23
Pukul tujuh pagi, ketika para mahasiswa belum membuat
kegaduhan di ruang kuliah mereka, seorang bocah sudah
menyerbu toilet yang terdapat persis di bawah tangga.
Ia punya sedikit kelainan dengan salurannya: tampaknya
beser. Mungkin karena sering minum kopi, atau jarang
berolahraga. Setelah ritual paginya yang membosankan,
ia menatap tulisan di dinding yang mencolok itu dengan
gemas.
Dengan sebuah pena, ia membuat tanda panah dari
kalimat yang terbaca, dan menulis, membalas, ”Jangan
memprovokasi! Revolusi tak menyelesaikan masalah.
Meskipun merepotkan.
Dan seperti kebanyakan konsumen toilet, ia tertarik
24
dengan coretan di dinding, dan tergoda untuk ikut
berkomentar pula. Dicarinya spidol di tasnya, tapi ia
hanya menemukan lipstik. Maka menulislah ia dengan
lipstik setelah membuat tanda panah, ”Kau pasti antek
tentara! Antek orde baru! Feodal, borjuis, reaksioner
goblok! Omong-kosong reformasi, persiapkan revolusi!”
***
***
25
semata-mata untuk pipis atau bikin konser ’plung,
plung’, bahkan tidak pula untuk sekadar cuci tangan dan
meludah. Ia hampir setiap hari berkunjung ke toilet, tak
26
melihatnya, pasti menduga ia seorang homo, meskipun
agak sulit untuk membuktikannya.
Bahkan melalui apa yang kemudian ditulisnya di
dinding, yang merupakan ungkapan politis-ideologisnya,
ia tetap tidak bisa dipastikan apakah sungguh-sungguh
punya kecenderungan seksual itu atau tidak. Beginilah
***
di lubang kakus.
Siapa pun yang kemudian masuk setelah itu, bisa
dipastikan kehilangan selera untuk apa pun di dalam
toilet. Semua orang menghindarinya. Semua? Tidak!
Ternyata ada juga anak sinting yang masuk ke toilet itu
dengan sadar. Kejadiannya di saat jam-jam kuliah sedang
27
berlangsung, dan anak itu meluncur dari ruang kuliah
28
***
toilet.”
Tulisan kedua berbunyi: ”Aku juga.”
Dan seratus tulisan tersisa, juga hanya menulis,
”Aku juga.”
Corat-Coret di Toilet
Mengambil judul buku ini berdasarkan salah satu cerita pendek
didalamnya.menceritakan tentang kebiasaan berbagai macam manusia pengguna toilet
umum. Mereka suka sekali menuliskan unek-unek tentang apapun pada dinding toilet.
Hal itu membuat dinding toilet tanpak kumuh dan jelek.
Beberapa kali dicat ulang ternyata tidak mampu menghentikan hal tersebut. Hal ini
digambarkan oleh Eka Kurniawan akan aspirasi rakyat yang sering tidak didengar
oleh pejabat pemerintah mereka lebih suka menuliskan aspirasinya didinding toilet,
karena hanya tempat itu yang dapat mendengar kesah keluh mereka.
Eka Kurniawan juga menyindir pembaca dalam cerita ini, menyindir pengguna toilet
yang berlaku jorok dan sembarangan yang dihadirkan dengan bahasa yang ceplas
ceplos, cerita ini sangat memikat hati.
Sebenarnya ceritanya sederhana, sebuah toilet umum yang habis dicat berwarna krem
yang centil. Seorang bocah berpenampilan gaya punk terkesima dengan dinding yang
polos, lantas dengan spidol dia menuliskan aspirasinya akan pemerintahan saat itu.
Selanjutnya, dinding toilet tersebut terisi berbagai macam komentar pengunjungnya,
sarana aspirasi yang lebih bebas dan siapa saja bisa ikut ambil suara.
Unsur Instrinsik
Tema dari cerpen tersebut adalah Aspirasi Pengguna Toilet dalam cerpen
tersebut terdapat alur maju karena di sebutkan bahwa adanya kalimat “Dan gadis itu
kemudian muncul”,”dua hari berlalu tanpa ada kejadian yang menghebohkan
ditoilet”,”kemudian di siang bolong”,”seminggu kemudian berlalu”,dsb.
Ada banyak tokoh yang diceritakan karena toilet tersebut adalah milik umum
termasuk Anak punk, Gadis tomboi, Mahasiswa yang memiliki masalah dengan
salurannya, Anak laki-laki yang membuat konser plug plug plug, Seorang hedonis
yang suka dandan, Laki-laki bertubuh besar dan tinggi, Anak sinting, dsb.
Dalam cerpen tersebut terdapat latar tempat yang sama yaitu Toilet dengan latar
suasana “menikmati bau cat yang masih baru”,”terkagum-kagum”,”kegaduhan
diruang kuliah”,”membenci saat-saat pipis”,”penuh
gairah”,”menjijikkan”,”gemetaran”,”tergopoh”, ”pasrah”dsb. Latar waktu dalam
cerpen corat coret ditoilet adalah “Pukul tujuh pagi”, “dua hari berlalu”, ”kemudian
disiang bolong”, ”seminggu kemudian berlalu”, ”jam-jam kuliah sedang
berlangsung”,dsb. Sudut pandang Objective point of view karena pengarang
menceritakan apa yang terjadi. Seperti anda sedang menonton televisi, pengarang
sama sekali tidak masuk dalam pelaku.
Amanat yang dapat disimpulkan dari cerpen tersebut adalah kita harus menjaga
kebersihan Toilet walaupun kita ingin menyampaikan aspirasi kita kepada orang lain
seharusnya kita menyampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan, selain
untuk corat coret, kebersihan toilet juga belum di utamakan terutama mengenai
pembuangan pembalut, dan penyiraman kaskus yang kurang sehingga para toilet
umum menjadi ternodai dengan banyaknya keparat pengguna toilet yang
“KEMPROS”. Di tempat publik kita harus menghormati sesama pengguna tempat
tersebut UNTUK APA KITA DISEKOLAHKAN, DIDIK UNTUK DISIPLIN JIKA
MASIH SAJA EGOIS!!!
https://lautanpenulis.wordpress.com/2017/11/25/analisis-cerpen-coret-coret-di-toilet-karya-eka-
kurniawan-oleh-dewi-magfiroh/amp/
pemerintahan orde baru hingga reformasi melalui satire. Satire adalah alat
berbagai aspek seni, yaitu prosa, puisi, dan drama. Dalam hal ini, khususnya
kualitatif. Objek yang diteliti adalah buku teks kumpulan cerpen berjudul
yang sama karya Eka Kurniawan. Pendekatan yang digunakan peneliti adalah
kajian sosiologi sastra. Hasil penelitian ditemukan tiga jenis satire dalam
Sosiologi Sastra
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Metode Penelitian
1. Objek Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan kajian pustaka.
Teknik analisis data yang digunakan penulis ialah pembacaan teks dengan
A. Satire
menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak harus bersifat ironis.
adalah agar diadakan perbaikan baik secara etis maupun estetis. Adapula
satire menurut Stanton adalah karikatur versi sastra karena cenderung
sebenarnya.
a. Parodi. Bentuk karya sastra yang sering disebut dengan “imitasi”, yakni
meniru cara (bentuk dan gaya) atau subyek karya sastra lain atau meniru
confuting musuh, dengan cara berpura-pura tidak peduli dengan topik yang
tahu atau bahkan benar-benar tahu tentang topik dalam sebuah argumen.
4. Dramatic Irony adalah lawan atau kebalikan dari apa yang tidak diketahui
tokoh dalam sebuah karya sastra dan apa yang diketahui oleh pembaca.
5. Cosmic Irony adalah ironi yang dikaitkan dengan karya sastra di mana
menderita.
atau paragraf yang menarik dan persuasif yang digunakan sebagai ajaran
moral.
d. Humor. Gejala atau rasa yang merangsang orang secara mental untuk
Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada teori Abrams, yaitu parodi, ironi,
B. Sosiologi Sastra
dalam masyarakat. Sosiologi sastra ini berangkat dari teori mimesis Plato,
sosiologi karya sastra adalah pada isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain
yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan
Sinopsis
Sebuah ruang toilet yang baru saja dicat menarik perhatian seorang
Seperti yang sudah dijelaskan dalam teori Abrams, satire terbagi menjadi
“Bocah itu berumur dua puluh tahun, berpakaian gaya anak punk, dan
terkagum-kagum dengan dinding toilet yang polos. Baru dicat dengan warna
krem yang centil. Ia merogoh tas punggungnya dan menemukan apa yang
22
Kutipan di atas berbentuk satire ironi berjenis sarcasm yang merupakan
cibiran, ejekan atau cemoohan. Hal itu dibuktikan dengan adanya kalimat
saat itu.
