Anda di halaman 1dari 374

Sambutan Direktur Utama

Indonesia Power
Adanya perubahan lingkungan bisnis mendorong manajemen Indonesia Power
untuk me-review dan mengembangkan sistem tata nilai yang mengarah pada
pengembangan strategi dan teknologi—khususnya teknologi pembangkitan
dan manajemen aset—serta proses improvement dengan digitalisasi untuk
mewujudkan eksekusi ekselen.

Sebagai perusahaan yang memiliki aset fisik—dalam hal ini aset pembangkit
dengan jumlah sangat signifikan, yaitu 80% dari total aset perusahaan, maka
sangatlah penting bagi Indonesia Power untuk memahami dan menguasai
dengan baik manajemen aset fisik. Untuk itu, Program Manajemen Aset pun
menjadi salah satu prioritas perusahaan dalam mengelola aset pembangkitnya.

Dalam meraih Menjadi Perusahaan Energi Terbaik yang Tumbuh Berkelanjutan,


Indonesia Power menggunakan cara-cara best practice di seluruh dunia dalam
memproduksi listriknya serta dalam mengelola aset dan lingkungannya.
Keandalan ini diwujudkan melalui komitmen dalam menjalankan manajemen
aset, Life Cycle Management (LCM) operasi dan pemeliharaan pembangkit yang
ekselen, serta continuos improvement yang didukung oleh operator dan teknisi
pembangkit yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidangnya. Komitmen
Indonesia Power dalam menerapkan sistem pengelolaan aset perusahaan
sesuai best practice ditunjukkan salah satunya dengan meraih sertifikasi ISO
55001 untuk Sistem Manajemen Aset (International Standar).

Pengalaman dan implementasi Manajemen Aset Indonesia Power selayaknya


dapat dibukukan untuk menjadi lesson learned dan sarana evaluasi yang
mengarah ke maksud untuk memastikan siklus perbaikan dan peningkatan, baik
dari sisi proses maupun layanan, dapat berjalan secara lebih konsisten,
berkelanjutan, dan terarah. Hal ini diharapkan pula dapat berujung pada
peningkatan pencapaian kinerja perusahaan yang unggul dan sustain.

Buku ini adalah sebagai Kado kenangan istimewa di HUT PT Indonesia Power
yang ke 25 dan Harlitnas yang ke-75. Kami ucapkan terima kasih dan
mengapresiasi atas terbitnya Buku ini.

M. Ahsin Sidqi

iii
iv
Sambutan Narasumber
Sejak berdiri tahun 1995, PT Indonesia Power telah menjadi perusahaan
penyedia energi listrik yang terpercaya sebagai solusi pemenuhan kebutuhan
pasokan listrik di Indonesia. Ketersediaan, keandalan dan efisiensi menjadi
kunci yang krusial bagi Indonesia Power dalam menyediakan pasokan energi
listrik bagi masyarakat.

Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan fondasi yang pada kuat tata kelola
pembangkit yang holistik yang didasarkan asset management - yang best
practice, untuk meningkatkan value perusahaan yang sustain dengan
mempertimbangkan Performance - Finansial dan Risiko yang optimum, serta
memperhatikan regulasi dan kepentingan stakeholder.

Untuk itu, maka buku POWERFUL ASSET MANAGEMENT ini hadir sebagai salah
satu suplemen untuk lebih mengokohkan awareness dan wawasan seputar
pengelolaan aset fisik khususnya di ranah bisnis pembangkitan. Tantangan
seputar pengelolaan aset adalah tantangan kita bersama. Dalam hal ini,
Indonesia Power juga mendapat tantangan untuk bisa mempertahankan dan
menguatkan efektivitas dari strategi maupun operasional perusahaan,
meningkatkan pendapatan dan kepuasan pelanggan, sementara secara
bersamaan mengoptimalkan biaya operasi dan support. Kami pribadi merasa
bangga, tidak hanya Indonesia Power telah mampu menuangkan praktik terbaik
seputar manajemen aset, namun juga mampu melahirkan beragam inovasi
melalui pendayagunaan teknologi dan digitalisasi untuk pengelolaan
manajemen aset secara terintegrasi.

Selain menjadikan buku ini sebagai panduan, memicu munculnya lebih banyak
inovasi dari para insan Indonesia Power. Kami juga berharap buku ini
dilanjutkan/dikembangkan tidak hanya tataran operasional namun juga tataran
yang lebih strategis dalam konteks korporasi dan kebijakan regulasi di atasnya
untuk kiprah Indonesia Power yang lebih powerful bagi bangsa!

Supangkat Iwan Santoso

v
vi
Kata Pengantar
PT Indonesia Power sebagai Perusahaan Pembangkitan terbesar saat ini akan
Menyambut HUT PT Indonesia Power yang ke 25 Tahun. Suatu usia yang dewasa
dan matang dan terus diharapkan tumbuh berkembang mencapai visi misinya.
Untuk menorehkan catatan dalam pengelolaan Pembangkitan yang holistik
maka buku POWERFUL ASSET MANAGEMENT (PAM-IP) ini hadir untuk memberi
gambaran dan tambahan lesson learned bagi internal perusahaan juga ke Induk
Perusahaan yaitu PLN maupun eksternal.

Pembahasan pada buku ini meliputi tahapan-tahapan dan hal-hal apa saja yang
harus dipenuhi dalam penerapan Asset Management (AM) dalam suatu
organisasi pengelola aset pembangkit listrik mengacu pada persyaratan dan
panduan penerapan sistem manajemen aset dalam konteks organisasi yang
ditetapkan oleh series ISO 55000, pada pengelolaan pembangkit listrik dengan
contoh penerapan AM di PT Indonesia Power.

Pembahasan AM dalam buku juga akan menjelaskan strategi penerapan AM


dalam suatu organisasi pengelola aset pembangkit listrik melalui tiga elemen
organisasi yaitu technology, process dan people. Penjelasan strategi penerapan
AM diperkuat dengan contoh kasus upaya PT Indonesia Power dalam
mengoptimalkan pengelolaan aset dengan cara menyeimbangkan performa,
risiko dan biaya. Juga akan disertakan ulasan awal digitalisasi proses bisnis dan
pembentukan digital mindset sumber daya manusianya. Untuk itu, di dalam
buku ini kami sertakan juga beberapa dokumentasi prestasi dan peristiwa yang
menjadi eviden keberhasilan pengelolaan aset di lingkungan Indonesia Power
berikut beberapa inovasi yang secara signifikan memberi kontribusi pada
pengelolaan aset.

Semoga sedikit banyak buku ini dapat memberikan manfaat kepada segenap
pembaca, sebagai bahan pendampingan dan bisa memunculkan diskusi,
pendalaman serta ide darinya.

Jakarta 2020 – Tim Penyusun

vii
viii
Daftar Isi
SAMBUTAN DIREKTUR UTAMA INDONESIA POWER .....................................III
SAMBUTAN NARASUMBER ........................................................................... V
KATA PENGANTAR ...................................................................................... VII
DAFTAR ISI ....................................................................................................IX
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ XV
DAFTAR TABEL ........................................................................................... XIX
BAB I STRATEGI DAN PERENCANAAN MANAJEMEN ASET .............................. 1
1.1 ASET PEMBANGKITAN INDONESIA POWER .................................................. 1
1.2 MANAJEMEN ASET DAN ISO55000 ......................................................... 3
1.2.1 Apa Itu Manajemen Aset ................................................................ 4
1.2.2 Mengapa Manajemen Aset itu penting ......................................... 8
1.2.3 Karakteristik Manajemen Aset yang Baik...................................... 9
1.2.4 Manfaat Manajemen Aset yang Baik .......................................... 10
1.2.5 Tentang ISO dan ISO 55000 ......................................................... 11
1.2.6 Mengelola Aset secara Efektif...................................................... 16
1.2.7 ISO 55000 dalam Kontinuitas Aset Efektif ................................... 17
1.3 KEBIJAKAN, STRATEGI DAN TUJUAN MANAJEMEN ASET ............................... 20
1.3.1 Tujuan Manajemen Aset di Indonesia Power .............................. 20
1.3.2 Kebijakan Manajemen Aset.......................................................... 23
1.3.3 Pemantauan Eksekusi Strategi Manajemen Aset dengan KPI .... 27
1.4 IMPROVEMENT YANG TERFOKUS ............................................................ 35
1.4.1 Perbaikan Proses dan Prosedur.................................................... 35
1.4.2 Penerapan Manajemen Perubahan dan Pelatihan ..................... 38
1.5 MANAJEMEN RISIKO ........................................................................... 43
1.5.1 Analisis Risiko ................................................................................ 46
1.5.2 Garis Besar Manajemen Risiko..................................................... 47
1.5.3 Jenis Risiko..................................................................................... 50
1.5.4 Analisis Risiko Kuantitatif ............................................................. 52
1.5.5 Panduan Praktis dari ISO 55001 .................................................. 53
1.5.6 Mencermati Kondisi Aset.............................................................. 54

ix
BAB II ASESMEN DAN PENILAIAN MANAJEMEN ASET .................................. 57
2.1 ASESMEN MANAJEMEN ASET ................................................................ 57
2.1.1 Maturity Manajemen Aset ............................................................58
2.1.2 Prinsip Maturity Manajemen Aset ................................................61
2.1.3 Manfaat Dilakukannya Asesmen Maturity ..................................62
2.1.4 Karakteristik Organisasi yang Mature ..........................................63
2.1.5 Contoh Skala Maturity ..................................................................64
2.1.6 Audit Sistem Manajemen Aset......................................................66
2.1.7 Tinjauan Manajemen ....................................................................66
2.2 PENGUKURAN KINERJA DENGAN QUICK WIN ............................................. 67
2.2.1 Komitmen Indonesia Power ..........................................................67
2.2.2 Key Performance Indicators ..........................................................69
2.2.3 Indikator Kinerja Terkait Maintenance .........................................71
BAB III KEPATUHAN K3L DAN FINANSIAL ...................................................... 73
3.1 KEPATUHAN TERHADAP KESEHATAN DAN SAFETY ....................................... 73
3.1.1 K3L sebagai Prioritas di Indonesia Power.....................................73
3.1.2 Pernyataan Kebijakan K3L Indonesia Power ................................77
3.1.3 Fire & Safety Academy Indonesia Power ......................................80
3.1.4 Persyaratan dan Kompetensi Safety.............................................82
3.1.5 Persyaratan K3L .............................................................................83
3.1.6 Persyaratan Induksi dan Pelatihan K3L ........................................88
3.1.7 Alat Pelindung Diri .........................................................................91
3.1.8 Peralatan Safety yang Kritikal.......................................................97
3.2 MANAJEMEN LINGKUNGAN .................................................................. 99
3.2.1 Bagaimana Pembangkit Listrik Dapat Menyebabkan Dampak 100
3.2.2 Dampak Pembangkit pada Lingkungan .................................... 102
3.2.3 Komitmen Indonesia Power ....................................................... 114
3.3 KEPATUHAN FINANSIAL ASET ............................................................... 121
3.3.1 Manajemen Aset untuk Sustainability ....................................... 122
3.3.2 Aset dan Pemasukan Organisasi ............................................... 123
3.3.3 Dampak Terjadinya Downtime .................................................. 126
BAB IV PENGUATAN TEKNOLOGI UNTUK PENGELOLAAN ASET .................. 129
4.1 ASSET REGISTER DAN RENCANA MAINTENANCE ....................................... 129
4.1.1 Kesadaran Akan Aset Kunci........................................................ 129
4.1.2 Pentingnya Daftar Aset .............................................................. 131
4.1.3 Pengetahuan Aset ...................................................................... 133
4.1.4 Manajemen Aset Perusahaan .................................................... 135
4.1.5 Kapabilitas Inti Enterprise Asset Management ......................... 138

x
4.1.6 IBM Maximo Enterprise Asset Management ............................ 141
4.2 ALIRAN INFORMASI YANG EFISIEN ......................................................... 143
4.2.1 Mengoptimalkan Manajemen Data .......................................... 143
4.2.2 Peningkatan Efisiensi Operasional dengan IBM Maximo ......... 145
BAB V PENGOPTIMALAN MAINTENANCE UNTUK RELIABILITY DAN
AVAILABILITY ............................................................................................. 151
5.1 OPTIMALISASI RENCANA MAINTENANCE ................................................ 152
5.1.1 Jenis Kegiatan Maintenance ...................................................... 152
5.1.2 Memahami Kegagalan Peralatan .............................................. 154
5.1.3 Maintenance Berbasis Kondisi ................................................... 157
5.1.4 Maintenance Berbasis Pemakaian............................................. 162
5.1.5 Maintenance Run to Failure ....................................................... 166
5.1.6 Pro dan Kontra Strategi Maintenance ....................................... 172
5.2 CONDITION MONITORING .................................................................. 175
5.2.1 Maintenance Sebagai Tool untuk Manajemen Aset ................. 175
5.2.2 Perencanaan Maintenance ........................................................ 177
5.2.3 Mode Kegagalan Aset................................................................. 177
5.2.4 Prescriptive Maintenance........................................................... 187
5.2.5 Reliability Efficiency Optimization Centre .................................. 195
5.2.6 Driver Maintenance Preskriptif REOC ........................................ 198
5.3 WORK PERMIT & CONTROL ................................................................ 201
5.3.1 Tactical Maintenance ................................................................. 204
5.3.2 Non Tactical Maintenance ......................................................... 207
5.3.3 Improvement............................................................................... 208
5.3.4 IP- DIGIMONX.............................................................................. 209
5.4 ADMINISTRASI SUKU CADANG ............................................................. 210
5.4.1 Tujuan Manajemen Persediaan ................................................. 210
5.4.2 Katalogisasi ................................................................................. 211
5.4.3 Manajemen Persediaan.............................................................. 211
5.4.4 Dependent Demand .................................................................... 213
5.4.5 Item Independent Demand......................................................... 214
5.4.6 Kesalahan Inventaris................................................................... 216

xi
BAB VI ORGANISASI DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA ...... 217
6.1 PENGEMBANGAN MITRA BISNIS ........................................................... 217
6.1.1 Pengadaan yang Berpusat pada Reliability .............................. 218
6.1.2 Prinsip Dasar dan Etika Pengadaan........................................... 220
6.1.3 Evaluasi Penyedia ....................................................................... 222
6.1.4 Seleksi, Uji Coba Peralatan, dan Acceptance ............................ 224
6.2 KONTRAKTOR DAN MANAJEMEN KONTRAK ............................................. 225
6.2.1 Apa yang Bisa Di-outsource-kan................................................ 226
6.2.2 Apa yang Bukan untuk Di-outsource -kan ................................. 227
6.2.3 Manfaat Outsourcing ................................................................. 228
6.2.4 Seputar Kontrak .......................................................................... 229
6.2.5 Jenis Kontrak Secara Umum ...................................................... 231
6.2.6 Poin Penting pada Perancangan Kontrak.................................. 235
6.2.7 Etika Dalam Pengadaan Barang/Jasa ....................................... 238
6.3 PENGEMBANGAN SDM ..................................................................... 240
6.3.1 Tantangan Penguatan SDM Indonesia Power .......................... 240
6.3.2 Kompetensi Manajemen Aset pada ISO 55001......................... 243
6.4 OPERATOR ASSET CARE ..................................................................... 252
6.4.1 Mengapa Melatih Operator Tentang Maintenance ................. 252
BAB VII PENGOPTIMALAN ASSET LIFE CYCLE .............................................. 261
7.1 MANAJEMEN LIFE CYCLE ASET ............................................................. 261
7.1.1 Life Cycle Aset ............................................................................. 261
7.1.2 Biaya Life Cycle ........................................................................... 270
7.1.3 Keputusan Akuisisi ...................................................................... 270
7.1.4 Keputusan Penggantian ............................................................. 272
7.1.5 Rencana Manajemen Aset life cycle .......................................... 272
7.2 OPTIMALISASI SUKU CADANG .............................................................. 273
7.2.1 Keberadaan Persediaan di Perusahaan ..................................... 273
7.2.2 Mengidentifikasi Kekritisan Suku Cadang ................................. 275
7.2.3 Lead time dalam Manajemen Persediaan................................. 279
7.2.4 Menentukan Stok Persediaan Optimal ...................................... 281
7.2.5 Sistem Pengendalian Persediaan ............................................... 283
7.3 SMART INVENTORY MANAGEMENT SYSTEM ............................................ 286
7.3.1 IP-ProInventory ........................................................................... 288
7.3.2 Digitalisasi Gudang..................................................................... 288
7.3.3 Fase 1 (Efisiensi Transaksi)......................................................... 289
7.3.4 Fase 2 (Data Integrity)................................................................ 291
7.3.5 Fase 3 (Perencanaan Inventori) ................................................. 292
7.3.6 Fase 4 (Warehouse Mapping Based on Augmented Reality) ... 293

xii
BAB VIII DIGITAL TRANSFORMATION ......................................................... 295
8.1 MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHAN ...................................................... 296
8.1.1 Selaras dengan Transformasi PLN ............................................. 296
8.1.2 People, Structure dan Technology ............................................. 297
8.1.3 Change Management dan Leadership....................................... 298
8.1.4 Strategic Change Leadership dan Digital Transformation ........ 299
8.2 STRATEGI TRANSFORMASI DIGITAL ........................................................ 300
8.2.1 Kerangka Kerja Transformasi Digital ......................................... 300
8.2.2 Kaizen dan Agile .......................................................................... 302
8.2.3 Scrum dan PASTI ......................................................................... 305
8.3 DATA TO COMPETENCE ...................................................................... 308
8.4 ROADMAP DIGITALISASI ..................................................................... 311
8.5 MANFAAT ...................................................................................... 314
8.5.1 Digitalize Business Function Process With IP-Apps ................... 314
8.5.2 Intangible Benefit........................................................................ 317
8.6 ASSET INFORMATION......................................................................... 320
8.6.1 Penerapan dan Fungsinya .......................................................... 321
8.6.2 Hasil Penerapan .......................................................................... 326
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 329

xiii
xiv
Daftar Gambar
Gambar 1 Lingkup definisi manajemen aset ................................................... 4
Gambar 2 Manajemen Aset adalah sistem pendukung untuk bisnis ................ 5
Gambar 3 Aset manajemen pada organisasi pembangkitan
sebagaimana mengacu pada ISO 55001 .................................................... 24
Gambar 4 Kebijakan tata kelola PT Indonesia Power ..................................... 27
Gambar 5 Siklus monitoring dan evaluasi tata kelola PT. Indonesia
Power....................................................................................................... 28
Gambar 6 Elemen pada Standar ISO ............................................................. 29
Gambar 7 Mengatasi proses dan prosedur yang buruk ................................. 36
Gambar 8 Improvement tata kelola di PT Indonesia Power ........................... 37
Gambar 9 UP Semarang Indonesia Power meraih Asian Power Awards,
penghargaan "Oscar" di bidang energi di Malaysia tahun 2019
Kategori Power Plant Upgrade of The Year, sebagai hasil dari
perbaikan proses dan prosedur................................................................. 38
Gambar 10 Rencana untuk mengembangkan program pelatihan EAM .......... 41
Gambar 11 Program-program perusahaan pendukung tata kelola
manajemen aset di PT Indonesia Power .................................................... 42
Gambar 12 Kerangka pengelolaan risiko Indonesia Power ............................ 44
Gambar 13 Garis besar manajemen risiko .................................................... 48
Gambar 14 Roadmap manajemen risiko Indonesia Power tahun 2019-
2023 ......................................................................................................... 49
Gambar 15 Skala Maturity Manajemen Aset (Asset Management
Consulting Limited - 2016) ........................................................................ 59
Gambar 16 Ilustrasi bow tie dari Skala Kematangan IAM .............................. 65
Gambar 17 Forum Leader 2019 di mana Direksi bersama Senior Leader
Indonesia Power merumuskan Quick Wins 2019 sekaligus
mengukuhkan komitmen untuk meningkatkan keandalan dan
efisiensi pengelolaan pembangkit. ............................................................ 67
Gambar 18 Quick Wins Indonesia Power 2019 untuk mencapai Human
capital Excellent (HCE), Operation Maintenance Excellent (OME),
dan Business Development Excellent (BDE)................................................ 68
Gambar 19 Penandatanganan Key Performance Index (KPI) oleh 133
Eksekutif Kantor Pusat dan 146 Eksekutif Unit Indonesia Power yang
dilakukan serentak ................................................................................... 70
Gambar 20 PT Indonesia Power meraih Subroto Award kategori
Efisiensi Energi Nasional (UJP Lontar dan UJP Jawa Barat 2 Pelabuhan
Ratu) pada 2019 dari kementerian ESDM menjadi bukti tercapainya
kinerja pengelolaan aset, .......................................................................... 71

xv
Gambar 21 Workshop Leadership In Safety yang diikuti oleh Manajer
Operasi seluruh unit PT Indonesia Power untuk meningkatkan
komitmen kepemimpinan terhadap budaya K3 pada Level
Manajemen .............................................................................................. 73
Gambar 22 Sepuluh unit Indonesia Power meraih beragam
penghargaan seputar K3 - Zero Accident, Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan Pencegahan
Penanggulangan HIV-AIDS - dari Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi ............................................................................................. 76
Gambar 23 Centre of Excellence (COE) Fire & Safety Academy Indonesia
Power saat menjadi tuan rumah Apel Bulan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Nasional Provinsi Jawa Tengah tahun 2020............... 78
Gambar 24 Sertifikasi personil Indonesia Power terkait K3............................ 80
Gambar 25 Daftar pelatihan yang tersedia pada fasilitas Fire & Safety
Academy Indonesia Power ........................................................................ 81
Gambar 26 Beberapa bentuk kegiatan simulasi fire suppresion
Indonesia Power ....................................................................................... 81
Gambar 27 Penandatanganan MoU Indonesia Power dengan Badan
Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS) peningkatan
kemampuan di bidang K3.......................................................................... 83
Gambar 28 Indonesia Power melalui UP Bali meraih penghargaan
ASEAN OSHNET Award Kategori Excellence di Kamboja sebagai
apresiasi terhadap Perusahaan yang Zero Accident dalam kurun
waktu 3 tahun berturut-turut ................................................................... 90
Gambar 29 Kegiatan Workshop Behaviour Based Safety di salah satu
unit Indonesia Power untuk ajang untuk menguatkan budaya K3
selama bertugas ....................................................................................... 96
Gambar 30 Indonesia Power dinobatkan sebagai Green Company oleh
Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dan majalah
SWA, atas kontribusinya terhadap kelestarian lingkungan setempat
maupun global........................................................................................ 100
Gambar 31 PT Indonesia Power melalui UP Bali meraih penghargaan
tertinggi dalam kinerja pengelolaan lingkungan (Proper) dalam
pemeringkatan periode 2017—2018 dengan 11 unit lainnya meraih
Proper Hijau dan 2 unit meraih Proper Biru............................................. 101
Gambar 32 Seminar lingkungan oleh PT. Indonesia Power UP Suralaya
sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap kelestarian alam
sekaligus untuk kelangsungan bisnis perusahaan .................................... 104
Gambar 33 Ilustrasi dampak industri pada efek gas rumah kaca (lokasi
gambar bukan di Indonesia) .................................................................... 104

xvi
Gambar 34 Indonesia Power meraih 3 penghargaan di ajang Asean Coal
Awards 2019 sebagai bukti pemanfaatan teknologi batubara yang
ramah lingkungan oleh Indonesia Power ................................................ 106
Gambar 35 Contoh waste ash dan slag....................................................... 109
Gambar 36 Peresmian Program Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS)
Indonesia Power yang mengubah sampah menjadi pellet untuk
bahan bakar kompor anglo dan gasifier di pembangkit listrik, sebagai
bentuk kepedulian terhadap lingkungan ................................................. 112
Gambar 37 Proses pencacahan sampah yang telah dipeyeumisasi
sebelum dijadikan pelet di Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) ......... 116
Gambar 38 Gasifier untuk mengubah pelet menjadi listrik di PLTD/G.......... 117
Gambar 39 Program Plasma Nano Bubble sebagai remidiasi Kali Item ........ 118
Gambar 40 Kerjasama Indonesia Power dengan EDF Group untuk
pengembangan EBT ................................................................................ 118
Gambar 41 PLTS Atap Bali Power Generation Unit ...................................... 119
Gambar 42 Penganugerahan PROPER kepada Indonesia Power .................. 120
Gambar 43 Enterprise Asset Management excellence PT Indonesia
Power..................................................................................................... 130
Gambar 44 Indonesia Power meraih penghargaan TOP IT on Industry
4.0 Development 2018 selama dua tahun berturut-turut sebagai
bentuk kesadaran akan pentingnya pengelolaan aset melalui
dukungan teknologi ................................................................................ 131
Gambar 45 Workshop Pengelolaan Persediaan Material Pemeliharaan
dari fungsi System Analysis and Program Development SAP untuk
pengelolaan aset yang lebih baik ............................................................ 133
Gambar 46 Organisasi padat aset saat ini membutuhkan serangkaian
kemampuan perusahaan yang kuat, didukung oleh teknologi mobile
terbaru dan analitik big data................................................................... 138
Gambar 47 Manajemen data yang buruk membawa serta berbagai
tantangan............................................................................................... 144
Gambar 48 Mendapatkan insight dengan memanfaatkan perangkat
yang terhubung dan data operasional aset real time ............................... 149
Gambar 49 Pola Kegagalan (Sumber: John Moubray, Nolan & Heap) .......... 155
Gambar 50 Barrier perlindungan reliability ................................................. 156
Gambar 51 Kurva PF - mencari tanda-tanda awal kegagalan ....................... 157
Gambar 52 Diagram Workflow Run to Failure ............................................. 166
Gambar 53 Ilustrasi dampak kebijakan maintenance terhadap kurva
hidup...................................................................................................... 176
Gambar 54 Kurva P – F. Grafik menunjukkan peristiwa: A, kegagalan
mulai terjadi; P, potensi kegagalan; dan F, kegagalan fungsional. ........... 178

xvii
Gambar 55 Interval P – F net. Grafik menunjukkan peristiwa: A,
kegagalan mulai terjadi; P, potensi kegagalan; F, kegagalan
fungsional; dan Interval inspeksi ti. ......................................................... 179
Gambar 56 Tinjauan konsep maintenance. Keluar dari standar EN13306
(Terminologi maintenance. European standard: EN 13306:2010.). .......... 180
Gambar 57 Teknik condition monitoring dan persamaan medisnya ............. 184
Gambar 58 Interval condition monitoring dan delay time............................ 185
Gambar 59 Aliran Proses Dasar WPC .......................................................... 203
Gambar 60 IP-DigimonX di Playstore .......................................................... 209
Gambar 61 Sistem inventori ....................................................................... 213
Gambar 62 Item yang fast moving— siklus reorder ..................................... 214
Gambar 63 Vendor Gathering Indonesia Power untuk menguatkan
terwujudnya Supply Chain Excellence ...................................................... 217
Gambar 64 Peresmian IP Academy berbasis digital: Virtual Classroom,
Virtual Reality, Gamification, Micro Learning, dan REOC Simulator.......... 242
Gambar 65 Kerangka kompetensi pada ISO 55001 ...................................... 244
Gambar 66 Gambaran kompetensi untuk setiap elemen peran ................... 246
Gambar 67 Kegiatan Assessment Kompetensi Operation &
Maintenance Excellence (AKOME) ke IV yang dihadiri perwakilan
seluruh unit Indonesia Power sebagai wadah berbagi ilmu. .................... 254
Gambar 68 Tahapan life cycle ..................................................................... 271
Gambar 69 Format Informasi QR Code ....................................................... 288
Gambar 70 QR Code pada Bon Permintaan................................................. 289
Gambar 71 proses penerimaan barang pada ERP (sebelum inovasi) ............ 290
Gambar 72 Proses penerimaan barang pada ERP (setelah inovasi) .............. 290
Gambar 73 Proses penerimaan barang pada ERP (setelah inovasi) .............. 291
Gambar 74 Proses inventarisasi sebelum implementasi memerlukan
waktu 15 menit ...................................................................................... 292
Gambar 75 Proses inventarisasi setelah implementasi yang dilakukan
hanya 5 menit......................................................................................... 292
Gambar 76 Chart Control pada IP-ProInventory .......................................... 293
Gambar 77 Warehouse mapping design based on augmented reality ......... 293
Gambar 78 Diagram Alir Change (Perubahan)............................................. 298
Gambar 79 Diagram Alir Change Management ........................................... 298
Gambar 80 Kerangka Kerja Transformasi Digital (Westerman George,
Bonnet Didier, 2014)............................................................................... 301
Gambar 81 Metode Kaizen berbanding Kaikaku ......................................... 302
Gambar 82 Indonesia Power’s Triangle Loop Of Transformation
Approach ................................................................................................ 304
Gambar 83 Kerangka Kerja Scrum .............................................................. 306
Gambar 84 Kerangka kerja Scrum pada PASTI Digital Transformation ......... 307
xviii
Gambar 85 Sample Scrum Sprint from PASTI .............................................. 307
Gambar 86 Model Data To Competency ..................................................... 308
Gambar 87 Skema Artificial Intelligence ..................................................... 309
Gambar 88 Level data dan Informasi REOC ................................................. 310
Gambar 89 Kerangka Kerja PASTI pada Digital Transformation ................... 312
Gambar 90 Penyusunan roadmap digitalisasi Indonesia Power ................... 312
Gambar 91 Roadmap Digital Transformation Indonesia Power ................... 313
Gambar 92 Subyek untuk manajemen aset................................................. 321
Gambar 93 Keuntungan yang didapat atas tercapainya keselarasan dan
keintegrasian.......................................................................................... 325
Gambar 94 Bentuk integrasi dari sistem manajemen aset ........................... 327

Daftar Tabel

Tabel 1 Upaya mitigasi terhadap risiko berkelanjutan .................................... 45


Tabel 2 Isu penting dan ekspektasi stakeholder Indonesia Power................... 74
Tabel 3 Pengetahuan manajemen aset ........................................................ 134
Tabel 4 Acpect, Key Factor, dan Goal Indonesia Power’s Triangle Loop
of Transformation Approach ................................................................... 304
Tabel 5 Detail kerangka kerja PASTI ............................................................. 311
Tabel 6 Aplikasi Pendukung Transformasi Digital PT Indonesia Power .......... 314
Tabel 7 Perkembangan transformasi digital Indonesia Power ...................... 317
Tabel 8 Keselarasan transformasi digital Indonesia Power ........................... 319
Tabel 9 Acuan ISO untuk manajemen aset ................................................... 320

xix
Bab I Strategi dan Perencanaan
Manajemen Aset

1.1 Aset Pembangkitan Indonesia Power

PT Indonesia Power (selanjutnya disebut Indonesia Power) merupakan salah


satu Anak Perusahaan PT. PLN (Persero) yang sebelumnya bernama PT. PLN
Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa Bali I (PLN PJB I) dan didirikan pada tanggal
03 Oktober 1995 sebagai langkah untuk memulai kemandirian bisnis sektor
pembangkitan tenaga listrik di Indonesia. Pada tanggal 03 Oktober 2000,
nama PLN PJB I secara resmi berubah menjadi PT Indonesia Power sebagai
penegasan atas tujuan Perusahaan yang menjadi Perusahaan pembangkit
tenaga listrik independen yang berorientasi bisnis murni. Pada tahun 2012
Indonesia Power melebarkan sayap ke seluruh Indonesia dengan
mengembangkan portofolio melalui pengembangan Usaha Jasa Operation &
Maintenance (O&M) di luar sistem Jawa dan Bali serta pembangkit energi
terbarukan yang ramah lingkungan.

Aset pembangkit yang dimiliki oleh Indonesia Power meliputi Pusat Listrik
Tenaga Uap (PLTU), Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pusat Listrik Tenaga Gas
dan Uap (PLTGU), Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA), Pusat Listrik Tenaga Diesel
(PLTD) dan Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Menurut data

1
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

operasional Jawa Bali, realisasi pasokan energi listrik di sistem Jawa Bali pada
tahun 2019 adalah sebesar 194.560 GWh, meningkat 3,71% dibandingkan
realisasi pada tahun 2018 sebesar 187.605 GWh. Dari total pasokan tersebut,
Indonesia Power memasok sebesar 19,22% atau sebesar 37.391 GWh. Hasil
produksi tenaga listrik Indonesia Power dijual kepada induk Perusahaan yaitu
PLN sebagai single buyer. Mekanisme penjualan energi listrik melalui
Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) periode lima tahunan. Dalam
perjanjian tersebut, PLN membayar pasokan tenaga listrik yang disediakan
oleh Perusahaan dan entitas anak sebesar jumlah yang ditentukan
berdasarkan formula pembayaran. Sehingga aspek pemasaran Indonesia
Power ditujukan untuk mengelola dan meningkatkan kepercayaan
pemegang saham dan kepuasan pelanggan. Sebagai salah satu Perusahaan
pengelola berbagai jenis pembangkit di Indonesia menjadikan pengalaman
tersebut sebagai modal dasar dalam meraih peluang. Keunggulan tersebut
perlu dikelola dan diciptakan suatu strategi yang sesuai dalam menghadapi
tantangan dan persaingan yang makin ketat dengan meninjau faktor internal
dan eksternal Perusahaan.

Strategi Utama Perusahaan dalam Rencana Jangka Panjang Periode 2020-


2024, yaitu:
1. Meningkatkan kinerja dan daya saing pembangkit melalui peningkatan
ketersediaan, keandalan, dan efisiensi thermal pembangkit yang ramah
lingkungan sesuai best practice asset management dengan pengelolaan
biaya dan investasi yang optimal.
2. Melakukan pengembangan bisnis pembangkit secara mandiri maupun
melalui skema kemitraan strategis, baik pada lokasi baru maupun lokasi
eksisting, dengan prioritas penggunaan teknologi pembangkit yang lebih
efisien dan ramah lingkungan.
3. Mengembangkan bisnis non pembangkit yang meliputi jasa operasi dan
pemeliharaan, termasuk Maintenance Repair Overhaul (MRO), dan
bisnis non electricity di dalam dan luar PLN Group.
4. Meningkatkan peran Anak Perusahaan sesuai dengan value creation
yang ditetapkan, apakah sebagai sumber pendapatan atau sebagai arm’s
length bisnis Perusahaan.
5. Meningkatkan keamanan dan jumlah pasokan energi primer non bahan
bakar minyak dengan harga yang kompetitif.

2
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

6. Pemenuhan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia (SDM) serta


leadership untuk mencapai Human Capital Excellent fit Industry 4.0 yang
adaptif terhadap perubahan.
7. Pencapaian proses bisnis ekselen melalui implementasi transformasi
digital untuk meningkatkan kinerja Perusahaan.

1.2 Manajemen Aset dan ISO55000

Standar manajemen aset ISO 55000 mendefinisikan aset sebagai: item,


benda atau entitas yang memiliki value potensial atau aktual bagi suatu
organisasi.

Ini adalah definisi yang sangat umum yang dapat mencakup semua jenis aset.
Untuk memfokuskan pengertian ini, kita arahkan ke jenis aset berikut yang
biasanya dapat diidentifikasi dalam organisasi:
• Aset Fisik
• Aset Keuangan
• Aset Manusia
• Aset Informasi
• Aset Tak Berwujud

Aset fisik adalah item-item seperti plant, mesin, bangunan, jalan, kendaraan,
kereta api, pesawat terbang, pipa, kabel, peralatan komunikasi, dan
infrastruktur lainnya.

3
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Selain aset fisik, kita juga mempertimbangkan aset keuangan, manusia, dan
juga informasi sejauh aset informasi ini mendukung pengelolaan aset fisik.
Aset tidak berwujud adalah hal-hal non fisik seperti goodwill dan kekayaan
intelektual.

1.2.1 Apa Itu Manajemen Aset

ISO 55000 mendefinisikan Manajemen Aset sebagai kegiatan terkoordinasi


dari suatu organisasi untuk merealisasikan value dari aset.

Gambar 1 Lingkup definisi manajemen aset

Institute of Asset Management, IAM, memperluas definisi ini dan


mendefinisikan Manajemen Aset sebagai "disiplin yang menyediakan teknik
untuk mengubah tujuan mendasar suatu organisasi menjadi implikasi praktis
untuk memilih, memperoleh (atau menciptakan), mengoperasikan dan
memelihara aset yang tepat guna mencapai tujuan tersebut; sembari
mencari pendekatan total value terbaik (kombinasi optimal dari biaya, risiko,
kinerja dan sustainability).”

Ilustrasi dasar tentang bagaimana peran aset fisik dan manajemen aset
dalam organisasi ditunjukkan pada Gambar 2. Di sini kita melihat bahwa
pendorong utamanya adalah permintaan pelanggan yang mengarah pada
tujuan dan rencana bisnis. Untuk memenuhi tujuan bisnis, kita memerlukan

4
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

operasi bisnis yang membutuhkan dukungan dari aset-aset fisik. Manajemen


Aset berfungsi untuk menyediakan aset guna mendukung operasi bisnis ini.
Dalam pelaksanaannya kemudian dibutuhkan Sistem Manajemen Aset yang
mendukung perencanaan, akuisisi, maintenance, dan logistik aset. Layanan
pendukung lainnya seperti teknologi informasi, layanan keuangan dan
hukum juga diperlukan di semua kegiatan.

Gambar 2 Manajemen Aset adalah sistem pendukung untuk bisnis

Manajemen Aset adalah disiplin strategis yang memberikan tingkat ketelitian


dan akuntabilitas terhadap cara organisasi dalam memutuskan:
• bagaimana dan di mana
• apa yang harus diinvestasikan
• aset apa yang paling kritis
• risiko apa yang perlu dikelola
• tuntutan apa yang harus dipenuhi
• apa yang perlu diketahui
• bagaimana pengetahuan ini harus ditangkap dan disebarluaskan
• bagaimana organisasi harus ditata dan dipimpin
• tipe dan tim SDM macam apa yang dibutuhkan
• bagaimana kegiatan harus dijalankan
• bagaimana kinerja aktual harus diukur
• bilamana diperlukan perbaikan.

5
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Manajemen Aset melibatkan pengambilan keputusan terkait apa yang


disebutkan di atas dan masih banyak lainnya ke dalam kerangka kerja yang
koheren untuk memastikan outputnya bisa melayani tujuan organisasi. Ini
adalah pendekatan yang holistik dan integratif untuk mengelola seluruh
umur aset, mulai dari awal hingga pembuangannya, yang melibatkan
penglihatan ke depan dan ke belakang, ke luar maupun ke dalam, dan
penyeimbangan kebutuhan semua pemangku kepentingan - yang ada saat
ini dan yang dari masa depan.

Manajemen Aset yang baik ditandai dengan garis pandang yang jelas dari
para direktur di ruang rapat hingga para staf di garis depan, dari strategi
manajemen aset hingga dijabarkan ke task-task individu. Ini membutuhkan
kebijakan aset untuk dijustifikasi, strateginya disusun menjadi yang berbasis
eviden, dampak yang dihasilkan dibuat agar bisa dilacak, dan informasi
asetnya harus terbaru dan dapat diandalkan. Ini juga membutuhkan proses
end-to-end yang jelas dan dikomunikasikan dengan baik, didukung oleh
peran dan tanggung jawab yang tidak ambigu, dan manajer yang memiliki
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk memahami,
berkontribusi dan memberlakukan kebijakan, strategi, dan pengelolaan aset
seusia hidupnya. Di atas segalanya, kepentingan yang tinggi harus diletakkan
pada pengetahuan dan pembelajaran juga komitmen yang serius untuk
pembelajaran berkelanjutan dari SDM, tim dan organisasi.

Manajemen Aset:
• Adalah pola pikir yang memandang aset fisik bukan sebagai benda
mati logam/plastik/beton yang tidak berubah, tetapi sebagai objek
dan sistem yang merespons lingkungan, bisa berubah dan biasanya
terdeteriorasi atau memburuk seiring penggunaan atasnya, dan
akan semakin bertambah tua sampai kemudian mengalami gagal/
berhenti bekerja/mati.
• merupakan pengakuan bahwa aset memiliki life cycle
• sama pentingnya bagi mereka yang bekerja di bidang keuangan
maupun bagi para enjinir
• merupakan pendekatan untuk mendapatkan apa yang terbaik dari
aset untuk kepentingan organisasi dan/atau pemangku kepenti-
ngannya
• tentang memahami dan mengelola risiko yang terkait dengan
kepemilikan aset.

6
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Prinsip utama dalam Manajemen Aset adalah LINE OF SIGHT ... yang berarti:
• Suatu pendekatan dalam suatu organisasi untuk mengatur
pekerjaan yang secara langsung dikenakan pada aset berdasarkan
tujuan organisasi bersangkutan
• suatu disiplin yang mengakui, mengakomodasi, dan menyelaraskan
risiko kepemilikan atas aset tertentu dengan tujuan organisasi yang
mengoperasikan aset bersangkutan.

Beberapa contohnya:

Contoh 1. Keputusan 'Manajemen Aset' yang baik misalnya untuk


membeli sistem pipa baja stainless berspesifikasi tinggi yang mahal
dalam proses industri. Meski biaya awalnya lebih tinggi, namun
biaya maintenance-nya bisa jadi lebih rendah dan umur yang
diharapkan bisa jadi 3 kali lebih lama, risiko kegagalan yang
mengganggu jadi lebih rendah dan karena itu sebagai dampaknya
risiko bagi organisasi dari perspektif kinerja, kesehatan & safety dan
lingkungan jadi jauh lebih rendah. Karenanya, total biaya life cycle-
nya bisa jadi lebih rendah dan risiko total bagi organisasi melalui
pembelian sistem perpipaan yang lebih mahal tadi merupakan
keputusan Manajemen Aset yang baik.

Contoh 2. Keputusan Manajemen Aset yang buruk misalnya untuk


mengurangi frekuensi aktivitas pemeliharaan pada suatu aset tanpa
memperhatikan dampak penuh dalam mengambil keputusan
tersebut. Pengurangan frekuensi aktivitas pemeliharaan
kemungkinan memberikan manfaat finansial jangka pendek, tetapi
biaya jangka panjang yang jauh lebih besar dapat terjadi jika aset
tersebut mengalami kegagalan sebelum waktunya. Tentu saja,
pemeliharaan merupakan upaya untuk mengenali kelainan dan
mencegah kegagalan, sehingga diperlukan analisis yang tepat untuk
dapat membuktikan bahwa strategi pemeliharaan yang diputuskan
dapat memberikan net benefit bagi organisasi!

7
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

1.2.2 Mengapa Manajemen Aset itu penting

Manajemen Aset penting karena dapat membantu organisasi untuk:


1. Mengurangi total biaya pengoperasian aset.
2. Mengurangi biaya modal berinvestasi di basis aset.
3. Meningkatkan kinerja operasi aset (mengurangi tingkat kegagalan,
meningkatkan availability, dan lain-lain).
4. Mengurangi potensi dampak kesehatan dari pengoperasian aset.
5. Mengurangi risiko safety dari pengoperasian aset.
6. Meminimalkan dampak lingkungan dari pengoperasian aset.
7. Menjaga dan meningkatkan reputasi organisasi.
8. Meningkatkan kinerja regulasi organisasi.
9. Mengurangi risiko hukum yang terkait dengan aset operasi.

Kunci dari Manajemen Aset yang baik adalah dapat MENGOPTIMALKAN


manfaat yang ada. Artinya, Manajemen Aset mempertimbangkan seluruh hal
di atas dan menentukan bagaimana perpaduan aktivitas terbaik untuk
mencapai keseimbangan optimal bagi seluruh hal di atas bagi kepentingan
organisasi.

Manajemen Aset secara eksplisit difokuskan pada membantu organisasi


dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan dan untuk menentukan
perpaduan yang optimal dari rangkaian kegiatan berdasarkan tujuan
tersebut.

Pengembalian investasi pada aset fisik dapat berupa berbagai hal,


diantaranya adalah sebagai berikut:
• Delivery layanan yang lebih menguntungkan.
• Kontribusi kondisi aset fisik bersangkutan terhadap biaya
pemeliharaan dan operasional.
• Bagaimana perencanaan jangka panjang akan mampu mengurangi
pengeluaran modal dan operasional serta maupun menarik
perhatian investor untuk memberikan bantuan pendanaan.
• Bagaimana availability yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat sehingga dapat mengakses layanan yang penting.
• Bagaimana ketahanan terhadap cuaca buruk ataupun ketahanan
ancaman teroris dapat meningkatkan reputasi bisnis.

8
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

• Bagaimana kondisi kesehatan aset ketika diserahkan kepada


generasi berikutnya.
• Bagaimana histori kondisi penurunan aset ketika tidak dioperasikan
lagi.

Tujuan dari Manajemen Aset adalah untuk memungkinkan organisasi dalam


memiliki aset yang sesuai dengan kebutuhan bisnisnya, dan untuk
menyediakan layanan pendukung sehingga dapat beroperasi secara efektif.
Dalam istilah yang lebih abstrak, tujuan Manajemen Aset adalah untuk
memungkinkan organisasi dalam merealisasikan value dari aset untuk
mencapai tujuan organisasi. Manajemen aset mendukung perealisasian
value dan juga menyeimbangkan biaya keuangan, lingkungan dan sosial,
risiko, tingkat dan kualitas layanan, dan kinerja aset.

1.2.3 Karakteristik Manajemen Aset yang Baik

Setiap organisasi yang ingin mencapai Manajemen Aset yang baik, harus
mempertimbangkan karakteristik berikut:

a) Multidisipliner: Manajemen Aset harus menyelaraskan aktivitas


dan batas-batas disiplin lintas departemen serta menghindari silo.
b) Sistematis: Manajemen Aset harus diterapkan secara ketat dan
terstruktur, yang dicapai melalui sistem manajemen terpadu.

9
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

c) Berorientasi sistem: Manajemen Aset harus berfokus pada sistem


aset, bukan pada aset terisolasi, mencari net total value.
d) Berbasis risiko: Pertimbangan risiko harus merupakan dasar
terhadap seluruh pengambilan keputusan.
e) Optimal: Manajemen Aset harus menemukan kompromi terbaik
antara tujuan yang saling bertentangan (yaitu pilihan biaya investasi
modal atau pengeluaran operasional).
f) Berkelanjutan: Manajemen Aset harus mengoptimalkan value aset
selama siklus hidupnya, dan harus mencakup kinerja sistem yang
berkelanjutan, lingkungan dan konsekuensi jangka panjang lainnya.
g) Terintegrasi: Manajemen Aset harus mempertimbangkan semua
bidang yang berpartisipasi dalam Mekanisme Akuntabilitas secara
keseluruhan, bukan hanya sebagai jumlah dari bagian-bagian
tersebut.
h) Siklik: Manajemen Aset harus melaksanakan peninjauan terus-
menerus dan menjalankan proses pembelajaran untuk memastikan
bahwa sistem dan proses secara jelas selaras dengan tujuan
strategis organisasi dan dapat terus memenuhi kebutuhan
organisasi.

Kurangnya fokus Manajemen Aset dapat menyebabkan masalah dari


komunikasi yang buruk antara bidang operasi dan bidang pemeliharaan
ataupun antara staf dan manajemen senior. Hal ini dapat terjadi pada situasi
dalam mengatasi masalah atau potensi masalah baik dalam bentuk fisik
maupun langkah-langkah untuk mengatasi masalah keuangan yang
diperlukan.

1.2.4 Manfaat Manajemen Aset yang Baik

Manajemen Aset yang baik memberikan manfaat berikut ini, yang


memungkinkan organisasi untuk secara efektif dan efisien mengoptimalkan
kapabilitas bisnisnya, dan untuk mencapai tujuan profitabilitas dan
pemberian layanan:
• Pendekatan sistematis untuk keputusan berbasis aset, sehingga
persyaratan, akuisisi, dan pembuangan asetnya bisa sesuai dengan
tujuan bisnis;
• Dukungan logistik yang tepat selama life cycle aset, menciptakan
peningkatan kinerja aset;

10
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

• Proses internal yang efektif untuk mengelola aset;


• Manfaat dalam memenuhi target bisnis dan regulasinya, termasuk:
o target operasional,
o target keuangan,
o peraturan lingkungan,
o peraturan kesehatan dan safety,
o persyaratan asuransi,
o manajemen risiko.
• Kerangka kerja sistematis untuk pelatihan dan pengembangan staf,
dalam memahami dan mengelola portofolio aset.

Rangkaian standar ISO 55000 memberikan kerangka umum untuk


pengelolaan aset fisik. Adopsi ISO 55000 dapat memberikan:
• Pandangan terstruktur dan pemahaman tentang manajemen aset;
• Hubungan yang efektif antara manajemen puncak, manajemen
aset, operasi, dan maintenance;
• Peningkatan pengembalian keuangan aset;
• Keputusan manajemen aset yang terinformasi dengan baik;
• Manfaat asuransi, kesehatan dan safety, peraturan, dan
manajemen risiko;
• Pengakuan/pemasaran perusahaan;
• Perbaikan dalam pelatihan dan pengembangan.

1.2.5 Tentang ISO dan ISO 55000

ISO adalah organisasi internasional nonpemerintah yang independen untuk


penstandardisasian. ISO dibuat pada tahun 1946 dengan tujuan untuk
memfasilitasi koordinasi internasional dan penyatuan standar industri. Saat
ini, ISO terdiri dari 163 anggota nasional. ISO 55000, Manajemen Aset —
Tinjauan umum, prinsip, dan terminologi, diluncurkan pertama kali pada
tahun 2014 yang memberikan gambaran umum tentang manajemen aset

11
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

dan sistem manajemen untuk pengelolaan aset. Selain itu juga terdapat ISO
55001: Manajemen aset — Sistem Manajemen — Persyaratan dan ISO
55002: Manajemen aset — Sistem Manajemen — Pedoman penerapan ISO
55000, serta ISO TS 55010 yang merupakan pedoman tentang penyelarasan
fungsi keuangan dan non-keuangan dalam manajemen aset.

Target pengguna standar-standar ini adalah:


• Mereka yang mempertimbangkan bagaimana meningkatkan
realisasi value untuk organisasi mereka dari basis asetnya
• Mereka yang terlibat dalam pendirian, implementasi, maintenance,
dan peningkatan sistem manajemen aset
• Mereka yang terlibat dalam perencanaan, desain, implementasi,
dan peninjauan kegiatan manajemen aset

Penerapan standar ini diyakini memungkinkan organisasi untuk mencapai


tujuannya melalui manajemen aset yang efektif dan efisien. Penerapan
sistem manajemen aset membantu memastikan bahwa tujuan tersebut
dapat dicapai secara konsisten dan berkelanjutan dari waktu ke waktu.

Rangkaian standar ISO 55000 adalah set standar internasional pertama untuk
manajemen aset. Mereka muncul dari Spesifikasi Publik (PAS) 55. PAS55
diluncurkan oleh British Standards Institute (BSI), pada tahun 2004, sebagai
hasil dari upaya yang dipimpin oleh Institute of Asset Management (IAM). Ini
dianggap sebagai spesifikasi pertama yang diakui secara internasional untuk
Manajemen Aset.

Rangkaian standar ISO 55000 sejajar dengan sistem manajemen utama


lainnya. Ini termasuk ISO 9001 untuk manajemen kualitas, ISO 14001 untuk
manajemen lingkungan, dan ISO 31000 untuk manajemen risiko. Rangkaian
standar ISO 55000 memberikan standar manajemen pertama untuk
menerapkan ISO Annex SL. Annex SL adalah struktur tingkat tinggi untuk
menyediakan struktur universal, teks inti identik, dan istilah serta definisi
umum untuk semua standar manajemen.

Migrasi ke ISO 55000 dari PAS55 dianggap cukup mudah dengan elemen
serupa. Perbedaan utamanya adalah bahwa PAS55 difokuskan pada
manajemen aset fisik yang optimal, sementara ISO 55000 adalah standar
untuk semua jenis aset.

12
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Standar Internasional untuk Organisasi (ISO 55000) dikembangkan khusus


untuk Asset Management (AM), yang terdiri dari serangkaian empat
komponen, ISO 55000, ISO 55001, ISO 55002, dan ISO TS 55010. ISO 55000
bukan hanya tentang maintenance tetapi juga tentang penciptaan value.
Aset memungkinkan organisasi untuk mencapai tujuan strategis dan
memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan. Mengelola aset secara
optimal telah menjadi penting bagi organisasi untuk tetap kompetitif di pasar
global saat ini. ISO 55000 membutuhkan perubahan dalam kebijakan, proses,
dan orang-orang yang dengan demikian menantang status quo dan
mengarah ke rezim integritas aset yang sama sekali baru. Integritas aset
mengharuskan organisasi untuk mematuhi standar dan berbagai peraturan.
Mengadopsi ISO 55000 akan memungkinkan organisasi untuk menyelaraskan
cara aset dikelola dan dipertahankan, ini akan meningkatkan pengembalian
investasi dengan mengurangi biaya, sambil mendukung value aset tanpa
mengorbankan tujuan organisasi.

Definisi dan Terminologi dalam ISO 55000

Berikut ini disajikan serangkaian definisi dari ISO 55000.


• Capability: Mengukur kapasitas dan kemampuan suatu entitas
(sistem, orang, atau organisasi) untuk mencapai tujuannya
• Competence: Kemampuan menerapkan pengetahuan dan
keterampilan untuk mencapai hasil yang diinginkan
• Continual improvement: Aktivitas berulang untuk meningkatkan
kinerja
• Effectiveness: Sejauh mana kegiatan yang direncanakan
direalisasikan dan hasil yang direncanakan tercapai
• Monitoring: Menentukan status suatu sistem, proses, atau aktivitas
• Measurement: Proses untuk menentukan value
• Policy: Niat dan arah organisasi seperti yang dinyatakan secara
formal oleh manajemen puncaknya
• Objective: Hasil yang ingin dicapai. Suatu sasaran dapat bersifat
strategis, taktis, atau operasional
• Requirement: Kebutuhan atau harapan yang dinyatakan, umumnya
tersirat atau wajib
• Risk: Pengaruh ketidakpastian pada tujuan
• Asset: Barang, benda, atau entitas yang memiliki value potensial
atau aktual bagi suatu organisasi

13
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

• Asset life: Periode dari penciptaan aset hingga akhir masa pakai aset
• Life Cycle: Tahapan yang terlibat dalam pengelolaan suatu aset
• Asset management: Aktivitas yang terkoordinasi dari suatu
organisasi untuk mewujudkan value dari aset
• Strategic Asset Management Plan (SAMP): Informasi yang
terdokumentasi yang menentukan bagaimana tujuan organisasi
akan dikonversi menjadi tujuan manajemen aset, pendekatan untuk
mengembangkan rencana manajemen aset, dan peran sistem
manajemen aset dalam mendukung pencapaian tujuan manajemen
aset
• Asset management plan: Informasi terdokumentasi yang
menentukan kegiatan, sumber daya, dan rentang waktu yang
diperlukan untuk aset individu, atau pengelompokan aset, untuk
mencapai tujuan manajemen aset organisasi
• Preventive action: Tindakan untuk menghilangkan penyebab
ketidaksesuaian potensial atau situasi potensial yang tidak
diinginkan lainnya
• Predictive action: Tindakan untuk memantau kondisi suatu aset dan
memprediksi kebutuhan akan tindakan pencegahan atau tindakan
korektif
• Corrective action: Tindakan untuk menghilangkan penyebab
ketidaksesuaian dan mencegah terulangnya
• Management system: Set elemen yang saling terkait atau
berinteraksi dari suatu organisasi untuk menetapkan kebijakan dan
tujuan dan proses untuk mencapai tujuan tersebut
• Asset management system: Sistem manajemen untuk manajemen
aset yang fungsinya adalah untuk menetapkan kebijakan
manajemen aset dan tujuan manajemen aset
• Asset management system: Sistem manajemen untuk manajemen
aset yang fungsinya adalah untuk menetapkan kebijakan
manajemen aset dan tujuan manajemen aset

14
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Hal Fundamental

ISO 55000 mengidentifikasi empat dasar-dasar atau fundamental dari


Manajemen Aset sebagai berikut:

Value - penciptaan, akuisisi, maintenance, perbaikan, dan retensi umum aset


infrastruktur hanya boleh dilakukan untuk memberikan value kepada
organisasi dan pemangku kepentingannya. Tujuan dan kegiatan Manajemen
Aset harus sepenuhnya selaras dengan tujuan organisasi untuk menentukan
dan memastikan derivasi value dari aset.

Alignment - konversi tujuan organisasi dan Manajemen Aset menjadi


rencana Manajemen Aset dan intervensi aset sepenuhnya selaras di
lapangan untuk mendapatkan value dan memberikan tujuan organisasi. Ini
harus ditetapkan melalui keputusan teknis dan keuangan berbasis risiko dan
berbasis informasi, dikoordinasikan dan terus dikuatkan oleh Sistem
Manajemen Aset.

Leadership - pertimbangan faktor orang-orang yang mempengaruhi realisasi


value dan tujuan organisasi dari aset. Ini termasuk kepemimpinan dan
komitmen dari bagian organisasi paling atas, budaya, peran dan tanggung
jawab, kompetensi, pemberdayaan dan otoritas yang tepat, komunikasi,
koordinasi fungsi dan kesadaran akan tujuan organisasi dan Sistem
Manajemen Aset di seluruh organisasi.

Assurance - tata kelola organisasi yang efektif untuk memastikan aset akan
memberikan value yang diinginkan dan tujuan organisasi. Ini termasuk
pengelolaan sumber daya yang optimal dalam batasan-batasan yang relevan,
membentuk orang-orang yang efektif dan efisien, proses dan sistem untuk
mencapai kapabilitas yang diperlukan, dan pemantauan serta peningkatan
berkelanjutan.

15
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

1.2.6 Mengelola Aset secara Efektif

Sangatlah penting bagi organisasi untuk mengelola aset mereka secara


efisien. Ini membutuhkan efektivitas dalam hal perencanaan, akuisisi,
operasi, dan pembuangan aset terbaik untuk memenuhi permintaan
pemberian service saat ini dan masa depan. Manajer yang bertanggung
jawab harus memasukkan manajemen aset ke dalam organisasi. Organisasi
dapat mencapai integritas aset dengan:

• Menyesuaikan aset dengan kebutuhan pemberian layanan.


• Mengelola aset dalam sumber daya yang tersedia dan kebutuhan
persyaratan hukum/teknis yang ada.
• Memastikan aset sesuai dan selaras dengan tujuan kebijakan
organisasi.
• Organisasi mengadopsi pendekatan life cycle untuk merencanakan
investasi aset dan keputusan manajemen;
• Memantau, mengevaluasi, dan meningkatkan kinerja aset.
• Menetapkan tanggung jawab dan pertanggungjawaban untuk
memelihara, dan secara efisien dan efektif menggunakan aset yang
sudah ada;
• Memastikan pengambilan keputusan yang diinformasikan melalui
informasi aset yang memadai, termasuk kondisi aset, penggunaan
aset alternatif dan yang ada dan value residunya.
• Mengidentifikasi dan mengelola risiko kepemilikan dan operasi aset.
• Menyiapkan peningkatan berkelanjutan dan pendekatan
manajemen adaptif terhadap kebijakan dan praktik investasi aset.

16
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

1.2.7 ISO 55000 dalam Kontinuitas Aset Efektif

Rangkaian standar ISO 55000 menetapkan persyaratan untuk penerapan


manajemen aset fisik dalam organisasi yang intensif aset. Ini dirancang untuk
memastikan organisasi dan para pemangku kepentingan, regulator,
penjamin asuransi, dan investor bahwa organisasi memiliki sistem untuk
mengelola aset dengan cara yang memberikan value yang selaras dengan
tujuan organisasi.

Penerapan ISO 55000 memberikan banyak keuntungan, di antaranya adalah


sebagai berikut:
• Memberi perhatian terhadap standar dan untuk menarik investor/
pendanaan.
• Meningkatkan pengembalian keuangan aset
• Memvalidasi kebutuhan untuk investasi infrastruktur
• Mempertahankan staf yang kompeten
• Mengurangi tarif asuransi.
• Mengelola risiko aset dan bisnis

Selain itu, ISO 55000 mencakup seluruh life cycle suatu aset: mulai dari
desain, hingga rekayasa, pengadaan, pemasangan, start-up, operasi,
maintenance, pemulihan, penonaktifan, dan pembuangan; proses ini secara
populer disebut sebagai 'from cradle to grave'.

17
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Seri standar ISO 55000 dibagi menjadi empat bagian:


1. ISO 55000 Asset Management yang memberikan tinjauan kritis,
konsep dan terminologi.
2. ISO 55001 Asset Management yang menetapkan persyaratan untuk
Sistem Manajemen yang efektif. Ini berisi serangkaian klausul
"harus", yang menyatakan apa yang perlu dilakukan organisasi
untuk mematuhi standar. ISO 55001 mengharuskan organisasi
untuk menyiapkan rencana manajemen life cycle.
3. ISO 55002 Asset Management; menawarkan interpretasi dan
panduan untuk sistem seperti itu untuk diimplementasikan. Bagian
ini berisi klausa yang memberikan pedoman tentang bagaimana
persyaratan klausul ISO 55001 yang sesuai sepatutnya dilaksanakan.
4. ISO TS 55010 "Pedoman tentang penyelarasan fungsi keuangan
dan non-keuangan dalam manajemen aset" diluncurkan pada 17
September 2019. Spesifikasi ini disusun untuk membantu organisasi
dalam meningkatkan keselarasan antara fungsi keuangan dan non-
keuangan. Spesifikasi ini akan menguntungkan organisasi yang
berupaya menyeimbangkan biaya, risiko, dan kinerja dengan
memberikan kejelasan yang lebih besar seputar pengambilan
keputusan dan hubungan antara manajemen puncak dan operasi.

Rencana manajemen life cycle juga harus mencakup risiko yang terkait
dengan aset spesifik dan konsekuensi dari risiko bersangkutan. Proses
penentuan kapan aset akan gagal membantu untuk menentukan life cycle
aset dan bagaimana cara mengelola aset bersangkutan secara efisien. Untuk
memastikan reliability dan produktivitas aset, organisasi sepatutnya
mengadopsi struktur ISO 55000 berikut.

Konteks Organisasi

Penggerak eksternal dan internal organisasi harus diuraikan, demikian juga


batasan dan kapasitas untuk memenuhi tujuan perusahaan misalnya yang
terkait dengan regulasi, keuangan, budaya organisasi dan lingkungan serta
nilai-nilai organisasi. Dampak pemangku kepentingan terhadap proses
pengambilan keputusan harus dipertimbangkan. Lingkup manajemen aset
dalam organisasi haruslah jelas.

18
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Kepemimpinan

Manajemen senior harus dilibatkan ketika menyiapkan kepemimpinan


manajemen aset dalam suatu organisasi, kebijakan yang jelas yang
mendukung rencana strategis organisasi harus ditetapkan dan ditinjau.
Kepemimpinan yang berkomitmen menggerakkan manajemen senior untuk
memastikan terselenggaranya peningkatan berkelanjutan, availability
sumber daya, dan kebijakan manajemen aset yang efektif.

Perencanaan

Organisasi harus membuat rencana bisnis yang lengkap sebelum operasinya,


dan harus terus memperbarui dan merevisinya. Ketatnya perencanaan di
awal mempengaruhi perbedaan antara keberhasilan dan kegagalan. Oleh
karena itu, Organisasi harus memiliki cara strategis untuk menghadapi risiko,
prospek, dan tujuan manajemen asetnya. Dalam upaya merencanakan
secara efisien bagaimana organisasi akan mengoperasikan dan memelihara
asetnya, ISO 55000 menguraikan persyaratan yang harus dipenuhi dan
dipertimbangkan. Rencana terpadu ini akan membahas apa yang akan
dilakukan, kapan dan siapa yang akan melakukannya, dan bagaimana hal itu
akan dilakukan dan dievaluasi.

Support

Kerjasama dan kolaborasi dengan departemen lain akan diperlukan untuk


pengelolaan aset yang efektif. Informasi harus dapat diakses,
didokumentasikan, dikendalikan, dikomunikasikan, dan diaudit untuk
mendukung proses tersebut.

Operasi

Para personil harus kompeten dan terlatih untuk mengelola dan


mengoperasikan aset. Rencana dan implementasi harus dimasukkan kembali
ke dalam sistem manajemen aset, termasuk aktivitas apa pun yang di-
outsourcing-kan, dan melibatkan aktivitas manajemen perubahan.

19
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Evaluasi Kinerja

Organisasi harus menentukan teknik untuk memantau dan mengukur


asetnya dan bagaimana data akan dianalisis, dievaluasi, dan divalidasi.
Laporan ini digunakan untuk menilai kinerja aset dan manajemen risiko.

Improvement

Organisasi harus memastikan bahwa adanya ketidaksesuaian sehubungan


dengan aset didokumentasikan dan dievaluasi. Tindakan korektif dan
preventif harus dilakukan untuk peningkatan aset dan manajemen aset yang
berkelanjutan.

1.3 Kebijakan, Strategi dan Tujuan Manajemen Aset

1.3.1 Tujuan Manajemen Aset di Indonesia Power

Guna menangkap peluang pertumbuhan secara optimal dan mengatasi


keterbatasan serta memberikan value creation yang maksimal untuk PLN
Group dan IP Group, maka peran Anak Perusahaan akan semakin jelas dan
ditingkatkan. Sebagian anak perusahaan akan dimaksimalkan sebagai
sumber pendapatan lainnya melalui dividen dan penjualan di pasar non-PLN,
sedangkan sebagian lainnya sebagai enabler bisnis Perusahaan. Strategi ini
adalah untuk menjawab keterbatasan PLN dalam melakukan penyertaan
modal sekaligus memanfaatkan adanya anak perusahaan yang dapat
menghasilkan pendapatan dari luar PLN Group. Arah pengembangan Anak-
anak Perusahaan ke depan juga akan aligned dengan strategic mission SOLID.

20
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Dalam hal ini, maka Indonesia Power berkomitmen untuk meningkatkan


kapabilitas diri sebagai Anak Perusahaan sesuai dengan value creation yang
ditetapkan, apakah sebagai sumber pendapatan atau sebagai enabler bisnis
Perusahaan. Ini semua dicapai salah satunya melalui pengoptimalan
pelaksanaan manajemen aset.

Standar internasional tentang manajemen aset, ISO 55000, menggambarkan


manfaat manajemen aset sebagai organisasi yang berkemampuan untuk
merealisasikan value dari penggunaan aset-aset yang dimiliki dalam
pencapaian tujuan organisasi mereka. Apa yang merupakan value akan
tergantung pada tujuan, sifat dan maksud organisasi, serta kebutuhan dan
harapan para pemangku kepentingan.

Manajemen aset itu penting bagi organisasi karena kontrol dan tata kelola
aset yang efektif sangatlah krusial dalam mewujudkan value guna mencapai
keseimbangan kinerja, biaya, dan risiko yang diinginkan. Pemahaman
tentang value yang dapat diturunkan dari manajemen aset harus
mencerminkan value yang relevan dengan berbagai pemangku kepentingan
organisasi.

Tujuan organisasi menetapkan arah strategis organisasi. Tujuan organisasi


diturunkan sebagai bagian dari proses strategi dan harus selalu
mencerminkan kepentingan semua pemangku kepentingan utama bagi
organisasi. Tujuan manajemen aset adalah tujuan yang berasal dari tujuan
organisasi, yang relevan dengan penggunaan aset.

Tujuan organisasi dapat bersifat finansial dan non-finansial dan sering kali
saling tergantung karena mewakili kepentingan yang berbeda dari para
pemangku kepentingan yang berbeda. Pengaruh potensial dari manajemen
aset dalam pencapaian tujuan organisasi tergantung pada pentingnya aset
fisik untuk organisasi dan tunduk pada industri, struktur bisnis, dan faktor
internal dan eksternal dalam konteks organisasi.

21
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Value berkaitan dengan tujuan organisasi karena tujuan ini harus


mencerminkan kebutuhan dan harapan para pemangku kepentingan. Value
juga berkaitan dengan keseimbangan kinerja, biaya, dan risiko.

Secara umum, apa yang sebenarnya menciptakan value adalah pendorong


value atau value driver, yang dapat berupa strategi, sistem, proses, aset, atau
elemen lain dari manajemen aset yang memengaruhi kinerja, biaya,
dan/atau risiko untuk tujuan penciptaan value.

Unsur-unsur manajemen aset hanya ada untuk tujuan penciptaan value di


mana beberapa elemen diperlukan untuk elemen lain untuk melakukannya.
Elemen-elemen ini disebut value enabler. Perbedaan antara value driver dan
value enabler dapat membantu organisasi memahami “bagaimana”
manajemen aset benar-benar bisa menciptakan value.

Bahwasanya value driver memiliki dampak positif langsung pada penciptaan


value, maka value enabler memiliki efek tidak langsung pada kinerja dan
penciptaan value. Contohnya adalah bahwa prosedur baru untuk proses
kerja adalah value driver dengan efek langsung pada kinerja, biaya dan
dengan demikian value, sedangkan pelatihan manajemen aset umum untuk
personel lapangan akan menjadi value enabler. Biaya pelatihan bersifat
langsung, tetapi kinerja pelatihan harus diidentifikasi melalui value driver
lainnya seperti peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan
pekerjaan.

Sistem manajemen aset tidak boleh memiliki elemen apa pun yang tidak
mendorong atau mengaktifkan value dan value enabler apa pun harus
dikaitkan secara kausal dan logis dengan value driver. Jika misalnya aset atau
aktivitas tidak dengan sendirinya menghasilkan value (enabler value), harus

22
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

bisa dijelaskan bagaimana aset atau aktivitas ini dapat mendukung elemen
lain (value driver) dalam menciptakan value.

Ada banyak peluang terkait bagaimana suatu organisasi dapat meningkatkan


realisasi value dari aset dan dalam pengambilan keputusan di antara
peluang-peluang ini. Organisasi harus bisa mencari keseimbangan yang
diinginkan antara tujuan dan kinerja organisasi, biaya dan risiko.

1.3.2 Kebijakan Manajemen Aset

Pernyataan kebijakan (policy statement) adalah pernyataan dari keseluruhan


tujuan atau prinsip yang diadopsi oleh suatu organisasi. Pernyataan
kebijakan memberikan arahan di tingkatan tinggi, yang bertujuan memandu
proses pengambilan keputusan bisnis.

ISO 55001 mensyaratkan organisasi untuk menyatakan kebijakan


manajemen aset. Kebijakan ini diperlukan untuk memberikan dasar bagi
penetapan tujuan manajemen aset dengan melibatkan komitmen untuk
memenuhi persyaratan aset dan komitmen untuk perbaikan berkelanjutan.

Prinsip kebijakan lain terkait dengan tata kelola dan praktik bisnis, dan bisa
jadi dalam bentuk referensi ke dokumen lain yang relevan. Contohnya adalah
prosedur untuk memastikan pilihan Penyedia atau penyedia layanan yang
transparan. Namun, kita juga dapat menentukan bahwa minat akan
dukungan logistik memungkinkan dilakukannya pemilihan dari berbagai

23
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

penyedia. Contoh lain adalah pekerjaan harus dilakukan sesuai dengan


undang-undang, standar, dan pedoman yang relevan, termasuk
perlindungan kesehatan, safety, dan lingkungan. Kebijakan yang terkait
dengan outsourcing dan penyimpanan perangkat keterampilan tertentu
dalam organisasi dapat ditetapkan.

Tanggung jawab tingkat tinggi juga dapat ditetapkan di bawah payung


Kebijakan, misalnya, peran dewan perusahaan dalam menyetujui dan
memantau rencana akuisisi aset modal dan dalam meninjau kinerja aset.

Gambar 3 Aset manajemen pada organisasi pembangkitan


sebagaimana mengacu pada ISO 55001

Konten Kebijakan Manajemen Aset

Bagian 5.2 dari ISO 55001: 2014 memiliki beberapa persyaratan khusus
mengenai konten Kebijakan Manajemen Aset. Di antara ini adalah bahwa
kebijakan manajemen aset haruslah:
▪ Sesuai dengan tujuan organisasi
▪ Memberikan kerangka kerja untuk menetapkan tujuan Manajemen
Aset
▪ Meliputi komitmen untuk memenuhi persyaratan [wajib dan legal]
yang berlaku
▪ Meliputi komitmen untuk peningkatan berkelanjutan dari Sistem
Manajemen Aset

24
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Selain itu, ada sejumlah persyaratan lain mengenai hal-hal seperti:


▪ persyaratan agar kebijakannya didokumentasikan, selalu tersedia
dan dikomunikasikan, dan
▪ persyaratan agar kebijakannya ditinjau secara berkala dan
diperbarui jika perlu.

Apa Isi Kebijakan Manajemen Aset kita?

Jadi, untuk menyatukan semua ini, apa saja atribut utama dari Kebijakan
Manajemen Aset yang baik?

Pertama, sebaiknya pendek – semisal tidak lebih dari satu atau dua halaman.
Kita bisa pandang Kebijakan Manajemen Aset sebagai yang serupa dengan
Kebijakan safety atau Kebijakan Lingkungan organisasi. Biasanya ini adalah
dokumen satu halaman yang diposting secara mencolok di sekitar organisasi
kita - misal di area penerimaan tamu. Ingatlah bahwa kebijakan harus
memberikan prinsip panduan di Level atas atau umum saja, dan detailnya
harus dimuat dalam dokumen lain - kemungkinan besar dalam Rencana
Manajemen Aset Strategis, atau dalam kebijakan, rencana, dan prosedur
terkait lainnya.

Kedua, kebijakan tersebut harus bermanfaat dalam memberikan panduan


mengenai manajemen aset dan keputusan terkait aset. Jika anggota
organisasi tidak yakin tentang bagaimana mereka harus membuat
keputusan, maka Kebijakan Manajemen Aset harus menunjukkan prinsip-
prinsip Level atas atau umum yang harus diterapkan ketika membuat
keputusan bersangkutan. Prinsip-prinsip pasti yang terkandung dalam
kebijakan akan tergantung, setidaknya sampai batas tertentu, pada industri
organisasi, strategi keseluruhannya, dan konteks lingkungan di mana
organisasi beroperasi. Namun demikian, ada kemungkinan banyak elemen
umum yang akan berlaku untuk organisasi sebagian besarnya, jika tidak
semuanya (sebagaimana ada banyak elemen umum pada kebijakan safety di
kebanyakan organisasi).

25
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Ketiga, ada beberapa elemen wajib yang harus ada dalam kebijakan
Manajemen Aset. Ini adalah:
▪ Komitmen untuk mematuhi semua persyaratan legislatif, peraturan
dan hukum yang relevan, dan
▪ Komitmen terhadap peningkatan berkelanjutan dari Sistem
Manajemen Aset

Bagaimana Seharusnya Kebijakan


Manajemen Aset Dikembangkan?

Setidaknya sama pentingnya dengan apa yang terkandung dalam Kebijakan


Manajemen Aset adalah bagaimana hal itu dikembangkan. Seperti
disebutkan sebelumnya, manajemen puncak perlu menunjukkan komitmen
terhadap manajemen aset yang efektif dalam organisasi, dan salah satu cara
untuk melakukan ini adalah melalui Kebijakan Manajemen Aset. Oleh karena
itu, menjadi masuk akal jika manajemen puncak terlibat dalam
pengembangan dan penyetujuan kebijakan, dan bahwa kebijakan itu
kemudian ditandatangani oleh manajemen puncak, atau anggota tim
manajemen puncak. Dalam hal ini, Kebijakan Manajemen Aset harus
dianggap sama dengan Kebijakan safety atau Kebijakan Lingkungan yang ada
di sebagian besar organisasi.

Seperti yang diketahui oleh semua orang, mendapatkan keselarasan dan


konsensus di antara para Manajer Senior mengenai konten dokumen jenis ini
tidaklah mudah, dan seringkali membutuhkan waktu lebih lama dari yang
kita harapkan. Salah satu “korban” dari upaya mendapatkan konsensus,
seringkali, adalah terkait dengan keringkasan isi - jadi, meski disarankan agar
panjang isi Kebijakan Manajemen Aset tidak lebih dari satu atau dua
halaman, tapi jika dokumen yang lebih panjang diperlukan untuk
mendapatkan konsensus dan komitmen dari Top Management, maka
bersiaplah untuk menerima bahwa mendapatkan konsensus dan komitmen
ini jauh lebih penting daripada panjangnya dokumen.

26
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Gambar 4 Kebijakan tata kelola PT Indonesia Power

Penting juga bahwa struktur dan panjang Kebijakan Manajemen Aset kita
konsisten dengan kebijakan lainnya (seperti Kebijakan safety dan Kebijakan
Lingkungan) yang bisa jadi sudah dimiliki organisasi. Ini akan mengirimkan
pesan yang konsisten mengenai pentingnya semua kebijakan ini - jadi
berusahalah untuk memastikan bahwa panjang dan tingkat perincian yang
terkandung dalam Kebijakan Manajemen Aset konsisten dengan kebijakan-
kebijakan lain ini.

1.3.3 Pemantauan Eksekusi Strategi Manajemen Aset dengan KPI

Menggunakan standar ISO 55000 untuk referensi, paparan berikut ini


menguraikan bagaimana KPI dapat digunakan secara efektif sehingga
pengaturan manajemen aset tidak hanya efisien, tetapi juga efektif untuk
organisasi yang lebih besar.

Key Performance Indicators (KPI) diakui oleh sebagian besar praktisi industri
sebagai motivator organisasi yang efisien dan didorong oleh data. Memang
benar, namun KPI sering dikembangkan secara sewenang-wenang dan bisa
jadi bahkan tanpa mempertimbangkan efek pada organisasi yang lebih besar
atau keselarasan dengan strategi dan tujuan organisasi.

Agar indikator benar-benar berharga, indikator tersebut harus bermakna dan


dapat diterapkan serta terkait dengan tujuan organisasi dan pada akhirnya
strategi organisasi. Michael Porter, profesor strategi terkenal di Harvard
Business School, menulis bahwa efektivitas operasional bukanlah strategi.

27
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Maksudnya adalah bahwa organisasi berkinerja tinggi, yang memberikan KPI


terbaik di kelasnya, sering gagal karena kinerja itu tidak terkait dengan
strategi organisasi atau strategi bisnis yang efektif. Maksudnya adalah bahwa
efisiensi untuk kepentingannya sendiri, atau efisiensi tanpa efektivitas
strategis, bukanlah upaya berkelanjutan.

Jadi apa hubungannya ini dengan manajemen aset? Pada Januari 2014, ISO
55000 diperkenalkan sebagai standar internasional yang menyediakan
kerangka kerja untuk sistem manajemen aset. Inti dari standar ini adalah
untuk meminta organisasi manajemen aset menyelaraskan kegiatan dengan
tujuan organisasi, dan tujuan organisasi dengan strateginya, dan mengukur
kinerjanya. Tampaknya para penulis standar ini sudah memahami sentimen
dari Porter.

Gambar 5 Siklus monitoring dan evaluasi tata kelola PT. Indonesia Power

Bagian menjelaskan bagaimana KPI dapat digunakan secara efektif sehingga


organisasi manajemen aset tidak hanya bisa efisien, tetapi juga efektif untuk
organisasi yang lebih besar.

Kerangka kerja

Istilah seperti strategi, tujuan, rencana, dan kebijakan, semuanya berisiko


untuk diterapkan secara ambigu, tergantung pada organisasi dan situasinya.
Terkadang, bahkan di dalam organisasi, strategi dari satu kelompok adalah

28
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

tujuan dari kelompok lain. Jadi sebelum memahami hubungannya, kita harus
terlebih dahulu menjabarkan pendekatan dan penerapan yang konsisten.
Perspektif manajemen aset, ISO 55000 menyediakan kerangka kerja untuk
hal ini.

Gambar 6 mewakili elemen-elemen yang diuraikan dalam standar ISO.


Sekedar menegaskan, tujuan organisasi adalah tujuan perusahaan secara
keseluruhan. Ini adalah tujuan dari bisnis. Rencana manajemen aset strategis
(Strategic Asset Management Plan, SAMP) adalah rencana terdokumentasi
yang “menentukan bagaimana tujuan organisasi dikonversikan menjadi
tujuan Manajemen Aset .” Ini adalah rencana tindakan tentang bagaimana
fungsi manajemen aset akan mendukung tujuan dan sasaran perusahaan.
Apa yang menguatkan SAMP adalah tujuan dari manajemen aset, rencana
manajemen aset, kebijakan manajemen aset, dan evaluasi kinerjanya.

Gambar 6 Elemen pada Standar ISO

Tujuan manajemen aset adalah tujuan manajemen aset sebagaimana yang


diperlukan untuk bisa mendukung SAMP. Rencana manajemen aset adalah
rencana tindakan untuk memenuhi tujuan, dan kebijakan manajemen aset
terkait erat dengan misi organisasi. Per ISO, itu adalah "niatan dan arah" dari
fungsi manajemen aset untuk memenuhi tujuannya. Kinerja dan evaluasi
adalah tindakan mengukur, memantau, dan menganalisis kinerja aset, fungsi
manajemen aset, dan sistem manajemen aset. Ini bukan hanya kinerja teknis
dari portofolio aset fisik, tetapi juga kinerja proses dalam sistem manajemen
aset.

29
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Sistem manajemen aset diuraikan sebagai semua proses bisnis dan interaksi
yang terjadi dalam organisasi terkait dengan manajemen aset. Ini mencakup
baik proses manajemen aset internal maupun hubungan dengan fungsi bisnis
lain di dalam perusahaan.

Jelas, dalam standar ISO ada kerangka kerja yang dipikirkan dengan matang
untuk memastikan bahwa kegiatan manajemen aset secara khusus telah
terselaras dengan tujuan perusahaan. Ini adalah sumber value nyata dari
standar ISO karena membatasi fungsi manajemen aset agar tidak
menyimpang dari organisasi yang lebih besar. Kerangka kerja ini memastikan
bahwa kinerja yang ditunjukkan, diukur, dan dianalisis adalah yang
diperlukan untuk memenuhi tidak hanya tujuan manajemen aset, tetapi juga
tujuan perusahaan.

Key Performance Indicators

Sekarang peran Indikator Kinerja Utama (KPI) telah ditetapkan dalam konteks
ISO 55000 dan fungsi manajemen aset, maka adalah penting untuk
membahas desain dan penerapan taktisnya secara lebih komprehensif.

KPI dapat didefinisikan sebagai "serangkaian tindakan yang membantu


manajer mengevaluasi ... kinerja perusahaan dan membantu mengenali
kebutuhan akan perubahan ..." Tindakan ini bertindak sebagai insight
manajer terhadap kemajuan organisasi menuju pemenuhan sasaran yang
ditetapkan oleh strategi dan tujuan.

Agar KPI jadi bermakna, dia haruslah memuat, setidaknya, empat komponen
ini: tujuan, sumber, kriteria kinerja, dan rencana tindakan.

Objective: Berasal dari SAMP dan pada akhirnya tujuan organisasi, ini adalah
tujuan atau hasil yang diinginkan. KPI harus dengan jelas mengukur kinerja
yang terkait dengan pemenuhan atau pencapaian tujuan. Best practice-nya
adalah untuk secara eksplisit mendefinisikan hubungan ini ketika
melaporkan hasil KPI yang akan memastikan bahwa semua pemangku
kepentingan memahami pentingnya metrik.

Penting juga untuk dicatat bahwa hubungan antara tujuan dan KPI tidak
harus 1: 1. Misalnya, jika tujuan manajemen aset adalah untuk memenuhi
ambang batas biaya per unit tertentu, bisa jadi akan ada banyak KPI yang

30
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

gunanya untuk memantau kinerja, seperti pengeluaran maintenance


keseluruhan, pengeluaran kontraktor, kualitas first pass, dan OEE.

ISO 55001 Bagian 9.1 memberikan panduan lebih lanjut. Di sana dinyatakan
bahwa organisasi "harus mengevaluasi dan melaporkan kinerja aset, kinerja
manajemen aset termasuk keuangan dan non-keuangan ..., dan efektivitas
sistem manajemen aset." dengan kata lain, organisasi harus mengukur
tujuan yang terkait tidak hanya dengan kinerja teknis peralatan fisik tetapi
juga kinerja kegiatan dan proses pendukung yang diperlukan untuk
memenuhi persyaratan SAMP dan pada akhirnya memberikan value pada
tujuan organisasi atau perusahaan.

Performance Criteria: KPI harus memiliki kriteria atau definisi kinerja yang
jelas. Stakeholder harus memahami apa yang merupakan kesuksesan, dan
yang lebih penting pada titik mana adanya penyimpangan membutuhkan
tindakan. Sekali lagi, ini harus secara spesifik terkait dengan tujuan yang
dievaluasi oleh metrik. Tujuannya adalah untuk memenuhi tujuan strategis
dan memberikan hasil, bukan serta merta untuk mencapai target "kelas
dunia" atau hasil benchmark. Batas atas dari kriteria kinerja haruslah realistis,
tetapi juga masih cukup agresif untuk memastikan tujuan sebenarnya akan
dipenuhi jika metriknya tetap tercapai. Batas bawahnya harus menyediakan
peluang yang cukup bagi manajer untuk mengimplementasikan tindakan
untuk memulihkan kinerja, yang menghindari gagal dalam mencapai tujuan
keseluruhan. Jika batas bawahnya ditetapkan terlalu rendah, pada saat suatu
tindakan sudah dapat diambil, bisa jadi akan sudah terlambat untuk
melakukan pemulihan secara memadai.

ISO 55001 Bagian 9.1 menyatakan bahwa "organisasi harus memastikan


bahwa pemantauan dan pengukurannya memungkinkan organisasi untuk
memenuhi persyaratan." Ini menguraikan bahwa tingkat kinerja untuk KPI itu
ada untuk memastikan tujuan strategis terpenuhi.

Source: KPI hanya bisa sekuat data dan informasi dari mana mereka dibuat.
Setiap KPI harus memiliki tinjauan integritas data yang jelas dan rencana
untuk memastikan KPI itu sudah didasarkan pada informasi yang akurat.
Selain itu, setiap KPI harus memiliki owner yang jelas dengan tanggung jawab
untuk memperbarui, memantau, dan mendokumentasikan.

31
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Bagian 9.1 menyatakan bahwa "organisasi harus menyimpan informasi


terdokumentasi yang sesuai, sebagai bukti dari hasil pemantauan,
pengukuran, analisis dan evaluasi."

Pelaporan, Tindakan, dan Analisis: Metrik harus terlihat oleh semua


pemangku kepentingan yang diperlukan agar tindakan dan analisis dapat
terjadi. Karenanya hasilnya harus dilaporkan dan didiskusikan dengan semua
pemangku kepentingan yang diperlukan, baik yang secara langsung maupun
tidak langsung terlibat dalam pengelolaan metrik. Namun, hanya memantau
KPI tidaklah memberikan value aktual bagi organisasi. Ini adalah tindakan
yang diambil untuk menjaga kepatuhan dan memperbaiki penyimpangan
yang memastikan tujuan bisa tercapai. Harus ada rencana tindakan spesifik
dengan ownership yang jelas untuk setiap penyimpangan atau varians dalam
metrik. Analisis lebih lanjut untuk memahami sumber penyimpangan juga
harus dilakukan untuk memastikan bahwa akar permasalahannya dipahami.

ISO 55001 bagian 10.1 memberikan panduan khusus tentang bagaimana


organisasi harus mengelola ketidaksesuaian dan peningkatan berkelanjutan
yang terkait dengan kinerja manajemen aset.

Indikator Kinerja Leading vs. Lagging

Ketika menerapkan KPI, perlu dipahami perbedaan antara indikator leading


dan indikator lagging. Adalah penting untuk menggunakan kombinasi
indikator leading dan lagging agar bisa lebih efektif memantau status hasil
yang diinginkan.

Indikator Leading: Indikator leading memberikan insight tentang status


tujuan atau hasil sebelum terjadi perubahan atau adanya gangguan pada
hasil bersangkutan. Indikator ini memberikan insight lanjutan dan
merupakan prediksi dari hasil.

Indikator Lagging: Indikator lagging memberikan umpan balik tentang suatu


tujuan hanya setelah tujuan itu terlewatkan atau terpenuhi. Ini
memungkinkan dilakukan analisis untuk meningkatkan kinerja dan
mengidentifikasi akar penyebab penyimpangan, tetapi jarang akan
memberikan kesempatan untuk melakukan penyesuaian pada waktunya
agar tetap bisa mempertahankan hasil yang diinginkan.

32
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Tujuan untuk memenuhi tingkat unit tertentu yang diproduksi per bulan
dapat digunakan untuk menggambarkan penerapan indikator leading dan
lagging. Untuk menghasilkan jumlah unit yang diinginkan, aset harus online
selama 95% dari periode produksi. Uptime peralatan dengan ambang batas
95% adalah KPI yang jelas untuk mengelola dan melacak kinerja yang sesuai
rencana. Namun, metrik ini hanya memberikan insight kepada manajer
setelah uptime 95% yang diperlukan terlewatkan dan hilangnya produksi
selanjutnya. Oleh karenanya, yang seperti ini dianggap sebagai indikator
lagging.

Misalkan enjinir reliability plant bertanggung jawab untuk memastikan dan


meningkatkan uptime peralatan. Enjinir dapat menerapkan beragam tool
seperti analisis root cause untuk mengidentifikasi tindakan korektif guna
meminimalkan cacat peralatan. Seiring dilakukannya perbaikan pada aset
dan dihindarinya kegagalan tambahan, maka waktu kerja dan akhirnya hasil
produksi akan dapat dipertahankan. Manajer dapat memonitor tindakan
korektif yang diterapkan sebagai prediktor uptime di masa depan dan
mengambil tindakan sebelum apa yang menjadi tujuan terkompromikan.
Karena itu, maka yang seperti ini dianggap sebagai indikator leading.

Perhatikan betapa pentingnya untuk memonitor indikator leading dan


indikator lagging. Indikator leading dalam contoh ini pada kenyataannya
hanya dianggap sebagai prediktor kinerja masa depan. Mungkin,
berdasarkan pengalaman sebelumnya, ditemukan korelasi antara tindakan
korektif dengan hasil kinerja di masa depan. Kemungkinannya, itu akan
menjadi prediktor yang akurat, namun dapatkah dijamin bahwa tindakan
yang tepat telah diidentifikasi atau bahwa analisisnya tidaklah cacat? Tidak,
maka perlu juga untuk memantau kinerja uptime peralatan yang lagging
juga. Indikator lagging memberikan visibilitas paling tinggi ke status hasil
yang diinginkan. Mendayagunakan indikator baik yang leading maupun yang
lagging memungkinkan manajer untuk memastikan kegiatan yang tepat
telah dilakukan guna memastikan tercapainya tujuan, serta bisa tahu ketika
tujuannya berpotensi luput diraih.

33
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Penerapan

Bagaimana pentingnya menyelaraskan metrik kinerja dengan tujuan


strategis organisasi dan manajemen aset baiknya diilustrasikan dengan
contoh.

Dalam skenario ini, manajer aset tertarik untuk membuat tolok ukur metrik
best practice untuk organisasi maintenance-nya. Dia telah membaca buku
dan menghadiri konferensi untuk menyelidiki metrik dan KPI yang digunakan
di organisasi dan industri lain. Akhirnya, ia memutuskan bahwa ia ingin
memaksimalkan kepatuhan jadwal maintenance harian untuk memastikan
kelompok perencanaannya efektif, melacak waktu rata-rata antar
maintenance (mean time between maintenance, MTBM) sampai memantau
kinerja program Preventive maintenance, dan mengurangi biaya
kontraktornya untuk mengurangi biaya tenaga kerja keseluruhan per unit,
semuanya adalah metrik yang sudah mapan. Dia memutuskan target agresif
yang “berkelas dunia” dan mengimplementasikan scorecard.

Beberapa bulan pertama berlalu dan dia meninjau metriknya dengan


manajer plant. Apa yang terjadi? Semuanya berwarna merah. Tidak hanya
itu, selama waktu dia berfokus pada kepatuhan jadwal harian mengakibatkan
terjadinya konflik dengan manajer operasi terkait penjadwalan produksi.
Selain itu, ia harus membawa kontraktor untuk membantu mengatasi
penyimpangan jadwal operasi yang meningkatkan biaya tenaga kerjanya per
unit. Akhirnya, waktu rata-rata antar maintenance-nya jadi sangat
berkurang, juga sebagai akibat dari penyimpangan jadwal dan opportunity
maintenance.

Bagaimana upaya untuk mencapai hasil "best practice" yang dipantau oleh
metrik sampai bisa mengakibatkan konflik dalam organisasi ini? Singkatnya,
hasil yang diinginkan oleh manajer ini bersifat terlalu umum dan tidak
terselaras dengan tujuan strategis perusahaannya. Kepatuhan jadwal harian
yang tinggi, MTBM yang tinggi, dan biaya kontraktor yang rendah adalah
karakteristik dari operasi yang bervolume tinggi, berbiaya rendah, dan yang
terdiversifikasi minimal. Namun, tujuan organisasi di perusahaannya adalah
lead time yang rendah, operasi yang sangat fleksibel dan sangat beragam.
Untuk memenuhi tujuan ini, jadwal produksinya jadi sangat fleksibel dan
diperlukan operasi untuk bereaksi terhadap pesanan dengan cepat guna
memenuhi persyaratan lead time yang rendah.

34
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Metrik yang diterapkan malah menghasilkan aktivitas dan tujuan manajemen


aset yang bertentangan dengan tujuan organisasi. Untuk mendukung hasil
yang diinginkan perusahaan, manajer aset harus berfokus pada fleksibilitas
dan metrik seperti waktu rata-rata untuk perbaikan (Mean time To Repair,
MTTR) dan memindahkan kepatuhan jadwal ke tinjauan mingguan alih-alih
harian. Dalam hal ini biaya kontraktor bisa jadi merupakan metrik yang tepat
untuk memantau dan mengelola, namun fleksibilitas dalam tenaga kerja
yang diperlukan untuk mendukung operasi bisa jadi tidak memungkinkan
ambang batasnya menjadi yang "terbaik di kelasnya."

Meskipun ini adalah contoh yang sangat sederhana dan dalam kehidupan
nyata akan berdampak minimal, yang seperti ini bisa menggambarkan
pentingnya interaksi dan keselarasan seperti yang ditentukan dalam ISO
55000. Fungsi manajemen aset adalah untuk menambah value bagi
organisasi, sebagaimana didefinisikan oleh organisasi itu, bukannya agar
efisien untuk kepentingannya sendiri.

1.4 Improvement yang Terfokus

1.4.1 Perbaikan Proses dan Prosedur

Akan tetapi, mengimplementasikan aset kelas dunia hanya akan bernilai kecil
jika proses yang buruk digunakan untuk mengoperasikan dan
memeliharanya. Namun yang mengejutkan, banyak perusahaan yang kaya
aset masih menggunakan praktik maintenance yang tidak efisien di seluruh
operasi mereka. Penjadwalan kerja sering dilakukan secara manual, di atas

35
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

kertas; manajemen suku cadang sering dilakukan secara lokal di setiap lokasi;
dan maintenance-nya reaktif atau hanya didasarkan pada jadwal yang tidak
fleksibel dan telah ditentukan sebelumnya. Selain itu, prosedur yang
digunakan untuk melaksanakan berbagai task - seperti melacak tenaga kerja,
mengelola inventaris, dan memproses pesanan - seringkali rumit, berlebihan,
dan dipenuhi dengan kesalahan dan inefisiensi. Dan perencanaan work order
untuk kegiatan maintenance ini sering tidak didefinisikan dengan baik,
mengakibatkan hilangnya waktu, kurangnya komponen yang tepat,
pengerjaan ulang, jadwal maintenance yang terlewat, dan bahkan kondisi
kerja yang tidak aman.

Perusahaan perlu mengambil beberapa tindakan yang masuk akal untuk


menyelesaikan tantangan ini. Pertama, mereka harus menganalisis proses
dan prosedur yang ada untuk menemukan peluang untuk perbaikan, dengan
orang-orang operasi yang sangat terlibat dalam upaya ini. Analisisnya harus
menghasilkan dokumentasi yang jelas tentang langkah-langkah proses mana-
mana yang dapat dimodifikasi dan dikuatkan, mana-mana yang dapat
sepenuhnya dihilangkan, dan mana-mana yang dapat diganti dengan
alternatif yang lebih baik dan lebih cepat (lihat Gambar 7). Prinsip panduan
utama harus menjadi fokus pada pengembangan proses yang sederhana,
mudah diikuti, dan dapat diadopsi dengan cepat.

Gambar 7 Mengatasi proses dan prosedur yang buruk

36
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Sumber eksternal, termasuk perusahaan sejawat, konsultan strategi EAM,


konsultan teknologi, integrator sistem, dan penasihat standar industri, dapat
memberikan insight dan panduan lebih lanjut tentang di mana peluang-
peluang bisa muncul ada dan bagaimana cara menguatkan prosesnya.
Perusahaan yang lebih matang dalam pengembangan EAM yang efektif
dapat menawarkan saran praktis berdasarkan pengalaman dan pelajaran
yang mereka dapat sendiri. Tentu saja, semua masukan tersebut harus
diperiksa melalui lensa situasi unik perusahaan masing-masing untuk
menentukan tindakan terbaik apa yang harus dilakukan.

Gambar 8 Improvement tata kelola di PT Indonesia Power

Setelah proses dan prosedur barunya tersedia, dan didukung oleh teknologi
baru, perusahaan harus secara teratur mengukur apakah itu semua diikuti
seperti yang diharapkan, dan jika tidak, mengapa tidak. Sangatlah penting
untuk mengukur hasil dan menggunakan indikator kinerja utama yang
konsisten sebagai dasar untuk menghargai perilaku yang baik, sebagai
sebuah praktik yang dapat membawa perubahan besar dalam mengubah
keyakinan, sikap, dan tindakan karyawan.

37
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Gambar 9 UP Semarang Indonesia Power meraih Asian Power Awards, penghargaan


"Oscar" di bidang energi di Malaysia tahun 2019 Kategori Power Plant Upgrade
of The Year, sebagai hasil dari perbaikan proses dan prosedur

1.4.2 Penerapan Manajemen Perubahan dan Pelatihan

Dalam setiap transformasi organisasi besar, mengelola perubahan dan


memperlengkapi karyawan untuk berkembang di lingkungan baru sangatlah
penting. Seperti disebutkan di atas, perusahaan sering lalai untuk melibatkan
staf lapangan operasional dalam merancang program EAM secara
keseluruhan, yang mana ini merupakan kegagalan yang dapat dengan mudah
menyebabkan resistensi yang tinggi dan adopsi yang buruk dari program di
lapangan nantinya. Selain itu, para pemimpin senior, karena takut kehilangan
karyawan yang kritis dan berkurangnya produktivitas, sering merasa enggan
untuk mengungkapkan sifat dan besarnya perubahan yang akan terjadi. Jadi
adalah sangat penting untuk membangun dan memelihara jalur komunikasi
terbuka dengan semua pemangku kepentingan dalam program ini. Faktanya,
pengalaman kita menunjukkan bahwa strategi dan rencana bisnis yang tidak
dikomunikasikan secara jelas akan meningkatkan tekanan karyawan, memicu
kobaran desas-desus negatif, menurunkan produktivitas, dan dapat
mengakibatkan hilangnya personel kunci secara tidak terduga.

38
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Tidak adanya perencanaan yang memadai untuk dukungan pasca-


implementasi seringkali merupakan faktor dalam kurangnya efektivitas
program dalam jangka panjang. Tentu saja, pasti akan ada "kesalahan" dalam
desain, data, dan proses setelah program baru diimplementasikan, tetapi itu
semua akan jauh lebih mudah untuk diperbaiki jika semua pemangku
kepentingan ada di dalamnya. Tanpa perencanaan support yang efektif untuk
mendorong "ownership" oleh semua pemangku kepentingan dalam
mempertahankan solusi, program EAM tidak akan bisa berhasil dalam jangka
panjang.

Pelatihan yang memadai juga penting untuk mencapai tingkat buy-in yang
tinggi dari semua pihak yang terlibat. Seringkali, perusahaan tidak
mengevaluasi apakah karyawan memiliki keterampilan yang diperlukan
untuk melakukan task-task baru mereka dan juga dalam melaksanakan
secara mahir untuk proses, prosedur, dan teknologi yang telah dimodifikasi.
Pengguna yang kurang terlatih seringnya merasa frustrasi dan memilih
kembali ke proses yang lama dan tidak efisien, atau mulai menggunakan
teknologi baru dengan cara yang tidak pernah dimaksudkan. Pelatihan yang
efektif juga dapat membantu mengurangi frustrasi yang sering dirasakan
oleh pekerja yang lebih tua ketika mereka diminta untuk mengubah
kebiasaan kerja mereka, dan dapat membantu memitigasi risiko dari pekerja
semacam tersebut, dan pengetahuan dan pengalaman penting mereka,
keluar dari perusahaan.

39
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Dalam kasus lain, pelatihan tidak dilakukan dengan baik. Hal ini dapat
disebabkan oleh buruknya kualitas materi pelatihan dan penyampaian
pelatihan, atau trainer yang tidak cukup berpengalaman dalam manajemen
aset agar bisa menjalin hubungan dengan, dan menanggapi, peserta
pelatihan yang lebih berpengalaman. Terlalu seringnya, perusahaan
meremehkan waktu dan sumber daya yang diperlukan untuk memberikan
pelatihan yang efektif, dan tidak jelas jadinya siapa yang bertanggung jawab
untuk menetapkan tingkatan pelatihan yang diperlukan.

Upaya manajemen perubahan yang berhasil dimulai dengan kelompok


"sponsor" terpilih dari perubahan EAM yang akan datang. Kelompok ini harus
merupakan gabungan dari karyawan senior dan menengah yang menghargai
dan memberikan kredibilitas pada pendekatan baru. Sponsor ini harus
bertindak sebagai suar untuk komunikasi yang jelas dan jujur mengenai
tujuan dari strategi manajemen aset secara keseluruhan, dan juga tujuan dari
semua perubahan yang akan dilaksanakan, baik terhadap orang, proses, atau
teknologi.

Selain itu, para pemimpin senior perlu melibatkan pekerja lapangan dalam
mendesain dan mengimplementasi program EAM yang baru. Ini berarti
bersikap terang-terangan terkait alasan untuk perubahan, dan secara aktif
meminta dan dengan serius mempertimbangkan saran-saran yang datang
dari orang-orang di lapangan. Meskipun tidak semua ide dapat
ditindaklanjuti, saluran komunikasi yang jelas yang mendorong terjadinya
dialog dan memberikan pembaruan yang bermanfaat, dan bisa melalui
buletin dan coffee morning dan pertemuan departemen, yang mana akan
bisa memadamkan rumor dan isu, hingga membuat karyawan bisa tetap
bersikap positif terkait perubahan yang akan terjadi.

Perusahaan juga perlu menyusun rencana untuk mempertahankan


improvement proses dalam jangka panjang. Rencana tersebut harus
mencakup pembentukan tim yang di-task-kan untuk memastikan bahwa
proses-proses baru berfungsi sebagaimana yang dirancang, pekerja lapangan
di-support ketika mereka menghadapi masalah, penguatan di masa depan
didorong dan diprioritaskan, dan pelatihan yang berkelanjutan terus
diberikan kepada karyawan baru.

Langkah pertama dalam mengembangkan program pelatihan EAM superior


terdiri dari penilaian kemampuan dan keterampilan tenaga kerja saat ini.

40
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Kemampuan ini perlu dipetakan terhadap serangkaian proses dan prosedur


yang baru saja diperbarui untuk mengungkap adanya kesenjangan atau
ketidakseimbangan. dengan menggunakan informasi ini, perusahaan
kemudian dapat menentukan strategi pelatihan secara keseluruhan untuk
mengisi kesenjangan dan mencapai mix keterampilan yang lebih baik
(Gambar 10).

Gambar 10 Rencana untuk mengembangkan program pelatihan EAM

Perusahaan disarankan untuk mengembangkan program pelatihan yang


disesuaikan dengan budaya dan gaya belajar masing-masing, apakah itu
berarti event offline, pelatihan berbasis web, pelatihan berbasis regional,
atau metode lainnya.

41
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Gambar 11 Program-program perusahaan pendukung tata kelola


manajemen aset di PT Indonesia Power

Satu perusahaan yang sedang mengalami transformasi EAM bisa


mengembangkan program yang kuat dengan mendorong karyawan di
lapangan untuk tidak hanya membantu merancang program yang baru tetapi
juga untuk melatih rekan-rekannya terkait teknologi yang baru. Pendekatan
ini meningkatkan kredibilitas program, mengarah pada adopsi yang kuat dan
munculnya perasaan positif tentang perubahan yang akan datang.

42
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

1.5 Manajemen Risiko

Dalam menjalankan operasional bisnisnya, Indonesia Power memiliki potensi


risiko yang perlu terus diidentifikasi dan diukur yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor internal maupun eksternal.

Indonesia Power mengimplementasikan Sistem Manajemen Risiko sesuai


dengan framework ISO 31000:2018 untuk menghasilkan praktik manajemen
risiko dengan perspektif lebih luas, mudah dipahami, terukur serta
mendukung koordinasi dan integrasi antar unit kerja di Perusahaan.
Penerapan Sistem Manajemen Risiko di Perusahaan terdiri dari tahapan
pengelolaan risiko yang sistematis.

Memahami dan mengelola risiko adalah persyaratan universal di seluruh ISO


55001. Sangatlah lazim dalam definisi dan implementasi Sistem Manajemen
Aset secara keseluruhan, untuk merencanakan apa yang harus dilakukan
terhadap aset guna mengelola risiko, dan dalam operasi, yaitu melakukan
hal-hal tertentu pada aset untuk mengelola risiko.

ISO 55001 secara eksplisit mengacu pada standar ISO tentang Manajemen
Risiko, ISO 31000. Perhatikan bahwa definisi risiko dalam ISO 31000 - "risiko
adalah efek ketidakpastian pada objectives" - termasuk di dalamnya
ancaman dan peluang atas objectives.

43
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Gambar 12 Kerangka pengelolaan risiko Indonesia Power

Mirip dengan pendekatan ISO 55001 untuk Manajemen Aset, ISO 31000
menjelaskan kerangka kerja untuk menerapkan manajemen risiko, alih-alih
memberikan panduan 'how to' terkait manajemen risiko. Organisasi
diharuskan untuk membuat kerangka kerja dan proses manajemen risiko
yang sesuai untuk industri dan konteksnya masing-masing.

Indonesia Power telah membuat rencana respons untuk melakukan tindakan


mitigasi dan pencegahan untuk mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi
terkait aspek ekonomi, lingkungan dan sosial.

44
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Tabel 1 Upaya mitigasi terhadap risiko berkelanjutan

Profil Risiko Mitigasi


Risiko Dampak Lingkungan: Pemenuhan kepatuhan tata kelola
• Terjadi pencemaran lingkungan lingkungan meliputi:
• Revitalisasi Continuous Emission
Monitoring System (CEMS);
• Program pemenuhan PROPER;
• Pemanfaatan limbah Fly ash and
Bottom ash (FABA) dan Non FABA;
• Revitalisasi TPS dan TPA;
• Konservasi air, ekosistem kawasan
pesisir dan daerah aliran sungai (DAS).
Risiko Kesehatan dan Implementasi Roadmap K3 meliputi:
Keselamatan Kerja (K3): • Penyempurnaan fire protection sesuai
• Terjadi kecelakaan kerja National Fire Protection Association’s
(NFPA)/Factory Mutual (FM) Global;
• Pengembangan Safety Control Room
(SCR);
• Penerapan Contractor Safety
Management System;
• Peningkatan Budaya K3 dari compliance
menjadi commitment;
• Pembangunan aplikasi K3 (near miss,
IZAT);
• Penggunaan teknologi untuk
mengurangi volatility batubara;
• Penerapan industrial cleaning untuk
area produksi PLTU.
Risiko SDM: • Perkuatan organisasi dan kompetensi
• Kompetensi SDM Perusahaan Operation and Maintenance Excellence
belum memenuhi standar best (OME);
practice • Perkuatan organisasi dan kompetensi
• Kebutuhan human capital Business Development Excellence
belum memenuhi formasi (BDE);
jabatan • Pengembangan Knowledge
Management;
• Rekrutmen, penyempurnaan jalur
karier dan remunerasi.
Risiko Efisiensi: • Program peningkatan efisiensi dan
• Kehilangan potensi pendapatan konservasi energi melalui program
atau penambahan biaya Peningkatan dan Pembudayaan

45
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Profil Risiko Mitigasi


Efisiensi Energi Ekselen (5E), Program
Audit Energi dan upaya penurunan
emisi;
• Optimalisasi harga batubara untuk
meningkatkan daya saing pembangkit
Risiko Tata Kelola: • Penyempurnaan kualitas Tatakelola
• Implementasi tata kelola Asset Management;
pembangkit secara best practice • Penajaman program Lifecycle
belum optimal Management (LCM) Level asset;
• Penyempurnaan siklus overhaul untuk
pembangkit manufaktur China;
• Perkuatan kapasitas dan kapasitas UJH;
Risiko Kelangsungan Usaha: • Menyusun Roadmap pengembangan
• Terancamnya keberlangsungan pembangkit EBT;
usaha Perusahaan • Pengembangan pembangkit;
• Pengembangan pembangkit renewable;
• Pengembangan bisnis jasa O&M;
• Pengembangan bisnis baru untuk
memaksimalkan peluang bisnis
Perusahaan;
• Penetapan peran Anak Perusahaan
untuk mendukung bisnis Perusahaan;
• Program peningkatan Tingkat
Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di
Perusahaan;
• Memastikan regulatory compliance.

1.5.1 Analisis Risiko

Tujuan dari analisis risiko dan manajemen risiko adalah untuk menjawab
empat pertanyaan mendasar berikut:
• Kondisi melenceng apa yang bisa terjadi?
• Seberapa besar kemungkinannya terjadi?
• Apa konsekuensinya jika itu sampai terjadi?
• Bagaimana kemungkinan dan konsekuensinya bisa dikurangi atau
dimitigasi?

46
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Analisis risiko berkaitan dengan mengidentifikasi risiko dan menilai


kemungkinan dan konsekuensi potensial. Peristiwa dapat memiliki
konsekuensi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan, misalnya,
proyek konstruksi dapat menghadapi cuaca baik ataupun buruk. Analisis
risiko dapat membantu kita menghindari dampak buruk, dan bersiap untuk
menghadapinya jika dan ketika itu terjadi. Penilaian risiko melibatkan
kesediaan untuk mempertimbangkan kemungkinan yang kita sebenarnya
tidak ingin mempertimbangkannya.

ISO Guide 73 mendefinisikan berbagai istilah yang berkaitan dengan risiko.


Berikut ini adalah istilah-istilah utamanya:
 Risiko - risiko terjadinya sesuatu (suatu peristiwa) yang akan
berdampak pada objectives.
 Hazard - sumber bahaya potensial.
 Konsekuensi - hasil dari suatu peristiwa dalam bentuk kerugian,
keuntungan, atau cedera.
 Likelihood - deskripsi kualitatif tentang probabilitas atau frekuensi
terjadinya suatu peristiwa.

1.5.2 Garis Besar Manajemen Risiko

Manajemen risiko melibatkan pengenalan risiko dan pengambilan langkah-


langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak potensial. Ini melibatkan
penciptaan peran, tanggung jawab, dan otoritas terkait dengan risiko.

Dalam praktiknya, ini berarti bahwa analisis bahaya dilakukan di mana kita
membuat daftar risiko, yang dikenal sebagai Risk register. Kita kemudian
menganalisis risikonya, dengan mempertimbangkan signifikansinya dan

47
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

bagaimana risiko tersebut dapat diatasi atau dikurangi. Kita kemudian


membuat kontrol, prosedur, dan rencana darurat yang diperlukan untuknya.
Garis besar umum dari prosedur ini ditunjukkan pada Gambar 13, yang
didasarkan pada diagram dalam standar yang disebutkan sebelumnya.

Gambar 13 Garis besar manajemen risiko

Dalam menetapkan peran, tanggung jawab, dan wewenang, prinsip


umumnya adalah bahwa manajer dengan wewenang anggaran atas suatu
area memiliki tanggung jawab atas risiko di area bersangkutan. Ini karena
otoritas anggaran diperlukan untuk mengambil langkah-langkah yang
diperlukan untuk mengatasi masalah risiko.

Saran spesialis juga bisa jadi diperlukan sehubungan dengan fungsi teknis dan
bahaya tertentu. Untuk tujuan ini, kita dapat membentuk tim penilai risiko di
seluruh perusahaan yang berspesialisasi dalam memahami jenis risiko yang
terjadi dalam bisnis. Ini bisa menjadi task kelompok manajemen aset, atau
manajer aset yang relevan, tetapi juga penting untuk melibatkan personel
operasi setempat. Spesialis equipment khusus, spesialis liability legal, dan
spesialis kesehatan, safety, dan lingkungan bisa dilibatkan sesuai keperluan.
Tim asesmen risiko memberi nasihat tentang analisis risiko, kegiatan mitigasi

48
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

risiko, dan rencana kontinjensi dan merekomendasikan dukungan


pendanaan kepada otoritas anggaran reguler, seperti manajer plant.

Indonesia Power telah menyusun Roadmap Manajemen Risiko tahun 2019-


2023 sebagai acuan pelaksanaan tugas Bidang Manajemen Risiko.

Gambar 14 Roadmap manajemen risiko Indonesia Power tahun 2019-2023

Adanya Roadmap Manajemen Risiko adalah untuk membuat langkah-


langkah dalam perencanaan dan pelaksanaan manajemen risiko Indonesia
Power menjadi lebih terarah.

Penerapan manajemen risiko di Indonesia Power telah mengidentifikasi


risiko-risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan Perusahaan.
Beberapa aktivitas utama Indonesia Power telah dipetakan, yang jika
terpapar krisis dapat mengakibatkan tidak tersedianya energi listrik. Oleh
karena itu, Indonesia Power berupaya membentuk Business Continuity
Management System (BCMS) yang terintegrasi dengan proses manajemen
risiko sebagai bentuk penanganan risiko. BCMS berperan dalam upaya
meminimalisir dampak dari krisis terhadap aktivitas utama Indonesia Power
sebagai penyedia energi listrik. Penerapan BCMS akan dimulai dari
awareness terhadap krisis sampai ke langkah-langkah yang dilakukan saat
krisis terjadi.

49
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

1.5.3 Jenis Risiko

Sovereign Risk

Risiko sovereign adalah risiko yang terkait dengan peristiwa di luar kendali
organisasi, terutama yang melibatkan tindakan pemerintah.
• Pemerintah mengubah undang-undang, peraturan, atau tingkat
subsidi;
• Perubahan sentimen politik;
• Perang dan perdamaian.

Risiko sovereign dapat diimbangi dengan klausa force majeure dalam kontrak
yang menetapkan bahwa risiko tertentu dikecualikan dari kewajiban
kontraktor.

Solution Risk

Risiko solusi adalah di mana solusi yang diharapkan untuk suatu masalah,
atau teknologi yang mendasari suatu proyek, ternyata tidak berfungsi atau
menjadi sangat mahal. Risiko solusi mudah untuk terabaikan atau
diremehkan. Banyak kerugian besar telah terjadi karena solusi yang salah
dipilih untuk suatu pengembangan. Manajer proyek harus menyadari
masalah ini dan menghindari komitmen yang berlebihan terhadap solusi
yang sebenarnya tidak terbukti. Jika ragu, lakukan studi percontohan atau
lakukan penelitian lebih lanjut.

Risiko Pengembangan Teknis

Pekerjaan pembangunan terkenal berisiko. Diasumsikan kemajuan teknis


seringkali tidak terwujud. Proyek yang melibatkan perangkat lunak,
menggabungkan perangkat lunak dan perangkat keras, atau
mengintegrasikan dua atau lebih sistem sangatlah sulit. Dianjurkan untuk
menganggap pengembangan hanya sebagai pengembangan, dan tidak
melompat ke fase produksi sebelum konsepnya terbukti.

50
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Risiko Performance

Kinerja yang dihasilkan dari suatu pengembangan bisa jadi terbukti tidak
memuaskan. Aspek-aspek produksi atau dukungan dari suatu
pengembangan bisa jadi terbukti tidak memuaskan, atau perkembangan-
perkembangan baru bisa jadi menyalip konsep aslinya.

Risiko Administrasi

Risiko dapat timbul dari peristiwa di dalam organisasi kita tetapi di luar
proyek. Departemen lain tidak berkomitmen; ada keterlambatan atau
kurangnya persetujuan, dan keterlambatan, atau tidak dijalankannya
kegiatan terkait yang diperlukan untuk proyek.

Safety dan Lingkungan

Safety dan dampak lingkungan seringkali merupakan faktor risiko. Undang-


undang dan prosedur ekstensif berkaitan dengan safety dan perlindungan
lingkungan biasanya dikenakan terhadap industri atau pekerjaan berbahaya
di mana terdapat aturan yang harus diidentifikasi dan dipatuhi.

Risiko Penyedia

Penyedia bisa jadi gagal mengirim, atau bisa jadi ada keterlambatan dalam
pengiriman. Mungkin juga ada perubahan pada harga atau tingkat support.

Sumber Daya

Fasilitas fisik atau SDM dalam hal desain, pengembangan, akuisisi, produksi,
operasi, atau penjualan bisa jadi gagal terwujud.

51
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

1.5.4 Analisis Risiko Kuantitatif

Analisis risiko kuantitatif berfungsi dalam hal pendefinisian risiko sebagai


probabilitas.

Konsep dalam pendekatan kuantitatif adalah:


• Probabilitas kejadian - Probabilitas bahwa suatu peristiwa terjadi
dalam periode atau situasi risiko tertentu.
• Tingkat Kejadian - Rata-rata berapa kali suatu peristiwa terjadi per
tahun, atau per interval waktu lainnya.
• Biaya-risiko - Probabilitas bahwa peristiwa buruk terjadi dikalikan
dengan biaya jika peristiwa itu betul-betul terjadi.
• Biaya-risiko per tahun — Tingkat kejadian peristiwa per tahun × $
biaya per peristiwa.

Teknik untuk memperkirakan risiko-biaya meliputi yang berikut:


• analisis statistik kegagalan dan data kinerja yang berhasil
• “perasaan" berdasarkan pengalaman dan penilaian
• penggunaan pohon event, atau simulasi.

Meskipun biaya-risiko dapat menjadi panduan, hasil dari tingkat kejadian


yang sangat rendah dikalikan dengan biaya yang sangat tinggi tidak selalu
menghasilkan angka yang bermakna ketika ini terkait dengan analisis
keuangan konvensional.

Biaya risiko dari liabilitas bisnis bisa jadi sulit untuk dinilai. Sangat diinginkan
untuk membuat manajemen senior membuat penilaian risiko dan biaya
potensial, karena manajemen menengah dapat membuang waktu dan
sumber daya pada studi yang terlalu rinci, ketika suatu keputusan,
katakanlah untuk mengganti atau mempertahankan kelompok peralatan
lama tertentu, dapat dengan cepat dibuat oleh seorang manajer senior
dengan pandangan yang lebih menyeluruh tentang situasi bersangkutan.

52
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

1.5.5 Panduan Praktis dari ISO 55001

Pernyataan panduan praktis tentang risiko berikut bersifat umum dan dapat
diterapkan di seluruh klausa ISO 55001:

• Identifikasi risiko harus dilakukan pada setiap komponen Kerangka


Manajemen Aset mulai dari penetapan tujuan organisasi hingga
pelaksanaan pekerjaan dan operasi jaringan. Dalam kebanyakan kasus,
sumber utama risiko berasal dari keputusan yang diambil pada tingkat
strategis, misalnya mengurangi waktu kepemilikan untuk meningkatkan
availability, keputusan apakah akan melakukan outsourcing kegiatan
maintenance dan pembaruan, penetapan target untuk mencapai tingkat
ketepatan waktu tertentu. Risikonya akan jadi lebih dipahami ketika
penilaian risiko berlangsung melalui komponen lain dari kerangka kerja
Manajemen Aset, yang menghasilkan gambaran lengkap tentang profil
risiko.
• Matriks Risiko Perusahaan menggambarkan kriteria penilaian risiko yang
digunakan untuk mengukur dan membandingkan risiko (biasanya
probabilitas dan konsekuensinya). Matriks Risiko Korporat yang tersusun
dengan baik akan memungkinkan penentuan ukuran dan peringkat
risiko yang konsisten dari berbagai sumber, yang dapat berdampak pada
sejumlah tujuan perusahaan, misalnya safety, kinerja unit, keuangan.
• Risk register menyediakan format terstruktur untuk mencatat risiko.
Setiap risiko harus dikaitkan dengan satu atau lebih komponen dari
kerangka kerja Manajemen Aset. Risk register harus mencatat penyebab
setiap risiko, kemungkinan dan konsekuensinya, kontrol saat ini dan juga
mitigasinya. Ini akan memberikan dasar yang kuat untuk mengevaluasi
risiko dan untuk memprioritaskan tindakan kontrol dan mitigasi
tambahan.
• Tingkat perincian yang dilakukan dalam penilaian risiko harus sepadan
dengan tingkat keparahan dan kompleksitas risiko. Diperlukan
pendekatan formal untuk risiko safety, dan sebagian besar tool risiko
canggih telah dikembangkan di bidang ini, misalnya analisis bow-tie,
analisis fault dan analisis event tree. Untuk sumber risiko lain, bisanya
kurang cukup tersedia informasi empiris untuk bisa dilakukan penilaian
yang sepenuhnya kuantitatif.

53
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

• Tindakan risiko harus diprioritaskan untuk mendukung pencapaian


keseimbangan yang tepat antara biaya, risiko dan kinerja. Metode
analisis cost-benefit menyediakan mekanisme yang mapan untuk
perbandingan semacam itu, biasanya melibatkan monetisasi risiko untuk
memungkinkan perbandingan dengan biaya keuangan.

1.5.6 Mencermati Kondisi Aset

Untuk melakukan perencanaan aset, kita perlu memahami kekritisan dari


berbagai item. Ini akan menjadi potensi kerugian produksi jika terjadi
kegagalan, dan juga mencerminkan masalah safety dan lingkungan. Analisis
kritikalitas membantu kita dalam memprioritaskan pekerjaan maintenance
dan juga dalam menyediakan dasar untuk merancang redundansi dan untuk
membuat rencana darurat. Ada banyak contoh di mana hilangnya unit
produksi telah menyebabkan gangguan besar.

Kondisi aset biasanya akan memburuk selama masa manfaatnya. Depresiasi


normal mencerminkan hilangnya kondisi ini secara umum. Jika kondisi suatu
aset sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi memenuhi tujuan
fungsionalnya, maka tindakan korektif harus diambil untuk memulihkan
fungsionalitasnya itu.

54
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Pertimbangannya adalah:
• Kondisi aset terkait dengan fungsi dan safety utama.
• Kondisi aset terkait dengan tingkat layanan yang diharapkan, khususnya
bagi aset yang memburuk secara bertahap dan di mana kondisi tersebut
kemudian masih dapat dipulihkan, seperti kasusnya untuk jalan dan
bangunan.

Suatu pendekatan adalah untuk menilai kondisi pada skala yang ditentukan.
Ini bisa jadi dalam bentuk skala 1-5 seperti:
1 = sangat bagus
2 = bagus
3 = sedang
4 = buruk
5 = sangat buruk

Respons terhadap memburuknya kondisi aset dapat melibatkan skala waktu


di mana tindakan korektif perlu diambil, seperti:
• Segera,
• Dalam 1 bulan,
• Dalam waktu 3 bulan,
• Dalam 1 tahun,
• Pantau pada pemeriksaan selanjutnya.

Untuk setiap jenis peralatan yang diberikan, detailnya bisa dijabarkan dalam
prosedur inspeksi atau condition monitoring. Poin kuncinya adalah
mewaspadai kondisi aset dan merespons secara tepat waktu guna
mempertahankan fungsi dan safety.

55
Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset

Halaman ini sengaja dikosongkan

56
Bab II Asesmen dan Penilaian
Manajemen Aset

2.1 Asesmen Manajemen Aset

Sejak tahun 2016, Indonesia Power mendapatkan kontrak pengelolaan jasa


O&M secara menyeluruh (asset manager contract) untuk pembangkit di
Pulau Jawa, dimana Indonesia Power bertanggung jawab terhadap kinerja
pembangkit yang dikelola tersebut.

Praktik terbaik muncul dari beberapa organisasi dan distandarisasi hingga


bisa diadopsi oleh banyak organisasi. Seiring waktu practice ini menjadi
kebiasaan dan praktik di banyak sektor, dan ini memungkinkan organisasi
yang kurang maju untuk membandingkan diri mereka dengan yang lain, lalu
menggunakan hasilnya untuk merencanakan tahap selanjutnya dari
perkembangan mereka. Jadi, bagaimana kita mengukur manajemen aset
yang baik? Bagaimana bisnis dapat ditantang untuk bergerak melampaui
syarat kepatuhan? Bagaimana kita mendefinisikan tingkat maturity proses
yang dibutuhkan organisasi?

57
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

Penerapan sistematis dari prinsip-prinsip manajemen aset telah terbukti bisa


memberikan kontribusi positif bagi organisasi. Ini mengarah pada efisiensi
yang lebih besar dalam pengelolaan aset, kohesi yang lebih besar antara
berbagai fungsi organisasi, peningkatan komunikasi dengan regulator dan
pemangku kepentingan lainnya, peningkatan kepercayaan dalam keputusan
investasi dan justifikasinya, dan lebih banyak pengetahuan dan manajemen
keterampilan berikut transfernya yang lebih efektif. Semua ini membutuhkan
langkah-langkah yang harus dipenuhi oleh organisasi dan pemangku
kepentingan berikut bukti yang mereka yakini.

Standar dapat ditetapkan dalam beberapa cara - oleh inovator yang tidak
tertandingi, melalui kontestasi, melalui konsensus industri atau melalui
pemaksaan oleh negara. Mereka divalidasi di pasar oleh permintaan akan
produk dan layanan yang mewujudkannya.

2.1.1 Maturity Manajemen Aset

Maturity Manajemen Aset mengacu pada kemampuan orang, proses,


teknologi, kepemimpinan, dan budaya organisasi untuk memperoleh dan
memberikan value dari asetnya guna memenuhi kebutuhan organisasi dan
pemangku kepentingannya secara berkelanjutan.

Maturity Manajemen Aset umumnya dinilai berdasarkan praktik baik yang


dikenal dalam Manajemen Aset. Ini adalah subjek yang kompleks dan tidak
dibahas secara rinci dalam buku ini.

Kepatuhan terhadap ISO 55001 menunjukkan bahwa capability Manajemen


Aset yang terstruktur, yaitu dalam tingkat maturity tertentu, telah ditetapkan
dan diterapkan oleh suatu organisasi. Posisi relatif kepatuhan ISO 55001
nominal terhadap skala keseluruhan maturity Manajemen Aset dapat dilihat
pada Gambar 15.

Maturity Manajemen Aset adalah sejauh mana kapabilitas, kinerja, dan


kepastian yang berkelanjutan dari suatu organisasi berada dalam kecocokan
terhadap tujuan pemenuhan kebutuhan saat ini dan masa depan dari para
pemangku kepentingannya, termasuk kemampuan organisasi untuk
memperkirakan dan merespons konteks operasinya.

58
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

Gambar 15 Skala Maturity Manajemen Aset


(Asset Management Consulting Limited - 2016)

Organisasi yang menunjukkan maturity Manajemen Aset harus dapat


memperkirakan dan merespons perubahan lingkungan bisnis dan kebutuhan
pemangku kepentingan yang berubah dengan cara-cara yang
mempertahankan keselarasan berbagai aktivitas dalam organisasi.

Tingkat maturity Manajemen Aset terkait dengan kepatuhan ISO 55001 bisa
jadi sesuai untuk beberapa organisasi, tergantung pada konteks, risiko, dan
peluang spesifik masing-masing.

Meningkatkan maturity Manajemen Aset tidak selalu berarti meningkatkan


kompleksitas dalam hal kapabilitas. Bagian penting dari pencapaian tingkat
maturity Manajemen Aset yang tepat adalah untuk memahami betapa
pentingnya suatu aset, aktivitas, proses, atau sistem teknologi untuk
memberikan value bagi organisasi dan pemangku kepentingan serta
membangun pendekatan yang sesuai. Misalnya, perencanaan intervensi aset

59
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

dapat berkisar dari metode sederhana berbasis kertas hingga penggunaan


tool pemodelan yang canggih, berbasis teknologi, tergantung pada kekritisan
aset yang relevan.

Manajemen Aset secara umum masih merupakan bidang yang berkembang


dan apa yang diakui sebagai best practice di satu industri bisa jadi tidak sama
di industri lain. Batas best practice yang diketahui, seperti yang diperlihatkan
di tepi kanan Gambar 15, juga terus bergerak seiring dengan semakin
matangnya industri dan organisasi, semakin berkembangnya teknologi dan
berevolusinya teknik.

Kepatuhan terhadap ISO 55001 saja jarang bisa memberikan 'jawaban akhir'
atau tingkat maturity Manajemen Aset yang optimal untuk suatu organisasi.
Untuk mencapai value maksimum dari aset biasanya akan membutuhkan
organisasi untuk mengembangkan kemampuan Manajemen Aset di luar
kepatuhan dengan persyaratan ISO 55001.

Apa yang dilakukan ISO 55001 adalah memastikan bahwa suatu organisasi
memiliki Sistem Manajemen Aset yang kompeten dan efektif. Ini akan
memungkinkan organisasi untuk, dari waktu ke waktu, terus menguatkan
pemahamannya tentang cara terbaik untuk mendapatkan dan memberikan
value dari asetnya dan untuk menetapkan tingkat maturity Manajemen Aset
yang sesuai berdasarkan manfaat bisnis terkait. dengan demikian, ini
merupakan target awal praktik yang baik bagi organisasi yang ingin mencapai
manfaat dari Manajemen Aset.

