Anda di halaman 1dari 23

UNIVERSITAS INDONESIA

DISRUPSI TEKNOLOGI PADA BISNIS AGEN PERJALANAN


Analisis Kasus Traveloka sebagai Online Travel Agent (OTA) Terpopuler di Indonesia

Jedidiah Patarson Warouw 1706056515


Putri Sangga Langit 1706056521
Reza Fahlevi 1706056540
Teddy Mahriza Pratama 1706056976
Samuel Kevin Gabriel Harianja 1706057303
Salsabela Liani 1706057410
Muhammad Rayhan Akbar 1706057644
Agung Yoso 1706981560
Andriana Kusumaningrum 1706981592
Luqy Afifah Okatria 1706981863
Nuryn Nabiela 1706981983
Unik Khikmatunnisa Cholin 1706982115

PENGANTAR TEKNOLOGI INFORMASI


Dosen:
Rizqiah Insanita, S.T., M.M.
Arviansyah, S.E., M.Sc., Ph.D.

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

DEPOK

FEBRUARI 2019
STATEMENT OF AUTHORSHIP

Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tugas terlampir adalah murni hasil
pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan
sumbernya.

Materi ini belum pernah disajikan sebagai bahan untuk tugas kecuali kami menyatakan dengan jelas
bahwa kami menyatakan menggunakannya.

Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan/atau dikomunikasikan
untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Nama : Jedidiah Patarson Warouw


NPM : 1706056515
Tanda Tangan :

Nama : Putri Sangga Langit


NPM : 1706056521
Tanda Tangan :

Nama : Reza Fahlevi


NPM : 1706056540
Tanda Tangan :

Nama : Teddy Mahriza Pratama


NPM : 1706056976
Tanda Tangan :

Nama : Samuel Kevin Gabriel Harianja


NPM : 1706057303
Tanda Tangan :

Nama : Salsabela Liani


NPM : 1706057410
Tanda Tangan :

1
Nama : Muhammad Rayhan Akbar
NPM : 1706057644
Tanda Tangan :

Nama : Agung Yoso


NPM : 1706981560
Tanda Tangan :

Nama : Andriana Kusumaningrum


NPM : 1706981592
Tanda Tangan :

Nama : Luqy Afifah Okatria


NPM : 1706981863
Tanda Tangan :

Nama : Nuryn Nabiela


NPM : 1706981983
Tanda Tangan :

Nama : Unik Khikmatunnisa Cholin


NPM : 1706982115
Tanda Tangan :

Mata Kuliah : Pengantar Teknologi Informasi


Judul Tugas : Disrupsi Teknologi pada Bisnis Agen Perjalanan: Analisis Kasus Traveloka
sebagai Online Travel Agent (OTA) Terpopuler di Indonesia
Tanggal : 14 Februari 2019
Nama Dosen : Rizqiah Insanita, S.T., M.M. & Arviansyah, S.E., M.Sc., Ph.D.

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Disrupsi
Teknologi pada Bisnis Agen Perjalanan: Analisis Kasus Traveloka sebagai Online Travel
Agent (OTA) Terpopuler di Indonesia” ini. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas
kelompok mingguan untuk memenuhi salah satu kriteria kelulusan mata kuliah Pengantar
Teknologi Informasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia tahun ajaran
2018 – 2019.
Tentunya, pembuatan makalah ini tidak terlepas dari bantuan pihak – pihak yang terkait,
baik yang melakukan secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada pihak
– pihak yang terkait, antara lain:
1. Ibu Rizqiah Insanita, S.T., M.M. dan Bapak Arviansyah, S.E., M.Sc., Ph.D., selaku
dosen mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi;
2. Rekan – rekan kelas Pengantar Teknologi Informasi; dan,
3. Pihak lainnya yang telah terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari bahwa makalah yang telah kami buat sangatlah jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran, terlebih dari Ibu Rizqiah Insanita, S.T.,
M.M. dan Bapak Arviansyah, S.E., M.Sc., Ph.D. selaku dosen mata kuliah Pengantar
Teknologi Informasi, agar dapat menjadi acuan dan bekal pengalaman bagi kami agar dapat
menjadi lebih baik ke depannya. Kami harap makalah ini dapat berguna bagi para
pembacanya dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari – hari. Sekian dan terima
kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Depok, 14 Februari 2019

Tim Penulis

3
DAFTAR ISI

STATEMENT OF AUTHORSHIP 1

KATA PENGANTAR 3

DAFTAR ISI 4

BAB I PENDAHULUAN 5
A. Sinopsis Kasus 5
B. Tujuan Penulisan 6

BAB II LANDASAN TEORI 7

BAB III PEMBAHASAN 13

BAB IV PENUTUP 17
A. Kesimpulan 17
B. Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 20

