Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN TN. L DENGAN CEDERA


MEDULLA SPINALIS

DI SUSUN OLEH
CREW HCU

LENNY LINDA, AMK


PRIMA MUTIA, S.KEP NERS
IMAM FAROQI, S.KEP NERS
ARNI BANGA, S.KEP NERS
SITI KHADIJAH, AMK
WILNA MAHAKENA, AMK
SAVELI, AMK
ABD.ROSYID, AMK
MIRAWATI, AMK
YULIANTI PENNI P, AMK
MARYAM FARIS
MARIA MARICE MARANDOF
YOLA SAMPE,AMK
KARLINA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmatNya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan pada klien Tn. L dengan
Cidera medulla spinalis.
Makalah ini kami buat guna peningkatan mutu pelayanan keperawatan di RSUD
kabupaten Mimika, khususnya di ruang rawat High care. Kiranya makalah ini dapat bermanfaat
dan menjadi pedoman bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, khususnya klien
dengan cedera pada tulang belakang. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun, kami harapkan demi perbaikan
penulisan makalah selanjutnya.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
dalam penyelesaian makalah ini.

Timika, 19 May 2015

Tim HCU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan. Didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang
mencakup pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada
individu, keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat. Keperawatan pada
dasarnya adalah human science and human care and caring menyangkut upaya memperlakukan
klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya dan kita
ketahui manusia terdiri dari berbagai sistem yang saling menunjang, di antara sistem tersebut
adalah sistem neurobehavior (Potter & Perry, 2006).
Tulang belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke
selangkangan. Tulang vertebrae terdiri dari 31 saraf spinal, antara lain: 8 buah tulang servikal,
12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral, 1 koksigis. Diskus
intervertebrale merupakan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum
membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae.
Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera
di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut.
Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika
serikat. Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus dalam
1.000.000 populasi. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda.2 Penyebab tersering
adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan dengan olahraga
(10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla
spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan gejala yang berat, dan terkadang
menimbulkan kematian. Walaupun insidens pertahun relatif rendah, tapi biaya perawatan dan
rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 / pasien.
Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di
tempat kejadian (Emma, 2011).
Di Indonesia kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah
penyakit jantung, kanker, dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3%
penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla spinalis, 2% karena multiple trauma.
Insiden trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan
40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport,
kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti
dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3 (Emma, 2011). Dampak trauma servikal
mengakibatkan syok neurogenik, syok spinal, hipoventilasi, hiperfleksia autonomic, gangguan
pada pernafasan, gangguan fungsi saraf pada jari-jari tangan, otot bisep, otot trisep, dan otot- otot
leher. Akibat atau dampak lebih lanjut dari trauma servikal yaitu kematian.
Peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan guna
mencengah komplikasi pada klien dan memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan
pengetahuan pasien dan keluarga tentang trauma servikal. Dari uraian diatas kami tertarik untuk
membahas masalah asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan masalah trauma servikal.

1.2 Tujuan Penulisan


Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan gambaran dan pedoman
asuhan keperawatan pada klien dengan cidera medulla spinalis. Selain itu, untuk
meningkatkan mutu asuhan dan pelayanan keperawatan di RSUD Kabupaten Mimika.

1.3 Metode Penulisan


Metode penulisan yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu
menggunakan metode studi pustaka yaitu berupa pengambilan datar dari berbagai macam
buku dan tinjauan pustaka baik cetak maupun elektronik yang memuat tentang cidera
medulla spinalis. Selain itu penulis juga menggunakan metode studi kasus yaitu mengaitkan
kasus yang terjadi berdasarkan mekanisme patologis dan fisiologis serta asuhan keperawatan
yang diberikan.
.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Metode Penulisan
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II Tinjauan Teori
2.1 Definisi Cidera Medulla Spinalis
2.2 Etiologi
2.3 Klasifikasi
2.4 Manifestasi Klinis
2.5 Patofisiologi
2.6 Komplikasi
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
2.8 Penatalaksanaan
BAB III Konsep Dasar Keperawatan
BAB IV Tinjauan Kasus
BAB V Penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Cidera Medulla Spinalis
 Trauma spinal adalah injuri/cedera/trauma yang terjadi pada spinal, meliputi spinal
collumna maupun spinal cord, dapat mengenai elemen tulang, jaringan lunak, dan
struktur saraf pada cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma berupa jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan sebagainya. Trauma spinalis
menyebabkan ketidakstabilan kolumna vertebral (fraktur atau pergeseran satu atau lebih
tulang vertebra) atau injuri saraf yang aktual maupun potensial (Price, 2005).
 Cidera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh
benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth 2008).
 Cidera medullan spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah servikal pada
lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus
itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan. (diane c
baughmen 2007).

