Disusun Oleh:
LIANNA SEPTIRISA
(163410047)
VA
FAKULTAS TEKNIK
2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 2
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 3
BAB 2 PEMBAHASAN : KEMISKINAN ............................................................................. 3
2.1 Pengertian Kemiskinan .............................................................................................. 4
2.2 Bentuk Kemiskinan .................................................................................................... 6
2.3 Jenis Kemiskinan........................................................................................................ 8
2.4 Ciri-ciri Kemiskinan................................................................................................... 9
2.5 Penyebab Kemiskinan .............................................................................................. 10
2.6 Kebijaksanaan Kemiskinan ...................................................................................... 11
2.7 Ukuran Kemiskinan : Gini Coefficient .................................................................... 12
2.8 Aspek Kemiskinan di Perkotaan .............................................................................. 13
2.9 Upaya Penanggulangan Kemiskinan ........................................................................ 18
BAB 3 PENUTUP .................................................................................................................. 21
3.1 Kesimpulan............................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 23
Kemiskinan perkotaan mempunyai dimensi sosial ekonomi yang cukup beragam dan
tentunya implikasi kebijakannya akan semakin rumit. Oleh karena itu, kemiskinan
pendapatan, kesehatan dan pendidikan, kerawanan tempat tinggal dan pribadi, dan
pemukiman yang kumuh dan padat sehingga mengalami kesulitan dalam mengakses
dianggap kurang bisa memenuhinya, dan bisa dikategorikan miskin akan membuat
ataupun kejahatan-kejahatan lainnya. Hal inilah salah satu dampak dari adanya
kemiskinan diperkotaan.
kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan
salah satu dari standar hidup atau standar kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.
pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak
1) Kemiskinan (Proper) 4
kelompok yang tidak memiliki pendapatan, akan tetapi dapat berlaku pula
2) Ketidakberdayaan (Powerless)
Seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin tidak memiliki atau
4) Ketergantungan (dependency)
5) Keterasingan (Isolation)
miskin. Pada umumnya, masyarakat yang disebut miskin ini berada pada
atau kota-kota besar. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau sulit
1) Kemiskinan Absolut
1
(t.thn.). Dipetik Desember 21, 2018, dari http://e-journal.uajy.ac.id/1756/3/2EP15294.pdf=
2) Kemiskinan Relatif
3) Kemiskinan Kultural
adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal
dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf
hidup dengan tata cara moderen. Kebiasaan seperti ini dapat berupa sikap
malas, pemboros atau tidak pernah hemat, kurang kreatif, dan relatif pula
4) Kemiskinan Struktural
rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya terjadi pada suatu
tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang kurang mendukung adanya
ketiga bentuk kemiskinan yang telah disebutkan sebelumnya (Jarnasy, 2004: 8-9).
1) Kemiskinan Alamiah
adanya kelangkaan sumber daya alam dan minimnya atau ketiadaan pra sarana
umum (jalan raya, listrik, dan air bersih), dan keadaan tanah yang kurang subur.
tertinggal.
2) Kemiskinan Buatan
ekonomi secara merata. Kemiskinan seperti ini adalah dampak negatif dari
hingga saat ini masih menjadi perdebatan baik di lingkungan akademik maupun
pada tingkat penyusun kebijakan pembangunan (Suryawati, 2004: 123). Salah satu
1) Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja,
3) Bekerja dalam lingkup kecil dan modal kecil atau disebut juga bekerja di
setengah menganggur
area)
umumnya.
sempit;
2) Rendahnya tingkat kesehatan : tingkta kesehatan dan tingkat gizi yang rendah
menyebakan daya tahan fisik,daya pikir, serta prakarsa menjadi rendah pula ,
3) Terbatasnya lapangan kerja : selama lapangan kerja atau kegiatan usaha masih
kemiskinan; dan
4) Kondi yang terisolasi, proses jual beli hasil produksi dari dan ke daerah sekitar
tidak akan terjadi jika tidak ada sarana fisik sebagai penghubung seperti jalan dan
berkembang.2
2
Drs.Dyayadi, M. (2008). Tata Kota Menurut Islam ; Konsep yang Ramah Lingkungan , Estetik, dan Berbasis
Sosial. Jakarta: KHALIFA ( Pustaka Al-Kautsar Grup).
kurang mendukung.
5. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi
8. Tidak adanya tata pemerintah yang bersih dan baik (good governance).
lingkungan
1) Menunjang mereka yang tak mampu bekerja, yaitu misalnya pada orang tua,
cacad anak yatim-piatu dan lain – lain : dihindari menunjang mereka yang
rangka pengembagan sumber daya manusia; kiranya perlu industri ikut serta
teknik;
11
dan energi.3
negara-negara yang tidak merata distribusi penghasilannya berada sekitar 0,5 dan 0,7
sedang bagi negara dengan distribusi penghasilan yang relatif merta Gini Cofficient-nya
Gini Coefficient dihitung dengan membagi daerah A dengan daerah BCD (Lihat
Gambar 10.2). Kurva Lorenz (1) merupakan distribusi yang relatif tidak merata, sedang
Gini Coeffiecient utnuk perkotaan pada tahun 1964 – 1965 sekitar 0.31 pada tahun 1967
0.293, pada tahun 1969 – 1970 0.332 pada tahun 1990 tak berubah. Ini berati bahwa di
taun – tahun itu distribusi penghasilan di kota relatif tak merata; dipedesaan lebih
merata. (Lihat Tabel 10.1). Akan tetap ukuran itu tidak menujukkan tingkat kemiskinan
Walaupun demikian orang menyimpulak bahwa semakin tidak merata (yaitu semakin
12
3
Prof.Sukanto Reksohadiprodjo, M. (2001). Ekonomi Perkotaan Edisi 4. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA.
Kurva
A Lorenz
A1
Kurva
Lorenz
(1)
B % penduduk 100o C
Gambar 10.2
Estimasi Gini Coeffiecient
Tabel 10.1
Gini Coefficient di Indonesia, 1964 - 1970
Periode
1964 1967 1669-1970 1990
Daerah
0.328 0.263 0.309 0.31
Pedesaan
0.31 0.293 0.332 0.33
Perkotaan
bawah itu orang dapat dimasukkan dalam kategori yang miskin. Sekali lagi pergertain
“miskin” disini relatif. Bagaimanapun juga masalah kemiskinan (kota) tidak berdiri
sendiri. Banyak Variabel yang mempengaruhi. Masalah rasial ada: nonpribumi yang
relatif tekun kaya dan golongan pribumi yang tak memperoleh akses atas sumber daya
13
(Kementerian Koordinator Bidang Kesra, 2002) kemiskinan dalam arti luas di negara-
negara berkembang memiliki wujud yang multidimensi yang meliputi sangat rendahnya
kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya; kondisi tak wajar dan kematian
akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang
jauh dari memadai; lingkungan yang tidak aman; serta diskriminasi dan keterasingan
sosial.
karakteristik rumahtangga miskin dapat dilihat dari jumlah pekerja dan tempat tinggal,
pemilikan dan penguasaan tanah (pertanian), tingkat pendidikan dan jam kerja kepala
rumah tangga, serta jenis dan status pekerjaan rumah tangga. Dikemukakan pertama-
tama bahwa rumah tangga miskin hanya mempunyai satu orang pekerja yang
Disamping itu jenis dan status pekerjaan kepala rumah tangga di pedesaan
sebagian besar adalah petani kecil atau buruh tani dan di perkotaan berupa usaha atau
kegiatan sendiri kecil-kecilan, terutama sektor informal baik yang legal maupun yang
ilegal. Sehubungan dengan itu, dari data statistik yang dikemukakan Badan Pusat
Statistik (BPS, 1992) dapat disimpulkan antara lain bahwa rumah tangga miskin di 14
4
Prof.Sukanto Reksohadiprodjo, M. (2001). Ekonomi Perkotaan Edisi 4. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA.
TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN
PROVERTY)
perkotaan yang kepala rumah tangganya berpendidikan SD dan Tidak Tamat SD
sebanyak 88,86% yang hampir sama saja dengan yang terdapat di pedesaan yaitu
penghasilan utama adalah di perkotaan sebanyak 23,71% pada sektor pertanian dan
76,29% pada sektor industri, bangunan dan jasa. Sedangkan di pedesaan rumah tangga
miskin yang berpenghasilan utama pertanian sebanyak 81,97% dan pada sektor industri
Bank Dunia dalam suatu Dissemination Paper-nya (The World Bank, 2003)
tetang “Kota-kota Dalam Transisi: Tinjauan Sektor Perkotaan Pada Era Desentralisasi
Indonesia. Hal ini dapat disimpulkan pertama-tama bahwa hak masyarakat miskin
perkotaan terhadap tanah, rumah, infrastruktur dan pelayanan dasar, kesempatan kerja
dan mendapatkan pinjaman, pemberdayaan dan partisipasi, rasa aman dan keadilan
Lebih lanjut dikemukakan dalam laporan Bank Dunia tersebut tentang kondisi
1. Kepemilikan dan Akses Terhadap Tanah yang Sulit dan Sangat Terbatas
Penataan tanah perkotaan yang tidak jelas dan harga tanah yang tinggi
sistem hak atas tanah yang kompleks dengan tujuh macam hak atas tanah dari hak
milik hingga hak guna sementara, serta biaya mendapatkan sertifikat tanah yang
tempat yang ilegal atau pada lahan milik negara atau lainnya.
tradisional atas tanah, tidak mempunyai hak yang resmi. Sehingga mudah bagi
yang wajar atau memadai. Ditambah lagi dengan derasnya arus urbanisasi, ketiadaan
membangun rumah spontan dan gubuk secara liar, dan memunculkan daerah kumuh
untuk kehidupan dari keluarga miskin. Kesemuanya itu merupakan potret yang
Kebanyakannya Ilegal
sebagai tempat berlindung tetapi juga merupakan aset, tempat berusaha/bekerja dan
sumber berpijak untuk memperoleh penghasilan yang tercermin antara lain berupa
keterbatasan mereka dalam melakukan pilihan lokasi atas rumah atau tempat
beberapa alternatif lokasi yang terbatas dimana terdapat hambatan akses untuk
bekerja yang tidak aman, yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, keselamatan dan
penampungan dan gubuk di lahan kosong secara liar yang bukan di atas lahan
tangga pedesaan, disamping itu terdapat perbedaan yang tajam dalam tingkat
pedesaan, namun tingkatan ini tidak otomatis ditentukan berdasarkan jenis dan
kondisi hunian. Dan, warga buta huruf lebih banyak terjadi pada masyarakat miskin
Secara umum, masyarakat perkotaan memiliki akses yang relatif lebih besar
tentu lebih baik karena terdapatnya gizi yang buruk, tekanan lingkungan sanitasi
yang buruk, dan perilaku hidup yang tidak sehat. Dan bahkan seringkali pelayanan
dan tingkat kesehatan di wilayah miskin perkotaan tidak lebih baik, dan terkadang
penghuni kawasan kumuh di perkotaan memiliki harapan hidup yang lebih pendek,
serta tingkat kematian ibu dan bayi yang lebih tinggi. Tambahan pula disini terdapat
Dari hasil survei dikemukakan bahwa status dan jenis pekerjaan penduduk
kemiskinan di perkotaan. Di sini status pekerjaan secara independen tidak bisa serta
merta dijadikan ukuran tingkat pendapatan yang rendah atau ukuran kriteria
kemiskinan. Dan ini lebih nyata tampak bahwa nereka yang bekerja di sektor
informal tertentu selama masa krisis moneter tahun 1997 dapat bertahan dan bahkan
lebih baik kondisinya daripada sektor formal, terutama pada bidang manufaktur
Dalam kaitan dengan status dan jenis pekerjaan tersebut pada berbagai
nya cenderung meningkat untuk kaum miskin (dan non miskin) dengan peningkatan
yang berhubungan dengan kondisi dan fasilitas pemukiman buruk yang tidak
menguntungkan.
pelayanan kebutuhan dasar mereka seperti air bersih, sanitasi, saluran air dan jalan
akses. Kondisi ini terjadi antara lain karena kurangnya bantuan dan penanganan
Menurut hasil survai ternyata relatif lebih banyak rumah tangga di perkotaan
18
yang tidak memiliki akses air bersih dibandingkan rumah tangga di pedesaan.
Banyak di antara kaum miskin perkotaan yang terpaksa membeli air bersih, dan
Demikian pula dalam hal fasilitas toilet, kondisinya serba kurang dan menyedihkan,
pemukiman miskin menggunakan lahan terbuka, lubang-lubang atau saluran air. Ini
menyebabkan risiko kontaminasi terhadap air permukaan dan air tanah di daerah
hidup, hal ini juga merusak keindahan kota dan menimbulkan bahaya banjir yang
tingkatnya yang agak berbeda satu sama lain, maka focus, sasaran dan penekanan
Kelima dimana penduduk miskin lebih terkonsentrasi di daerah pedesaan yang hidup
kemiskinan tersebut yang secara garis besar dapat disimpulkan menurut kelompok
yang dibedakan dalam empat hal (BPS, 1992), yaitu: Pertama, Program
antar desa dan jalan lingkungan desa/kampung, sistem pembuangan sampah dan air
kotor, sistem drainase, distribusi listrik, instalasi air bersih, hidran umum, sarana
Miskin. Program ini antara lain berupa kesempatan memperoleh pendidikan dasar
(melalui program Inpres SD) dan akses pada pelayanan kesehatan (melalui
Puskesmas). Dalam program pendidikan bagi kelompok miskin ini juga didukung
dengan pengangkatan dan penataran guru, pengadaan buku sekolah, dan lain-lain.
Dan sejalan dengan itu juga diselenggarakan pelatihan ketrampilan terhadap tenaga
antara lain program transmigrasi, program padat karya dan program pengembangan
program yang dikemukakan diatas disebutnya sebagai kebijakan dan program untuk
pangan, (b) pelayanan kesehatan dan pendidikan, (c) perluasan kesempatan kerja, (d)
bantuan sarana dan prasarana pertanian, (e) bantuan kredit usaha bagi masyarakat
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan pada saat krisis ekonomi telah
21
5
(t.thn.). Dipetik Desember 21, 2018, dari
https://www.bappenas.go.id/files/3513/5022/6052/04rustian__20091014131155__2259__0.pdf
1. Kemiskinan Absolut
2. Kemiskinan Relatif
3. Kemiskinan Kultural
4. Kemiskinan Struktural
3. Ciri-ciri kemiskinan yang hingga saat ini masih dipakai untuk menentukan
c. Bekerja dalam lingkup kecil dan modal kecil atau disebut juga bekerja
(slum area)
pupuk dan obat- obatan, kebijakan penetapan harga gabah, dan sebagainya.
distribusi listrik, instalasi air bersih, hidran umum, sarana MCK, dan
sebagainya.
program Inpres SD) dan akses pada pelayanan kesehatan (melalui Puskesmas).
Dalam program pendidikan bagi kelompok miskin ini juga didukung dengan
Desa Tertinggal). 23
Drs.Dyayadi, M. (2008). Tata Kota Menurut Islam ; Konsepp yang Ramah Lingkungan , Estetik, dan
Berbasis Sosial. Jakarta: KHALIFA ( Pustaka Al-Kautsar Grup).
24