60
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

2.1.2 Prinsip Maturity Manajemen Aset

Prinsip-prinsip berikut ini berlaku untuk maturity Manajemen Aset:

a) Pertimbangan harus diberikan pada kapabilitas organisasi di seluruh


lanskap manajemen aset, termasuk integrasi dari kapabilitas ini dalam
mencapai tujuan organisasi;
b) Pertimbangan harus diberikan pada kinerja dan value yang diberikan
suatu organisasi kepada para pemangku kepentingannya, termasuk
terhadap pencapaian tujuan organisasi;
c) Pertimbangan harus diberikan hingga sejauh mana Sistem Manajemen
Aset tertanam dan terintegrasi dengan sistem dan proses bisnis lainnya;
d) Pertimbangan harus diberikan pada perspektif berikut: Aset, Proses
(Structured), Tata Kelola (Assurance) dan Budaya (Structuring);
e) Maturity Manajemen Aset tidaklah sama dengan kompleksitas,
misalnya, solusi yang sederhana dapat menjadi solusi yang matang
untuk organisasi atau konteks operasi tertentu;
f) Maturity Manajemen Aset dapat diukur pada skala dengan pita yang
telah ditentukan dan deskripsi karakteristik yang diharapkan dan
ditunjukkan di setiap pitanya;
g) Bergerak melalui pita maturity yang lebih rendah dapat dicirikan sebagai
proses yang lebih selaras, disiplin, dan terintegrasi. Tingkat pencapaian
ini karenanya dapat dinilai dalam hal kesesuaiannya dengan persyaratan
sistem manajemen seperti ISO 55001: bergerak melalui pita maturity
tinggi akan dinilai menggunakan karakteristik yang lebih holistik,
proporsional, dan bersifat 'perilaku';
h) Bahwasanya persyaratan untuk ISO 55001, yang mendefinisikan 'good
practice' dalam sistem manajemen, bisa jadi akan tetap relatif stabil,
namun best practice dalam Manajemen Aset akan terus berkembang.
Definisi dan pita maturity perlu mencerminkan hal ini;
i) Best practice bisa jadi spesifik terkait konteks, industri, budaya dan
pemangku kepentingan; dan
j) Penilaian maturity di masa lalu bisa jadi bukan refleksi dari maturity saat
ini karena adanya evolusi best practice ini. Oleh karena itu asesmen
menjadi kurang dapat diandalkan seiring berjalannya waktu dan hasil
asesmen harus dibatasi waktu.

61
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

Evolusi maturity organisasi berkembang dari tingkat maturity yang lebih


rendah, yang cenderung berfokus pada proses-aligned, disiplin, dan
terintegrasi (dievaluasi oleh kepatuhan terhadap persyaratan yang
ditetapkan dalam ISO 55001), menuju tingkat maturity yang lebih tinggi yang
terkait dengan karakteristik yang lebih holistik, proporsional dan bersifat
'perilaku'. Fokus organisasi pada Level maturity pertama adalah untuk
mengintegrasikan dan mencapai kontrol terkoordinasi dari proses yang ada,
sedangkan fokus dari Level yang lebih tinggi adalah untuk mengoptimalkan
dan menyempurnakan kegiatannya.

Ketika mengevaluasi maturity Manajemen Aset suatu organisasi, adalah


penting untuk mempertimbangkan konteks operasionalnya. Untuk
menentukan konteks operasional organisasi, karakteristik berikut harus
dianalisis:
• Kekritisan sistem aset: Ini merujuk pada pentingnya mengelola aset
secara optimal dan skala konsekuensi akibat tidak melakukannya.
• Skala dan kompleksitas portofolio aset: Ini akan mengukur
kesulitan dalam mengelola aset secara optimal.
• Volatilitas lingkungan bisnis: Ini akan menyoroti kendala/peluang
untuk mengelola aset secara optimal selama seluruh life cyclenya.

2.1.3 Manfaat Dilakukannya Asesmen Maturity

Pertimbangan dan asesmen maturity Manajemen Aset memberikan manfaat


sebagai berikut:
a) Jalur yang jelas dan bertahap untuk menguatkan Manajemen Aset;
b) Demonstrasi yang lebih objektif terkait kemampuan, kompetensi,
dan kemajuan yang ada;
c) Membantu menetapkan target yang realistis dan objective untuk
improvement;
d) Memberikan bahasa yang konsisten untuk membahas kekuatan dan
kelemahan terkait manajemen aset; dan
e) Memungkinkan dilakukannya benchmarking, bahkan antara
organisasi yang mengelola aset yang berbeda di lingkungan operasi
yang berbeda.

62
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

Meningkatkan maturity manajemen aset dapat memberikan manfaat


berikut:
1) Menyelaraskan aktivitas dan perilaku individual yang diarahkan
untuk mencapai tujuan organisasi;
2) Meningkatkan hasil keuangan dan non-keuangan;
3) Memberikan kejelasan tentang tujuan dan arah masa depan
organisasi;
4) Meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan diri, baik di dalam
organisasi maupun di mata para pemangku kepentingan eksternal;
5) Lingkungan kerja yang lebih positif dan kooperatif, dengan
produktivitas yang lebih tinggi;
6) Mengoptimalkan biaya life cycle;
7) Menyelaraskan risiko dengan selera risiko pemangku kepentingan;
8) Menciptakan lebih banyak konsistensi antara hasil yang diprediksi
dan yang benar-benar dicapai;
9) Mengakui dan meningkatkan eksploitasi atas kekuatan yang ada
dalam organisasi;
10) Peningkatan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan
kondisi eksternal;
11) Lingkungan yang lebih baik untuk inovasi dan kreativitas;
12) Keyakinan yang lebih besar dalam delivery kinerja dan value masa
depan; dan
13) Kondisi yang tepat untuk membangun dan mempertahankan
budaya untuk sukses.

2.1.4 Karakteristik Organisasi yang Mature

Organisasi pada tingkat maturity Manajemen Aset tertinggi biasanya akan


menunjukkan karakteristik umum berikut:
a) Organisasi ini dapat menunjukkan bahwa kemampuan, kinerja, dan
jaminan berkelanjutan mereka di seluruh lanskap Manajemen Aset
memiliki kecocokan terhadap tujuan dalam konteks operasi
mereka;
b) Mereka memberikan hasil yang memenuhi kebutuhan pemangku
kepentingan mereka saat ini dan di masa depan;
c) Mereka terus menguatkan Sistem Manajemen Aset dan elemen-
elemen Manajemen Aset di luar Sistem Manajemen;
d) Mereka responsif terhadap perubahan tuntutan dan lingkungan;

63
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

e) Kepemimpinan dan komitmen yang selaras terlihat di semua


tingkatan dalam organisasi;
f) Kegiatan lintas disiplin ilmu dalam organisasi terintegrasi dan
keputusan-keputusannya secara jelas terselaraskan dengan
persyaratan pemangku kepentingan;
g) Kepentingan lebih besar melekat pada Indikator Kinerja Utama yang
berpandangan ke depan, berfokus pada tujuan pemangku
kepentingan, meskipun KPI yang berpandangan ke belakang bersifat
melengkapi dan juga bisa digunakan untuk melacak kinerja;
h) Biaya, risiko, dan kinerja dipahami di semua tingkatan dalam
organisasi;
i) Setiap orang di organisasi berusaha untuk memberikan value yang
lebih besar kepada para pemangku kepentingan dan ada budaya
'melakukan apa yang terbaik untuk organisasi secara keseluruhan'
di mana;
j) Antarmuka organisasinya mulus;
k) Terdapat proporsionalitas yang tepat dalam presisi dan kuantifikasi
risiko, biaya, dan kinerja, dalam pengumpulan data, analisis, dan
metode pengambilan keputusan;
l) Mampu menunjukkan solusi value terbaik dan untuk mengukur
dampak dari opsi atau waktu yang tidak optimal;
m) Ada bukti penelitian proaktif dalam mengidentifikasi peluang
improvement, termasuk adaptasi dan perbaikan dari sektor industri
lainnya; dan
n) Menyadari posisi dibandingkan dengan pesaing atau kelompok
sebaya, dan dapat menunjukkan, melalui tolok ukur atau pengakuan
independen, bahwa mereka mengungguli organisasi lain tersebut.

2.1.5 Contoh Skala Maturity

Skala Maturity Manajemen Aset dari The Institute of Asset Management:

o Innocent - Organisasi belum mengakui kebutuhan akan persyaratan


ini dan/atau tidak ada bukti komitmen untuk menerapkannya
o Aware - Organisasi telah mengidentifikasi kebutuhan untuk
persyaratan ini, dan ada bukti niat untuk mengembangkannya.
o Developing - Organisasi telah mengidentifikasi cara untuk mencapai
persyaratan secara sistematis dan konsisten, dan dapat

64
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

menunjukkan bahwa ini sedang dikembangkan dengan rencana


yang kredibel dengan sumber daya yang telah teralokasi.
o Competent - Organisasi dapat menunjukkan bahwa ia secara
sistematis dan konsisten telah mencapai persyaratan yang
ditetapkan dalam ISO 55001.
o Optimising - Organisasi dapat menunjukkan bahwa ia secara
sistematis dan konsisten mengoptimalkan praktik Manajemen
Asetnya, sejalan dengan tujuan organisasi dan konteks operasi.
o Excellent - Organisasi dapat menunjukkan bahwa ia menggunakan
praktik kerja unggulan, dan mencapai value maksimum dari
pengelolaan asetnya, sesuai dengan tujuan organisasi dan konteks
operasi.

Empat dari tingkat maturity ini mudah dirasakan dan dapat mewakili kriteria
untuk pencapaian atau kecukupan, sementara dua di antaranya (Developing
dan Excellent) lebih bersifat transisi dan dapat diperlakukan sebagai kriteria
atau bukti perkembangan yang sedang berjalan. Mencapai Level 3 atau
"Competent" setara dengan mematuhi ISP55001.

Gambar 16 Ilustrasi bow tie dari Skala Kematangan IAM

Level Maturity atau kemajuan organisasi juga ditunjukkan dalam ilustrasi


'dasi kupu-kupu - bow tie', yang dikembangkan oleh IAM (Gambar 16). Suatu
organisasi mulai menerapkan manajemen aset dengan proses penyelarasan
dan integrasi, kondisi ini menyatu dengan kondisi sentral atau Level
kompetensi (good practice); melanjutkan proses organisasi memperluas

65
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

maturity mereka dan membedakan dalam mendefinisikan Level target lebih


lanjut dari 'best appropriate practice'.

2.1.6 Audit Sistem Manajemen Aset

Audit adalah proses memeriksa sistem untuk melihat apakah proses yang
ditentukan telah diikuti dengan benar dan bahwa catatan dalam sistem
mencerminkan aset nyata dan juga peristiwa nyata. Audit terhadap sistem
manajemen aset diperlukan dari waktu ke waktu.

Hasil dari audit harus menjadi dasar untuk memperbaiki kesalahan, kelalaian,
atau ketidaksesuaian. Mereka juga dapat membentuk dasar untuk perbaikan
dalam sistem. Personil yang bekerja dalam sistem harus didorong untuk
mengusulkan potensi improvement.

Pemeriksaan audit khusus akan mencakup:


• Kondisi aset, availability, dan kesesuaiannya untuk kepentingan
• Kompatibilitas aset fisik dan register aset
• Manajemen konfigurasi
• Pengambilan stok
• Analisis risiko dan status manajemen

2.1.7 Tinjauan Manajemen

Tinjauan manajemen adalah proses mengevaluasi sistem manajemen aset


untuk memeriksa kesesuaian dan efektivitasnya sehubungan dengan tujuan
manajemen aset. Tinjauan manajemen harus dilakukan dari waktu ke waktu.

Tinjauan harus mempertimbangkan apakah perubahan diperlukan dalam


sistem manajemen aset, dengan mempertimbangkan perkembangan aset
dan hasil audit aset. Perkembangan dapat mencakup perubahan dalam
jumlah atau jenis aset yang didukung, perubahan teknis dan peraturan, dan
kinerja aset relatif terhadap indikator utama.

Tinjauan dapat mengakibatkan perubahan sumber daya, kepegawaian,


sistem informasi, dan peran serta tanggung jawab personel. Laporan atas
tinjauan harus disimpan untuk kepentingan follow-up.

66
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

2.2 Pengukuran Kinerja dengan Quick Win

2.2.1 Komitmen Indonesia Power

Direksi bersama Senior Leader Indonesia Power berkomitmen untuk


meningkatkan keandalan dan efisiensi pengelolaan pembangkit.

Adapun komitmen tersebut mencakup eksekusi langkah strategis dalam


rangka (1) peningkatan persediaan dan kualitas batubara, serta kemampuan
coal handling, dan (2) membantu PT PLN (Persero) untuk percepatan
penyiapan fasilitas pendukung ketersediaan gas maupun pemanfaatan
biofuel.

Komitmen berikutnya adalah (3) melakukan kerja sama strategis untuk


memastikan ketersediaan technical advisor, material cadang, dan program
strategis lainnya. Hal ini sebagai upaya peningkatan monitoring, early
warning system, dan evaluasi operasi serta keandalan.

Gambar 17 Forum Leader 2019 di mana Direksi bersama Senior Leader Indonesia
Power merumuskan Quick Wins 2019 sekaligus mengukuhkan komitmen untuk
meningkatkan keandalan dan efisiensi pengelolaan pembangkit.

67
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

Indonesia Power juga berkomitmen untuk (4) mengeksekusi program EBT


dan bisnis lainnya di luar PLN, (5) meningkatkan kapabilitas leadership dan
kemampuan teknis SDM serta mendorong keunggulan dan daya saing
perusahaan. yang tak kalah penting, (6) kesungguhan seluruh elemen
perusahaan untuk melaksanakan strategi eksekusi tahun 2019 sebagai
langkah nyata dalam peningkatan keandalan dan efisiensi pengelolaan
pembangkit dengan menerapkan KPI yang tajam.

Gambar 18 Quick Wins Indonesia Power 2019 untuk mencapai


Human capital Excellent (HCE), Operation Maintenance Excellent (OME),
dan Business Development Excellent (BDE)

68
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

2.2.2 Key Performance Indicators

Key Performance Indicators (KPI) adalah kuantitas terukur yang dimaksudkan


untuk menunjukkan sejauh mana suatu sistem telah memenuhi harapan
yang dikenakan padanya. Indikator kinerja membantu dalam hal:
• Memberikan indikasi tingkat tinggi tentang seberapa baik
kegiatannya dikelola.
• Menyoroti area yang perlu diperhatikan.

Indikator kinerja digunakan untuk mengukur pencapaian kinerja sistem.


Mereka menunjukkan seberapa baik suatu aset, atau sistem aset dalam
memenuhi tujuan yang dinyatakan. Mereka biasanya akan berhubungan
dengan levels of service yang ditentukan. Oleh karena itu, mereka adalah
pedoman yang berharga bagi pengguna, pelanggan, dan manajemen senior
dalam menilai dan membandingkan kinerja yang sifatnya lintas periode
waktu dan lintas sistem yang sebanding.

Pada tingkatan operasional, indikator kinerja berguna bagi manajer sebagai


petunjuk cepat tentang bagaimana suatu sistem bekerja dan sebagai indikasi
area kekuatan dan kelemahan.

Indikator kinerja idealnya harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak


mempengaruhi perilaku partisipannya, selain untuk memotivasi peningkatan
kinerja yang tulus. Dalam praktiknya, indikator kinerja dapat memiliki efek
yang memotivasi atau menurunkan motivasi tergantung pada bagaimana
pengaruhnya terhadap orang atau kelompok tertentu.

69
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

Gambar 19 Penandatanganan Key Performance Index (KPI) oleh 133 Eksekutif


Kantor Pusat dan 146 Eksekutif Unit Indonesia Power yang dilakukan serentak

Jika pekerjaan maintenance dilakukan saat mesin menganggur karena alasan


operasional hingga menciptakan "unavailability" yang diperhitungkan
terhadap maintenance, maka peluang maintenance tidak akan diambil. Jika
semisal biaya untuk ban mobil dibebankan ke anggaran operasi, maka
operator akan memiliki motivasi lebih untuk mengendara dengan hati-hati
daripada jika biayanya keluar dari anggaran maintenance. Penyedia layanan
dapat menikmati apa yang dikenal sebagai 'pencil whipping', yang berarti
membuat gerakan yang dirancang khusus untuk memenuhi atau melebihi
indikator. Misalnya, indikator kinerja pada task-task perbaikan yang telah
diselesaikan dapat ditangani dengan menutup satu pekerjaan sebelum
tenggat waktunya dan kemudian memulai pekerjaan lain untuk
menyelesaikan pekerjaan yang tersisa. dengan demikian bahaya dari
indikator kinerja adalah bahwa orang yang dinilai berdasarkan indikator akan
bekerja untuk indikator tersebut, tetapi tidak serta merta untuk kebaikan
sistem secara keseluruhan.

Ukuran kinerja tunduk pada variasi acak, dan untuk memutuskan secara
formal apakah variasi itu signifikan atau tidak, maka diperlukan analisis
statistik, atau setidaknya, kesadaran akan prinsip-prinsip statistik.

70
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

Gambar 20 PT Indonesia Power meraih Subroto Award kategori Efisiensi Energi


Nasional (UJP Lontar dan UJP Jawa Barat 2 Pelabuhan Ratu) pada 2019 dari
kementerian ESDM menjadi bukti tercapainya kinerja pengelolaan aset,

2.2.3 Indikator Kinerja Terkait Maintenance

Berikut ini adalah beberapa contoh item yang dapat digunakan sebagai dasar
untuk indikator kinerja.

a. Availability plant yang tinggi


b. Backlog maintenance dalam hal jumlah work order dan total work
load.
c. Kinerja anggaran, biaya maintenance aktual versus yang
direncanakan
d. Kepatuhan dengan rencana maintenance mingguan,% kegiatan
terlaksana
e. Menanggapi work request yang disetujui secara angka dan waktu.
f. Jumlah jam yang direncanakan dan dijadwalkan sebagai % dari total
jam maintenance.

71
Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset

g. Kepatuhan terhadap peraturan sebagaimana diauditnya


h. Downtime tak terencana yang rendah
i. Cidera Keselematan dan Kesehatan Kerja yang minimal
j. Jam Preventive Maintenance, Predictive Maintenance, dan
Condition-Based Maintenance sebagai % dari semua jam
maintenance yang tinggi
k. Jam Breakdown Maintenance sebagai % dari semua jam
maintenance yang rendah
l. Kerugian produksi karena maintenance yang rendah
m. Biaya maintenance sebagai % dari turnover
n. Biaya maintenance sebagai % dari value penggantian plant
o. Work order kerja ulang/total work order
p. Overtime maintenance/total overtime perusahaan menjadi kurang
dari 5%
q. Level service inventory,% item terpenuhi dari stok.
r. Turnover inventory menjadi 2-3 kali/tahun
s. Pelatihan, proporsi karyawan/tahun yang menerima pelatihan lebih
dari 40%
t. Pengeluaran untuk pelatihan karyawan menjadi lebih dari 4% dari
payroll
u. Investasi tersimpan sebagai% dari value penggantian plant
v. Biaya kontraktor sebagai % dari biaya maintenance
w. Utilisasi tenaga kerja maintenance menjadi tinggi, tetapi tidak
terlalu tinggi sehingga respons terhadap pekerjaan mendesak jadi
terhambat.

72
Bab III Kepatuhan K3L dan Finansial

3.1 Kepatuhan Terhadap Kesehatan dan Safety

3.1.1 K3L sebagai Prioritas di Indonesia Power

Di Indonesia Power, perlindungan terhadap karyawan dan komunitas selalu


menjadi prioritas nomor satu. Indonesia Power berkomitmen untuk
beroperasi dengan cara yang aman, etis, dan bertanggung jawab, dan dengan
hati-hati mematuhi kebijakan yang dirancang untuk memastikan kesehatan,
keselamatan, dan kesejahteraan karyawan kami dan orang-orang yang kami
layani.

Gambar 21 Workshop Leadership In Safety yang diikuti oleh Manajer Operasi


seluruh unit PT Indonesia Power untuk meningkatkan komitmen kepemimpinan
terhadap budaya K3 pada Level Manajemen

Memahami pentingnya pelanggan dan komunitas kami dalam bidang health,


safety and environment (K3L atau K3L), Indonesia Power berupaya untuk
menyediakan solusi pembangkitan yang menghasilkan kinerja kesehatan dan
safety kerja berkelas dunia, serta teknologi canggih yang memenuhi
persyaratan lingkungan yang ketat. Melalui serangkaian prosedur dan proses
operasi yang komprehensif, Indonesia Power telah mencapai rekam jejak
yang proven, meminimalkan risiko yang melekat dalam industri sambil
membantu pelanggan untuk mencapai target tanggung jawab sosialnya.

73
Kepatuhan K3L dan Finansial

Di Indonesia Power, safety masuk sebagai bagian dari isu penting dan
ekpektasi stakeholder terhadap Perusahaan terkait hak asasi manusia, yang
mana antara lain:

Tabel 2 Isu penting dan ekspektasi stakeholder Indonesia Power

Stakeholder Isu Penting Eskpektasi terkait Peran


Perusahaan
Pegawai • Kesehatan dan • Peningkatan kesejahteraan
Keselamatan Kerja karyawan berupa
• Kompensasi jam pemenuhan hak-hak
lembur pekerja.
• Kebebasan • Peningkatan pemberian
berpendapat fasilitas.
• Kepedulian terhadap
pegawai.
• Lebih terbuka tentang
informasi yang ada.
Masyarakat • Kesehatan dan • Bebas dari pencemaran
keselamatan lingkungan.
• Lapangan Pekerjaan • Informasi mengenai Proses
• Kelestarian pembangkitan listrik serta
Lingkungan dampaknya terhadap
lingkungan.
• Siaga dan Tanggap Kondisi
Darurat Bencana
Pemerintah • Pelanggaran HAM • Ketaatan atau kepatuhan
pada peraturan dan
perundang-undangan
terkait HAM.

Menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman

Indonesia Power berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang


sehat dan aman untuk semua personel, sambil juga memastikan keamanan
aset fisik. Dalam hal kesehatan kerja, masing-masing lokasi plant Indonesia
Power melakukan pelatihan reguler dan kursus penyegaran yang dirancang

74
Kepatuhan K3L dan Finansial

untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya kesehatan potensial dan


mengajari karyawan tentang cara merespons jika terjadi insiden.

Menjadikan safety sebagai perilaku

Indonesia Power mengusahakan tempat kerja yang bebas cedera,


menargetkan praktik kerja yang aman dan 100 persen keterlibatan
karyawan. Sebagai bagian dari upaya ini, Indonesia Power menyediakan
pelatihan reguler, mendalam, pendampingan dan edukasi spesifik per
pekerjaan, didukung oleh prosedur internal, sistem manajemen mutu,
instruksi kerja dan peralatan pelindung.

Keterampilan, praktik, dan kebijakan K3L yang diajarkan di lingkungan


Indonesia Power kepada para personil menjadi tertanam dalam praktik kerja
sehari-hari mereka, dan sering kali menjadi perilaku yang dibawa bersama
sepanjang karier mereka.

Komitmen Indonesia Power terhadap kesehatan dan safety diperluas sampai


kepada orang-orang yang mengunjungi site. Setelah melewati pos
pemeriksaan keamanan untuk memasuki lokasi plant, pengunjung menerima
safety induction yang mencakup tinjauan umum kebijakan K3L perusahaan
dan aturan spesifik lokasi, dan informasi tentang penggunaan peralatan
pelindung diri, protokol dan batasan safety setempat, dan langkah tanggap
darurat dan evakuasi.

Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja tidak hanya dilakukan bagi


pegawai Indonesia Power tapi juga bagi kontraktor. Pencapaian gemilang di
bidang K3 pada Indonesia Power dibuktikan dengan beberapa indikator,
yaitu, diraihnya pengakuan berupa:
̶ Zero Accident Award;
̶ Bendera Emas untuk Resertifikasi SMK3;
̶ P2HIV;
̶ ISRS Level 4 Seri 7;
̶ ASEAN-OSHNET Excellence
̶ Subroto Award;
̶ ISO 17025:2015.

75
Kepatuhan K3L dan Finansial

Gambar 22 Sepuluh unit Indonesia Power meraih beragam penghargaan


seputar K3 - Zero Accident, Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, dan Pencegahan Penanggulangan HIV-AIDS -
dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Secara garis besar kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh Indonesia


Power terkait hak asasi manusia selama ini telah memberikan dampak positif
bagi stakeholder. Bagi Indonesia Power dalam jangka panjang untuk menjaga
keberlanjutan Perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada
Pemegang Saham serta secara khusus atas pelaksanaan kegiatan operasional
yang memperhatikan dan menghormati hak asasi manusia. Manfaat kegiatan
tanggung jawab perusahaan terhadap hak asasi manusia, di mana K3L
termasuk salah satu di antaranya, sebagai berikut:

1. Meningkatkan reputasi Perusahaan di kalangan pemangku


kepentingan.
2. Mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya risiko
terkait hal asasi manusia, baik internal maupun eksternal
perusahaan.
3. Meningkatkan motivasi dan engagement pegawai di lingkungan
kerja.

76
Kepatuhan K3L dan Finansial

Selain itu, kegiatan tanggung jawab Perusahaan terkait hak asasi manusia
diharapkan memberikan dampak positif baik langsung maupun tidak
langsung bagi pembangunan berkelanjutan melalui produksi yang
bertanggung jawab dan berkelanjutan.

3.1.2 Pernyataan Kebijakan K3L Indonesia Power

Pernyataan kebijakan K3L menentukan apa yang harus dicapai oleh


Indonesia Power dan anggota tim staf yang bekerja di IP Power Station dan
bertanggung jawab untuk mengoperasikan instalasi adalah palungan yang
aman sesuai dengan tujuan kebijakan K3L.

Kebijakan K3L harus berlaku juga untuk semua pihak eksternal yang bekerja
di lokasi plant atau mengunjungi lokasi plant. Ini merujuk misalnya kepada
staf service eksternal yang bekerja di lokasi selama periode maintenance

Indonesia Power berkomitmen untuk menyediakan dan memelihara


lingkungan kerja yang aman dan sehat serta operasi pembangkit listrik yang
ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk semua anggota tim staf dan
kepada masyarakat di sekitar lokasi plant, dan untuk memberikan informasi,
pelatihan dan pengawasan yang diperlukan untuk mencapai hal ini.

Semua pihak yang terlibat berkomitmen untuk melindungi hak-hak dasar


semua pekerja yang ditunjuk dan masyarakat, serta merasa berkewajiban
untuk menciptakan hubungan manajemen kerja yang sehat sebagai unsur
utama dalam operasi plant yang sustainable dan sukses.

Semua pihak yang terlibat mulai dari manajemen atas pembangkit hingga
setiap pekerja harus bertanggung jawab atas semua prosedur K3L yang
disyaratkan, dan dengan cara yang sama, semua anggota tim staf harus
menyadari tanggung jawab mereka dalam mematuhi Kebijakan K3L.

Persyaratan berikut ini bersifat mandatory untuk Indonesia Power dan setiap
pekerja untuk penerapan lingkungan yang tidak terganggu dan lingkungan
kerja yang aman dan sehat melalui:
 keterlibatan dalam sistem K3L di tempat kerja;
 berpegang teguh pada prosedur dan peralatan yang benar;
 mengenakan pakaian dan peralatan pelindung jika diperlukan;
 melaporkan rasa sakit atau ketidaknyamanan sesegera mungkin;

77
Kepatuhan K3L dan Finansial

 memastikan bahwa semua kecelakaan dan insiden dilaporkan;


 membantu pekerja baru, peserta pelatihan dan pengunjung ke
tempat kerja untuk memahami prosedur K3L yang tepat dan
mengapa prosedur bersangkutan perlu ada;
 memberi tahu dengan segera manajer yang bertanggung jawab
tentang masalah K3L;
 menjaga tempat kerja tetap rapi untuk meminimalkan risiko
terpeleset dan terjatuh

Pernyataan Kebijakan K3L diterapkan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut:


 Tidak ada korban jiwa dari pekerja, pengunjung maupun publik;
 Tidak ada kecelakaan dan insiden bagi pekerja, pengunjung maupun
publik;
 Tidak ada situasi atau kejadian yang membahayakan atau
mengancam keselamatan;
 Tidak ada masalah, risiko atau dampak terhadap lingkungan;
 Continuous improvement dari kinerja kesehatan & safety di lokasi
dalam kondisi yang praktikal.

Gambar 23 Centre of Excellence (COE) Fire & Safety Academy Indonesia Power saat
menjadi tuan rumah Apel Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional
Provinsi Jawa Tengah tahun 2020

78
Kepatuhan K3L dan Finansial

Indonesia Power mempunyai komitmen dan kesadaran untuk selalu


meningkatkan budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Hal ini
dikarenakan, produktivitas pegawai akan meningkat seiring dengan
meningkatnya rasa kenyamanan dan keamanan di lingkungan Perusahaan
dengan mengacu pada:
1. Undang - undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
2. Keputusan Direksi Nomor:41.K/010/IP/2012 tentang Kebijakan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan di PT Indonesia
Power;
3. Keputusan Direksi Nomor:165.K/010/IP/2016 tentang Kebijakan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja PLTU Batubara di PT Indonesia
Power.

Dalam pelaksanaan K3, Indonesia Power setiap tahunnya menyusun rencana


kegiatan K3 sebagai berikut:
1. Pembangunan pusat pelatihan K3 (Fire Safety Academy) di Pandean
Lamper Semarang;
2. Audit Resertifikasi SMK3
3. Pelatihan dan Workshop K3;
4. Bulan K3 Nasional;
5. Simulasi Tanggap Darurat;
6. Pemantauan dan Pengukuran lingkungan kerja;
7. Pemberian Zero Accident Award;
8. Penyediaan wearpack fire resistant bagi operator coal handling.
9. Assessment K3 terkait Fire Protection System based on NFPA
10. Lomba Pemadam kebakaran

Dalam rangka menjamin tercapainya target dari program kerja Departemen


K3L, maka diperlukan sumber daya manusia yang ahli di bidangnya. Salah
satu usaha yang dilakukan oleh Departemen K3L adalah mensertifikasi
sumber daya yang ada sehingga kompeten dalam bidang yang ditempatinya.
Berikut merupakan grafik kenaikan pemenuhan jumlah pegawai untuk tiap
unit yang tersertifikasi di Lingkungan PT Indonesia Power dari tahun 2016-
2017.

79
Kepatuhan K3L dan Finansial

Gambar 24 Sertifikasi personil Indonesia Power terkait K3

3.1.3 Fire & Safety Academy Indonesia Power

FSA (Fire & Safety Academy) merupakan fasilitas pelatihan K3 milik PT


Indonesia Power yang berkonsentrasi pada penanganan keadaan darurat di
unit pembangkit Low Rank Coal. FSA ini menyediakan program pendidikan
dan pelatihan bidang K3 dengan menggunakan miniatur peralatan umum
yang ada di pembangkit antara lain simulator control room pembangkit,
miniatur coal handling, fire ground yang dilengkapi peralatan umum
pembangkit seperti bunker, trafo, smoke chamber, peralatan-peralatan
ketenagalistrikan, gedung workshop dan fasilitas lainnya yang terlengkap di
Indonesia.

80
Kepatuhan K3L dan Finansial

Gambar 25 Daftar pelatihan yang tersedia pada fasilitas


Fire & Safety Academy Indonesia Power

Gambar 26 Beberapa bentuk kegiatan simulasi fire suppresion Indonesia Power

81
Kepatuhan K3L dan Finansial

3.1.4 Persyaratan dan Kompetensi Safety

Safety dari pengguna, operator, dan pengelola adalah persyaratan umum


bagi sistem berbasis aset.

Manajemen safety mensyaratkan adanya kapabilitas organisasi yang


kompeten dalam menentukan dan menerapkan prosedur yang diperlukan
untuk memenuhi standar safety terkait. Para personil harus mengetahui
peraturan safety yang berlaku bagi aset terkait dan bagaimana
penggunaannya. Peraturan ini akan memberikan pedoman untuk melakukan
operasi dan maintenance.

Personel yang terlibat dalam operasi atau maintenance sistem harus


mematuhi peraturan dan praktik safety yang berlaku. Kompetensi yang ada
harus dijamin dalam bentuk kombinasi kerangka kualifikasi, standar
kompetensi, dan prosedur penilaian kompetensi.

Program pelatihan diperlukan untuk memberikan dan mendukung


pengetahuan dan praktik safety. Anggota staf memerlukan catatan
terdokumentasi yang mengidentifikasi pelatihan dan kompetensi yang
dicapai. Tinjauan atau audit berkala harus dilakukan berdasarkan kompetensi
safety yang diperlukan dan dicapai oleh anggota staf. Ini memberikan
peluang untuk memperbaiki kesenjangan keterampilan jika memang ada.

