Anda di halaman 1dari 60

TUGAS MAKALAH

STABILITAS

Nama Kelompok : Naftalia Ariska M Bangun

NPM : 1415041039

Mata Kuliah : Pengendalian Proses

Dosen Pengampu : Ir. Azhar M.T


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia yang

diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah

Pengendalian Proses yang diberikan oleh Bapak Dosen Ir. Azhar, M.T. mengenai

STABILITAS. Saya sadar bahwa makalah ini masih belum sempurna dan masih

banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saya mohon

saran dan kritik yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik dari

sebelumnya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi kita semua.

Bandarlampung,10 Juni 2017


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I.PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

1.2.Tujuan

BAB II.PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Stabilitas

2.2. Persamaan Karatkteritik

2.3 Routh-Hurwitz Criterion

2.4.Root Locus Criterion

2.5.Bode Diagram

2.6. Nyquist Plots

2.7. Frequency Response

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Suatu sistem bisa dikatakan stabil apabila jangka panjangnya tidak bergantung

secara signifikan pada kondisi awal. Sebuah sistem didefinisikan stabil jika

setiap input terbatas pada sistem menghasilkan output yang dibatasi selama

interval waktu.

Apabila sistem tidak stabil, maka output dari sistem mungkin tidak terbatas

meskipun input ke sistem dalam keadaan terbatas. Selain itu, sistem yang tidak

stabil sering menimbulkan sejumlah kerusakan fisik, yang dimana akan

menyebabkan berbagai kerugian.

Alat kontrol digunakan untuk menstabilkan sistem proses, sedangkan alat

proses digunakan untuk meredamkan pengaruh-pengaruh dari perubahan. Agar

dapat mengontrol sebuah proses yang terjadi, maka harus diketahui

karakteristik-karakteristik yang terdapat pada proses. Maka dari itu sangat

penting untuk mengontrol sebuah proses yang terjadi , agar nantinya proses

tetap berjalan lancar dan stabil.

Untuk mendapatkan sebuah sistem yang stabil, koefisien-koefisien dari sukku

eksponensial yang terdapat dalam tanggapan peralihan tersebut harus

merupakan bilangan-bilangan nyata yang negatif atau bilangan kompleks

dimana bagian nyata adalah negatif. Untuk memastikan stabilitas sistem kontrol

umpan balik, maka dapat ditetntukan akar dari karakteristik polinomial q(s).
Namun pertama-tama kita tertarik untuk menentukan jawaban atas

pertanyaan,”apakah sistem tersebut stabil?”.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Mengetahui dan memahami pengertian stabilitas serta persamaan

karakteristiknya

2. Mengetahui dan memahami Routh-Hurwitz Criterion

3. Mengetahui dan memahami Root-Locus Analysis

4. Mengetahui dan memahami Bode Diagram

5. Mengetahui dan memahami Nyquist Plot

6. Mengetahui dan memahami Frequency Response


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Stabilitas

Hal yang amat penting dalam desain sistem kontrol adalah masalah stabilitas

sistem. Bukan hal yang rahasia lagi bahwa pokok tujuan terpenting dalam

analisa dan desain kontrol adalah menciptakan suatu sistem yang stabil.

Suatu sistem dikatakan stabil apabila tercipta kondisi dimana tanggapan

(response) sistem bersifat terbatas jika diberikan masukan sistem yang bersifat

terbatas pula. yang dimaksud terbatas di sini adalah harga maksimumnya

terbatas, sebagai contoh : f(t) = A sin ωt , maka harga maksimum dari f(t) tidak

akan melebihi A (terbatas pada A).

Sistem kontrol adalah proses pengaturan ataupun pengendalian terhadap satu

atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga berada pada suatu harga

atau dalam suatu rangkuman harga (range) tertentu. Di dalam dunia industri,

dituntut suatu proses kerja yang aman dan berefisiensi tinggi untuk

menghasilkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta dengan

waktu yang telah ditentukan. Otomatisasi sangat membantu dalam hal

kelancaran operasional, keamanan (investasi, lingkungan), ekonomi (biaya

produksi), mutu produk, dll.

Ada banyak proses yang harus dilakukan untuk menghasilkan suatu produk

sesuai standar, sehingga terdapat parameter yang harus dikontrol atau di

kendalikan antara lain tekanan (pressure), aliran (flow), suhu (temperature),


ketinggian (level), kerapatan (intensity), dll. Gabungan kerja dari berbagai alat-

alat kontrol dalam proses produksi dinamakan sistem pengontrolan proses

(process control system). Sedangkan semua peralatan yang membentuk sistem

pengontrolan disebut pengontrolan instrumentasi proses (process control

instrumentation). Dalam istilah ilmu kendali, kedua hal tersebut berhubungan

erat, namun keduanya sangat berbeda hakikatnya. Pembahasan disiplin ilmu

Process Control Instrumentation lebih kepada pemahaman tentang kerja alat

instrumentasi, sedangkan disiplin ilmu Process Control System mengenai

sistem kerja suatu proses produksi.

Numerator dan denominator pada fungsi NALISArasional juga mempunyai

nilai nol. Nilai nol dari numerator disebut ZERO dan nilai nol dari denominator

disebut POLE. Pole dan zero merupakan bilangan kompleks. Gambaran grafis

pole dan zero tentulah pada bidang kompleks. Gambaran grafis pole dan zero

pada bidang kompleks disebut pole-zero plot.

Contoh 1.

Sebuah sistem mempunyai transfer function H(s)=1/(s+1). Maka zeronya tidak

ada, dan polenya terletak di s=-1.

Contoh 2.

Sistem diskret H(z)=z/(z-0.7) mempunyai zero di z=0 dan pole di z=0.7.

Contoh 3.

Sistem H(s)=5/s(s+2) tidak mempunyai zero dan mempunyai pole di s=0 dan

s=-2.

Contoh 4.
Sistem H(s)=(s+2)/(s2+2s+5) mempunyai zero di s=-2 dan pole di s=-1-j2 dan

s=-1+j2.

Pole zero plot dari keempat sistem pada contoh 1 sampai contoh 4 terlihat pada

gambar ini. Ingat

keempatnya merupakan bidang kompleks, sumbu mendatar adalah bagian riel

dan sumbu vertikal adalah bagian imajiner.