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Sinopsis Kasus

Pada dasarnya, setiap manusia akan selalu melakukan perpindahan dari satu
tempat ke tempat lain dengan berbagai alasan, mulai dari tujuan ekonomi seperti untuk
melakukan perdagangan hingga untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan untuk
berwisata. Melakukan perjalanan dengan tujuan wisata muncul pada waktu yang hampir
bersamaan dengan munculnya sebuah revolusi di dalam dunia transportasi, yaitu sebuah
kendaraan darat dengan kecepatan yang melebihi kecepatan kuda. Kendaraan tersebut
dinamakan kereta. Revolusi - revolusi lainnya dalam dunia pariwisata tentunya berhasil
menciptakan kesempatan untuk menciptakan bisnis baru di dunia, berkat orang-orang
yang berhasil mengkapitalisasi dunia pariwisata tersebut dengan menciptakan bisnis -
bisnis berbentuk agen perjalanan yang menyediakan beragam paket dan tujuan wisata.
Pada saat itu, agar dapat berpergian, manusia harus mendatangi agen - agen perjalanan
yang ada di sekitar hanya untuk memesan tiket.
Pada akhir abad ke-20 hingga awal abad ke-21, terjadilah Revolusi Industri ke-3
yang sangat berpengaruh terhadap bisnis - bisnis konvensional, termasuk bisnis agen
perjalanan. Revolusi ini menyebabkan kebangkitan Web 1.0, yang kemudian menjadi
katalis untuk electronic business (e-business) atau bisnis yang berbasis digital. Web 1.0
kemudian berkembang menjadi Web 2.0, yaitu dalam bentuk World Wide Web yang
lebih matang dan terstruktur. Pada tahap ini, muncul sebuah bisnis berbentuk digital
yang melakukan disrupsi terhadap bisnis pariwisata konvensional, yakni online travel
agency (OTA) seperti Traveloka, Pegipegi, Booking.com, Tiket.com, dan masih banyak
lagi.
Dilansir dari Survey Online Travel Agencies (OTA) yang dilakukan oleh
dailysocial.id (2018), hal ini menunjukkan bahwa 71,44% dari masyarakat Indonesia
cenderung menggunakan OTA dibandingkan agen perjalanan konvensional selama 6
bulan terakhir1. Berdasarkan survey tersebut pula, ditemukan bahwa 76,22% pengguna
OTA di Indonesia memilih Traveloka sebagai OTA pilihannya dikarenakan akses yang
ditawarkannya cukup lengkap, meliputi tiket pesawat, hotel, tiket kereta, dan tiket

1 Zebua, Ferdinand (2018). Laporan DailySocial: Survey Online Travel Agencies (OTA) 2018. Diakses pada 10
Februari 2019 melalui https://dailysocial.id/post/laporan-dailysocial-survey-online-travel-agencies-ota-2018

5
atraksi wisata lainnya yang seluruhnya dapat diakses melalui satu aplikasi saja.
Keberadaan OTA, khususnya Traveloka, merupakan bentuk disruptive technology yang
telah mendisrupsi model bisnis agen perjalanan yang sudah ada, bahkan ke tingkat
dimana OTA jauh lebih menguasai pasar dibandingkan agen perjalanan konvensional.

B. Tujuan Penulisan

Makalah ini kami tulis untuk memenuhi beberapa tujuan, antara lain:
1. Untuk memenuhi salah satu kriteria kelulusan mata kuliah Pengantar
Teknologi Informasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia
tahun ajaran 2018 - 2019;
2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi e-business di dunia nyata dalam
bentuk online travel agency (OTA), yakni Traveloka; dan
3. Untuk mengetahui bagaimana keberadaan Traveloka sebagai e-business yang
memiliki disruptive technology dapat mendisrupsi agen perjalanan
konvensional.

6
BAB II

LANDASAN TEORI

Seiring dengan perkembangan zaman, perusahaan juga harus bergerak menyesuaikan


laju perkembangan teknologi agar tidak mengalami kebangkrutan sebagaimana berbagai
perusahaan yang dulunya terdapat pada posisi kejayaan namun akhirnya mengalami
kebangkrutan seperti Polaroid. Kondisi ini digambarkan dengan istilah Digital Darwinism,
yaitu organisasi-organisasi yang tidak dapat beradaptasi terhadap permintaan baru akan
berakhir dengan kepunahan. Teknologi disruptif (disruptive technology) merupakan sebuah
cara melakukan hal - hal yang sebelumnya tidak memenuhi kebutuhan konsumen lama.
Teknologi ini cenderung membuka pasar baru dan menghancurkan pasar lama. Sedangkan,
sustaining technology menghasilkan sebuah produk yang sudah ditingkatkan yang konsumen
inginkan untuk beli.

