Anda di halaman 1dari 18

Referat

TINEA UNGUIUM

Oleh

Putri Dwi Kartini, S.Ked

04114708080

Dosen Pembimbing

Dr. Fitriani, SpKK

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG

2013
HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul

TINEA UNGUIUM

oleh:

Putri Dwi Kartini, S.Ked

04114708080

telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Sriwijaya, Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Moh. Hoesin Palembang periode 15 Juli 2013 - 19 Agustus 2013.

Palembang, Agustus 2013

Dr. Fitriani, SpKK

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi ALLAH, atas rahmat dan karunia-Nya jualah, akhirnya
referat yang berjudul “Tinea Unguium” ini dapat diselesaikan dengan baik. Referat ini
ditujukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di bagian
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RS Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis sampaikan kepada dr. Fitriani,
SpKK selaku pembimbing dalam refrat ini yang telah memberikan bimbingan dan banyak
kemudahan dalam penyusunan refrat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu saran
dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis demi kebaikan di masa yang akan
datang. Harapan penulis semoga referat ini bisa membawa manfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Palembang, Agustus 2013

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................. i


Halaman Pengesahan ................................................................................... ii
Kata Pengantar ............................................................................................. iii
Daftar Isi ...................................................................................................... iv
PENDAHULUAN .................................................................................. 1
ETIOLOGI ............................................................................................. 2
PATOGENESIS ...................................................................................... 2
GAMBARAN KLINIS ........................................................................... 3
DIAGNOSIS BANDING ........................................................................ 5
DIAGNOSIS ........................................................................................... 6
PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................ 6
PENATALAKSANAAN ........................................................................ 8
PROGNOSIS .......................................................................................... 10
KESIMPULAN ....................................................................................... 10
Daftar Pustaka.............................................................................................. 11

4
TINEA UNGUIUM
Putri Dwi Kartini, S.Ked
Pembimbing : Dr. Fitriani, SpKK
Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNSRI/RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang
2013

PENDAHULUAN
Tinea unguium (dermatophytic onychomycosis) adalah infeksi jamur dermatofita pada
kuku.1,2 Sedangkan onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita, jamur non-dermatofita atau yeast.1,2,3
Dermatofita dibagi menjadi 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton dan
Epidermophyton. Golongan jamur ini mempunyai kemampuan mencerna keratin. Patogen lain
golongan non-dermatofita yang menyebabkan tinea unguium adalah S. Dinidiatum, S.
Hyalinum dan kadang-kadang Candida spp.1,2
Tinea unguium terjadi di seluruh belahan dunia. Dapat terjadi baik pada anak-anak
maupun dewasa.1 Prevalensi tinea unguium meningkat sesuai dengan pertambahan usia.
Sekitar 1% pada individu <18 tahun dan hampir 50% pada usia >70 tahun.4 Dari 1305 anak
yang berusia 3-15 tahun di 17 sekolah di Barcelona tahun 2003-2004 didapatkan bahwa
prevalensi dermatofita di kaki (tinea pedis) 2,5%, dermatofita di kepala (tinea kapitis) 0,23%
dan di kuku (tinea unguium) 0,15%.5 The Achilles project memperkirakan prevalensi tinea
unguium di Eropa sekitar 27% dan di Amerika Utara sebesar 13,8%. Peningkatan prevalensi
ini dikarenakan peningkatan status imunosupresi seseorang, sepatu yang terlalu sempit, dan
peningkatan penggunaan locker room bersama.2 Tinea unguium lebih banyak terjadi pada
laki-laki dan biasanya dikaitkan dengan tinea pedis.1-4
Tinjauan pustaka ini akan membahas tinea unguium terutama, etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan tinea unguium. Dengan
memahami karakteristik penyakit ini, diharapkan kita dapat mendiagnosis dan menatalaksana
pasien dengan tinea unguium dengan tepat.