Bila diberikan persamaan fungsi alih dari suatu sistem loop tertutup sebagai

berikut :

, dimana n > m

maka akar-akar dari persamaan pembilang (nominator) yaitu s = - z1, s = - z2,

… , s = - zm adalah zero-zero dari fungsi alih loop tertutup sistem. Sedangkan

akar-akar dari persamaan penyebut (denominator) yaitu s = - p1, s = - p2, … , s

= - pm adalah zero-zero dari fungsi alih loop tertutup sistem. Dalam

penggambaran pada bidang s (koordinat real vs imajiner), zero digambarkan

dengan tanda bulatan kecil dan pole digambarkan dengan tanda silang. Hal ini

dapat dilihat pada berikut.



zm
ωz

τp
τz τ

pn ωp

Gambar . Letak Pole dan Zero dalam Bidang s

Dari Gambar diatas, zero zm dinyatakan dalam koordinat zm(τz, ωz) dimana nilai

dari zm = τz + jωz. Pole pn dinyatakan dalam koordinat pn(τp, ωp) dimana nilai

dari pn = τp + jωp.

Dalam analisa kestabilan, seringkali yang digunakan adalah akar-akar dari

persamaan denominator yaitu pole-pole. Karena seringnya penggunaan

persamaan denominator ini untuk menganalisa karakteristik kestabilan suatu

sistem, maka persamaan denominator ini diberi nama persamaan karakteristik.

𝐶(𝑠) 𝐺(𝑠)
=
𝑅(𝑠) 1 + 𝐺(𝑠)𝐻(𝑠)

1 + G(s)H(s) = 0 → Persamaan Karakteristik (PK)

Sebagai tanggapan terhadap sistem kontrol sederhana, keseluruhan respon

sistem kontrol tidak lebih tinggi dari orde kedua. Untuk sistem ini respons

langkah harus menyerupai gambar 4-7 atau gambar 7-3. Oleh karena itu, sistem
ini secara inheren stabil. Dalam konsep stabilitas kita menganggap masalah

stabilitas dalam sistem kontrol hanya sedikit lebih rumit daripada yang dipelajari

sebelumnya. Sistem ini mewakili kontrol proporsional dari dua heat tank yang

diaduk dengan lag pengukuran. Dalam diskusi ini, hanya set point perubahan

yang harus dipertimbangkan

2.2 Persamaan Karakteristik

Fungsi alih sebuah elemen atau sistem disebut juga fungsi karakteristik sistem.

Fungsi ini menentukan kelakuan tanggapan peralihan dan dapat memberikan

informasi mengenai kestabilan sistem tersebut.

Pada Gambar 5.3 diperlihatkan blok diagram umum untuk suatu sistem umpan

balik dimana fungsi alihnya adalah


Dengan demikian persamaan (5.3) menunjukkan bahwa tanggapan keluaran

adalah perkalian antara fungsi sistem terhadap fungsi masukan. Selanjutnya

karena fungsi masukan tidak mempengaruhi terhadap bentuk fungsi transien

maka tidak ada hubungan apakah sistem tersebut stabil atau tidak.

Dengan demikian fungi masukan yaitu pembilang dalam persamaan (5.3) dapat

dibuat nol tanpa mempengaruhi bentuk peralihan sehingga

atau
Persamaan (5.15) disebut persamaan karakteristik sistem lingkar tertutup,

dimana dari persamaan (5.15) ini dapat ditentukan apakah suatu sistem bersifat

stabil atau tidak.

Fungsi alih lingkar terbuka yang dinyatakan oleh G(s)H(s) dan dituliskan dalam

bentuk perbandingan dua buah polinomial yaitu N(s) dan D(s) berikut

Dengan menggantikan harga ini ke dalam persamaan (5.15) diperoleh

Karena menurut persamaan (5.15), 1 + G(s)H(s) = 0 maka dari persamaan (5.17)

berlaku

atau

Faktor D(s) dan N(s) dalam persamaan (5.19) dapat dikalikan bersama, maka

persamaan karakteristik dapat dituliskan dalam bentuk yang lebih umum untuk

orde-n sebagai berikut


Akar-akar persamaan ini dapat ditentukan sehingga bentuknya dapat diuraikan

sebagai berikut

Dimana : -r 1, -r2, …,-rn adalah akar-akar polinomial yang dinyatakan oleh

persamaan (5.20) atau (5.21) yang disebut juga akar-akar persamaan

karakteristik. Selanjutnya dari persamaan (5.21) dapat ditentukan kestabilan

sistem dengan cara melihat apakah akar-akar persamaan karakteristik tersebut

memenuhi terhadap syarat kestabilan yaitu agar suatu sistem bersifat stabil

maka bagian nyata dari akar-akar persamaan karakteristiknya harus bernilai

negatif

2.3 Routh-Hurwitz Criterion

Masalah terpenting dalam sistem pengendalian linier berhubungan dengan

kestabilan.

Suatu sistem pengendalian dikatakan stabil jika dan hanya jika semua kutub loop

tertutup berada pada sebelah kiri bidang s. Kriteria kestabilan Routh

memungkinkan kita untuk menentukan jumlah kutub loop tertutup yang berada

pada bidang sebelah kanan bidang s.

Metode Routh-Hutwitz Criterion adalah metode yang dapat digunakan untuk

menentukan banyaknya akar-akar dari persamaan polynomial pada sumbu real

positip. Jika persamaan polynomial adalah persamaan karakteristik, maka metode

ini dapat digunakan untuk menentukan kestabilan dari suatu sistem.


Penentuan kestabilan suatu sistem berdasarkan persamaan karakteristik akan

mengakibatkan kesulitan bagi persamaan yang tingkatannya (orde) yang lebih

tinggi yaitu dalam menentukan akar-akar persamaan karakteristik tersebut. Suatu

cara lain untuk menentukan kestabilan suatu sistem tanpa menghitung akar-akar

persamaan karakteristiknya adalah menggunakan kriteria Routh. Kriteria ini

merupakan metode aljabar untuk menentukan kestabilan dalam wawasan s

(Laplace). Cara ini akan menunjukkan adanya akar-akar yang tidak stabil beserta

jumlahnya tetapi tidak menentukan nilai atau kemungkinan cara untuk mencegah

ketidakstabilan.

Prosedur penentuan stabilitas berdasarkan kriteria Routh berikut

a. Tuliskan persamaan karakteristik sistem dalam bentuk polinomial berikut

Dimana

ao,a1,…dst adalah koefesien dari persamaan tersebut.

a. Koefesien – koefesien persamaan tersebut disusun dalam suatu barisan

yang menyerupai sebuah matriks dengan bentuk berikut

ao,a2,a4,a6..................................

a1,a3,a5,a7..................................

b1,b3,b5,b7..................................

c1,c3,c5,c7..................................

d1,d3,d5,d7..................................

dst (5.36)
Dimana cara penyusunannya

 Baris pertama adalah koefesien-koefesien yang terdiri dari indeks genap

(ao,a2,a4,a6,……dst)

 Baris kedua adalah koefesien-koefesien yang terdiri dari indeks ganjil

(a1,a3,a5,a7,……dst) yang dimulai dari angka satu

 Baris ketiga dinyatakan oleh b1,b3,b5,b7,……dst , dimana harga

b1,b3,b5,b7,……dst ditentukan dari harga-harga dari baris pertama dan

kedua

 Baris ketiga dinyatakan oleh c1,c3,c5,c7,……dst , dimana harga

c1,c3,c5,c7,……dst ditentukan dari harga-harga dari baris kedua dan ketiga

 Baris keempat dinyatakan oleh d1,d3,d5,d7,……dst, dimana harga

d1,d3,d5,d7,……dst ditentukan dari harga-harga dari baris ketiga dan

keempat

 Demikian seterusnya

Jumlah baris ini bergantung pada orde persamaan karakteristik tersebut.

