Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT: "Aduh, Telingaku Sakit!"
Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT: "Aduh, Telingaku Sakit!"
BLOK THT
Disusun oleh :
Kelompok A1
ANGKATAN 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang buruh bangunan laki-laki usia 25 tahun, datang ke praktek dokter umum
dengan keluhan utama telinga kanan mengeluarkan cairan kuning, kental dan berbau
busuk. Pasien juga mengeluh telinga berdenging sehingga pendengaran terganggu,
disertai kepala pusing. Pasien sejak remaja sering pilek, disertai hidung tersumbat
bergantian kanan dan kiri terutama jika terpapar debu. Satu tahun yang lalu, telinga
kanan keluar cairan encer, jernih dan ada sedikit darah. Riwayat kambuh-kambuhan
terutama jika batuk dan pilek. Pada pemeriksaan otoskopi telinga kanan didapatkan:
discharge mukopurulen dan granuloma. Rinoskopi anterior terdapat : discharge
seromukous, konka hipertrofi, livide. Pemeriksaan pharing didapatkan : mukosa
hiperemi. Selanjutnya, dokter merencanakan pemeriksaan penunjang.
B. Rumusan Masalah
4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penyakit pada skenario
tersebut?
5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan otoskopi dan rhinoloskopi?
7. Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi penyakit dalam skenario tersebut?
C. Tujuan
2. Menjelaskan ilmu-ilmu dasar yang berhubungan dan melingkupi organ THT meliputi
a. Anatomi : organ – organ THT, hubungan anatomi dengan organ lainnya,
arteria/vena/nervi di organ THT, dan kontrol saraf pada THT
c. Fisika : bioakustik
1. Mahasiswa mampu memahami fisiologi, anatami, dan histologi organ THT, terutama
telinga
4. Mahasiswa memahami faktor pencetus dan faktor risiko dari suatu penyakit pada
organ pendengaran
6. Mahasiswa memahami manajemen dan tatalaksana suatu penyakit pada organ telinga
7. Mahasiswa memahami prognosis dan komplikasi yang bisa timbul dari suatu penyakit
pada organ telinga
8. Mahasiswa mampu menetukan prosedur pemeriksaan apa saja yng diperlukan untuk
penegakan diagnosis dari suatu penyakit
1. Granuloma
2. Ostoskopi
3. Rhinoskopi
4. Pilek
5. Livide
6. Mukopurulen
8. Telinga berdenging
- Sering disebut sebagai tinitus,. Tinitus merupakan adanya sensasi suara yang
bukan berasal dari luar telinga. Terdapat dua jenis tinitus yaitu subjektif dan
objektif
9. Mukosa hiperemis
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap seorang pasien adalah sebagai berikut :
1. Anamnesis
a. Jenis kelamin : laki-laki
b. Usia : 25 tahun
c. Keluhan utama : telinga kanan mengeluarkan cairan kuning,
kental dan berbau busuk
d. Keluhan lain : mengeluh telinga berdenging sehingga
pendengaran terganggu, disertai kepala pusing
e. Riwayat penyakit dahulu : sejak remaja sering pilek, disertai hidung
tersumbat bergantian kanan dan kiri terutama jika terpapar debu ; satu tahun
yang lalu, telinga kanan keluar cairan encer, jernih dan ada sedikit darah;
riwayat kambuh-kambuhan terutama jika batuk dan pilek
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan otoskopi : telinga kanan didapatkan: discharge mukopurulen dan
granuloma
b. Pemeriksaan rinoskopi : anterior discharge seromukous, konka hipertrofi,
livide.
c. Pemeriksaan pharing : : mukosa hiperemi
3. Apa perbedaan tanda dan gejala penyakit pasien sekarang dengan 1 tahun lalu?
4. Apa hubungan riwayat penyakit pasien saat remaja (pilek, dll) dengan penyakit
sekarang?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penyakit pada skenario
tersebut?
6. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan otoskopi dan rhinoskopi?
8. Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi penyakit dalam skenario tersebut?
a. Anatomi
Secara anatomis, telinga dibagi menjadi tiga regio utama:
1) Auris eksterna
2) Auris media
Terdiri dari:
3) Auris interna
Cochlea merupakan saluran spiral yang terbentuk dari tulang dan berputar
hamper tiga kali dengan pusatnya adalah modiolus. Adanya membrana basalis
dan membrana vestibuli akan membagi cochlea menjadi tiga ruangan, yaitu
scala vestibule, scala media, dan scala timpani. Scala media merupakan tempat
terletaknya reseptor pendengaran. (Tortora, 2011)
b. Histologi
1) Telinga luar
a) Daun telinga
• Tulang rawan elastis, kecuali lobus aurikularis
• Ditutupi oleh kulit tipis
• Tulang rawan yang berbentuk tidak teratur
• Kulit : rambut halus (vellus), kelenjar sebasea dan kelenjar keringat
b) Meatus Akustikus Eksterna (MAE)
• Saluran dari daun telinga ke membran timpani
• 2/5 bagian luar merupakan tulang rawan elastis
• 3/5 bagian dalam merupakan tulang temporal
• Bagian luar ditutupi oleh kulit, terdapat rambut (tragi), kelenjar sebasea
dan kelenjar keringat,
2) Telinga tengah
a) Rongga Timpani ( Kavum timpani )
• Rongga kecil berisi udara, bentuk tidak teratur
• Dalam tulang temporal
• Dilapisi membran mukosa, epitel selapis gepeng
• Bagian anterior epitel bertingkat dengan sel kolumnair bersilia dan sel
goblet
b) Membran timpani
• oval, keabu-abuan
• pars tensa dan pars flaksid
• 3 lapisan
Bagian luar : ditutupi kulit, epitel berlapis gepeng tidak bertanduk,
kelenjar dan rambut
Bagian tengah : lapisan fibrosa intermedia, 2 lapis serat kolagen
(radier, sirkuler)
Bagian dalam : membran mukosa, epitel selapis gepeng dan
lamina propria tipis
c) Osikula Auditorius
• 3 tulang kecil : maleus, inkus, stapes
• 2 otot : m tensor timpani dan m. stapedius
• Fungsi : bersama membran timpani merubah gelombang suara menjadi
gel cairan di perilimfe telinga dalam
d) Antrum Mastoid
• Ruang berisi udara di posterior rongga timpani
e) Tuba Auditorius
• Saluran yang menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring
• Mukosa dibentuk oleh epitel bertingkat kolumnair bersilia dengan sel
goblet dan lamina propria
• Fungsi : mengalirkan udara ke rongga timpani
3) Telinga dalam
a) Labirin Ossea
Panjang 2 cm, berisi cairan perilimfe, cairan ini mengisi ruang perilimfatik
b) Vestibulum
• Oval
• Organ keseimbangan
• Terdpt venestra vestibuli
c) Kanalis Semisirkularis
• 3 kelompok : anterior, posterior, lateral
• Ampula : pelebaran kanalis semisirkularis, dekat vestibulum
d) Koklea
• Bentuk spiral seperti kulit keong
• Diameter 9 mm, tinggi 5 mm
• Puncaknya : kupula
• Modiolus : tiang btk kerucut di tengah
• Lamina spiralis ossea : skala vestibuli dan skala timpani
• Helikotrema : hubungan koklea pada apeks
• Krista basilaris : perlekatan membran basalis ke dinding luar koklea
(Mescher, 2013)
c. Fisiologi
Masing-masing telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga
tengah, dan telinga dalam. Bagian luar dan tengah menyalurkan gelombang suara
ke telinga dalam. Telinga dalam memiliki dua macam sensorik, yaitu koklea, yang
mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf
sehingga kita dapat mendengar, dan apparatus vestibularis, yang penting bagi
sensasi keseimbangan.
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan saluran telinga luar. Daun telinga
berfungsi menangkap dan megumpulkan gelonbang suara dan menyalurkannya ke
saluran telinga luar. Pintu masuk saluran telinga dijaga oleh rambut-rambut halus
yang berfungsi mencegah partikel asing masuk ke dalam telinga. Kulit yang
melapisi saluran mengandung kelenjar keringat modifikasi yang menghasilkan
serumen , suatu sekret yang merupakan salah satu mekanisme pertahanan terhadap
benda asing.
2. Apa perbedaan tanda dan gejala penyakit pasien sekarang dengan 1 tahun lalu?
3. Apa hubungan riwayat penyakit pasien saat remaja (pilek, dll) dengan penyakit
sekarang?
4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penyakit pada skenario
tersebut?
5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan otoskopi dan rhinoskopi?
7. Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi penyakit dalam skenario tersebut? Apa
korelasi usia dan jenis kelamin degan penyakit yang diderita?
Pada telinga terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran. Alat keseimbangan
berupa tiga kanalis semisirkularis, yaitu kanalis semisirkularis horizontal, inferior,
dan superior yang berfungsi untuk membuat seseorang sadar akan posisi tubuh
dalam suatu ruang. Apabila sistem ini terganggu makan akan timbul pusing atau
vertigo (Herawati dan Rukmini, 2003)
Rhinitis terjadi karena inflamasi pada cavum nasi dengan terbentuknya mucus
yang berlebihan dan bisa menyebar sampai ke nasofaring (Mansjoer, 2001)
Dengan begitu mucus tersebut dapat menutupi OPTAE sehingga tidak bisa
membuka (Mansjoer, 2001).
c. Mengapa dari telinga keluar cairan ( satu tahun yang lalu) dan telinga
berdenging (sekarang)?
Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran
dapat terganggu karena membran timpani dan tulang- tulang pendengaran tidak
dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak
akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi
sehingga cairan dapat keluar dari liang telinga. (Kerschner, 2007).
2. Apa perbedaan tanda dan gejala penyakit pasien sekarang dengan satu tahun lalu?
- Sekarang : telinga kanan keluar cairan kuning, kental, dan berbau busuk, telinga
berdenging sehingga opendengaran terganggu, kepala pusing
- 1 tahun yang lalu : telinga kanan keluar cairan encer, jernih dan ada sedikit
darah, riwayat kambuhan terjadi saat batuk pilek.
Kemungkinan timbulnya perbedaan tanda dan gejala yang dialami pasien akibat
penyakit yang diderita pasien telah mengalami tahap yang kronis. Telah dijelaskan
bahwa pasien mengalami riwayat sering pilek disertai hidung tersumbat bergantian
kanan dan kiri terutama jika terpapar debu. Ini bisa menjadi semacam penyebab awal
timbulnya penyakit pada telinga pasien. jadi, awalnya pasien menderita infeksi
didaerah hidung kemudian infeksi tersebut menyebar ke cavum timpani melalu tuba
auditiva eustachius sehingga timbullah otitis media yang sifatnya masih akut. Seiring
dengan perjalanan waktu dan seringnya pasien kambuh-kambuhan bila batuk pilek
maka penyakit pasien berlanjut menjadi tahap kronis. Keluarnya cairan yang berbau
busuk kemungkinan adalah kolesteatoma. Kolesteatoma yaitu suatu Krista epitel yang
berisi deskuamasi epitel.
3. Apa hubungan riwayat penyakit pasien saat remaja (pilek, dll) dengan penyakit
sekarang?
Pathogenesis otitis media dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau
alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk
nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi
sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung
lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke
dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung
pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari
nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses
inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan
faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius
tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi
akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada
sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-
mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius.
Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga
menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri.(Kerschner, 2007)
4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penyakit pada skenario
tersebut?
a. Pemeriksaan audiometri
Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung
besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
1) Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-
20 dB
2) Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
b. Pemeriksaan bakteriologi
c. Pemeriksaan radiologi
1) Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto
ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran
3) Proyeksi Stenver
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan otoskopi dan rhinoskopi?
a. Otoskopi
1) Indikasi :
(Medscape, 2012)
b. Rhinoskopi
1) Indikasi :
- Epistaksis
- Stertor
2) Kontraindikasi :
- Tidak ada kontraindikasi absolut, kontraindikasi relatif jika pasien tidak bis
adiajak kerja sama
(Medscape, 2012)
6. Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding penyakit dalam skenario?
a. Diagnosis kerja
b. Diagnosis banding
- Rhinitis allergica
- Neoplasia
- Cholesteatoma
- Extradural abcess
- Otitic hydrocephalus
7. Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi penyakit dalam skenario tersebut? Apa
korelasi usia dan jenis kelamin dengan penyakit yang diderita?
Berdasarkan beberapa studi, prevalensi terjadinya otitis media tidak dipengaruhi oleh
perbedaan jenis kelamin. Namun, studi lama menunjukkan bahwa insidensi otitis
media lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Terkait dengan umur, 80-90% kasus
menyatakan bahwa penyakit ini terjadi pada anak-anak usia di bawah enam tahun.
Sedangkan puncak prevalensinya adalah anak-anak usia 6-18 bulan. Hal ini
disebabkan karena pada anak-anak masih terjadi perkembangan anatomis dari tuba
auditiva, dimana tuba auditiva pada anak-anak lebih lebar, pendek, dan mendatar
sehingga lebih memudahkan terjadinya penyebaran patogen. (Medscape, 2012)
a. Patologi
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang
sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi
sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga
tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai
keadaan inaktif dari otitis media kronis (Helmi, 2001)
b. Patogenesis
OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan
kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada
keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan
adalah:
4) Pneumatisasi mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir
terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur
oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi
kronik terusberlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran
prosesus mastoid berkurang. (Helmi, 2001)
c. Patofisiologi
Normalnya tuba akan berusaha menjaga tekanan di telinga tengah dan udara luar
stabil, ketika terdapat oklusi tuba, maka udara tidak akan dapat masuk ke telinga
tengah, sedangkan secara fisiologis udara (Oksigen dan Nitrogen) akan diabsorbsi
di telinga tengah 1 ml tiap hari pada orang dewasa. Keadaan ini kan
menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah, keadaan vacum di telinga
tengah menyebabkan transudasi cairan di telinga tengah.
Dalam keadaan normal mukosa telinga tengah akan menghasilkan sekret yang
akan di dorong oleh gerakan silia ke arah nasofaring, ketika terjadi oklusi tuba
fungsi ini akan terganggu, sehingga terjadi penumpukan sekret di telinga tengah.
Akumulasi cairan di telinga tengah akan lebih banyak dengan adanya transudasi
akibat tekanan negatif. Sekret ini merupakan media yang baik untuk tumbuhnya
kuman.
Tuba berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring masuk ke telinga
tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia
tidak efektif untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani
dengan akumulasi sekret yang baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi
proses supurasi di telinga tengah. Proses supurasi akan berlanjut dengan
peningkatan jumlah sekret purulen, penekanan pada membran timpani oleh
akumulasi sekret ini kan menyebabkan membran timpani (bagian sentral)
mengalami iskemi dan akhirnya nekrosis, dengan adnya tekanan akan
menyebabkan perforasi dan sekret mukopurulen akan keluar dari telinga tengah
ke liang telinga. Jika proses peradangan ini tidak mengalami resolusi dan
penutupan membran timpani setelah 6 minggu maka OMA beralih menjadi
OMSK
(Paparella, 1997)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK
tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali
sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan
infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif
tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan
sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa
secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis
b. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang
Terjadi pada kehamilan maupun olahraga yang membutuhkan energi besar. Selain
itu, terjadi pada penderita anemia berat dan hipertirodisme.
a. Stadium Oklusi
- Sekret yang terbentuk mungkin masih eksudat serosa sehingga sukar dilihat
c. Stadium Supurasi
d. Stadium Perforasi
- Terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga
tengah ke telinga luar
- Pasien yang semula gelisah menjadi tenang dan suhu badan turun.
e. Stadium Resolusi
- Bila telah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mongering
- OMA berubah menjadi Otitis Media Supuratif Subakut bila perforasi menetap,
sekret keluar hilang timbul selama lebih dari 3 minggu
(Mansjoer, 2001)
Bila sekret telah kering namun perforasi masih tetap ada setelah observasi selama dua
bulan, maka harus dirujuk untuk miringoplasti atau timpanoplasti, sumber infeksi
harus diobati dahulu (Mansjoer,2001).
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari
dua fase yaitu, Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat
(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya dan
Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lama (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat
berlangsung sampai 24-48 jam (Irawati et al.,2007).
Pada komtak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan
menangkap allergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses,
antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul
HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II yang kemudian
dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepaskan
sitokin seperti IL 1 yang akan mengaktifkan Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkann
berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5, dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan
akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh
reseptornya di permukaan sel mastosit atau basophil (sel mediator) sehingga kedua sel
ini menjadi aktif (Irawati et al.,2007).
Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama,
maka kedua rantai IgE akan mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi
mastosit dan basophil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk
terutama histamine. Selain histamine, juga dikeluarkan antara lain prostaglandin D2
(PGD2), leukotrien D4 (LT D4), leukotriene C4 (LT C4), bradikinin, PAF, dan juga
berbagai sitokin (Irawati et al.,2007).
Histamin akan merangsang reseptor di ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga akan menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler
meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat
vasodilatasi sinusoid (Irawati et al.,2007).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis kelompok kami, pasien pada skenario menderita otitis media
supuratif kronik dengan causa rhinitis allergica. Untuk mencegah kondisi yang lebih parah,
sebaiknya pasien menghindari paparan debu di tempat bekerja, karena debu tersebut
merupakan allergen bagi pasien. Terapi yang terpenting di sini adalah terapi preventif agar
prognosis penyakit tidak semakin buruk.
B. SARAN
Skenario
Pasien sebaiknya menghindari kontak dengan allergen karena allergen tersebut merupakan
faktor predisposisi memburuknya keadaan pasien
Tutorial
2. Moderator lebih dapat memancing anggota kelompok yang kurang aktif agar diskusi
lebih hidup.
5. Menyiapkan materi sehingga pada saat pertemuan kedua tutorial berjalan dengan baik
dan lancar
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn,E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ketiga, penerbit buku
kedokteran. EGC.1999.
FKUI. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
Herawati S, Rukmini S. 2003. Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta: EGC
Irawati, N., Kasekayan, E., Rusmono, N. 2007. Rinitis Alergi. Dalam: Soepardi, Efiaty A.,
Iskandar N., Bashiruddin, J., Restuti, Ratna D (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatn:
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia, pp:128-9
Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga JIlid Pertama. Jakarta :
Media Aesculapius FK UI
Mescher, A.L. 2013. Junquiera’s Basic Histology Text and Atlas. Mc Graw Hill, Inc.
Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Effendi
H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-
118
Tortora, Gerard J. 2011. Principles of Anatomy & Physiology. John Wiley & Sons, Inc.
Waseem, Muhammad. 2013. Otitis Media. Medscape [diakses tanggal 29 Agustus 2013]
http://emedicine.medscape.com/article/2068768-overview#a3 [diakses tanggal 28 Agustus
2013]