“Dengan sebuah pena, ia membuat tanda panah dari kalimat yang terbaca,
Satire alegori dapat dilihat dari adanya sebuah doktrin dalam paragraf
tersebut yang merupakan ajaran moral, di sana kita dapat melihat dari
lipstick setelah membut tanda panah, Kau pasti antek tentara! Antek orde
untuk berdamai.
Tak lupa, dalam cerpen Corat-coret di Toilet pun turut diwarnai dengan
satire humor:
penuh gairah, “Hai, Gadis! Aku suka gadis revolusioner. Mau kencan
denganku?” hlm. 24
“… Sambil tertawa centil, ia ikut menulis, juga dengan lipstick, “Mau kencan
denganku? Boleh! Jemput jam sembilan malam di café. NB: jangan bawa
intel.” hlm. 25
Satire ironi berjenis sarcastic irony yang merupakan cara yang dilakukan
peduli dengan topik yang dibicarakan atau berpura-pura bodoh padahal dia
“… dan segera ikut menulis, “Ini dia reaksioner brengsek, yang ngebom
tanpa dibanjur! Jangan-jangan tak pernah cebok pula. Hey, kawan, aku
memang PKI: Penggemar Komik Indonesia. Kau mau apa, heh?” hlm. 27
Satire alegori kembali ditemukan dalam kutiapan berikut:
Cosmic irony dikaitkan dengan karya sastra di mana Tuhan dan takdir telah
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat tiga jenis satire yang berada di dalam
cerpen Corat-coret di Toilet karya Eka Kurniawan, yaitu 1). satire ironi, 2)
1). Satire Ironi, yang terdapat pada hlm 22, 23, 26 dan 29:
“Bocah itu berumur dua puluh tahun, berpakaian gaya anak punk, dan
terkagum-kagum dengan dinding toilet yang polos. Baru dicat dengan warna
krem yang centil. Ia merogoh tas punggungnya dan menemukan apa yang
persiapkan revolusi!”
muka kalian kalau berani. Jangan cuma teriak-teriak di belakang, bikin rusuh,
dasar PKI!”
“Dengan sebuah pena, ia membuat tanda panah dari kalimat yang terbaca,
secara bertahap.”
“… nyaris menangis, “Kawan-kawan, tolong jangan corat-coret di dinding
penuh gairah, “Hai, Gadis! Aku suka gadis revolusioner. Mau kencan
denganku?”
“… sambil tertawa centil, ia ikut menulis, juga dengan lipstick, “Mau kencan
denganku? Boleh! Jemput jam sembilan malam di café. NB: jangan bawa
intel.”
Aspek masalah dalam cerpen yaitu pengaruh kuasa pemerintahan orde baru
Heinle.1999
Nuryanah, Yanti. Satire dalam Kumpulan Cerpen Kuda Terbang Maria Pinto.
23 Juni 2018)
http://sapasastra.blogspot.com/2018/07/satire-dalam-cerpen-corat-coret-
di.html
Selasa, 25 Oktober 2016
ISBN: 978-602-03-0386-4
132 halaman
Baca di Ijakarta
"Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet."
"Nada komedi-satirnya cukup kuat dalam Corat-coret di Toilet. Cerdas juga usahanya mengangkat
hal kecil yang remeh temeh menjadi problem kemanusiaan."
"I decide to translate Corat-coret di Toilet not only because it is one of Eka's best-known short
stories, but because it is very blackly funny. It catches perfectly the atmosphere of student life in
Indonesia at the start of the new century, as the brief promise of Reformasi was being extinguished
by gangsterism, cynicism, greed, corruption, stupidity, and mediocrity. It also mirrors beautifully the
bizarre lingo shared by ex-radicals, sexual opportunists, young inheritors of the debased culter of the
New-Order era, and anarchists avan la lettre. Finnaly, it shows Eka's gift for starling imagery, sharp
and unex-pected changes of tone, and his 'extra-dry' sympathy for the fellow-members of his late-
Suharto generation."
Akhirnya mencicipi juga karya dari Eka Kurniawan setelah sekian lama bingung ingin memulai dari
buku apa. Gara-gara challenge dari Ijakarta, terpilihlah karya fiksi pertama yang diterbitkan oleh
penulis yang digadang-gadang sebagai penerus Pramoedya Ananta Toer ini, saya berkenalan dengan
Eka Kurniawan lewat kumpulan cerita pendek yang berjudul Corat-coret di Toilet. Keseluruhan
cerita ditulis penulis antara tahun 1999-2000. Mungkin setelah ini saya akan membaca karyanya
secara berurutan sesuai tahun diterbitkannya, memulai pelan-pelan.
Prestasi Eka Kurniawan tentu tidak perlu diragukan lagi, dia adalah salah satu penulis berpengaruh
di Indonesia, buku pertamanya Cantik Itu Luka (2002) menjadi pemenang penghargaan perdana
World Readers. Buku kedua yang berjudul Lelaki Harimau (2004) membawa penulis masuk
nominasi ke ajang penghargaan bergengsi The Man Booker International Prize 2016 serta menyabet
Emerging Voices 2016 untuk kategori fiksi. Pada 2015 oleh Jurnal Foreign Policy, Eka Kurniawan
terpilih sebagai salah satu Global Thinkers karena berhasil mengenalkan Indonesia di kancah
kesustraan dunia. Dua novel pertamanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, Beauty is A
Wound dan Man Tiger di tahun 2015. Dan tahun depan, buku ketiganya Seperti Dendam, Rindu
Harus Dibayar Tuntas (2014) akah diterjemahkan menjadi Love and Vegeance.
Nama besarnya sebagai penulis sastra dalam negeri tentu membuat pembaca pop kontemporer
seperti saya ini maju mundur untuk mengenal tulisannya, takut tidak bisa mencerna dengan baik,
terlalu berat untuk pembaca awam khususnya sastra seperti saya. Kalau tidak dicoba tidak akan
tahu, dan setelah menuntaskan buku pertamanya, ternyata sebuah langkah baik untuk memulai.
Tidak seberat yang saya bayangkan, sebagian besar menyentil isu sosial dan politik, sejarah di masa
lalu, nilai kemanusiaan, dan kisah cinta yang pilu. Setiap cerita memiliki twist di akhir yang kadang
mengejutkan, kadang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, sangat realistis.
Total ada 12 cerita pendek, saya hanya akan membahas kisah favorit saya, sisanya; Teman Kencan,
Rayuan Dusta Untuk Marietje, Kisah Dari Seorang Kawan, Dewi Amor, dan Kandang Babi biar
kalian sendiri yang menafsirkan, toh favorit saya ini bisa dibilang perwakilan karena beberapa
cerpen memiliki tema yang sama.
Peter Pan. Bercerita tentang si pencuri buku perpustakaan, Tuan Penyair, ia berharap akan
ditangkap sehingga pemerintah benar-benar mencintai buku dan membenci pencuri buku. Bahkan
sampain ribuan buku yang ia curi, pemerintah tetap saja mengabaikannya, lalu si Tuang Penyair
yang kemudian memiliki julukan Peter Pan pun ingin melakukan perang gerilya. Cerita ini menyentil
akan masa orde baru, di mana media dianggap berbahaya, harus dibungkam.
Dongeng Sebelum Bercinta. Tentang Alamanda yang dijodohkan oleh sepupunya sendiri, dia
meminta kepada calon suaminya untuk mendengarkan dongeng Alince's Adventure in Wonderland
sebelum mereka bercinta di malam pertama. Karena calon suami sangat mencintai Alamanda, dia
menerima syarat tersebut. Bahkan lebih dari sebulan setelah pernikahan, Alamanda belum juga
menyelesaikan dongengnya. Tentang perjodohan yang tidak diinginkan, tentang pernikahan yang
tanpa cinta, endingnya begitu menendang.
Corat-Coret di Toilet. Tidak heran cerita ini menjadi judul, karena dari semua cerpen, Corat-coret
di Toilet-lah yang memang fantastis. Sebenarnya ceritanya sederhana, sebuah toilet umum yang
habis dicat berwarna krem yang centil. Seorang bocah berpenampilan gaya punk terkesima dengan
dinding yang polos, lantas dengan spidol dia menuliskan aspirasinya akan pemerintahan saat itu.
Selanjutnya, dinding toilet tersebut terisi berbagai macam komentar pengunjungnya, sarana aspirasi
yang lebih bebas dan siapa saja bisa ikut ambil suara.
