Anda di halaman 1dari 41

Corat-coret di Toilet

Ia membuka pintu toilet sambil menikmati bau cat yang

masih baru. Pintu ditutupnya kembali, dikunci dari da-


lam, dan beberapa waktu kemudian ia sudah berdiri di

depan lubang kakus, membuka celana. Desis air me-


mancar tercurah ke lubang kakus sambil menyebarkan

bau amoniak, dan mimik si bocah menyeringai penuh

kepuasan. Setelah semuanya tumpah, ia mengkopat-


kapitkan apa yang dipegangnya, dan disiram dengan

beberapa tetes air dari gayung: sisanya dicurahkan ke


lubang kakus. Celana ditutup lagi.
Bocah itu berumur dua puluh tahun, berpakaian
gaya anak punk, dan terkagum-kagum dengan dinding
toilet yang polos. Baru dicat dengan warna krem yang
centil. Ia merogoh tas punggungnya dan menemukan
apa yang dicarinya: spidol. Dengan penuh kemenangan,
ia menulis di dinding, ”Reformasi gagal total, Kawan!
Mari tuntaskan revolusi demokratik!”
***

Corat-Coret di Toilet final.indd 22 3/14/2014 2:42:14 PM

23
Pukul tujuh pagi, ketika para mahasiswa belum membuat
kegaduhan di ruang kuliah mereka, seorang bocah sudah
menyerbu toilet yang terdapat persis di bawah tangga.
Ia punya sedikit kelainan dengan salurannya: tampaknya
beser. Mungkin karena sering minum kopi, atau jarang
berolahraga. Setelah ritual paginya yang membosankan,
ia menatap tulisan di dinding yang mencolok itu dengan
gemas.
Dengan sebuah pena, ia membuat tanda panah dari
kalimat yang terbaca, dan menulis, membalas, ”Jangan
memprovokasi! Revolusi tak menyelesaikan masalah.

Bangsa kita mencintai kedamaian. Mari melakukan pe-


rubahan secara bertahap.”
***

Dan gadis itu kemudian muncul, seorang gadis tomboi


yang konon suka bertualang. Ia mengenakan celana jins

ketat, dan kaus oblong yang kedombrangan; lubang le-


hernya kadang merosot, sekali-dua kali mempertonton-
kan isinya yang tanpa bra. Ia benci saat-saat pipis, kare-
na merasa repot harus membuka celananya. Pernah ia

pipis sambil berdiri, mengikuti kebiasaan buruk anak


laki-laki, agar praktis, tapi hasilnya kurang memuaskan.
Air menyebalkan itu tumpah ke mana-mana, termasuk

meleleh di celananya. Tapi hidup di dunia sudah ditak-


dirkan untuk pipis, maka pipislah ia di toilet yang sama.

Meskipun merepotkan.
Dan seperti kebanyakan konsumen toilet, ia tertarik

Corat-Coret di Toilet final.indd 23 3/14/2014 2:42:14 PM

24
dengan coretan di dinding, dan tergoda untuk ikut
berkomentar pula. Dicarinya spidol di tasnya, tapi ia
hanya menemukan lipstik. Maka menulislah ia dengan
lipstik setelah membuat tanda panah, ”Kau pasti antek
tentara! Antek orde baru! Feodal, borjuis, reaksioner
goblok! Omong-kosong reformasi, persiapkan revolusi!”

***

Dua hari berlalu tanpa kejadian yang menghebohkan di

toilet, sampai seorang anak yang lain masuk. Ia mem-


buka celananya, dan kemudian jongkok di atas kakus.

Plung! Plung! Terkejutlah ia dengan bunyi yang nya-


ring itu. Dibukanya keran air agar suaranya menyaingi

bunyi ’plung, plung’ yang menjijikkan. Malu. Dan sam-


bil menikmati saat-saat penuh bau itu, si bocah mulai
membacai tiga kalimat yang tertulis di dinding. Ia terse-
nyum dengan tulisan terakhir, dan membayangkan gadis

macam apa yang menuliskannya.


Setelah cebok, ia pun mengambil pena dan ikut
berkomentar dengan penuh gairah, ”Hai, Gadis! Aku
suka gadis revolusioner. Mau kencan denganku?”

***

Kemudian di siang bolong, muncullah seorang gadis


lain dan dari jenis yang lain. Seorang hedonis yang
suka dandan. Tas mungilnya yang sungguh-sungguh
mungil, penuh dengan tetek-bengek alat perang seorang
gadis ganjen. Dan kemunculannya di toilet, jelas tak

Corat-Coret di Toilet final.indd 24 3/14/2014 2:42:14 PM

25
semata-mata untuk pipis atau bikin konser ’plung,
plung’, bahkan tidak pula untuk sekadar cuci tangan dan
meludah. Ia hampir setiap hari berkunjung ke toilet, tak

lain dan tak bukan untuk merenovasi wajahnya yang be-


rantakan setelah beberapa jam terkucel-kucel. Ia kurang

percaya diri dan tentunya harus berdandan.


Si gadis berdiri di samping bak mandi, menatap

bayangan wajahnya di cermin mungil yang ia geng-


gam. Ditaburinya wajahnya yang mesum dengan pupur

agak tebal, lalu seputar matanya dihiasi lagi dengan eye

shadow. Tak lupa perona pipi. Rambutnya yang acak-


acakan, disisirinya lagi, dipasangi bando, jepit, dan pita

sekaligus. Bibirnya yang sudah pucat, disapu pula de-


ngan warna merah menyala, semerah bendera nasional,

dan ketika itulah ia membaca segala unek-unek orang


di dinding. Sambil tertawa centil, ia ikut menulis, juga
dengan lipstik, ”Mau kencan denganku? Boleh! Jemput
jam sembilan malam di cafe. NB: jangan bawa intel.”
***

Entah hari yang ke berapa setelah toilet tampil dengan

cat barunya, muncullah ke toilet tersebut seorang laki-


laki. Tubuhnya besar dan agak tinggi, dengan rambut

pendek sisa digundul. Kumis dan janggut tipis menghia-


si mukanya yang putih. Di telinga kirinya tergantung

anting-anting norak, dan lehernya diganduli empat atau


lima kalung. Kemeja yang dikenakannya, model longgar
dari kain jumputan, dan celananya baggy. Orang kalau

Corat-Coret di Toilet final.indd 25 3/14/2014 2:42:14 PM

26
melihatnya, pasti menduga ia seorang homo, meskipun
agak sulit untuk membuktikannya.
Bahkan melalui apa yang kemudian ditulisnya di
dinding, yang merupakan ungkapan politis-ideologisnya,
ia tetap tidak bisa dipastikan apakah sungguh-sungguh
punya kecenderungan seksual itu atau tidak. Beginilah

apa yang ia tulis: ”Kawan, kalau kalian sungguh-sung-


guh revolusioner, tunjukkan muka kalian kalau berani.

Jangan cuma teriak-teriak di belakang, bikin rusuh,


dasar PKI!”

***

Seminggu kemudian berlalu tanpa ada orang yang berani

masuk ke dalam toilet tersebut, gara-gara suatu peristi-


wa yang menyebalkan. Ada seorang oknum, pasti bang-
sat keparat yang kurang moral, dan dikutuk oleh hampir

semua pelanggan setia jasa-jasa toilet, yang bikin ulah


menjijikkan. Entah hari apa dan jam berapa, ia masuk

toilet dan segera saja menghujani kakus dengan roket-


roket yang keluar dari pantatnya. Gobloknya, ia kemu-
dian keluar begitu saja tanpa membersihkan sampah-
sampah keparatnya, yang menumpuk saling berpelukan

di lubang kakus.
Siapa pun yang kemudian masuk setelah itu, bisa
dipastikan kehilangan selera untuk apa pun di dalam
toilet. Semua orang menghindarinya. Semua? Tidak!
Ternyata ada juga anak sinting yang masuk ke toilet itu
dengan sadar. Kejadiannya di saat jam-jam kuliah sedang

Corat-Coret di Toilet final.indd 26 3/14/2014 2:42:14 PM

27
berlangsung, dan anak itu meluncur dari ruang kuliah

sambil memegangi bagian depan celananya. Takut ke-


bobolan. Ia masuk ke toilet pertama di lantai atas. Terisi.

Toilet kedua, juga terisi. Toilet pertama lantai bawah,

juga terisi. Kakinya mulai gemetaran, lompat sana lom-


pat sini, mempertahankan diri jangan sampai jebol di

ruang dan waktu yang tidak semestinya. Karena sudah


tidak tahan, maka masuklah juga ia ke toilet sialan itu.
Dalam satu gerakan tergopoh, ia berdiri dengan pasrah,
dan wussssh ….
Selama itu ia tahan napas dan memejamkan mata.
Namun kemudian, ia memutuskan untuk melakukan
suatu tindakan heroik, guna mengakhiri sumber horor di

toilet ini. Masih sambil memejamkan mata, dan menu-


tup hidung, ia mengguyur lubang kakus, menyerang

onggokan-onggokan yang nyaris sudah tanpa bentuk,


hingga semuanya larut dan menghilang.
Si bocah merasa lega, dan mulailah ia membaca
pesan-pesan di dinding dengan kemarahan yang tersisa
dari tragedi yang baru saja terjadi. Ia ambil spidolnya,
warna biru, dan segera ikut menulis, ”Ini dia reaksioner
brengsek, yang ngebom tanpa dibanjur! Jangan-jangan
tak pernah cebok pula. Hey, Kawan, aku memang PKI:
Penggemar Komik Indonesia. Kau mau apa, heh?”
***

Semua orang tahu belaka, toilet itu dicat agar tampak


bersih dan terasa nyaman. Sebelumnya, ia menampilkan

Corat-Coret di Toilet final.indd 27 3/14/2014 2:42:14 PM

28

wajahnya yang paling nyata: ruangan kecil yang marji-


nal, tempat banyak orang berceloteh. Dindingnya penuh

dengan tulisan-tulisan konyol yang saling membalas,

tentang gagasan-gagasan radikal progresif, tentang ajak-


an kencan mesum, dan ada pula penyair-penyair yang

puisinya ditolak penerbit menuliskan seluruh master-


piece-nya di dinding toilet. Dan para kartunis amatir,

ikut menyemarakkannya dengan gagasan-gagasan ’the


toilet comedy’. Hasilnya, dinding toilet penuh dengan
corat-coret nakal, cerdas maupun goblok, sebagaimana
toilet-toilet umum di mana pun: di terminal, di stasiun,

di sekolah-sekolah, di stadion, dan bahkan di gedung-


gedung departemen.

Karena kemudian menjadi tampak kumuh, sang

dekan sebagai pihak yang berwenang di fakultas, me-


mutuskan untuk mengecat kembali dinding toilet. Maka

terhapuslah buku harian milik umum itu. Tapi seperti


kemudian diketahui, tulisan pertama mulai muncul, lalu
ditanggapi oleh tulisan kedua, dan ramailah kembali
dinding-dinding toilet dengan ekspresi-ekspresi yang
mencoba menyaingi kisah-kisah relief di dinding candi.
Kenyataan ini, membuat gelisah mahasiswa-mahasiswa

alim, yang cinta keindahan, cinta harmoni, dan menjun-


jung nilai-nilai moral dalam standar tinggi.
Salah satu mahasiswa jenis ini, kemudian masuk toi-
let, dan segera saja merasa jengkel melihat dinding yang

beberapa hari lalu masih polos, sudah kembali dipenuhi


gagasan-gagasan konyol dari makhluk-makhluk usil. Ia

Corat-Coret di Toilet final.indd 28 3/14/2014 2:42:14 PM

bukan seorang vandalis dan tak pernah berbuat sesuatu


yang merusak, tapi kali ini ia menjadi tergoda luar biasa.
Tentu saja karena jengkel. Maka ia pun ikut menulis,
walau hatinya nyaris menangis, ”Kawan-kawan, tolong
jangan corat-coret di dinding toilet. Jagalah kebersihan.
Toilet bukan tempat menampung unek-unek. Salurkan
saja aspirasi Anda ke bapak-bapak anggota dewan.”

***

Alkisah, di bawah tulisan si mahasiswa alim itu, tertu-


lislah puluhan komentar dalam satu minggu. Hampir

seratus setelah satu bulan kemudian. Tak jelas siapa saja

yang telah ikut menulis, membuat dinding toilet sema-


kin berubah wajah, kembali ke hakikatnya yang paling

kumuh. Tanggapan-tanggapan atas usul si mahasiswa


alim, ditulis dengan baragam alat: pena, spidol, lipstik,
pensil, darah, paku yang digoreskan ke tembok, dan ada
pula yang menuliskannya dengan patahan batu bata atau
arang. Betapa inginnya mereka menanggapi, sehingga
berlaku pepatah secara sempurna: tak ada rotan, akar
pun jadi.

Tulisan pertama berbunyi: ”Aku tak percaya bapak-


bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding

toilet.”
Tulisan kedua berbunyi: ”Aku juga.”
Dan seratus tulisan tersisa, juga hanya menulis,
”Aku juga.”

Corat-Coret di Toilet
Mengambil judul buku ini berdasarkan salah satu cerita pendek
didalamnya.menceritakan tentang kebiasaan berbagai macam manusia pengguna toilet
umum. Mereka suka sekali menuliskan unek-unek tentang apapun pada dinding toilet.
Hal itu membuat dinding toilet tanpak kumuh dan jelek.

Beberapa kali dicat ulang ternyata tidak mampu menghentikan hal tersebut. Hal ini
digambarkan oleh Eka Kurniawan akan aspirasi rakyat yang sering tidak didengar
oleh pejabat pemerintah mereka lebih suka menuliskan aspirasinya didinding toilet,
karena hanya tempat itu yang dapat mendengar kesah keluh mereka.

Eka Kurniawan juga menyindir pembaca dalam cerita ini, menyindir pengguna toilet
yang berlaku jorok dan sembarangan yang dihadirkan dengan bahasa yang ceplas
ceplos, cerita ini sangat memikat hati.

Sebenarnya ceritanya sederhana, sebuah toilet umum yang habis dicat berwarna krem
yang centil. Seorang bocah berpenampilan gaya punk terkesima dengan dinding yang
polos, lantas dengan spidol dia menuliskan aspirasinya akan pemerintahan saat itu.
Selanjutnya, dinding toilet tersebut terisi berbagai macam komentar pengunjungnya,
sarana aspirasi yang lebih bebas dan siapa saja bisa ikut ambil suara.

Unsur Instrinsik

Tema dari cerpen tersebut adalah Aspirasi Pengguna Toilet dalam cerpen
tersebut terdapat alur maju karena di sebutkan bahwa adanya kalimat “Dan gadis itu
kemudian muncul”,”dua hari berlalu tanpa ada kejadian yang menghebohkan
ditoilet”,”kemudian di siang bolong”,”seminggu kemudian berlalu”,dsb.

Ada banyak tokoh yang diceritakan karena toilet tersebut adalah milik umum
termasuk Anak punk, Gadis tomboi, Mahasiswa yang memiliki masalah dengan
salurannya, Anak laki-laki yang membuat konser plug plug plug, Seorang hedonis
yang suka dandan, Laki-laki bertubuh besar dan tinggi, Anak sinting, dsb.

