Asset Management
www.ptpjb.com
Power Plant Academy - MA13
1 DAFTAR ISI
2 TUJUAN
Tujuan HP I - 4 /60
Power Plant Academy - MA13
1 BAB I :
PENGERTIAN MANAJEMEN ASET
(WAKTU : 60 MENIT)
1.1 Pendahuluan
Manajemen aset adalah sekumpulan ilmu, metode, prosedur dan peralatan untuk
mengoptimalkan keseluruhan dampak bisnis dari biaya, kinerja dengan risiko yang seminim mungkin
dari seluruh asset fisik perusahaan (*John Woodhouse, UK, 2001) . Dengan kata lain, manajemen
aset bisa juga disebut sebagai “Sebuah proses yang mengkonversikan aset menjadi hasil nyata”.
Ukuran optimalisasi asset adalah tercapainya Overall Equipment Effectiveness (OEE) yang semakin
tinggi dan Best cost producer.
OEE = Availibility x Reliability x Efficiency
= EAF X (1-EFOR) X (Eff /Eff comm)
Dengan implementasi Manajemen Aset yang baik diharapkan kesiapan pembangkit akan naik,
gangguan akan turun dan unit pembangkit dapat beroperasi dengan lebih efisien sehingga secara
overall OEE akan naik.
Diagram di atas menunjukkan pola hubungan antara kematangan proses (Maturity Level) dan Kinerja
(KPI).
Kami akan mencoba menjelaskan diagram di atas dengan ilustrasi sebagai berikut :
A. Bila kinerja suatu organisasi berada di titik A, dimana maturity proses bisnisnya dalam level
sedang atau biasa-biasa saja tetapi pencapain kinerjanya (KPI) baik (tinggi). Kondisi tersebut bisa
terjadi karena beberapa kemungkinan , yaitu :
1. Keberuntungan
Ada kalanya organisasi mampu mencapai kinerja yang baik (tinggi), meskipun usaha yang
dilakukan tidak banyak karena adanya faktor keberuntungan yang menghampiri. Seberapa
sering kita dalam posisi “beruntung” ?
Meminimalkan gap
Gambar 1.8. Levelisasi Maturity Level dalam Kerangka Operation dan Maintenance
1.6 Tata Kelola Pembangkitan PJB sebagai Best Practice Manajemen Aset Pembangkit
PLN
Upaya untuk menjaga keandalan dan efisiensi pembangkit agar dapat berkontribusi
terhadap keandalan penyaluran tenaga listrik baik untuk pembangkit baru maupun yang
eksisting perlu dilakukan dengan tata kelola yang baik. Tujuannya agar pembangkit mampu
beroperasi dengan :
effective-cost
performance excellence
mengelola asset life cycle secara optimal.
Untuk mencapai kondisi pembangkit yang optimal tersebut di atas, PT PJB mendapat amanah
(ditugaskan) untuk mendesiminasikan (menyebarkan) pengalaman implementasi asset
management (di internal PT PJB lebih lebih familiar dengan sebutan Tata Kelola
Pembangkitan) karena PJB dinilai telah berhasil dalam menerapkan tata kelola pembangkitan.
Setelah mengimplementasikan Tata kelola Pembangkitan, beberapa entitas pembangkit PJB
yang masuk dalam Top Ten Percent sesuai standar North America Electricity Reliabiility Council
(NERC). Keberhasilan PJB dalam mengimplementasikan tata kelola pembangkitan menarik
perhatian Direksi PT PLN (Persero). PJB diminta menularkan keberhasilan itu ke unit-unit
pembangkitan PLN di seluruh wilayah Indonesia dengan tujuan utamanya adalah untuk
menjaga keandalan dan efisiensi pembangkit.
Pada tahap awal, PJB diminta menjalankan konsultasi dan sekaligus supervisi
implementasi tata kelola pembangkitan di PLN Indonesia Timur. Dengan
mengimplementasikan tata kelola pembangkitan, diharapkan ada peningkatan beberapa hal
penting, antara lain :
kesadaran akan pentingnya manajemen aset pembangkitan
terjadi perbaikan (continual improvement) proses bisnis, prosedur, dan tata kelola
aset pembangkitan
peningkatan kinerja aset pembangkitan
peningkatan knowledge dan kompetensi SDM PLN dalam pengelolaan aset
pembangkitan.