Perkembangan e-business sangat dipengaruhi oleh perkembangan Internet. Internet


merupakan jaringan besar yang menghubungkan komputer - komputer dari seluruh dunia dan
mengizinkan mereka untuk saling berkomunikasi antara satu sama lain. Keunggulan
kompetitif bagi perusahaan first movers akan menjadi besar dan mendorong awal Web 1.0
Internet Boom. Web 1.0 atau Business 1.0 merupakan sebuah istilah yang merujuk kepada
masa-masa awal World Wide Web antara tahun 1991 dan 2003. E-commerce adalah kegiatan
menjual dan membeli barang atau jasa melalui internet. E-business mengikutsertakan e-
commerce beserta segala aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan internal dan eksternal
bisnis seperti melayani akun konsumen, berkolaborasi dengan mitra, serta bertukar informasi
secara real time. E-business ini menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma (paradigm
shift), yakni ketika sebuah bentuk baru bisnis masuk ke pasar yang membentuk cara
perusahaan dan organisasi berperilaku.
E-business memiliki beberapa kelebihan bagi para penggunanya, seperti:
1. Memperluas Jangkauan Global
Dengan menggunakan e-business, perusahaan dapat memperoleh akses mudah
terhadap informasi secara real time. Untuk menciptakan pembelian yang
terinformasi dengan baik, pembeli membutuhkan information richness, yaitu
kedalaman dan tingkat luasnya detail yang terkandung dalam sebuah grafik, audio,
maupun informasi video. Sedangkan, pihak penjual membutuhkan information reach
yang dapat diketahui dengan mengukur jumlah orang yang dapat sebuah perusahaan

7
jangkau di seluruh dunia. Dengan menerapkan sistem e-business, hal ini
memudahkan perusahaan untuk menjangkau pasar global dengan baik.

2. Membuka Pasar Baru


Pemanfaatan e-business sangat sesuai untuk meningkatkan penjualan niche-
product. Mass customization merupakan sebuah kemampuan organisasi untuk
menyesuaikan produk maupun jasanya terhadap spesifikasi konsumen.
Personalization terjadi ketika sebuah perusahaan dapat mengetahui kesukaan dan
ketidaksukaan konsumen sehingga mereka dapat menyesuaikan barang atau jasanya
agar lebih menarik bagi konsumen. Strategi niche-market e-business dapat
memanfaatkan long tail, yaitu sebuah strategi yang menampilkan bagaimana niche
products dapat memiliki model bisnis yang viable dan lebih menguntungkan ketika
dijual melalui e-business.
Intermediaries adalah agen, software, maupun bisnis yang menyediakan
infrastruktur perdagangan untuk mempertemukan pembeli dan penjual bersama.
Sedangkan, kemunculan e-business menciptakan disintermediation, yang terjadi
ketika bisnis dapat langsung menjual ke konsumen secara online dan memotong
intermediary. Dalam proses reintermediations, berbagai tahap ditambahkan ke value
chain ketika pemain baru mencari cara untuk menambah nilai pada proses bisnis
tersebut. Proses ini terjadi karena perkembangan e-business. Terdapat pula proses
cybermediation, yaitu penciptaan jenis intermediaries baru yang sebelum masa e-
business tidak ada.

3. Mengurangi Biaya
E-business dapat mengurangi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dan juga
mengurangi jumlah waktu yang dibutuhkan. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan
oleh bisnis menjadi lebih efisien.

4. Meningkatkan Operasional
Melalui konten yang tersedia dalam website e-business, komunikasi antara
perusahaan dan konsumen dapat menjadi lebih cepat, tersedia, efektif, dan
mendorong konsumen untuk lebih mempelajari produk yang ditawarkan oleh
perusahaan.

5. Meningkatkan Tingkat Efektivitas

8
Aspek ini dapat diukur menggunakan unsur interactivity, yakni mengukur
tingkat efektivitas dengan cara menghitung jumlah interaksi pengunjung dengan
target iklan, termasuk dengan waktu yang digunakan untuk melihat iklan, jumlah
halaman web yang dilihat, jumlah kunjungan ulang ke iklan tersebut. Hasil tujuan
iklan yang paling diinginkan perusahaan tentunya adalah pembelian. Melalui
clickstream data, perusahaan dapat melihat pola pasti navigasi konsumen dalam
sebuah website.

Dalam perkembangan dunia bisnis saat ini, mayoritas kegiatannya terdiri dari
pertukaran barang dan jasa baik antar bisnis (B2B) atau antara bisnis-konsumen (B2C).
Dalam e-business, pendapatan perusahaan diciptakan, dikirimkan, dan dihasilkan melalui
Internet. Model e-business terdiri atas empat jenis, yang pertama adalah Business-to-Business
(B2B) yaitu bisnis yang membeli dari dan menjual satu sama lain melalui Internet. Selain
B2B, ada pula Business-to-Consumer (B2C) yaitu bisnis apapun yang menjual produk atau
layanannya langsung ke konsumen secara online. Ketiga, adapula Consumer-to-Business
(C2B) yaitu konsumen yang menjual produk atau layanan ke bisnis di Internet. Terakhir,
Consumer-to-Consumer (C2C) yaitu pelanggan yang menawarkan barang dan layanan satu
sama lain di Internet. Dalam B2B, kegiatan jual - beli terjadi antar perusahaan melalui
internet. Terdapat pasar elektronik atau e-marketplaces yang merupakan komunitas bisnis
interaktif yang melibatkan beberapa pembeli dan penjual di dalam aktivitas e-business,
seperti pertukaran komersial, konsolidasi rantai supply chain, dan menciptakan saluran baru
penjualan. Sedangkan, dalam B2C, perusahaan menjual langsung barang atau jasa kepada
konsumennya secara online. E-shop, e-store, atau e-retailer merupakan toko ritel versi online
untuk para konsumen berbelanja. Dalam beroperasinya, B2C bisa menggunakan tiga cara
yaitu dengan melalui toko fisik (brick-and-mortar), toko fisik dan juga internet (click-and-
mortar), atau hanya melalui internet saja tanpa toko fisik (pure-play/virtual).