5
ETIOLOGI
Dermatofita merupakan penyebab terbanyak terjadinya onikomikosis. Yaitu sekitar
80-90%. Semua jenis dermatofita dapat menyebabkan tinea unguium, penyebab terbanyak
adalah Trichophyton rubrum (71%) dan Trichophyton mentagrophytes (20%). Penyebab lain
diantaranya E. Floccosum, T, violaaceum, T. Schoenleinii, T. Verrrucosum.2

PATOGENESIS
Sebelum memahami patogenesis terjadinya tinea unguium maka diperlukan
pemahaman mengenai fungsi dan anatomi kuku. Fungsi utama dari kuku adalah untuk
memberikan perlindungan ke ujung digiti, meningkatkan diskriminasi sensorik, dan dalam
beberapa individu, berfungsi sebagai aksesori kosmetik.

Lipatan kuku lempeng


proximal lunula kuku

kutikula dasar tautan onikodermal


kuku

lempeng
lipatan dorsum proksimal kuku kutikula
kuku
dasar
lipatan ventral proksimal kuku
kuku
bagian lipatan hiponikium
proksimal kuku
lekukan distal

matriks phalanges distal

Gambar 1. Anatomi dan struktur kuku.6

Kuku merupakan struktur unit yang tiap komponennya bergabung dan disebut sebagai
unit kuku. Unit kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate) dan empat struktur epitel: lipatan
kuku proksimal (proximal nail fold), matriks, dasar kuku (nail bed) dan hiponikium. (Gambar
1). Lempeng kuku berbentuk persegi panjang, tembus pandang relatif tidak fleksibel,

6
mengandung kalsium, fosfat, besi, seng, mangan dan tembaga, juga sulfur dalam matriks
kuku yang bertanggung jawab untuk kualitas fisik kuku. Lempeng kuku muncul dari bawah
lipatan kuku proksimal dan berbatasan di kedua sisi dengan lipatan kuku lateralis. Di bagian
proksimal terdapat lingkaran putih yang disebut lunula. Permukaan dorsal unit kuku tampak
berwarna merah muda karena peningkatan pembuluh darah dari dasar kuku (nail bed). Daerah
antara permukaan dorsal dan ventral terdapat kutikula (eponychium) yang melindungi matriks
dari kerusakan.6
Pada tinea unguium invasi terjadi pada kuku yang sehat. Jamur dapat masuk melalui
tiga cara yaitu dari manusia ke manusia (antrofopilik), dari hewan ke manusia (zoofilik) dan
dari tanah ke manusia (geofilik). Dermatofita, tidak seperti kebanyakan jamur lain,
menghasilkan keratinases (enzim yang memecah keratin), yang memungkinkan untuk invasi
jamur ke dalam jaringan keratin. Dinding sel dermatofit juga mengandung mannans (sejenis
polisakarida) yang dapat menghambat respon kekebalan tubuh. Trichophyton rubrum khususnya
mengandung mannans yang dapat mengurangi proliferasi keratinosit. Terdapat beberapa
predisposisi yang memudahkan terjadinya tinea unguium yang mungkin sama dengan
penyakit jamur superfisial lainnya seperti kelembaban, trauma berulang pada kuku, penurunan
imunitas serta gaya hidup seperti penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus-menerus,
olahraga berlebihan dan juga penggunaan tempat mandi umum. Invasi kuku oleh jamur juga
akan meningkat pada pasien dengan defek pada suplai vaskularisai seperti akibat pertambahan
usia, insufisiensi vena, penyakit arteri perifer, serta pasien imunokompromise.1
Jamur menyerang kuku melalui berbagai area sesuai dengan bagian kuku yang
pertama diinfeksinya. Invasi jamur ke kuku biasanya di mulai dari lipatan kuku lateral atau
ujung kuku, hal ini akan memberikan gambaran klinis berbeda sesuai dengan klasifikasi
berdasarkan bagian kuku yang terkena. Selanjutnya dapat terjadi onikomikosis sekunder
dimana infeksi terjadi setelah jaringan di sekitar kuku sudah terinfeksi seperti pada psoriasis
atau trauma pada kuku. tinea unguium pada kuku jari kaki biasanya terjadi setelah tinea pedis,
pada kuku jari tangan dikaitkan dengan tinea manus, tinea corporis dan tinea kapitis.4