2.2 Etiologi
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan
terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi,
kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung
dengan struktur toraks.
Perlu disadari bahwa kerusakan pada medulla spinalis adalah kerusakan yang permanen
karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat
dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf
atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema. Etiologi cedera spinal adalah trauma
misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olahraga, luka tusuk atau luka tembak dan Non
trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati,myelitis, osteoporosis, tumor
Sedangkan menurut Arif Mutaqin, 2008, penyebab cidera medulla spinalis adalah:
1. Kecelakaan
Kecelakaan yang hebat dapat menyebabkan suatu benturan dari organ tubuh salah satu yang
terjadi adalah cidera tulang belakang secara langsung yang mengenai tulang belakang dan
melampui batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi saraf –saraf yang berada
didalamnya.
2. Terjatuh, olahraga
Peristiwa jatuh karena suatu kegiatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya cidera salah satunya karena kegiatan olahraga yang berat contohnya adalah olahraga
motor GP , lari, lompat.
3. Luka tusuk,
Luka tusuk pada abdomen atau tulang belakang dapat dikatakan menjadi faktor terjadinya cidera
karena terjadi suatu perlukaan atau insisi luka tusuk atau luka tembak.
4. Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik

2.3 Klasifikasi
Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides
mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil. Cedera stabil
mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior atau lateral dan burst fracture
derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-
rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury), dan burst fracture hebat.
1. Cedera stabil
Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi kemampuan untuk bergeser
lebih jauh selain yang terjadi saat cedera. Cedera stabil disebabkan oleh tenaga fleksi,
ekstensi, dan kompresi yang sederhana terhadap kolumna tulang belakang dan paling sering
tampak pada daerah toraks bawah serta lumbal
a. Fleksi
Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal
umum ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera
ini menimbulkan rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah
sakit selama beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap
paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik. Jika baji lebih besar
daripada 50 persen, brace atau gips dalam ekstensi dianjurkan. Jika tidak, analgetik,
korset, dan ambulasi dini diperlukan.
b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi
Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil,
dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien (analgetik dan korset)
adalah semua yang dibutuhkan
c. Kompresi

2. Cedera Tidak Stabil


Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh. Hal inidisebabkan
oleh adanyan elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensiyang cukup untuk merobek
ligament longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural, baik akibat fraktur
pada fedekel dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.
a. Cedera Rotasi – Fleksi
Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi dengan
vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak stabil, pasien harus
ditangani dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis dan radiks. Fraktura dislokasi
inipaling sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1 dan berhubungan dengan
insiden yang tinggi dari gangguan neurologik. Setelah radiografik yang akurat didapatkan
(terutama CT-Scan), dekompresi dengan memindahkan unsur yang tergeser dan stabilisasi
spinal menggunakan berbagai alat metalik diindikasikan.
b. Fraktura ”Potong”
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma parah.
Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah.Jika cedera terjadi pada daerah toraks,
mengakibatkan paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil pada daerah
lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas yang luas pada kanalis
neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani seperti pada cedera fleksi-rotasi.
c. Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera sabuk
pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak stabil. Stabilisasi
bedah direkomendasikan.
Klasifikasi trauma Medula Spinalis
Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :
1. Komosio modula spinalis
adalah suatu keadaan dimana fungsimendula spinalis hilang sementara tanpa
disertai gejala sisa atausembuh secara sempurna. Kerusakan pada komosio medula
spinalisdapat berupa edema, perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan infarkpada
sekitar pembuluh darah.2.
2. Kompresi medula spinalis
berhubngan dengan cedera vertebral,akibat dari tekanan pada edula spinalis.3.
3. Kontusio
adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata,ligament dengan terjadinya
perdarahan, edema perubahan neuron danreaksi peradangan.4.
4. Laserasio medula spinalis
\merupakan kondisi yang berat karena terjadikerusakan medula spinalis. Biasanya
disebabkan karena dislokasi, lukatembak. Hilangnya fungsi medula spinalis
umumnya bersifat permanen

