Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MASALAH PERNCANAAN DAN PEMBANGUNAN

“MASALAH KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN PROVERTY)”

Dosen Pembimbing: Drs. Apriyan Dinata, S.T, M.env

Disusun Oleh:

LIANNA SEPTIRISA
(163410047)

VA

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 2
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 3
BAB 2 PEMBAHASAN : KEMISKINAN ............................................................................. 3
2.1 Pengertian Kemiskinan .............................................................................................. 4
2.2 Bentuk Kemiskinan .................................................................................................... 6
2.3 Jenis Kemiskinan........................................................................................................ 8
2.4 Ciri-ciri Kemiskinan................................................................................................... 9
2.5 Penyebab Kemiskinan .............................................................................................. 10
2.6 Kebijaksanaan Kemiskinan ...................................................................................... 11
2.7 Ukuran Kemiskinan : Gini Coefficient .................................................................... 12
2.8 Aspek Kemiskinan di Perkotaan .............................................................................. 13
2.9 Upaya Penanggulangan Kemiskinan ........................................................................ 18
BAB 3 PENUTUP .................................................................................................................. 21
3.1 Kesimpulan............................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 23

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota merupakan pusat kekayaan, tetapi juga konsentrasi kemiskinan. Kota

memberi yang terbaik untuk menciptakan kekayaan, tetapi memberikan kesempatan

besar bagi keserakahan.

Kemiskinan perkotaan mempunyai permasalahan yang kompleks, mulai dari

akar permasalahannya maupun kebijakan yang diambil untuk mengatasinya.

Kemiskinan perkotaan mempunyai dimensi sosial ekonomi yang cukup beragam dan

tentunya implikasi kebijakannya akan semakin rumit. Oleh karena itu, kemiskinan

perkotaan mempunyai fenomena multi dimensi meliputi rendahnya tingkat

pendapatan, kesehatan dan pendidikan, kerawanan tempat tinggal dan pribadi, dan

ketidakberdayaan. Hal tersebut mengakibatkan penduduk miskin perkotaan tinggal di

pemukiman yang kumuh dan padat sehingga mengalami kesulitan dalam mengakses

fasilitas kesehatan, pendidikan dasar dan kesempatan kerja.

Kebutuhan sehari-hari yang banyak, sementara penghasilan seseorang

dianggap kurang bisa memenuhinya, dan bisa dikategorikan miskin akan membuat

seseorang bisa saja melakukan tindak kejahatan, seperti pencurian, pencopetan,

ataupun kejahatan-kejahatan lainnya. Hal inilah salah satu dampak dari adanya

kemiskinan diperkotaan.

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
BAB 2
PEMBAHASAN : KEMISKINAN
2.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk

memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah. Kondisi

ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk

memenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan, sandang, maupun papan.

Kemampuan pendapatan yang rendah ini juga akan berdampak berkurangnya

kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-rata seperti standar kesehatan

masyarakat dan standar pendidikan.

Kondisi masyarakat yang disebut miskin dapat diketahui berdasarkan

kemampuan pendapatan dalam memenuhi standar hidup (Nugroho, 1995). Pada

prinsipnya, standar hidup di suatu masyarakat tidak sekedar tercukupinya

kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan

maupun pendidikan. Tempat tinggal ataupun pemukiman yang layak merupakan

salah satu dari standar hidup atau standar kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.

Berdasarkan kondisi ini, suatu masyarakat disebut miskin apabila memiliki

pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak

memiliki kesempatan untuk mensejahterakan dirinya (Suryawati, 2004).

Pandangan yang dikemukakan dalam definisi kemiskinan dari Chambers

menerangkan bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan konsep (integrated

concept) yang memiliki lima dimensi, yaitu:

1) Kemiskinan (Proper) 4

Permasalahan kemiskinan seperti halnya pada pandangan semula adalah

kondisi ketidakmampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan-


TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN
PROVERTY)
kebutuhan pokok. Konsep atau pandangan ini berlaku tidak hanya pada

kelompok yang tidak memiliki pendapatan, akan tetapi dapat berlaku pula

pada kelompok yang telah memiliki pendapatan.