Dalam cerpen tersebut terdapat latar tempat yang sama yaitu Toilet dengan latar
suasana “menikmati bau cat yang masih baru”,”terkagum-kagum”,”kegaduhan
diruang kuliah”,”membenci saat-saat pipis”,”penuh
gairah”,”menjijikkan”,”gemetaran”,”tergopoh”, ”pasrah”dsb. Latar waktu dalam
cerpen corat coret ditoilet adalah “Pukul tujuh pagi”, “dua hari berlalu”, ”kemudian
disiang bolong”, ”seminggu kemudian berlalu”, ”jam-jam kuliah sedang
berlangsung”,dsb. Sudut pandang Objective point of view karena pengarang
menceritakan apa yang terjadi. Seperti anda sedang menonton televisi, pengarang
sama sekali tidak masuk dalam pelaku.
Amanat yang dapat disimpulkan dari cerpen tersebut adalah kita harus menjaga
kebersihan Toilet walaupun kita ingin menyampaikan aspirasi kita kepada orang lain
seharusnya kita menyampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan, selain
untuk corat coret, kebersihan toilet juga belum di utamakan terutama mengenai
pembuangan pembalut, dan penyiraman kaskus yang kurang sehingga para toilet
umum menjadi ternodai dengan banyaknya keparat pengguna toilet yang
“KEMPROS”. Di tempat publik kita harus menghormati sesama pengguna tempat
tersebut UNTUK APA KITA DISEKOLAHKAN, DIDIK UNTUK DISIPLIN JIKA
MASIH SAJA EGOIS!!!

https://lautanpenulis.wordpress.com/2017/11/25/analisis-cerpen-coret-coret-di-toilet-karya-eka-
kurniawan-oleh-dewi-magfiroh/amp/

ATIRE DALAM CERPEN


"CORAT-CORET DI
TOILET" KARYA EKA
KURNIAWAN (Sebuah
Kajian Sosiologi Sastra)
Oleh Siti Fatimah Lubis
July 20, 2018

Satire dalam Cerpen "Corat-coret di Toilet" karya Eka Kurniawan (Sebuah

Kajian Sosiologi Sastra) Oleh Siti Fatimah Lubis


Abstrak

Cerpen Corat-coret di Toilet karya Eka Kurniawan mengangkat masalah

pemerintahan orde baru hingga reformasi melalui satire. Satire adalah alat

yang ampuh untuk menggiring perubahan. Satire dapat kita temukan di

berbagai aspek seni, yaitu prosa, puisi, dan drama. Dalam hal ini, khususnya

karya sastra berbentuk cerpen, peneliti bermaksud melakukan penelitian

satire dalam cerpen Corat-coret di Toilet karya Eka Kurniawan. Tujuan


penelitian ini yaitu menganalisis ada berapa jenis satire yang terdapat dalam

kutipan-kutiapan cerpen Corat-coret di Toilet yang berangkat dari teori

Abrams. Adapun metodologi penelitian yaitu teknik analisis isi deskriptif

kualitatif. Objek yang diteliti adalah buku teks kumpulan cerpen berjudul

yang sama karya Eka Kurniawan. Pendekatan yang digunakan peneliti adalah

kajian sosiologi sastra. Hasil penelitian ditemukan tiga jenis satire dalam

cerpen Corat-coret di Toilet.

Kata kunci: Satire, Cerpen, Corat-coret di Toilet, Orde Baru, Reformasi,

Sosiologi Sastra

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Satire sering ditemukan dalam karya seni, khususnya kesusastraan. Satire

adalah gaya bahasa untuk menyindir terhadap sesuatu. Satire juga

merupakan kritik secara tidak langsung (tidak terang-terangan) terhadap


target yang dikritik. Satire menjadi landasan pengarang dalam menciptakan

karyanya untuk mengangkat persoalan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Untuk mencapai hasil penelitian yang terarah, maka diperlukan perumusan

masalah pada penelitian. Adapun rumusan masalah penelitian adalah

bagaimana satire yang terdapat dalam cerpen Corat-coret di Toilet?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian mendeskripsikan satire yang terdapat dalam

cerpen Corat-coret di Toilet.

D. Metode Penelitian

1. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan buku teks kumpulan cerpen Eka Kurniawan

yang berjudul Corat-coret di Toilet yang di dalamnya terdapat cerpen

berjudul yang sama yaitu Corat-coret di Toilet.

2. Metode dan Pendekatan Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode kualiatif dengan pendekatan objektif.

Adapun langkah-langkahnya yaitu dengan menentukan teks sebagai objek,

menentukan focus penulisan, menganalisis objek penulisan dan menyusun

serta membuat laporan penulisan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan kajian pustaka.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan penulis ialah pembacaan teks dengan

teknik analisis isi.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Satire

Menurut Keraf seperti dikutip Tarigan, satire adalah ungkapan yang

menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak harus bersifat ironis.

Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya

adalah agar diadakan perbaikan baik secara etis maupun estetis. Adapula
satire menurut Stanton adalah karikatur versi sastra karena cenderung

melebih-lebihkan, cerdas, sekaligus ironis. Satire mengekspos absurditas

manusia atau institusi, membongkar kesenjangan antara topeng dan wajah

sebenarnya.

Sedangkan unsur-unsur satire, Abrams menjelaskannya sebagai berikut:

a. Parodi. Bentuk karya sastra yang sering disebut dengan “imitasi”, yakni

meniru cara (bentuk dan gaya) atau subyek karya sastra lain atau meniru

suatu kejadian tertentu namun imitasi dibuat konyol sehingga

membangkitkan sebuah tawa.

b. Ironi. Sebuah perangkat retorik, teknik sastra, wacana atau situasi di

mana adanya ketidaksesuaian atau kejanggalan ungkapan atau kejadian

yang menyiratkan makna bertentangan dengan makna secara harfiah. Ironi

terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya:

1. Verbal Irony adalah pernyataan di mana arti dari pernyataan tersebut

menyiratkan makna yang sangat berlawanan dari apa yang diungkapkan.


2. Sarcasm merupakan cibiran, ejekan, atau cemoohan yang kasar dengan

cara meremehkan seseorang ataupun sesuatu secara langsung.

3. Sarcastic Irony adalah cara yang dilakukan seseorang sebagai sarana

confuting musuh, dengan cara berpura-pura tidak peduli dengan topik yang

dibicarakan atau berpura-pura bodoh padahal dia tahu lebih, dan

sebaliknya, Sacratic Irony juga digunakan dengan cara berpura-pura menjadi

tahu atau bahkan benar-benar tahu tentang topik dalam sebuah argumen.

4. Dramatic Irony adalah lawan atau kebalikan dari apa yang tidak diketahui

tokoh dalam sebuah karya sastra dan apa yang diketahui oleh pembaca.

5. Cosmic Irony adalah ironi yang dikaitkan dengan karya sastra di mana

Tuhan dan takdir telah memanipulasi peristiwa seolah-olah membuatnya

menderita.

c. Alegori. Sebuah narasi yang diperlukan untuk membuat sebuah doktrin

atau paragraf yang menarik dan persuasif yang digunakan sebagai ajaran

moral.
d. Humor. Gejala atau rasa yang merangsang orang secara mental untuk

tertawa. Salah satu karakteristik humor Jerman misalnya, yaitu perasaan

senang atas penderitaan orang lain yang sedikit mendapat simpati.

Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada teori Abrams, yaitu parodi, ironi,

alegori, dan humor.

B. Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra, yang memahami fenomena sastra dalam hubungannya

dengan aspek sosial, merupakan pendekatan atau cara membaca dan

memahami sastra yang bersifat interdisipliner. Seorang ilmuwan sastra

seperti Swingewood dalam The Sociology of Literature (1972) terlebih dulu

menjelaskan batasan sosiologi sebagai sebuah ilmu, batasan sastra, baru

kemudian menguraikan perbedaan dan persamaan antara sosiologi dengan

sastra. Swingewood (1972) menguraikan bahwa sosiologi merupakan studi

yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi

mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial. Sosiologi berusaha


menjawab pertanyaan mengenai bagaimana cara kerjanya, dan mengapa

manusia itu bertahan hidup. (Wiyatmi, 2013:6)

C. Sosiologi Karya Sastra

Soosiologi karya sastra adalah kajian sosiologi sastra yang mengkaji

karya sastra dalam hubungannya dengan masalah-masalah sosial yang ada

dalam masyarakat. Sosiologi sastra ini berangkat dari teori mimesis Plato,

yang menganggap sastra sebagai tiruan dari kenyataan. Fokus perhatian

sosiologi karya sastra adalah pada isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain

yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan

masalah sosial (Wallek dan Warren, 1994, dalam Wiyatmi, 2013:45)

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Sinopsis

Sebuah ruang toilet yang baru saja dicat menarik perhatian seorang

pengguna untuk menuliskan aspirasinya pada dinding toilet tersebut, ia


menuangkan keluhnya perihal reformasi pasca orde baru yang gagal total.