2.4 Manifestasi Klinis


Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.
Kerusakan lintang memberikan gambaran berupa hilangnyafungsi motorik maupun sensorik
kaudal dari tempat kerusakan disertai shockspinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan
mendadak sumsum tulangbelakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat.
Peristiwa iniumumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama. Tandanyaadalah
kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguanfungsi rectum dan
kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.Setelah shock spinal pulih kembali,
akan terdapat hiperrefleksi terlihat pulapada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit
kering karena tidakberkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih
dangangguan defekasi (Price &Wilson (1995).
Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001)
a. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang sarafyang terkena
b.Paraplegia
c. Tingkat neurologic
d. Paralisis sensorik motorik total
e. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandungkemih)
f. Penurunan keringat dan tonus vasomotor
g. Penurunan fungsi pernafasan
h. Gagal nafas
i. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah
j. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
k. Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih,penurunan keringat dan tonus
vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan vaskuler perifer.
l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
m. Kehilangan kesadaran
n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ektermitas bawah
o. Penurunan keringat dan tonus vasomotor

2.5 Patofisiologi
Akibat suatu trauma mengenai vertebrata mengakibatkan patah tulangbelakang.
Paling banyak servikalis, lumbalis. Fraktur dapat berupa patahtulang sederhana kompresi
dislokasia, sedangkan pada sumsum tulangbelakang dapat berupa memar / kontusio laserasi
dengan / tanpa perdarahan.Blok syaraf simpatis pelepasan mediator kimia iskemia, dan
hipoksemia, syokspinal, gangguan fungsi kandung kemih. Lokasi cedera medula
spinalisumumnya mengenai C1 dan C2,C4,C6, dan T11 atau L2. Trauma medullaspinalis dapat
terjadi pada lumbal 1-5
1. Lesi L1: Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipatpaha dan bagian dari bokong.
2. Lesi L2: Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anteriorpaha.
3. Lesi L3: Ekstremitas bagian bawah.
4. Lesi L4: Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
5. Lesi L5: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.Mekanisme utama terjadinya cedera vertebra
adalah karenahiperekstensi, hiperfleksi, trauma kompresi vertikal dan rotasi, bisa sendiri
ataukombinasi. Cedera karena hiperekstensi paling umum terjadi pada areacervikal dan
kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi – deselerasi. Cederaakibat hiperfleksi terjadi akibat
regangan atau tarikan yang berlebihan,kompresi dan perubahan bentuk dari medula spinalis
secara tiba – tiba.
Kerusakan medula spinalis terjadi akibat kompresi tulang, herniasi
disk,hematoma, edema, regangan jaringa saraf dan gangguan sirkulasi padaspinal. Adanya
perdarahan akibat trauma dari gray sampai white mattermenurunkan perfusi vaskuler dan
menurunkan kadar oksigen danmenyebabkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut
lebih lanjutmengakibatkan edema sel dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalamwhite matter
akan kembali menjadi normal kurang lenih 24 jam. Perubahan kimia dan metabolisme yang
terjadi adalah meningkatnya asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara
cepat 30 enit setelah trauma,meningkatnya konsentrasi norephineprine. Meningkatnya
norephineprinedisebabkan karena efek sikemia, ruptur vaskuler atau nekrosis jaringan saraf.
Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock)yaitu
terjadi jika kerusakan secara tranversal sehingga mengakibatkanpemotongan komplit
rangsangan. Pemotongan komplit rangsanganmenimbulkan semua fungsi reflektorik pada semua
segmen di bawah gariskerusakan akan hilang. Fase renjatan ini berlangsung beberpa minggu
sampaibeberapa bulan (3 – 6 minggu).
Trauma pada daerah leher dapat bermanifestasi pada kerusakan strukturkolumna
vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, dankompresi medula spinalis pada
setiap sisinya dapat menekan spinal danbermanifestasi pada kompresi radiks, dan distribusi saraf
sesuai segmen daritulang belakang servikal.
TABEL
Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera
Batas Cedera Fungsi Yang Hilang
C1 –C 4 Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher kebawah.
Paralisis pernafasan, tidak terkontrolnyabowel dan blader
C5 Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke bawah.Hilangnya
sensasi di bawah klavikula. Tidakterkontrolnya bowel
dan blader
C6 Hilangnya fungsi motorik di bawah batas bahu danlengan.
Sensasi lebih banyak pada lengan dan jempol.
C7 Fungsi motorik yang kurang sempurna pada bahu,siku,
pergelangan dan bagian dari lengan.Sensasi lebih banyak
pada lengan dan tangandibandingkan pada C6. Yang lain
mengalamifungsi yang sama dengan C5
C8 Mampu mengontrol lengan tetapi beberapa harilengan
mengalami kelemahan. Hilangnya sensaidi bawah dada
T1-T6 Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik dibawah dada
tengah. Kemungkinan beberapa ototinterkosta mengalami
kerusakan. Hilangnyakontrol bowel dan blader
T6-T12 Hilangnya kemampuan motorik dan sensasi dibawah
pinggang. Fungsi pernafasan sempurnatetapi hilangnya fngsi
bowel dan blader
L1-L3 Hilannya fungsi motorik dari plevis dan tungkai.Hilangnya
sensasi dari abdomen bagian bawahdan tungkai.
Tidak terkontrolnya bowel dan blader
L4-S1 Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada pangkalpaha, lutut
dan kaki. Tidak terkontrolnya boweldan blader
S2-S4 Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor.Hilangnya
sensai pada tungkai dan perineum.Pada keadaan awal terjadi
gangguan bowel danblader.

