Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1

BLOK THT

“Aduh, telingaku sakit!”

Nama tutor : dr. Sinu Andi Y.

Disusun oleh :

Kelompok A1

Amirul Zakiya Braver (G0011019)

Andyka Prima Pratama (G0011023)

Dewi Nur Khotimah (G0011071)

Derajat Fauzan N (G0011065)

Lina Kristanti W. (G0011127)

Martha Oktavia Dewi (G0011133)

Nadya Kemala A. (G0011145)

Naili N.S.N (G0011147)


R.A. Sitha Anisa P (G0011161)

Rizqa febriliany P (G0011183)

Yoga Mulia Pratama (G0011213)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS

ANGKATAN 2011

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Tidak dipungkiri


bahwa ungkapan ‘kesehatan mahal harganya’ itu benar. Tanpa badan yang sehat, aktivitas
sehari-hari pun akan terganggu. Banyak pasien datang ke dokter untuk memeriksakan
kesehatan mereka. Berbagai jenis keluhan ditemukan dalam praktik sehari-hari. Keluhan
dalam bidang THT adalah salah satu jenis keluhan yang sering ditemui juga dalam praktik
dokter umum. Oleh karena kasusnya yang banyak dijumpai, alangkah lebih baik apabila
sebagai mahasiswa kedokteran memelajari topik ini. Untuk memperdalam bahasan ini,
penulis melaksanakan tutorial dan menyusun laporan. Sebagai pancingan untuk pembahasan
lebih mendalam, diberikan skenario sebagai berikut

Seorang buruh bangunan laki-laki usia 25 tahun, datang ke praktek dokter umum
dengan keluhan utama telinga kanan mengeluarkan cairan kuning, kental dan berbau
busuk. Pasien juga mengeluh telinga berdenging sehingga pendengaran terganggu,
disertai kepala pusing. Pasien sejak remaja sering pilek, disertai hidung tersumbat
bergantian kanan dan kiri terutama jika terpapar debu. Satu tahun yang lalu, telinga
kanan keluar cairan encer, jernih dan ada sedikit darah. Riwayat kambuh-kambuhan
terutama jika batuk dan pilek. Pada pemeriksaan otoskopi telinga kanan didapatkan:
discharge mukopurulen dan granuloma. Rinoskopi anterior terdapat : discharge
seromukous, konka hipertrofi, livide. Pemeriksaan pharing didapatkan : mukosa
hiperemi. Selanjutnya, dokter merencanakan pemeriksaan penunjang.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ pendengaran?

2. Bagaimana patofisologi terkait semua keluhan pada skenario?

3. Bagaimanan analisis hasil pemeriksaan pada skenario?

4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penyakit pada skenario
tersebut?

5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan otoskopi dan rhinoloskopi?

6. Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding penyakit dalam skenario?

7. Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi penyakit dalam skenario tersebut?

8. Bagaimana gambaran normal yang ditemukan pada pemeriksaan otoskopi dan


rhinoskopi?

C. Tujuan

1. Menggunakan teknologi informasi untuk mencari informasi terkini mengenai penyakit


pada organ THT.

2. Menjelaskan ilmu-ilmu dasar yang berhubungan dan melingkupi organ THT meliputi
a. Anatomi : organ – organ THT, hubungan anatomi dengan organ lainnya,
arteria/vena/nervi di organ THT, dan kontrol saraf pada THT

b. Fisiologi : fungsi organ-organ THT

c. Fisika : bioakustik

3. Menjelaskan klasifikasi macam-macam penyakit pada organ THT berdasarkan jenis


causa, fungsi, dan berdasar lokasi organ.
4. Menjelaskan penyebab-penyebab terjadinya gangguan pada organ THT beserta
mekanismenya.
5. Menjelaskan faktor-faktor pencetus terjadinya gangguan pada organ THT.
6. Menjelaskan mekanisme terjadinya kelainan pada sel/organ pada penyakit-penyakit
organ THT meliputi patogenesa, patologi, dan patofisiologinya.
7. Menjelaskan komplikasi yang ditimbulkan pada penyakit-penyakit di organ THT.
8. Menjelaskan manajemen/penatalaksanaan penyakit pada organ THT meliputi dasar-
dasar terapi yaitu medikamentosa, konservatif,diet, operatif, rehabilitasi, dll.
9. Menjelaskan penegakan diangnosis penyakit pada organ THT.
10. Menjelaskan prognosis secara umum tentang penyakit pada organ THT.
11. Menentukan prosedur klinik penunjang diangnosa penyakit pada organ THT meliputi
: pemeriksaan fisik telinga, hidung dan tenggorokan, test pendengaran, pemeriksaan
suara dan bicara.
12. Menentukan pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosa penyakit organ THT.
13. Merancang tindakan promotif dan preventif penyakit pada organ THT dengan
mempertimbangkan faktor-faktor pencetus (untuk jelasnya lihat blueprint field lab).
14. Mampu menjelaskan dan menerapkan strategi pencegahan primer,sekunder dan tersier
terkait penyakit THT.
D. Manfaat

1. Mahasiswa mampu memahami fisiologi, anatami, dan histologi organ THT, terutama
telinga

2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi macam-macam penyakit pada organ


telinga berdasarkan jenis kausa, fungsi, dan lokasi organ

3. Mahasiswa mampu menjelaskan patologi, patogenesis, dan patofisiologi dari suatu


penyakit yang berhubungan organt THT, terutama telinga

4. Mahasiswa memahami faktor pencetus dan faktor risiko dari suatu penyakit pada
organ pendengaran

5. Mahasiswa mampu melakukan penegakan penyakit pada organ telinga berdasarkan


gejala dan tanda yang ada

6. Mahasiswa memahami manajemen dan tatalaksana suatu penyakit pada organ telinga
7. Mahasiswa memahami prognosis dan komplikasi yang bisa timbul dari suatu penyakit
pada organ telinga

8. Mahasiswa mampu menetukan prosedur pemeriksaan apa saja yng diperlukan untuk
penegakan diagnosis dari suatu penyakit

9. Mahasiswa mampu menjelaskan dan menerapkan strategi pencegahan terkait penyakit


THT, terutama telinga
BAB II

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

A. Jump 1 : Klarifikasi istilah dan konsep

Berikut adalah istilah penting yang dibahas

1. Granuloma

- Timbulnya suatu massa akibat infeksi kronis dimana bentukannya adalah


makrofag yang tersusun epiteloid dan terdapat imigrasi limfosit ke daerah radang,
merupakan contoh hipersensitivitas tipe IV

2. Ostoskopi

- Pemeriksaan pada telinga menggunakan otoskop untuk mengamati mebran


tympani dan saluran telinga luar

3. Rhinoskopi

- Terdapat dua jenis pemeriksaan, yaitu rhinoskopi anterior (menggunakan


spekulum untuk mengamati meatus, concha, dan sinus) dan rhinoskopi posterior
(menggunakan cermin untuk melihat dinding nasopharynx dan bagian posterior
lidah)

4. Pilek

- Kelebihan produksi sekret pada hidung

5. Livide

- Perubahan warna menjadi kebiruan, bisa disebabkan karen hipervaskularisasi

6. Mukopurulen

- Sekret berwarna kekuning-kuningan dan merupakan cairan dari kelenjar yang


berisi mukus dan pus (berisi sel-sel PMN)
7. Seromukus

- Sekret berwarna terang , dimana lebih dominan mukus

8. Telinga berdenging

- Sering disebut sebagai tinitus,. Tinitus merupakan adanya sensasi suara yang
bukan berasal dari luar telinga. Terdapat dua jenis tinitus yaitu subjektif dan
objektif

9. Mukosa hiperemis

- Mukosa terlihat kemerahan akibat terjadinya vasodilatasi

10. Konka hipertrofi

- Pembesaran pada concha nasalis

B. Jump 2 : Menetapkan dan mendefinisikan masalah

Berikut adalah masalah yang ditetapkan dari skenario

Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap seorang pasien adalah sebagai berikut :
1. Anamnesis
a. Jenis kelamin : laki-laki
b. Usia : 25 tahun
c. Keluhan utama : telinga kanan mengeluarkan cairan kuning,
kental dan berbau busuk
d. Keluhan lain : mengeluh telinga berdenging sehingga
pendengaran terganggu, disertai kepala pusing
e. Riwayat penyakit dahulu : sejak remaja sering pilek, disertai hidung
tersumbat bergantian kanan dan kiri terutama jika terpapar debu ; satu tahun
yang lalu, telinga kanan keluar cairan encer, jernih dan ada sedikit darah;
riwayat kambuh-kambuhan terutama jika batuk dan pilek
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan otoskopi : telinga kanan didapatkan: discharge mukopurulen dan
granuloma
b. Pemeriksaan rinoskopi : anterior  discharge seromukous, konka hipertrofi,
livide.
c. Pemeriksaan pharing : : mukosa hiperemi

C. Jump 3 : Analisis masalah

1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ pendengaran?

2. Bagaimana patofisologi terkait semua keluhan pada skenario?

3. Apa perbedaan tanda dan gejala penyakit pasien sekarang dengan 1 tahun lalu?

4. Apa hubungan riwayat penyakit pasien saat remaja (pilek, dll) dengan penyakit
sekarang?

5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penyakit pada skenario
tersebut?

6. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan otoskopi dan rhinoskopi?

7. Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding penyakit dalam skenario?

8. Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi penyakit dalam skenario tersebut?

9. Bagaiamana patologi, patogenesis, pastofisiologi dari penyakit tersebut?

10. Bagaiamana gejala klinis dari OMSK ?

11. Apa penyebab tinitus berdenyut (pulastile tinitus) ?

12. Bagaimana patogenesis OMA?

13. Bagaimana penatalaksanaan penyakit dalam skenario?

14. Bagaimana manifestasi klinis tinitus?

15. Bagaiamana patofisiologi rhinitis allergica?

D. Jump 4 : Menginventarisasi secara sistematik berbagai penjelasan yang didapatkan


pada langkah 3

1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ pendengaran?

a. Anatomi
Secara anatomis, telinga dibagi menjadi tiga regio utama:

1) Auris eksterna

Berfungsi untuk mengumpulkan suara dan sebagai saluran ke bagian yang


lebih dalam. Terdiri dari:

- auricula: merupakan kartilago elastis yang ditutupi oleh kulit, berbentuk


seperti terompet dengan bagian ujung yang melebar

- meatus acusticus externus: tabung yang melengkung dengan panjang


sekitar 2,5cm. Terletak mulai dari pintu masuk porus acusticus externus
hingga ke membrana tympani. Struktur histologis sama dengan kulit
bagian luar, memiliki rambut dan modifikasi kelenjar keringat yang
disebut glandula cerominous. Glandula tersebut akan mengeluarkan sekret
yang disebut serumen, berfungsi mencegah kotoran masuk ke dalam
telinga.

- membrana tympani: merupakan selapis membran tipis yang


semitransparan dan menjadi batas antara auris externa dengan auris media.
Epitelnya adalah kuboid simpleks.

2) Auris media

Berfungsi untuk membawa getaran suara ke fenestra ovale. Ruangan di


dalamnya berisi udara disebut cavum timpani. Auris media dipisahkan dengan
auris interna oleh fenestra ovale dan fenestra rotundum. Fenestra ovale
nantinya akan dilekati oleh basis stapedis. Sedangkan, fenestra rotundum akan
ditutupi oleh selapis membran disebut membrana tympani sekundaria.

Terdiri dari:

- osikula auditiva: terdapat tiga tulang pendengaran, yaitu malleus, incus,


dan stapes. Manubrium mallei akan melekat di bagian interna dari
membrana tympani. Caput dari mallei akan berartikulasi dengan corpus
incus. Sedangkan, caput dari stapes akan berartikulasi dengan processus
lenticularis pada os incus. Basis stapedis akan melekat pada fenestra
ovale. Ketiga tulang ini berhubungan dengan fungsinya adalah
penghantaran getaran.

- musculus stapedius dan musculus tensor timpani: musculus tensor timpani


akan diinervasi oleh nervus maxillaris dan berfungsi untuk membatasi
gerakan dan meningkatkan tekanan di membrana timpani untuk mencegah
suara yang terlalu keras di dalam auris interna. Musculus stapedius
diinervasi oleh nervus facialis dan merupakan musculus skeletal terkecil
pada tubuh manusia. Fungsinya adalah memperkecil getaran apabila
terdapat suara yang keras untuk melindungi fenestra rotundum.

- tuba auditiva atau tuba Eustachii: saluran ini menghubungkan ruangan


pada auris media dengan nasopharynx. Tuba auditiva akan membuka saat
menguap dan menelan. Fungsinya adalah menyeimbangkan tekanan
antara auris media dengan dunia luar. Saluran ini sering menjadi rute
perpindahan patogen dari hidung dan tenggorok ke telinga.

3) Auris interna

Berfungsi sebagai tempat reseptor pendengaran dan keseimbangan. Terdiri


dari dua bagian, yaitu labyrinthis osseus dan labyrinthis membranaceus.
Labyrinth osseus dibatasi oleh periosteum dan mengandung perilymphe.
Bagian-bagiannya adalah canalis semicircularis (anterior, posterior, dan
lateral), vestibulum, dan cochlea. Sedangkan, labyrinth membranaceus
menyerupai kantung epitelium, terdaoat reseptor pendengaran atau organon
Corti dan keseimbangan. Labyrinth membranaceus mengandung endolymphe.
Di dalam vestibulum, terdapat dua kantung yang merupakan bagian dari
labyrinth membranaceus, disebut utriculus dan sacculus. Di dalam canalis
semicircularis terdapat ductus membranous semicircularis, yang nantinya akan
melebar pada bagian akhir disebut ampulla.

Cochlea merupakan saluran spiral yang terbentuk dari tulang dan berputar
hamper tiga kali dengan pusatnya adalah modiolus. Adanya membrana basalis
dan membrana vestibuli akan membagi cochlea menjadi tiga ruangan, yaitu
scala vestibule, scala media, dan scala timpani. Scala media merupakan tempat
terletaknya reseptor pendengaran. (Tortora, 2011)
b. Histologi

1) Telinga luar
a) Daun telinga
• Tulang rawan elastis, kecuali lobus aurikularis
• Ditutupi oleh kulit tipis
• Tulang rawan yang berbentuk tidak teratur
• Kulit : rambut halus (vellus), kelenjar sebasea dan kelenjar keringat
b) Meatus Akustikus Eksterna (MAE)
• Saluran dari daun telinga ke membran timpani
• 2/5 bagian luar merupakan tulang rawan elastis
• 3/5 bagian dalam merupakan tulang temporal
• Bagian luar ditutupi oleh kulit, terdapat rambut (tragi), kelenjar sebasea
dan kelenjar keringat,
2) Telinga tengah
a) Rongga Timpani ( Kavum timpani )
• Rongga kecil berisi udara, bentuk tidak teratur
• Dalam tulang temporal
• Dilapisi membran mukosa, epitel selapis gepeng
• Bagian anterior epitel bertingkat dengan sel kolumnair bersilia dan sel
goblet
b) Membran timpani
• oval, keabu-abuan
• pars tensa dan pars flaksid
• 3 lapisan
 Bagian luar : ditutupi kulit, epitel berlapis gepeng tidak bertanduk,
kelenjar dan rambut
 Bagian tengah : lapisan fibrosa intermedia, 2 lapis serat kolagen
(radier, sirkuler)
 Bagian dalam : membran mukosa, epitel selapis gepeng dan
lamina propria tipis
c) Osikula Auditorius
• 3 tulang kecil : maleus, inkus, stapes
• 2 otot : m tensor timpani dan m. stapedius
• Fungsi : bersama membran timpani merubah gelombang suara menjadi
gel cairan di perilimfe telinga dalam
d) Antrum Mastoid
• Ruang berisi udara di posterior rongga timpani
e) Tuba Auditorius
• Saluran yang menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring
• Mukosa dibentuk oleh epitel bertingkat kolumnair bersilia dengan sel
goblet dan lamina propria
• Fungsi : mengalirkan udara ke rongga timpani
3) Telinga dalam
a) Labirin Ossea
Panjang 2 cm, berisi cairan perilimfe, cairan ini mengisi ruang perilimfatik
b) Vestibulum
• Oval
• Organ keseimbangan
• Terdpt venestra vestibuli
c) Kanalis Semisirkularis
• 3 kelompok : anterior, posterior, lateral
• Ampula : pelebaran kanalis semisirkularis, dekat vestibulum
d) Koklea
• Bentuk spiral seperti kulit keong
• Diameter 9 mm, tinggi 5 mm
• Puncaknya : kupula
• Modiolus : tiang btk kerucut di tengah
• Lamina spiralis ossea : skala vestibuli dan skala timpani
• Helikotrema : hubungan koklea pada apeks
• Krista basilaris : perlekatan membran basalis ke dinding luar koklea
(Mescher, 2013)
c. Fisiologi

Masing-masing telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga
tengah, dan telinga dalam. Bagian luar dan tengah menyalurkan gelombang suara
ke telinga dalam. Telinga dalam memiliki dua macam sensorik, yaitu koklea, yang
mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf
sehingga kita dapat mendengar, dan apparatus vestibularis, yang penting bagi
sensasi keseimbangan.

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan saluran telinga luar. Daun telinga
berfungsi menangkap dan megumpulkan gelonbang suara dan menyalurkannya ke
saluran telinga luar. Pintu masuk saluran telinga dijaga oleh rambut-rambut halus
yang berfungsi mencegah partikel asing masuk ke dalam telinga. Kulit yang
melapisi saluran mengandung kelenjar keringat modifikasi yang menghasilkan
serumen , suatu sekret yang merupakan salah satu mekanisme pertahanan terhadap
benda asing.

Membran timpani terletak di perbatasan antara telinga tengah dan telinga


luar. Bagian luar mebran timpani terpajan oleh tekanan atmosfer dari luar,
sedangkan bagian dsalamny aterpapar oleh tekanan penyeimbang dari tuba
eustachius, yang meghubungkan telinga tengah dengan nasopharynx. Tuba
eustachius dalam keadaan normal tertutup, tetapi membuka oleh menguap,
menelan, dan mengunyah. Tulang telinga terdiri dari malleus, incus, dan stapes.
Sistem osikulus ini memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh gelobang suara di
udara melalui dua keistimewaan . Pertama, luas permukaan jendela oval lebih
kecil daripada luas permukaan membran timpani, sehingga tekanan yang
disalurkan ke jendela oval akan lebih besar. Kedua, sistem osikulus ini merupakan
sistem pengungkit yang akan mengamplifikasi gaya yang berkerja pada jendela
oval sebesar 20 kali.

Koklea merupakan bagian dari telinga dalam yanng mengandung organ


indera pendengaran, yaitu organ Corti.Organ Corti terletak di atas mebran
basilaris, mengadung sel rambut, yang merupakan reseptor suara. Sel rambut
menghasilkan sinyal saraf jika terjadi perubahan gerakan mekanis dari rambut
permukaaannya akibat gerakan cairan limfe di telinga dalam. Peran sel rambut
dalam dan luar berbeda. Sel rambut dalam adalah sel ynang mengubah gaya
mekanis suara menjadi impuls listrik pendengaran. Sementara sel rambut luar
adalah mengirim sinyal auditorik ke otak melalui sel saraf aferen. Diskriminasi
nada bergantung oada bagian membran basilaris yang bergetar. Diskriminasi
kekuatan suara bergantung pada amplitudo getaran.

Untuk keseimbangan dan posisi, di dalam kanalis semisirkularis terdapat


sel-sel rambut reseptif yang terbenam di dalam lapisan gelatinosa di atasnya,
kupula, yang menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula. Rambut-rambut di
sel rambut vestibularis terdiri dari kinosilium bersama 20-50 stereosilia.
Stereosilia berhubungan di ujung-ujungnya oleh tautan ujung, yaitu jembatan
molecular halus antara stereosilia-stereosilia yang berdekatan. Jika tautan ini
tegang, maka saluran ion berpintu mekanis di sel rambut akan tertarik yang
menyebabkan terjadinya depolarisasi atau hiperpolarisasi bergantung pada apakah
saluran ion terbuka atau tertutup. Pada saat depolarisasi neurotransmitter
dilepaskan, menyebabkan peningkatan frekuensi lepas muatan serat aferen;
sebaliknya, hiperpolarisasi mengurangi pelepasan neurotransmitter dari sel
rambut, pada gilirannya mengurangi frekuensi potensial aksi di saraf aferen.
Organ otolit pada telinga juga membantu memberikan informasi tentang
posisi kepala relative terhadap gravitasi dan perubahan kecepatan gerakan lurus.
Organ otolit berupa utrikulus dan sakulus. Pada utrikulus terdapat otolit atau batu
keseimbangan di lapisan gelatinosa yang terletak di atas rambut. Pada posisi tegak
rambut utrikulus akan vertical dan rambut sakulus akan horizontal. Sakulus
berfungsi untuk memberikan informasi pada gerakan miring menjauhi posisi
horizontal, misalnya bangun tidur, dan linier vertical, misalnya loncat naik turun
dan naik tangga berjalan. Fungsi organ otolit ini adalah:
1. Mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan
2. Mengontrol otot mata eksternal sehingga terfiksasi ke satu titik meskipun
kepala bergerak
3. Mempersepsikan gerakan dan orientasi.
Adanya ketidakseimbangan cairan di dalam telinga khususnya di kanalis
semisirkuklaris atau sering disebut Meniere bisa menyebabkan vertigo,
tinnitus, dan tidak dapat berdiri tegak (Sherwood, 2011)

E. Jump 5 : Merumuskan tujuan pembelajaran

Berikut pertanyaan yang menjadi tujuan pembelajaran

1. Bagaimana patofisologi terkait semua keluhan pada skenario?

2. Apa perbedaan tanda dan gejala penyakit pasien sekarang dengan 1 tahun lalu?

3. Apa hubungan riwayat penyakit pasien saat remaja (pilek, dll) dengan penyakit
sekarang?

4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penyakit pada skenario
tersebut?
5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan otoskopi dan rhinoskopi?

6. Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding penyakit dalam skenario?

7. Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi penyakit dalam skenario tersebut? Apa
korelasi usia dan jenis kelamin degan penyakit yang diderita?

8. Bagaiamana patologi, patogenesis, pastofisiologi dari penyakit tersebut?

9. Bagaiamana gejala klinis dari OMSK ?

10. Apa penyebab tinitus berdenyut (pulastile tinitus) ?

11. Bagaimana patogenesis OMA?

12. Bagaimana penatalaksanaan penyakit dalam skenario?

13. Bagaimana manifestasi klinis tinitus?

14. Bagaimana manifestasi rhinitis allergica?

F. Jump 6 : Belajar Mandiri

Kegiatan belajar mandiri dan diskusi tanpa tutor.

G. Jump 7 : Melakukan sintesis dan pengujian informasi yang telah terkumpul

Berikut hasil sintesis setelah pengumpulan informasi

1. Bagaimana patofisologi terkait semua keluhan pada skenario?

a. Mengapa pasien mengeluh pusing?

Pada telinga terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran. Alat keseimbangan
berupa tiga kanalis semisirkularis, yaitu kanalis semisirkularis horizontal, inferior,
dan superior yang berfungsi untuk membuat seseorang sadar akan posisi tubuh
dalam suatu ruang. Apabila sistem ini terganggu makan akan timbul pusing atau
vertigo (Herawati dan Rukmini, 2003)

b. Mengapa kambuh ketika terjadi pilek ?


Faktor Utama terjadinya otitis Media Adalah tidak bias membukanya Tuba
Eustachius hal ini menyebabkan tekanan negatif pada cavum timpani dan terjadi
efusi cairan (Mansjoer, 2001)

Rhinitis terjadi karena inflamasi pada cavum nasi dengan terbentuknya mucus
yang berlebihan dan bisa menyebar sampai ke nasofaring (Mansjoer, 2001)

Dengan begitu mucus tersebut dapat menutupi OPTAE sehingga tidak bisa
membuka (Mansjoer, 2001).

c. Mengapa dari telinga keluar cairan ( satu tahun yang lalu) dan telinga
berdenging (sekarang)?

Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran
dapat terganggu karena membran timpani dan tulang- tulang pendengaran tidak
dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak
akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi
sehingga cairan dapat keluar dari liang telinga. (Kerschner, 2007).

2. Apa perbedaan tanda dan gejala penyakit pasien sekarang dengan satu tahun lalu?

- Sekarang : telinga kanan keluar cairan kuning, kental, dan berbau busuk, telinga
berdenging sehingga opendengaran terganggu, kepala pusing

- 1 tahun yang lalu : telinga kanan keluar cairan encer, jernih dan ada sedikit
darah, riwayat kambuhan terjadi saat batuk pilek.

Kemungkinan timbulnya perbedaan tanda dan gejala yang dialami pasien akibat
penyakit yang diderita pasien telah mengalami tahap yang kronis. Telah dijelaskan
bahwa pasien mengalami riwayat sering pilek disertai hidung tersumbat bergantian
kanan dan kiri terutama jika terpapar debu. Ini bisa menjadi semacam penyebab awal
timbulnya penyakit pada telinga pasien. jadi, awalnya pasien menderita infeksi
didaerah hidung kemudian infeksi tersebut menyebar ke cavum timpani melalu tuba
auditiva eustachius sehingga timbullah otitis media yang sifatnya masih akut. Seiring
dengan perjalanan waktu dan seringnya pasien kambuh-kambuhan bila batuk pilek
maka penyakit pasien berlanjut menjadi tahap kronis. Keluarnya cairan yang berbau
busuk kemungkinan adalah kolesteatoma. Kolesteatoma yaitu suatu Krista epitel yang
berisi deskuamasi epitel.
3. Apa hubungan riwayat penyakit pasien saat remaja (pilek, dll) dengan penyakit
sekarang?

Pathogenesis otitis media dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau
alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk
nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi
sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung
lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke
dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung
pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari
nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses
inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan
faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius
tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi
akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada
sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-
mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius.
Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga
menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri.(Kerschner, 2007)

4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penyakit pada skenario
tersebut?

a. Pemeriksaan audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif.

Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung

besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas

Derajat ketulian nilai ambang pendengaran

Normal : -10 dB sampai 26 dB

Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB


Tuli sedang : 41 dB sampai 55 d

Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

Tuli total : lebih dari 90 dB.

Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :

1) Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-
20 dB
2) Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.

3) Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang


masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.

4) Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun


keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea para (Paparella,
1997)

b. Pemeriksaan bakteriologi

Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,


Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus
pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai
pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah
Bacteriodes sp (Helmi, 2001)

c. Pemeriksaan radiologi

1) Proyeksi Schuller

Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto

ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan

tegmen

2) Proyeksi Mayer atau Owen,

Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran

tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah

kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur

3) Proyeksi Stenver

Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas

memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis

semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang

sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat

4) Proyeksi Chause III

Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan

kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat

menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom (Paparella, 1997)

5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan otoskopi dan rhinoskopi?
a. Otoskopi

1) Indikasi :

- Pemeriksaan rutin pada telinga tengah dan luar

- Untuk membantu diagnosis patologis

- Untuk debridement cerumen dan pemngambilan corpus allienum

2) Kontraindikasi : tidak ada kontraindikasi khusus

(Medscape, 2012)

b. Rhinoskopi

1) Indikasi :

- Hanya bila hasil evaluasi sistemik menunjukkan kalau oenyakit nasal


adalah primary problem

- Chronic nasal discharge yang tidak merespon dengan terapi sederhana

- Epistaksis

- Stertor

- Evaluasi dan pemeriksaan cavum nasi, sinus paranasal, dan nasopharynx

- Evaluasi septum nasi dan obstruksi jalan nafas

- Skrining awal tumor

- Pelaksanaan prosedur terapi (irigasi, kultur, balloon dilation)

- Membuang darah dan jaringan parut pascaoperasi

2) Kontraindikasi :

- Tidak ada kontraindikasi absolut, kontraindikasi relatif jika pasien tidak bis
adiajak kerja sama

(Medscape, 2012)
6. Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding penyakit dalam skenario?

a. Diagnosis kerja

Otitis media supuratif kronik et causa rhinitis allergica

b. Diagnosis banding

- Otitis media akut

- Otitis media dengan efusi

- Rhinitis allergica

- Neoplasia

- Cholesteatoma

- Extradural abcess

- Otitic hydrocephalus

7. Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi penyakit dalam skenario tersebut? Apa
korelasi usia dan jenis kelamin dengan penyakit yang diderita?

Berdasarkan beberapa studi, prevalensi terjadinya otitis media tidak dipengaruhi oleh
perbedaan jenis kelamin. Namun, studi lama menunjukkan bahwa insidensi otitis
media lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Terkait dengan umur, 80-90% kasus
menyatakan bahwa penyakit ini terjadi pada anak-anak usia di bawah enam tahun.
Sedangkan puncak prevalensinya adalah anak-anak usia 6-18 bulan. Hal ini
disebabkan karena pada anak-anak masih terjadi perkembangan anatomis dari tuba
auditiva, dimana tuba auditiva pada anak-anak lebih lebar, pendek, dan mendatar
sehingga lebih memudahkan terjadinya penyebaran patogen. (Medscape, 2012)

8. Bagaiamana patologi, patogenesis, pastofisiologi dari penyakit tersebut?

a. Patologi

Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang
sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi
sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga
tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai
keadaan inaktif dari otitis media kronis (Helmi, 2001)

b. Patogenesis

OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan
kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada
keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan
adalah:

1) Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.


2) Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit

3) Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada


beratnya infeksi sebelumnya.

4) Pneumatisasi mastoid

OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir
terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur
oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi
kronik terusberlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran
prosesus mastoid berkurang. (Helmi, 2001)

c. Patofisiologi

Karena OMSK didahului OMA, maka penjelasan tentang patofisiologi OMSK,


akan dijelaskan dengan patofisiologi terjadinya OMA. OMA biasanya disebabkan
oleh Infeksi di Saluran Nafas Atas (ISPA), umumnya terjadi pada anak karena
keadaan tuba eustakius , yang sangat berperan penting dalam patofiologi OMA
pada anak berbeda dengan orang dewasa. Tuba eustakius pada anak lebih pendek,
lebih horizontal dan relatif lebih lebar daripada dewasa. Infeksi pada saluran
nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran nafas termasuk
mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius. Edema ini
akan menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba eustakius
yaitu fungsi ventilasi, drainase dan proteksi terhadap telinga tengah.
Gangguan fungsi Ventilasi

Normalnya tuba akan berusaha menjaga tekanan di telinga tengah dan udara luar
stabil, ketika terdapat oklusi tuba, maka udara tidak akan dapat masuk ke telinga
tengah, sedangkan secara fisiologis udara (Oksigen dan Nitrogen) akan diabsorbsi
di telinga tengah 1 ml tiap hari pada orang dewasa. Keadaan ini kan
menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah, keadaan vacum di telinga
tengah menyebabkan transudasi cairan di telinga tengah.

Gangguan Fungsi drainase

Dalam keadaan normal mukosa telinga tengah akan menghasilkan sekret yang
akan di dorong oleh gerakan silia ke arah nasofaring, ketika terjadi oklusi tuba
fungsi ini akan terganggu, sehingga terjadi penumpukan sekret di telinga tengah.
Akumulasi cairan di telinga tengah akan lebih banyak dengan adanya transudasi
akibat tekanan negatif. Sekret ini merupakan media yang baik untuk tumbuhnya
kuman.

Gangguan fungsi proteksi

Tuba berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring masuk ke telinga
tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia
tidak efektif untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani
dengan akumulasi sekret yang baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi
proses supurasi di telinga tengah. Proses supurasi akan berlanjut dengan
peningkatan jumlah sekret purulen, penekanan pada membran timpani oleh
akumulasi sekret ini kan menyebabkan membran timpani (bagian sentral)
mengalami iskemi dan akhirnya nekrosis, dengan adnya tekanan akan
menyebabkan perforasi dan sekret mukopurulen akan keluar dari telinga tengah
ke liang telinga. Jika proses peradangan ini tidak mengalami resolusi dan
penutupan membran timpani setelah 6 minggu maka OMA beralih menjadi
OMSK

(Paparella, 1997)

9. Bagaimana gejala klinis dari OMSK ?


a. Telinga Berair (Otorrhoe)

Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK

tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali

sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan

infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif

tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan

sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa

secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan

granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang

mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan

tuberkulosis

b. Gangguan Pendengaran

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya

ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta

keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK

tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat

c. Otalgia (Nyeri Telinga)

Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat

berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,

terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan

abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti

Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.


d. Vertigo

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat

erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat

perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif

keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang

akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.

Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.

Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.

10. Apa penyebab tinitus berdenyut (pulastile tinitus) ?

a. Peningkatan aliran darah sistemik

Terjadi pada kehamilan maupun olahraga yang membutuhkan energi besar. Selain
itu, terjadi pada penderita anemia berat dan hipertirodisme.

b. Peningkatan aliran darah lokal

Terjadi pada perkembangan janin yang tidak sempurna menyebabkan arteri


stapedius tidak tertutup dan pada tumor di kepala dan leher yang menyebabkan
bentuk pembuluh darah yang abnormal.

c. Aliran darah yang turbulen

Pada penderita atherosclerosis, dinding dari pembuluh darah mengalami


pengerasan sehingga aliran darah di dalamnya tidak lancar dan menimbulkan
aliran turbulen. (British Tinitus Association, 2013)

11. Bagaimana patogenesis OMA?

a. Stadium Oklusi

- Gambaran retraksi membrane timpani akibat tekanan negative dalam cavum


timpani

- Terjadi efusi secara perlahan tapi tidak bias dideteksi


b. Stadium Hiperemis

- Tampak pembuluh darah melebardi dalam membran timpani

- Sekret yang terbentuk mungkin masih eksudat serosa sehingga sukar dilihat

c. Stadium Supurasi

- Membrane telinga menonjol akibat edema

- Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani

- Pasien merasa sangat sakit, nadi dan suhu meningkat

d. Stadium Perforasi

- Terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga
tengah ke telinga luar

- Pasien yang semula gelisah menjadi tenang dan suhu badan turun.

e. Stadium Resolusi

- Bila membran timpani utuh maka perlahan akan normal kembali

- Bila telah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mongering

- OMA berubah menjadi Otitis Media Supuratif Subakut bila perforasi menetap,
sekret keluar hilang timbul selama lebih dari 3 minggu

- Disebut OMSK jika lebih dari 2 bulan.

(Mansjoer, 2001)

12. Bagaimana penatalaksanaan penyakit dalam skenario tersebut?

Bila sekret telah kering namun perforasi masih tetap ada setelah observasi selama dua
bulan, maka harus dirujuk untuk miringoplasti atau timpanoplasti, sumber infeksi
harus diobati dahulu (Mansjoer,2001).

13. Bagaimanakah manifestasi klinis tinitus?


Pendengaran yang terganggu biasanya di tandai dengan mudah marah, pusing, mual
dan mudah lelah. Kemudian pada kasus tinnitus sendiri terdapat gejala berupa telinga
berdenging yang dapat terus menerus terjadi atau bahkan hilang timbul. Denging
tersebut dapat terjadi sebagai tinnitus bernada rendah atau tinggi. Sumber bunyi di
ataranya berasal dari denyut nadi, otot-otot dala rongga tellinga yang berkontraksi,
dan juga akibat gangguan saraf pendengaran. (Marilyn, 1999)

14. Bagaimana patofisiologi rhinitis allergica?

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari
dua fase yaitu, Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat
(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya dan
Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lama (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat
berlangsung sampai 24-48 jam (Irawati et al.,2007).

Pada komtak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan
menangkap allergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses,
antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul
HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II yang kemudian
dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepaskan
sitokin seperti IL 1 yang akan mengaktifkan Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkann
berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5, dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan
akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh
reseptornya di permukaan sel mastosit atau basophil (sel mediator) sehingga kedua sel
ini menjadi aktif (Irawati et al.,2007).

Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama,
maka kedua rantai IgE akan mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi
mastosit dan basophil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk
terutama histamine. Selain histamine, juga dikeluarkan antara lain prostaglandin D2
(PGD2), leukotrien D4 (LT D4), leukotriene C4 (LT C4), bradikinin, PAF, dan juga
berbagai sitokin (Irawati et al.,2007).
Histamin akan merangsang reseptor di ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga akan menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler
meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat
vasodilatasi sinusoid (Irawati et al.,2007).
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis kelompok kami, pasien pada skenario menderita otitis media
supuratif kronik dengan causa rhinitis allergica. Untuk mencegah kondisi yang lebih parah,
sebaiknya pasien menghindari paparan debu di tempat bekerja, karena debu tersebut
merupakan allergen bagi pasien. Terapi yang terpenting di sini adalah terapi preventif agar
prognosis penyakit tidak semakin buruk.

B. SARAN

Skenario

Pasien sebaiknya menghindari kontak dengan allergen karena allergen tersebut merupakan
faktor predisposisi memburuknya keadaan pasien

Tutorial

1. Semua anggota kelompok diharapkan lebih berpartisipasi aktif dalam diskusi.

2. Moderator lebih dapat memancing anggota kelompok yang kurang aktif agar diskusi
lebih hidup.

3. Lebih menghargai pendapat setiap anggota kelompok.

4. Jangan terpaku pada satu permasalahan saja.

5. Menyiapkan materi sehingga pada saat pertemuan kedua tutorial berjalan dengan baik
dan lancar
DAFTAR PUSTAKA

British Tinnitus Association. 2011. Pulsatile Tinnitus. http://www.tinnitus.org.uk/pulsatile-


tinnitus [diakses tanggal 29 Agustus 2013]

Doenges, Marilynn,E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ketiga, penerbit buku
kedokteran. EGC.1999.

FKUI. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73

Herawati S, Rukmini S. 2003. Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta: EGC
Irawati, N., Kasekayan, E., Rusmono, N. 2007. Rinitis Alergi. Dalam: Soepardi, Efiaty A.,
Iskandar N., Bashiruddin, J., Restuti, Ratna D (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatn:
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia, pp:128-9

Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646

Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga JIlid Pertama. Jakarta :
Media Aesculapius FK UI

Mescher, A.L. 2013. Junquiera’s Basic Histology Text and Atlas. Mc Graw Hill, Inc.

Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Effendi
H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-
118

Tortora, Gerard J. 2011. Principles of Anatomy & Physiology. John Wiley & Sons, Inc.

Waseem, Muhammad. 2013. Otitis Media. Medscape [diakses tanggal 29 Agustus 2013]
http://emedicine.medscape.com/article/2068768-overview#a3 [diakses tanggal 28 Agustus
2013]

http://emedicine.medscape.com/article/1890801-overview [diakses tanggal 28 Agustus 2013]

Anda mungkin juga menyukai