2) Ketidakberdayaan (Powerless)

Pada umumnya, rendahnya kemampuan pendapatan akan berdampak pada

kekuatan sosial (social power) dari seseorang atau sekelompok orang

terutama dalam memperoleh keadilan ataupun persamaan hak untuk

mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

3) Kerentanan menghadapi situasi darurat (State of emergency)

Seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin tidak memiliki atau

kemampuan untuk menghadapi situasi yang tidak terduga di mana situasi

ini membutuhkan alokasi pendapatan untuk menyelesaikannya. Misalnya,

situasi rentan berupa bencana alam, kondisi kesehatan yang membutuhkan

biaya pengobatan yang relatif mahal, dan situasi-situasi darurat lainnya

yang membutuhkan kemampuan pendapatan yang dapat

mencukupinya. Kondisi dalam kemiskinan dianggap tidak mampu untuk

menghadapi situasi ini.

4) Ketergantungan (dependency)

Keterbatasan kemampuan pendapatan ataupun kekuatan sosial dari

seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin tadi menyebabkan

tingkat ketergantungan terhadap pihak lain adalah sangat tinggi. Mereka

tidak memiliki kemampuan atau kekuatan untuk menciptakan solusi atau

penyelesaian masalah terutama yang berkaitan dengan penciptaan


5
pendapatan baru. Bantuan pihak lain sangat diperlukan untuk mengatasi

persoalan-persoalan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan akan

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
sumber pendapatan.

5) Keterasingan (Isolation)

Dimensi keterasingan seperti yang dimaksudkan oleh Chambers adalah

faktor lokasi yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi

miskin. Pada umumnya, masyarakat yang disebut miskin ini berada pada

daerah yang jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini

dikarenakan sebagian besar fasilitas kesejahteraan lebih banyak

terkonsentrasi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi seperti di perkotaan

atau kota-kota besar. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau sulit

dijangkau oleh fasilitas-fasilitas kesejahteraan relatif memiliki taraf hidup

yang rendah sehingga kondisi ini menjadi penyebab adanya kemiskinan.1

2.2 Bentuk Kemiskinan

Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk

permasalahan multidimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun keempat

bentuk kemiskinan tersebut adalah (Suryawati, 2004):

1) Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana pendapatan seseorang

atau sekelompok orang berada di bawah garis kemiskinan sehingga kurang

mencukupi untuk memenuhi kebutuhan standar untuk pangan, sandang,

kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan

kualitas hidup. Garis kemiskinan diartikan sebagai pengeluaran rata-rata atau

konsumsi rata-rata untuk kebutuhan pokok berkaitan dengan pemenuhan

standar kesejahteraan. Bentuk kemiskinan absolut ini paling banyak dipakai


6
sebagai konsep untuk menentukan atau

1
(t.thn.). Dipetik Desember 21, 2018, dari http://e-journal.uajy.ac.id/1756/3/2EP15294.pdf=

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
mendefinisikan kriteria seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin.

2) Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang terjadi karena

adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau ke seluruh

lapisan masyarakat sehingga menyebabkan adanya ketimpangan pendapatan

atau ketimpangan standar kesejahteraan. Daerah- daerah yang belum terjangkau

oleh program-program pembangunan seperti ini umumnya dikenal dengan

istilah daerah tertinggal.

3) Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat

adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal

dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf

hidup dengan tata cara moderen. Kebiasaan seperti ini dapat berupa sikap

malas, pemboros atau tidak pernah hemat, kurang kreatif, dan relatif pula

bergantung pada pihak lain.

4) Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan karena

rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya terjadi pada suatu

tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang kurang mendukung adanya

pembebasan kemiskinan. Bentuk kemiskinan seperti ini juga terkadang

memiliki unsur diskriminatif.

Bentuk kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang paling banyak

mendapatkan perhatian di bidang ilmu sosial terutama di kalangan negara- negara


7
pemberi bantuan/pinjaman seperti Bank Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Asia.

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
Bentuk kemiskinan struktural juga dianggap paling banyak menimbulkan adanya

ketiga bentuk kemiskinan yang telah disebutkan sebelumnya (Jarnasy, 2004: 8-9).

2.3 Jenis Kemiskinan

Adapun jenis kemiskinan berdasarkan sifatnya adalah:

1) Kemiskinan Alamiah

Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang terbentuk sebagai akibat

adanya kelangkaan sumber daya alam dan minimnya atau ketiadaan pra sarana

umum (jalan raya, listrik, dan air bersih), dan keadaan tanah yang kurang subur.

Daerah-daerah dengan karakteristik tersebut pada umumnya adalah daerah yang

belum terjangkau oleh kebijakan pembangunan sehingga menjadi daerah

tertinggal.