2 BAB II :
LATAR BELAKANG MANAJEMEN ASET
2.1 Pergeseran Budaya Pengelolaan Aset - Kecenderungan pola lama & Pola Baru dalam
pengelolaan asset
Pembangkitan energi listrik merupakan kegiatan yang dilakukan 24 jam nonstop, karena
energi listrik harus selalu tersedia setiap saat. Di samping itu, persaingan bisnis di bidang
ketenagalistrikan menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu,
terutama dalam hal kesiapan penyediaan tenaga listrik yang andal dan efisien. Maka dari itu
diperlukan sistem tata kelola pembangkitan yang baik, agar perusahaan penyedia tenaga lsitrik
dapat meningkatkan daya saing di pasar tenaga listrik baik dalam skala nasional maupun
internasional.
Belajar pada pengalaman PT PJB dalam pengelolaan pembangkit, selama ini pengelolaan aset
pembangkit hanya bertumpu pada bagaimana melakukan operasi dan pemeliharaan sesuai dengan
O&M Manual. Aktifitas operasi dan pemeliharaan konvensional tersebut dilakukan dalam kurun
waktu puluhan tahun tanpa improve yang berarti. Ketika usia pembangkit telah semakin tua, tetap
saja dilakukan hal yang sama ditambah dengan aktifitas-aktifitas sekedarnya untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul. Seiring dengan bergulirnya waktu, masalah yang timbul semakin
sering dan makin beragam jenis penyebabnya. Tanpa disadari, ternyata pola kerja mulai berubah
menjadi semakin reaktif dan bahkan kegagalan peralatan telah mengendalikan aktifitas perusahaan.
Akibatnya sebagian besar sumber daya dialokasikan untuk mengatasi kegagalan-kegagalan yang
semakin sering terjadi. Dan yang dipikirkan waktu itu adalah bahwa kegagalan pasti akan terjadi,
sehingga kegagalan menjadi sesuatu yang biasa, bahkan suatu keniscayaan, apalagi ditambah usia
mesin yang makin menua, sementara tuntutan untuk menyediakan pasokan listrik semakin
meningkat.
DAYA USIA
NO PEMBANGKIT MANUFACTURER TERPASANG COD PER DES-2012
(MW) (TAHUN)
Pada saat kinerja mesin pembangkit mulai menurun dari waktu ke waktu, kebutuhan akan
perubahan pola kerja semakin mendesak. Hanya ada dua pilihan yang ada, tetap mimilih cara
konvensional (cara lama) dengan catatan atau risiko kinerja makin menurun atau memilih pola kerja
baru sesuai best practices dan standard kelas dunia untuk mencapai kinerja ekselen agar perusahaan
tetap bertahan (sustained). Dengan makin berkembangnya kemajuan manajemen strategik dan
manajemen operasi-pemeliharaan khususnya di bidang ketenagalistrikan telah mendorong banyak
perusahaan untuk merubah pola lama tersebut menjadi cara kerja baru yang proaktif dan
terintegrasi. Selain itu, tata kelola operasi dan pemeliharaan pembangkit listrik telah menjadi bagian
menyeluruh dari strategik manajemen dan diselaraskan dengan tujuan perusahaan. Strategic
management perusahaan ditata untuk memastikan bahwa seluruh program yang dijalankan
merupakan penjabaran/turunan dari strategic planning yang bertujuan untuk mencapai tujuan
perusahaan. Beberapa indikator ukuran kinerja pembangkit yaitu :
EAF
SOF
EFOR
SdOF
Effisiensi
Data kinerja pembangkit sebagaimana disebut di atas dapat digunakan sebagai pertanda/indikator
awal adanya kelemahan atau kekurangan dalam tata kelola pembangkit.
Setelah melalui perjalanan yang amat panjang dalam mengelola pembangkit, PT.
Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) dinilai telah memiliki sistem tata kelola pembangkitan yang baik, dan
telah terbukti meningkatkan performance unit pembangkitan dan meningkatkan daya saing
perusahaan. Tata Kelola Unit Pembangkit PJB disusun secara sistematis sebagai pedoman bagi
seluruh manajemen didalam menjalankan seluruh aktifitas proses bisnis yang ada agar dan
menjamin continuous improvement dapat berjalan pada arah yang benar dan pada akhirnya dicapai
tingkat kinerja perusahaan yang optimal sesuai dengan yang diharapkan.
2.2.1.3 Kebijakan
Improve Aset Manajemen (Physic, Human, Knowledge, & Capital Asset) secara Ter-
Integrasi & Berkesinambungan didukung Sumberdaya yang profesional & kompeten.
2.2.1.4. Program
P1 , P2 & P3 :
Optimasi Durasi, Periode & Metode Overhaul (CBM & CBO)
Asesmen & Improve Maturity Proses Bisnis
Implementasi PJB IMS
Improve Proper, Landscaping & Implementasi 5S
P4 :
Optimalisasi Fuel Mixing, Energi Alternatif & Pasokan/Supply
Analisa Life Cycle Cost (Strategic Spare OEM / Non OEM)
P5 :
Asesmen Readiness PW&C
Improve Score Baldrige Criteria & Implementasi PJB Way
2.2.2.3. Kebijakan :
PJB Incorporated
Sinergi dgn business partner
2.2.2.4. Program
G1 dan G2
Akuisisi pembangkit PLN yang O&M telah dijalankan PJB
Security of supply gas & batubara
Pembangunan pembangkit baru
G3 dan G4 :
Akuisisi O&M dan EPC di JVC PJB
Rekrut SDM baru dan konversi SDM existing
Penyertaan saham baru
G5 :
IPO JVC minoritas
Kerjasama AP dengan world class company
3 BAB III :
MENGAPA PERLU MANAJEMEN ASSET
(WAKTU : 30 MENIT)
Berikut ini adalah data kinerja pembangkit PJB sebelum dan sesudah implementasi manajemen aset:
INDIKATOR
1999-2003 2008-2011 SELISIH
KINERJA
Gambar berikut ini menggambarkan trend Kenaikan kinerja EAF pembangkit PJB.
Dalam lima tahun terakhir, rata-rata EAF (Equivalent Availibility Factor) pembangkit PJB
naik sekitar 5 % dibanding dengan rata-rata empat tahun di awal tahun 2000. Kenaikan tersebut bila
dikalkulasi setara dengan nilai investasi Rp. 3 trilyun atau pendapatan sekitar 225 milyar setiap
tahun. Kenaikan kinerja yang cukup signifikan tersebut karena bangunan pondasi yang cukup kokoh
dengan maturity proses yang bagus. Berdasarkan hasil assesment Malcolm Baldrige for Performance
Criteria oleh IQAF PJB mendapatkan skor 497, artinya PJB masuk kategori Good Performance. Level
tertinggi yang pernah dicapai oleh perusahaan pembangkitan di Indonesia. Setelah melalui
perbaikan di berbagai proses secara terus-menerus, pada usia PJB mencapai 17 tahun (2012) PJB
berhasil mencapai score Malcolm Baldrige kategori Band Emerging Industry Leader dengan skor 564,
masih skor tertinggi di lingkungan PJB dan PLN. Berikut ini adalah data pencapaian score Malcolm
Baldrige PT PJB.
Wujud komitmen manajemen PJB agar kebijakan manajemen aset (asset management
policy) diimplementasikan pada semua level organisasi, adalah dengan ditetapkannya kontrak
kinerja unit pembangkit, dimana semua KPI Manajemen harus dilakukan cascade (diturunkan)
sampai ke level Manajer Bidang & staf di bawahnya :
1. Cascading ini untuk menterjemahkan visi dan strategy kedalam aksi dengan memanfaatkan
sekumpulan indikator finansial dan non finansial yang kesemuanya terjalin dalam hubungan
sebab akibat.
2. Dengan cascading akan mengkomunikasikan sasaran dan inisiatif strategik jenjang organisasi
tertinggi ke setiap jenjang organisasi yang lebih rendah sampai dengan tingkat yang paling
rendah (karyawan)
Salah satu implementasi dari proses perencanaan strategis tersebut adalah penyusunan RJPU
(Rencana Jangka Panjang Unit), dimana salah satu referensi dalam penyusunan RJPU tersebut adalah
usulan program kerja yang berasal dari masing-masing unit pembangkitan. Berdasarkan Tata Kelola
Pembangkitan tersebut, penyusunan program kerja yang akan dimasukkan dalam RJPU (termasuk
didalamnya RKAP), antara lain berasal dari rekomendasi :
Strategy review. Evaluasi strategi dan kinerja korporat beserta pembanding melalui analisa
SWOT dan review RJPP serta Baldrige Assessment oleh eksternal asesor dengan periode
minimal setiap tahun sekali.
4 BAB IV:
MANAJEMEN ASET PERSPEKTIVE BSI : 2008
(WAKTU : 40 MENIT)
4.1 Pendahuluan
Dalam rangka menuju perusahaan dengan kinerja excellence di bidang pengelolaan
aset, PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) berkomitmen menerapkan standard best practice
manajemen aset, dan pada 3 Oktober 2012 berhasil memperoleh sertifikat Asset Management
Pas 55 dari SGS United Kingdom.
PAS 55 adalah British Standards Institution's (BSI) Publicly Available Specification untuk
manajemen aset fisik yang optimal. PAS 55 menyediakan obyektivitas dalam 28 aspek
manajemen aset yang terbaik, mulai dari strategi life cycle hingga perawatan sehari-hari.
Dengan obyektivitas ini memungkinkan terjadi integrasi pada semua aspek siklus asset, yaitu
sejak dari identifikasi kebutuhan untuk desain, akuisisi, konstruksi, komisioning, utilisasi atau
operasi, pemeliharaan, modifikasi, refurbishment dan/atau disposal.
Berbeda dengan standar lainnya, yang kadang-kadang dapat dipenuhi hanya dengan
memiliki dokumen yang ekstensif, PAS 55 khusus mensyaratkan tentang bukti keselarasan
antara niat baik dan kenyataan di lapangan atau yang dikenal dengan prinsip in place & in use.
Jadi ini adalah mekanisme yang sangat baik untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip
perencanaan siklus hidup, manajemen risiko, cost/benefit, fokus pelanggan dan kesinambungan
dan lain lain, benar-benar terjadi dalam kegiatan harian pelaksanaan proyek, operasi,
pemeliharaan dan lain lain.
Organisasi yang telah mengadopsi pendekatan sistematis dan optimal ini secara
konsisten meningkatkan efisiensi biaya dan kinerja. PAS 55 juga memberikan bukti yang jelas
tentang good governance yang berkelanjutan kepada pelanggan, investor, regulator dan
stakeholder lainnya. PAS 55 sangat terstruktur sehingga secara alami dapat berkaitan dengan
sistem manajemen kualitas seperti ISO 9001 atau framework ISO yang lain, misalnya: ISO14001
dan ISO18001.
Secara prinsip, PAS 55 mengajarkan bagaimana mengelola aset yang nilai besar dengan
cara kerja yang terkoordinasi dan sistematis untuk mendapatkan kinerja terbaik, serta
memperhitungkan biaya yang optimal untuk mendapatkan risiko yang seminimal mungkin.
SCORE KATEGORY
1-2 POOR
4 PAS 55 COMPLIANCE
4-5 ECXELENCE
Memang, Asset Management PAS 55 diperkenalkan di PJB akhir tahun 2010, namun baru
sebatas pengenalan. Keseriusan baru terlihat pada Oktober 2011, diawali dengan Workshop
Bedah & Pemahaman Guidance dan Spesifikasi PAS 55. Sejak itu, Tim OptiMA secara maraton
melakukan pemenuhan terhadap persyaratan PAS 55 dan memberanikan diri mengundang
auditor dari Inggris untuk melakukan pre-assesment, 2-6 April 2012. Saat itu PJB dinilai masih
banyak ditemukan kelemahan, diantaranya: lemahnya pendokumentasian dan belum
terintegrasinya antara Asset Management PAS 55 dengan PJB-IMS (PJB Integrated
Management System). Juga perlu dilakukan penyempurnaan atas implementasi life Cycle Cost.
Manfaat dari Kesesuaian dan Sertifikasi PAS 55 antara lain:
Penyelarasan pemahaman tentang Manajemen Aset. Satu masalah besar adalah
penggunaan istilah yang tidak konsisten, apakah yang dimaksud dengan ‘aset’, apakah
‘life cycle cost’, dan bagaimana ‘mengoptimalkan biaya, kinerja dan resiko’?
Benchmarking. Praktek asset management yang baik pada umumnya tidak tergantung
kepada tipe aset. PAS 55 memungkinkan kita untuk secara obyektif membandingkan
kinerja dari berbagai sektor industri, baik perusahaan negara, publik maupun swasta.
Audit independen. Tiap organisasi cenderung menjadi terlalu familiar dengan status
quo. Sepasang mata dari luar sering mampu menemukan berbagai masalah dan
peluang, terutama apabila mengikuti struktur yang sistematis, seperti PAS 55, yang
mempertimbangkan seluruh aspek dalam manajemen asset.
Sertifikasi. Suatu cap persetujuan yang dikenal secara internasional dapat menjaga
kepercayaan pelanggan, hubungan dengan investor dan badan pemerintah bahkan
dalam manajemen/mitigasi resiko. Akreditasi PAS 55 memberikan bukti kompetensi
dari whole life cycle asset management.
Perencanaan business improvement. Selalu ada banyak ide dan peluang untuk
improvement; PAS 55 mengkonversi ini menjadi suatu sasaran, memprioritaskan dan
mengkoordinasikan rencana implementasi sehingga seluruh organisasi dapat
memahami dan berkomitmen.
5 BAB V III :
PRINSIP DASAR OPTIMALISASI ASET FISIK
(WAKTU : 50 MENIT)
Gambar 5.3. Pengelolaan Operasi, Pemeliharaan dan Enjiniring, dan Supporting dalam Manajemen
Aset
5.3.1 SERP - System and Equipment Reliability Prioritization / Prioritisasi Keandalan Sistem dan
Peralatan
Definisi : Metode / cara me-ranking risiko (dampak x kemungkinan) suatu sistem
peralatan, untuk menentukan prioritas “analisa” kebutuhan pemeliharaan”.
Kegiatan tersebut dilakukan karena :
Jumlah sistem peralatan banyak
Dampak kerusakan thd operasi & kerusakan lanjut berbeda
Harga penggantian part berbeda
Waktu pemulihan berbeda
Keandalan masing-masing sistem peralatan berbeda
Sumber daya terbatas
Hasil SERP :
MPI (Maintenance Prioritization Index) adalah perankingan equipment yang memiliki
nilai antara 1-1000 yang digunakan untuk prioritisasi pemeliharaan.
Management: System Criticality Ranking (SCR) 1 to 10
Production: Operational Criticality Ranking (OCR) 2 to 10
Maintenance: Asset Failure Probability Factor (AFPF) 2 to 10
Tahapan SERP :
1. Menentukan sistem dasar dalam suatu unit, dimana sistem adalah kumpulan
aset/equipment.
2. SCR (System Criticality Ranking Setiap sistem yang kritis terhadap unit diukur
berdasarkan tujuh aspek yang berbeda terhadap pengoperasian unit tersebut
Hasilnya dikombinasikan untuk membuat system criticality ranking (SCR).
3. OCR (Operational Criticality Ranking)
Equipment yang berada pada setiap system diperingkatkan juga berdasarkan
kekritisannya terhadap fungsi sistem tersebut, untuk menentukan operational
criticality ranking (OCR) pada tiap item.
5.3.2 FMEA- Failure Mode and Effect Analysis / Analisa Model dan Dampak Kerusakan
Definisi FMEA :
Metode untuk mengenali modus kerusakan dan pengaruh dari kerusakan
tersebut terhadap sebuah peralatan/asset yang kritikal.
FMEA ini dilakukan terhadap asset yang memiliki nilai MPI tertinggi dari
proses SERP (System Equipment Reliability Prioritization)
FMEA dilakukan melalui metode workshop (comprehensive discussion)
5.3.3 RCFA - Root Cause Failure Analysis - Analisa Akar Penyebab Kerusakan
Definisi RCFA :
Metode penggalian dan pengumpulan informasi akar penyebab masalah / Failure
Cause suatu mode kegagalan / Failure Mode peralatan sehingga didapatkan FDT
untuk mengatasi Failure Cause tersebut.
RCFA merupakan tindakan investigasi terhadap mode kegagalan yang tidak
diketahui akar penyebab masalahnya.
Tujuan RCFA :
Mengetahui akar penyebab permasalahan secara pasti dari suatu mode
kagagalan / Failure Mode peralatan yang merupakan :
a. Chronic Problem (Permasalahan peralatan yang terjadi berulang dan
belum diketahui akar penyebabnya).
b. Permasalahan peralatan yang berpotensi mengakibatkan unit trip /
derating dan gagal start.
c. Kelanjutan dari workshop FMEA dimana tidak diketahui secara pasti
penyebab dari Failure Mode suatu topic peralatan
d. Kelanjutan dari temuan/identifikasi terjadinya penurunan ketersediaan,
kehandalan dan efisiensi Unit dimana belum diketahui akar penyebabnya.
e. Kelanjutan dari temuan/identifikasi bidang Predictive Maintenance
dimana hasil dari evaluasi teknologi yang dimiliki (Vibrasi, Thermography,
Motor Current Signature Analysis dan Tribology)
5.3.4 Implementasi PdM ( Predictive Maintenance ) atau CBM (Condition Base Maintenance)
Suatu proses yang membutuhkan teknologi dan keahlian orang (skill SDM) yang
menggabungkan semua data diagnostic dan performance yang ada,
maintenance histories, data operasi dan design untuk membuat keputusan
kapan harus dilakukan tindakan maintenance pada major / critical equipment
Dalam menjalankan fungsinya, PdM mengaplikasikan teknologi untuk
memonitor kondisi peralatan, al :
f. Vibrasi
g. Thermography
h. Oil analysis
i. MCSA
j. DGA
k. Dll
Tujuan PdM
a. Menghindari unplanned breakdown, meningkatkan availability
b. Meningkatkan umur mesin (MTBF = mean time between failure)
c. Perusahaan yang telah mencapai best practice, 80 % kegiatan
pemeliharaannya adalah kegiatan terencana (planned maintenance), di
mana ~ 50 % adalah kegiatan PdM
Predictive 5% 45-55%
Proactive 2% 5-15%
Tabel 5.1. Maintenance Mix Common Industri & Best Cost Producer
5.4.1. Lean Manufacturing – memperbaiki alur proses, menekan limbah produksi. Value
diperoleh dari optimalisasi alur dan pergerakan proses produksi dan peingkatan
kualitas. Di sisi lain optimalisasi tersebut juga meminimalkan kebutuhan sumber
daya, inventory, biaya serta limbah.
5.4.2. Total Productive Maintenance (TPM) – memperbaiki organisasi, teamwork,
ownership. Dilakukan dengan mebangun kemitraan antara produksi dan
pemeliharaan, menekankan pada aktifitas grup-grup kecil, kebersihan (cleanlines)
serta keteraturan atau orderlines
6 BAB VI III :
HASIL PROSES
(WAKTU : 30 MENIT)
7 BAB VII :
KASUS
I. PENDAHULUAN
1. Bagaimana pengelolaan pembangkit di unit Bapak/Saudara saat ini ?
2. Bagaimana pengalaman Bapak/Saudara dalam mengelola pembangkit?
3. Menurut Bapak/ Saudara, selain rencana strategis yang sudah disusun, hal apa lagi
yang perlu dikembangkan agar perusahaan tetap sustained ?
II. MENGAPA PERLU MANAJEMEN ASET
1. Menurut Bapak/Saudara apakah ada alasan lain yang melatarbelakangi mengapa
manajemen asset diperlukan
2. Bagaimana mekanisme continual improvement / peningkatan berkelanjutan yang
sudah dilakukan di unit saudara
III. MANAJEMEN ASET
1. Hal-hal apa saja yang dapat menghambat pencapaian kinerja di unit saudara
2. Dilihat dari gambar yang menggambarkan hubungan antara Kematangan proses
Bisnis dan KPI, sebenarnya area mana yang akan menjadi target kita ?
3. Apa pengalaman bapak/saudara punya pengalaman adanya masalah non teknis yang
menghambat tujuan / pencapaian kinerja ?
IV. IMPLEMENTASI MANAJEMEN ASET DALAM PERSPECTIVE BSI PAS 55 : 2008
1. Berikan contoh-contoh aktifitas di tempat kerja kita yang sudah in place & in use