Kompetensi kontraktor dalam hal safety ditinjau sebagai bagian dari proses
tender kontrak dengan tinjauan kinerja kontraktor yang sedang berlangsung
dan disertai penilaian di tempat kerja.

82
Kepatuhan K3L dan Finansial

Gambar 27 Penandatanganan MoU Indonesia Power dengan Badan Nasional


Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS) peningkatan kemampuan di bidang K3

3.1.5 Persyaratan K3L

Kesehatan

Tujuan utama bagian ini adalah untuk memastikan ruang kerja yang sehat
untuk personel pembangkit listrik.

Fasilitas harus dijaga tetap bersih dan bebas dari effluvia dan kebocoran yang
timbul dari saluran pembuangan, lubang, jamban untuk keperluan higienis
dan kesehatan. Juga, akumulasi kotoran dan limbah harus dipindahkan dari
lantai dan dari ruang kerja untuk memastikan ruang kerja yang aman.
Sehubungan dengan aspek higienis, pembersihan ruang kerja harus
dilakukan seminggu sekali dengan mencuci dan mendisinfeksi, jika perlu.

Setiap ruang kerja harus memiliki ventilasi yang memadai dengan


mengalirkan udara segar. Selain itu, suhu ruangan harus sesuai untuk
keamanan, kenyamanan, dan kesehatan personel. Di ruang kerja di mana
dihasilkan suhu tinggi, ventilasi atau teknik penurunan suhu lebih lanjut
(seperti isolasi) harus dipertimbangkan.

83
Kepatuhan K3L dan Finansial

Ruang kerja untuk setiap pekerja tidak boleh kurang dari 11 m3 (400 kaki
kubik). Ruang di atas 4 meter (14 kaki) dipertimbangkan dalam ruang kerja
yang terkalkulasi.

Personil pembangkit listrik harus memiliki akses mudah ke air minum bersih.
Lokasi keluaran air harus mudah diakses dan diberi label "air minum". Jika
jumlah pekerja melebihi angka 250, air minum harus didinginkan selama
cuaca panas.

Jamban dan urinal harus dipisahkan untuk pekerja pria dan wanita. Selain itu,
fasilitas ini harus diberi ventilasi, penerangan dan dijaga dalam kondisi bersih
dan tersanitasi sepanjang waktu untuk di satu sisi mencegah bahaya
kesehatan dan di sisi lain untuk meningkatkan kenyamanan kerja personel.

Debu dan gas buang harus dikelola untuk mencegah masalah kesehatan bagi
personel. Penghirupan dan kontak langsung harus dihindari. Jika terjadi
kebocoran asap, semua tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan
pengotor harus dilakukan.

Kelembaban Buatan

Di plant mana pun di mana kelembaban udara meningkat secara buatan, air
yang digunakan untuk tujuan tersebut harus diambil dari sumber pasokan air
minum, atau harus seperti yang telah dimurnikan.

Kepadatan

Tidak ada ruangan di plant yang bisa jadi terlalu padat orang sedemikian rupa
sehingga membahayakan kesehatan pekerja yang dipekerjakan di dalamnya.

Pencahayaan Buatan

Di setiap bagian plant tempat pekerja bekerja atau melintasi, harus


disediakan dan dijaga pencahayaan alami atau buatan yang cukup dan
sesuai.

84
Kepatuhan K3L dan Finansial

Keamanan

Tujuan utama bagian ini adalah untuk mencegah kecelakaan atau masalah
apa pun yang dapat membahayakan pekerja dan operasi pembangkit listrik.

Mesin-mesin dan bagian-bagian mesin berikut harus dipagari untuk


menghindari insiden dan cedera:
• Setiap parts yang bergerak
• Headrace dan tailrace dari setiap turbin atau roda
• Setiap bagian dari generator listrik, motor atau compound berputar
• Setiap bagian dari transmisi mesin

Jika diperlukan pemeriksaan terhadap mesin yang bisa bergerak,


pemeriksaan tersebut harus dilakukan oleh pekerja pria dewasa yang
terlatih, diinstruksikan atau diawasi dengan mengenakan pakaian safety
yang sesuai. Baik wanita maupun anak-anak tidak boleh membersihkan,
melumasi atau memeriksa bagian mesin yang bergerak. Tidak ada orang
muda yang akan bekerja di sekitar dan dengan mesin yang dianggap
berbahaya.

Bukaan, lubang dan tangki harus ditutup atau dipagari dengan aman untuk
menghindari kecelakaan saat jatuh.

Setiap kerekan atau lift haruslah:


• memiliki konstruksi mekanik yang baik;
• dirawat dengan baik
• diperiksa secara menyeluruh oleh personel yang berwenang setiap
enam bulan sekali
• dilengkapi dengan penutup dan gerbang untuk menghindari
kecelakaan
• diberi label terkait kapasitas muat maksimumnya

Tindakan efektif harus diambil di sekitar mesin dan peralatan pembangkit


listrik yang beroperasi pada tekanan di atas tekanan atmosfer. Tekanan kerja
yang aman tidak boleh dilampaui selama operasi.

85
Kepatuhan K3L dan Finansial

Lantai, tangga, lorong dan gang harus dirawat dengan baik dan dilengkapi
dengan pagar dan pegangan tangan. Akses aman ke setiap ruang kerja harus
diberikan.

Tidak ada wanita atau remaja yang membawa beban berlebihan.

Karena adanya gas di pembangkit listrik, tidak ada orang yang boleh masuk
ke dalam bilik atau pipa mana pun yang mengandung asap berbahaya yang
dapat menyebabkan sesak napas atau sangat mudah terbakar. Lebih jauh
lagi, tidak ada lampu listrik dengan tegangan melebihi 24 volt dibolehkan
berada dalam ruang yang disebutkan di atas. Pada bagian yang berbahaya
dari plant, di mana asap asfiksasi dapat dikeluarkan, alat bantu pernapasan
yang sesuai harus tetap siap untuk digunakan.

Ruang pembakaran sebaiknya tidak diakses sebelum memastikan adanya


pendinginan ruangan untuk tujuan keamanan. Ruang kerja yang harus
diakses oleh anggota personel harus diamankan sebelum masuk.

Untuk mencegah kerusakan tinggi jika terjadi kebakaran, instalasi harus


dilengkapi dengan memadai. Pintu harus selalu dibuka dari dalam dan harus
terbukanya ke luar. Setiap jendela, pintu atau jalan keluar harus ditandai
dalam bahasa yang dapat dimengerti. Peralatan peringatan harus dipasang
di pembangkit listrik untuk memberikan peringatan jika terjadi kebakaran.
Seluruh personel harus dilatih dengan tepat untuk mencegah insiden jika
terjadi kebakaran.

Keamanan Bangunan dan Mesin

Jika menurut Inspektur terlihat bahwa setiap bangunan atau bagian dari
suatu bangunan atau bagian dari jalan lintas, mesin di plant berada dalam
kondisi sedemikian rupa sehingga akan membahayakan kehidupan atau
safety manusia, ia dapat memerintahkan pada Manajer dari faktor
bersangkutan, sebuah perintah tertulis terkait penetapan tindakan yang
menurutnya harus diadopsi, dan mengharuskan tindakan itu dilakukan
sebelum tanggal yang ditentukan.

Jika menurut Inspektur tampak bahwa penggunaan bangunan atau bagian


dari bangunan atau parts mana pun dari jalan, mesin di plant melibatkan
bahaya yang mengancam jiwa atau safety manusia, ia dapat melayani

86
Kepatuhan K3L dan Finansial

sebagai manajer plant dan memerintahkan secara tertulis yang melarang


penggunaannya sampai kondisi tadi telah diperbaiki atau diubah dengan
benar.

Kerekan dan Lift

Jika terjadi kerusakan atau keruntuhan tali, rantai atau attachment, maka
perlengkapan efisien yang mampu menopang cage-nya bersama dengan
beban maksimumnya harus disediakan dan di-maintain.

Crane, Mesin Pengangkat dan Kerekan Lainnya

Setiap bagiannya, termasuk peralatan kerja, baik yang sifatnya fiks (tak
berpindah) ataupun yang dapat dipindahkan, dan perlengkapan penahan
dan pemasangan, haruslah
• memiliki konstruksi yang baik, dengan material yang kuat;
• dipelihara dengan baik, dan harus diperiksa secara menyeluruh oleh
penguji yang berwenang, setidaknya sekali dalam setiap periode
dua belas bulan dan sebuah register harus disimpan berisikan
keterangan yang telah dituliskan pada setiap pemeriksaan tersebut;

Tidak ada mesin seperti itu boleh dimuat di luar beban kerja yang aman, dan
untuk ini harus ditandai dengan jelas tentangnya.

Jam Kerja Orang Dewasa

Tidak ada pekerja dewasa yang dibuat bekerja lebih dari empat puluh empat
jam dalam seminggu. Dalam satu hari pekerja tidak boleh bekerja lebih dari
delapan jam. Setiap lima jam kerja, maka setengah jam harus digunakan
untuk istirahat. Hari Minggu bukanlah hari kerja kecuali bisa jadi ada
pergeseran atau kasus khusus di mana pengecualian dapat dibuat.

Jika seorang pekerja bekerja lebih dari jam yang ditentukan di atas, ia berhak
untuk dibayar dengan upah dua kali lipat dari upah biasanya untuk
lemburnya.

Akhirnya, pekerja tidak boleh bekerja dua kali dalam satu hari di dua fasilitas
terpisah

87
Kepatuhan K3L dan Finansial

Shift Malam

Jika seorang pekerja di sebuah plant bekerja pada shift yang melampaui
tengah malam, hari berikutnya baginya akan dianggap sebagai periode dua
puluh empat jam dimulai dengan berakhirnya shift tersebut dan jam kerjanya
setelah tengah malam akan dihitung sebagai jam kerja dari hari sebelumnya;

Mempekerjakan Orang Muda

Tidak ada anak yang belum menyelesaikan usia tiga belas tahun dibolehkan
atau diizinkan untuk bekerja di pembangkit listrik.

Seorang anak yang telah menyelesaikan usia tiga belas tahun atau remaja
tidak diperbolehkan bekerja di pembangkit listrik kecuali dia telah
mendapatkan sertifikat kebugaran. Dalam hal ini, dan di bawah pengawasan
manajer pembangkit listrik ia bisa diperkenankan bekerja.

Dalam hal pekerja anak, waktu kerjanya tidak boleh melebihi empat jam
dalam sehari. Waktu kerjanya tidak boleh antara 6 sore sampai 6 pagi. Karena
itu, tidak ada shift malam yang dapat dilakukan oleh anak-anak. Pada hari
yang sama tidak ada anak yang boleh bekerja di dua tempat terpisah.

Daftar pekerja anak harus dibuat di pembangkit listrik yang bersangkutan.


Registri harus selalu dapat diakses oleh inspektur.

3.1.6 Persyaratan Induksi dan Pelatihan K3L

Apa yang disebut pelatihan berarti mendukung pekerja dan staf manajemen
untuk belajar bagaimana melakukan task-nya, menjelaskan kepada kolega
dan karyawan pihak ketiga apa yang harus mereka lakukan atau tidak boleh
dilakukan, atau hanya memberikan mereka informasi yang perlu mereka
ketahui.

Pelatihan seharusnya tidak boleh dipahami sebagai kursus 'ruang kelas'


formal.

88
Kepatuhan K3L dan Finansial

Penyediaan informasi lingkungan, kesehatan dan safety oleh pelatih yang


kompeten harus mendukung setiap pekerja dan anggota tim staf manajemen
untuk:
• memastikan bahwa anggota staf tahu cara bekerja dengan aman dan
tanpa risiko terhadap kesehatan dan lingkungan;
• mengembangkan budaya K3L positif, di mana pekerjaan yang aman,
sehat, dan ramah lingkungan menjadi kebiasaan kedua bagi setiap orang
yang terlibat;
• memenuhi kewajiban hukum untuk melindungi kesehatan dan safety
karyawan dan untuk melindungi lingkungan dari segala dampak dan
bahaya.

Pelatihan K3L yang efektif:


• akan berkontribusi dalam membuat anggota tim staf menjadi kompeten
dalam persyaratan lingkungan, kesehatan dan safety;
• dapat mendukung pengoperasian fasilitas pembangkit listrik dengan
menghindari tekanan yang dapat ditimbulkan oleh insiden, kecelakaan,
dan masalah lingkungan;
• dapat mendukung untuk menghindari biaya keuangan akibat insiden,
kecelakaan dan masalah lingkungan

Induksi Pekerja

Sebelum personil yang memulai pekerjaan atau memasuki lokasi sebagai


pengunjung, staf K3L harus memastikan bahwa semua personel menjalani
kursus induksi K3L yang menekankan perlunya standar tertinggi
perlindungan lingkungan, kesehatan dan keselamatan dan menyampaikan
persyaratan untuk memenuhi ketentuan rencana K3L yang berlaku.

Kursus induksi harus dirancang untuk mencakup: semua informasi relevan


yang berkaitan dengan bahaya yang diketahui dan risiko potensial yang
timbul dari kegiatan di lokasi bersangkutan; tindakan yang harus diambil jika
terjadi insiden/kondisi darurat; deskripsi yang jelas tentang mekanisme
pemantauan bahaya/sistem pelaporan atas near miss; pengantar singkat dari
anggota tim staf K3L.

Semua induksi harus didukung oleh evaluasi formal terkait pemahaman


individu akan informasi induksi. Catatan terkait ini semua harus tetap

89
Kepatuhan K3L dan Finansial

tersedia untuk diperiksa oleh pihak Indonesia Power atau pihak yang
berwenang.

Induksi Bagi Pengunjung

Dalam hal kunjungan situs oleh tamu dan pengunjung, staf K3L harus
memastikan bahwa semua pengunjung telah menjalani induksi K3L yang
menginformasikan tentang risiko di lokasi dan setiap Tindakan K3L yang
diterapkan.

Pengunjung harus membiasakan diri dengan penggunaan peralatan


pelindung pribadi apa saja yang diperlukan untuk dikenakan selama masa
inap di lokasi. Tidak ada pengunjung yang dapat memasuki situs tanpa
induksi K3L dan tanpa APD (Alat Pelindung Diri) yang memadai.

Pengunjung diminta untuk mengkonfirmasi tanda terima induksi dan PPE


dengan tanda tangan di buku tamu site.

Gambar 28 Indonesia Power melalui UP Bali meraih penghargaan ASEAN OSHNET


Award Kategori Excellence di Kamboja sebagai apresiasi terhadap Perusahaan yang
Zero Accident dalam kurun waktu 3 tahun berturut-turut

90
Kepatuhan K3L dan Finansial

3.1.7 Alat Pelindung Diri

Tujuan dari Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk memberikan barrier yang
efektif antara pekerja dan benda, zat, dan proses yang berpotensi
membahayakan.

Minimal, APD dasar haruslah mencakup:


• Topi keras;
• Kacamata pengaman;
• Rompi vis tinggi;
• Sarung tangan (berlaku untuk task); dan
• Alas kaki pengaman.

Pekerja harus memeriksa APD-nya sebelum digunakan untuk memverifikasi


apakah sudah cocok untuk digunakan. APD yang rusak atau cacat harus
segera dikeluarkan dari penggunaan. Semua APD yang dikeluarkan dari
layanan akan ditandai sebagai out of service.

APD akan dipilih berdasarkan informasi berikut:


• Asesmen hazard;
• Lembar data keamanan material (Material Safety Data Sheet,
MSDS);
• Persyaratan pelanggan/klien; dan
• Persyaratan yurisdiksi legislatif

Perlindungan Kepala

• Personil harus mengenakan topi keras yang dalam kondisi baik dan
memenuhi persyaratan dan standar yurisdiksi legislatif.
• Topi bump dan topi keras dari logam tidak boleh dikenakan sebagai
pelindung kepala.
• Personil harus mengenakan topi keras dengan logo perusahaan
mereka dan nama pekerja jelas ditampilkan di topi keras.
• Dilarang mengubah topi keras
• Topi keras harus dikenakan dengan cara yang ditentukan oleh
pemanufaktur.

91
Kepatuhan K3L dan Finansial

• Hanya aparel kepala yang dirancang untuk dikenakan di bawah topi


keras saja yang diizinkan.
• Topi keras diperlukan saat pengelasan. Topi keras ini harus
dilengkapi dengan perisai yang sesuai.

Perlindungan Mata dan Wajah

• Semua personel harus mengenakan pelindung mata dan wajah yang


sesuai dengan kebijakan PCL di lokasi kerja aktif.
• Pelindung wajah dan mata harus dijaga kebersihannya dan dalam
kondisi baik.
• Jika seorang pekerja tidak dapat mengenakan kacamata safety,
seperti yang didokumentasikan oleh catatan dokter, pengaturan
alternatif harus dibuat untuk memverifikasi bahwa wajah dan mata
individu tersebut terlindungi.
• Semua komponen kacamata dengan preskripsi yang digunakan
untuk pelindung mata harus memenuhi standar peraturan yang
berlaku dan disetujui.
• Kacamata preskripsi akan mencakup pelindung samping yang harus
memenuhi standar peraturan yang berlaku.
• Kacamata pelindung diharuskan untuk kacamata resep yang tidak
memenuhi standar.
• Pelindung wajah diperlukan saat meng-grinding/memotong baja,
beton, dan dalam penggunaan bahan kimia.
• Saat menggunakan pelindung wajah, kacamata pengaman juga
diperlukan di bawah pelindung wajah.

Perlindungan Tangan

Semua personil harus memiliki sarung tangan yang sesuai untuk task mereka.
Sarung tangan harus dikenakan saat melakukan aktivitas kerja dengan
bahaya yang dapat menyebabkan cedera pada tangan.

92
Kepatuhan K3L dan Finansial

Perlindungan Kaki

• Semua personel di lokasi kerja harus memakai alas kaki pengaman.


• Minimumnya adalah CSA yang disetujui, kelas satu (segitiga hijau), boot
cut "tinggi yang sesuai dengan task bersangkutan.
• Tidak ada sepatu lari jenis apa pun diizinkan di tempat kerja.
• Alas kaki pengaman harus dalam kondisi baik. Karyawan bertanggung
jawab untuk memverifikasi bahwa alas kaki mereka dalam kondisi kerja
yang tepat.

Perlindungan Pendengaran

Personel akan menerima tinjauan umum tentang persyaratan perlindungan


pendengaran selama orientasi proyek. Pelatihannya harus mencakup
identifikasi area perlindungan pendengaran yang diperlukan, bahaya yang
terkait dengan paparan kebisingan, dan penggunaan, maintenance, dan
keterbatasan peralatan pelindung yang disediakan di lokasi.

Personel tidak boleh terkena kebisingan yang melebihi batas paparan


pekerjaan (OEL) yang tercantum di bawah ini:
• 85 dBA Lex Level paparan kebisingan harian;
• Tingkat kebisingan puncak 140 dBC.

Ini dapat dilakukan dengan:


• Melembagakan kontrol teknis;
• Praktik kerja/kontrol administratif; dan/atau
• Memberikan perlindungan pendengaran pribadi.

Ada dua jenis perlindungan pendengaran yang diakui tersedia untuk


digunakan dalam mengurangi paparan kebisingan secara efektif - yakni
penutup telinga (earplugs dan earmuffs). Dalam kebanyakan kasus,
penyumbat telinga adalah pelindung pendengaran yang dapat diterima.
Sumbat kapas tidak dapat diterima dan tidak untuk digunakan. Saat
menggunakan penutup telinga untuk perlindungan pendengaran, perhatian
khusus harus diberikan untuk memeriksa apakah penutup telinga ini telah
didesinfeksi sebelum digunakan oleh karyawan lain.

93
Kepatuhan K3L dan Finansial

Pekerja harus diberi tahu tentang bahaya yang terkait dengan paparan
terhadap kebisingan dan tujuan serta batasan alat pendengaran pelindung
oleh pengawas masing-masing. Sesuai persyaratan yang disyaratkan,
pemeriksaan pendengaran harus dilakukan dalam waktu enam bulan dan
setiap tahun setelah itu. Untuk membantu subkontraktor/kontraktor dalam
memenuhi persyaratan, pengujian pendengaran ini akan dijadwalkan
sepanjang masa proyek dan tanggalnya dikomunikasikan kepada para
pemangku kepentingan.

Perlindungan Anggota Tubuh

Di mana ada risiko cedera pada anggota tubuh dan pekerja, perlindungan
tubuh yang memadai harus dikenakan dan peralatan yang dirancang untuk
melindungi karyawan dari cedera pada anggota tubuh mereka dan tubuh
harus digunakan (yaitu chainsaw chaps).

Jika ada risiko cedera karena area kerja yang padat dan/atau pergerakan
mesin di dan/atau di sekitar area kerja, semua karyawan harus mengenakan
pakaian bervisibilitas tinggi. Ketika pekerjaan dilakukan dalam suhu yang
sangat panas atau dingin, pakaian pelindung yang dikenakan harus ditinjau
ulang untuk memverifikasi bahwa itu memadai.

Personil harus diberitahu tentang tindakan pencegahan khusus yang perlu


diambil atau pakaian pelindung khusus yang perlu dikenakan. Minimal
diperlukan lengan 4 inci (tidak ada tank top/kemeja ketat yang diizinkan)

Perlindungan Pernafasan

Bagian ini memberikan uraian tentang berbagai jenis respirator yang dapat
digunakan di lokasi kerja untuk perlindungan pernapasan.

Opsi Perlindungan Pernafasan meliputi:

• Respirator Debu/Partikulat Sekali Pakai - Masker partikel sekali pakai


(tipe double strapped) dirancang untuk melindungi paru-paru dari
partikel gangguan.
• Pemurni Udara, Respirator Setengah Masker - respirator setengah
masker yang memurnikan udara memiliki penutup wajah karet yang pas

94
Kepatuhan K3L dan Finansial

di hidung dan di bawah dagu. Ini dilengkapi dengan kartrid yang


memurnikan udara saat pemakainya bernafas. Berbagai jenis kartrid
tersedia untuk berbagai jenis kontaminan udara.
• Respirator Pemurni Udara Penuh - respirator full-piece pemurni udara
bekerja pada prinsip yang sama dengan respirator setengah-masker
yang dijelaskan di atas. Bagian wajahnya membentang di sekitar seluruh
wajah, menutupi mata, hidung, dagu, dan mulut. Jenis masker ini harus
digunakan ketika bekerja dengan bahan kimia yang sangat korosif untuk
melindungi mata dan wajah dari percikan kimia atau di mana kombinasi
pelindung wajah dan respirator diperlukan.
• Powered Air Purifying Respirators (PAPR) - PAPR memiliki kipas
portabel bertenaga baterai yang mengalirkan udara melalui partikel atau
filter kimia dan meniupnya ke bagian permukaan. Unit kipas dan filter
dapat menjadi bagian integral atau bagian muka atau dipasang pada
bagian belakang atau sabuk pemakainya. Tersedia bagian masker penuh
dan setengah serta berbagai helm dan juga tudung. Jenis respirator ini
biasanya digunakan ketika terdapat konsentrasi partikel yang tinggi.
• Respirator Airline - Respirotor airline menyediakan udara segar dan
bersih bagi pemakainya dari sumber yang tidak bergerak seperti
kompresor atau silinder udara tekan. Respirator ini bisa dilengkapi
dengan masker wajah, helm, atau tudung penuh atau setengah masker.
Udara pernapasannya harus berkualitas tinggi dan memenuhi spesifikasi
peraturan.

Pengujian Kecocokan Respirator

Sebelum mengeluarkan respirator yang dapat digunakan kembali dan pas


untuk pekerja, pekerja harus berhasil lulus tes kecocokan kualitatif pada
respirator itu. Aspek persyaratan uji kelayakan diuraikan di bawah ini:

• Seorang pekerja tidak dapat dilengkapi dengan respirator yang


menyegel wajah jika ada rambut wajah di antara kulit dan
permukaan penyekat wajah. Rambut yang menyembul di
permukaan penyegelan dianggap rambut wajah tidak
diperbolehkan.
• Setiap pekerja yang menunjukkan kesulitan bernafas atau reaksi
psikologis yang parah selama setiap fase pengujian kecocokan
pekerja harus diperiksa oleh dokter, dan dokter pemeriksa harus
diberikan informasi yang cukup untuk memungkinkan dokter

95
Kepatuhan K3L dan Finansial

tersebut memberi tahu tentang kemampuan pekerja tadi untuk


memakai respirator.
• Pengujian kecocokan diulang setidaknya setahun sekali, atau lebih
sering, jika ada perubahan yang dapat mengubah kecocokan
respirator (yaitu penurunan atau kenaikan berat badan)

Pakaian dan Perhiasan

Untuk perlindungan pribadi dan untuk membatasi penyebaran kontaminasi


terkait konstruksi di seluruh fasilitas, pekerja tidak akan diizinkan untuk
mengenakan:
• pakaian atau perhiasan yang longgar
• pakaian berminyak;
• pakaian sobek atau compang-camping;
• kemeja cut-off atau "muscle" (lengan shirt 4” adalah panjang lengan
minimum yang diijinkan); atau

Personel tempat kerja yang mengenakan kemeja, pakaian lain dan stiker
yang menampilkan bahasa atau pendapat yang menyinggung akan diminta
untuk menghapus materi ofensif atau meninggalkan situs dengan segera.

Gambar 29 Kegiatan Workshop Behaviour Based Safety di salah satu unit Indonesia
Power untuk ajang untuk menguatkan budaya K3 selama bertugas

96
Kepatuhan K3L dan Finansial

3.1.8 Peralatan Safety yang Kritikal

Peralatan atau sistem safety kritikal adalah item dengan tingkat kegagalan
yang dapat membahayakan nyawa manusia atau menyebabkan kerusakan
signifikan. Sistem ini biasanya tunduk pada persyaratan hukum dan
persyaratan maintenance. Manajemen enjiniring untuk sistem semacam ini
diatasi oleh topik Sistem Enjiniring dan oleh topik spesifik yang berkaitan
dengan industri berisiko tinggi.

Sistem kritis safety memerlukan penerapan teknik yang dirancang untuk


menilai dan memastikan operasi yang aman dari plant berisiko tinggi. Sistem
ini terjadi di plant yang beroperasi pada suhu dan tekanan tinggi atau rendah,
terutama di mana ini mengandung bahan yang mudah terbakar, beracun,
atau berbahaya, seperti ditemukan di industri pengolahan minyak dan gas,
kimia, dan mineral. Teknik inspeksi berlaku untuk pipa dan bejana tekan,
pompa, valve, kompresor, selang, dan alat pelindung. Prinsip yang sama
berlaku untuk struktur yang berhubungan dengan safety lainnya seperti
peralatan pengangkat dan tanah lapang. Desain sistem untuk safety
melibatkan penggunaan item-item seperti safety valve, sistem redundan,
sistem cadangan, dan instrumentasi untuk memperingatkan atau menutup
situasi berbahaya. Penggunaan pakaian pelindung dan peralatan serta
prosedur safety juga penting dalam penerapan ini.

Integritas sistem kritis safety melibatkan beberapa fitur di atas dan di atas
yang biasanya ditemukan untuk sistem yang lebih umum, meskipun ada
overlap yang cukup besar.

Berikut ini adalah beberapa contoh peralatan atau sistem yang bersifat
kritikal untuk safety-nya:
• boiler, bejana tekan, dan perpipaan
• apa pun yang melibatkan zat berbahaya atau beracun
• derek, kerekan, dan platform kerja yang tinggi
• perangkat amusement
• lift dan eskalator
• unit pendingin udara dan menara pendingin
• tabung gas
• sistem penerbangan
• sistem kereta api

97
Kepatuhan K3L dan Finansial

• industri nuklir
• tangki penyimpanan
• peralatan sumur dan kepala sumur
• sistem deteksi kebakaran
• sistem pemadam api
• instrumentasi yang terkait dengan safety.

98
Kepatuhan K3L dan Finansial

3.2 Manajemen Lingkungan


Indonesia Power memiliki komitmen yang kuat terhadap pengelolaan
lingkungan hidup demi terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman serta
bisnis Perusahaan yang berkesinambungan. Ketentuan mengenai
Pengelolaan Lingkungan diatur dalam Keputusan Direksi Nomor
41.K/010/IP/2012 tentang Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta
Lingkungan di PT Indonesia Power.. Pada tingkat internasional, Indonesia
Power menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan yang mengacu kepada
ISO 14001 yang selanjutnya pada tahun 2014 di integrasi ke dalam Integrated
Manajemen System (IMS) secara berkelanjutan.

Untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam RJP 2016-2020,


Indonesia Power telah menetapkan strategi Perusahaan dalam pengelolaan
Lingkungan berdasarkan analisis SWOT yaitu Meningkatkan ketersediaan,
keandalan dan efisiensi thermal pembangkit yang dikelola dan ramah
lingkungan (Green Power Plant).

Melalui Keputusan Direksi Nomor: 249 .K/010/lP/2015 tentang Pedoman


Penerapan Green Power Plant di Lingkungan PT Indonesia Power, seluruh
unit pembangkit PT Indonesia Power bersinergi untuk menerapkan Green
Power Plant.

Green Power Plant adalah Perusahaan Pembangkit Tenaga Listrik yang


beroperasi secara andal, aman dan ramah Lingkungan yang berhasil
meningkatkan benefit, baik terhadap ekonomi, sosial maupun lingkungan
guna mendukung keberlanjutan usaha secara jangka panjang.

99
Kepatuhan K3L dan Finansial

Gambar 30 Indonesia Power dinobatkan sebagai Green Company oleh Yayasan


Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dan majalah SWA, atas kontribusinya
terhadap kelestarian lingkungan setempat maupun global.

3.2.1 Bagaimana Pembangkit Listrik Dapat Menyebabkan Dampak

Pembangkit listrik dapat mempengaruhi lingkungan melalui konstruksi dan


operasinya. Efek-efek ini, atau dampaknya, bisa bersifat sementara atau
permanen. Pembangkit listrik dan komponen tambahannya (misalnya pipa
gas alam, intake dan pembuangan air, sistem pengiriman dan penyimpanan
batubara, saluran transmisi baru dan tempat pembuangan limbah)
mengambil ruang di tanah dan di udara, menggunakan sumber daya air, dan,
di banyak kasus, memancarkan polutan ke udara. Footprint plant di tanah
menghilangkan peluang bagi orang lain untuk membeli atau menggunakan
tanahnya. Hal ini juga dapat memengaruhi penggunaan lahan tanah yang
berdekatan. Pembangkit listrik tenaga batu bara mencakup beberapa
bangunan yang relatif tinggi dan tumpukan exhaust yang tinggi. Tinggi plant
dapat menyebabkan masalah keamanan untuk pesawat atau dampak visual
lain bagi pemilik tanah di lingkungan setempat. Jika tanah yang akan
digunakan untuk pembangkit listrik adalah “ladang hijau”, sebidang tanah
yang belum berkembang dengan sebagian besar vegetasi (plant, padang

100
Kepatuhan K3L dan Finansial

rumput, atau vegetasi ladang tua), akan ada dampak pada penggunaan
lahan, tanah, dan satwa liar yang ada di lokasi bersangkutan.

Pembangkit berbahan bakar fosil dan pembangkit berbahan bakar biomassa


membakar bahan bakar untuk menghasilkan udara panas atau uap yang
dibutuhkan untuk memutar turbin pembangkit listrik. Pembakaran bahan
bakar menghasilkan gas buangan dan produk sampingan lainnya, termasuk
polutan udara. Penggunaan air untuk membuat uap membutuhkan sejumlah
besar air dari sungai atau danau terdekat, atau dari akuifer air bawah tanah
setempat, dan itu harus dimurnikan. Dalam beberapa kasus, airnya harus
dikeluarkan dari plant setelah digunakan. Jumlah air bekas yang dibuang,
suhu air buangan, dan konsentrasi polutan dalam air adalah semua faktor
yang harus dipertimbangkan.

Berbagai limbah padat dapat diproduksi, dan ini harus ditangani.


Pembakaran batubara menghasilkan abu sebagai limbah padat. Pembangkit
listrik yang menggunakan air untuk membuat uap atau untuk pendinginan
harus sering menyaring dan memurnikan air sebelum dibuang ke permukaan
air. Padatan yang disaring adalah produk sampingan yang harus dibuang
dengan tepat.

Gambar 31 PT Indonesia Power melalui UP Bali meraih penghargaan tertinggi dalam


kinerja pengelolaan lingkungan (Proper) dalam pemeringkatan periode 2017—2018
dengan 11 unit lainnya meraih Proper Hijau dan 2 unit meraih Proper Biru

101
Kepatuhan K3L dan Finansial

3.2.2 Dampak Pembangkit pada Lingkungan

Masalah lingkungan dalam proyek pembangkit listrik tenaga panas terutama


meliputi:
1. Emisi udara;
2. Efisiensi energi dan emisi Gas Rumah Kaca (Greenhouse Gas, GHG);
3. Konsumsi air dan perubahan habitat perairan;
4. Limbah cair;
5. Limbah padat;
6. Bahan dan minyak berbahaya;
7. Kebisingan.