2) Kemiskinan Buatan

Kemiskinan buatan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh sistem

moderenisasi atau pembangunan yang menyebabkan masyarakat tidak memiliki

banyak kesempatan untuk menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas

ekonomi secara merata. Kemiskinan seperti ini adalah dampak negatif dari

pelaksanaan konsep pembangunan (developmentalism) yang umumnya

dijalankan di negara-negara sedang berkembang. Sasaran untuk mengejar target

pertumbuhan ekonomi tinggi mengakibatkan tidak meratanya pembagian hasil-

hasil pembangunan di mana sektor industri misalnya lebih menikmati tingkat

keuntungan dibandingkan mereka yang bekerja di sektor pertanian.

Kedua jenis kemiskinan di atas seringkali masih dikaitkan dengan

konsep pembangunan yang sejak lama telah dijalankan di negara-negara sedang


8
berkembang pada dekade 1970an dan 1980an (Jarnasy, 2004: 8).

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
2.4 Ciri-ciri Kemiskinan

Persoalan kemiskinan dan pembahasan mengenai penyebab kemiskinan

hingga saat ini masih menjadi perdebatan baik di lingkungan akademik maupun

pada tingkat penyusun kebijakan pembangunan (Suryawati, 2004: 123). Salah satu

perdebatan tersebut adalah menetapkan definisi terhadap seseorang atau

sekelompok orang yang disebut miskin. Pada umumnya, identifikasi kemiskinan

hanya dilakukan pada indikator-indikator yang relatif terukur seperti pendapatan

per kapita dan pengeluaran/konsumsi rata-rata. Ciri-ciri kemiskinan yang hingga

saat ini masih dipakai untuk menentukan kondisi miskin adalah:

1) Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja,

dan ketrampilan yang memadai.

2) Tingkat pendidikan yang relatif rendah

3) Bekerja dalam lingkup kecil dan modal kecil atau disebut juga bekerja di

lingkungan sektor informal sehingga mereka ini terkadang disebut juga

setengah menganggur

4) Berada di kawasan pedesaan atau di kawasan yang jauh dari pusat-pusat

pertumbuhan regional atau berada pada kawasan tertentu di perkotaan (slum

area)

5) Memiliki kesempatan yang relatif rendah dalam memperoleh bahan

kebutuhan pokok yang mencukupi termasuk dalam mendapatkan pelayanan

kesehatan dan pendidikan sesuai dengan standar kesejahteraan pada

umumnya.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa ciri-ciri kemiskinan di atas


9
tidak memiliki sifat mutlak (absolut) untuk dijadikan kebenaran universal terutama

dalam menerangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan


TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN
PROVERTY)
ataupun terbentuknya kemiskinan. Sifat-sifat kemiskinan di atas hanya merupakan

temuan lapangan yang paling banyak diidentifikasikan atau diukur.

2.5 Penyebab Kemiskinan

2.5.1 Penyebab khusus kemiskinan

Secara khusus penyebab kemiskinan adalah :

1) Rendahnya tingkat pendidikan : rendahnya tahap pendidikan menyebabkan

kemampuan pengembangan diri menjadi terbatas sehingga lapangan kerja mendi

sempit;

2) Rendahnya tingkat kesehatan : tingkta kesehatan dan tingkat gizi yang rendah

menyebakan daya tahan fisik,daya pikir, serta prakarsa menjadi rendah pula ,

dengan demikian produktivitas menjadi berkurang;

3) Terbatasnya lapangan kerja : selama lapangan kerja atau kegiatan usaha masih

adam maka harapn utuk memutuskan lingkaran kemiskinan masih dapat

dilakukan, sebaliknya dengan sempitnya lapangan kerja maka akan menimbulkan

kemiskinan; dan

4) Kondi yang terisolasi, proses jual beli hasil produksi dari dan ke daerah sekitar

tidak akan terjadi jika tidak ada sarana fisik sebagai penghubung seperti jalan dan

alat transprtasi, hal ini berakibat perekonomian di daerah tersebut akan

berkembang.2

2.5.3 Menurut Bank Dunia

Faktor Penyebab Kemiskinan menurut Bank Dunia :

1. Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal.

2. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar dan prasarana.


10

2
Drs.Dyayadi, M. (2008). Tata Kota Menurut Islam ; Konsep yang Ramah Lingkungan , Estetik, dan Berbasis
Sosial. Jakarta: KHALIFA ( Pustaka Al-Kautsar Grup).

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
3. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor.

4. Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang

kurang mendukung.

5. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi

(ekonomi tradisional versus ekonomi modern)

6. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat.

7. Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelolah sumber

daya alam dan lingkungannya.