Selain empat model e-business di atas, terdapat beberapa bentuk e-business baru yang
mulai berkembang. Pertama, content providers seperti iTunes dan Netflix yang menyediakan
konten digital seperti musik dan film. Kedua, infomediaries seperti CNBC.com yang
memiliki spesialisasi dalam penyediaan informasi mengenai perkembangan dunia ekonomi
global. Ketiga, search engine seperti Google dan Yahoo menyediakan website pusat bagi
pengguna untuk mengakses konten - konten khusus lainnya. Keempat, service providers
seperti Youtube dan Traveloka yang menyediakan jasa seperti video-sharing dan tempat

9
pembelian tiket online, baik untuk jasa transportasi maupun hotel. Terakhir, yang kelima,
transaction brokers yang memproses transaksi penjualan online seperti E-Trade dan Fidelity.

Dalam melakukan e-business, selain memperoleh manfaat, para pelaku e-business juga
menghadapi beberapa tantangan, antara lain:
1. Terbatasnya segmen pasar
Hal ini karena kurangnya pertumbuhan di beberapa sektor karena pembatasan
produk dan jasa.
2. Mengelola kepercayaan konsumen
Internet marketers perlu mengembangkan hubungan yang bisa dipercaya untuk
membuat loyalitas konsumen.
3. Menjamin perlindungan konsumen
Selain melayani konsumen, para pelaku bisnis juga harus melindungi para
konsumennya. Para pelaku bisnis harus menghindarkan konsumennya dari barang
yang tidak layak atau rusak, informasi yang tidak memadai, penyalahgunaan
informasi pribadi, hingga situs web e-business yang sulit digunakan.
Masa perkembangan internet yang terjadi saat ini bernama Web 2.0 atau Business 2.0,
yaitu generasi internet yang menggunakan platform khas dan ditandai dengan kualitas baru,
seperti kolaborasi, berbagi, dan gratis. Business 2.0 mengajak para penggunanya dan
komunitas - komunitas untuk berpartisipasi dan berkontribusi pada konten terkait. Web 2.0
memiliki beberapa karakteristik, seperti berbagi konten melalui open sourcing, konten yang
berasal dari kontribusi pengguna, dan kolaborasi di dalam maupun di luar organisasi.
Pada saat ini, kolaborasi merupakan hal yang penting dalam menjalankan suatu usaha.
Adanya kolaborasi dapat menimbulkan ide - ide baru dengan melakukan diskusi, mencari
solusi dari suatu masalah, meningkatkan produktivitas, dan lain - lain. Adapun beberapa alat
yang dapat digunakan pada Business 2.0 terkait dengan kolaborasi, beberapa contoh alat
tersebut antara lain Blog, Wiki, dan Mashups. Walaupun Business 2.0 telah memberikan
perubahan yang positif dalam lingkungan bisnis global, terdapat beberapa tantangan dalam
business 2.0, di antaranya:
a. Ketergantungan Teknologi
Aplikasi - aplikasi yang ada sekarang ini menggunakan teknologi koneksi web
atau internet untuk terhubung antara satu sama lain. Jika koneksi tersebut tidak dapat
diakses karena sedang down, maka akan ada fungsi yang terganggu.
b. Perusakan Informasi

10
Open source dan open sharing adalah keuntungan terbesar dari web 2.0, namun
hal tersebut dapat menjadi tantangan pula. Pihak mana saja dapat mengubah
informasi yang terbuka dan pengubahan informasi tersebut ditujukan untuk merusak
suatu konten yang ada pada suatu situs web.
c. Pelanggaran Hak Cipta dan Plagiarisme
Kolaborasi secara daring membuat plagiarisme mudah dilakukan. Materi - materi
yang memiliki hak cipta cenderung akan dapat dengan mudah ditemukan di Blog
dan Wiki.

Web 3.0 didasarkan pada aplikasi web "cerdas" menggunakan pemrosesan bahasa,
pembelajaran dan penalaran berbasis mesin, serta aplikasi cerdas. Web 3.0 menawarkan cara
untuk orang mendeskripsikan informasi agar komputer dapat memahami hubungan antar
topiknya. Dalam Web 3.0 akan ada komponen semantic web yang mendeskripsikan sesuatu
dengan cara yang dimengerti oleh komputer. Tujuan dari Web 3.0 adalah untuk menyesuaikan
pencarian daring dan permintaan spesifik untuk preferensi dan kebutuhan pengguna.
Walaupun masih berupa spekulasi, beberapa topik dan fitur yang pasti ada dalam Web 3.0
adalah:
1. Integrasi Perangkat
Kemampuan untuk menggunakan perangkat seperti telepon genggam, laptop, dan
lain-lain sebagai kartu kredit, tiket, dan alat reservasi.

2. Intelligent Application
Penggunaan agen, machine learning, dan semantic web concepts untuk
menyelesaikan tugas-tugas

3. Open ID
Penyediaan identitas daring yang dapat dengan mudah dibawa ke berbagai perangkat
(seperti ponsel dan PC) yang memungkinkan otentikasi mudah di berbagai situs web.