Kemudian para pengguna toilet lain pun terinspirasi untuk menuliskan

komentarnya terhadap pemerintahan pada saat itu, hingga dinding toilet

menjadi penuh dengan coretan.

Analisis Satire dalam Cerpen Corat-coret di Toilet karya Eka Kurniawan

Seperti yang sudah dijelaskan dalam teori Abrams, satire terbagi menjadi

empat unsur, yaitu: parodi, ironi, alegori, dan humor.

“Bocah itu berumur dua puluh tahun, berpakaian gaya anak punk, dan

terkagum-kagum dengan dinding toilet yang polos. Baru dicat dengan warna

krem yang centil. Ia merogoh tas punggungnya dan menemukan apa yang

dicarinya: spidol. Dengan penuh kemenangan, ia menulis di dinding,

“Reformasi gagal total, kawan! Mari tuntaskan revolusi demokratik!” hlm.

22
Kutipan di atas berbentuk satire ironi berjenis sarcasm yang merupakan

cibiran, ejekan atau cemoohan. Hal itu dibuktikan dengan adanya kalimat

“Reformasi gagal total kawan! Mari tuntaskan revolusi demokratik!” yang

menyindir keras reformasi yang dianggap gagal pada masa pemerintahan

saat itu.

Satire alegori juga terdapat pada kutipan sebagai berikut:

“Dengan sebuah pena, ia membuat tanda panah dari kalimat yang terbaca,

dan menulis membalas, “Jangan memprovokasi! Revolusi tak menyelesaikan

masalah. Bangsa kita mencintai kedamaian. Mari melakukan perubahan

secara bertahap.” hlm. 23

Satire alegori dapat dilihat dari adanya sebuah doktrin dalam paragraf

tersebut yang merupakan ajaran moral, di sana kita dapat melihat dari

bentuk ajakan yang ditandai kata “Jangan” dan “Mari”.

Satire ironi berjenis sarcasm ditemukan kembali pada paragraf berikut:


“Dan seperti kebanyakan konsumen toilet, ia tertarik dengan coretan di

dinding, dan tergoda untuk ikut berkomentar pula. Dicarinya spidol di

tasnya, tapi ia hanya menemukan lipstick. Maka menulislah ia dengan

lipstick setelah membut tanda panah, Kau pasti antek tentara! Antek orde

baru! Feodal, borjuis, reaksioner goblok! Omong-kosong reformasi,

persiapkan revolusi!” hlm. 23

Sarkas dalam kutipan tersebut sangat kental karena dibumbui dengan

cemoohan yang sangat kasar terhadap seseorang yang menyerukan ajakan

untuk berdamai.

Tak lupa, dalam cerpen Corat-coret di Toilet pun turut diwarnai dengan

satire humor:

“Setelah cebok, ia pun mengambil pena dan ikut berkomentar dengan

penuh gairah, “Hai, Gadis! Aku suka gadis revolusioner. Mau kencan

denganku?” hlm. 24
“… Sambil tertawa centil, ia ikut menulis, juga dengan lipstick, “Mau kencan

denganku? Boleh! Jemput jam sembilan malam di café. NB: jangan bawa

intel.” hlm. 25

Satire ironi berjenis sarcasm juga terdapat pada:

“... ia tulis “Kawan, kalau kalian sungguh-sungguh revolusioner, tunjukkan

muka kalian kalau berani. Jangan Cuma teriak-teriak di belakang, bikin

rusuh, dasar PKI!” hlm. 26

Satire ironi berjenis sarcastic irony yang merupakan cara yang dilakukan

seseorang sebagai sarana confuting musuh, dengan cara berpura-pura tidak

peduli dengan topik yang dibicarakan atau berpura-pura bodoh padahal dia

tahu lebih, juga tercantum dalam cerpen:

“… dan segera ikut menulis, “Ini dia reaksioner brengsek, yang ngebom

tanpa dibanjur! Jangan-jangan tak pernah cebok pula. Hey, kawan, aku

memang PKI: Penggemar Komik Indonesia. Kau mau apa, heh?” hlm. 27
Satire alegori kembali ditemukan dalam kutiapan berikut:

“… nyaris menangis, “Kawan-kawan, tolong jangan corat-coret di dinding

toilet. Jagalah kebersihan. Toilet bukan tempat menampunng unek-unek.

Salurkan saja aspirasi Anda ke bapak-bapak anggota dewan.” Hlm. 29

Kemudian kutipan berikut yang mengandung satire ironi berjenis cosmic

irony, merupakan senjata pamungkas cerpen :

“Tulisan pertama berbunyi: “Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan,

aku lebih percaya kepada dinding toilet.” hlm. 29

Cosmic irony dikaitkan dengan karya sastra di mana Tuhan dan takdir telah

memanipulasi peristiwa seolah-olah membuatnya menderita. Hal itu

ditandai dengan kalimat “Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan,”


yang bermakna anggota dewan, yang dimaksudkan sebagai wakil rakyat,

justru membuat rakyatnya sengsara sehingga tak lagi dapat dipercayai.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat tiga jenis satire yang berada di dalam

cerpen Corat-coret di Toilet karya Eka Kurniawan, yaitu 1). satire ironi, 2)

satire alegori, dan 3) satire humor.

1). Satire Ironi, yang terdapat pada hlm 22, 23, 26 dan 29:

“Bocah itu berumur dua puluh tahun, berpakaian gaya anak punk, dan

terkagum-kagum dengan dinding toilet yang polos. Baru dicat dengan warna

krem yang centil. Ia merogoh tas punggungnya dan menemukan apa yang

dicarinya: spidol. Dengan penuh kemenangan, ia menulis di dinding,

“Reformasi gagal total, kawan! Mari tuntaskan revolusi demokratik!”

“Dan seperti kebanyakan konsumen toilet, ia tertarik dengan coretan di

dinding, dan tergoda untuk ikut berkomentar pula. Dicarinya spidol di

tasnya, tapi ia hanya menemukan lipstick. Maka menulislah ia dengan


lipstick setelah membuat tanda panah, “Kau pasti antek tentara! Antek orde

baru! Feodal, borjuis, reaksioner goblok! Omong-kosong reformasi,

persiapkan revolusi!”

“… ia tulis “Kawan, kalau kalian sungguh-sungguh revolusioner, tunjukkan

muka kalian kalau berani. Jangan cuma teriak-teriak di belakang, bikin rusuh,

dasar PKI!”

“Tulisan pertama berbunyi: “Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan,

aku lebih percaya kepada dinding toilet.”

2). Satire Alegori, yang terdapat pada hlm. 23 dan 29:

“Dengan sebuah pena, ia membuat tanda panah dari kalimat yang terbaca,

dan menulis membalas, “Jangan memprovokasi! Revolusi tak menyelesaikan

masalah. Bangsa kita mencintai kedamaian. Mari melakukan perubahan

secara bertahap.”
“… nyaris menangis, “Kawan-kawan, tolong jangan corat-coret di dinding

toilet. Jagalah kebersihan. Toilet bukan temoat menampung unek-unek.

Salurkan saja aspirasi Anda ke bapak-bapak anggota dewan.”

3). Satire Humor, yang terdapat pada hlm. 24 dan 25:

“Setelah cebok, ia pun mengambil pena dan ikut berkomentar dengan

penuh gairah, “Hai, Gadis! Aku suka gadis revolusioner. Mau kencan

denganku?”

“… sambil tertawa centil, ia ikut menulis, juga dengan lipstick, “Mau kencan

denganku? Boleh! Jemput jam sembilan malam di café. NB: jangan bawa

intel.”

Satire-satire tersebut menyindir pemerintahan orde baru hingga reformasi.

Aspek masalah dalam cerpen yaitu pengaruh kuasa pemerintahan orde baru

dan reformasi terhadap masyarakat. Cerpen Corat-coret di Toilet ditulis

pada periode 1999-2000an, di mana sang pengarang, yaitu Eka Kurniawan

mengalami sendiri peristiwa tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M. H. A Glossary of Literary Terms, Edisi 7. Massachusetts: Heinle &

Heinle.1999

LeBoeuf, Megan. The Power of Ridcule: An Analysis of Satire. Rhode Island:

University of Rhode Island. 2007

Stanton, Robert. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007

Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa. 2009

Nuryanah, Yanti. Satire dalam Kumpulan Cerpen Kuda Terbang Maria Pinto.

uinjkt. 2017 (https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/ diunduh pada

23 Juni 2018)

Wiyatmi. Sosiologi Sastra. :Kenwa Publisher. 2013

http://sapasastra.blogspot.com/2018/07/satire-dalam-cerpen-corat-coret-

di.html
Selasa, 25 Oktober 2016

RESENSI: CORAT-CORET DI TOILET KARYA EKA KURNIAWAN

Judul buku: Corat-Coret di Toilet

Penulis: Eka Kurniawan

Desain sampul: Eka Kurniawan

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

ISBN: 978-602-03-0386-4

Cetakan pertama, April 2014

132 halaman

Baca di Ijakarta

"Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet."

"Nada komedi-satirnya cukup kuat dalam Corat-coret di Toilet. Cerdas juga usahanya mengangkat
hal kecil yang remeh temeh menjadi problem kemanusiaan."

- Maman S. Mahayana, Media Indonesia

"I decide to translate Corat-coret di Toilet not only because it is one of Eka's best-known short
stories, but because it is very blackly funny. It catches perfectly the atmosphere of student life in
Indonesia at the start of the new century, as the brief promise of Reformasi was being extinguished
by gangsterism, cynicism, greed, corruption, stupidity, and mediocrity. It also mirrors beautifully the
bizarre lingo shared by ex-radicals, sexual opportunists, young inheritors of the debased culter of the
New-Order era, and anarchists avan la lettre. Finnaly, it shows Eka's gift for starling imagery, sharp
and unex-pected changes of tone, and his 'extra-dry' sympathy for the fellow-members of his late-
Suharto generation."

- Benedict R. O'G. Anderson, Indonesia

Akhirnya mencicipi juga karya dari Eka Kurniawan setelah sekian lama bingung ingin memulai dari
buku apa. Gara-gara challenge dari Ijakarta, terpilihlah karya fiksi pertama yang diterbitkan oleh
penulis yang digadang-gadang sebagai penerus Pramoedya Ananta Toer ini, saya berkenalan dengan
Eka Kurniawan lewat kumpulan cerita pendek yang berjudul Corat-coret di Toilet. Keseluruhan
cerita ditulis penulis antara tahun 1999-2000. Mungkin setelah ini saya akan membaca karyanya
secara berurutan sesuai tahun diterbitkannya, memulai pelan-pelan.

Prestasi Eka Kurniawan tentu tidak perlu diragukan lagi, dia adalah salah satu penulis berpengaruh
di Indonesia, buku pertamanya Cantik Itu Luka (2002) menjadi pemenang penghargaan perdana
World Readers. Buku kedua yang berjudul Lelaki Harimau (2004) membawa penulis masuk
nominasi ke ajang penghargaan bergengsi The Man Booker International Prize 2016 serta menyabet
Emerging Voices 2016 untuk kategori fiksi. Pada 2015 oleh Jurnal Foreign Policy, Eka Kurniawan
terpilih sebagai salah satu Global Thinkers karena berhasil mengenalkan Indonesia di kancah
kesustraan dunia. Dua novel pertamanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, Beauty is A
Wound dan Man Tiger di tahun 2015. Dan tahun depan, buku ketiganya Seperti Dendam, Rindu
Harus Dibayar Tuntas (2014) akah diterjemahkan menjadi Love and Vegeance.

Nama besarnya sebagai penulis sastra dalam negeri tentu membuat pembaca pop kontemporer
seperti saya ini maju mundur untuk mengenal tulisannya, takut tidak bisa mencerna dengan baik,
terlalu berat untuk pembaca awam khususnya sastra seperti saya. Kalau tidak dicoba tidak akan
tahu, dan setelah menuntaskan buku pertamanya, ternyata sebuah langkah baik untuk memulai.
Tidak seberat yang saya bayangkan, sebagian besar menyentil isu sosial dan politik, sejarah di masa
lalu, nilai kemanusiaan, dan kisah cinta yang pilu. Setiap cerita memiliki twist di akhir yang kadang
mengejutkan, kadang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, sangat realistis.

Total ada 12 cerita pendek, saya hanya akan membahas kisah favorit saya, sisanya; Teman Kencan,
Rayuan Dusta Untuk Marietje, Kisah Dari Seorang Kawan, Dewi Amor, dan Kandang Babi biar
kalian sendiri yang menafsirkan, toh favorit saya ini bisa dibilang perwakilan karena beberapa
cerpen memiliki tema yang sama.
Peter Pan. Bercerita tentang si pencuri buku perpustakaan, Tuan Penyair, ia berharap akan
ditangkap sehingga pemerintah benar-benar mencintai buku dan membenci pencuri buku. Bahkan
sampain ribuan buku yang ia curi, pemerintah tetap saja mengabaikannya, lalu si Tuang Penyair
yang kemudian memiliki julukan Peter Pan pun ingin melakukan perang gerilya. Cerita ini menyentil
akan masa orde baru, di mana media dianggap berbahaya, harus dibungkam.

Dongeng Sebelum Bercinta. Tentang Alamanda yang dijodohkan oleh sepupunya sendiri, dia
meminta kepada calon suaminya untuk mendengarkan dongeng Alince's Adventure in Wonderland
sebelum mereka bercinta di malam pertama. Karena calon suami sangat mencintai Alamanda, dia
menerima syarat tersebut. Bahkan lebih dari sebulan setelah pernikahan, Alamanda belum juga
menyelesaikan dongengnya. Tentang perjodohan yang tidak diinginkan, tentang pernikahan yang
tanpa cinta, endingnya begitu menendang.

Corat-Coret di Toilet. Tidak heran cerita ini menjadi judul, karena dari semua cerpen, Corat-coret
di Toilet-lah yang memang fantastis. Sebenarnya ceritanya sederhana, sebuah toilet umum yang
habis dicat berwarna krem yang centil. Seorang bocah berpenampilan gaya punk terkesima dengan
dinding yang polos, lantas dengan spidol dia menuliskan aspirasinya akan pemerintahan saat itu.
Selanjutnya, dinding toilet tersebut terisi berbagai macam komentar pengunjungnya, sarana aspirasi
yang lebih bebas dan siapa saja bisa ikut ambil suara.

"Semua orang tahu belaka, toilet itu dicat agar tampak bersih dan terasa nyaman. Sebelumnya, ia
menampilkan wajahnya yang paling nyata: ruangan kecil yang marjinal, tempat banyak orang
berceloteh. Dindingnya penuh dengan tulisan-tulisan konyol yang saling membalas, tentang
gagasan-gagasan radikal progresif, tentang ajakan kencan mesum, dan ada pula penyair-penyair
yang puisinya ditolak penerbit menuliskan seluruh master piece-nya di dinding toilet. Dan para
kartunis amatir, ikut menyemarakan dengan gagasan-gagasan 'the toilet comedy'. Hasilnya, dinding
toilet penuh dengan corat-coret nakal, cerdas maupun goblok, sebagaimana toilet-toilet umum di
mana pun: di terminal, di stasiun, di sekolah-sekolah, di stadion, dan bahkan di gedung-gedung
departemen."

Di cerpen ini jugalah saya mulai menyadari apa yang menjadi kehebatan Eka Kurniawan.
Deskripsinya yang amat detail sanggup membuat saya seperti tertelan ke dalam buku dan melihat
langsung apa yang terjadi, merasakannya secara langsung. Misalkan saja ketika bagian ada yang
buang hajat kemudian langsung meninggalkan toilet tanpa membersihkannya terlebih dahulu,
bagian tersebut terasa nyata dan saya ikutan jijik ketika membacanya. Eka Kurniawan juga jago
membuat kalimat satir, menyindir dan sangat tepat sasaran. Cerita ini menekankan bahwa anggota
dewan hanya mengobral janji, tidak bisa dipercaya, dan kerap kali aspirasi masyarakat diabaikan
begitu saja, sebagian orang lebih menyukai menyuarakan aspirasi lewat dinding toilet.

Hikayat Si Orang Gila. Tentang Orang Gila yang kerap diabaikan, padahal dia juga manusia yang
membutuhkan makan, yang bisa sakit dan kelaparan. Mereka kerap kali dianggap tidak penting.
Si Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam. Tentang orangtua yang sangat posesif terhadap
anaknya, bahkan di usianya yang sudah beranjak 17 tahun, Si Cantik tidak diperbolehkan keluar
malam. Cerita ini layaknya berpesan bahwa seorang anak kadang perlu kebebasan, karena semakin
dikekang mereka akan semakin nekat.

Itu cinta pertamanya, dan semua orang tahu jatuh cinta seringkali membuat orang menderita. Cinta
membuat orang begitu tolol, dungu, dan bodoh. Tapi kadang cinta juga membuat seseorang menjadi
pemberani.

Siapa Kirim Aku Bunga?. Berlatar pada akhir tahun 20-an di Hindia Belanda, tentang Kontrolir
Henri yang memiliki kisah cinta menyedihkan, dimulai dari datangnya bunga-bunga misterius yang
dikirim seseorang kepadanya. Salah satu cerita yang memiliki ending tak terduga, saya sangat
menyukainya. Bahwa perlakuan jahat kita kepada seseorang suatu waktu akan berbalik, akan
mendapat karmanya.

Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti. Kisah memilukan lainnya, salah satu cerita yang
membuat dada saya terasa sesak ketiba tiba di bagian ending. Seorang bocah kecil berumur sepuluh
tahun yang kerap mencuri roti dan menjadi kriminal yang dikagumi. Bahwa kadang seseorang
melakukan tindakan tercela karena terpaksa, karena tuntutan hidup, andai saja ada yang
memperhatikan, ada kepedulian, maka tindakan yang merugikan orang lain tidak akan terjadi.

Secara keseluruhan saya sangat puas dengan buku ini, saya menyukai tulisan Eka Kurniawan!
Terlebih saya menyukai isu-isu yang dia kemukakan, yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-
hari, yang kerap kali menyentil pemerintahan, dan kadang mengingatkan kita pada sejarah. Humor
yang kadang disisipkan begitu segar, membuat kenyamanan membaca bertambah. Sama sekali jauh
dari bayangan bahwa saya akan kesusahan mencerna keseluruhan cerita, nyatanya saya dapat
memahaminya, dapat merasakan apa yang dialami oleh para tokohnya dan larut akan kisah mereka.

Buku ini sangat tepat jika kalian ingin mencoba membaca tulisan Eka Kurniawan, cukup ringan dan
mengandung banyak pesan. Walau ada beberapa bagian yang harusnya dikonsumsi oleh orang
dewasa, saya rasa buku ini bisa juga dinikmati oleh para remaja.

4 sayap untuk Corat-coret di Toilet, saya jadi ingin menemukan toilet tersebut dan urun pendapat di
sana :p.

NB:

Saya membaca Corat-coret di Toilet ini via aplikasi perpustakan online, Ijakarta. Ini adalah
pengalaman kesekian kali saya membaca lewat aplikasi tersebut. Tidak ada kesulitan dalam
mengakses, mungkin harus lebih sabar ketika buku yang ingin dibaca peminatnya banyak, kita harus
masuk antrian terlebih dahulu. Namun, karena Corat-coret di Toilet merupakan salah satu
tantangan membaca dari Ijakarta dan Gramedia, stok bukunya banyak, tidak perlu mengantri,
bahkan saya sampai pinjam dua kali karena batas pinjam hanya tiga hari saja. Sebenarnya tiga hari
cukup untuk membaca, saya selesai hanya dalam satu hari saja, pinjaman kedua untuk menulis
resensinya. Ijakarta bisa didownload via ponsel Android, IOS dan PC. Pinjaman pertama saya baca
via ponsel, sedangkan pinjaman kedua via dekstop, keduanya sama-sama nyaman, tergantung
kebutuhan, walau kadang-kadang lemot, hehehe.

Jadi, dengan kemudahan ini tidak lagi kita kesusahan untuk membaca, kalau lagi bokek dan tidak
mampu membeli buku, kita hanya perlu menjelajah Ijakarta dan mencari buku yang kita inginkan,
gratis, mungkin awalnya perlu jaringan internet, tapi ketika buku sudah dipinjam dan di download,
bisa kok kita membaca tanpa harus kehilangan paket data atau sinyal wifi. Banyak sekali buku
terbitan grup Kompas Gramedia, jadi selamat membaca dengan gratis, jangan beli ebook bajakan
apalagi buku replika. Yuk dukung penulis, khususnya penulis dalam negeri dengan menikmati karya
mereka secara legal :D

https://www.kubikelromance.com/2016/10/Corat-coretdiToilet.html

Review: Corat-Coret di Toilet by


Eka Kurniawan
FRIDAY, SEPTEMBER 25, 2015

Judul : Corat-Coret di Toilet


Penulis : Eka Kurniawan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 125 halaman

"Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet."

REVIEW

Tidak banyak seorang penulis yang menulis suatu genre di luar selera pasar. Rata-rata penulis yang
mempunyai genre di luar pasar tersebut mempunyai pembaca tersendiri, sehingga peminat pasar
bacaan pada umumnya enggan melirik karya mereka.

Tapi aku rasa hal itu tidak berlaku pada Eka Kurniawan. Sastrawan yang mulai dikenal namanya
bahkan ke luar negri. Aku masuk dalam kategori pembaca yang mengikuti selera pasar pada
umumnya. Membaca karya penulis sastra tidak pernah terlintas dalam pikiranku. Tapi tidak untuk
Eka Kurniawan.
Aku juga bukan pembaca yang gemar membaca kumcer. Aku lebih suka novel. Ini adalah
pengenalanku pertama akan tulisan Eka Kurniawan, dan ini merupakan kumpulan cerpen. Ada
beberapa cerpen yang terdapat dalam buku ini, terdapat 12 cerpen.
Mari kita review satu persatu cerpen tersebut:

Peterpan
Cerita mengenai seorang pemuda yang gemar mencuri buku tapi tidak pernah ditangkap. Dia
gemar sekali mencuri buku, berharap adanya perlawanan dari pihak yang berkuasa di negrinya. Dia
mulai melakukan aksi demonstrasi untuk menarik perhatian antek-antek diktator.
Cerita ini menggambarkan akan penderitaan rakyat kecil yang seringkali kalah oleh penguasa
negri. Eka kurniawan memaparkan dengan bahasanya yang mudah dimengerti.

Dongeng Sebelum Bercinta


Tidak hanya bercerita mengenai politik, Eka Kurniawan pun mampu menuliskan kisah roman
dengan bahasa yang gamblang, ceplas ceplos. Dalam kisah ini beliau menceritakan akan nasib
seorang perempuan yang akhirnya menikah dengan orang yang tidak Ia cintai. Sudah lama Ia
menikah dengan suaminya tersebut, akan tetapi Ia tidak mau bersetubuh dengan suaminya.
Eka Kurniawan juga menceritakan apa yang terjadi dengan perempuan itu sebelumnya. Menghibur.
Eka Kurniawan berhasil membuat aku kagum akan tulisannya dijudul ini

Corat-Coret di Toilet
Mengambil judul buku ini berdasarkan salah satu cerita pendek di dalamnya. Menceritakan tentang
kebiasaan berbagai macam manusia pengguna toilet umum. Mereka suka sekali menuliskan unek-
unek tentang apa pun pada dinding toilet. Hal itu membuat dinding toilet tampak kumuh dan
jelek. Beberapa kali dicat ulang ternyata tidak mampu menghentikan hal tesebut. Hal ini
digambarkan oleh Eka Kurniawan akan aspirasi rakyat yang sering tidak didengar oleh pejabat
pemerintah. Mereka lebih suka menuliskan aspirasinya di dinding toilet. Karena hanya tempat itu
yang dapat mendengarkan keluh kesah mereka.
Eka Kurniawan juga menyindir pembaca dalam cerita ini, menyindir pengguna toilet yang suka
berlaku jorok dan sembarangan. Dihadirkan dengan bahasa yang ceplas ceplos, cerita ini sangat
memikat hati.