Susunan barisan ini disebut barisan Routh. Untuk menentukan harga-harga

b1,b3,b5,b7,……;c1,c3,c5,c7,…… dst Susunan barisan ini dianggap suatu

determinan sehingga harga-harga tersebut dapat ditentukan berikut


dan seterusnya

Selanjutnya harga-harga c1,c3,c5,c7,……dst ditentukan berikut

dan seterusnya

Selanjutnya harga d1,d3,d5,…; ditentukan dengan cara yang sama. Dengan

demikian pada pada akhirnya akan diperoleh suatu susunan barisan yang lengkap

berbentuk segitiga dimana jumlah baris adalah sebanyak pangkat tertinggi dari s

ditambah satu. Berarti untuk persamaan orde-dua jumlah baris adalah 3 (tiga), untuk

persamaan orde-tiga menjadi 4 (empat) dan seterusnya. Setelah itu periksa kolom
pertama dari persamaan (5.36) apakah terjadi perubahan tanda. Jika tidak terjadi

perubahan tanda pada kolom pertama berarti sistem bersifat stabil dan begitu pula

sebaliknya jika terjadi perubahan tanda pada kolom pertama berarti sistem tidak

stabil.

Adapun kriteria Stabilitas Routh adalah mengenai Kriteria Stabilitas Routh jumlah

akar2 persamaan karakteristik yang terletak disebelah kanan sumbu khayal pada

bidang S = Jumlah perubahan tanda pada koefisien2 kolom pertama pada deret

Routh.

Cara lain menetukan stabilitas sebuah sistem adalah metoda Hurwitz. Dengan

metoda Hurtwitz ini dilakukan pemeriksaan apakah semua akar-akar persamaan

karakteristik memiliki bagian nyata yang negatif. Hal ini ditentukan dengan cara

menggunakan determinan. Persamaan karakteristik dibuat dalam bentuk

determinan berikut
Dan seterusnya sampai ∆n-1 maka semua akar-akar persamaan karakteristik

mempuyai bagian nyata yang negatif hanya dan hanya jika ∆i > 0 untuk i=1,2,3,…,n

. Sebagai ilustrasi bila n = 3 diperoleh

Agar semua akar-akar memiliki bagian nyata yang negatif, harus dipenuhi

2.4 Root Locus Analysis

Karakteristik dasar tanggapan waktu dari suatu sistem loop tertutup sangat

berkaitan dengan lokasi dari pole-pole loop tertutupnya. Pole-pole loop tertutup

adalah akar-akar dari persamaan karakteristik dari fungsi alih loop tertutup.

Suatu metode yang digunakan untuk memetakan akar-akar dari persamaan


karakteristik adalah dengan metode Root-Locus, dimana dengan metode ini

akar-akar persamaan karakteristik digambarkan / diplot untuk semua nilai

parameter sistem. Penggambarannya tetap pada bidang s, sehingga sangat

berguna untuk analisa kestabilan.

2.4.1 Magnitude dan Sudut Persamaan Polinomial s

Diberikan suatu fungsi alih loop tertutup :

𝐶(𝑠) 𝐺(𝑠)
=
𝑅(𝑠) 1 + 𝐺(𝑠)𝐻(𝑠)

Persamaan karakteristik dari fungsi alih tersebut adalah :

1 + G(s)H(s) = 0

atau

G(s)H(s) = -1

maka G(s)H(s) dapat diuraikan menjadi dua komponen :

• Komponen sudut (angle) :

∠(G(s)H(s))=±180 (2k +1), untuk k = 0, 1, 2, 3, …

Catatan :
Sudut dari (s + pk) untuk nilai s = a + jb dan pk = c + jd adalah :

∠[(a+c)+ j(b+d)]= tan−1 b+d

a+c

• Komponen magnitude :

|G(s)H(s)| = 1

Catatan :

Magnitude dari (s + pk) untuk nilai s = a + jb dan pk = c + jd adalah :

(a+c)+ j(b+d) = (a+ c)2 +(b+d)2

Contoh :

Diberikan persamaan karakteristik :

𝐾(𝑠 + 𝑧1)
1+ (𝑠+𝑝1)(𝑠+𝑝2)(𝑠+𝑝3)(𝑠+𝑝4) = 0

maka :
𝐾(𝑠 + 𝑧1)
G(s)H(s) = (𝑠+𝑝1)(𝑠+𝑝2)(𝑠+𝑝3)(𝑠+𝑝4)

sudut dari G(s)H(s) adalah :

∠[G(s)H(s)] = φ1 – (ϕ1 + ϕ2 + ϕ3 + ϕ4)

dimana :

B1 = |(s + z1)| dan

An = |(s + pn)|

2.4.2 Metode Penggambaran Root-Locus


Agar metode penggambaran root-locus lebih mudah dipahami, diberikan contoh-

contoh penggambaran terlebih dahulu sebelum pada akhirnya diberikan

generalisasi metode yang dituangkan dalam susunan metode yang rinci.

Contoh 1 :

Diberikan suatu sistem loop tertutup seperti pada Gambar 4.2

Fungsi alih loop terbuka diberikan oleh persamaan:

𝐾
G(s) = diasumsikan nilai K ≥ 0
𝑠(𝑠+1)(𝑠+2)

dan
H(s) = 1

sehingga persamaan karakteristiknya menjadi :

G(s) = –1

Sudut dari persamaan karakteristik :

∠[(G(s)] = ± 180o(2k + 1) , k =0, 1, 2, …

–∠(s) – ∠(s+1) – ∠(s+2) = ± 180o(2k + 1) , k =0, 1, 2, …

dan magnitudenya :

|G(s)| = 1

K =1

s(s +1)(s + 2)
R(s) C(s)
K

+ s ( s 1)( s )
_ + +

Gambar . Block Diagram Sistem Loop Tertutup

Penggambaran Root-Locus :

1. Menentukan root-loci pada sumbu real

j
ω

x x x
-2 -1 0
τ

Gambar Penempatan Pole dan Zero


Langkah pertama adalah menempatkan pole-pole loop terbuka (G(s)) yaitu s = 0,

s= –1, dan s = –2, serta zero-zero loop terbuka (dalam kasus ini tidak ada) pada

bidang s. Perlu diingat bahwa penggambaran pole adalah dengan silang dan

penggambaran zero dengan bulatan kecil. Lihat pada Gambar diatas.