GAMBARAN KLINIS
Kuku jari kaki lebih sering terinfeksi dibandingkan kuku jari tangan.1 Sekitar 80% tinea
unguium terjadi pada kaki. Gambaran klinis tinea unguium berdasarkan klasifikasinya, yaitu:

7
1. Onikomikosis Distal Subungual (ODS)
Onikomikosis Distal Subungual (ODS) merupakan pola tinea unguium yang paling sering
terjadi. Infeksi dimulai dari stratum korneum daerah hiponokium atau lipatan kuku,
kemudian masuk ke subungual. Onikomikosis Distal Subungual (ODS) sering dikaitkan
dengan tinea pedis. Biasanya disebabkan oleh T. rubrum.3,4

Gambar 2. Onikomikosis Subungual Distal (OSD)4

2. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)


Jamur masuk melalui kutikula lipatan kuku posterior kemudian berpindah sepanjang
lipatan kuku proksimal menginvasi matrik kuku. Pada tipe ini, paling sering disebabkan
oleh T. rubrum. Tipe ini selalu dikaitkan dengan keadaan immunocompromised. Banyak
ditemukan pada pasien HIV. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP) dapat mengenai
satu atau dua kuku. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah bintik putih di bawah
lipatan kuku proksimal. 3,4

Gambar 3. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)4

8
3. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)
Pada tipe ini, jamur menginvasi permukaan dorsal kuku. Penyebab terbanyak adalah T.
mentagrophytes atau T. rubrum (pada anak-anak). Penyebab yang jarang Acremonium,
Fusarium, dan Aspergillus terreus. Permukaan lempeng kuku yang terinvasi oleh jamur
menunjukkan gambaran putih, seperti tepung/ serbuk kapur (chalky white) dan kadang
mudah retak. 3,4

Gambar 3. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)4

DIAGNOSIS BANDING
Sangat penting untuk membedakan tinea unguium dengan berbagai penyakit lain yang
memberikan gambaran klinis yang hampir sama, yaitu kuku psoriasis, ekzema dan dermatitis
kontak, liken planus, serta pakionikia kongenital. 3,4
Pada psoriasis, selain kuku pada umumnya kelainan juga ditemukan pada bagian kulit
lain. Meski demikian dapat terjadi kelainan psoriasis yang hanya mengenai kuku. Psoriasis
kuku memberikan gambaran mirip Onikomikosis Subungual Distal (OSD). Pada kuku
psoriasis sering ditemukan pitting nail dan tanda onikolisis berupa “oil spot” dan “salmon
patch” yaitu warna kuning-kemerahan, translusen di bawah lempeng kuku dan sering meluas
ke hiponikium. Gambaran ini tidak ditemukan pada tinea unguium.3,4
Pada ekzema dan dermatitis kontak, kelainan biasanya terdapat pada lipatan kuku
posterior. Pada dermatitis kelainan pada ujung jari kadang disertai onikolisis.3 Pada liken
planus dapat ditemukan papul merah ungu yang dapat dilihat di bawah lempeng kuku dan
manifestasi lanjut berupa pterigium. Pakionikia kongenital memberikan gambaran bagian
proksimal lempeng kuku tampak licin, mengkilat dan melekat pada dasar. Bagian distal
terdorong ke atas oleh akumulasi bahan keratin di bawahnya sehingga bagian lempeng kuku
bebas menghadap ke atas.3

9
DIAGNOSIS
Anamnesis dan gambaran klinis saja pada umumnya sulit untuk memastikan diagnosis
terutama pada tinea unguium yang merupakan kelainan sekunder pada kelainan kuku yang
telah ada sebelumnya. Gambaran klinis harus dikonfirmasi dengan ditemukannya elemen
jamur pada pemeriksaan mikroskopik langsung dengan preparat KOH, pemeriksaan
histopatologi dari clipping nail atau dengan biakan jamur. Mengingat banyaknya diagnosis
banding secara klinis, maka dapat digunakan pendekatan diagnosis pada kuku yang distrofi.1