4. Open Technologies
Situs web dan perangkat lunak lainnya didesain sedemikian rupa agar individu dapat
dengan mudah berintegrasi dan bekerjasama.

5. Worldwide Database
Kemampuan untuk menciptakan database untuk didistribusikan dan diakses dari
mana saja.

11
Di era Web 3.0, dikenal suatu istilah yang bernama mobile business (atau m-business,
m-commerce). M-Business sendiri adalah kemampuan untuk membeli barang dan jasa lewat
perangkat wireless yang menggunakan internet (Baltzan, 2011). Dalam m-business terdapat
web-ready micro-browser yang memberikan layanan sebagai berikut:

1. Mobile entertainment
2. Mobile sales/marketing
3. Mobile banking
4. Mobile ticketing
5. Mobile payments

12
BAB III

PEMBAHASAN

Traveloka adalah sebuah platform digital yang berfokus terhadap jasa pelayanan
pemesanan tiket pesawat dan hotel secara daring (online). Pada awalnya konsep Traveloka
berfungsi sebagai mesin pencari untuk membandingkan harga tiket pesawat dari berbagai
situs lainnya. Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi yang dimiliki,
Traveloka mulai bertransformasi menjadi situs reservasi pesawat dan hotel. Menggunakan
teknologi Web 2.0, Traveloka hadir menggunakan internet sebagai platform-nya. Ada sebuah
keunggulan yang menonjol ketika Traveloka menggunakan Web 2.0 yaitu para users tidak
perlu melakukan mengunduh aplikasi untuk dapat menggunakan Traveloka, mereka dapat
langsung mengakses melalui website-nya. Walaupun begitu, seiring berjalannya waktu dan
mengikuti tuntutan perkembangan zaman yang ada, Traveloka meluncurkan aplikasi yang
dapat diunduh di berbagai platform seperti Windows Store, Apple Appstore, dan Google
Playstore.

Sebagai sebuah e-business ada banyak sekali keuntungan yang didapatkan oleh pihak
Traveloka, antara lain:

1. Memperluas Jangkauan Global


Memperluas jangkauan global sudah menjadi salah satu keuntungan yang hadir
ketika sebuah e-business dibuat. Dengan menerapkan sistem e-business, Traveloka
dapat menghadirkan information richness mengenai tiket, hotel, dan berbagai atraksi
yang ditawarkannya dari berbagai service provider. Hal ini yang merupakan salah
satu faktor terbesar pada pengambilan keputusan bagi konsumen.

2. Membuka Pasar Baru

Traveloka mampu menghasilkan mass customization yang merupakan kemampuan


suatu perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan spesifikasi
masing - masing konsumen. Traveloka menyediakan mass customization dengan
menyediakan layanan berbeda - beda sesuai dengan selera konsumen, seperti
konsumen dapat hanya membeli tiket pesawat saja atau mungkin membeli tiket
pesawat dengan akomodasinya secara bundle. Selain itu, konsumen dapat memilih
pula airline yang ingin digunakan dan kelas apa yang diinginkannya. Semuanya

13
benar - benar dapat disesuaikan dengan spesifikasi dan preferensi yang dimiliki
konsumen.

3. Meningkatkan Efektivitas

Melalui website dan aplikasi Traveloka, hal ini memberikan nilai tambah karena
Traveloka mampu menjadi pelopor aplikasi booking dan menghasilkan buzz yang
menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi konsumen. Selain itu, dengan
adanya OTA seperti Traveloka, saat ini jika konsumen ingin bepergian dapat
langsung membeli tiket dan memesan penginapan melalui smartphone-nya, tanpa
harus mendatangi agen perjalanan. Semuanya pun berbasis e-ticket sehingga tidak
memerlukan berkas - berkas yang banyak pada saat konsumen ingin bepergian.

Sebagai e-business, tentunya Traveloka memiliki tantangan atau kendala untuk


dihadapi. Mengingat bahwa transaksi yang dilakukan oleh Traveloka adalah secara online,
salah satu kendala Traveloka sebagai e-business adalah tidak semua masyarakat Indonesia
dapat mengakses atau melakukan transaksi melalui Traveloka. Di daerah pedesaan dan
pelosok, masyarakat masih banyak yang kesulitan untuk mengakses internet bahkan listrik.
Masyarakat pedesaan dan pelosok pun juga jarang ada yang memiliki rekening bank atau
bahkan kartu kredit sehingga mengalami kesulitan untuk melakukan pembayaran melalui
Traveloka. Walaupun pembayaran dapat dilakukan di beberapa minimarket seperti Alfamart,
akses mereka untuk menjangkau minimarket tersebut juga sulit.