"Semua orang tahu belaka, toilet itu dicat agar tampak bersih dan terasa nyaman. Sebelumnya, ia
menampilkan wajahnya yang paling nyata: ruangan kecil yang marjinal, tempat banyak orang
berceloteh. Dindingnya penuh dengan tulisan-tulisan konyol yang saling membalas, tentang
gagasan-gagasan radikal progresif, tentang ajakan kencan mesum, dan ada pula penyair-penyair
yang puisinya ditolak penerbit menuliskan seluruh master piece-nya di dinding toilet. Dan para
kartunis amatir, ikut menyemarakan dengan gagasan-gagasan 'the toilet comedy'. Hasilnya, dinding
toilet penuh dengan corat-coret nakal, cerdas maupun goblok, sebagaimana toilet-toilet umum di
mana pun: di terminal, di stasiun, di sekolah-sekolah, di stadion, dan bahkan di gedung-gedung
departemen."
Di cerpen ini jugalah saya mulai menyadari apa yang menjadi kehebatan Eka Kurniawan.
Deskripsinya yang amat detail sanggup membuat saya seperti tertelan ke dalam buku dan melihat
langsung apa yang terjadi, merasakannya secara langsung. Misalkan saja ketika bagian ada yang
buang hajat kemudian langsung meninggalkan toilet tanpa membersihkannya terlebih dahulu,
bagian tersebut terasa nyata dan saya ikutan jijik ketika membacanya. Eka Kurniawan juga jago
membuat kalimat satir, menyindir dan sangat tepat sasaran. Cerita ini menekankan bahwa anggota
dewan hanya mengobral janji, tidak bisa dipercaya, dan kerap kali aspirasi masyarakat diabaikan
begitu saja, sebagian orang lebih menyukai menyuarakan aspirasi lewat dinding toilet.
Hikayat Si Orang Gila. Tentang Orang Gila yang kerap diabaikan, padahal dia juga manusia yang
membutuhkan makan, yang bisa sakit dan kelaparan. Mereka kerap kali dianggap tidak penting.
Si Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam. Tentang orangtua yang sangat posesif terhadap
anaknya, bahkan di usianya yang sudah beranjak 17 tahun, Si Cantik tidak diperbolehkan keluar
malam. Cerita ini layaknya berpesan bahwa seorang anak kadang perlu kebebasan, karena semakin
dikekang mereka akan semakin nekat.
Itu cinta pertamanya, dan semua orang tahu jatuh cinta seringkali membuat orang menderita. Cinta
membuat orang begitu tolol, dungu, dan bodoh. Tapi kadang cinta juga membuat seseorang menjadi
pemberani.
Siapa Kirim Aku Bunga?. Berlatar pada akhir tahun 20-an di Hindia Belanda, tentang Kontrolir
Henri yang memiliki kisah cinta menyedihkan, dimulai dari datangnya bunga-bunga misterius yang
dikirim seseorang kepadanya. Salah satu cerita yang memiliki ending tak terduga, saya sangat
menyukainya. Bahwa perlakuan jahat kita kepada seseorang suatu waktu akan berbalik, akan
mendapat karmanya.
Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti. Kisah memilukan lainnya, salah satu cerita yang
membuat dada saya terasa sesak ketiba tiba di bagian ending. Seorang bocah kecil berumur sepuluh
tahun yang kerap mencuri roti dan menjadi kriminal yang dikagumi. Bahwa kadang seseorang
melakukan tindakan tercela karena terpaksa, karena tuntutan hidup, andai saja ada yang
memperhatikan, ada kepedulian, maka tindakan yang merugikan orang lain tidak akan terjadi.
Secara keseluruhan saya sangat puas dengan buku ini, saya menyukai tulisan Eka Kurniawan!
Terlebih saya menyukai isu-isu yang dia kemukakan, yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-
hari, yang kerap kali menyentil pemerintahan, dan kadang mengingatkan kita pada sejarah. Humor
yang kadang disisipkan begitu segar, membuat kenyamanan membaca bertambah. Sama sekali jauh
dari bayangan bahwa saya akan kesusahan mencerna keseluruhan cerita, nyatanya saya dapat
memahaminya, dapat merasakan apa yang dialami oleh para tokohnya dan larut akan kisah mereka.
Buku ini sangat tepat jika kalian ingin mencoba membaca tulisan Eka Kurniawan, cukup ringan dan
mengandung banyak pesan. Walau ada beberapa bagian yang harusnya dikonsumsi oleh orang
dewasa, saya rasa buku ini bisa juga dinikmati oleh para remaja.
4 sayap untuk Corat-coret di Toilet, saya jadi ingin menemukan toilet tersebut dan urun pendapat di
sana :p.