Emisi Udara

Emisi utama ke udara dari pembakaran bahan bakar fosil atau biomassa
adalah sulfur dioksida (SO 2 ), nitrogen oksida (NO X), partikel (PM), karbon
monoksida (CO), dan gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO 2 ).
Tergantung pada jenis bahan bakar dan kualitas zat lain seperti logam berat
(misalnya, merkuri, arsen, kadmium, vanadium, nikel, dll.), Senyawa halida
(termasuk hidrogen klorida dan hidrogen fluorida), dioksin dan furan,
hidrokarbon yang tidak terbakar dan bahan organik mudah menguap lainnya
Senyawa (VOC) dapat dipancarkan dalam jumlah yang lebih kecil, tetapi bisa
jadi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap lingkungan karena toksisitas
dan/atau persistensinya. Sulfur dioksida dan nitrogen oksida juga terlibat
dalam pengendapan asam jarak-jauh dan trans-batas.

Beberapa tindakan, seperti pilihan bahan bakar dan penggunaan langkah-


langkah untuk meningkatkan efisiensi konversi energi, akan mengurangi
emisi berbagai polutan udara, termasuk CO2 , per unit pembangkit energi.
Mengoptimalkan efisiensi pemanfaatan energi dari proses pembangkitan
tergantung pada berbagai faktor, termasuk sifat dan kualitas bahan bakar,
jenis siklus pembangkitan yang dipilih (misalnya, reciprocating engine, single
atau combined cycle gas turbine, steam turbine), konfigurasinya (misalnya,
pembangkit listrik atau co-atau tri-generasi listrik, pemanasan dan
pendinginan), suhu operasi turbin pembakaran, tekanan operasi dan suhu
turbin uap, kondisi iklim setempat, jenis sistem pendingin yang digunakan
dan potensi panas di dekatnya pengguna. Langkah-langkah yang disarankan
untuk mencegah, meminimalkan, dan mengendalikan emisi udara meliputi:

102
Kepatuhan K3L dan Finansial

 Penggunaan bahan bakar terbersih yang tersedia secara ekonomis


(misalnya gas alam lebih disukai daripada minyak, yang lebih disukai
daripada batubara). Untuk sebagian besar pembangkit listrik besar,
pilihan bahan bakar seringkali merupakan bagian dari kebijakan energi
nasional, dan bahan bakar, teknologi pembakaran dan teknologi
pengendalian polusi, yang semuanya saling terkait dan harus dievaluasi
dengan sangat hati-hati di bagian hulu proyeknya untuk
mengoptimalkan kinerja lingkungan proyek.
 Saat membakar batubara, preferensi diberikan untuk batubara dengan
kandungan panas tinggi, abu rendah, dan sulfur rendah
 Mempertimbangkan manfaat untuk mengurangi kadar abu, terutama
untuk batubara abu tinggi dengan pencucian batubara;
 Pemilihan teknologi pembangkit listrik dan pengendalian polusi terbaik
untuk bahan bakar yang dipilih guna menyeimbangkan manfaat
lingkungan dan ekonomi. Pilihan teknologi dan sistem pengendalian
polusi akan didasarkan pada Penilaian Lingkungan (Environmental
Assessment, EA) yang sifatnya spesifik per lokasi. Beberapa contohnya
termasuk penggunaan sistem efisiensi energi yang lebih tinggi, seperti
sistem turbin gas combined cycle untuk gas alam dan unit berbahan
bakar minyak, dan supercritical, ultra-supercritical atau yang berpotensi
di masa depan dalam teknologi integrated coal gasification combined
cycle (IGCC) atau carbon capture and storage (CCS) untuk unit berbahan
bakar batubara;
 Merancang ketinggian tumpukan dan konfigurasi menurut Good
International Industry Practice (GIIP) untuk menghindari konsentrasi
permukaan tanah yang berlebihan dan meminimalkan dampak,
termasuk endapan asam;
 Mempertimbangkan penggunaan fasilitas gabungan panas dan listrik
(CHP, atau co-generasi). dengan menggabungkan keluaran panas yang
bermanfaat dengan produksi daya, fasilitas CHP dapat mencapai
efisiensi termal sebesar 70–90 persen, dibandingkan dengan efisiensi
listrik 30–60 persen yang tersedia dari pembangkit listrik saja, yang
dapat berkontribusi pada penghematan energi primer.
 Emisi tidak boleh menyumbang sebagian besar untuk pencapaian
standar kualitas udara ambien yang relevan, untuk memungkinkan
pembangunan berkelanjutan di masa depan dalam airshed yang sama.

103
Kepatuhan K3L dan Finansial

Gambar 32 Seminar lingkungan oleh PT. Indonesia Power UP Suralaya sebagai salah
satu bentuk kepedulian terhadap kelestarian alam sekaligus untuk kelangsungan
bisnis perusahaan

Efisiensi Energi dan Emisi GRK

Karbon dioksida, salah satu gas rumah kaca utama (GRK) di bawah Konvensi
Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, dikeluarkan dari pembakaran
bahan bakar fosil.

Gambar 33 Ilustrasi dampak industri pada efek gas rumah kaca


(lokasi gambar bukan di Indonesia)

104
Kepatuhan K3L dan Finansial

Rekomendasi untuk menghindari, meminimalkan, dan mengimbangi emisi


karbon dioksida dari pembangkit listrik termal yang baru dan yang sudah ada
antara lain:

 Penggunaan bahan bakar fosil yang kurang intensif karbon (yaitu, bahan
bakar yang mengandung lebih sedikit karbon per unit dengan value
kalorinya — gas lebih sedikit dari minyak dan minyak lebih sedikit dari
batubara) atau co-firing dengan bahan bakar rendah karbon (misalnya,
biomassa, yang dianggap karbon-netral jika diproduksi dalam hasil
berkelanjutan tanpa mempertimbangkan energi yang digunakan untuk
panen, pemrosesan dan transportasi)
 Penggunaan teknologi efisiensi konversi energi yang lebih tinggi, tunduk
pada kesesuaian teknis untuk penerapan dan kelayakan finansial.
Sebagai contoh, plant supercritical memiliki efisiensi konversi energi
yang lebih tinggi daripada plant subcritical, combined cycle gas turbine
(CCGT) memiliki efisiensi konversi energi yang lebih tinggi daripada
pembangkit siklus sederhana, dan CHP memiliki efisiensi konversi energi
yang lebih tinggi daripada pembangkit listrik saja. Elemen-elemen lain
dari pembangkit listrik juga dapat mempengaruhi efisiensi seperti
parameter siklus uap (mis., Tekanan dan suhu) untuk pembangkit listrik
berdasarkan siklus Rankine uap, teknologi pendinginan dan abatement,
efisiensi listrik (misalnya, motor listrik untuk kipas dan pompa, ESP),
efisiensi konversi energi dan konservasi energi. Penggunaan teknik
pemantauan dan kontrol proses kinerja tinggi, desain dan maintenance
sistem pembakaran yang baik sehingga efisiensi dan emisi GRK yang
dirancang awalnya dapat terus dipertahankan;
 Jika memungkinkan, sertakan loss transmisi dan distribusi serta langkah-
langkah sisi demand. Sebagai contoh, investasi dalam manajemen beban
puncak dapat mengurangi persyaratan siklus fasilitas pembangkit
sehingga meningkatkan efisiensi operasinya. Kelayakan jenis opsi off-set
ini dapat bervariasi tergantung pada apakah fasilitas tersebut
merupakan bagian dari utilitas terintegrasi secara vertikal atau
merupakan produsen listrik independen;
 Pertimbangkan emisi siklus bahan bakar dan faktor-faktor di luar lokasi
seperti pasokan bahan bakar, kedekatan dengan pusat-pusat muatan,
potensi untuk penggunaan panas limbah di luar lokasi, atau penggunaan
gas limbah terdekat (gas blast furnace atau metana coal bed) sebagai
bahan bakar;

105
Kepatuhan K3L dan Finansial

 Jika undang-undang yang berlaku tidak mencakup kerangka kerja


manajemen karbon, pertimbangan harus diberikan pada partisipasi
dalam mekanisme manajemen emisi gas rumah kaca sukarela (misalnya,
skema perdagangan), atau offset emisi berkualitas tinggi.

Selama pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga panas, para


pendukung harus mempertimbangkan solusi alternatif termasuk kesesuaian
teknis dan trade-off antara modal dan biaya operasi yang terlibat dalam
penggunaan teknologi yang berbeda dengan alasan terdokumentasi
mengapa opsi yang dipilih adalah yang paling layak. Sebagai contoh, plant
supercritical bisa jadi memiliki biaya modal yang lebih tinggi daripada plant
subcritical untuk kapasitas yang sama, tetapi biaya operasional lebih rendah.
Fasilitas baru harus ditujukan untuk berada di kuartil teratas efisiensi energi
untuk pembangkit rata-rata negara/kawasan dengan jenis dan kapasitas
bahan bakar yang sama. Rehabilitasi fasilitas yang ada harus mencapai
peningkatan efisiensi yang signifikan. Instalasi harus menggunakan
pemantauan kinerja tinggi dan teknik kontrol proses, desain yang baik, dan
maintenance sistem pembakaran, sehingga efisiensi yang awalnya dirancang
dan juga kinerja emisi GRK-nya dapat dipertahankan.

Gambar 34 Indonesia Power meraih 3 penghargaan di ajang Asean Coal Awards 2019
sebagai bukti pemanfaatan teknologi batubara yang ramah lingkungan
oleh Indonesia Power

106
Kepatuhan K3L dan Finansial

Konsumsi Air dan Perubahan Habitat Perairan

Turbin uap kondensasi yang digunakan dengan boiler dan Heat Recovery
Steam Generators (HRSG) yang digunakan dalam unit combined cycle gas
turbine membutuhkan sistem pendingin untuk mengembunkan uap yang
digunakan untuk menghasilkan listrik. Sistem pendingin yang digunakan
dalam pembangkit listrik tenaga panas meliputi: (i) sistem pendingin sekali
pakai di mana air pendingin yang memadai dan air permukaan penerimanya
tersedia; (ii) sistem pendingin sirkuit tertutup basah (evaporatif); dan (iii)
sistem pendingin kering sirkuit tertutup (mis. kondensor berpendingin
udara).

Pembangkit listrik termal kemungkinan akan terpengaruh oleh dampak


perubahan iklim karena mereka sering: (i) berlokasi di daerah dengan
sensitivitas tinggi terhadap perubahan iklim (seperti di zona pesisir dan di
muara sungai); (ii) dioperasikan dalam jangka waktu lama (20 tahun atau
lebih); (iii) bergantung pada pasokan bahan bakar yang dapat terganggu; dan,
(iv) bergantung pada air sebagai bagian integral dari generasi. Perubahan
iklim dapat meningkatkan hambatan pada sumber daya air melalui
perubahan pola curah hujan (misalnya, kekeringan yang menghabiskan
sumber daya air untuk pendinginan) dan suhu rata-rata sehingga membatasi
kapasitas penyerapan panas dari aliran air, dan karenanya berpengaruh ke
kapasitas pembangkit listrik.

Fasilitas pembakaran yang menggunakan sistem pendingin sekali pakai


membutuhkan sejumlah besar air yang dibuang kembali ke air permukaan
penerima dengan suhu tinggi. Air juga diperlukan untuk makeup boiler,
peralatan stasiun tambahan, ash handling, dan sistem FGD.

Langkah-langkah manajemen yang direkomendasikan untuk mencegah atau


mengendalikan dampak terhadap sumber daya air dan habitat perairan
termasuk:

• Melestarikan sumber daya air, khususnya di daerah dengan sumber daya


air terbatas, dengan:
o Penggunaan sistem air pendingin siklus tertutup, resirkulasi (mis.,
menara pendingin konsep natural atau forced), atau sistem
pendingin kering sirkuit tertutup (mis. kondensor berpendingin
udara) jika perlu untuk mencegah dampak buruk yang tidak dapat

107
Kepatuhan K3L dan Finansial

diterima. Kolam pendingin atau menara pendingin adalah teknologi


utama untuk sistem air pendingin resirkulasi. Sistem air pendingin
sekali pakai bisa jadi dapat diterima jika kompatibel dengan
hidrologi dan ekologi sumber air dan air penerima dan dapat
menjadi alternatif yang disukai atau layak untuk teknologi kontrol
polusi tertentu seperti scrubber air laut.
o Penggunaan scrubber kering dalam situasi di mana kontrol ini juga
diperlukan atau daur ulang air limbah di plant berbahan bakar
batubara untuk digunakan sebagai makeup FGD.
o Penggunaan sistem berpendingin udara.
• Pengurangan kecepatan asupan desain layar maksimum hingga 0,5
kaki/detik (atau 0,15 m/detik).
• Pengurangan aliran asupan ke tingkat berikut termasuk penyisihan
untuk kebutuhan air yang berubah dan ketersediaan air karena
perubahan iklim:
o Untuk sungai atau aliran air tawar ke aliran yang cukup untuk
mempertahankan penggunaan sumber daya (yaitu, irigasi dan
perikanan) serta keanekaragaman hayati selama kondisi aliran
rendah tahunan rata-rata.
o Untuk danau atau waduk, aliran intake tidak boleh mengganggu
stratifikasi termal atau pola pergantian air sumber.
o Untuk muara atau sungai pasang surut, pengurangan aliran
intake menjadi satu persen dari volume perjalanan pasang
surut.
• Jika ada spesies yang terancam, hampir punah, atau dilindungi lainnya
atau jika ada perikanan dalam zona hidrolik pengaruh intake, maka perlu
pengurangan impingement dan entrainment ikan dan kerang dengan
pemasangan teknologi seperti jaring penghalang (musiman atau
sepanjang tahun), sistem penanganan dan pengembalian ikan, saringan
jaring halus, saringan kawat baji, dan sistem penghalang filter air.
Contoh langkah-langkah operasional untuk mengurangi impingement
dan entrainment termasuk penghentian musiman, jika perlu, atau
pengurangan aliran atau penggunaan layar secara terus menerus.
Merancang lokasi struktur intake ke arah yang berbeda atau lebih jauh
ke dalam badan air juga dapat mengurangi impingement dan
entrainment.

108
Kepatuhan K3L dan Finansial

Limbah Padat

Pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara dan berbahan bakar
biomassa menghasilkan limbah padat terbanyak karena tingginya persentase
abu dalam bahan bakar. Limbah padat adalah fly ash, bottom ash, slag boiler,
sludge FGD (walaupun biomassa mengandung lebih sedikit sulfur daripada
batubara dan oleh karena itu FGD bisa jadi tidak diperlukan ketika
menggunakan biomassa), reject/pyrite plant batubara (tergantung bahan
bakar yang digunakan), menara pendingin lumpur, lumpur pengolahan air
limbah dan lumpur pengolahan air.

Boiler, fluidifier, dan pirolisa fluidized-bed combustion (FBC) menghasilkan fly


ash dan bottom ash, yang disebut bed ash. Fly ash yang dihilangkan dari gas
buang mencapai 60-85 persen dari residu abu batubara di boiler batubara
bubuk dan 20 persen di boiler stoker. Bottom ash termasuk terak (slag) dan
partikel yang lebih kasar dan lebih berat dari fly ash. Karena adanya bahan
sorben, limbah FBC memiliki kandungan kalsium dan sulfat yang lebih tinggi
dan kandungan silika dan alumina yang lebih rendah daripada limbah bahan
bakar padat konvensional. Limbah kering dan semi-kering pasca-pembakaran
atau air-pollution control residues (APCR) juga memiliki kandungan kalsium
dan sulfat yang lebih tinggi.

Gambar 35 Contoh waste ash dan slag

109
Kepatuhan K3L dan Finansial

Limbah pembakaran minyak termasuk fly ash dan bottom ash biasanya
hanya dihasilkan dalam jumlah yang signifikan ketika sisa bahan bakar
minyak dibakar dalam boiler uap berbahan bakar minyak. Teknologi lain
(misalnya, turbin pembakaran dan mesin diesel) dan bahan bakar (misalnya,
minyak sulingan dan HFO) menghasilkan sedikit atau tanpa limbah padat,
meskipun pra-perlakuan HFO-nya dapat menghasilkan sejumlah besar
lumpur. Secara keseluruhan, limbah pembakaran minyak dihasilkan dalam
jumlah yang jauh lebih kecil daripada limbah pembakaran bahan bakar padat
yang dibahas di atas. Pembangkit listrik tenaga panas berbahan bakar gas
pada dasarnya tidak menghasilkan limbah padat karena kandungan abu yang
dapat diabaikan, terlepas dari teknologi pembakarannya.

Langkah-langkah yang disarankan untuk mencegah, meminimalkan, dan


mengendalikan volume limbah padat dari pembangkit listrik termal meliputi:

• Penanganan limbah padat yang kering, khususnya fly ash. Metode


penanganan kering tidak melibatkan penyumbatan permukaan dan,
oleh karena itu, tidak menghadirkan risiko ekologis yang
diidentifikasi untuk penyumbatan (misalnya, penyerapan logam
oleh satwa liar). Potensi bahaya yang terkait dengan tingkatan,
misalnya, pH atau leachability perlu dipertimbangkan dan dikelola.
Lebih lanjut, jika ada risiko partikel dari fly ash, maka bisa jadi
diperlukan sistem redaman dari perspektif safety dan dampak
lingkungan;
• Daur ulang limbah padat yang digunakan seperti semen dan produk
beton lainnya, isian konstruksi (termasuk isian struktural, isian yang
dapat dialirkan, dan dasar jalan), penggunaan pertanian seperti
pupuk kalsium atau fosfor (disediakan jejak logam atau tingkat
bahan berbahaya lainnya yang bisa jadi ada dalam batas yang
diterima) ambang batas), penerapan pengelolaan limbah,
penerapan pertambangan, bahan konstruksi (misalnya, gipsum
sintetis untuk eternit), dan penggabungan ke dalam produk lain
asalkan residu (seperti logam bekas dan radioaktivitas) semuanya
tidak dianggap berbahaya. Memastikan kualitas bahan bakar dan
aditif yang konsisten membantu memastikan limbah padat dapat
didaur ulang;
• Jika penggunaan kembali (reuse) yang menguntungkan tidaklah
memungkinkan, maka direkomendasikan pembuangan limbah
padat di tempat pembuangan akhir yang diizinkan (ditempatkan

110
Kepatuhan K3L dan Finansial

untuk meminimalkan kontak dengan air selama peristiwa cuaca


normal dan tidak normal) dengan kontrol lingkungan seperti kontrol
run-on/run-off, liner, sistem pengumpulan lindi, tanah pemantauan
air, kontrol closure, cover harian (atau operasional lainnya), dan
kontrol PM fugitive;
• Pengumpulan bottom ash dan fly ash kering, atau pengumpulan
basah yang melbatkan tahap pengendapan, dari pembangkit listrik
yang membakar minyak bahan bakar berat jika mengandung logam
mulia bernilai tinggi seperti vanadium dan mendaur ulang untuk
pemulihan vanadium (jika memungkinkan secara ekonomi) atau
dibuang di tempat yang diizinkan dengan kontrol lingkungan;
• Pengelolaan pembuangan dan reklamasi ash untuk meminimalkan
dampak lingkungan - khususnya migrasi logam beracun, jika ada, ke
badan permukaan dan air tanah yang berdekatan, di samping
pengangkutan padatan tersuspensi dalam limpasan permukaan
karena curah hujan musiman dan banjir, yang bisa jadi diperburuk
oleh dampak perubahan iklim. Khususnya, konstruksi, operasi, dan
maintenance penampungan permukaan harus dilakukan sesuai
dengan standar yang diakui secara internasional;
• Penggunaan kembali lumpur dari pengolahan air limbah dari plant
FGD. Lumpur ini dapat digunakan kembali di plant FGD karena
komponen kalsiumnya. Ini juga dapat digunakan sebagai aditif
dalam pembakaran pembangkit listrik tenaga batu bara untuk
meningkatkan perilaku pelelehan abu; dan
• Lumpur HFO biasanya serupa dalam komposisi umum dengan HFO
yang digunakan. Jika lumpur HFO diharapkan mengandung bahan
berbahaya yang berpotensi tingkat signifikan, maka harus diuji pada
awal operasi plant dan diklasifikasikan sebagai berbahaya atau tidak
berbahaya menurut peraturan setempat atau pendekatan yang
diterima secara internasional. Jika tidak berbahaya, lumpur HFO
dapat dibakar di lokasi;

111
Kepatuhan K3L dan Finansial

Gambar 36 Peresmian Program Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Indonesia


Power yang mengubah sampah menjadi pellet untuk bahan bakar kompor anglo dan
gasifier di pembangkit listrik, sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan

Minyak dan Bahan Berbahaya

Bahan berbahaya yang disimpan dan digunakan di fasilitas pembakaran


termasuk di antaranya bahan bakar padat, cair, dan gas; bahan kimia
pengolahan udara, air, dan air limbah; dan bahan kimia maintenance
peralatan dan fasilitas (mis. cat, jenis pelumas tertentu, dan pembersih).

Selain itu, langkah-langkah harus diambil untuk mencegah, meminimalkan,


dan mengendalikan bahaya yang terkait dengan pembongkaran,
penyimpanan, dan penanganan bahan berbahaya di pembangkit listrik
thermal. Contoh langkah-langkah pengendalian bahaya tertentu dapat
mencakup:
• Penggunaan tangki bertekanan bawah-tanah, berdinding ganda
untuk penyimpanan amonia cair murni (misalnya, untuk digunakan
sebagai reagen untuk SCR); dan
• Penggunaan konveyor tertutup, sistem transfer pneumatik dan silo
dengan peralatan ekstraksi dan filtrasi yang sesuai untuk mencegah
emisi PM dari penanganan kapur dan batu kapur.

112
Kepatuhan K3L dan Finansial

Kebisingan

Sumber utama kebisingan di pembangkit listrik tenaga panas meliputi


generator turbin dan auxiliaries; boiler dan auxiliaries, seperti pulverizer
batubara; mesin reciprocating; kipas dan pekerjaan saluran; pompa;
kompresor; kondensor; precipitators, termasuk rapper dan vibrator pelat;
perpipaan dan valve; motor; transformer; circuit breakers; dan menara
pendingin. Pembangkit listrik termal yang digunakan untuk operasi beban
dasar dapat beroperasi terus menerus sementara pembangkit yang lebih
kecil bisa jadi beroperasi lebih jarang tetapi masih menimbulkan sumber
kebisingan yang signifikan jika terletak di daerah perkotaan.

Langkah-langkah tambahan yang direkomendasikan untuk mencegah,


meminimalkan, dan mengendalikan kebisingan dari pembangkit listrik termal
meliputi:

• Penempatan fasilitas baru dengan mempertimbangkan jarak dari


sumber kebisingan ke reseptor (mis. reseptor perumahan, sekolah,
rumah sakit, tempat keagamaan) sejauh mungkin. Jika penggunaan
lahan lokal tidak dikontrol melalui zonasi atau tidak ditegakkan
secara efektif, periksa apakah reseptor perumahan bisa datang di
luar batas plant yang diperoleh. Dalam beberapa kasus, bisa jadi
akan lebih efektif secara biaya untuk memperoleh tanah tambahan
sebagai zona penyangga daripada mengandalkan langkah-langkah
pengendalian kebisingan teknis, jika memungkinkan;
• Penggunaan teknik kontrol kebisingan seperti: menggunakan
penutup mesin akustik; memilih struktur sesuai dengan efek isolasi
kebisingannya untuk menyelimuti bangunan; menggunakan muffler
atau peredam suara di saluran masuk dan buang; menggunakan

113
Kepatuhan K3L dan Finansial

bahan serap suara di dinding dan langit-langit; menggunakan


isolator vibrasi dan koneksi fleksibel (mis. pegas baja heliks dan
elemen karet); menerapkan desain terperinci yang cermat untuk
mencegah kemungkinan kebocoran kebisingan melalui lubang atau
untuk meminimalkan variasi tekanan dalam perpipaan; dan
• Modifikasi konfigurasi plant atau penggunaan barrier kebisingan
seperti tanggul dan vegetasi untuk membatasi kebisingan sekitar
pada garis properti plant, terutama di mana reseptor kebisingan
sensitif bisa disediakan.

3.2.3 Komitmen Indonesia Power

Penguatan nilai keberlanjutan yakni integrasi aspek ekonomi, sosial dan


lingkungan terus menjadi komitmen Indonesia Power. Hal ini diwujudkan
melalui penguatan human capital excellence, penguatan pengelolaan
lingkungan, program efisiensi, penguatan lini Energi Baru Terbarukan (EBT),
percepatan pemerataan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan
hingga ke pelosok negeri, serta berbagai inovasi program pengembangan
masyarakat.

114
Kepatuhan K3L dan Finansial

Indonesia Power menerapkan Sistem Manajemen yang Terintegrasi (InPower


IMS) di mana pengelolaan lingkungan menjadi salah satu komponen di
dalamnya. Di tingkat strategis, Kantor Pusat bertindak memberikan arahan
bagi unit-unit di lingkungan Perusahaan, dan unit-unit mengelola aspek
lingkungan sesuai dengan sifat dan skala dampak masing-masing.

Indonesia Power melakukan upaya-upaya untuk menurunkan emisi Gas


Rumah Kaca dengan inventaris Gas Rumah Kaca, efisiensi energi dan
mengurangi emisi. Di tahun 2018, Indonesia Power berhasil melakukan
efisiensi energi sebesar 6.317.002,49 GJ. Kondisi ini meningkat 33,06% dari
tahun 2017 berkat Program 5E (Enhancing and Embedding Energy Efficiency
Excellence). Sama halnya dengan hal pengelolaan sumber daya air, dimana
penggunaan air Indonesia Power menurun sebanyak 10,60% atau menjadi
13.326.671,79 m3. Begitupun dalam hal pengelolaan limbah, dimana terjadi
penurunan limbah B3 yang dihasilkan, yaitu sebanyak 504.065,38 (menurun
8,74%). Jumlah limbah B3 yang dimanfaatkan kembali meningkat drastis dari
104,80 di tahun 2017 menjadi 739,55 ton di tahun 2018.

Selain yang diutarakan di sub bab ini, beberapa program konservasi


Keanekaragaman Hayati juga dilakukan misalnya konservasi Elang Jawa, Jalak
Bali, Penyu Lekang, Sapi Putih Taro, Tukik, Rusa Timor, Badak Jawa,
Mangrove dan Terumbu Karang, juga berbagai Tanaman Langka.

Di tahun 2019, Indonesia Power berhasil melakukan penurunan konsumsi


energi sebesar 464.711.748 GJ atau turun 7,90% dari tahun 2018. Efisiensi
energi juga berhasil dilakukan sebesar 41.779.993,04 GJ, dimana kondisi ini
meningkat 10,72% dari tahun 2018 berkat Program 5E (Enhancing and
Embedding Energy Efficiency Excellence) yang semakin inovatif setiap
tahunnya. Selain itu, Indonesia Power juga berhasil mengurangi jumlah emisi
yang dikeluarkan sebesar 2.286.006,72 ton CO2. Ini artinya Indonesia Power
berhasil mengurangi emisi sebesar 17% dari tahun sebelumnya.

Begitupun dalam hal pengelolaan limbah, dimana terjadi penurunan jumlah


limbah B3 yang dimanfaatkan kembali meningkat 11,21% dari 739,55 ton di
tahun sebelumnya menjadi 822,49 ton di tahun 2019 ini. Sama halnya
dengan daur ulang air yang digunakan kembali, yang berhasil ditingkatkan
dari tahun sebelumnya menjadi 1.641.661,69 m3.

115
Kepatuhan K3L dan Finansial

Beberapa program konservasi Keanekaragaman Hayati juga dilakukan di


2019, misalnya konservasi Elang Jawa, Jalak Bali, Penyu Lekang, Sapi Putih
Taro, Tukik, Rusa Timor, Badak Jawa, Mangrove, Terumbu Karang, Pohon
Endemik dan Tanaman Langka.

Berkat berbagai upaya di bidang lingkungan dan sosial, Indonesia Power


berhasil mendapatkan 2 PROPER Emas untuk Unit PLTDG Pesanggaran dan
PLTP Kamojang-Darajat POMU. Secara total untuk seluruh unit, Indonesia
Power meraih 2 PROPER Emas, 11 PROPER Hijau, dan 6 PROPER Biru.

Tempat Olah Sampah Setempat

TOSS merupakan program pengelolaan sampah yang digulirkan sebagai


solusi atas permasalahan sampah di Kabupaten Klungkung. Program yang
diinisiasi Indonesia Power Bali PGU bersama dengan STT PLN ini telah
mengubah sampah menjadi sumber energi alternatif. Dalam hal ini, sampah
diolah di TOSS dan dibuat menjadi pellet yang digunakan sebagai energi
primer PLTDG Pesanggaran maupun bahan bakar bagi rumah tangga.

Gambar 37 Proses pencacahan sampah yang telah dipeyeumisasi sebelum dijadikan


pelet di Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS)

116
Kepatuhan K3L dan Finansial

Dalam program TOSS (Tempat Olah Sampah Setempat) di Bali, Indonesia


Power telah berhasil:
 Mereduksi sampah 1.184,40 ton/tahun;
 Mengurangi emisi 54.600 CO2 eq/tahun;
 Melakukan potensi perputaran ekonomi kelompok Rp243
juta/tahun;
 Menjadikan 14 orang dari 38 Pengangguran berpenghasilan.

Gambar 38 Gasifier untuk mengubah pelet menjadi listrik di PLTD/G

Remediasi Kali Item

Indonesia Power dukung Program Remediasi Kali Item yang digulirkan


Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan dengan memfasilitasi empat
unit Plasma Nano Bubble. Plasma Nano Bubble merupakan alat yang
dikembangkan LIPI untuk mengembalikan kualitas air Kali Item serta
menghilangkan bau kali yang menyengat.

117
Kepatuhan K3L dan Finansial

Gambar 39 Program Plasma Nano Bubble sebagai remidiasi Kali Item

Pengembangan Energi Terbarukan

Pengembangan pembangkitan EBT salah satunya adalah komitmen


Indonesia Power dalam rangka menjaga mutu lingkungan. Salah satu strategi
Indonesia Power untuk mencapai sustainability adalah dengan
meningkatkan porsi pengembangan pembangkit renewable energy karena
kecenderungan pengembangan pembangkit di dunia saat ini adalah
menggunakan energi terbarukan. Hal ini tercermin dari meningkatnya target
porsi pembangkit renewable energy di RUPTL dan proses pinjaman untuk
proyek-proyek pembangkit renewable energy dan ramah lingkungan lebih
mudah diperoleh.

Selain pembangkitan yang sudah ada, Indonesia Power juga berupaya terus
meningkatkan produksi Energi Listrik Terbarukan (EBT) melalui
pengembangan EBT seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),
Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM), Pembangkit Listrik Tenaga
Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Hybrid dan Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah (PLTSa).

Gambar 40 Kerjasama Indonesia Power dengan EDF Group


untuk pengembangan EBT

118
Kepatuhan K3L dan Finansial

Potensi pengembangan energi terbarukan di Indonesia dinilai sangat


menarik bagi BUMN setrum asal Prancis, électricité de France (EDF Group).
Terkait ini, komitmen untuk mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT)
kembali diwujudkan Indonesia Power melalui kerja sama EDF dalam tiga hal,
yakni solar PV (PLTS), PLTA/hydro, dan off grid aset.

Indonesia Power melalui anak perusahaan, PT Indo Tenaga Hijau, berhasil


meresmikan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap atau
PLTS Rooftop dengan memanfaatkan modul Photo Voltage (PV) dari
Canadian Solar yang dapat menurunkan emisi yang dihasilkan oleh unit
pembangkit yang selama ini dioperasikan menggunakan energi primer gas
ataupun minyak.

Gambar 41 PLTS Atap Bali Power Generation Unit

PLTS Atap yang dikembangkan memanfaatkan modul Photo Voltage (PV) dari
Canadian Solar. Teknologi ini menjadi salah satu metode untuk menurunkan
emisi yang dihasilkan oleh unit pembangkit yang selama ini dioperasikan
menggunakan energi primer gas ataupun minyak. PLTS Atap Bali Power
Generation Unit terpasang di dua titik, masing-masing berdaya 136 kWp di
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dan Gas (PLTDG) Pesanggaran dan sebesar
90 kWp di PLTG Pemaron yang diperkirakan akan mampu memangkas nilai
emisi hingga 39T CO2.