Untuk menentukan root-loci pada sumbu real, digunakan titik uji s :

• Titik uji s pada sumbu real positif, maka :

∠(s) = ∠(s+1) = ∠(s+2) = 0o , sehingga

–∠(s) – ∠(s+1) – ∠(s+2) = 0o

Dapat dilihat bahwa sudut yang dihasilkan tidak sesuai / tidak memenuhi ∠G(s)

= ± 180o(2k + 1) , k =0, 1, 2, …, sehingga pada sumbu real positif tidak terdapat

root-loci.

• Titik uji s pada sumbu real negatif antara 0 dan –1, maka :

∠(s) = 180o , ∠(s+1) = ∠(s+2) = 0o , sehingga


–∠(s) – ∠(s+1) – ∠(s+2) = –180o

sudut yang dihasilkan sesuai / memenuhi ∠G(s) = ± 180o(2k + 1) , k =0, 1, 2,

… (dengan nilai k = 0), sehingga antara pole s = 0 dan s = –1 terdapat root-loci

dan merupakan bagian dari root-locus, seperti yang tergambar dalam Gambar

4.4.

j
ω

x x x
-2 -1 0
τ

Gambar 4. 4 . Root - Loci Antara Pole s = 0 dan Pole s = –1

• Titik uji s pada sumbu real negatif antara –1 dan –2, maka :

∠(s) = ∠(s+1) = 180o , dan ∠(s+2) = 0o , sehingga

–∠(s) – ∠(s+1) – ∠(s+2) = –360o


Dapat dilihat bahwa sudut yang dihasilkan tidak sesuai / tidak memenuhi ∠G(s)

= ± 180o(2k + 1) , k =0, 1, 2, …, sehingga pada sumbu real negatif antara pole

s = –1 dan s = –2 tidak terdapat root-loci.

• Titik uji s pada sumbu real negatif antara –2 hingga –∞, maka :

∠(s) = ∠(s+1) = ∠(s+2) = 180o , sehingga

–∠(s) – ∠(s+1) – ∠(s+2) = –540o

sudut yang dihasilkan sesuai / memenuhi ∠G(s) = ± 180o(2k + 1) , k =0, 1, 2,

… (dengan nilai k = 1), sehingga antara pole s = –2 hingga –∞ terdapat root-loci

dan merupakan bagian dari root-locus. Sekarang kita punya dua buah root-loci,

seperti yang tergambar dalam Gambar 4.5.


j
ω

x x x
-2 -1 0
τ

Gambar Root -Loci Antara Pole s = 0 dan Pole s = –1

2. Menentukan asimptot-asimptot dari root-loci

Jika titik uji dipilih di suatu tempat tak terhingga, maka :

lims→∞G(s) = lims→∞ s(s +1K)(s + 2) = lims→∞ s K 3

nilai sudutnya diberikan oleh :

–3∠s = ± 180o(2k + 1) , k =0, 1, 2, …

atau

sudut-sudut asimptot = , untuk k =0, 1, 2, …


Untuk nilai-nilai k =0, 1, 2, …, didapatkan sudut-sudut perulangan dari tiga

sudut saja, yakni 60o, –60o, dan 180o, yang merupakan sudut-sudut dari garis

asimptot terhadap sumbu real bidang s.

Agar garis asimptot dapat digambarkan, maka harus dicari titik potongnya

dengan sumbu real bidang s .

Untuk titik uji di s mendekati tak terhingga, maka persamaan karakteristik dapat

dituliskan menjadi:

𝐾
G(s) =𝑠3 +3𝑠2 +⋯ = −1

S3 + 3s2 + ….= -K

untuk nilai s yang besar, persamaan tersebut dapat didekati dengan persamaan

(s + 1)3 = 0 → s = –1 , merupakan titik potong antara asimptot dan sumbu real

bidang s, yaitu pada titik (–1, 0).

Gambar berikut memberikan penjelasan terhadap letak asimptot ini.


-180o
60o

x x x
-2 -1 0
-60o τ

Gambar . Garis-Garis Asimptot

3. Menentukan titik break-away

Bila nilai dari K pada G(s) dinaikkan, maka root-locus akan bergerak berawal

dari tiga pole : s = 0, s = –1, dan s = –2.

Dari pole s = –2, root-locus akan bergerak terus ke arah sumbu real negatif.

Dari pole s = –1, root-locus akan bergerak ke arah pole s = 0 hingga suatu saat

bertemu dengan root-locus dari pole s = 0 yang pada saat bersamaan juga

bergerak ke arah pole s = –1. Titik pertemuan ini disebut titik break-away,

karena setelah bertemu di titik ini, root-locus dari pole s = –1 maupun dari s =

0 akan berpisah kembali menuju masing-masing asimptotnya dan akan

berhimpitan dengan garis asimptotnya untuk nilai K tak berhingga.

Untuk menentukan titik break-awaynya, digunakan penurunan sebagai berikut

:
Dari persamaan karakteristik : s3 + 3s2 + 2s = –K, didapatkan :

dK
=− (3s2 + 6s + 2) = 0 → s1 = –0.4226, s2 = –1.5774

ds

Nilai-nilai s1 dan s2 adalah nilai-nilai yang mungkin untuk menjadi titik break-

away. Akan tetapi mengingat titik break-away harus berada antara s = 0 dan s

= –1, maka dipilih titik break-awaynya berada pada s = –0.4226.