NB:
Saya membaca Corat-coret di Toilet ini via aplikasi perpustakan online, Ijakarta. Ini adalah
pengalaman kesekian kali saya membaca lewat aplikasi tersebut. Tidak ada kesulitan dalam
mengakses, mungkin harus lebih sabar ketika buku yang ingin dibaca peminatnya banyak, kita harus
masuk antrian terlebih dahulu. Namun, karena Corat-coret di Toilet merupakan salah satu
tantangan membaca dari Ijakarta dan Gramedia, stok bukunya banyak, tidak perlu mengantri,
bahkan saya sampai pinjam dua kali karena batas pinjam hanya tiga hari saja. Sebenarnya tiga hari
cukup untuk membaca, saya selesai hanya dalam satu hari saja, pinjaman kedua untuk menulis
resensinya. Ijakarta bisa didownload via ponsel Android, IOS dan PC. Pinjaman pertama saya baca
via ponsel, sedangkan pinjaman kedua via dekstop, keduanya sama-sama nyaman, tergantung
kebutuhan, walau kadang-kadang lemot, hehehe.
Jadi, dengan kemudahan ini tidak lagi kita kesusahan untuk membaca, kalau lagi bokek dan tidak
mampu membeli buku, kita hanya perlu menjelajah Ijakarta dan mencari buku yang kita inginkan,
gratis, mungkin awalnya perlu jaringan internet, tapi ketika buku sudah dipinjam dan di download,
bisa kok kita membaca tanpa harus kehilangan paket data atau sinyal wifi. Banyak sekali buku
terbitan grup Kompas Gramedia, jadi selamat membaca dengan gratis, jangan beli ebook bajakan
apalagi buku replika. Yuk dukung penulis, khususnya penulis dalam negeri dengan menikmati karya
mereka secara legal :D
https://www.kubikelromance.com/2016/10/Corat-coretdiToilet.html
"Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet."
REVIEW
Tidak banyak seorang penulis yang menulis suatu genre di luar selera pasar. Rata-rata penulis yang
mempunyai genre di luar pasar tersebut mempunyai pembaca tersendiri, sehingga peminat pasar
bacaan pada umumnya enggan melirik karya mereka.
Tapi aku rasa hal itu tidak berlaku pada Eka Kurniawan. Sastrawan yang mulai dikenal namanya
bahkan ke luar negri. Aku masuk dalam kategori pembaca yang mengikuti selera pasar pada
umumnya. Membaca karya penulis sastra tidak pernah terlintas dalam pikiranku. Tapi tidak untuk
Eka Kurniawan.
Aku juga bukan pembaca yang gemar membaca kumcer. Aku lebih suka novel. Ini adalah
pengenalanku pertama akan tulisan Eka Kurniawan, dan ini merupakan kumpulan cerpen. Ada
beberapa cerpen yang terdapat dalam buku ini, terdapat 12 cerpen.
Mari kita review satu persatu cerpen tersebut:
Peterpan
Cerita mengenai seorang pemuda yang gemar mencuri buku tapi tidak pernah ditangkap. Dia
gemar sekali mencuri buku, berharap adanya perlawanan dari pihak yang berkuasa di negrinya. Dia
mulai melakukan aksi demonstrasi untuk menarik perhatian antek-antek diktator.
Cerita ini menggambarkan akan penderitaan rakyat kecil yang seringkali kalah oleh penguasa
negri. Eka kurniawan memaparkan dengan bahasanya yang mudah dimengerti.
Corat-Coret di Toilet
Mengambil judul buku ini berdasarkan salah satu cerita pendek di dalamnya. Menceritakan tentang
kebiasaan berbagai macam manusia pengguna toilet umum. Mereka suka sekali menuliskan unek-
unek tentang apa pun pada dinding toilet. Hal itu membuat dinding toilet tampak kumuh dan
jelek. Beberapa kali dicat ulang ternyata tidak mampu menghentikan hal tesebut. Hal ini
digambarkan oleh Eka Kurniawan akan aspirasi rakyat yang sering tidak didengar oleh pejabat
pemerintah. Mereka lebih suka menuliskan aspirasinya di dinding toilet. Karena hanya tempat itu
yang dapat mendengarkan keluh kesah mereka.
Eka Kurniawan juga menyindir pembaca dalam cerita ini, menyindir pengguna toilet yang suka
berlaku jorok dan sembarangan. Dihadirkan dengan bahasa yang ceplas ceplos, cerita ini sangat
memikat hati.
Teman Kencan
Eka Kurniawan menulis cerita genre roman lagi dalam buku ini. Berkisah tentang laki-laki malang
yang tidak punya pacar sedangkan teman-teman lainnya mempunyai kekasih. Dia malu sekali kalau
pada malam minggu hanya berdiam di rumah, sedangkan teman-temannya sedang bersama pacar
mereka. Ditengah keputusasaan, Dia menghubungi mantan pacarnya. Hal mengelitik pun terjadi.
Kisah ini lucu sekali.
Dewi Amor
Kisah roman lainnya yang terdapat dalam novel ini. Berkisah tentang remaja yang menyukai
seorang gadis dan dengan malu untuk dapat berkenalan dengannya. Dia mengamati segala aktifitas
gadis tersebut dan tanpa sadar membuat Dia bersemangat untuk selalu pergi ke sekolah.
Sampai suatu waktu Dia dapat mengutarakan perasaanya pada gadis pujaannya.
Kisah ini mungkin yang paling ringan dibanding judul cerita pendek Eka Kurniawan yang terdapat
dalam buku ini. Hal ini menggambarkan ternyata Eka kurniawan tidak hanya mampu menuliskan
kisah sastra yang sarat akan politik atau makna, tapi kisah sederhana pun mampu beliau tuliskan.
Suka sekali!
Kandang Babi
Buku ini ditutup dengan kisah ini. Seorang mahasiswa yang tinggal di kampusnya untuk bertahan
hidup. Dia seringkali berutang hanya untuk makan dan minum kopi serta berpenampilan jorok.
Digambarkan Eka Kurniawan dengan sosok yang bodoh, mahasiswa tua tapi masih berada di
kampus. Suatu waktu Dia dihadapkan dengan kenyataan bahwa Dia tidak boleh di tempat gudang
disisi bangunan kampusnya. Dengan sabar mahasiswa itu mencari tempat baru disetiap sudut
kampusnya dan hanya menemukan pos satpam yang tidak layak huni. Tapi masih Dia tempati.
Sampai Dia menyadari tidak mungkin untuk terus ditempat itu. Dia bertemu sahabat lamanya yang
sekarang malah sudah menjadi seorang dosen dikampusnya.
Kisah sederhana ini membuatku berpikir ternyata dari ribuan mahasiswa yang ada di suatu
kampus, pasti ada sosok mahasiswa yang tidak memiliki hidup mewah. Bahkan untuk makan saja
susah. Mungkin tidak hanya dikalangan kampus, ditempat tinggal kita sehari-hari pun gambaran itu
dapat dengan mudah dijumpai. Seseorang yang hidup dengan berhutang dan menutupi hutangnya
dengan hutang yang baru kembali. Gali lobang tutup lobang yang entah kapan ada ujungnya.
Woah! Aku tidak meyangkan dapat menikmati setiap judul cerita pendek dalam buku ini, Dengan
bahasa gamblang, ceplas ceplos bahkan cenderung apa adanya, Eka Kurniawan benar-benar
memikat hati. Beliau bahkan menggunakan bahasa yang memang digunakan oleh rakyat yang
menjadi ide cerita disetiap judul buku ini.
Aku juga suka sekali cover yang diberikan pada cetakan ini. Simpel, tapi saat diraba pada
gambarnya, bertekstur kasar. Aku rasa tidak banyak desain cover yang memiliki desain bagus juga
bahannya bagus.
Aku tidak meragukan kalau sekarang Eka Kurniawan menjadi sosok sastrawan yang dikenal oleh
negara lain. Bahkan bukunya diterbitkan dengan bahasa yang berbeda.
Untuk yang menyukai genre selera pasar pada umunya dan tidak pernah terbesit untuk membaca
kisah sastra apalagi kumpulan cerpen, mungkin buku Eka Kurniawan Corat-Coret di Toilet ini dapat
dijadikan pilihan yang tepat.
Tidak menggunakan bahasa berat dan terlalu politik, aku rasa buku ini dapat dibaca oleh segala
segmen pasar dari berbagai umur.
Kalian harus baca kumpulan cerpen ini. Banyak sekali makna dan sindirian halus yang mungkin
akan menyindir diri kalian sendiri
4* aku berikan.
Selamat menikmati dunia sastra dengan karya yang mengagumkan :)
http://duniakecilprili.blogspot.com/2015/09/review-corat-coret-di-toilet-by-
eka.html
Dongeng Sebelum Tidur mengambil kisah Syarazad dalam 1001 Malam. Berkisah tentang pasangan yang baru saja
menikah. Sang istri tak mau melakukan hubungan suami istri jika dongengnya belum selesai dibacakan. Tengan
saja, tak ada adegan tebas-tebasan leher dalam cerita ini. Tapi, kalian akan kagum dengan kecerdasan penulis
meramu ending yang … hmm baca sendiri, monggo.