8. Tidak adanya tata pemerintah yang bersih dan baik (good governance).

9. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan

lingkungan

2.6 Kebijaksanaan Kemiskinan

Untuk mengatasi kemiskinan (kota) pemerintah kota pada hakikkatnya dapat

melakukan hahal sebagai berikut :

1) Menunjang mereka yang tak mampu bekerja, yaitu misalnya pada orang tua,

cacad anak yatim-piatu dan lain – lain : dihindari menunjang mereka yang

mampu bekerja karena justru akan menimbulkan kemalasan bekerja

2) Memperbaiki ketrampilan mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dalam

rangka pengembagan sumber daya manusia; kiranya perlu industri ikut serta

dalam kegiatan ini;

3) Menciptakan kesempatan kerja bagi industri di kota;

4) Menunjang lembaga – lembaga pendidikan tertentu, terutama sekolah – sekolah

teknik;
11

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
5) Mensubsidi permukiman, tertama air minum, sanitasi lingkungan , transportasi

dan energi.3

2.7 Ukuran Kemiskinan : Gini Coefficient

Sebenarnya Gini Coefficient merupakan ukuran ketidakmerataan. Bisa antara 0

(kesamertaaan sempurna) sampai 1 ( ketidakmertaan sempurna). Gini Cofficient bagi

negara-negara yang tidak merata distribusi penghasilannya berada sekitar 0,5 dan 0,7

sedang bagi negara dengan distribusi penghasilan yang relatif merta Gini Cofficient-nya

0,2 sampai 0,35.

Gini Coefficient dihitung dengan membagi daerah A dengan daerah BCD (Lihat

Gambar 10.2). Kurva Lorenz (1) merupakan distribusi yang relatif tidak merata, sedang

kurva Lorenz (2) menunjukkan distribusi yang relatif tidak merata.

Beberap penilitaian yang dilakukan di Indonesia sebagian menunjukkan bahwa

Gini Coeffiecient utnuk perkotaan pada tahun 1964 – 1965 sekitar 0.31 pada tahun 1967

0.293, pada tahun 1969 – 1970 0.332 pada tahun 1990 tak berubah. Ini berati bahwa di

taun – tahun itu distribusi penghasilan di kota relatif tak merata; dipedesaan lebih

merata. (Lihat Tabel 10.1). Akan tetap ukuran itu tidak menujukkan tingkat kemiskinan

Walaupun demikian orang menyimpulak bahwa semakin tidak merata (yaitu semakin

besar Gini Coeffiecientnya) semakin banyak bagian penduduk yang miskin.

12

3
Prof.Sukanto Reksohadiprodjo, M. (2001). Ekonomi Perkotaan Edisi 4. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA.

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
A
% penghasilan

Kurva
A Lorenz

A1

Kurva
Lorenz
(1)

B % penduduk 100o C

Gambar 10.2
Estimasi Gini Coeffiecient

Tabel 10.1
Gini Coefficient di Indonesia, 1964 - 1970

Periode
1964 1967 1669-1970 1990
Daerah
0.328 0.263 0.309 0.31
Pedesaan
0.31 0.293 0.332 0.33
Perkotaan

Prof. Satogya mengatakan bahwa untuk mengukur kemiskinan dapat dipakai

kebutuhan fisik minimum. Berdasarkan penelitiannya orang desa setiap bulan

memerlukan kebutuhan equivalent dengan 20 kg beras; untuk orang kota 30 kg beras. Di

bawah itu orang dapat dimasukkan dalam kategori yang miskin. Sekali lagi pergertain

“miskin” disini relatif. Bagaimanapun juga masalah kemiskinan (kota) tidak berdiri

sendiri. Banyak Variabel yang mempengaruhi. Masalah rasial ada: nonpribumi yang

relatif tekun kaya dan golongan pribumi yang tak memperoleh akses atas sumber daya
13

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
(alam, modal, teknologi, informasi) relatif miskin. Ini Menimbulkan konflik rasial

(tragedi Jakarta 14/5/1998)4

2.8 Aspek Kemiskinan di Perkotaan


Menurut Konferensi Dunia Untuk Pembangunan Sosial di Kopenhagen 1995

(Kementerian Koordinator Bidang Kesra, 2002) kemiskinan dalam arti luas di negara-

negara berkembang memiliki wujud yang multidimensi yang meliputi sangat rendahnya

tingkat pendapatan dan sumberdaya produktif yang menjamin kehidupan

berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; keterbatasan dan kurangnya akses

kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya; kondisi tak wajar dan kematian

akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang

jauh dari memadai; lingkungan yang tidak aman; serta diskriminasi dan keterasingan

sosial.

Dalam hubungan ini Badan Pusat Statistik (BPS, 1992) mengemukakan

karakteristik rumahtangga miskin dapat dilihat dari jumlah pekerja dan tempat tinggal,

pemilikan dan penguasaan tanah (pertanian), tingkat pendidikan dan jam kerja kepala

rumah tangga, serta jenis dan status pekerjaan rumah tangga. Dikemukakan pertama-

tama bahwa rumah tangga miskin hanya mempunyai satu orang pekerja yang

menghasilkan pendapatan. Sebagian besar kondisi tempat tinggal mereka belum

memenuhi persyaratan kesehatan yang memadai.

Disamping itu jenis dan status pekerjaan kepala rumah tangga di pedesaan

sebagian besar adalah petani kecil atau buruh tani dan di perkotaan berupa usaha atau

kegiatan sendiri kecil-kecilan, terutama sektor informal baik yang legal maupun yang

ilegal. Sehubungan dengan itu, dari data statistik yang dikemukakan Badan Pusat

Statistik (BPS, 1992) dapat disimpulkan antara lain bahwa rumah tangga miskin di 14

4
Prof.Sukanto Reksohadiprodjo, M. (2001). Ekonomi Perkotaan Edisi 4. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA.
TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN
PROVERTY)
perkotaan yang kepala rumah tangganya berpendidikan SD dan Tidak Tamat SD

sebanyak 88,86% yang hampir sama saja dengan yang terdapat di pedesaan yaitu

sebanyak 96,12%. Selanjutnya mengenai rumah tangga miskin menurut sumber

penghasilan utama adalah di perkotaan sebanyak 23,71% pada sektor pertanian dan

76,29% pada sektor industri, bangunan dan jasa. Sedangkan di pedesaan rumah tangga

miskin yang berpenghasilan utama pertanian sebanyak 81,97% dan pada sektor industri

dan jasa sebanyak 18,03%.

Bank Dunia dalam suatu Dissemination Paper-nya (The World Bank, 2003)

tetang “Kota-kota Dalam Transisi: Tinjauan Sektor Perkotaan Pada Era Desentralisasi

di Indonesia”, antara lain mengemukakan tentang kondisi kemiskinan perkotaan di

Indonesia. Hal ini dapat disimpulkan pertama-tama bahwa hak masyarakat miskin

perkotaan terhadap tanah, rumah, infrastruktur dan pelayanan dasar, kesempatan kerja

dan mendapatkan pinjaman, pemberdayaan dan partisipasi, rasa aman dan keadilan

sangatlah terbatas sekali dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Lebih lanjut dikemukakan dalam laporan Bank Dunia tersebut tentang kondisi

berbagai aspek kemiskinan perkotaan di Indonesia, yang dapat diringkaskan dan

dimodifikasikan sebagaimana dikemukakan berikut ini.

1. Kepemilikan dan Akses Terhadap Tanah yang Sulit dan Sangat Terbatas

Penataan tanah perkotaan yang tidak jelas dan harga tanah yang tinggi

sangatlah menekan sehingga masyarakat miskin perkotaan menderita. Apalagi

sistem hak atas tanah yang kompleks dengan tujuh macam hak atas tanah dari hak

milik hingga hak guna sementara, serta biaya mendapatkan sertifikat tanah yang

relatif tinggi. Kesemuanya berakibat masyarakat miskin pada umumnya tinggal di 15

tempat yang ilegal atau pada lahan milik negara atau lainnya.

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
Kebanyakan keluarga miskin yang memiliki tanah hanya mempunyai hak

tradisional atas tanah, tidak mempunyai hak yang resmi. Sehingga mudah bagi

pemerintah atau proyek-proyek besar untuk menggusur mereka tanpa kompensasi

yang wajar atau memadai. Ditambah lagi dengan derasnya arus urbanisasi, ketiadaan

pekerjaan dan tekanan penghidupan menimbulkan terjadinya pemakaian tanah untuk

membangun rumah spontan dan gubuk secara liar, dan memunculkan daerah kumuh

untuk kehidupan dari keluarga miskin. Kesemuanya itu merupakan potret yang

umum terjadi di daerah pekotaan, terutama pada kota-kota besar.

2. Rumah Berfungsi Ganda serta Kepemilikannya Sangat Berisiko dan

Kebanyakannya Ilegal

Perumahan bagi masyarakat miskin, khususnya di perkotaan, bukan hanya

sebagai tempat berlindung tetapi juga merupakan aset, tempat berusaha/bekerja dan

sumber berpijak untuk memperoleh penghasilan yang tercermin antara lain berupa

bertumpuknya barang-barang bekas yang akan dijual. Namun demikian terdapat

keterbatasan mereka dalam melakukan pilihan lokasi atas rumah atau tempat

tinggalnya tersebut. Sehubungan dengan itu mereka terpaksa memilih diantara

beberapa alternatif lokasi yang terbatas dimana terdapat hambatan akses untuk

bekerja dan ketidakpastian dalam kepemilikan ditambah dengan kondisi lingkungan

bekerja yang tidak aman, yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, keselamatan dan

keamanan mereka. Seringkali terjadi bahwa kaum miskin itu membangun

penampungan dan gubuk di lahan kosong secara liar yang bukan di atas lahan

miliknya. Dan terhadap bangunan rumah/gubuk liar tersebut seringkali terjadi

penertiban dan penggusuran, sehingga berakibat keluarga miskin tersebut semakin


16
menderita.

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
3. Tingkat Pendidikan Keluarga Sangat Rendah dan Ketergantungan Hidup

Keluarga yang Besar

Sungguhpun tingkat pendidikan mereka sangat rendah, namun rumah tangga

perkotaan rata-rata berpendidikan relatif lebih baik dibandingkan dengan rumah

tangga pedesaan, disamping itu terdapat perbedaan yang tajam dalam tingkat

pendidikan antara keluarga kaya dengan keluarga miskin perkotaan.

Tingkat partisipasi sekolah dan kemampuan membaca masyarakat miskin

lebih tinggi di perkotaan (tertinggi di Jakarta) dibandingkan dengan yang terdapat di

pedesaan, namun tingkatan ini tidak otomatis ditentukan berdasarkan jenis dan

kondisi hunian. Dan, warga buta huruf lebih banyak terjadi pada masyarakat miskin

di beberapa kota tertentu dibandingkan dengan di daerah pedesaan.

4. Kondisi Lingkungan Buruk Yang Berisiko Penyakit dan Akses/Tingkat

Kesehatan Yang Sangat Rendah

Secara umum, masyarakat perkotaan memiliki akses yang relatif lebih besar

untuk mendapatkan fasilitas kesehatan. Namun tingkat kesehatan mereka belum

tentu lebih baik karena terdapatnya gizi yang buruk, tekanan lingkungan sanitasi

yang buruk, dan perilaku hidup yang tidak sehat. Dan bahkan seringkali pelayanan

dan tingkat kesehatan di wilayah miskin perkotaan tidak lebih baik, dan terkadang

lebih buruk daripada daerah pedesaan.

Dibandingkan dengan populasi keseluruhan secara umum dapat dikatakan

penghuni kawasan kumuh di perkotaan memiliki harapan hidup yang lebih pendek,

serta tingkat kematian ibu dan bayi yang lebih tinggi. Tambahan pula disini terdapat

berbagai masalah kesehatan seperti penyakit diare/disentri, kekurangan gizi dan


17
gangguan mental.

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
5. Status Pekerjaan Tidak Menentu dan Bekerja Seadanya Sebisa Mungkin Serta

Tingkat Pengangguran Yang Tinggi

Dari hasil survei dikemukakan bahwa status dan jenis pekerjaan penduduk

(miskin) tidaklah otomatis merupakan indikasi sesungguhnya dari keadaan

kemiskinan di perkotaan. Di sini status pekerjaan secara independen tidak bisa serta

merta dijadikan ukuran tingkat pendapatan yang rendah atau ukuran kriteria

kemiskinan. Dan ini lebih nyata tampak bahwa nereka yang bekerja di sektor

informal tertentu selama masa krisis moneter tahun 1997 dapat bertahan dan bahkan

lebih baik kondisinya daripada sektor formal, terutama pada bidang manufaktur

tertentu, yang bahkan banyak terjadi PHK terhadap para pekerjanya.

Dalam kaitan dengan status dan jenis pekerjaan tersebut pada berbagai

sektor lapangan kerja dilaporkan bahwa pengangguran di daerah perkotaan relatif

lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Dan tingkat pengangguran-

nya cenderung meningkat untuk kaum miskin (dan non miskin) dengan peningkatan

yang berhubungan dengan kondisi dan fasilitas pemukiman buruk yang tidak

menguntungkan.

6. Sangat Terbatasnya Akses ke Fasilitas Dasar Perkotaan

Kaum miskin perkotaan sangat kurang tercukupi kebutuhannya atas

pelayanan kebutuhan dasar mereka seperti air bersih, sanitasi, saluran air dan jalan

akses. Kondisi ini terjadi antara lain karena kurangnya bantuan dan penanganan

pemerintah, baik berupa pemeliharaan maupun investasi baru atas infrastruktur

lingkungan yang diperlukan masyarakat setempat.

Menurut hasil survai ternyata relatif lebih banyak rumah tangga di perkotaan
18
yang tidak memiliki akses air bersih dibandingkan rumah tangga di pedesaan.

Banyak di antara kaum miskin perkotaan yang terpaksa membeli air bersih, dan

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
bahkan mereka tergantung pada fasilitas air minum “swasta” yang lebih mahal.

Demikian pula dalam hal fasilitas toilet, kondisinya serba kurang dan menyedihkan,

meskipun tidak banyak bedanya antara di perkotaan dan di pedesaan.

Dalam hal pembuangan sampah, kebanyakan masyarakat miskin dan

pemukiman miskin menggunakan lahan terbuka, lubang-lubang atau saluran air. Ini

menyebabkan risiko kontaminasi terhadap air permukaan dan air tanah di daerah

perkotaan yang penduduknya padat. Selain menimbulkan polusi terhadap lingkungan

hidup, hal ini juga merusak keindahan kota dan menimbulkan bahaya banjir yang

selalu melanda pemukiman mereka sewaktu musim penghujan.

2.9 Upaya Penanggulangan Kemiskinan

Sesungguhnya tidak banyak bedanya upaya penanggulangan kemiskinan di

perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Namun karena cakupan, kondisi dan

tingkatnya yang agak berbeda satu sama lain, maka focus, sasaran dan penekanan

upaya penanggulangan kemiskinan tersebut dapat berbeda antara untuk daerah

perkotaan dan daerah pedesaan.

Pada awal-awal proses pembangunan bahkan hingga lima tahun Pelita

Kelima dimana penduduk miskin lebih terkonsentrasi di daerah pedesaan yang hidup

dari pertanian, maka program pembagunan pemerintah dalam upaya penanggulangan

kemiskinan di Indonesia lebih berorientasi dan terfokus kearah pedesaan tersebut.

Hal ini dilakukan dengan berbagai program dalam upaya penanggulangan

kemiskinan tersebut yang secara garis besar dapat disimpulkan menurut kelompok

yang dibedakan dalam empat hal (BPS, 1992), yaitu: Pertama, Program

Peningkatan Produksi Pertanian. Program ini dilakukan antara lain dengan


19
intensifikasi pemanfaatan lahan, penyaluran pupuk dan obat- obatan, kebijakan

penetapan harga gabah, dan sebagainya. Kedua, Program Pembangunan

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
Prasarana dan Sarana Fisik. Program ini meliputi pembangunan jalan penghubung

antar desa dan jalan lingkungan desa/kampung, sistem pembuangan sampah dan air

kotor, sistem drainase, distribusi listrik, instalasi air bersih, hidran umum, sarana

MCK, dan sebagainya. Ketiga, Program Pengembangan SDM bagi Penduduk

Miskin. Program ini antara lain berupa kesempatan memperoleh pendidikan dasar

(melalui program Inpres SD) dan akses pada pelayanan kesehatan (melalui

Puskesmas). Dalam program pendidikan bagi kelompok miskin ini juga didukung

dengan pengangkatan dan penataran guru, pengadaan buku sekolah, dan lain-lain.

Dan sejalan dengan itu juga diselenggarakan pelatihan ketrampilan terhadap tenaga

kerja. Sedangkan pengadaan kemudahan akses pelayanan kesehatan terutama

ditujukan pada upaya pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, dan pelayanan

pengobatan, terutama bagi masyarakat miskin. Keempat, Berbagai Program

Lainnya. Berbagai program lainnya dalam upaya penanggulangan kemiskinan ini

antara lain program transmigrasi, program padat karya dan program pengembangan

kawasan terpadu. Program kawasan terpadu ini kemudian diintegrasikan ke dalam

program IDT (Inpres Desa Tertinggal).

Oleh Kementrian Koordinasi Kesra dalam Dokumen Interim Strategi

Penanggulangan Kemiskinan (2002) semua upaya pemerintah melalui program-

program yang dikemukakan diatas disebutnya sebagai kebijakan dan program untuk

menanggulangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan dasar , yang meliputi: (a)

pangan, (b) pelayanan kesehatan dan pendidikan, (c) perluasan kesempatan kerja, (d)

bantuan sarana dan prasarana pertanian, (e) bantuan kredit usaha bagi masyarakat

miskin, dan (f) bantuan prasarana pemukiman kumuh di perkotaan.