Singkirkan penyebab non-jamur


 Penyakit kulit yang bermanifestasi pada kuku atau penyakit
sistemik (contoh; psoriasis, lichen planus, dermatitis)
 Faktor dari luar (contoh: trauma, kontak iritan)
 Genodermatosis (contoh: pachyonychia congenital, Darier
disease)

Pemeriksaan mikroskopik dengan preparat


KOH/Calcoflour, pemeriksaan dengan
kerokan kuku dan debris subungual
Atau
PAS ( Periodic Acid Schiff Stain)
Ulangi

+ -

Biakan dan mulai pengobatan


untuk tinea unguium Biakan

Terapi tinea unguium

Bagan 1. Pendekatan diagnosis pada kuku distrofi.1

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah pemeriksaan mikroskopik
langsung yang diikuti biakan untuk identifikasi spesies penyebab.

10
Pemeriksaan mikroskopik langsung
Pemeriksan langsung dapat dilakukan dengan sediaan KOH 20-30% dalam air atau
dalam dimetil sulfoksida (DMSO) 40% untuk mempermudah lisis keratin. Zat warna
tambahan misalnya tinta parker blue-black, atau pewarnaan PAS akan mempermudah
visualisasi jamur. Penambahan zat warna chorazol black E atau calcofluor white pada KOH
bersifat spesifik untuk elemen jamur karena hanya terikat pada khitin yang merupakan
dinding jamur, tetapi tidak pada keratin atau benang dan artefak lain. Namun untuk calcoflour
white dibutuhkan mikroskop fluoresen untuk memeriksannya.4,7
Selain memastikan hasil positif atau negatif, perlu dicari bentuk tipikal atau atipikal
elemen jamur, misalnya hifa dermatofita tidak berwarna (hialin), hifa Scytalidium panjang
dan berkelok-kelok serta jamur dematiaceae berwarna hitam.7
Pada pemeriksaan mikroskopik terkadang sulit untuk mengidentifikasi jenis jamur
spesifik tetapi pada kebanyakan kasus yeast dapat dibedakan dengan dermatofita secara
morfologi. Pemeriksaan secara mikroskopik merupakan pemeriksaan yang paling sederhana
dan cepat.4

Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung
sediaan basah untuk menentukan spesies jamur. Pada biakan jamur pemisahan jamur akan
lebih baik jika menggunakan antibiotik untuk mencegah kontaminasi bakteri. Penghancuran
spesimen kuku harus dilakukan sebelum inokulasi pada media. Sampel yang diambil dari
kuku yang terinfeksi disuntikkan ke media agar Sabouraud dengan atau tanpa cycloheximide.
Biakan jamur menggunakan media agar Sabouroud dengan chloramphenicol dan
cycloheximide memiliki sensitivitas 32%. Untuk melihat hasil biakan jamur ini dibutuhkan
waktu beberapa hari sampai dengan satu minggu.6,7

Pemeriksaan Histopatologi
Bila secara klinis kecurigaan tinea unguium besar namun hasil sediaan mikroskopik
langsung maupun biakan negatif, pemeriksaan histopatologi dapat membantu. Dapat
dilakukan biopsi kuku atau cukup dengan nail clippings pada Onikomikosis Subungual Distal
(ODS). Periodic Acid Schiff (PAS) digunakan untuk mencari elemen jamur pada kuku.

11
Pemeriksaan ini dapat sekaligus membantu memastikan bahwa jamur terdapat dalam lempeng
kuku dan bukan komensal atau kontaminan di luar lempeng kuku. Teknik ini merupakan
teknik yang paling dapat dipercaya untuk membangun diagnosis tinea unguium. Pada
beberapa penelitian sensitivitas PAS adalah 41-93%.4,7

PENATALAKSANAAN
Seperti penatalaksanaan penyakit jamur superfisial lainnya, maka prinsip
penatalaksanaan tinea unguium menghilangkan faktor predisposisi yang memudahkan
terjadinya penyakit, serta terapi dengan obat anti jamur yang sesuai dengan penyebab dan
keadaan patologi kuku. Perlu ditelusuri pula sumber penularan.7
Pengobatan pada tinea unguium yaitu dengan pemberian obat anti jamur baik secara
topikal maupun sistemik. Pengobatan topikal yaitu dengan menggunakan siklopiroks dan
amprolfin. Sedangkan pengobatan sistemik digunakan anti jamur golongan alilamin seperti
terbinafin dan golongan azol seperti flukonazol dan itrakonazoltinea unguium ada dua cara
yaitu secara sistemik dengan menggunakan obat.4
Obat topikal
Obat topikal berbentuk krim dan solusio, namun sulit untuk penetrasi ke dalam kuku
sehingga kurang efektif untuk pengobatan tinea unguium, namun masih dapat digunakan
untuk superfisial Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT). Obat topikal dengan formulasi
khusus dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam kuku, yakni:
a. Amorolfin : merupakan derivat morfolin yang bersifat fungisidal. Bekerja dengan cara
menghambat biosintesis ergosterol jamur. Untuk infeksi jamur pada tinea unguium
digunakan amorolfin dalam bentuk cat kuku konsentrasi 5% untuk kuku jari tangan,
dioleskan satu atau dua kali setiap minggu selama 6 bulan sedangkan untuk kuku kaki
harus digunakan selama 9-12 bulan.4
b. Siklopiroks merupakan anti jamur sintetik hydroxypiridone, bersifat fungisidal,
sporosidal dan anti jamur ini mempunyai penetrasi yang baik pada kulit dan kuku.
Untuk pengobatan tinea unguium digunakan siklopiroks nail lacquer 8%. Setelah
dioleskan pada kuku yang sakit, larutan tersebut akan mengering dalam waktu 30-45
detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari pembawa berdifusi menembus lapisan
lempeng kuku hingga ke dasar kuku dalam beberapa jam sampai kedalaman 0,4 mm
dan hasil pengobatan akan dicapai setelah 24-48 kali pemakaian. Diberikan 2 hari

12
sekali selama bulan pertama, setiap 3 hari sekali pada bulan kedua dan seminggu
sekali pada bulan ketiga hingga bulan keenam pengobatan. Dianjurkan pemakaian cat
kuku siklosporik tidak melebihi dari 6 bulan.4
Dibutuhkan ketekunan pasien karena umumnya masa pengobatan panjang. Meskipun
penggunaan obat topikal mempunyai keterbatasan, namun masih dapat digunakan sebagai
pengobatan tinea unguium karena tidak mempunyai risiko sistemik, relatif lebih murah
dan dapat digunakan sebagai kombinasi dengan oral untuk memperpendek masa
pengobatan, selain itu bentuk cat kuku juga mudah digunakan.7
Obat Sistemik
Terapi anti jamur sistemik, meski dikaitkan dengan tingginya angka kejadian dan
peningkatan keparahan efek samping, namun tetap diperlukan untuk pengobatan infeksi
tertentu, termasuk tinea manus, kapitis dan unguium. Obat antijamur baru memberikan
lebih banyak pilihan untuk terapi sistemik.1
Table 1. Obat yang dianjurkan pada tinea unguium.1
Flukonazol Griseofulvin Itrakonazol Terbinafin
Kuku tangan dan kuku kaki
150–200 1–2 g/hari 200 mg/hari × 12 minggu 250 mg/hari × 12
mg/minggu × 9 hingga kuku Atau minggu
bulan normal 200 mg × 1 minggu/bulan
selama 3–4 bulan
Dosis
Hanya kuku tangan
Dewasa
150–200 1–2 g/day 200 mg/hari × 6 minggu 250 mg/hari × 6
mg/minggu × 6 hingga kuku Atau minggu
bulan normal 200 mg × 1 bulan selama 2
bulan
6 mg/kg/ minggu 20 mg/kg/hari 5 mg/k/hari (<20 kg), 62.5 mg/hari (<20 kg)
× 12–16 minggu hingga kuku 100 mg/hari (20–40 kg), 200 125 mg/hari (20–40 kg)
(kuku tangan) or normal mg/hari (40–50 kg) or
Dosis
18–26 minggu Atau 250 mg/hari (>40 kg) ×
anak-
(kuku kaki) 200 mg (>50 kg) × 1 6 minggu (kuku tangan)
anak
minggu/bulan for 2 (kuku or 12 minggu (kuku
tangan) atau 3 (kuku kaki) kaki)
bulan