Teman Kencan
Eka Kurniawan menulis cerita genre roman lagi dalam buku ini. Berkisah tentang laki-laki malang
yang tidak punya pacar sedangkan teman-teman lainnya mempunyai kekasih. Dia malu sekali kalau
pada malam minggu hanya berdiam di rumah, sedangkan teman-temannya sedang bersama pacar
mereka. Ditengah keputusasaan, Dia menghubungi mantan pacarnya. Hal mengelitik pun terjadi.
Kisah ini lucu sekali.

Rayuan Dusta untuk Marietje


Seorang pemuda pada zaman griliya perang membual bahwa dirinya sudah terbiasa menjadi tulang
pukul di Belanda. Hal itu dilakukan agar Dia dapat dipekerjakan di Batavia. Saat itu dia memiliki
kekasih bule, tapi tidak dapat menemui kekasihnya karena adanya larangan agar rakyat Belanda
tidak memasuki Batavia. Dia anti sekali mempunyai pacar pribumi yang digambarkan dengan sosok
yang tidak menarik. Suatu waktu larangan tersebut pun dicabut. Penduduk Belanda dapat
mendatangi Batavia. Segeralah pemuda ini menuliskan surat pada kekasihnya untuk bertemu, tapi
tidak kesampaian. Ia pun membual lagi.
Kisah yang unik.

Hikayat Si Orang Gila


Cerita ini miris sekali. Di tengah kehidupan suatu daerah yang rata-rata rakyatnya kaya dan
berkecukupan, hiduplah seorang laki-laki gila. Hanya saja saat itu sedang terjadi perang. Banyak
tentara yang menjarah barang milik rakyat. Rakyat kabur, sedangkan si gila berusaha untuk
mencari makanan untuk bertahan hidup. Dia bahkan tidak peduli dengan serangan yang sedang
terjadi. Kasian sekali ternyata pada zaman sekarang hal itu masih dapat kita temui. Ada beberapa
orang yang menahan lapar dan tidak ada yang peduli akan nasib mereka. Orang lain hanya
memikirkan kepentingan diri mereka sendiri.

Si Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam


Perempuan pada hakikatnya memang tidak boleh keluar pada malam hari. Eka Kurniawan
berusaha menceritakan ide kisah itu pada judul ini. Seorang perempuan yang sudah dewasa tidak
boleh keluar pada malam hari. Walau hanya untuk pergi jalan-jalan dengan temannya. Dia hanya
boleh pergi keluar pada malam hari bersama dengan orangtuanya. Berbagai perlawanan pun
dilakukan perempuan itu untuk dapat merasakan kebebasan pada malam hari. Nasib malang yang
akhirnya harus dia terima.
Kisah ini benar-benar spesial di mata aku. Sebagai perempuan memang adakalanya tidak menuruti
keinginan atau rasa penasaran saja.

Siapa Kirim Aku Bunga?


Seorang pemuda yang miskin akan cinta mendapatkan kiriman bunga terus menerus secara
misterius. Dia penasaran siapa yang mengiriminya bunga dimana pun dia berada. Saat Dia melihat
seorang penjual bunga, Dia pun bertanya akan orang-orang yang membeli bunganya. Namun tak
kunjung mendapatkan jawaban akan sosok pengirim bunga itu. Sampai pemuda ini ternyata jatuh
cinta.
Kisah ini dibuat untuk perlahan menemukan rahasia yang terjadi akan pemuda itu, dan aku pun
penasaran akan endingnya. Mempunyai pesan moral untuk dapat peduli dengan keadaan orang
lain, kisah ini sangat memikat.

Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti


Lagi-lagi Eka Kurniawan menceritakan tentang rakyat kecil yang seringkali mendapatkan akibat
akan perbuatan mereka yang hanya dimaksudkan untuk bertahan hidup. Ada seorang pemuda yang
suka sekali mencuri roti, hal remeh yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan pada suatu
daerah. Hanya saja pengusaha roti yang sebenarnya memiliki banyak sekali roti dan mendapatkan
keuntungan akan penjualannya sehari-hari merasa dirugikan. Dia memaksa polisi untuk menangkap
Bandit ini.
Miris sekali. Pada zaman ini pun masih terjadi. Dimana rakyat kecil sering menderita karena
perbuatan mereka yang sebenarnya sepele, dibandingkan penguasa daerah yang menimbun uang
orang lain, semakin kaya, tanpa adanya yang menganggu :(

Kisah dari Seorang Kawan


Kisah ini menceritak tentang persahabatan mahasiswa. Mereka membagi kisah hidup masing-
masing. Seorang mahasiswa bercerita mengenai orangtuanya yang hanyalah pedagang kecil dan
berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Orangtuanya bertahan hidup dengan
berdagang dan berlawan dengan penimbun beras.
Lagi-lagi aku dibuat kagum akan penuturan Eka Kurniawan yang menggelitik tapi penuh sindirian.
Pedagang pun tak luput menjadi ide ceritanya. Ternyata mereka suka sekali berlaku curang hanya
untuk memperkecil saingan dalam berdagang.

Dewi Amor
Kisah roman lainnya yang terdapat dalam novel ini. Berkisah tentang remaja yang menyukai
seorang gadis dan dengan malu untuk dapat berkenalan dengannya. Dia mengamati segala aktifitas
gadis tersebut dan tanpa sadar membuat Dia bersemangat untuk selalu pergi ke sekolah.
Sampai suatu waktu Dia dapat mengutarakan perasaanya pada gadis pujaannya.
Kisah ini mungkin yang paling ringan dibanding judul cerita pendek Eka Kurniawan yang terdapat
dalam buku ini. Hal ini menggambarkan ternyata Eka kurniawan tidak hanya mampu menuliskan
kisah sastra yang sarat akan politik atau makna, tapi kisah sederhana pun mampu beliau tuliskan.
Suka sekali!

Kandang Babi
Buku ini ditutup dengan kisah ini. Seorang mahasiswa yang tinggal di kampusnya untuk bertahan
hidup. Dia seringkali berutang hanya untuk makan dan minum kopi serta berpenampilan jorok.
Digambarkan Eka Kurniawan dengan sosok yang bodoh, mahasiswa tua tapi masih berada di
kampus. Suatu waktu Dia dihadapkan dengan kenyataan bahwa Dia tidak boleh di tempat gudang
disisi bangunan kampusnya. Dengan sabar mahasiswa itu mencari tempat baru disetiap sudut
kampusnya dan hanya menemukan pos satpam yang tidak layak huni. Tapi masih Dia tempati.
Sampai Dia menyadari tidak mungkin untuk terus ditempat itu. Dia bertemu sahabat lamanya yang
sekarang malah sudah menjadi seorang dosen dikampusnya.
Kisah sederhana ini membuatku berpikir ternyata dari ribuan mahasiswa yang ada di suatu
kampus, pasti ada sosok mahasiswa yang tidak memiliki hidup mewah. Bahkan untuk makan saja
susah. Mungkin tidak hanya dikalangan kampus, ditempat tinggal kita sehari-hari pun gambaran itu
dapat dengan mudah dijumpai. Seseorang yang hidup dengan berhutang dan menutupi hutangnya
dengan hutang yang baru kembali. Gali lobang tutup lobang yang entah kapan ada ujungnya.

Woah! Aku tidak meyangkan dapat menikmati setiap judul cerita pendek dalam buku ini, Dengan
bahasa gamblang, ceplas ceplos bahkan cenderung apa adanya, Eka Kurniawan benar-benar
memikat hati. Beliau bahkan menggunakan bahasa yang memang digunakan oleh rakyat yang
menjadi ide cerita disetiap judul buku ini.

Aku juga suka sekali cover yang diberikan pada cetakan ini. Simpel, tapi saat diraba pada
gambarnya, bertekstur kasar. Aku rasa tidak banyak desain cover yang memiliki desain bagus juga
bahannya bagus.
Aku tidak meragukan kalau sekarang Eka Kurniawan menjadi sosok sastrawan yang dikenal oleh
negara lain. Bahkan bukunya diterbitkan dengan bahasa yang berbeda.
Untuk yang menyukai genre selera pasar pada umunya dan tidak pernah terbesit untuk membaca
kisah sastra apalagi kumpulan cerpen, mungkin buku Eka Kurniawan Corat-Coret di Toilet ini dapat
dijadikan pilihan yang tepat.
Tidak menggunakan bahasa berat dan terlalu politik, aku rasa buku ini dapat dibaca oleh segala
segmen pasar dari berbagai umur.
Kalian harus baca kumpulan cerpen ini. Banyak sekali makna dan sindirian halus yang mungkin
akan menyindir diri kalian sendiri

4* aku berikan.
Selamat menikmati dunia sastra dengan karya yang mengagumkan :)

http://duniakecilprili.blogspot.com/2015/09/review-corat-coret-di-toilet-by-

eka.html

[Resensi Buku] Corat-Coret di Toilet : Cerita dari


Balik Dinding
2
“Sebagaimana sering kita baca di novel dan komik, penjahat besar yang keji, kotor, dan bau neraka memang susah
dikalahkan dan susah mati.” (Peter Pan)
Semua orang tahu belaka, toilet itu dicat agar tampak bersih dan terasa nyaman. Sebelumnya, ia menampilkan
wajahnya yang paling nyata: ruangan kecil yang marjinal, tempat banyak orang berceloteh. Dindingnya penuh
dengan tulisan-tulisan konyol yang saling membalas, tentang gagasan-gagasan radikal progresif, tentang ajakan
kencan mesum, dan ada pula penyair-penyair yang puisinya ditolak penerbit menuliskan seluruh masterpiece-nya di
dinding toilet. Dan para kartunis amatir, ikut menyemarakkannya dengan gagasan-gagasan ‘the toilet
comedy’. Hasilnya, dindig toilet penuh dengan corat-coret nakal, cerdas maupun goblok, sebagaimana toilet-toilet
umum di mana pun: di terminal, di stasiun, di sekolah-sekolah, di stadion, bahkan di gedung-gedung departemen.
(Corat-Coret di Toilet, halaman 27-28)
Buku ini memuat 12 judul cerpen yang ditulis selama periode tahun 1999-2000. Corat-coret di Toilet kali pertama
terbit sekitar tahun 2000 oleh Yayasan Aksara Indonesia berisi sepuluh cerpen, kemudian diterbitkan ulang oleh
Gramedia pada tahun 2014 dengan menambah dua cerpen lagi. Cerpen-cerpen tersebut adalah Peter Pan, Dongeng
Sebelum Bercinta, Corat-Coret di Toilet, Teman Kencan, Rayuan Dusta untuk Marietje, Hikayat Si Orang Gila, Si
Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam, Siapa Kirim Aku Bunga?, Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti,
Kisah dari Seorang Kawan, Dewi Amor, serta Kandang Babi. Hampir semua cerpen saya suka. Favorit saya adalah
tiga cerpen pertama—Peter Pan, Dongeng Sebelum Bercinta, serta Corat-Coret di Toilet.
Peter Pan bercerita tentang seseorang yang suka membaca buku dan menulis puisi yang gemar mencuri buku. Ia
mencuri buku agar ditangkap, dengan demikian ia tahu bahwa pemerintah sangat mencintai buku seperti dirinya.
Sayangnya, ia tak pernah ditangkap karena mencuri buku-buku yang jumlahnya mencapai ribuan. Kisah Peter Pan
ini mengingatkan kita pada sosok Wiji Tukul dan orang-orang yang sampai sekarang masih dinyatakan hilang.
Silakan baca cerpennya untuk tahu hubungan Peter Pan si Pencuri Buku dengan penyair kita itu.

Dongeng Sebelum Tidur mengambil kisah Syarazad dalam 1001 Malam. Berkisah tentang pasangan yang baru saja
menikah. Sang istri tak mau melakukan hubungan suami istri jika dongengnya belum selesai dibacakan. Tengan
saja, tak ada adegan tebas-tebasan leher dalam cerita ini. Tapi, kalian akan kagum dengan kecerdasan penulis
meramu ending yang … hmm baca sendiri, monggo.
Corat-Coret di Toilet lebih sederhana lagi. Berkisah tentang dinding toilet yang menyimpan banyak kisah. Seperti
potongan paragraf dalam pembuka ulasan ini, dinding toilet hanya ruangan marjinal tempat orang-orang berceloteh.
Banyak hal yang disimpan oleh dinding toilet, bahkan dinding toilet lebih dipercaya daripada bapak-bapak anggota
dewan.

“Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet.”
*

Saya kali pertama bertemu dengan Eka Kurniawan sekitar Juni 2014. Saat itu saya menjadi volunteer dalam
Makassar International Writers Festival (MIWF) di mana Eka Kurniawan sebagai salah satu partisipan dalam
festival tersebut. Saat itu saya mengurusi dua program yang dibawakan Eka—salah satunya adalah launching buku
Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas. Saat meminta tanda tangan untuk buku Cantik Itu Luka—buku Eka
Kurniawan yang saya baca kali pertama dan langsung membuat saya jatuh cinta dengan tulisan-tulisannya—saya
sempat bertanya padanya, “Apa sih isi kepala Mas Eka? Sehari-hari makan apa, Mas?” dan dia hanya menjawab
dengan senyum sambil menandatangani buku. Kami akhirnya bertemu kembali saat MIWF 2016 dan lagi-lagi saya
mengurusi program-program yang ia bawakan—termasuk launching buku O.

Saat membaca kumpulan cerpen Corat-Coret di Toilet saya merasa cerpen-cerpen yang ditulis Eka sangat dekat
dengan kita. Apa yang ditulis adalah gambaran apa yang pernah terjadi di negeri ini (dalam Peter Pan dan Rayuan
Cinta Marietje, misalnya), apa yang terjadi pada masyarakat kita (dalam Dongeng Sebelum Bercinta, Corat-Coret di
Toilet, atau Kandang Babi, misalnya). Pembaca akan jarang menemukan cerita yang berakhir bahagia, justru kisah-
kisah yang dipaparkan terasa sangat nyata, penuh kritikan dan sindiran terhadap satu periode, dan satire.
Karya-karya Eka Kurniawan nyatanya tak pernah mengecewakan. Saya menemukan diri saya memaki saat
mendapati ending Teman Kencan yang kampret. Atau meringis saat membaca Hikayat Si Orang Gila dan Siapa
Kirimi Aku Bunga?.
Meski ada beberapa kesalahan pengetikan dalam buku ini—setidaknya saya menemukan dua kata salah ketik—tetap
tak mengurangi kenikmatan membaca bukunya. Eka Kurniawan, melalui karya-karyanya mencoba meramu hal-hal
sederhana dan menjadikannya bacaan yang layak untuk dinikmati.

Sebagai catatan tambahan, saya kali pertama membaca kumcer Corat-Coret di Toilet saat MIWF 2014. Saya
akhirnya membaca ulang buku bagus ini dalam rangka #ReadingChallenge yang
diadakan Gramedia dan Perpustakaan Digital i-Jakarta tentunya melalui aplikasi i-Jak. Kumcer ini adalah buku
kedelapan yang saya baca via i-Jak selama bulan Oktober—dari 13 total buku yang saya baca. Belakangan saya
sedang menikmati membaca buku digital dikarenakan beberapa alasan—salah satunya agar tak sering-sering
membuka tab chat di beberapa aplikasi obrolan. I-Jak juga menjadi solusi untuk saya jika ingin membaca buku
yang belum ada di rak buku tetapi sangat ingin saya baca. Tinggal melihat persediaan di i-Jak, meminjam, dan
tadaaaa! Buku tersebut sudah mejeng dalam rak buku virtual di ponsel!

Judul buku : CORAT-CORET DI TOILET │ Penulis : Eka Kurniawan │ Desain sampul : Eka Kurniawan │
Penerbit :Gramedia Pustaka Utama │ Tahun terbit : 2014 │ Jumlah halaman: 125 halaman │ ISBN : 978-602-
03-0386-4
https://perpustakaandhila.wordpress.com/2016/11/03/resensi-buku-corat-

coret-di-toilet-cerita-dari-balik-dinding/

Anda mungkin juga menyukai