4. Menggambarkan root-locus secara lengkap

Gambar 4.7 menggambarkan root-locus lengkap dari urut-urutan langkah 1

hingga 4.

j
ω
2

x x x
-2 -1 0
τ

Gambar . Root-Locus Lengkap Contoh 1


Contoh 2 :

Diberikan suatu sistem loop tertutup seperti pada Gambar berikut

R(s) C(s)
K (s 2)
+
2
+ s 2s 3
_ + +

Gambar Block Diagram Sistem Loop Tertutup

Fungsi alih loop terbuka diberikan oleh persamaan:

G(s) = s K2 (s2+s2+)3 , diasumsikan nilai K ≥ 0

dan

H(s) = 1
sehingga persamaan karakteristiknya menjadi :

G(s) = –1

Pole-pole dan zero dari fungsi alih loop terbuka adalah :

pole-pole : s1 = –1 + j 2 an s2 = –1 – j 2

zero : s = –2

sehingga fungsi alih loop terbuka dapat disusun ulang menjadi :

𝐾(𝑠+2)
G(s) =
(𝑠+1−𝑗√2)(𝑠+1+𝑗√2)

Sudut dari persamaan karakteristik :

∠[(G(s)] = ± 180o(2k + 1) , k =0, 1, 2, …

∠(s+2) – ∠(s +1 – j√2) – ∠(s +1 + j√2) = ± 180o(2k + 1) , k =0, 1, 2, …

Penggambaran Root-Locus :
1. Menentukan root-loci pada sumbu real

Langkah pertama adalah menempatkan pole-pole loop terbuka (G(s)) yaitu s = –1

+ j√2 dan s =-1- j√2 serta zero loop terbuka yaitu s = –2 pada bidang s. Lihat pada

Gambar berikut

j
ω

x 2

o
-2 -1 0
τ

x - 2

Gambar . Penempatan Pole dan Zero

Pada sumbu real, penjumlahan sudut pada pole s = –1 + j 2 dan pole s = –1 – j 2

selalu nol (karena merupakan konjugate), sehingga yang perlu diperhatikan

hanyalah sudut dari zero s = –2 terhadap titik uji.

Untuk menentukan root-loci pada sumbu real, digunakan titik uji s :

• Titik uji s pada sumbu real antara zero s = –2 hingga positif tak terhingga, maka

:
∠(s+2) = 0o

Dapat dilihat bahwa sudut yang dihasilkan tidak sesuai / tidak memenuhi ∠G(s)

= ± 180o(2k + 1) , k =0, 1, 2, …, sehingga pada daerah ini tidak terdapat root-

loci.

• Titik uji s pada sumbu real antara zero s = –2 hingga negatif tak terhingga, maka

∠(s+2) = –180o

Dapat dilihat bahwa sudut yang dihasilkan sesuai / memenuhi ∠G(s) = ±

180o(2k + 1) , k =0, 1, 2, …, sehingga pada daerah ini terdapat root-loci.

Gambar berikut. memberikan penjelasan mengenai letak root-loci pada sumbu real

bidang s.
j
ω

x 2

o
-2 -1 0
τ

x - 2

Gambar Letak Root-Loci pada Sumbu Rea

2.5 Bode Diagram

Karakteristik suatu sistem dengan persamaan fungsi alih sinusoidal yang telah

diketahui terhadap perubahan frekuensi input dapat digambarkan dalam suatu

diagram yang disebut diagram Bode. Diagram Bode ini berisi dua gambar, yang

pertama merupakan penggambaran dari nilai logaritma magnitude terhadap

variasi frekuensi dalam skala logaritmi , dan yang kedua merupakan

penggambaran nilai pergeseran sudut (phasa) terhadap variasi frekuensi dalam

skala logaritmik

Bode diagram merupakan suatu cara untuk melakukan analisis rancangan

sistem kendali dengan memperhatikan tanggap frekuensi dengan plot secara

logaritmik. Tanggap frekuensi sendiri adalah sebuah representasi dari tanggap

sistem terhadap suatu input sinusoidal dengan frekuensi tertentu, secara


sederhana merupakan perbandingan magnitude dan phase antara input dan

output.

Logaritma magnitude biasanya dinyatakan dalam satuan decibel (dB) yang

mempunyai kesetaraan terhadap magnitude sebagai berikut :

1 dB |G(jω)| = 20 log |G(jω)|

Contoh :

1. |G(jω)| = 1 → 20 log |G(jω)| = 20 log 1 = 0 dB

2. |G(jω)| = 10 → 20 log |G(jω)| = 20 log 10 = 20 dB

3. |G(jω)| = 100 → 20 log |G(jω)| = 20 log 100 = 40 dB

4. |G(jω)| = 0.1 → 20 log |G(jω)| = 20 log (1/10) = – 20 dB

5. |G(jω)| = 0.01 → 20 log |G(jω)| = 20 log (1/100) = – 40 dB

Untuk membuat suatu gambar diagram Bode dari suatu fungsi alih yang

kompleks, maka fungsi alih tersebut dapat dipisah-pisahkan menjadi

beberapa faktor perkalian. Tujuannya adalah untuk mendapatkan cara

menggambar yang lebih mudah untuk faktor-faktor yang lebih sederhana

tersebut. Kemudian karena fungsi dari magnitude merupakan operasi

logaritmik, gambar faktor-faktor tersebut dapat dijumlahkan untuk

mendapatkan gambar logaritma magnitude vs frekuensi. Demikian pula

dengan gambar sudut vs frekuensi, karena faktor pengalian merupakan

penjumlahan sudut, secara mudah kita dapat menjumlahkan sudut-sudut

yang dihasilkan oleh masing- masing faktor pengali membentuk gambar

sudut vs frekuensi.
Jika suatu sistem memiliki fungsi alih G(s) H(s), maka tanggapan frekuensi

dapat diperoleh dengan mensubstitusi s = jw .

Sehingga diperoleh responnya adalah G(jw) H(jw). Karena G(jw) H(jw)

adalah suatu bilangan kompleks, maka untuk menggambarkannya

dibutuhkan dua buah grafik yang merupakan fungsi dari w, yaitu:

1. Grafik magnitude terhadap frekuensi.

2. Grafik fasa terhadap frekuensi

Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi alih sinusoidal pada diagram

Bode:

1. Faktor Gain K

Kurva besaran-log untuk penguatan Kyang konstan merupakan garis

horizontal dengan besaran 20.log.KdB.

- Hanya memiliki bagian real saja  tidak ada sudut phasa.

- log-magnitude-nya adalah sebuah garis lurus pada 20 log (K).

Jika K > 1, maka magnitude-nya positif

Jika K < 1, maka magnitude-nya negatif

- Perubahan K hanya mempengaruhi plot log-magnitude, sudut

phasanya sama.

- Slope bernilai 0 pada frekuensi sudut 0 rad/s.


Gambar garis bilangan –Db dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

2. Faktor integral dan turunan (j) 1

Besaran logaritmik 1/jw dalam dB adalah

Sudut fase jw konstan dan sama dengan 90o. Kurva besaran-log tersebut merupakan

garis lurus dengan kemiringan 20 dB/dekade.

Gambar berikut menunjukkan kurva respon frekuensi masing-masing untuk 1/jw

dan jw. Perbedaan respon frekuensi dari faktor 1/jw dan jw terletak pada

kemiringan kurva besaran-log dan sudut-fase. Kedua besaran-log tersebut menjadi

sama dengan 0 dB pada w=1.