13
Obat sistemik yang dapat digunakan untuk pengobatan tinea unguium yaitu derivat azol
dan derivat alilamin. Derivat azol bersifat fungistatik tetapi mempunyai spektrum anti
jamur luas dan derivat alilamin bersifat fungisidal namun efektif terutama terhadap
dermatofita.4

Terapi Bedah
Pengangkatan kuku dengan tindakan bedah skalpel selain menyebabkan nyeri juga
dapat memberikan gejala sisa distrofi kuku. Tindakan bedah dapat dipertimbangkan bila
kelainan hanya 1-2 kuku, bila terdapat kontraindikasi terhadap obat sistemik, dan pada
keadaan patogen resisten terhadap obat. Tindakan bedah tetap harus dikombinasi dengan obat
anti jamur topikal atau sistemik.7

PROGNOSIS
Kondisi ini sulit diobati, dibutuhkan pengobatan dalam waktu yang panjang.3 Tinea
unguium tahap awal lebih mudah diobati pada orang muda, dan individu sehat dibandingkan
dengan individu yang sudah tua dengan kondisi kesehatan yang buruk.4

KESIMPULAN
Tinea unguium (dermatophytic onychomicosis) adalah infeksi jamur dermatofita pada
kuku. Prevalensi tinea meningkat sesuai dengan pertambahan usia, lebih banyak terjadi pada
laki-laki daripada wanita. Patogen penyebab terbanyak adalah T. rubrum dan T.
mentagrophytes. Ada 3 jenis onikomikosis yaitu Onikomikosis Subungual Distal (OSD),
Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP), dan Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT).
Jenis yang paling sering adalah Onikomikosis Subungual Distal (OSD). Diagnosis
berdasarkan gambaran klinis yang harus dikonfirmasi dengan ditemukannya elemen jamur
pada pemeriksaan mikroskopik langsung dengan preparat KOH, pemeriksaan histopatologi
PAS (Periodic Acid Schiff Stain) atau dengan biakan jamur. Penatalaksanaan pada tinea
unguium terdiri dari penatalaksanaan umum dan khusus. Penatalaksanaan umum yaitu
memberikan informasi dan edukasi mengenai tinea unguium kepada pasien. Penatalaksanaan
khusus terdiri dari pengobatan topikal dan sistemik. Penatalaksanaan dengan topikal yaitu
dengan menggunakan siklopirok dan amorolfin, sedangkan penatalaksanaan dengan sistemik
digunakan anti jamur golongan alilamin seperti terbinafin dan golongan azol seperti

14
flukonazol dan itakonazol. Tinea unguium sulit untuk diobati. Pengobatan tahap awal lebih
mudah diobati pada orang muda dan individu sehat dibandingkan individu yang sudah tua
dengan kondisi kesehatan yang buruk.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Elewski BE, Hughey LC, Sobera JO, Hay R. Fungal disease. In: Bolognia J L, Lorizzo J
L, Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd ed. New York: Mosby Elsevier; 2008; p. 1265-
70.
2. Verma S, Haffernan MP. Fungal disease. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed.
New York: McGraw-Hill; 2008; p.1817-18.
3. James D, Berger G, Elston M. Diseases resulting from fungi and yeast. Andrew’s Disease
of The Skin Clinical Dermatology, 10th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008;
p.305-7.
4. Wolff KL. Johnson RA. Disorder of The Nail Apparatus. In: Fitzpatrick’s Color Atlas &
Sinopsis Of Clinical Dermatology, 5th ed. New York: The McGraw-Hill companies;
2007. p.1016-21.
5. Perez M, Torres JM, Martinez A, Segura S, Grira G, Trivino L, ED et al. Prevalence of
tinea pedis, tinea unguium of toenails and tinea capitis in school children from Barcelona.
Revista Iberoamericana de Micologı´a, 2009;26(1): p.228-32.
6. Moore Mk, Hay RJ. Anatomy and organization of human skin. In: Berth-jones J, editors.
Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Cambridge: Wiley-Balckwell: 2010; p.3.14-5.
7. Budi IP. Onikomikosis. Medan: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Universitas Sumatera Utara. 2008; hal.9-12.

16
DISKUSI

1. Apa indikasi terapi bedah pada tinea unguium?


Jawaban:
Pengangkatan kuku dengan tindakan bedah skalpel selain menyebabkan nyeri juga
dapat memberikan gejala sisa distrofi kuku. Tindakan bedah dapat dipertimbangkan bila
kelainan hanya 1-2 kuku, bila terdapat kontraindikasi terhadap obat sistemik, dan pada
keadaan patogen resisten terhadap obat. Tindakan bedah tetap harus dikombinasi dengan
obat anti jamur topikal atau sistemik.

2. Apakah ada perbedaan terapi pada ketiga jenis tinea unguium yang diklasifikasikan
berdasarkan gambaran klinis? Jika iya, apa perbedaannya?
Jawaban:
Tidak ada perbedaan. Klasifikasi tersebut hanya membedakan tinea unguium
berdasarkan gambaran klinis dan tidak ada perbedaan dalam pemberian terapi.

3. Obat sistemik derivat alilamin apa yang menjadi pilihan pertama untuk pengobatan tinea
unguium?
Jawaban:
Pilihan pertama derivat alilamin yang digunakan untuk pengobatan tinea unguium
adalah terbiafin.
Terbinafin merupakan antijamur golongan alilamin yang dapat diberikan secara oral.
Terbinafin bekerja menghambat sintesis ergosterol (merupakan komponen sterol yang
utama yang membrane plasma sel jamur), dengan cara menghambat kerja squalene
epoxidase ( merupakan suatu enzim yang berfungsi sebagai katalis untuk mengubah
squalene 2,3 epoxide). Terbinafin merupakan antijamur yang berspektrum luas. Sangat
efektif terhadap dermatofita yang bersifat fungsidal.
Terbinafin diabsorbsi dengan baik jika diberikan dengan cara oral yaitu >70% dan
akan tercapai konsentrasi puncak dari serum 0,8-1,5 mg/L setelah pemberian 2 jam
dengan 250 mg dosis tunggal. Pemberian bersama makanan tidak mempengaruhi absorbsi
obat. Oral terbinafin efektif untuk pengobatan dermatofitosis pada kulit dan kuku. Dosis
terbinafin oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hari tetapi pada pasien dengan gangguan hepar

17
atau fungsi ginjal (kreatinin clearance <50 ml/menit atau konsentrasi kreatinin >300
μmol/ml) dosis harus diberikan setengah dari dosis di atas. Untuk kuku jari tangan
diberikan selama 6 minggu dan untuk kuku jari kaki selama 12-16 minggu.
Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dispepsia, sering dijumpai.
Terbinafin tidak direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit hepar yang kronik.
Terbinafin tidak mempunyai efek clearance terhadap obat lain yang metabolismenya
melalui hepatik sitokrom P-450. Namun konsentrasi darah akan menurun jika terbinafin
diberikan bersama rifampisin dan level darah pada terbinafin dapat meningkat jika
pemberiaannya bersama cimetidin yang merupakan P-450 inhibitor.

18

Anda mungkin juga menyukai