Corat-Coret di Toilet lebih sederhana lagi. Berkisah tentang dinding toilet yang menyimpan banyak kisah. Seperti
potongan paragraf dalam pembuka ulasan ini, dinding toilet hanya ruangan marjinal tempat orang-orang berceloteh.
Banyak hal yang disimpan oleh dinding toilet, bahkan dinding toilet lebih dipercaya daripada bapak-bapak anggota
dewan.
“Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet.”
*
Saya kali pertama bertemu dengan Eka Kurniawan sekitar Juni 2014. Saat itu saya menjadi volunteer dalam
Makassar International Writers Festival (MIWF) di mana Eka Kurniawan sebagai salah satu partisipan dalam
festival tersebut. Saat itu saya mengurusi dua program yang dibawakan Eka—salah satunya adalah launching buku
Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas. Saat meminta tanda tangan untuk buku Cantik Itu Luka—buku Eka
Kurniawan yang saya baca kali pertama dan langsung membuat saya jatuh cinta dengan tulisan-tulisannya—saya
sempat bertanya padanya, “Apa sih isi kepala Mas Eka? Sehari-hari makan apa, Mas?” dan dia hanya menjawab
dengan senyum sambil menandatangani buku. Kami akhirnya bertemu kembali saat MIWF 2016 dan lagi-lagi saya
mengurusi program-program yang ia bawakan—termasuk launching buku O.
Saat membaca kumpulan cerpen Corat-Coret di Toilet saya merasa cerpen-cerpen yang ditulis Eka sangat dekat
dengan kita. Apa yang ditulis adalah gambaran apa yang pernah terjadi di negeri ini (dalam Peter Pan dan Rayuan
Cinta Marietje, misalnya), apa yang terjadi pada masyarakat kita (dalam Dongeng Sebelum Bercinta, Corat-Coret di
Toilet, atau Kandang Babi, misalnya). Pembaca akan jarang menemukan cerita yang berakhir bahagia, justru kisah-
kisah yang dipaparkan terasa sangat nyata, penuh kritikan dan sindiran terhadap satu periode, dan satire.
Karya-karya Eka Kurniawan nyatanya tak pernah mengecewakan. Saya menemukan diri saya memaki saat
mendapati ending Teman Kencan yang kampret. Atau meringis saat membaca Hikayat Si Orang Gila dan Siapa
Kirimi Aku Bunga?.
Meski ada beberapa kesalahan pengetikan dalam buku ini—setidaknya saya menemukan dua kata salah ketik—tetap
tak mengurangi kenikmatan membaca bukunya. Eka Kurniawan, melalui karya-karyanya mencoba meramu hal-hal
sederhana dan menjadikannya bacaan yang layak untuk dinikmati.
Sebagai catatan tambahan, saya kali pertama membaca kumcer Corat-Coret di Toilet saat MIWF 2014. Saya
akhirnya membaca ulang buku bagus ini dalam rangka #ReadingChallenge yang
diadakan Gramedia dan Perpustakaan Digital i-Jakarta tentunya melalui aplikasi i-Jak. Kumcer ini adalah buku
kedelapan yang saya baca via i-Jak selama bulan Oktober—dari 13 total buku yang saya baca. Belakangan saya
sedang menikmati membaca buku digital dikarenakan beberapa alasan—salah satunya agar tak sering-sering
membuka tab chat di beberapa aplikasi obrolan. I-Jak juga menjadi solusi untuk saya jika ingin membaca buku
yang belum ada di rak buku tetapi sangat ingin saya baca. Tinggal melihat persediaan di i-Jak, meminjam, dan
tadaaaa! Buku tersebut sudah mejeng dalam rak buku virtual di ponsel!
Judul buku : CORAT-CORET DI TOILET │ Penulis : Eka Kurniawan │ Desain sampul : Eka Kurniawan │
Penerbit :Gramedia Pustaka Utama │ Tahun terbit : 2014 │ Jumlah halaman: 125 halaman │ ISBN : 978-602-
03-0386-4
https://perpustakaandhila.wordpress.com/2016/11/03/resensi-buku-corat-
coret-di-toilet-cerita-dari-balik-dinding/