Selain itu, dengan semakin berkembangnya e-business yang ada di Indonesia, semakin
banyak juga pesaing baru yang dihadapi oleh Traveloka. Para pesaing itu tidak hanya datang
dari dalam Indonesia, tetapi juga dari luar negeri. Para pesaing Traveloka menyediakan
berbagai macam promo serta iklan yang menarik masyarakat Indonesia. Terkadang,
masyarakat memiliki beberapa akun e-business penyedia layanan pemesanan tiket untuk
memaksimalkan pemanfaatan promo yang berlaku. Dalam menyikapi persaingan yang ada,
Traveloka harus menawarkan value added yang lebih sehingga konsumen tetap memilih
untuk menggunakan Traveloka alih - alih berpaling ke OTA lain.

Isu terkini mengenai kenaikan harga tiket pesawat dan pemberlakuan biaya bagasi
pesawat yang terjadi pada awal tahun 2019 juga dapat menjadi kendala bagi Traveloka.
Pasalnya, masyarakat kembali berpikir untuk melakukan liburan yang kemudian berdampak
pada menurunnya minat masyarakat di bidang pariwisata. Penurunan minat ini nantinya juga

14
akan berdampak pada menurunnya jumlah pembelian tiket pesawat dan reservasi hotel.
Walaupun Traveloka juga menyediakan tiket kereta, banyak destinasi wisata yang ditawarkan
Traveloka hanya dapat ditempuh dengan pesawat.

Tentunya, dengan adanya perkembangan teknologi sangat mempengaruhi kebiasaan


pasar, masyarakat saat ini cenderung mengedepankan efisiensi dan tentunya harga murah.
Oleh karena itu, bisnis yang dapat menawarkan kedua hal tersebut akan memimpin pasar
skala nasional hingga internasional. Pangsa pasar yang dimiliki OTA pada 2017 diperkirakan
telah mencapai US$ 146 miliar2. Angka ini mencerminkan bahwa OTA sudah mulai diterima
oleh masyarakat secara luas. Hal yang menyebabkan perubahan secara signifikan ini adalah
pelayanan yang sangat memuaskan dan kepercayaan pelanggan terhadap OTA. Para
pelanggannya yang tidak perlu bergerak namun dapat membandingkan harga tiket dan juga
jenis transportasi yang diinginkan sesuai keinginan secara real time merupakan salah satu
keunggulan kompetitif yang dimiliki OTA pada umumnya, terlebih Traveloka pada khususnya
dengan penawaran - penawaran atraksi lainnya. Kemampuan untuk bersaing dari agen
perjalanan konvensional atau ASITA sudah mulai tergerus dengan disrupsi yang dibawa oleh
OTA. Saat ini, anggota ASITA yang masih ikut bersaing dalam pasar agen perjalanan dengan
OTA hanya tinggal 10% karena kurangnya modal dan profit yang kecil dibandingkan dengan
OTA. ASITA yang masih bertahan hanya mengandalkan market inbound dan juga tur wisata
lokal. Kerjasama dengan agen perjalanan konvensional atau ASITA juga mulai turun,
dikarenakan banyak airlines dan juga hotel yang lebih memilih pasar yang memiliki prospek
lebih baik untuk membawa konsumen baru, seperti apa yang ditawarkan oleh online travel
agencies (OTA).

Dibandingkan dengan ASITA, jumlah OTA terus menerus mengalami peningkatan


bahkan pada tahun 2018 kemarin jumlahnya mengalami peningkatan 2.5 kali lipat dari
sebelumnya. Banyak pula fenomena dalam negeri seperti Pemilu 2019 yang juga akan
menjadi peluang untuk OTA seperti Traveloka untuk berkembang. Prospek yang semakin baik
tentunya akan membuat masa depan perusahaan Traveloka secara khususnya untuk terus
bertumbuh. Namun, disisi lain jika ASITA tidak berjuang untuk melakukan beberapa langkah
yang akan membawa perubahan di tengah disrupsi yang ada, hal ini akan membuat ASITA
menjadi kalah bersaing dan terpaksa harus keluar pasar. Tetapi, dengan bekerjasama dengan
Pemerintah Indonesia dan juga agen perjalanan konvensional lainnya yang tergabung di

2 Winosa, Yosi (2018). Ketika OTA Mendisrupsi Travel Agent. Diakses pada 9 Februari 2019 melalui
https://www.wartaekonomi.co.id/read187696/ketika-ota-mendisrupsi-travel-agent.html

15
ASITA secara keseluruhan, hal ini dapat meningkatkan daya saingnya dalam bidang tur,
perjalanan, dan juga pariwisata pada umumnya. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan ke
depannya untuk ASITA dan OTA saling bersinergi dan bekerjasama dalam menyediakan jasa
wisata. Ketika keduanya dapat bersinergi dengan baik, ASITA dalam memanfaatkan teknologi
yang dimiliki OTA untuk menjangkau pasar yang lebih luas dan begitupula OTA dapat
menjangkau pasar yang saat ini telah dimiliki oleh ASITA dan sumber daya yang dimilikinya.

16
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Traveloka adalah sebuah platform digital yang berfokus terhadap jasa pelayanan
pemesanan hotel dan tiket pesawat serta kereta secara online. Sebagai e-business, ada
banyak sekali keuntungan yang didapat oleh pihak Traveloka, yaitu memperluas
jangkauan global, membuka pasar baru, dan meningkatkan efektivitas. Namun dalam
penerapan sistem e-business, Traveloka juga menghadapi berbagai kendala seperti tidak
semua masyarakat Indonesia dapat memiliki akses atau melakukan transaksi melalui
Traveloka, semakin banyak juga kompetitor Traveloka yang dapat menawarkan hal
yang sama, dan kenaikan harga tiket pesawat serta pemberlakuan biaya bagasi pesawat
yang terjadi pada awal tahun 2019. Dengan berkembangnya pesatnya OTA, ASITA
mengalami penurunan modal dan profit. Saat ini, ASITA masih bertahan hanya
mengandalkan market inbound dan juga tur wisata lokal.

B. Saran

Traveloka sebagai Online Travel Agency (OTA) perlu bersinergi dengan maskapai
udara agar dapat mengembangkan pariwisata Indonesia. Dikutip dari bisniswisata.co.id,
Asnawi Bahar, President of ASITA, pada awal tahun 2019 mengatakan bahwa OTA,
dalam hal ini Traveloka, dan maskapai udara telah kehilangan komitmen dan
mengambil kebijakan jalan sendiri tanpa memikirkan akibatnya pada usaha terkait.
Traveloka dalam melakukan pemasarannya menawarkan harga tiket yang jauh lebih
murah, memberikan harga promosi bulanan, dan insentif yang menarik sehingga
merugikan biro perjalanan wisata yang merupakan anggota dari ASITA. Dalam
melakukan usahanya sebagai OTA, Traveloka perlu melihat kembali dampak yang
ditimbulkannya terhadap biro perjalanan wisata. Ditilik dari kacamata ASITA,
Traveloka perlu merevisi kembali strategi pemasarannya agar tidak menjadi agenda
membunuh usaha biro perjalanan wisata. Selain revisi kembali dari OTA, perlu adanya
regulasi dari pemerintah agar biro perjalanan wisata dapat bersaing dengan OTA secara
sehat. Di sisi lain, Traveloka perlu mengembangkan competitive advantage agar dapat
bersaing dengan OTA lain.

17
18
DAFTAR PUSTAKA

Baltzan, Paige (2014). Business Driven Information Systems (4th ed.). New York: McGraw
Hill.

Sabri, Hilda A. (2019). ASITA Minta OTA dan Airlines Miliki Keinginan Sinergi dan Tumbuh
Bersama. Diakses pada 12 Februari 2019 melalui https://bisniswisata.co.id/asita-minta-
ota-dan-airlines-miliki-keinginan-sinergi-dan-tumbuh-bersama/
Winosa, Yosi (2018). Ketika OTA Mendisrupsi Travel Agent. Diakses pada 9 Februari 2019
melalui https://www.wartaekonomi.co.id/read187696/ketika-ota-mendisrupsi-travel-
agent.html
Zebua, Ferdinand (2018). Laporan DailySocial: Survey Online Travel Agencies (OTA) 2018.
Diakses pada 10 Februari 2019 melalui https://dailysocial.id/post/laporan-dailysocial-
survey-online-travel-agencies-ota-2018

19
LAMPIRAN

Selasa, 17 Juli 2018 16:00 WIB

Ketika OTA Mendisrupsi Travel Agent


Penulis: Yosi Winosa Editor: Ratih Rahayu

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta - Sejak sepuluh tahun lalu, kegelisahan mulai melanda para
pengusaha biro maupun agen perjalanan wisata nasional. Pasalnya, mereka meramalkan akan datang
era digital yang bakal mendisrupsi model bisnis mereka. Betul saja, hari ini ancaman itu kian nyata
dengan bermunculannya online travel agent (OTA) nasional maupun global, seperti Traveloka,
Tiket.com, dan AirBnB yang menggerus pangsa pasar bisnis travel konvensional.
Kekhawatiran ini lumrah mengingat besarnya pangsa pasar pariwisata di Indonesia. Menilik data
Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2017 ada sekitar 14 juta wisatawan mancanegara (wisman) dengan
pengeluaran rata-rata sekitar Rp17 juta (kurs Rp14.155 per dolar AS), keseluruhannya setara Rp238
triliun. Lalu, ada 255 juta wisnus dengan pengeluaran rata-rata sekitar Rp700.000 yang
keseluruhannya setara Rp178 triliun. Artinya, nilai pasar industri pariwisata Indonesia secara total
mencapai Rp416 triliun.

Jika ditelaah lagi, pangsa pasar ini juga turut diperebutkan oleh OTA. Salah satunya adalah Traveloka
yang menawarkan berbagai tiket untuk keperluan liburan mulai dari pesawat, hotel, kereta, hingga
atraksi dan berbagai aktivitas lain. Sejak meluncur pada 2012 lalu, perusahaan kini memiliki lebih dari
40 juta pengguna layanan dan lebih dari 14 ribu mitra hotel. Belum lagi pemian OTA lain, seperti
Tiket. com dan TripAdvisory. Secara umum, 81% wisatawan nusantara sudah menggunakan saluran
digital (search engine,situs destinasi wisata dan OTA) dalam merencanakan perjalanan mereka.

