Anda di halaman 1dari 31

ASAS-ASAS AKAD DALAM PRAKTIK EKONOMI ISLAM

(STUDI PEMIKIRAN WAHBAH AZ-ZUHAILI


DALAM KITAB AL-FIQH AL-ISLAMI WA ADILLATUHU

Dosen Pembimbing
Dr. Ibi Satibi, S.H.I., M.Si

Oleh:
Desi Wahyuni
NIM. 18208011006

PROGRAM STUDI MAGISTER EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Islam sebagai agama yang komprehensif memberikan aturan yang
jelas mengenai perikatan dan perjanjian untuk dapat diimplementasikan
dalam kehidupan.1 Sejumlah prinsip dan dasar-dasar mengenai pengaturan
perikatan dan perjanjian tertuang dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah yang
kemudian dikembangkan oleh para fuqaha sehingga membentuk hukum
perjanjian syariah. Kemampuan hukum Islam untuk bersosialisasi dalam
menghadapi perkembangan zaman dan kebutuhan umat manusia yang
senantiasa membutuhkan adanya kepastian hukum merupakan interaksi antara
syariat dengan kondisi masyarakat muslim.2
Setiap anggota masyarakat akan terlibat dengan perikatan dan
perjanjian yang lahir dari padanya dalam berbagai aspek kehidupan. Perikatan
dan perjanjian memfasilitasi setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan
kepentingannya yang tidak dapat dipenuhi sendiri tanpa bantuan orang lain.
Dengan demikian, perikatan dan perjanjian merupakan sarana hukum
terpenting yang dikembangkan untuk menjamin keamanan ekonomi dan
kestabilan masyarakat. Dan seiring dengan pertumbuhan institusi keuangan
dan bisnis syariah dewasa ini, transaksi muamalah dengan menggunakan
akad-akad syariah juga tumbuh dengan pesatnya. Hal ini tentu saja
membutuhkan ketegasan hukum yang mengikat dan menuntut justifikasi dari
aspek syariahnya.
Salah satu tokoh kontemporer mengupas semua permasalahan hukum
islam adalah wahbah az-zuhaili. Beliau merupakan seorang ulama fiqih
kontemporer, yang mana pemikirannya telah menyebar keseluruh dunia Islam
melalui kitab-kitab fiqhnya. Salah satu kitab beliau yang cukup fenomenal

1
Muhammad Kamal Zubair, Abdul Hamid, “Eksistensi Akad Dalam Transaksi Keuangan
Syariah”, Jurnal Hukum Diktum, Vol. 14, No. 1 (2016): 45-56.
2
S. Purnamasari, “Syariah Card (Telaah Hukum Akad/Perjanjian Perspektif Islam)”, At -
Taradhi Jurnal Studi Ekonomi, Vol. 3, No. 2, (2012): 147-158.

2
adalah kitab yang berjudul al-fiqh al-islami wa adillatuhu dan usul al-fiqh al-
islami. Kitab tersebut berisi fiqih perbandingan, terutama madzhab-madzhab
fiqih yang masih hidup dan diamalkan oleh umat Islam di seluruh dunia.
Secara umum pemikiran ekonomi wahbah zuhaili lebih menakankan
pada fiqh muamalah yang mencakup hukum transaksi keuangan, transaksi
jual beli, macam-macam akad jual beli, asuransi, khiyar, pasar keuangan,
zakat, riba, wakaf, jaminan, pengalihan utang, gadai, paksaan, dan
kepemilikan. Wahbah Az-Zuhaili dibesarkan di kalangan ulama-ulama
madzhab Hanafi, yang membentuk pemikirannya dalam madzhab fiqh,
walaupun bermadzhab Hanafi, namun beliau tidak fanatik dan menghargai
pendapat-pendapat madzhab lain, hal ini dapat dilihat dari bentuk
penafsirannya ketika mengupas ayat-ayat yang berhubungan dengan Fiqh.
Terlihat dalam membangun argumennya selain menggunakan analisis
yang lazim dipakai dalam fiqh juga terkadang menggunakan alasan medis,
dan juga dengan memberikan informasi yang seimbang dari masing-masing
madzhab, kenetralannya juga terlihat dalam penggunaan referensi, seperti
mengutip dari Ahkam al-Qur’an karya al-Jashshas untuk pendapat mazhab
Hanafi, dan Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubi untuk pendapat mazhab
Maliki. Adapun pemikiran ekonomi islam Wahbah Az-Zuhaili adalah sebagai
berikut;
Wahbah Al-Zuḥaili meyakini bahwa persoalan kontemporer
menyimpan beberapa masalah hukum yang belum dijelaskan oleh ulama
terdahulu. Dalam bidang ekonomi, misalnya; bunga bank, perjanjain asuransi
dan ketentuan polis, perjanjian pembagian keuntungan dan kerugian jual beli
barang yang realisasinya diberikan secara tempo, kegiatan ekspor impor,
sewa menyewa, jaminan pegadaian dan lain sebagainya. Sehingga dalam
kitabnya beliau mengupas permasalahan tersebut berdasarkan tafsir al-qur‟an
dan hadits mengkaji semua persoalan ekonomi kontemporer secara gamblang.
Pada makalah kali ini akan membahas tentang studi pemikiran
wahbah az-zuhaili mengenai asas-asas akad dalam ekonomi islam. Dimana,
asas-asas tersebut menjadi sebuah dasar dalam sebuah akad (perjanjian)

3
dalam melakukan sebuah transaksi. Adapun yang akan dibahas mengenai
biografi dan karya-karya wahbah az-zuhaili, unsur dan klasifikasi akad
perjanjian, dan asas-asas akad dalam ekonomi islam

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI WAHBAH AZ-ZUHAILI

Wahbah al-Zuḥaili adalah seorang guru besar di Syiria dalam bidang


keislaman, dan beliau juga merupakan seorang Ulama Fiqih kontemporer
peringkat dunia yang sangat terkenal.3 Wahbah az-Zuhaili dilahirkan pada 6
Maret 1932M / 1351 H, bertempat di Dair „Atiyah kecamatan Faiha, propinsi
Damaskus Suriah. Nama lengkapnya adalah Wahbah bin Musthafa Az-
Zuhaili, anak dari Musthafa Az-Zuhaili. Yakni, seorang petani yang
sederhana dan terkenal dalam keshalihannya.4 Sedangkan ibunya bernama
Hajjah Fatimah binti Mustafa Sa‟adah. Seorang wanita yang memiliki sifat
warak dan teguh dalam menjalankan syari‟at agama.5
Hidup dari kalangan keluarga petani dan pedagang senantiasa
memotivasi Wahbah kecil untuk selalu menuntut ilmu setinggi-tingginya.6
Lingkungan keluarganya yang mencintai agama, hafal Al-Qur‟an dan
mengaplikasikan sunah, serta berinteraksi dalam lingkungan yang religius,
mengantarkan Wahbah menjadi sosok yang berprestasi di bidang akademis.7
Di bawah bimbingan ayahnya, Az-Zuhaili menerima pendidikan
dasar-dasar agama Islam. Setelah itu, beliau sekolah di Madrasah Ibtidaiyah
di kampungnya, hingga jenjang pendidikan formal berikutnya. Gelar sarjana
diraihnya pada tahun 1953 di Fakultas Syariah Universitas Damsyik. Tahun
1956 beliau meraih gelar doktor dalam bidang Syari‟ah dari Universitas al-

3
Muhammad Khoiruddin, Kumpulan Biografi Ulama Kontemporer, (Bandung: Pustaka
Ilmu, 2003), h.102.
4
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008), h. 174.
5
Mohammad Mufid, Belajar dari Tiga Ulama Syam: Mustafa Az-Zarqa, Muhammad
said Ramadhan Al-Buthi, Wahbah Az-Zuhaili, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2015), h. 91.
6
Badi' al-Sayyid al-Lahham, “Wahbah alZuḥailī al-'alīm al-Faqīh al-Mufassir” dalam
'Ulamā wa Mufakkirūn Mu'āṣirūn, Lamḥah Min Hayātihim wa Ta'rīf bi Mu'allafātihim, bagian
XII, cet. 1 (Damaskus: Dar al-Qalam, 2001), h. 12.
7
Ghofur dan Saiful Amin, Mozaik Mufassir Al-Qur an, (Yogyakarta: Kaukaba, 2013),
h.137.

5
Azhar, Kairo.8 Selama belajar di al-Azhar, Wahbah az-Zuḥaili pun belajar di
Universitas Ain Syams pada Fakultas Hukum (al-Ḫuqûqi) dan selesai dengan
nilai jayyid pada 1957. Wahbah az-Zuḥaili pun berhasil mendapatkan
diploma Magister dari Fakultas Hukum Universitas Kairo pada 1959. 9 Pada
1963, Wahbah az-Zuḥaili berhasil mendapatkan gelar doktor dengan
yudisium summa cumlaude. Ketika itu dia menulis disertasi dengan judul
Aṡâr al-Harb fî al-Fiqh al-Islâmî: Dirâsah Muqâranah baina alMaḍâhib at-
Tasmâniyyah wa al-Qanûn ad-Daulî al-‘Am (Efek Perang dalam Fikih Islam:
Studi Komparatif antara Delapan Mazhab dan Hukum Internasional
Umum).10 Diseretasi tersesbut kemudian direkomendasikan untuk dibarter
dengan universitas-universitas asing.11
Wahbah az-Zuḥaili mulai mengajar di Universitas Damaskus pada
tahun 1963. Beliau diangkat menjadi dosen di fakultas Shari‟ah Universitas
Damaskus dan menjadi wakil dekan secara berturut-turut, kemudian menjadi
Dekan, dan menjadi ketua jurusan Fiqh al-Islami wa Madzahabih di fakultas
yang sama. Beliau mengabdi selama lebih dari tujuh tahun, dan menjadi
professor pada tahun 1975.12 Beliau dikenal sebagai seorang yang ahli dalam
bidang Fiqih, Tafsir dan Dirasah Islamiyah.
Sebagai seorang guru besar, beliau seringkali menjadi dosen tamu di
sejumlah Universitas di negara-negara Arab, seperti pada fakultas Shari‟ah,
serta fakultas Adab Pasca sarajana di beberapa tempat, yaitu Universitas
Khurtumi, Universitas Ummu Darman, Universitas Afrika yang ketiganya
berada di Sudan.
Dalam kesehariannya az-Zuḥaili banyak disibukkan dengan kegiatan
mengajar, menulis, memberikan fatwa, memberikan seminar, serta dialog-
dialog di dalam ataupun di luar Syria. Az-Zuhaili banyak dikenal sebagai

8
Mohammad Mufid, Belajar dari Tiga Ulama Syam..., h. 91
9
Arif Munandar Riswanto, Buku Pintar Islam, (Bandung: Mizan Pustaka, 2010), h. 462.
10
Ardiansyah, Pengantar Penerjemah, dalam Badi al-Sayyid al-Lahham, Sheikh Prof.
Dr. Wahbah al-Zuḥailī: Ulama Karismatik Kontemporer – sebuah Biografi, ( Bandung:
Citapustaka, Media Perintis, 2010), h.13
11
Mohammad Mufid, Belajar dari Tiga Ulama Syam..., h. 91.
12
Wahbah al-Zuḥailī, Al-Tafsīr al-Munīr fī al- ‘Aqīdah wa al-Sharī’ah wa al-Manhaj,
(Damaskus: Dār al-Fikr, 1998), h.34.

6
ulama yang memiliki pemahaman luas dalam bidang fiqh dan usul fiqh.13
Disamping itu, beliau juga turut memberikan khutbah Jum‟at sejak tahun
1950 di masjid Uthman, di Damshiq, dan masjid al-Iman di Dar „Atiyah,
beliau juga menyampaikan ceramah di masjid, radio dan televisi serta seminar
dalam segala bidang keilmuan Islam.14

B. KARYA INTELEKTUAL WAHBAH AZ-ZUHAILI


Wahbah Al-Zuḥaili sangat produktif menulis. Mulai dari diktat
perkuliahan, artikel untuk majalah dan koran, makalah ilmiah, sampai kitab-
kitab besar yang terdiri atas enam belas jilid, seperti kitab Tafsīr AlMunīr. Ini
menyebabkan Wahbah al-Zuḥailī juga layak disebut sebagai ahli tafsir.15
Bahkan, ia juga menulis dalam masalah aqidah, sejarah, pembaharuan
pemikiran Islam, ekonomi, lingkungan hidup, dan bidang lainnya, yang
menunjukkan kemultitalentaannya dan multidisiplinernya.16
Wahbah al-Zuhaili banyak menulis buku, kertas kerja dan artikel
dalam berbagai ilmu Islam. Buku-bukunya melebihi 200 buah buku dan jika
digabungkan dengan tulisan-tulisan kecil melebihi lebih 500 judul. Satu usaha
yang jarang dapat dilakukan oleh ulama saat ini, wahbah al-zuhaili diibarat
sebagai al-Suyuti kedua (al-Sayuti al-Sani) pada zaman ini jika dipadankan
dengan Imam al-Sayuti.17 Diantara buku-bukunya adalah:
1. Dalam Bidang al-Qur‟an dan „Ulum alQur‟an
a. Al-Tafsīr al-Munīr fi al-'Aqīdah wa asySyarī'ah wa al-Manhaj.
b. Al-Tartīl at-Tafsīr al-Wajīz 'ala ḥamsy al-Qur'ān al-'Aẓim wa
Ma'ahu

13
Mohammadun, “Wahbah Al-Zuḥailī Dan Pembaruan Hukum Islam”, Mahkamah:
Jurnal Kajian Hukum Islam, Vol. 1, No. 2, (2016): 232-243.
14
Ardiansyah, Pengantar Penerjemah, dalam Badi al-Sayyid al-Lahham..., 15.
15
Iskandar, “Model Tafsir Fiqhi: Kajian Atas Tafsîr Al-Munir Fi Al-„Aqidah Wa Al-
Syari‟ah Wa Al-Manhaj Karya Wahbah Az-Zuhaili”, Jurnal Mazahib, Vol.10, No. 2, (2012): 72-
78.
16
M. Alim Khoiri, “Kedudukan Qaul Sahabat Dalam Istinbat Hukum Islam Analisis
Komparatif Pemikiran Ibnu Hazm Dan Wahbah Az-Zuhaili : The Position Of Qaul Sahabat In
Istinbat Of Islamic Law The Comparative Analysis Of Ibnu Hazm And Wahbah Az-Zuhaili’s
Thought”, Jurnal SMART (Studi Masyarakat, Religi, dan Tradisi), Vol. 2, No. 2, (2016): 225-236.
17
Mohammadun, “Wahbah Al-Zuḥailī ...., h. 232-243.

7
c. Al-Tafsīr al-Wajīz wa Mu'jam Ma'āni al-Qur'ān al-'Azīz
d. Al-Qur'ān al-Karīm-Bunyātuhu atTasyrī'iyah wa Khaṣāiṣuhu
alHaḍāriyah.
e. Al-'Ijāz al-'Ilmi fi al-Qur'ān al-Karīm
f. Asy-Syar'iyyah al-Qirā'at alMutawātirah wa Aṡāruha fi ar-Rasm
alQur'āni wa al-Aḥkām
g. Al-Qiṣsaḥ al-Qurā'niyyah.
h. Al-Qiām al-Insāniyyah fi al-Qur'ān alKarīm
i. Al-Qur’ān al-Wajīz-Sūrah Yāsin wa Jūz 'Amma
2. Dalam Bidang Fiqh dan Usul Fiqh
a. Aṡār al-ḥarb fi al-Fiqh al-Islāmi
b. Uṣūl al-Fiqh al-Islāmi 1-2
c. Al-'Uqūd al-Musamāh fi Qanūn alMu'āmalāt al-Madāniyyah al-
Imārati
d. Al-Fiqh al-Islāmi wa Adilatuhu al-Jūz at-Tāsi' al-Mustadrak
e. Al-Fiqh al-Islāmi wa Adilatuhu (10 jilid)18
f. Naẓariyat al-Ḍamān au Aḥkām alMas'ūliyyah al-Madāniyyah wa al-
Jināiyyah
g. Al-Wajīz fi Uṣūl al-Fiqh
h. Al-Waṣāyā wa al-Waqaf fi al-Fiqh alIslāmi
i. Al-Istinsākh jadl al-'Ilm wa ad-Dīn wa al-Akhlāq
j. Naẓriyat al-Ḍarūrah al-Syar'iyyah19
k. At-Tamwīl wa Sūq al-Awrāq al-Māliyah - al-Būrṣah
l. Khiṭābāt al-ḍamān
m. Bai' al-Ashām

18
Kitab al-Fiqh al-Islamī wa Adillatuh merupakan sebuah kitab fiqh agung zaman
modern ini, yang masyhur menjadi telaah para ulama dan rujukan di pusat-pusat pengajian Islam.
Kitab yang dianggap sebagai sebuah ensiklopedia fiqh dan perundangan Islam saat ini.
19
Dalam kitab ini ini al-Zuḥaili sendiri ketika membahas al-ḍarūrah selalu
mengaitkannya dengan term al-ḥājah. Namun secara teoritis al-Zuḥaili memposisikan al-ḥajah
sebagai turunan dari keberadaan al-ḍarurah. Hal ini dapat dilihat dari pemetaan beliau tentang
kaidah-kaidah yang berhubungan dengan konsep al-ḍarurah. Al-Zuḥaili, Naẓariyah al-ḍarūrah al-
syar’iyah, 72, 159, 165, 170,172, 173. lihat juga dalam karya beliau atTamwīl wa sūq al-awrāq al-
māliyah, cet ke-1 (Damskus: Dar al-Maktaby, 1997), h.8.

8
n. Bai' at-Taqsīṭ
o. Bai' al-Dain fi al-Syāri'ah alIslāmiyyah
p. Al-Buyū' wa Aṡāruha al-Ijtimā'iyyah alMu'āṣirah
q. Al-Amwāl allati Yasiḥḥu Waqfuha wa Kaifiyat ṣarfiha
r. Asbāb al-Ikhtilāf wa Jihāt an-Naẓr alFiqhiyyah
s. Idārah al-Waqf al-Khairi
t. Aḥkām al-Mawād an-Najsah wa alMuhramah fi al-Gażā' wa ad-
Dawā'
u. Aḥkām at-Ta'āmul ma'a al-Maṣārif alIslamiyyah
v. Al-Ijtihād al-Fiqhi al-ḥadīṡ Munṭalaqātuhu wa Itijāhātuhu
w. Al-Ibrā' min ad-Dain
x. Ad-Dain wa Tufā'iluhu ma'a al-ḥayāh
y. Al--Żarā'i' fi as-Siyāsah asy-Syar'iyyah wa al-Fiqh al-Islāmi
z. ṣūr min 'Urūḍ at-Tijārah al-Mu'āṣirah wa Aḥkām al-Zakāh
aa. Al-'Urf wa al-'Adāh
bb. Al-'Ulūm asy-Syar'iyyah baina alWaḥdah wa al-Istiqlāl
cc. Al-Mażhab asy-Syāfi'i wa Mażahabuhu al-Wasīṭ baina al-Mażāhib
alIslāmiyyah
dd. Nuqāṭ al-Iltiqā' baina al-Mażāhib alIslāmiyyah
ee. Al-Mas'ūliyyah al-Jinā'iyyah li Maraḍi al-Jinsi al-Īżar
ff. Manāhij al-Ijtihād fi al-Mażahib alMukhtalifah
gg. Al-ḥadīṡ al-'Alāqāt ad-Dauliyyah fi alIslām Muqāranah bi al-Qanūn
ad-Dauli
hh. Ar-Rakhṣ asy-Syar'iyyah
ii. Tajdīd al-Fiqhi al-Islāmi
jj. Al-Fiqh al-Māliki al-Yasr jūz 1,juz2
kk. ḥukm Ijrā' al-'Uqūd bi Wasā'il al-It iṣāl al-ḥādiṡah
ll. Zakāt al-Māl al-'Ām
mm. Al-'Alāqāt al-Dauliyyah fi al-Islām
nn. 'Ā'id al-Istiṡmār fi al-Fiqh al-Islāmi
oo. Tagayyur al-IjtihĀd

9
pp. Taṭbīq asy-Syāri'ah al-Islāmi
qq. Uṣūl al-Fiqh wa Madāris al-Baḥṡ fihi
rr. Bai' al-'Urbūn
ss. Al-Taqlīd fi al-Mażāhib al-Islāmi 'inda as-Sunnah wa al-Syī'ah
tt. Uṣūl at-Taqrīb baina al-Mażāhib alIslāmiyyah
uu. Aḥkām al-Ḥarb fi al-Islāmi wa Khaṣāiṣuha al-Insāniyah
vv. Ijtihād at-Tabi'īn
ww. Al-Bā'iṡ 'ala al-'Uqūd fi al-Fiqh alIslāmi wa Uṣūlihi
xx. Al-Islām Dīn al-Jihād lā al-'Udwān
yy. Al-Islām Dīn asy-Syūrā wa adDīmuqrāṭiyyah20
3. Karya-Karya di Bidang hadits dan 'Ulum al-ḥadis
a. Al-Muslimīn as-Sunnah an-Nabawiyyah asy-Syarīfah, ḥaqīqatuhā
wa Makānatuha 'inda Fiqh as-Sunnah anNabawiyyah.
4. Karya-Karya Wahbah al-Zuḥaili di Bidang Aqidah Islam
a. Al-Imān bi al-Qaḍa' wa al-Qadr
b. Uṣūl Muqāranah Adyān al-Bad'i al-Munkarah
5. Karya-Karya Wahbah al-Zuḥaili di Bidang Dirāsah Islāmiyyah
a. Al-Khaṣāiṣ al-Kubrā li Huqūq al-Insān fi al-Islām wa Da'āim
adDimuqrāṭiyyah al-Islāmiyyah
b. Al-Da'wah al-Islāmiyyah wa Gairu alMuslimīn, al-Manhaj wa al-
Wasīlah wa al-Hadfu
c. Tabṣīr al-Muslimīn li Goirihim bi alIslāmi, Aḥkāmuhu wa
ḍawābiṭuhu wa Adābuhu
d. Al-Amn al-Gażā'i fi al-Islām
e. Al-Imam as-Suyūṭi Mujadid ad-Da'wah ila al-Ijtihād
f. Al-Islām wa al-Imān wa al-Iḥsān
g. Al-Islām wa Taḥdiyāt al-'Aṣri, atTaḍakhum an-Naqdi min al-Wajhah
asy-Syar'iyyah
h. Al-Islām wa Gairu al-Muslimīn
20
Karya ini diajarkannya di beberapa Universitas di Sudan, Pakistan dan
lainnya.Karyanya yang lain yaitu Uṣūl al-Fiqh al-Islami, diajarkan alZuḥaili pada Universitas
Islam di Madinah dan Riyad.

10
i. Al-Mujaddid Jamāluddīn al-Afgāni wa Iṣlāḥātuhu fi al-'alām al-
Islāmi
j. Al-Muharramāt wa Aṡarūha as-Sai'ah 'ala al-Mujtama'
k. Al-Da'wah 'ala Manhāj an-Nubuah
l. Ṭarīq al-Hijratain wa Bab alSa'ādatain
m. Al-Usrah al-Muslimah fi al-'Alām alMu'āṣir
n. Haq al-Hurriyyah fi al-'Ālam
o. Al--Ṡaqāfah wa al-Fikr
p. Al-Qīm al-Islāmiyyah wa al-Qīm alIqtiṣādiyyah
q. Ta'adud al-Zaujah - al-Mabda' wa anNaẓriyyah wa al-Taṭbīq
r. Manhaj al-Da'wah fi al-Sīrah alNabawiyyah
s. Al-'llm wa al-Imān wa Qaḍayā alSyabāb
t. Żikr Allah Ta'āla
u. Rūh al-Zamān juz 1 Al-'Aṣāb
Karya intelektual Al-Zuḥaili lain adalah berupa jurnal ilmiah dan
majalah-majalah yang diterbitkan di berbagai negara. Dari kesekian banyak
karya Wahbah Az-Zuḥaili ini, nampak karya Az-Zuḥaili dalam bidang fiqih
lebih dominan di banding dengan karya-karyanya yang lain.

C. UNSUR DAN KLASIFIKASI AKAD PERJANJIAN


Unsur akad dalam perspektif fikih memiliki empat dasar yang harus
dipenuhi setiap akad, yaitu pertama, para pihak yang bertransaksi. kedua,
obyek akad. ketiga, substansi (materi) akad. keempat, rukun akad.21 Setiap
unsur akad memiliki persyaratan yang harus dipenuhi agar akad itu dianggap
sahih dan valid. Menurut wahbah az-zuhaili akad memiliki makna pertemuan
antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara' sehingga menimbulkan
akibat hukum terhadap objeknya.22 Terdapat tiga syarat terjadinya transaksi
dalam ijab dan qabul, diantaranya adalah sebagai berikut;

21
Mustafa Ahmad al-Zarqa, al-Madkhal al-Fiqh al-‘Am, (Beirut: Dar al-Qalam, 1998), h.
379-380
22
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5 (Jakarta, Gema Insani, 2011), h.
32

11
1. Legalitas Pelaku Transaksi
Maksud dari legalitas pelaku transaksi dalam berakad disini
haruslah berakal dan mumayyiz sehingga mengetahui apa yang dikatakan
dan diputuskan secara benar. Ijab dan qabul yang dilakukan oleh orang
gila dan anak-anak yang belum mumayyiz dianggap tidak sah karena
sebuah akad haruslah ada keterikatan antara kedua belah pihak.23 Kata-
kata, tulisan, isyarat, dan sejenisnya harus dapat dinyatakan serta
dibuktikan dengan jelas sesuai dengan kesepakatan dan dapat dimengerti
oleh semua pihak yang melakukan transaksi. Sehingga bukti tersebut
haruslah keluar dari orang yang mumayyiz. 24
2. Hendaknya Pernyataan Qabul Sesuai Dengan Kandungan
Pernyataan Ijab
Pernyataan tersebut dapat dianalogikan dalam transaksi jual beli.
Maksudnya disini penjual haruslah menjawab setiap hal yang harus
dikatakan dan mengatakannya dengan kejujuran.25 Jika seorang
mengatakan kepada pembeli, “ saya jual ini kepadamu dua kai ini dengan
harga seribu lira”, lalu pembeli menjawabnya “ saya ambil salah satu
baju”, dengan menunjuk salah satu dari baju tersebut, maka akad
semacacam tersebut tidak sah.26 Sebabnya, hal tersebut memecah
kesputusan yang dibuat oleh penjual, sedangkan pembeli tidak berhak
untuk memutuskannya.

3. Ijab Dan Qabul Dilakukan Di Satu Tempat


Hendaknya ijab dan qabul dilakukan di satu tempat. Konkretnya,
kedua pelaku transaksi hadir bersama di tempat transaksi, atau transaksi
dilangsungkan di suatu tempat dimana semua pihak mengetahui apa yang
menjadi pernyataan ijab.

23
Sayid sabiq, Fiqh Sunnah juz 4, (Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara, 2009), h. 38
24
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5.., h. 38
25
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Biru Algensindo, 2010), h. 281-282
26
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5.., h. 39

12
Akad secara garis besar berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini
berdasarkan asas, tujuan, ketentuan, sifat dan hukum-hukum yang ada dalam
akad-akad itu sendiri. Dalam kitab al-fiqh al-islami wa adillatuhu terdapat
banyak bentuk-bentuk akad yang kemudian dapat dikelompokkan dalam
berbagai variasi jenis-jenis akad. Adapun macam-macam akad dapat
digolongkan sebagai berikut;
a) Akad Jual Beli
Dilihat dari barang yang dipertukarkan, maka akad jual beli
dapat dibagi menjadi empat macam,27 yaitu;
Pertama, sistem barter, yaitu pertukaran benda tertentu dengan
bena yang lain (bay’ul ‘ain bil ‘ain), seperti menukar barang dagangan
dengan barang dagangan lainnya, seperti menukar pakaian dengan
gandum dan lainnya. 28
Kedua, akad jual beli, yaitu menjual benda tertentu dengan
benda tidak tertentu (bay’ul ‘ain bid dain) seperti menjual barang
dengan harga mutral yaitu dinar dirham, atau menjualnya dengan fulus
(uang logam yang disepakati oleh masyarakat sebagai mata uang untuk
bertransaksi), atau menjualnya dengan barang yang ditakar atau yang
ditimbang berada dalam tanggungan sifat-sifat yang disepakati, atau
menjualnya dengan barang yang dijual secara bijian yang berada dalam
tanggungan. 29
Ketiga, akad sharf, yaitu pertukaran mata uang dengan mata
uang lainya baik satu jenis maupun lain jenis, seperti uang dolar dengan
uang rupiah atau uang rupiah dengan uang ringgit. 30
Keempat, akad salam (memesan barang), yaitu menjual barang
tidak tentu dengan lain yang tertentu (bay’ud dain bil’ain). Benda yang
dipesan merupakan barang yang dijual dan merupakan barang tidak

27
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5...h. 238
28
Rahmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 73.
29
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 238.
30
Wahbah Al-Zuhaili, Fiqh Islami wa Adillatuh..., h. 636., baca juga Abd. Al-Rahman
Al-Jazairi, Al-Fiqh’ Ala Al- Madzahib Al-Arba’ah, (Bairut: Dar Al-Kutub AlIlmiyah, 2006), h.
505., Veithzal Rivai dan Arvian Arifin, Islamic Banking,(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.396.

13
tentu. Sedangkan modal merupakan harga yang dapat berupa benda
tertentu atau benda tidak beretentu, tetap modal tersebut harus
diserahkan dalam majelis sebelum kedua belah pihak berpisah,
sehingga berubah menjadi barang tertentu.31
Selain pembagian diatas, dilihat dari bentuk harganya akad jual
beli dapat dibagi menjadi empat macam;
a. Murabahah, yaitu pertukaran barang dengan harga sesuai dengan
harga pertama ditambah dengan keuntungan tertentu.32
b. Tawliyah, yaitu pertukaran dengan harga sesuai dengan harga awal
(modal) tanpa tambahan dan pengurangan apapun.33
c. Wadhi’ah, yaitu pertukaran dengan harga sesuai dengan harga awal
dengan mengurangi sedikit dengan kerugian tertentu.
d. Musawamah, yaitu pertukaran barang dengan harga yang
disepakati oleh kedua belah pihak yang melakukan akad, karena
pada umumnya penjual selalu menyembunyikan jumlah modalnya.
Inilah sistem jual beli yang umum digunakan saat ini.
Akad jual beli juga dapat dibagi menjadi bebrapa jenis yang
lain, sepeti akad istishna’ yang telah dikenal sejak lama, yaitu menjual
barang sebelum barang itu dibuat. Ada juga akad dhaman yaitu menjual
buah ketika masih dipohon.34 Adapun berikut ini penjelasan mengenai
akad salam, istishna’, sharf, jizaf, murabahah, tauliyah, dan wadhi’ah;
1) Akad Salam
Akad salam merupakan sebuah akad dari pengecualian
kaidah umum yang tidak memperbolehkan menjual sesuatu yang
belum diketahui. Hal tersebut diperbolehkan dikarenakan akad
tersebut dapat memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Dengan

31
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 239.
32
As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Jilid III, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t,), h. 126., baca juga
Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta : UII Prees, 2005), h. 14., dan Ibnu Rusyd, Bidayatul
Mujtahid wa Nihayatul Mugtashid, (Beirut : Lebanon : Dar alKutub Al-Ilmiyah, tt), h. 293.
33
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 239
34
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 239

14
demikian, akad salam adalah (rukhsah) bagi masyarakat dan untuk
memudahkan mereka dalam mencukupi kebutuhan.35
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, salam adalah jasa
pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembiayaannya
dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang.36 Fuqaha
Syafi‟iyah dan Hanbali mendefinisikan jual beli salam adalah Akad
yang disepakati dengan menentukan ciri-ciri tertentu dengan
membayar harganya lebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian dalam suatu majlis akad.37
Dalam menggunakan akad salam, hendaknya menyebutkan
sifat-sifat dari objek jual beli salam yang mungkin bisa dijangkau
oleh pembeli, baik berupa barang yang bisa ditakar, ditimbang
maupun diukur.38 Disebutkan juga jenisnya dan semua identitas
yang melekat pada barang yang dipertukarkan yang menyangkut
kualitas barang tersebut. Jual beli salam juga dapat berlaku untuk
mengimport barang-barang dari luar negeri dengan menyebutkan
sifat-sifatnya, kualitas dan kuantitasnya. Penyerahan uang muka
dan penyerahan barangnya dapat dibicarakan bersama dan biasanya
dibuat dalam suatu perjanjian. Dalam dunia bisnis modern, bentuk
jual beli salam dikenal dengan pembelian dengan cara pesan
(indent).39 Tujuan utama dari jual beli pesanan adalah untuk saling
membantu dan menguntungkan antara konsumen dengan produsen.
2) Akad Istishna’
Akad istishna‟ adalah akad yang dilakukan oleh pembuat
barang untuk membuat barang tertentu dimana bahan bakunya
berasal dari pembuat seperti membuat tempat sepatu, lemari, rak

35
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 238
36
Pasal 20 ayat (34).
37
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah V Mujahidin Muhayan, (Jakarta: Cakrawala Publishing,
2009), h. 217
38
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 239, baca juga Ibrahim
bin Sumaith, Fikih Islam, (Bandung : Al- Biyan, 1998), h. 148
39
Syaikh Al-Allamah Muhammad, Fiqh Empat Mazhab, (Bandung: Hasmini, 2010), h.
246.

15
buku dengan syarat memberikan informasi spesifikasi mengenai
barang yang dipesan sehigga tidak ada kesamaran sama sekali.
40
Akad tersebut diperbolehkan dalam syariat karena adanya
kebutuhan masyarakat dan sudah menjadi adat istiadat oleh semua
masyarakat. Adapun akad istishna’ ini merupakan sebuah bisnis
yang mendatangkan keuntungan bagi penjual (pembuat barang) dan
untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan orangyang memesan
barang. Oleh karena itu, faktor pendorong adanya akad istihna‟
adalah kebutuhan pemesan barang.41
3) Sharf (Jual Beli Uang)
Secara bahasa, sharf berarti tambahan. Karenanya ibadah
nafilah (sunnah) dinamakan pula sharf, karena ia merupakan
tambahan. Nabi muhammad saw bersabda, “barang siapa yang
menisbahkan dirinya pada selain ayah kandungnya, maka allah
tidak akan menerima sharf (amalan sunnah) dan adl (amalan
sunnah).”42
Secara istilah sharf adalah bentuk jual beli naqdain baik
secara jenis maupun tidak sepeti jul beli emas dengan emas, perak
dengan perak, atau emas dengan perak, dan baik telah berbentuk
perhiasan maupun mata uang.43
Transaksi tersebut diperbolehkan, karena Nabi saw
membolehkan jual beli komoditas ribawi satu sama lainnya ketika
jenisnya sama dan ada kesamaan ukuran, atau jenisnya berbeda
walaupun ada keidaksamaan ukuran dengan syarat
44
diserahterimakan dari tangan ketangan (kontan). Secara umum,

40
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 268
41
Mardani, Ayat-Ayat Dan Hak Ekonomi Syariah, (Jakarta : Rajawali Press, 2011), h. 62
42
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 279
43
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh’ Al-Islami wa Adillatuh, (Damsyik: Dar Al-Fikr, 1985), h.
636. Baca juga Abd. Al-Rahman Al-Jazairi, Al-Fiqh’ Ala Al- Madzahib Al-Arba’ah, (Bairut: Dar
Al-Kutub AlIlmiyah, 2006), Cet. III, h. 505.,dan Ibn Maudud Al- Maushuli, Al- Ikhtiyar Li-Ta’lil
Al-Mukhtar, (Al-Maktabah Al-Syemelah), juz 1, h. 15. Serta Veithzal Rivai dan Arvian Arifin,
Islamic Banking,(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 396.
44
QS. al-Baqarah ayat 275

16
syarat-syaratnya yaitu adanya serah terima antara kedua belah
pihak sebelum berpisah diri, adanya kesamaan ukuran, terbebas
dari hak khiyar, dan diilakukan tanpa adanya penangguhan.45
4) Akad Jizaf (Jual Beli dengan Taksiran)
Transaksi dengan jenis ini sering terjadi dalam interaksi
kehidupan sehari-hari. Kata jizaf berasal dari bahasa persia yang
dijadikan bahasa arab.46 Akad jizaf merupakan sebuah akad dalam
melakukan suatu transaksi anat sesuatu tanpa ditakar, ditimbang,
atau dihitung secara satuan, tetapi hanya dikira-kira dan diitaksir
setelah menyaksikan atau melihat barangnya.47 Syaukani
mengartikan jenis transaksi ini dengan pembelian apa saja yang
tidak dketahui kadarnya secara rinci. Adanya persetujuan nabi
Muhammad saw terhadap perbuatan para sahabat yang melakukan
transaksi jizaf. Akan tetapi, beliau melarang mereka melakukan

                 

                    

           
Artinya: orang-orang yang Makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
[174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih
yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan
barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan
demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang
dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat
Arab zaman jahiliyah.
[175] Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang
kemasukan syaitan.
[176] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak
dikembalikan.
45
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 279
46
Ibnu Mandhur, Lisaanul ‘Arab, (Kairo: Darut taufiiqiyyah lit turaats, 2009) h..323
47
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 290

17
sesuatu sebelum terjadinya serah terima dan melunasi
pembayarannya.
Jual beli jizaf itu sah jika kedua barang dari dua jenis yang
berbeda. Jika keduanya sejenis, maka tidak boleh karena akadnya
mengandung riba. Hal itu karena tidak adanya pengukuran dengan
takaran atau timbangan bisa menyebabkan adanya penambahan dan
pengurangan.
5) Bay’ul Amanah : Murabahah, Tawliyah, dan Wadhi’ah
Jual beli murabahah adalah menjual barang sesuai dengan
harga pembelian, dengan menambahkan keuntungan tertentu. Jual
beli ini merupakan transaksi yang diperbolehkan oleh syariat dan
merupakan bentuk jual beli amanah atau kepercayaan.48 Syarat-
syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi murabahah adalah;
mengetahui harga pertama (harga pembelian),49 mengetahui jumlah
keuntungan yang diminta oleh penjual, modal yang dikelurkan
hendaknya berupa barang mitsliyat (barang yang memiliki varian
serupa), dan transaksi yang pertama hendaknya sah.50
Jual beli tawliyah adalah menjual barang sesuai dengan
modal yang dikeluarkan, tanpa mengambil keuntungan sedikitpun.
51
Seolah-olah penjual hanya ingin memidahkan barang
dagangannya yang telah dibelinya. 52
Menurut jumhur Hanafiyah, Syafi‟iah dan Ad-Dardiri
dari Malikiah tidak boleh jual beli tauliyah pada barang yang bisa
berpindah sebelum barang tersebut berada ditangan pembeli. Akan
tatapi ulama‟ malikiah memperbolehkanya pada makanan. Dan
syarat sebelum penyerahan ini hendaknya antara penjual dan
pembeli sudah menentukan harga barang, waktu penyerahan, dan

48
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 358
49
Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta: UII Pers, 2005), h. 35-37
50
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 359
51
Ahmad Mukhtar Umar, Mu’jam Al-Lughah Al-‘Arobiyah AL-Mu’asiroh , (Kairo,
„Alam Al-Kutub, 2008), h. 2498
52
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 359

18
lain lain. Da menurut hanabilah hal tersebut di perbolehkan asal
barang sudah ditentukan.53
Jual beli wadhi’ah adalah mejual barang dagangan sesuai
dengan harga yang di keluarkan dengan memberikan sedikit
potongan-potongan tertentu.
b) Akad Qard (pinjaman Uang)
Secara istilah, menurut Hanafiyah qardh adalah harta yang
memiliki kesepadanan yang anda berikan untuk anda tagih kembali.
Atau dengan kata lain, suatu transaksi yang dimaksudkan untuk
memberikan harta yang memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk
dikembalikan yang sepadan dengan itu (harta yang dipinjam).54
Madzhab-madzhab yang lain mendefinisikan qardh sebagai bentuk
pemberian harta dari seseorang (kreditur) kepada orang lain (debitur)
dengan ganti harta sepadan yang menjadi tanggungannya (debitur),
yang sama dengan harta yang diambil, dimaksudkan sebagai bantuan
kepada orang yang diberikan saja. Harta tersebut mencakup harta
mitsliyat, hewan, dan barang dagangan.
Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa
mengharap imbalan. Dalam literatur fiqih klasik, qardh dikategorikan
dalam aqd tathawwui atau akad saling membatu dan bukan transaksi
komersial. Adapun syarat-syarat qardh adalah sebagai berikut:
1) Besarnya pinjaman (al-Qardhu) harus diketahui dengan takaran,
timbangan, atau jumlahnya.
2) Sifat pinjaman dan usianya harus diketahui jika dalam bentuk
hewan.
3) Pinjaman tidak sah dari orang yang tidak memiliki sesuatu yang
bisa dipinjam atau orang yang tidak normal akalnya.

53
Wizarotul Auqofi wa suunul Al-Islamia , Al-Mausu`ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, cet:
2, (Kuwait: Thabaqat Dzat As-salasil, 1986), h. 51
54
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 373

19
c) Akad Ijarah (Penyewaan)
Ijarah menurut bahasa dan syara‟ adalah jual beli manfaat.55
Oleh karenanya hanafiyah mengatakan bahwa ijarah adalah akad atas
manfaat disertai dengan imbalan. Sebagaimana tidak sah ta’liq
(menggantungkan) dalam jual beli ta’liq dalam ijarah juga tidak sah.
Akan tetapi menurut mayoritas fuqaha, menyandarkan ijarah kemasa
yang akan datang hikumnya sah. Berbeda dengan jual beli sebagaimana
yang disebutkan dalam masalah sebelumnya.
d) Akad Ji’alah (Sayembara)
Akad ji’alah, ju’l atau ju’liyah secara bahasa dapat diartikan
sebagai sesuatu yang disiapkan untuk diberikan kepada seseorang yang
berhasil melakukan perbuatan tertentu, atau juga diartikan sebagai
sesuatu yang diberikan kepada sesorang karena telah melakukan
pekerjaan tertentu.56 Dan menurut para ahli hukum, akad ji’alah dapat
dinamakan janji memberikan hadiah (bonus, komisi atau upah tertentu),
maka ji‟alah adalah akad atau komitmen dengan kehendak satu pihak.57
Sedangkan menurut syara‟, akad ji’alah adalah komitmen memberikan
imbalan yang jelas atau suatu pekerjaan tertentu atau tidak tertentu yang
sulit diketahui. Ji’alah boleh juga diartikan sebagai sesuatu yang mesti
diartikan sebagai pengganti suatu pekerjaan dan padanya terdapat suatu
jaminan, meskipun jaminan itu tidak dinyatakan, ji’alah dapat diartikan
pula upah mencari benda-benda hilang.
Di antara contoh akad ji’alah adalah hadiah yang khusus
diperuntukan bagi orang-orang berprestasi, atau para pemenang dalam
sebuah perlombaan yang diperbolehkan atau bagian harta rampasan
perang tertentu diberikan oleh panglima perang kepada orang yang
mampu menembus benteng musuh, atau dapat menjatuhkan pesawat-
pesawat.

55
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 385
56
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 432
57
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafinfo Persada, 2011), h. 207

20
Termasuk didalam akad ji’alah juga, komitmen membayar
sejumlah uang pada dokter yang dapat menyembuhkan penyakit
tertentu, atau pada guru yang bisa membimbing anaknya menghapal Al-
Qur‟an. Para fuqaha biasa memberikan contoh untuk akad ini dengan
kasus orang yang dapat mengembalikan binatang tunggangan yang
tersesat atau hilang dan budak yang lari atau kabur.58

e) Akad Syirkah
Syirkah, menurut bahasa adalah bercampurnya suatu harta
dengan harta yang lain sehingga keduanya tidak bisa dibedakan lagi.59
Adapun menurut istilah syirkah (kongsi) ialah perserikatan yang terdiri
atas dua orang atau lebih yang didorong oleh kesadaran untuk meraih
keuntungan.60 Syirkah adalah transaksi yang diperbolehkan oleh syariat
berdasarkan al-qur‟an, sunnah, dan ijma‟.
1) Syirkah Amwal (Kongsi Modal)
Syirkah amwal adalah persekutuan antara dua pihak pemodal atau
lebih dalam usaha tertentu dengan mengumpulkan modal bersama
dan membagi keuntungan dan resiko kerugian berdasarkan
kesepakatan.61
2) Syirkah Mudharabah
Syirkah mudharabah adalah syirkah antara dua pihak atau
lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja
(„amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal
(mâl). Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Irak, sedangkan
ulama Hijaz menyebutnya qiradh ontoh: A sebagai pemodal
(shâhib al-mal/rabb al-mal) memberikan modalnya sebesar Rp 10
juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal

58
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 432
59
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., h. 125. Baca juga Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh
Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 191.
60
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 441
61
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 5, terj. Abdurrohim Dan Masrukhin, (Jakarta, Cakrawala
ublising, 2009), h. 407.

21
(„amil/mudharib) dalam usaha perdagangan umum (misal, usaha
toko kelontong). 62
Hukum syirkah mudharabah adalah ja‟iz (boleh)
berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrir Nabi Shalallahu alaihi
wasalam) dan Ijma Sahabat. Dalam syirkah ini, kewenangan
melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola
(mudharib/„amil). Pemodal tidak berhak turut campur dalam
tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat
yang ditetapkan oleh pemodal.63
Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara
pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian ditanggung
hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlaku hukum
wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung
kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya.
Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika
kerugian itu terjadi karena kesengajaan.
3) Syirkah klasik dan Modern dalam Fiqih Islam
Sebagaimana yang dikeahui dalam islam adalah agama kehidupan.
Tidak ada bentuk usaha yang legal dan halal kecuali dibolehkan
oleh syariah, dan tidak ada bentuk usaha yang idak jelas (samar)
serta dapat menyebabkan perselisihan, pertikaian, menghancurkan
hubungan kasih sayang dan kerjasama antar manusia kecuali
diharamkan oleh syariah dan ditutup pintunya. Adapun jenis-jenis
syirkah klasik dan modern menurut wahbah az-zuhaili adalah
syirkah tadhamun, syirkah tawshiyah bashitah, syirkah
muhasanah, syirkah muhasamah, syirkah tawshiyah bil ashum,
syirkah yang memiliki tanggung jawab terbatas, persekutuan atas
mobil, syirkah atas binatang.64

62
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta:PT Gaya Media Pratama, 2007), h. 165-166.
63
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 476
64
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 513

22
f) Akad Hibah
Pengertian hibah dalam Ensiklopedi Hukum Islam adalah
pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri
kepad Allah SWT tanpa mengharapkan balasan apapun.65 Menurut
kamus populer internasional hibah adalah pemberian sedekah,
pemindahan hak.66 Hibah mencakup hadiah dan sedekah, karena hibah,
sedekah, hadiah, dan ‘athiyah mempunyai makna yang hampir sama.
Jika seseorang bertujuan untuk mendekatan diri kepada Allah dengan
memberikan suatu kepada orang yang membutuhkan, maka itu adalah
sedekah. Jika sesuatu tersebut dibawa kepada orang yang layak
mendapatkan hadiah sebagai penghormatan dan untuk menciptakan
keakraban, maka itu adalah hadiah. Jika tidak untuk kedua tujuan itu,
maka itu adalah hadiah. Sedangkan ‘athiyah adalah pemberian
seseorang yang dilakukan ketika dia dalam keadaan sakit menjelang
kematian. Sedangkan dalam definisi syara; hibah adalah akad
pemberian kepemilikan kepada orang lain tanpa adanya ganti, yang
dilakukan secara sukarela ketika pemberian masih hidup. 67
Islam memperbolehkan untuk seseorang memberikan atau
menghadiahkan sebagian atau seluruhnya harta kekayaan ketika masih
hidup kepada orang lain disebut "intervivos". Pemberian semasa hidup
itu sering disebut sebagai hibah. Di dalam Islam jumlah harta seseorang
yang dapat dihibahkan itu tidak dibatasi. Berbeda halnya dengan
pemberian seseorang melalui surat wasiat yang terbatas pada sepertiga
dari harta peninggalan yang bersih. Biasanya pemberian-pemberian
tersebut tidak akan pernah dicela oleh sanak keluarga yang tidak
menerima pemberian itu, oleh karena pada dasarnya seseorang pemilik

65
Abdul Aziz Dahlan, Et.al. Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru Van
Houve, 1996), h. 540
66
Budiono, Kamus Ilmiah Popular Internasional, (Surabaya : Alumni, 2005), h. 217.
67
Wahbah az- Zuhaili, Fiqhul Islamy wa Awlaty, Terj. Abdul Hayyie al- Kattani,dkk,
“Fiqih Islam 5”,( Jakarta : Gema Insani, 2011), h.523

23
harta kekayaan berhak dan leluasa untuk memberikan harta bendanya
kepada siapapun.
g) Akad Wadi’ah (akad penitipan)
Menurut bahasa al-wad’ artinya meninggalkan. Sedangkan
menurut istilah al-wadi‟ah adalah sesuatu yang diletakkan di tempat
orang lain untuk dijaga. Wadi‟ah merupakan sesuatu yang dititipkan
(dipercayakan) oleh pemiliknya kepada orang lain, dengan kata lain
menitipkan sesuatu kepada orang lain dengan perasaan percaya.68
Rukun akad wadi‟ah menurut para ulama mazhad hanafi adalah
ijab dan qabul, yaitu penitip berkata kepada orang lain sedangkan
Menurut jumhur ulama, rukun akad wadi‟ah ada empat yaitu dua orang
yang melakukan akad orang yang titip dan orang yang dititipi, sesuatu
yang dititipkan dansighah (ijab qabul). Qabul dari orang yang dititipi
bisa berupa lafal misalnya, saya menerimanya. Bisa juga suatu tindakan
yang menujukan hal itu, seprti ada orang meletakan harta di tempat
orang lain, lalu orang itu diam saja, maka diamnya orang kedua tersebut
menempati posisi qabul, sebagaimana dalam jual beli muathah.69
h) Akad Waakalah (Akad Pewakilan)
Wakalah atau wikalah merupakan isim masdar yang secara
etimologis bermakna tauki, yaitu menyerahkan, mewakilkan dan
menjaga.70 Pengertian yang sama dengan menggunakan kata al-hifzhu
disebut dalam firman Allah, “Cukuplah Allah sebagai Penolong kami
dan Dia sebaik-baik Pemelihara”.71
Wakalah dalam pendelegasian barang, terjadi dalam situasi
dimana seseorang (perekomendasi) mengajukan calon atau menunjuk
orang lain untuk mewakili diriya membeli sesuatu. Orang yang
meminta diwakilkan (muwakkil) harus menyerahkan sejumlah uang

68
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 556, baca juga Muhammad
Syafi‟I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta:Gema Insani, 2001), h. 85
69
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 556
70
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 300.
71
QS. Ali Imran: 173

24
secara penuh sebesar harga barang yang akan dibeli kepada agen/pihak
yang mewakili (wakil) dalam suatu kontrak wadiah. Agen (wakil)
membayar pihak ketiga dengan menggunakan titipan muwakkil untuk
membeli barang. Agen (wakil) boleh menerima komisi (al-ujr) dan
boleh tidak menerima komisi (hanya mengharapkan ridha Allah/tolong
menolong). Tetapi bila ada komisi atau upah maka akadnya seperti akad
ijarah/sewa menyewa. Wakalah dengan imbalan disebut dengan
wakalah bil ujrah, bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara
sepihak.72

D. ASAS-ASAS AKAD DALAM EKONOMI ISLAM


Pada prinsipnya, akad-akad perjanjian syariah seharusnya
mengandung asas-asas hukum perikatan Islam yang meliputi;
1. Pertama, asas kebebasan.73 Para pihak yang berakad bebas untuk
melakukan bentuk perikatan dan perjanjian, baik substansi dan meterinya
maupun syarat-syarat yang dipersyaratkan dalam klausul perjanjian.74
2. kedua, asas persamaan. Yaitu kedua belah pihak memiliki kedudukan
yang sama saat menentukan hak dan kewajiban masing-masing pihak.75
3. ketiga, asas keadilan. Yaitu keadilan proporsional dalam konteks
perjanjian yang menekankan pada kesetaraan posisi dan pertukaran
prestasi di antara para pihak yang berkontrak. Keadilan proporsional ini

72
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 590
73
QS. Al-Maidah : 1
                

        


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu [388]. Dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
[388] Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian
yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
74
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalat, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 84
75
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia , (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), h. 31-33

25
diwujudkan dalam bentuk equal pay for equal work, yaitu masing-
masing pihak akan mendapatkan bagian masing-masing sesuai dengan
konstribusinya.
4. keempat, asas kerelaan atau konsensualisme. Al-Qur‟an dan hadis
menekankan bahwa hendaknya transaksi itu didasari atas kerelaan76 dan
keridhaan dari masing-masing pihak yang bertransaksi.77
5. Kelima, asas kejujuran dan kebenaran. Salah satu unsur etika dalam
berbisnis adalah pentingnya kejujuran dan kebenaran. Nilai ini
seharusnya menjadi landasan aplikatif bagi lembaga keuangan yang
berlabelkan Islam. Karena unsur kejujuran dan kebenaran akan
menghindarkan pihak-pihak yang berkontrak dari segala bentuk
manipulasi dan kecurangan.78
6. Keenam, asas manfaat.
7. Ketujuh, asas tertulis.79 perjanjian-perjanjian yang dilakukan seharusnya
dituangkan dalam tulisan yang dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum.80 Pembuktian akibat terjadinya wanprestasi dari masing-masing
pihak dapat dibuktikan secara yuridis apabila ada bukti tertulis.

Asas-asas perjanjian tersebut dirumuskan berdasarkan pemahaman


terhadap nas al-Qur‟an dan as-sunah Nabi saw, juga dirumuskan dari
pemahaman terhadap konsep perundang-undangan dan kebiasaan yang
76
QS. An.Nisa : 29
               

         


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.
[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain,
sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu
kesatuan.
77
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5..., h. 590
78
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2012), h. 23
79
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian ...., h. 23
80
Mohammad Daud Ali, Asas-asas Hukum Islam, (Jakarta: CV. Rajawali, 1990), h.124

26
diterapkan dalam suatu perjanjian. karena itu, asas-asas ini akan berkembang
sesuai dengan penerapan perjanjian secara empirik pada berbagai bentuk
kesepakatan perjanjian. Akad dipandang sah dan berlaku mengikat apabila
terpenuhi rukun-rukun yang meliputi, para pihak yang bertransaksi, adanya
obyek akad, dan substansi (materi) akad.

27
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Wahbah al-Zuḥaili adalah seorang guru besar di Syiria dalam bidang
keislaman, dan beliau juga merupakan seorang Ulama Fiqih kontemporer
peringkat dunia yang sangat terkenal. Dalam kesehariannya az-Zuḥaili banyak
disibukkan dengan kegiatan mengajar, menulis, memberikan fatwa, memberikan
seminar, serta dialog-dialog di dalam ataupun di luar Syria. Az-Zuhaili banyak
dikenal sebagai ulama yang memiliki pemahaman luas dalam bidang fiqh dan usul
fiqh. Buku-bukunya melebihi 200 buah buku dan jika digabungkan dengan
tulisan-tulisan kecil melebihi lebih 500 judul.
Salah satu kitab beliau yang cukup fenomenal adalah kitab yang berjudul
al-fiqh al-islami wa adillatuhu dan usul al-fiqh al-islami. Kitab tersebut berisi
fiqih perbandingan, terutama madzhab-madzhab fiqih yang masih hidup dan
diamalkan oleh umat Islam di seluruh dunia. Terdapat tiga syarat terjadinya
transaksi dalam ijab dan qabul, diantaranya adalah sebagai berikut; legalitas
pelaku transaksi, hendaknya pernyataan qabul sesuai dengan kandungan
pernyataan ijab, ijab dan qabul dilakukan di satu tempat.
Dalam kitab al-fiqh al-islami wa adillatuhu terdapat banyak bentuk-bentuk
akad yang kemudian dapat dikelompokkan dalam berbagai variasi jenis-jenis
akad. Adapun macam-macam akad dapat digolongkan sebagai berikut; Akad Jual
Beli, akad qard, akad ijarah (penyewaan), akad ji’alah (sayembara), akad syirkah,
akad hibah, akad penitipan (wadi’ah), dan akad waakalah (perwakilan). Pada
prinsipnya, akad-akad perjanjian syariah seharusnya mengandung asas-asas
hukum perikatan Islam yang meliputi; asas kebebasan, asas persamaan, asas
kerelaan dan konsensualisme, asas kejujuran dan kebenaran, asas manfaat, dan
asas tertulis.

28
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Al-Rahman Al-Jazairi, Al-Fiqh’ Ala Al- Madzahib Al-Arba’ah, Bairut: Dar
Al-Kutub AlIlmiyah, 2006.
Abdul Aziz Dahlan, Et.al. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van
Houve, 1996.
Ahmad Mukhtar Umar, Mu’jam Al-Lughah Al-‘Arobiyah AL-Mu’asiroh , Kairo,
„Alam Al-Kutub, 2008.
Ardiansyah, Pengantar Penerjemah, dalam Badi al-Sayyid al-Lahham, Sheikh
Prof. Dr. Wahbah al-Zuḥailī: Ulama Karismatik Kontemporer – sebuah
Biografi, Bandung: Citapustaka, Media Perintis, 2010.
Arif Munandar Riswanto, Buku Pintar Islam, Bandung: Mizan Pustaka, 2010.
Badi' al-Sayyid al-Lahham, “Wahbah alZuḥailī al-'alīm al-Faqīh al-Mufassir”
dalam 'Ulamā wa Mufakkirūn Mu'āṣirūn, Lamḥah Min Hayātihim wa
Ta'rīf bi Mu'allafātihim, bagian XII, cet. 1, Damaskus: Dar al-Qalam,
2001.
Budiono, Kamus Ilmiah Popular Internasional, Surabaya : Alumni, 2005.
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2012.
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia , Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006.
Ghofur dan Saiful Amin, Mozaik Mufassir Al-Qur an, Yogyakarta: Kaukaba,
2013.
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002.
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafinfo Persada, 2011.
Ibnu Mandhur, Lisaanul ‘Arab, Kairo: Darut taufiiqiyyah lit turaats, 2009.
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Mugtashid, (Beirut : Lebanon : Dar
alKutub Al-Ilmiyah, tt), h. 293.
Ibrahim bin Sumaith, Fikih Islam, Bandung : Al- Biyan, 1998.
Iskandar, “Model Tafsir Fiqhi: Kajian Atas Tafsîr Al-Munir Fi Al-„Aqidah Wa
Al-Syari‟ah Wa Al-Manhaj Karya Wahbah Az-Zuhaili”, Jurnal Mazahib,
Vol.10, No. 2, (2012): 72-78.
M. Alim Khoiri, “Kedudukan Qaul Sahabat Dalam Istinbat Hukum Islam Analisis
Komparatif Pemikiran Ibnu Hazm Dan Wahbah Az-Zuhaili : The Position
Of Qaul Sahabat In Istinbat Of Islamic Law The Comparative Analysis Of
Ibnu Hazm And Wahbah Az-Zuhaili’s Thought”, Jurnal SMART (Studi
Masyarakat, Religi, dan Tradisi), Vol. 2, No. 2, (2016): 225-236.

29
Mardani, Ayat-Ayat Dan Hak Ekonomi Syariah, Jakarta : Rajawali Press, 2011.
________, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana, 2012.
Mohammad Daud Ali, Asas-asas Hukum Islam., Jakarta: CV. Rajawali, 1990.
Mohammad Mufid, Belajar dari Tiga Ulama Syam: Mustafa Az-Zarqa,
Muhammad said Ramadhan Al-Buthi, Wahbah Az-Zuhaili, Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2015.
Mohammadun, “Wahbah Al-Zuḥailī Dan Pembaruan Hukum Islam”, Mahkamah:
Jurnal Kajian Hukum Islam, Vol. 1, No. 2, (2016): 232-243.
Muhammad kamal Zubair, Abdul Hamid, “Eksistensi Akad Dalam Transaksi
Keuangan Syariah”, Jurnal Hukum Diktum, Vol. 14, No. 1 (2016): 45-56.
Muhammad Khoiruddin, Kumpulan Biografi Ulama Kontemporer, Bandung:
Pustaka Ilmu, 2003.
Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta:Gema
Insani, 2001.
Mustafa Ahmad al-Zarqa, al-Madkhal al-Fiqh al-‘Am, Beirut: Dar al-Qalam,
1998.
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta:PT Gaya Media Pratama, 2007
Rahmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001.
S. Purnamasari, “Syariah Card (Telaah Hukum Akad/Perjanjian Perspektif
Islam)”, At - Taradhi Jurnal Studi Ekonomi, Vol. 3, No. 2, (2012): 147-
158.
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008.
Sayid sabiq, Fiqh Sunnah juz 4, Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara, 2009.
_________, Fiqh Sunnah 5, terj. Abdurrohim Dan Masrukhin, Jakarta, Cakrawala
ublising, 2009.
_________, Fiqh Sunnah V Mujahidin Muhayan, Jakarta: Cakrawala Publishing,
2009.
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Biru Algensindo, 2010.
Syaikh Al-Allamah Muhammad, Fiqh Empat Mazhab, Bandung: Hasmini, 2010.
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam
Fikih Muamalat, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.
Veithzal Rivai dan Arvian Arifin, Islamic Banking, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Wahbah al-Zuḥailī, Al-Tafsīr al-Munīr fī al- ‘Aqīdah wa al-Sharī’ah wa al-
Manhaj, Damaskus: Dār al-Fikr, 1998.
Wahbah az- Zuhaili, Fiqhul Islamy wa Awlaty, Terj. Abdul Hayyie al-
Kattani,dkk, “Fiqih Islam 5”, Jakarta : Gema Insani, 2011.

30
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 5, Jakarta, Gema Insani,
2011.
Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta : UII Prees, 2005.
Wizarotul Auqofi wa suunul Al-Islamia , Al-Mausu`ah Al-Fiqhiyah Al-
Kuwaitiyah, cet: 2, Kuwait: Thabaqat Dzat As-salasil, 1986.

31

Anda mungkin juga menyukai