Karakteristik suatu sistem dengan persamaan fungsi alih sinusoidal yang telah

diketahui terhadap perubahan frekuensi input dapat digambarkan dalam suatu

diagram yang disebut diagram Bode. Diagram Bode ini berisi dua gambar, yang

pertama merupakan penggambaran dari nilai logaritma magnitude terhadap variasi

frekuensi dalam skala logaritmik, dan yang kedua merupakan penggambaran nilai

pergeseran sudut (phasa) terhadap variasi frekuensi dalam skala logaritmik.


Logaritma magnitude biasanya dinyatakan dalam satuan decibel (dB) yang

mempunyai kesetaraan terhadap magnitude. Untuk membuat suatu gambar diagram

Bode dari suatu fungsi alih yang kompleks, maka fungsi alih tersebut dapat dipisah-

pisahkan menjadi beberapa faktor

perkalian. Tujuannya adalah untuk mendapatkan cara menggambar yang lebih

mudah untuk faktor-faktor yang lebih sederhana tersebut. Kemudian karena fungsi

dari magnitude merupakan operasi logaritmik, gambar faktor-faktor tersebut dapat

dijumlahkan untuk mendapatkan gambar logaritma magnitude vs frekuensi.

Demikian pula dengan gambar sudut vs frekuensi, karena faktor pengalian

merupakan penjumlahan sudut, secara mudah kita dapat menjumlahkan sudut-sudut

yang dihasilkan oleh masing masing faktor pengali membentuk gambar sudut vs

frekuensi.

3. Faktor Integral (jω)-1

 Hanya memiliki bagian imaginer saja

 Log-magnitude = -20 log(ω)

 Sudut phasa = 90o (constant)

 Slope bernilai -20 dB/decade pada frekuensi sudut ω =1 rad/s

4. Faktor Orde 1 (1+jωT)±1

 Turunan:

- Frekuensi sudut terjadi pada ω=1/T


- Slope = 20 dB/decade

- Sudut phasa = 45o pada frekuensi sudut

 Integral:

 Frekuensi sudut terjadi pada ω=1/T

 Slope = -20 dB/decade

 Sudut phasa = -45o pada frekuensi sudut

5. Faktor Kuadratis

 Integral

- Frekuensi sudut terjadi pada ω=ωn

- Slopenya – 40 dB/decade

- Sudut phasanya -90o pada frekuensi sudut

 Turunan

- Frekuensi sudut terjadi pada ω=ωn.

- Slopenya 40 dB/decade

- Sudut phasanya 90o pada frekuensi sudut

Diagram Bode sistem dengan faktor kuadratis dapat kita lihat pada gambar

dibawah ini
2.6 Nyquist Plots

Dalam subbab ini, sistem lup tertutup yang akan dikaji seperti ditunjukkan dalam

gambar 1. Persamaan karakteristik sistem diberikan oleh persamaan

1 + G(s)H(s) = 0

Persamaan ini menetukan stabilitas sistem, dan , jika sistem dalam keadaan stabil,

maka karakteristik tanggapan transien sangat bermanfaat. Diagram Bode fungsi alih

lup terbuka dapat diplot menggunakan fungsi alih G(jω)H(jω). Dalam subbab ini

kita akan menyelediki penentuan stabilitas sistem lup tertutup dari diagram Bode

fungsi lup terbuka G(jω)H(jω). Metode yang digunakan berdasarkan kriteria

Nyquist.
G(s)

H(s)

Gambar Sistem lup tertutup

Untuk memperkenalkan kriteria Nyquist, kita perlu mempelajari pemetaan (fungsi)

dari bidang kompleks s ke bidang F(s). Sebagai cantoh perhatikan kasus fungsi

(pemetaan)

F(s) diberikan oleh

F(s) = s – s0 (1)

Dengan s0 adalah nilai tertentu yang dimungkinkan berupa nilai kompleks.

Andaikan kita menginginkan memetakan lingkaran berpusat di s0 dalam bidang s

ke dalam bidang

F(s), seperti ditunjukkan dalam gambar 2.

Gambar Pemetaan ke bidang kompleks


Kurva C dalam bidang s dalam gambar 2a dipetakan ke kurva Γ dalam bidang F(s)

dengan menguji F(s) untuk titik-titik pada kurva C dan melukiskannya nilai-nilai

kompleks dalam bidang F(s). Untuk fungsi yang sederhana seperti persamaan (1),

F(s) merupakan vektor sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 2(a), dan kurva

hasil dalam

F(s) terlihat menjadi lingkaran dengan jejari yang sama dengan C tetapi berpusat di

titik

(0,0).

Perhatikan sekarang fungsi berikut

1
F(s) = (2)
𝑠−𝑠0

yang merupakan fungsi terbalik dari persamaan (2). Jika kurva C dalam gambar

2(a) dipetakan ke bidang F(s) melewati persamaan (2), vektor s-s0 tetap seperti

gambar 2(a). Maka F(s) merupakan kebalikan vektor ini. Magnituda F(s)

merupakan kebalikan dari yang ditunjukkan dalam gambar 2(b), dan sudut berupa

negatif, Jadi dalam kasus ini, kurva Γ dalam bidang F(s) juga lingkaran, seperti

ditunjukkan dalam gambar 2(c), kecuali arah perjalanan sekerang berlawanan

dengan jarum jam.Untuk fungsi ini, pelingkupan searah jarum jam suatu pole dalam

bidang s mengantarkan pelingkupan berawanan dengan jarum jam suatu titik (0,0)

dalam bidang F(s).

Sebagai contoh pemetaan ketiga, andaikan bahwa pemetaan F(s) diberikan oleh
F(s) = (s − s0)(s − s1) (3)

dan andaikan bahwa kurva C dalam bidang s melingkupi kedua zero s 0 dan s1,

seperti dalam gambar 3. Dalam kasus ini kurva C bukanlah sebuah lingkaran. Dua

vektor yang yang dimiliki oleh F(s) diperlihatkan dalam gambar 3(a). Ketika titik s

mengelilingi kurva C, maka sudut vektor (s – s0) berubah sebesar –3600, juga

demikian bagi vektor (s – s1). Oleh karena itu sudut fungsi F(s) berubah –7200. Pada

saat bersaman magnituda dari dua vektor terbatas dna bukan nol. Sehingga kurva Γ

haruslah melingkupi titik (0,0) dua kali, seperti diperlihatkan dalam gambar 3(b).

Perhatikan bahwa kuva C dalam melingkupi dua zero F(s) searah jarum jam. Dalam

bidang F(s), kurva Γ melingkupi

titik pusat dua kali.

Gambar Jalan pelingkupan dua pole

Jika pemetaan F(s) merupakan bentuk terbalik dari persamaan (3), yaitu jika

F(s) =

maka vektor untuk kurva C masih seperti diperlihatkan gambar 3. Karena sudut

perkalian dua vektornya berputar - 7200, maka sudut F(s) berputar mengelilingi
7200. Oleh karena itu pemetaan ke kurva Γ akan menghasilkan pelingkupan dua

kali berlawanan dengan jarum jam.

Kriteria Nyquist dapat dinyatakan dengan rujukan pemetaan seperti diperlihatkan

dalam gambar 4.

Gambar Diagram Nyquist

Jalan Nyquist ditunjukkan dalam gambar (a) diatas. jalan ini dipetakan melalui

fungsi lup terbuka G(s)H(s) ke diagram Nyquist, seperti diilustrasikan dalam

gambar (b). Maka

Z=N+P

Dengan Z adalah jumlah akar persamaan karakteristik sistem yang berada separoh

kanan bidang kompleks, N adalah jumlah pelingkupan searah jarum jam titik –1,

dan P adalah jumlah pole fungsi lup terbuka G(s)H(s) yang berada di separoh kanan

bidang kompleks.
Contoh:

Perhatikan sistem dengan fungsi alih lup terbuka berikut

G(s)H(s) =

maka

G( jω) =

Nilai fungsi ini untuk berbagai nilai ω tertentu diberikan dalam tabel 1.

Tabel 1 Tanggapan frekuensi contoh 1

ω ⏐G(jω⏐ ∠G(jω

0 5 0

0.5000 3.5777 -79.6952

1.0000 1.7678 -135.0000

1.5000 0.8534 -168.9298

2.0000 0.4472 -190.3048

5.0000 0.0377 123.9298

20.0000 0.0006 98.5872

Dan plot nilai-nilai ini diperlihatkan dalam gambar 5.


Gambar Kriteria Nyquist untuk contoh

Penguat DC, G(0)H(0), adalah sama dengan 5 dan ditunjukkan sebagai bagian I.

Kurva bagian II diperoleh secara langsung penggambaran nilai dalam tabel 1.

Karena

limG(s)H(s) = 0

s→∞

busur tak berhingga dari jalan Nyquist memetakan ke titik pusat dalam bidang

G(s)H(s), bagian III dari diagram Nyquist. Untuk ω negatif, kita menggunakan

pasangan konjugasi dari nilai yang diberikan dalam tabel 1. Bagian diagram

Nyquist ini, bagian

IV, diperlihatkan oleh kurva titik-titik dalam gambar 5.

Persamaan Nyquist

Z=N+P
Nilai P sama dengan 0, karena G(s)H(s) tidak memiliki pole di separoh kanan

bidang s.

Dari diagram Nyquist kita melihat bahwa jumlah pelingkupan titik –1 dalam bidang

G(s)H(s), yaitu N, sama dengan nol. Maka jumlah akar dari persamaan/fungsi

karaktersitk di separoh kanan adalah

Z=N+P=0+0=0

Dan sistem lup tertutup adalah stabil.

Dalam sub bab sebelum ini diperlihatkan diagram Nyquist yang digunakan

untuk menentukan apakah sistem stabil atau tidak stabil. Tentu saja, agar suatu

sistem dapat bermanfaat, sistem haruslah stabil. Namun demikian, ada yang juga

harus diperhatikan dalam masalah stabilitas. Pertama, sistem stabil harus memiliki

sejumlah karakteristik tanggapan transien yang dapat diterima. Juga model sistem

yang digunakan dalam analisa dan perancangan sistem kontrol tidak pernah pasti.

Oleh karena itu, model sistem dapat menunjukkan sistem yang stabil, tetapi pada

kenyataannya sistem fisik tidaklah stabil. Umumnya kita memerlukan tidak hanya

sistem yang stabil tetapi juga sistem yang stabil dengan beberapa batas keamanan.

Untuk dua alasan ini kita akan mendefinisikan stabilitas relatif bagi sistem. Kita

mendefinisikan stabilitas relatif sistem dalam bentuk kedekatan diagram Nyquist

ke titik -1 dalam bidang komples. Konsep ini diilustrasikan dalam gambar 6(a).
Gambar Batas stabilitas nisbi

Perhatikan bahwa vektor dari titik –1 ke diagram Nyquist mempunyai nilai [1 +

G(jω)], dengan anggapan bahwa G(s) adalah fungsi lup terbuka. Magnituda terkecil

dari vektor ini adalah ukuran yang baik mengenai stabilitas nisbi dari sistem lup

tertutup; namun ukuran ini jarang digunakan. Sebagai gantinya adalah dua ukuran

yang ditunjukkan dalam gambar 11-16(b) yang umum digunakan.

Batas Penguatan (Gain Margin)

Jika magnituda fungsi alih lup terbuka dari suatu sistem lup tertutup stabil pada

penyeberangan –1800 terhadap diagram Nyquist adalah sebesar α, maka batas

penguatan sebesar 1/α. Jika diagram Nyquist memiliki penyebrangan –1800

berulang, batas penguatan ditentukan oleh titik yang menghasilkan batas penguatan

dengan magnituda terkecil. Frekuensi pada saat mana diagram Nyquist menyebrang

–1800 disebut frekuensi penyebrangan fasa.

Batas fasa (Phase Margin)

Batas fasa adalah besarnya sudut terkecil yang mana diagram Nyquist harus

berputar agar memotong titik –1 supaya sistem lup tertutup menjadi stabil. Batas
fasa ini ditunjukkan oleh sudut φpm dalam gambar 6(b). Magnituda diagram

Nyquist, G(jω), berharga satu pada frekuensi terjadinya batas fasa. Frekuensi ini

ditunjukkan oleh ω2 dalam gambar 6(b) dan disebut frekuensi penyebrangan

penguatan, dan jadi

⏐G(jω2)⏐=1. Maka batas fasa adalah

φPM =−1800 +∠G( jω2)

Contoh:

Perhatikan sistem dengan fungsi alih lup terbuka :

1
G(s)H(s) =
𝑠(𝑠+1)2

Tentukan batas penguatan dan batas fasa sistem ini ?

Penyelesaian :

Tanggapan frekuensi sistem :

1
G( jω) =
𝑗ω( 𝑗ω+1) 2

Magnituda dan fasa sebagai fungsi frekuensi :

G(jω)= ∠G( jω) =−900 − 2arctanω


Hasil evaluasi fungsi tanggapan frekuensi terhadap frekuensi diperlihatkan

dalam tabel

2.

Tabel 2 Tanggapan frekuensi contoh 2

ω ⏐G(jω)⏐ ∠G(jω)

0,0100 99,9900 -

91,1459

0,0200 49,9800 -

92,2915

0,0300 33,3034 -

93,4367

0,0400 24,9601 -

94,5812

0,0500 19,9501 -

95,7248

0,0600 16,6069 -

96,8673

0,0700 14,2161 -

98,0083

0,0800 12,4205 -

99,1478 0,0900 11,0218

-100,2855 0,1000 9,9010

-101,4212
0,2000 4,8077 -

112,6199

0,3000 3,0581 -

123,3985

0,4000 2,1552 -

133,6028

0,5000 1,6000 -

143,1301

0,6000 1,2255 -151,9275

0,7000 0,9588 -159,9840

0,8000 0,7622 -167,3196

0,9000 0,6139 -173,9744

1,0000 0,5000 -180,0000

2,0000 0,1000 -216,8699

3,0000 0,0333 -233,1301

4,0000 0,0147 -241,9275

5,0000 0,0077 -247,3801

6,0000 0,0045 -251,0754

7,0000 0,0029 -253,7398

8,0000 0,0019 -255,7500

9,0000 0,0014 -257,3196 10,0000 0,0010 -258,5788


Terlihat bahwa diagram menyeberang –1800 pada frekuensi ω = 1, maka batas

penguatannya sebesar 1/0,5 = 12. Sedangkan batas fasa terjadi pada saat magnituda

berharga 1 ketika frekuensi berkisar 0,7, maka batas fasa :

φPM = -1800 - 1600 = -3400 = 200

2.7 Frequency Response

Respon Frekuensi adalah sebuah representasi dari respon sistem terhadap input

sinusoidalpada frekuensi yang bervariasi. Output dari sistem linear terhadap

inputsinusoisal mempunyai frekuensi yang samatetapi berbeda dalam hal

magnitude dan phasa-nya. Frequency response di defenisikan sebagaiperbedaan

magnitude dan phasa antara inputdan output sinus.

2.7.1Frekuensi masukan

Metode respon frekuensi dari suatu sistem analisis dan disain telah digunakan

secara luas dalam praktek.

Keuntungan-keuntungan frekuensi masukan:

 Data respon frekuensi lebih mudah diperoleh secara eksperimen

 Metode respon frekuensi dapat digunakan jika suatu model mengenai plant

dan aktuator sukar diperoleh


 Metode respon frekuensi dapat digunakan untuk sistem-sistem dengan

penunda waktu (time-delays

 Kompensator dapat lebih sederhana didisain dan dapat didisain jika hanya

terdapat data eksperimen mengenai system

 Metode respon frekuensi dapat digunakan untuk menentukan keadaan-

keadaan spesifik (properties), seperti keberadaan siklus pembatas dan

stabilitas yang berkenaan dengan sistem-sistem non-linier.

2.7.2 Frekuensi Keluaran

Jika kita menggambarkan respon sinusoidal KG(jω)H(jω) di bidang kompleks kita

akan menghasilkan sebuah diagram respon frekuensi polar yang akan kita sebut

diagram respon frekuensi lup terbuka atau diagram Nyquist. Suatu representasi
alternatif untuk menggambarkan besaran 20 log10 M (dalam desibel) dan fase

(dalam derajat) terhadap log frekuensi sudut w. Representasi ini dikenal sebagai

Bode plot

Dalam analisis sistem kontrol konvensional ada dua metode dasar untuk

memprediksi dan menyesuaikan kinerja sistem tanpa menggunakan solusi dari

persamaan diferensial sistem.

Yaitu:

- Metode Root-Locus

- Metode Respon Frekuensi

• Untuk studi komprehensif tentang sistem oleh Metode konvensional perlu

digunakan keduanya

Respon frekuensi adalah respons steady state dari sebuah Sistem ke input

sinusoidal. Dalam metode respons frekuensi , kita memvariasikan frekuensi sinyal

input

Kisaran tertentu dan mempelajari respon yang dihasilkan.

- Perancangan sistem kontrol umpan balik di industri ini

Mungkin bisa dilakukan dengan menggunakan metode respon frekuensi lebih

sering daripada yang lain, terutama karena memberikan desain yang baik dalam

menghadapi ketidakpastian di plant model.

Keuntungan Respon Frekuensi

 Data respon frekuensi lebih mudah diperoleh secara eksperimen.

 Metode respon frekuensi dapat digunakan jika suatu model

mengenai plant dan aktuator sukar diperoleh.


 Metode respon frekuensi dapat digunakan untuk sistem-sistem

dengan penunda waktu (time-delays).

 Kompensator dapat lebih sederhana didisain dan dapat didisain jika

hanya terdapat data eksperimen mengenai system.

 Metode respon frekuensi dapat digunakan untuk menentukan

keadaan-keadaan spesifik (properties), seperti keberadaan siklus

pembatas dan stabilitas yang berkenaan dengan sistem-sistem non-

linier.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Sebuah sistem didefinisikan stabil jika setiap input terbatas pada sistem

menghasilkan output yang dibatasi selama interval waktu.

2. Sistem kontrol adalah proses pengaturan ataupun pengendalian terhadap

satu atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga berada pada

suatu harga atau dalam suatu rangkuman harga (range) tertentu.

3. Fungsi alih sebuah elemen atau sistem disebut juga fungsi karakteristik

sistem. Fungsi ini menentukan kelakuan tanggapan peralihan dan dapat

memberikan informasi mengenai kestabilan sistem tersebut.

4. Metode Routh-Hutwitz Criterion adalah metode yang dapat digunakan

untuk menentukan banyaknya akar-akar dari persamaan polynomial pada

sumbu real positip. Jika persamaan polynomial adalah persamaan

karakteristik, maka metode ini dapat digunakan untuk menentukan

kestabilan dari suatu sistem.

5. Suatu metode yang digunakan untuk memetakan akar-akar dari persamaan

karakteristik adalah dengan metode Root-Locus, dimana dengan metode ini

akar-akar persamaan karakteristik digambarkan / diplot untuk semua nilai

parameter sistem.
6. Bode diagram merupakan suatu cara untuk melakukan analisis rancangan

sistem kendali dengan memperhatikan tanggap frekuensi dengan plot secara

logaritmik.

7. Respon Frekuensi adalah sebuah representasi dari respon sistem terhadap

input sinusoidalpada frekuensi yang bervariasi. Output dari sistem linear

terhadap inputsinusoisal mempunyai frekuensi yang samatetapi berbeda

dalam hal magnitude dan phasa-nya.


DAFTAR PUSTAKA

Laksono, H. D. (2014). Sistem Kendali . Jogjakarta : Graha Ilmu .

Triwiyatno, Aris, Buku Ajar Sistem Kontrol Analog

Coughanowr, Donal R. 2009.Process System Analysis and Control Third Edition.

McGraw-Hill’s

Anda mungkin juga menyukai