20
Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa upaya pemerintah dalam

penanggulangan kemiskinan tersebut telah lebih diintensifkan sejak tahun 1994

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Pembangunan Prasarana Pendukung

Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembagan Kecamatan (PPK), Program

Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan pada saat krisis ekonomi telah

diluncurkan pula program Jaring Pengaman Sosial (JPS). 5

21

5
(t.thn.). Dipetik Desember 21, 2018, dari
https://www.bappenas.go.id/files/3513/5022/6052/04rustian__20091014131155__2259__0.pdf

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
BAB 3
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk

memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah. Kondisi

ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk

memenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan, sandang, maupun papan.

2. Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk permasalahan

multidimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun keempat bentuk

kemiskinan tersebut adalah (Suryawati, 2004):

1. Kemiskinan Absolut

2. Kemiskinan Relatif

3. Kemiskinan Kultural

4. Kemiskinan Struktural

3. Ciri-ciri kemiskinan yang hingga saat ini masih dipakai untuk menentukan

kondisi miskin adalah:

a. Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan

kerja, dan ketrampilan yang memadai.

b. Tingkat pendidikan yang relatif rendah

c. Bekerja dalam lingkup kecil dan modal kecil atau disebut juga bekerja

di lingkungan sektor informal sehingga mereka ini terkadang disebut

juga setengah menganggur

d. Berada di kawasan pedesaan atau di kawasan yang jauh dari pusat-pusat

pertumbuhan regional atau berada pada kawasan tertentu di perkotaan 22

(slum area)

e. Memiliki kesempatan yang relatif rendah dalam memperoleh bahan


TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN
PROVERTY)
kebutuhan pokok yang mencukupi termasuk dalam mendapatkan

pelayanan kesehatan dan pendidikan sesuai dengan standar

kesejahteraan pada umumnya.

4. Upaya penanggulangan kemiskinan secara garis besar dapat disimpulkan menurut

kelompok yang dibedakan dalam empat hal (bps, 1992), yaitu:

a. Pertama, Program Peningkatan Produksi Pertanian. Program ini

dilakukan antara lain dengan intensifikasi pemanfaatan lahan, penyaluran

pupuk dan obat- obatan, kebijakan penetapan harga gabah, dan sebagainya.

b. Kedua, Program Pembangunan Prasarana dan Sarana Fisik. Program ini

meliputi pembangunan jalan penghubung antar desa dan jalan lingkungan

desa/kampung, sistem pembuangan sampah dan air kotor, sistem drainase,

distribusi listrik, instalasi air bersih, hidran umum, sarana MCK, dan

sebagainya.

c. Ketiga, Program Pengembangan SDM bagi Penduduk Miskin. Program

ini antara lain berupa kesempatan memperoleh pendidikan dasar (melalui

program Inpres SD) dan akses pada pelayanan kesehatan (melalui Puskesmas).

Dalam program pendidikan bagi kelompok miskin ini juga didukung dengan

pengangkatan dan penataran guru, pengadaan buku sekolah, dan lain-lain.

d. Keempat, Berbagai Program Lainnya. Berbagai program lainnya dalam

upaya penanggulangan kemiskinan ini antara lain program transmigrasi,

program padat karya dan program pengembangan kawasan terpadu. Program

kawasan terpadu ini kemudian diintegrasikan ke dalam program IDT (Inpres

Desa Tertinggal). 23

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)
DAFTAR PUSTAKA

(t.thn.). Dipetik Desember 21, 2018, dari http://e-journal.uajy.ac.id/1756/3/2EP15294.pdf

(t.thn.). Dipetik Desember 21, 2018, dari


https://www.bappenas.go.id/files/3513/5022/6052/04rustian__20091014131155__2259__0.p
df

(2013, Desember). Dipetik Desember 21, 2018, dari


http://cinthyaparamitha.blogspot.com/2013/12/kemiskinan-di-perkotaan.html

Drs.Dyayadi, M. (2008). Tata Kota Menurut Islam ; Konsepp yang Ramah Lingkungan , Estetik, dan
Berbasis Sosial. Jakarta: KHALIFA ( Pustaka Al-Kautsar Grup).

Prof.Sukanto Reksohadiprodjo, M. (2001). Ekonomi Perkotaan Edisi 4. Yogyakarta: BPFE-


YOGYAKARTA.

24

TUGAS MASALAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN : KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN


PROVERTY)

Anda mungkin juga menyukai