Apa yang membuat OTA berkembang? Tidak bisa dipungkiri, perubahan perilaku wisatawan terutama
generasi milenial yang selalu menginginkan kecepatan layanan, kemudahan layanan, dan harga yang
murah telah memicu pertumbuhan OTA. Saking massive-nya, pangsa pasar OTA di Asia pada tahun

20
2017, termasuk Indonesia, diperkirakan telah mencapai US$146 miliar atau setara 37% dari total
pangsa pasar industri pariwisata di Asia sebesar US$392 miliar (menurut riset Phocuswright dan
CreditSwiss).

Ketua Umum Association of Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), Asnawi Bahar,
menyatakan bahwa keberadaan OTA yang secara harga lebih bersaing dan efisien mengancam
perusahaan biro perjalanan konvensional. Contoh yang masih sangat, keputusan Kementerian
Keuangan yang menggandeng Traveloka untuk perjalanan dinas pegawai negeri sipil.

Tekanan dari OTA makin terasa tatkala biro perjalanan wisata konvensional harus bersaing di level
harga hotel dan pesawat. AirBnB, Agoda, dan Traveloka biasanyanya melakukan sistem blocking
room night, yakni mem-booking 1.000 hotel untuk satu tahun dan dibayar dimuka sehingga secara
otomatis akan mendapat special rate. Perusahaan konvensional sulit bersaing karena kurang kuatnya
modal. Alhasil, pangsa pasar ASITA (yang saat ini beranggotakan 7.000 perusahaan) di subsektor
hotel hanya tinggal 10%. Kondisi serupa juga terjadi di subsektor airlines. Dengan margin yang makin
menipis, kira-kira hanya 2—3%, praktis membuat kebanyakan anggota ASITA tidak menjual tiket
pesawat lagi.

Secara umum, anggota ASITA saat ini fokus ke paket tur wisata saja. Anggota ASITA kini memiliki
pangsa pasar inbound sekitar 60% dan domestik sekitar 20%. Mereka tidak memaksakan bermain di
komponen (tiket pesawat, tiket kapal, tiket kereta, tiket bis, tiket hotel, dan sebagainya) karena ini
akan meningkatkan overhead cost. Komponen-komponen tersebut sangat besar cost-nya, sementara
perusahaan konvensional belum memiliki efisiensi operasi yang tinggi.

"Secara rata-rata kenaikan margin (CAGR) tidak terlalu besar, kecuali grup-grup besar yang memilik
paket khusus seperti surfing. Kami juga tidak bisa berbuat banyak, kalau kami meminta nego harga ke
mitra (airlines dan hotel), tapi karena secara kuantitas kami belum besar, mereka pasti memilih ke
OTA,” kata dia.

Deputi Bidang Industri dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani Mustafa,
menyatakan bahwa pemerintah dalam posisi membantu perusahaan konvensional, mulai dari fasilitasi
pelatihan tour guide, pendampingan sertifikasi profesi, hingga akreditasi usaha pariwisata. Namun, ini
saja memang tidak cukup.

Jika ingin tetap bertahan, industri harus mau beradaptasi dan mengikuti perubahan pola perilaku
konsumen dan berorientasi pasar. Ada baiknya perusahaan konvensional mempertimbangkan
pembuatan divisi digital, digital platform, atau produk dan paket baru yang bisa bersaing. Salah satu
caranya dengan berkolaborasi (sharing economy) dan memanfaatkan kapasitas-kapasitas yang tidak
terpakai .Yang paling penting adalah inisiatif dan kreativitas.

"Saya lihat fungsi asosiasi penting untuk menjadi lead karena mereka paling memahami isu di industri
yang mereka jalani. Jangan pasif menunggu pemerintah. Kami pun mengapresiasi langkah
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) membuat Bookingina.com. Terbayangkah kalau
asosiasi (ASITA) sepakat untuk tidak masuk ke salah satu perusahaan digital (OTA) yang sudah ada,
namun mereka justru membuat platform digital sendiri?” kata dia.

Ia juga menyarankan agar biro konvensional tidak takut membuka destinasi baru. Seperti halnya
investor asing yang berani berinvestasi di Wakatobi dan Raja Ampat, meski saat itu akses dan
infrastruktur penunjang masih sangat terbatas. Hal itu mereka lakukan karena memiliki passion dan
memahami bahwa tindakan seperti itu penting dilakukan mengingat industri ini bersifat jangka
panjang.

21
Di sisi lain, pemerintah membantu mempromosikan ke inbound lewat program Visit Indonesia
Wonderful Indonesia (VIWI). Kemudian, pemerintah juga menginventarisasikan regulasi apa atau
deregulasi apa yang dibutuhkan agar eksistensi bisnis konvensional dapat terjaga. Kemenpar bersama
Kemenkominfo dan Kemenkeu secara intensif terus mengkaji skema pengenaan pajak atau insentif
kepada OTA agar industri ini bisa sustainable bagi semua pihak.

Sumber: Winosa, Yosi (2018). Ketika OTA Mendisrupsi Travel Agent. Diakses pada 9 Februari 2019 melalui
https://www.wartaekonomi.co.id/read187696/ketika-ota-mendisrupsi-travel-agent.html

22

Anda mungkin juga menyukai