Trauma pada servikal bisa menyebabkan cedera spinal stabil dan tidakstabil.
Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akantergeser oleh gerakan
normal sehingga sumsum tulang yang tidak rusak danbiasanya resikonya lebih rendah.
Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana
terjadi perubahan struktur darioseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi
permukaan, arkus tulangposterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa), komponen
pertengahan(sepertiga bagian posterior badan vertebral, bagian posterior dari
diskusintervertebralis dan ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior (dua
pertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebralis,dan
ligamen longitudinal anterior).
Pada cedera hiperekstensi servikal, pukulan pada muka atau dahi akanmemaksa
kepala kebelakang dan tak ada yang menyangga oksiput hinggakepala itu membentur
bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskusdapat rusak atau arkus saraf mungkin
mengalami kerusakan.
Pada cedera fleksi akan meremukan badan vertebra menjadi baji; iniadalah cedera
yang stabil dan merupakan tipe fraktur vertebral yang palingsering ditemukan. Jika
ligamen posterior tersobek, cedera bersifat tak stabildan badan vertebra bagian atas dapat
miring ke depan diatas badan vertebradibawahnya.
Cedera vertebra torako-lumbal bisa disebabkan oleh trauma langsungpada torakal
atau bersifat patologis seperti pada kondisi osteoporosis yangakan mengalami fraktur
kompresi akibat keruntuhan tulang belakang. Frakturkompresi dan fraktur
dislokasi biasanya stabil. Tetapi, kanalis spinalis padasegmen torakalis relatif sempit,
sehingga kerusakan korda sering ditemukandengan adanya manifestasi defisit neurologis.
Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang secara langsungmengenai
vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleuspulposus akan memecahkan
permukaan serta badan vertebra secara vertikal.Material diskus akan masuk dalam badan
vertebra dan menyebabkan vertebramenjadi pecah (burst). Pada kondisi ini terjadi Burst
Fracture, kerusakan padabadan tulang belakang dan medula spinalis secara klinis akan
lebih parah dimana apabila ligamen posterior sobek maka akan terjadi fraktur spinal
tidakstabil.
Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggiandalam
posisi berdiri menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medullaspinalis yang
dapat menyebabkan gangguan pada beberapa system,diantaranya :
1) Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkanterputusnya jaringan saraf
medulla spinalis, karena jaringan sarafini terputus maka akan menimbulkan paralisis dan
paraplegi padaekstremitas.
2) Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan makroskopisyang akan
menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksiperadangan tersebut akan melepaskan
mediator kimiawi yangmenyebabkan timbulnya nyeri hebat dan akut, nyeri yang
timbulberkepanjangan mengakibatkan syok spinal yang apabilaberkepanjangan dapat
menurunkan tingkat kesadaran. Reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan juga
menyebabkan edemayang dapat menekan jaringan sekitar sehingga aliran darah
danoksigen ke jaringan tersebut menjadi terhambat dan mengalamihipoksia jaringan.
Reaksi anastetik yang ditimbulkan dari reaksiperadangan tersebut juga menimbulkan
kerusakan pada systemeliminasi urine.
3) Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari cedera tulangbelakang yang
menyebabkan kelumpuhan otot pernapasansehinggan pemasukan oksigen ke dalam tubuh
akan menurun,dengan menurunnya kadar oksigen ke dalam tubuh akanmengakibatkan
tubuh berkompensasi dengan meningkatkanfrekuensi pernapasan sehingga timbul sesak.

Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usiadewasa yang
memiliki perubahan degenerative vertebra,usia muda yangmendapat kecelakaan lalu
lintas saat mengendarai kendaraan, dan usia mudayang mengalami cedera leher saat
menyelam.Jenis cedera ini menyebabkanmedulla spinalis bertentangan dengan
ligamentum flava dan mengakibatkankontusio kolom dan dislokasi vertebra.Transeksi
lengkap dan medulla spinalis
dapat mengikuti cedera hiperekstensi.Lesi lengkap dari medulla spinalis
mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter menurun pada daerah lesi dan kehilangan
fungsi reflex pada isolasi bagian medulla spinalis
Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh ataumelompat dari
ketinggian dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekananmengakibatkan fraktur
vertebra dan menekan medulla spinalis .Diskus danfragmen tulang dapat masuk ke
medulla spinalis .Lumbal dan toraks vertebraumumnya akan mengalami cedera serta
menyebabkan edema danperdarahan. Edema pada medulla spinalis mengakibatkan
kehilangan fungsisensasi
2.6 Komplikasi
1. Pendarahan mikroskopik
Pada semua cedera madula spinalis atau vertebra, terjadi perdarahan-perdarahan kecil. Yang
disertai reaksi peradangan, sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema dan
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar korda. Peningkatan
tekanan menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan secara
drastic meningkatkan luas cidera korda.
2. Hilangnya sensasi, kontrol motorik, dan refleks.
Pada cedera spinal yang parah, sensasi, kontrol motorik, dan reflekssetinggi dan dibawah
cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebutsyok spinal. Pembengkakan dan edema
yang mengelilingi korda dapat meluaskedua segmen diatas kedua cidera. Dengan demkian
lenyapnya fungsisensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari dua
segmendiatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya
kontrolsensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda terputus
akan terjadipembengkakan dan hipoksia yang parah.
3. Syok spinal
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks daridua segmen diatas dan
dibawah tempat cidera. Refleks-refleks yang hilangadalah refleks yang mengontrol postur,
fungsi kandung kemih dan rektum,tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal
terjadi akibathilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara normal dibawahneuron
asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan fungsirefleks. Syok spinl biasanya
berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapatlebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat
tmbul hiperreflekssia, yangditadai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung
kemih dan rektum
4. Hiperrefleksia otonom
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secarrefleks, yang
meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksiaotonom dapat timbul setiap saat
setelah hilangnya syok spinal. Suaturangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis
dan mencetukan suaturefleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis.
Dengandiaktifkannya sistem simpatis, maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluhdarah dan
penngkatan tekanan darah sistem
Pada orang yang korda spinalisnya utuh, tekanan darahnya akansegera diketahui
oleh baroreseptor. Sebagai respon terhadap pengaktifanbaroreseptor, pusat kardiovaskuler
diotak akan meningkatkan stimulasiparasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut
jantunhgmelambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi pembuluh
darah. Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secaracepat memulihkan tekanan
darah kenormal.
Pada individu yang mengalamilesi korda, pengaktifan parasimpatis akan
memperlambat kecepatan denyut jantung dan vasodilatasi
diatas tempat cedera, namun saraf desendens tidakdapat melewati lesi korda sehngga
vasokontriksi akibat refleks simpatis dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.Pada
hiperrefleksia otonom, tekanan darah dapat meningkat melebihi200 mmHg sistolik,
sehingga terjadi stroke atau infark miokardium.Rangsangan biasanya menyebabkan
hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-
reseptor permukaan untuk nyeri.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi),unutk kesejajaran, reduksi
setelah dilakukan traksi atau operasi
b. CT-Scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaunstruktural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dankompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jikafaktor putologisnya tidak jelas
atau dicurigai adannya dilusi padaruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak
akandilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru (contoh :perubahan pada diafragma,
atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) :mengukur volume inspirasi
maksimal khususnya pada pasiendengan trauma servikat bagian bawah atau pada trauma
torakaldengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilas

2.8 Penatalaksanaan
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.3 intervensi

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional



BAB IV
TINJAUAN KASUS
I. BIODATA

II. PENGELOMPOKAN DATA

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

II. Kemungkinan Diagnosa yang muncul

III. Analisa Data


Data Etiologi Problem
DS:

DO:
-
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai