Latar Belakang Bioproses
Latar Belakang Bioproses
Hadiwiyoto, S. 1999. Tehnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty, Yogyakarta
Budi, U. 2006. Dasar Ternak Perah. Buku Ajar. Departemen Peternakan FP USU, Medan
Prasetyo, anton dkk. 2011. Adsorpsi Metilen Blue Pada Karbon Aktif Dari Ban Bekas
Dengan Variasi Konsentrasi Nacl Pada Suhu Pengaktifan 600 Oc Dan 650 Oc. [Terhubung
berkala] http://respository.uinmalang.ac.id. (19 Mei 2013)
Suriawiria, Unus. 1986. Buku Materi Pokok Mikrobiologi modul 1-9. Jakarta: Karunika.
Syamsir, Elvira. 2010. Keamanan Mikrobiologi Telur. [Terhubung berkala]
http://respositiry.ipb.ac.id. (19 Mei 2013).
Kemudian telur pun merupakan komodits pertanian tepatnya peternakan yang tak kalah
pentingnya. Telur pada umumnya digunakan untuk bahan produk olahan makanan. Pada
kenyataannya di pasar baik tradisional dan modern, ada saja beberapa telur yang perlu
dipilah-pilih untuk layak dibeli berdasarkan peampakan fisik luarnya. Namun pencegahan itu
tidak begitu saja dilakukan perlu dilakukan uji mikrobiologi dalam telur tersebut.Bagian
sebelah dalam telur yang baru keluar biasanya bebas dari mikroorganisme, banyaknya
mikroba yang kemudian dikandungnya ditentukan oleh kebersihan selama penyimpanan,
disamping juga kondisi penyimpanannya, seperti suhu dan kelembaban. Mikroorganisme
terutama bakteri, memasuki telur melalui kulit yang retak atau menembus kulit ketika lapisan
tipis protein yang menutupi kuli telur telah rusak (Anonim 2008).Selain itu, uji seperti ini
perlu dilakukan karna tidak dpat dipungkiri penjual banyak yang lebih mementingkan
keuntungan daripada kerugian. Mereka rela melakukan apa saja asalkan beruntung. Untuk itu
kita perlu memiliki cara-cara tertentu untuk mengetahui kualitas dari telur tersebut. Untuk itu,
perlu kiranya untuk menganalisis mikrobiologi dari telur ini (telur ayam kampung).
Sayur dan buah saat dipanen mungkin mengandung mikroorganisme dalam jumlah
tinggi. Buah dan sayur dapat tercemar oleh bakteri patogen dari air irigasi yang tercemar
limbah, tanah, atau kotoran hewan yang digunakan sebagai pupuk. Cemaran akan semakin
tinggi pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah atau dekat dengan tanah. Mikroba
tertentu seperti Liver fluke dan Fasciola hepatica akan berpindah dari tanah ke selada air
akibat penggunaan kotoran kambing atau domba yang tercemar sebagai pupuk. Air irigasi
yang tercemar Shigella sp., Salmonella sp., E. coli, dan Vibrio cholerae dapat mencemari
buah dan sayur. Selain itu, bakteri Bacillus sp. , Clostridium sp., dan Listeria monocytogenes
dapat mencemari buah dan sayur melalui tanah. Melalui penanganan dan pemasakan yang
baik dan benar dapat mematikan bakteri patogen tersebut, kecuali bakteri pembentuk spora.
Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh
mikroorganisme. Mikroorganisme yang dapat tumbuh pada bahan makanan diantaranya
adalah bakteri dan kapang. Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik,
yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya (Fardiaz, 1992).Oleh karena itu untuk
mengontrol apakah sayur dan buah yang ada di pasar memiliki kualitas yang baik atau tidak,
pengujian mikrobiologi perlu dilakukan sebagai tindakan pengawasan.
Uji yang dilakukan pertama adalah uji mikroba terhadap buah padat atau sterilisasi
buah padat. Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan bahaya kontaminasi mikroba.
Cara yang digunakan adalah dengan penyemprotan dengan alkohol dan dipijarkan dengan
api. Perlakuan ini akan dapat membunuh mikroba yang terdapat diluar buah atau bagian yang
terkena pijaran api. Dengan begitu diharapkan tidak ada lagi mikroba yang dapat melakukan
kontaminasi terhadap buah (Suriawiria 1986). Buah yang diuji diantaranya mangga dan jeruk.
Hal ini menunukkan sterilisasi yang dilakukan tidak berhasil atau kemungkinan terdapat
mikroba dibagian tertentu pada buah yang tidak terjangkau pijaran api. Data menunjukkan
hasil yang sangat fluktuatif ada yang sngat banyak dan ada yang sangat sedikit. Perbedaan ini
kemungkinan dikarenakan perlakuan yantg tidak aseptis dari praktika terhadao buah sehingga
tumbuh banyak mikroba. Menurut literatur, seharusnya buah yang sudah disterilisasi tidak
terdapat lagi atau hanya sedikit mikroba kontaminan, seperti pada sampel buah apel 1 dan
belimbing 2. Hal ini menunjukkan sterilisasi dapat mencegah kontaminasi mikroba terhadap
buah padat. Berikut ini gambar sampel buah pada cawan petri.
Uji kedua juga terhadap buah namun buah cair atau buah yang dapat dipipet cairannya.
Buah yang digunakan pada praktikum ini adalah buah jeruk yang dilakukan pengenceran
hingga 1 : 10.000. sebelumnya sampel buah disterilisasi dengan alkohol dan pijarkan pada api
seperti halnya buah padat dengan tujuan yang sama. pengujian ini akan mengindikasi adanya
pertunbuahan mikroba pada buah cair dengan berubahnya larutan pengencer menjuadi keruh.
Kekeruhan diakibayka aktivitas enzimatik dari mikroba yang terdapat pada sampel. Mikroba
yang terkandung dapat melakukan hidrolisis dan denaturasi. Jika sampel tidak keruh berarti
tidak terjadi kontaminasi mikroba terhadap sampel atau sterilisasi dianggap berhasil
(Suriawiria 1986). Dari sejumlah sampel jeruk yang digunakan, hanya ada dua sampel dari
enam sampel yang tetap atau media pengencer tidak keruh. Berikut ini tabel hasil pengamatan
buah cair.
Uji selanjutnya adalah mikroba pada telur. Telur juga mendapat perlakuan yang sama
dengan buah padat dan cair. Namun sampel telur mendapatkan perlakuan perendaman dengan
alkohol untuk benar-benar memastikan sterilisasinya sebelum dipijarkan. Telur merupakan
bahan yang sangat rentan terhadap kontaminasi mikroba karen faktor lingkngan yang
dilaluinya. Telur dikeluarkan induk ayam melalui saluran dimana feses juga dikeluarkan.
Oleh sebab itu telur sangat rawan kontaminasi. Walaupun sudah ada cangkang telur tidak
menutup kemungkinan mikroba berpindah dari cangkang ke dalam isi telur saat penanganan
bahan. Beberapa jenis mikroba yang sering teridentifikasi mengkontaminasi telur adalah
salmonellacampylobacter, dan listeria (syamsir 2010). Dari data yang didapat, menunjukkan
bahwa sebagian besar telur hanya mengalami kontaminasi yang sedikit atau dibawah 100
koloni. Hal ini menunjukkan sterilisasi yang dilakuka terhadap telur efektif. Perendaman
yang dilakukan benar-benar dapat mereduksi jumlah koloni yang tumbuh pada cawan petri.
Uji berikutnya adalah metilen blue. Uji berfungsi untuk menguji kualitas susu segar
dengan indikator mikroba. Mikroba susu dapat bereaksi dengan metilen biru. Pada prinsipnya
semakin banyak mikroba yang terdapat dalam sampel susu, semakin cepat perubahan warna
biru menjadi putih. Semakin cepat perubahan warna biru semakin buruk kualitas susu karena
telah terkontaminasi banyak mikroba, seperti pembusuk dan lain-lain (Prasetyo 2011). Prinsip
dari uji reduktase adalah kerja enzim reduktase dalam mereduksi zat warna biru dari
methylen blue menjadi larutan berwarna putih jernih. Tujuan uji reduktase adalah untuk
identifikasi adanya mikroba didalam susu, sehingga kualitas susu dapat ditentukan. Pada
prinsipnya mikroba didalam susu menghasilkan enzim reduktase yang dapat mereduksi zat
warna biru dari methylen blue menjadi tak berwarna, pada saat susu diberikan methylen blue
maka susu tersebut berwarna biru dan akan berubah warna pada saat terdapat mikroba dalam
susu. Semakin banyak mikroba berarti semakin banyak pula enzim reduktase yang dapat
mereduksi warna biru. Penentuan baik dan buruknya susu didasarkan npada lamanya
perubahan warna biru menjadi putih kembali. Jika kurang dari 2 jam maka kualitas susus
adalah buruk. Jika antara 2-5 jam maka sedang, jika 5-8 jam baik, jika lebih dari 8 jam sangat
baik. Setelah menginkubasi pada suhu 37oC selama 20 menit, tidak terjadi perubahan warna
pada susu yang telah ditambahkan methylen blue. Hal ini menunjukkan bahwa susu tersebut
tergolong kategori sedang karena tidak mereduksi zat warna dari methylen blue.
Uji selanjutnya adalah uji mikroba terhadap berbagai produk olahan susu, yaitu, susu
bubuk, susu pasteurisasi, mentega, dan eskrim. Pada pengamatan eskrim hanya sedikit
tumbuh mikroba namun pada sampel pengenceran 1 : 10 tumbuh banyak mikroba sampai
tidak dapat dihitung. Berikut ini tabel mikroba eskrim. Pada sebagian besar sampel, tidak
tumbuh mikroba secara signifikan jadi sterilisasi yang dilakukan berhasil. Uji selanjutnya
adalah terhaap mentega. Dari sampel juga diharapakan hasil yang baik. Dari sebagian besar
sampel menunjukkan pertumbuhan yang negatif atau sedikit atai tidak tumbuh. Jadi sterilisasi
mikroba pada mentega dapat dikatakan berhasil. Berikut ini tabel hasil pengamata terhadap
mentega.
Uji yang lain yang dilakukan adalah mikroba susu bubuk dan pasteurisasi. Pada susu
bubuk tidak terdapat banyak koloni mikroba. Kemungkinan karena kadar air yang redah
sehingga tidak sesuai dengan sifat tumbuh mikroba. Rata-rata pertumbuhan mikroba yang
terjadi hanya sedikit atau kurang dari 100 koloni sehinga jumlah mikroba tiap gram susu juga
sedikit. Seiring bertambahnya pengenceran maka semakin sedikit koloni yang tumbuh karena
konsentrasi mikroba terhadap larutan pengencer semakin menurun. Berikut ini tabel hasil
pengamatan susu bubuk.
Uji terakhir adalah uji mikroba terhadap susu pasteurisasi. Susu yang mendapatkan perakuan
panas dengan sushu berkisar 60° C selama beberapa menit ini disebut dengan pasteurisasi.
Sebenarnya banyak metode yang dapat digunakan dalam pasteurisasi. Prinsip utamanya
adalah pembunuhan mikroba patogen dengan perlakuan panas. jadi seharusnya susu
pasteurisasi tidak tumbuh banyak mikroba pada cawan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada
tabel berikut ini. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata sampel mengalami
sedikit pertumbuhan mikroba. Jadi susu pasteurisasi masih mengalami kontaminasi mikroba.
Susu cair sangat rentan terhadap kontaminasi karena kondisinya sangat sesuai/ ideal untuk
pertumbuhan mikroba. Akan tetapi, hasil yang didapat dapat dikatakan berhasil atau sesuai.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan