelompok hewan,
terutama telurnya yang mempunyai yolk, seperti pada beberapa Mollusca, Selachii, Urodela,
Reptilia dan Aves, banyak spermatozoon yang masuk ke dalam ovum (disebut “physilogical
polyspermy”). Namun demikian hanya satu sperma saja yang berperanan penuh dalam
perkembangan embrio, sedangkan sperma lain akhirnya mengalami degenerasi. Pada Aves dan
Reptilia, inti spermatozoon yang lain dapat mengalami pembelahan dalam sitoplasma ovum dan
akhirnya larut. Jenis ovum demikian mempunyai mekanisme tertentu untuk menghilangkan
sperma lain dan hanya satu sperma yang tetap aktif.
Terdapat beberapa variasi mengenai seberapa banyak bagian sperma yang masuk ke
dalam ovum. Pada kebanyakan hewan, terutama Mammalia seluruh sperma masuk ke dalam
ovum, pada Enchinodermata ekor ditinggalkan di luar membran vitelin; pada Nereis hanya
kepala dan sentrosoma yang masuk ke dalam ovum. Pada waktu spermatozoon menembus
ovum, spermatozoon bergerak dengan akromosom di depan, setelah masuk ke dalam ovum
segera terjadi perputaran dan sentrosoma terletak di depan. Inti kemudian menjadi pronukleus
jantan, mulai membengkak dan kromatin nampak granuler. Dengan adanya imbibisi air di
sekitarnya, pronukelus ini nampak vesikuler. Dalam waktu yang bersamaan sentrosoma
dikelilingi oleh aster. Sementara perubahan-perubahan berjalan terus, inti spermatozoon
bergabung dengan sentrosoma yang kemudian bergerak ke arah pronukleus betina dan kemudian
terjadi peleburan. Pada saat kepala sperma masuk ke dalam ovum akan terbawa sitoplasma
korteks dan sitoplasma subkorteks yang membentuk trayek berpigmen yang disebut
“penetration path”. Pronukleus betina mengalami perubahan posisi sebelum mencapai
pronukleus jantan. Pada permukaan migrasinya, pronukleus betina tetap pada permukaan ovum,

90
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
dimana pembelahan miosis kedua terjadi. Setelah selesai pembelahan miosis kedua ini,
kemudian terjadi peleburan inti gamet.
Untuk mengaktifkan ovum dan melengkapi kesempatan agar terjadi amfimiksis,
penetrasi sperma ke dalam ovum akan menyebabkan perubahan-perubahan posisi massa
sitoplasma. Akibatnya distribusi macam substansi sitoplasma dan inklusio dalam ovum akan
berbeda dengan ovum yang tidak difertilisasi sehingga dapat mulai terjadi pembelahan.
Perubahan-perubahan dalam organisasi ovum yang difertilisasi sangat penting untuk
perkembangan lebih lanjut. Pada Cynthia partita (Ascidia), permukaan telur yang masak
diselubungi selapis sitoplasma korteks yang mengandung granula kuning. Segera setelah sperma
masuk ke dalam ovum, korteks sitoplasma yang mengandung granula kuning, mulai mengalir
sepanjang permukaan ovum ke arah kutub vegetatif dan untuk sementara waktu ditimbun
sebagai tudung pada kutub vegetatif.
Pada waktu pronukelus jantan akan mencapai pronukleus betina, granula korteks
tersebut membalik gerakannya, mengalir ke atas pada posisi di mana spermatozoon masuk ke
dalam ovum. Tidak lama sebelum pembelahan pertama, sitoplasma kuning ini menempati
daerah di bawah ekuator ovum membentuk daerah yang disebut “mesodermal crescent”. Dalam
waktu yang sama, sitoplasma abu-abu berbentuk seperti sabit muncul pada daerah sub ekuator
pada sisi yang berlawanan. Daerah ini kemudian disebut daerah “notochordal crescent” yang
akan membentuk notokorda. Pada Paracentrotus lividus (Landak laut), ovum yang masak
mengandung granula merah pada korteksnya. Setelah fertilisasi, gerakan aliran lapisan
permukaan ini membawa pigmen ke dalam daerah sub ekuatorial, meninggalkan bentangan
animal yang jernih dan juga mengalihkan pigmen dari suatu daerah sempit pada kutub animal.
Pada ovum Amphibia, segera setelah sperma mengalami penetrasi ke dalam ovum,
lapisan permukaan mulai mengkerut ke arah kutub animal. Pada bakal sisi dorsal embrio,
sitoplasma korteks bergerak ke arah kutub vegetatif; akibatnya terbentuk daerah seperti bulan
sabit yang disebut “grey crescent” atau daerah kelabu. Daerah kelabu ini memperlihatkan
susunan bagian-bagian sitoplasma yang berbeda dari sebelum fertilisasi. Akibat pergeseran
tersebut menyebabkan ovum menjadi bilateral simetri. Distribusi yang baru dari bagian-bagian
sitoplasma ovum, segera diikuti oleh perubahan-perubahan sifat fisiologi dari permukaan ovum.
Sebelum terbentuk “grey crescent”, permeabilitas sitoplasma korteks untuk pewarnaan vital
adalah sama untuk seluruh permukaan ovum. Tetapi sesudah terjadinya rotasi/perputaran korteks
maka terjadi pula perbedaan permiabilitas. Permiabilitas terhadap pewarna vital paling tinggi
pada “grey crescent” dan pada permukaan yang lain relatif lebih rendah. perbedaan fisiologis

91
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
yang lebih menyolok pada perkembangan lebih lanjut dan menjelang gastrulasi “grey crescent”
berperan penting dalam pembentukan blastophorus.
Pemula dari perubahan fisika kimia ovum dengan terjadinya penggabungan fertilizin
spermatozoon. Proses ini akan menjadi sangat jelas bila diingat kembali bagaimana mekanisme
kerja gen dalam sintesis protein. Ribosom juga terkandung dalam sitoplasma telur yang telah
mengalami fertilisasi. Apabila ribosom dan mRNA ada dalam sitoplasma telur yang tidak
mengalami fertilisasi, maka ribosom dan mRNA atau keduanya dinonaktifkan. Ada bukti yang
menunjukkan bahwa suatu protein dapat bertanggung jawab mengnonaktifkannya. Ribosom
yang diisolasi dari telur Landak laut yang tidak mengalami fertilisasi dicobakan dengan tripsin
selama 30 menit, maka ribosom mampu membantu sintesis protein dalam suatu sistem bebas sel
yang mengandung prekursor protein. Ribosom dapat menyokong sintesis protein baik diberi
tambahan mRNA dari embrio yang sedang berkembang maupun yang tidak difertilisasi adalah
mRNA terselubung (masked mRNA) dan menjadi terbuka selubungnya setelah fertilisasi
(“unmasked mRNA”) dan menjadi aktif.

Gambar 7.5. Keadaan Senyatanya pada Proses Fertilisasi yang Melibatkan Ribuan Sel
Spermatozoon untuk Sebuah Ovum Masak

Telah dikemukakan bahwa penyatuan gamet jantan (spermatozoon) dengan gamet


betina (ovum) dinamakan fertilisasi. Bagaimana sesungguhnya mekanisme persatuan antara inti
jantan dan inti betina sampai sekarang belum jelas. Secara teoritis membran sel memang dapat
mengadakan berbagai cara untuk memasukkan benda ke dalam sel, misalnya fagositosis,
pinositosis dan lain-lainnya. Pada proses pinositosis (yang arti sebenarnya adalah meminum)
karena umumnya benda atau zat yang dimasukkan tersebut berada dalam larutan, maka
membran sel melekuk ke dalam, membentuk vesikula. Hal yang serupa mungkin saja terjadi

92
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
pada proses fertilisasi. Oleh karena sel telur mempunyai membran vitellin maka proses tersebut
tentu mengalami modifikasi. Membran plasma yang mengandung fertilizin menonjol keluar
melalui pori membran vitellin. Spermatozoon yang mendekati telur akan terikat oleh membran
plasma melalui anti fertilizin, yang terdapat pada permukaan sperma. Membran plasma tersebut
meluas, sehingga akhirnya permukaan sperma terbungkus oleh membran plasma. Proses
selanjutnya adalah menarik sperma ke dalam sel telur. Pada waktu yang bersamaan membran sel
ditarik dari seluruh permukaan telur, sehingga spermatozoa lain tidak sempat tertarik ke dalam.
Granula korteks membentuk ruangan perivitellin yang mendesak membran plasma dan membran
vitellin ke atas sehingga terbentuk membran fertilisasi. Membran akrosoma dan membran
plasma bersatu, kemudian terbuka sehingga enzim yang dikandung dilepaskan, selanjutnya
membran akromosom bagian dalam menjulur keluar mencapai kerucut fertilisasi. Pada daerah
itu akrosoma dengan membran plasma melebur. Sedangkan bagian lain, membran plasma
spermatozoon dan membran plasma telur bersatu membentuk suatu saluran. Melalui saluran itu
inti sperma masuk ke dalam sitoplasma telur. Perkembangan embrio dapat terjadi pada telur
yang tidak dibuahi oleh sperma. Keadaan demikian disebut dengan partenogenesis.
Partenogenesis dapat terjadi secara alami, misalnya terdapat pada berbagai jenis
Arthoropoda seperti lebah, semut, tawon, kutu daun dan kutu air. Pada lebah dan tawon, telur
yang dibuahi akan tumbuh menjadi individu betina, sedangkan yang tidak dibuahi akan tumbuh
menjadi individu jantan. Individu jantan akan fertil, sedang individu betina steril. Individu betina
menjadi pekerja sedang individu jantan dapat mengawini ratu yang terus menerus dapat bertelur.
Pada kutu daun dan kutu air untuk beberapa generasi tidak dibutuhkan individu jantan. Individu
betina terus menerus bertelur. Jika sudah menetas akan menjadi dewasa, kemudian akan bertelur
lagi dan berkembang secara partenogenesis.
Partenogenesis buatan dilakukan oleh manusia dalam suatu eksperimen. Metoda yang
digunakan ialah :
1. mengganggu tekanan osmosis cairan lingkungan ovum.
2. Menimbulkan goncangan atau shock.
3. Menusuk ovum secara mekanik.
Zat yang biasa digunakan untuk mengganggu tekanan osmosis lingkungan ovum ialah berbagai
jenis garam klorida dan K, asam laktat, asam Oelat dan dengan pelarut lemak seperti toluen,
ether, alkohol, benzen, aseton, urea, sukrosa. Goncangan atau shock suhu dapat dilakukan
dengan cara menurunkan atau menaikkan suhu secara ekstrem. Telur katak dapat berkembang
dengan ditusuk-tusuk jarum yang terlebih dulu dicelupkan ke darah katak dewasa. Telur ini

93
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
kemudian berkembang sampai menjadi larva ini mampu bermetamorfosis, akan tetapi akan
memiliki performans yang lebih lemah dibandingkan dengan katak normal.

Daftar Bacaan
Balinsky. (1976). An Introduction to Embryology. Fourth edition. W.B. Saunders Company.
Philadelphia.

Carlson, Bruce M. (1988). Patten's Foundations of Embryology. Fifth Edition. Mc Graw


Hill Book Company. New York.

Gilbert, S. F. (1991). Developmental Biology. 4-th. Edition. Sinauer Association Inc.,


Massachusetts.

Hafez, E.S.E. (1980). Reproduction in Farm Animals. Lea and Febiger. Philadelphia.

Tienhoven, Ari Van. (1983). Reproductive Physiology of Vertebrate. Second Edition. Cornell
University Press. Ithaca and London.

94
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009

Anda mungkin juga menyukai