119
Kepatuhan K3L dan Finansial

Proper

Komitmen Indonesia Power dalam upaya pengelolaan lingkungan dan


pemberdayaan masyarakat yang berkesinambungan kembali dibuktikan
melalui raihan 19 PROPER di penghujung tahun 2019.

Gambar 42 Penganugerahan PROPER kepada Indonesia Power

PROPER adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam


Pengelolaan Lingkungan yang dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak tahun 1995. Penilaian yang dilakukan
berdasarkan indikator yang terukur ini bertujuan untuk mendorong
peningkatan peran perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui
instrumen insentif dan disinsentif. Disamping itu, juga untuk menimbulkan
efek stimulan dalam pemenuhan peraturan lingkungan dan nilai tambah
terhadap pemeliharaan sumber daya alam, konservasi energi, dan
pengembangan masyarakat.

Raihan 2 Proper Emas di tahun ini merupakan bukti upaya pengelolaan


lingkungan yang dilakukan Indonesia Power secara menyeluruh dan
berkesinambungan. Berbagai upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan
secara berkelanjutan oleh Indonesia Power tersebut telah mampu
mendorong pencapaian yang melampaui aspek yang dipersyaratkan (beyond
compliance) dalam pengelolaan lingkungan.

120
Kepatuhan K3L dan Finansial

3.3 Kepatuhan Finansial Aset

Keputusan manajemen aset melibatkan penerapan kombinasi pengetahuan


teknis dan keuangan. Manajer aset memainkan peran kunci dalam
memastikan bahwa fakta fisik dan data keuangan dan biaya yang digunakan
dalam membuat keputusan manajemen aset cukup akurat dan cukup selaras
sehingga keputusan yang baik dapat dibuat. Untuk menjalankan fungsi-
fungsi ini dengan sukses, manajer aset harus terbiasa dengan bahasa dan
metode akuntansi dan analisis keuangan.

Manajemen aset adalah tentang mengelola aset secara lebih efektif - yaitu
tentang membuat keputusan yang lebih baik tentang dan untuk aset, baik
yang sudah ada maupun yang akan datang. Kunci utama untuk mencapai
pengambilan keputusan yang lebih baik adalah memiliki jenis informasi yang
tepat yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan. Sasaran yang
berusaha dicapai oleh pengambilan keputusan yang lebih baik adalah tingkat
layanan yang dipenuhi, risiko, termasuk kesehatan masyarakat, safety,
keuangan, dan lingkungan, yang berkurang, dan biaya yang dioptimalkan.

Di tahun 2019 ini, Indonesia Power berhasil membukukan pendapatan usaha


sebesar Rp 42.583.849 juta; relatif stabil dari tahun sebelumnya yaitu
sebesar Rp 43.038.300 juta. Laba tahun berjalan naik 110,48%, dari
Rp3.501.624 juta tahun 2018 menjadi 7.370.309 juta pada tahun 2019. Dari

121
Kepatuhan K3L dan Finansial

nilai tersebut, Indonesia Power dapat mendistribusikan nilai ekonomi kepada


pemangku kepentingan sebesar Rp34.388.335 juta dan kontribusi pada
penerimaan negara dari sektor pajak sebesar Rp1.159.376 juta.

3.3.1 Manajemen Aset untuk Sustainability

Sustainability dapat didefinisikan sebagai memenuhi "... kebutuhan saat ini


tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri" (Brundtland Commission, 1992). Hal
ini didasarkan pada pengakuan bahwa ketika sumber daya dikonsumsi lebih
cepat daripada yang diproduksi atau diperbarui, maka sumber daya itu akan
terus berkurang sampai tidak ada lagi. Dalam dunia yang berkelanjutan,
permintaan masyarakat terhadap alam seimbang dengan kemampuan alam
untuk memenuhi permintaan itu.

Sustainability mensyaratkan bahwa kriteria pengambilan keputusan


diperluas untuk mencakup dampak sosial dan lingkungan, serta dampak
ekonomi yang lebih luas; dan untuk mempertimbangkan dampak-dampak
tersebut dari generasi ke generasi, periode waktu yang lebih lama daripada
yang dipertimbangkan untuk sebagian besar keputusan yang dibuat oleh
lembaga saat ini.

Pengambilan keputusan yang lebih baik sangat penting untuk mencapai


tujuan manajemen aset dan sustainability. Salah satu kunci untuk membuat
keputusan yang lebih baik adalah memiliki informasi yang tersedia pada
waktu yang tepat untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Pakar
efisiensi energi Joseph Romm melaporkan bahwa untuk bangunan biasa,
pada saat “1% dari biaya di muka proyek dihabiskan, hingga maka 70% dari
biaya life cyclenya bisa jadi sudah terpakai”. Jelas, ada kebutuhan untuk
memiliki informasi yang tepat untuk dapat memahami dampak pada biaya
life cycle sebelum suatu keputusan dibuat.

Salah satu metode analisis yang digunakan untuk manajemen aset yang
memfasilitasi optimasi biaya jangka panjang adalah penggunaan life cycle
cost analyses (LCCA). Analisis biaya life cycle (LCCA) biasanya mencakup
evaluasi biaya yang dikeluarkan oleh suatu aset selama masa manfaatnya
dan membandingkannya dengan aset lain untuk menemukan solusi biaya
yang paling murah. Biaya-biaya ini umumnya termasuk biaya akuisisi,
instalasi, operasi, maintenance, dan pembuangan. Namun, karena tujuan

122
Kepatuhan K3L dan Finansial

manajemen aset juga termasuk memenuhi standar Level of service (LOS) dan
mengurangi risiko, solusi dengan biaya lowest life cycle cost (LCC) seringkali
bukan solusi yang optimal.

LCCA "kritikal" memenuhi tujuan manajemen aset dengan memasukkan LOS,


kondisi, kekritisan, kerentanan, risiko, dan sisa masa manfaat ke dalam
analisisnya. Tujuan dari LCCA kritis bukan hanya solusi biaya paling rendah
tetapi juga solusi biaya paling rendah yang memenuhi tujuan manajemen
aset, atau solusi biaya "optimal". Untuk memasukkan tujuan LOS ke dalam
LCCA kritikal, kondisi yang ada dan LOS yang diinginkan dari suatu aset harus
dibandingkan untuk menentukan apakah ada kesenjangan. Identifikasi
kesenjangan ini memberikan dasar untuk menentukan aset mana yang perlu
dikuatkan untuk memenuhi target LOS dan, sebaliknya, aset mana yang
berpotensi bisa mempertahankan penurunan target LOS. Menggabungkan
risiko, kombinasi matematis dari kekritisan dan kerentanan, dan mengelola
pengurangannya melibatkan identifikasi aset yang perlu dikurangi tingkat
risikonya di saat ini dan, sebaliknya, aset yang berpotensi bisa
mempertahankan peningkatan tingkat risiko. Menganalisis risiko dan tujuan
LOS memungkinkan aset yang prioritas teridentifikasi. Aset dengan
kesenjangan terbesar antara LOS dan kondisi dan aset-aset dengan risiko
tertinggi adalah yang prioritasnya tertinggi. Aset prioritas tinggi ini kemudian
dapat dikelola lebih dekat dan efektif, dan pengambilan keputusannya dapat
mencakup LCCA kritikal.

Sustainability adalah konsep mengelola sumber daya alam dengan cara yang
tidak menyebabkan kerusakan pada ekosistem dan memungkinkannya untuk
membawa hasil sebanyak mungkin, sementara memungkinkan aktivitas
manusia menjadi produktif dan juga tahan lama.

3.3.2 Aset dan Pemasukan Organisasi

Seperti yang sudah dibahas di Bab I, ISO 55000 mendefinisikan aset sebagai
'benda, barang, atau entitas yang memiliki value aktual atau potensial' bagi
organisasi. Aset dapat berupa kelas sebagai produksi, peralatan dan struktur
operasi. Semua aset tidak sama dalam hal value, beberapa darinya punya
value lebih penting untuk mencapai tujuan organisasi daripada yang lain.
Sementara, aset tertentu menghadirkan tingkat risiko yang lebih tinggi untuk
sasaran bisnis daripada yang lain.

123
Kepatuhan K3L dan Finansial

ISO 55000 mempertanyakan apakah semua aset sudah terkelola, dan


memandang pengelolaan aset sebagai serangkaian aktivitas terkoordinasi
untuk mewujudkan value maksimum semua aset. Integritas aset dapat
membantu memberikan value bisnis nyata, organisasi harus mendukung
pemahaman karyawan terkait value dan pemahaman risiko. Fungsi aset
adalah untuk mendukung penyajian service kepada organisasi. Jika suatu aset
tidak berkontribusi secara efektif ke pelayanan dari waktu ke waktu, maka
aset itu tidak boleh dipertahankan atau digunakan. Keputusan tentang
kepemilikan dan retensi aset harus selalu didorong oleh service.

Organisasi yang bergantung pada aset perlu terus waspada tentang


pentingnya mengklasifikasikan aset dalam hal dampak kegagalan suatu aset
pada organisasi. Penilaian kekritisan aset harus digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengklasifikasikan konsekuensi kegagalan sehingga
memungkinkan organisasi untuk mengalokasikan sumber daya maintenance
aset yang sering kali terbatas.

Kinerja aset akan meningkat jika peralatan dipertahankan dalam kondisi yang
sesuai. Untuk mencapai ini, maintenance yang penting harus dilakukan
secara rutin. Manajer senior dan semua personel harus mengakui
maintenance sebagai hal penting untuk kekritisan aset; dan karena itu,
mengelola aset secara efektif membutuhkan pengetahuan aset yang sangat
baik.

Pengetahuan Aset

Pengetahuan operasional aset kritikal memungkinkan manajer aset dan


manajemen membuat perkiraan instan dan akurat yang mengarah pada
keputusan bisnis yang menyeluruh.

Manajemen harus mengetahui lokasi aset, elemen, atau parts yang penting
untuk peralatan utama. Manajemen harus melacak perubahan, upgrade dan
kompatibilitas peraturan, disarankan untuk mencantumkan tanggal dan jenis
keputusan.

124
Kepatuhan K3L dan Finansial

Kekritisan Aset

Kekritisan aset mendefinisikan kemungkinan pentingnya kegagalan aset dan


konsekuensi terhadap bisnis secara keseluruhan. Ini dicapai dengan menilai
konsekuensi kegagalan aset terhadap kriteria yang dikembangkan dalam
faktor dampak bisnis. Faktor dampak bisnis safety, kualitas, keluaran dan
biaya harus digunakan untuk penilaian.

Seri ISO 55000 mensyaratkan bahwa pendekatan strategis harus digunakan


untuk menentukan kekritisan aset dan sistem aset, dan menimbangnya
dengan tepat ketika membuat keputusan. Penting bagi organisasi untuk
menentukan aset dengan fungsi paling penting dalam organisasi. dengan
memeriksa kekritisan suatu aset, para pemangku kepentingan dapat secara
sistematis mencapai kesepakatan tentang aset mana yang penting bagi bisnis
dan alasannya, agar bisa dengan tepat menetapkan sumber daya untuk
maintenance-nya. Organisasi harus memiliki daftar semua aset untuk
dikelola dan memastikan manajer aset telah mengelola portofolio aset
secara efisien dan efektif.

125
Kepatuhan K3L dan Finansial

3.3.3 Dampak Terjadinya Downtime

Ketika sebuah mesin rusak, biasanya ada kehilangan produksi atau layanan,
serta biaya perbaikan, dan sedikit atau tidak ada penghematan yang bisa
didapat pada biaya lain dalam melakukan bisnis. Banyak proyek melibatkan
justifikasinya berdasarkan pengurangan downtime aktual atau potensial.

Dalam kaitannya dengan kepatuhan finansial, organisasi harus menyadari


sepenuhnya dampak dari terjadinya Downtime terhadap kesehatan finansial
organisasi dan implikasi yang tidak sesederhana terwakili dalam wujud
rupiah.

Dampak dari downtime dapat sangat bervariasi tergantung pada keadaan.


Dalam membuat kasus bisnis untuk akuisisi atau improvement berbasis aset,
adalah lebih diharapkan untuk mengatasi masalah yang terkait dengan
dampak downtime atau kerugian layanan lainnya yang bisa jadi terjadi jika
proyeknya tidak dikejar. Berikut ini adalah beberapa jenis biaya yang timbul
dari downtime:

Kehilangan produksi yang tidak bisa ditebus

Dalam hal ini, penjualan produk jadi hilang dan pendapatan terkait juga
hilang. Biaya downtime adalah biaya penjualan yang hilang dikurangi bahan
habis pakai yang tidak terpakai. Ini berlaku untuk setiap mesin yang
downtime-nya menghasilkan hilangnya produksi yang tidak dapat dipulihkan.
Mesin yang sepenuhnya berdampak pada pendapatan yang hilang disebut
sebagai mesin bottleneck. Upaya peningkatan aset sering diarahkan untuk
menghilangkan bottleneck ini, dengan maksud meningkatkan throughput
dan mengurangi kerentanan pendapatan terhadap kegagalan di bottleneck.

Kehilangan produksi yang dapat dipulihkan

Waktu henti mesin dapat menyebabkan kerugian produksi yang dapat


diakibatkan oleh kerja lembur, subkontrak, pembelian di luar, dll. Saat mesin
down, beberapa biaya dapat dihemat, misalnya daya dan bahan habis pakai
lainnya. Tetapi biaya tenaga kerja yang menganggur seringkali tidak dapat
dipulihkan. Dalam hal ini biaya downtime adalah biaya tambahan untuk
menjalankan mesin dalam waktu lembur. Untuk subkontrak, ini adalah biaya
subkontrak dikurangi penghematan bahan habis pakai. Untuk pembelian dari

126
Kepatuhan K3L dan Finansial

luar, ini adalah biaya pembelian luar dikurangi barang habis pakai yang tidak
digunakan.

Kerugian keuangan kontraktual

Kegagalan men-deliver produk secara tepat waktu dapat mengakibatkan


kerugian finansial sebagai bagian dari kontrak. Akhirnya produk alternatif
bisa jadi harus dibeli dari sumber yang lebih mahal.

Kehilangan Goodwill

Hal ini dapat mengakibatkan penjualan yang hilang di masa mendatang dan
bisa jadi memiliki dampak negatif secara politis.

Kapasitas Cadangan

Untuk mengurangi dampak downtime mesin, kita bisa menggunakan


kapasitas cadangan. Sebagai contoh, sebuah perusahaan mengoperasikan
armada kendaraan roda empat untuk mendukung operasinya. Dalam operasi
normal, ada 80 kendaraan yang harus tersedia. Perusahaan memiliki armada
90 kendaraan, menyediakan pool perbaikan untuk menangani kerusakan dan
maintenance rutin. Ketentuan kapasitas cadangan ini adalah biaya. Jika
kerusakannya terjadi hingga sejauh kerugian produksi, ini merupakan
tambahan untuk biaya menyediakan kapasitas cadangan.

127
Kepatuhan K3L dan Finansial

Halaman ini sengaja dikosongkan

128
Bab IV Penguatan Teknologi
untuk Pengelolaan Aset

4.1 Asset Register dan Rencana Maintenance

4.1.1 Kesadaran Akan Aset Kunci

Manajemen aset yang sukses tergantung pada manajer yang memiliki


pemahaman yang jelas tentang aset yang diperlukan untuk
mempertahankan bisnis secara fisik dan menjaganya agar tetap bisa
menguntungkan. Ada value dalam memiliki daftar aset (asset register) kunci
organisasi yang mencakup informasi tentang spesifikasi dan usia yang
leading. Adanya standar kesadaran yang tinggi terhadap aset-aset utama
akan mendorong tercapainya manajemen aset yang baik. Secara khusus, ini
memfokuskan perhatian karyawan di semua tingkatan pada peran dan
signifikansi aset yang organisasi bergantung padanya. Penting juga untuk
mempromosikan kesadaran tentang berbagai aset dan keterkaitannya dalam
menyediakan kapabilitas mendasar.

129
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

Gambar 43 Enterprise Asset Management excellence PT Indonesia Power

Sistem informasi manajemen aset mengandung sejumlah besar informasi


terperinci. Untuk bisa melihat kayu untuk pohon, daftar aset kunci, yang
pada dasarnya adalah laporan yang dihasilkan dari daftar aset lengkap,
mencantumkan item kunci pada tingkatan keputusan manajemen senior.
Daftar aset kunci adalah dokumen yang berguna dalam perencanaan
pengembangan kapabilitas dan penganggaran modal. Dokumen ini akan
memasukkan informasi seperti:
• Judul aset/kapabilitas
• Detail konfigurasi singkat
• Lokasi
• Usia
• Kondisi aset
• Perkiraan sisa sapai
• Nilai pembukuan
• Biaya penggantian
• Riwayat terkini, misalnya, overhaul terakhir atau tanggal
upgrade
• Masalah yang dikenal
• Rencana yang dikenal

130
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

Gambar 44 Indonesia Power meraih penghargaan TOP IT on Industry 4.0


Development 2018 selama dua tahun berturut-turut sebagai bentuk kesadaran akan
pentingnya pengelolaan aset melalui dukungan teknologi

4.1.2 Pentingnya Daftar Aset

Internet of Things (IoT) pada dasarnya mengubah cara organisasi dalam


menciptakan value, bersaing, dan bermitra dengan entitas lain. dengan
mengembangkan peluang baru untuk insight, relevansi, dan keunggulan
kompetitif, IoT mengubah pengalaman konsumen. Organisasi menggunakan
IoT untuk meningkatkan kinerja operasional, menguatkan pengalaman
pelanggan, memimpin transformasi industri, memajukan kelestarian
lingkungan dan meningkatkan skala keahlian kelembagaan.

Di hampir setiap industri padat aset (seperti energi dan utilitas, minyak dan
gas, manufaktur atau transportasi), organisasi ditantang terkait cara
memaksimalkan value aset di sepanjang life cyclenya.

Bahkan, dalam survei terbaru terhadap manajer aset di seluruh dunia, lebih
dari 75 persen responden menyebutkan reliability sistem sebagai alasan
mendasar untuk berinvestasi dalam Enterprise Asset Management. 1.

Organisasi padat-aset saat ini harus secara konstan melacak, menilai, dan
mengelola reliability beragam aset fisik, teknologi, dan manusia. Organisasi-

131
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

organisasi ini harus mengelola inventaris dan produksi. Mereka memperbaiki


mesin, merekrut dan menjadwalkan karyawan, menyebarkan dan mengelola
infrastruktur TI, memelihara plant fisik, dan mengelola infrastruktur linier
atau memutar aset. Untuk semakin memperumit masalah, infrastruktur
teknologi saat ini sangatlah kompleks, biasanya menjalankan penerapan dan
data dalam silo yang dapat membatasi efektivitas operasi dan efisiensi lintas
organisasi.

Organisasi-organisasi ini harus berurusan dengan aset fisik yang terus menua
yang membutuhkan maintenance dan perbaikan berkelanjutan, termasuk
pembangkit listrik, jembatan, sistem saluran pembuangan, generator atau
perangkat elektronik seperti meteran pintar.

Kinerja aset dan kualitas produk dan layanan organisasi dipengaruhi oleh
reliability aset atau peralatan. Akibatnya, meningkatnya kebutuhan untuk
maintenance aset dan manajemennya dapat berdampak langsung pada
kepuasan pelanggan. Dinamika ini juga berlaku untuk proses. Produksi,
maintenance, atau proses layanan bertambah dan terkikis, sehingga barang
jadi atau keluaran layanan bisa jadi tidak memenuhi standar kualitas yang
semula ditentukan.

Aset yang paling berharga adalah pengelolaan sumber daya manusia, dan
yang memiliki tantangannya tersendiri. Karyawan yang setia mengabdi,
misalnya, terus menua menuju masa pensiun, yang dapat berarti hilangnya
pengetahuan dan keterampilan, ditambah biaya pelatihan karyawan baru.

Terlepas dari tantangan ini, produk atau layanan organisasi harus terus
berkembang untuk memenuhi permintaan pelanggan. Beberapa variabel
harus terus dikelola secara efektif. Ini termasuk masalah-masalah seperti
meningkatnya komoditisasi dan persaingan global, kepatuhan terhadap
peraturan industri dan pemerintah, operasi yang green dan sustainable,
kesehatan dan safety di tempat kerja, dan biaya yang lebih tinggi untuk
melakukan bisnis. Semua faktor ini berkontribusi pada kemunculan Industry
4.0, tren otomatisasi saat ini dalam teknologi manufaktur yang
menggabungkan sistem fisik, IoT dan komputasi cloud.

Dengan mengingat tantangan-tantangan ini, bagaimana sebuah organisasi


dapat mengendalikan aset dan tetap menguntungkan? Organisasi yang
sukses membangun kelincahan dalam model bisnis mereka. Kemampuan

132
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

untuk beradaptasi terhadap perubahan dengan menguatkan operasi dapat


membuat perbedaan antara mampu bertahan hidup atau punah.
Manajemen aset, didorong oleh insight berharga dari data IoT, bisa memiliki
dampak signifikan. Salah satu langkah pentingnya adalah menyatukan proses
yang mengelola berbagai fungsi di berbagai situs organisasi.

Ketika kerangka kerja ini tersedia, organisasi dapat mengoptimalkan


produksi dan sistem layanan di setiap situs. Sebagai hasilnya, organisasi
dapat menggunakan kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan aset
kompleks yang diperlukan untuk mencapai hasil bottom-line.

Jelas, Enterprise Asset Management sangatlah penting untuk mencapai


kesehatan organisasi. Ketika ditangani dengan benar, ini bisa menjadi kunci
untuk operasi yang berkelanjutan di saat anggaran sedang berkurang.
Manajemen aset juga dapat membantu memperpanjang masa manfaat
peralatan, menguatkan pengembalian investasi dan menunda pembelian
baru.

Gambar 45 Workshop Pengelolaan Persediaan Material Pemeliharaan


dari fungsi System Analysis and Program Development SAP
untuk pengelolaan aset yang lebih baik

4.1.3 Pengetahuan Aset

Manajemen aset tergantung pada pengetahuan tentang aset organisasi. Ini


melibatkan pengetahuan tentang peralatan saat ini dalam hal teknologinya,
penyebarannya, kondisinya, dan peran bisnisnya. Ini juga melibatkan
pengetahuan tentang potensi perkembangan di masa depan. Manajer aset

133
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

perlu memiliki pengetahuan kerja praktis dari aset kunci di tingkatan


manajemen, sehingga dapat membuat keputusan bisnis yang baik. Mereka
perlu mengetahui aset mana yang merupakan elemen dalam kemampuan
tertentu, yaitu, susunan item tambahan yang diperlukan untuk mendukung
peralatan utama tertentu. Ada juga persyaratan untuk manajemen
konfigurasi, yaitu, melacak perubahan sistematis untuk konfigurasi
peralatan, seperti peningkatan teknis dan kompatibilitas peraturan.

Untuk item utama yang memerlukan keputusan modal di masa depan,


disarankan untuk mencantumkan tanggal dan jenis keputusan yang akan
dibutuhkan. Misalnya, untuk armada truk, kita memerlukan pengetahuan
tentang tahun-tahun sisa masa pakai kendaraan, dan tentang waktu tunggu
untuk memperoleh penggantian, sehingga kita dapat merencanakan strategi
penggantian cukup jauh di muka. Pengetahuan ini, dikombinasikan dengan
penilaian persyaratan bisnis di masa depan, dan perkembangan dalam jenis
peralatan yang tersedia dari produsen, akan memungkinkan kita untuk
membuat keputusan yang tepat waktu dan tepat waktu dalam batasan risiko
bisnis.

Tabel 3 Pengetahuan manajemen aset

1. Aset apa saja yang kita miliki?


2. Dimana semua aset itu berada?
3. Seperti apa signifikansi bisnis dari aset kunci kita
4. Bagaimana posisi profil dan loss dari aset kunci kita?
5. Seperti apa utilisasi aset kita termasuk peak load dan faktor musimannya?
6. Apakah terdapat ketidakseimbangan gross — seperti kekurangan atau
surplus yang luar biasa, atau misalokasi dari perlengkapan atau personil?
7. Bagaimana kondisi dari setiap aset kunci?
8. Apakah terdapat issue yang signifikan terkait reliability atau availability?
9. Sampai berapa lama lagi aset-aset tertentu bisa bertahan?
10. Apakah terdapat risiko yang signifikan?
11. Apakah biaya maintenance menjadi masalah?
12. Apakah ada aset yang terkait dengan perkembangan dan peluang pasar?
13. Apakah ada yang sekiranya bakal berguna bagi kita yang ditawarkan oleh
pasar?

134
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

4.1.4 Manajemen Aset Perusahaan

Ada banyak alasan terkait adanya peningkatan demand untuk manajemen


aset yang lebih baik. Ketika organisasi meningkatkan kepentingan, risiko,
kuantitas atau biaya aset perusahaan, aset kritikal atau modal mereka,
mereka akan melihat adanya peningkatan yang sesuai dalam minat
manajemen untuk mempertahankan kontrol dan visibilitas aset ini.

Terlebih lagi, di era baru teknologi seluler, cloud, dan analitik ini, ada lebih
banyak peluang untuk mengumpulkan, mengkonsolidasikan, dan
menganalisis informasi tentang aset untuk membantu menyempurnakan
kinerja.

Selain itu, pemerintah, badan pengatur, pemegang saham dan pemangku


kepentingan utama lainnya telah menekan organisasi di sektor publik dan
swasta untuk dapat menemukan dan melacak keberadaan aset dan
kewajiban sewa. Semakin tinggi risiko atau biaya peluang karena tidak
mengetahui di mana aset berada, semakin besar insentif bagi manajemen
untuk menerapkan sistem pelacakan aset. Manajemen aset perusahaan
dapat memberikan insight dan visibilitas real-time ke dalam hampir semua
aset fisik, dan di seluruh maintenance, perbaikan, dan keseluruhan rantai
pasokan.

Kemampuan dasar manajemen aset merupakan bagian integral dari


pengelolaan infrastruktur organisasi yang lebih cerdas. Keterampilan
tersebut meliputi pelacakan, pemantauan, dan pengelolaan informasi
seputar reliability aset, penggunaannya dan kinerjanya.

Enterprise Asset Management (EAM) membahas seluruh manajemen life


cycle dari aset fisik organisasi untuk membantu dalam memaksimalkan value.
Ini mencakup desain, konstruksi, commissioning, operasi, maintenance, dan

135
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

penonaktifan atau penggantian plant, peralatan, fasilitas, dan aset bernilai


tinggi lainnya. Aset bernilai tinggi adalah aset yang memiliki dampak
operasional dan finansial yang signifikan pada lini bisnis utama dan
profitabilitas perusahaan. Apa yang menjadikannya "perusahaan" adalah
kenyataan bahwa ia mencakup departemen, lokasi, fasilitas, unit bisnis, dan
wilayah. Tujuan mengelola aset dengan cara ini meliputi:
• Meningkatkan utilisasi dan kinerja
• Mengurangi biaya modal
• Mengurangi biaya operasi
• Memperpanjang umur aset
• Meningkatkan ROA (return on assets, pengembalian aset).

Industri padat aset beroperasi di pasar yang sangat kompetitif, dan setiap kali
aset gagal bisa berdampak sangat mengganggu dan berbiaya mahal. Pada
saat yang sama, mereka harus mematuhi peraturan safety, kesehatan, dan
lingkungan yang ketat. Mempertahankan availability, reliability,
profitabilitas, dan safety operasional plant, peralatan, fasilitas, dan aset
lainnya sangat penting untuk mencapai keberhasilan organisasi.

Beberapa perusahaan masih menganggap manajemen aset fisik sebagai


istilah yang lebih terfokus pada bisnis untuk manajemen maintenance.
Bahkan, istilah "computerized maintenance management system" (CMMS)
telah umum digunakan untuk menggambarkan ruang pasar ini. Namun,
banyak organisasi lain yang berkembang melampaui batasan ini. Alih-alih,
mereka mengambil pandangan holistik yang mempertimbangkan dampak
manajemen aset di seluruh organisasi: bagaimana hal itu memengaruhi
operasi, desain, kinerja aset, produktivitas karyawan, dan biaya life cycle.
Ekspansi ini bertepatan dengan pergeseran dari CMMS ke EAM.

Manajemen aset memiliki dampak langsung pada profitabilitas, karena hal


itu mempengaruhi kualitas produk atau layanan yang dihasilkan atau di-
deliver. Ini dapat menjustifikasi harga dan akhirnya menentukan
profitabilitas. Kuantitas barang yang diproduksi atau layanan yang dideliver
secara langsung berkontribusi terhadap pendapatan teratas bagi organisasi
di hampir semua industri. Pendapatan organisasi dapat dipengaruhi apakah
barang itu merupakan hard asset, seperti komponen mesin, atau layanan
yang di-deliver ke pelanggan.

136
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

Manajemen aset juga memiliki dampak logis pada biaya operasional. Efisiensi
yang direalisasikan dengan mengelola tenaga kerja, inventaris, dan layanan
dukungan lainnya secara langsung berdampak pada laba, dengan membantu
pengendalian biaya. Intervensi pengguna yang lebih tepat waktu dan presisi
dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi penggunaan material, dan
mengurangi biaya dalam berbisnis.

Tantangan signifikan bagi organisasi saat ini adalah dalam menyeimbangkan


biaya operasional terendah dengan beban penggunaan portofolio aset.
Akibatnya, organisasi biasanya menimbun persediaan dan armada untuk
memastikan bahwa mereka selalu memiliki aset yang mereka butuhkan.
Organisasi lain menimbun cadangan untuk mempersingkat waktu perbaikan
dengan menghilangkan penundaan yang disebabkan oleh rantai pasokan
yang tidak efisien. Masing-masing polis asuransi ini datang dengan premi
tinggi yang terkait dengan biaya maintenance, perbaikan, dan biaya
keuangan terus menerus yang jarang terhenti.

Strategi-strategi ini dapat terus meningkat, ketimbang mengurangi biaya.


Namun, menggunakan EAM akan membantu dalam mengendalikan atau
menghilangkan kelebihan stok dan penimbunan, dan juga dapat membantu
mengurangi investasi modal tetap organisasi hingga berkontribusi pada hasil
bottom-line yang positif.

137
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

4.1.5 Kapabilitas Inti Enterprise Asset Management

Dengan Maximo Enterprise Asset Management, organisasi yang intensif aset


dapat menemukan kapabilitas inti ini dalam serangkaian solusi spesifik
industri. Gambar 46 menunjukkan bagaimana mobilitas dan analitik bisa
memperluas fungsi masing-masing kategori. Ini menunjukkan titik-titik
integrasi dengan enterprise resource planning (ERP), geographic information
system (SIG), dan supervisory control and data acquisition (SCADA) yang
membantu memaksimalkan value lintas aset.

Gambar 46 Organisasi padat aset saat ini membutuhkan serangkaian kemampuan


perusahaan yang kuat, didukung oleh teknologi mobile terbaru dan analitik big data

Kemampuan inti dari Enterprise Asset Management meliputi:

Manajemen Kerja

Organisasi intensif aset harus mampu mengelola aktivitas kerja baik yang
direncanakan maupun yang tidak direncanakan secara terpusat, mulai dari
permintaan awal hingga penyelesaian dan pencatatan aktual. Pekerja mobile
perlu mencapai lebih banyak hal di lapangan, mulai dari pembacaan meter,
hingga meng-capture tanda tangan elektronik, hingga menggunakan bar
code dan kemampuan RFID untuk pelacakan dan manajemen aset.

138
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

Kombinasi fitur yang tepat dapat menyederhanakan proses kerja untuk


meningkatkan produktivitas.

Manajemen Aset

Solusi Enterprise Asset Management yang efektif harus mengelola dan


mengoptimalkan penggunaan semua aset untuk mencapai availability,
reliability, dan kinerja aset yang lebih besar. Hasilnya adalah kemampuan
untuk memperpanjang umur aset karena aset terpelihara dengan lebih baik.
Kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis data tentang operasi
aset memungkinkan organisasi untuk beralih dari corrective maintenance
(perbaikan yang dilakukan setelah masalah terjadi) ke Preventive
maintenance (perbaikan terjadwal berdasarkan pengalaman). Langkah
terakhir adalah pindah ke predictive maintenance (perbaikan dilakukan
karena data untuk aset tertentu menunjukkan bahwa situasi failure sudah
dekat).

Perencanaan dan Penjadwalan

Perencana dan penjadwal adalah jantung dari proses kerja yang


dioptimalkan.

Untuk menurunkan biaya maintenance dan meningkatkan penggunaan


sumber daya, personel harus dapat melihat secara grafis semua work order
dan jadwal Preventive maintenance pada Gantt chart. Navigasi intuitif
melalui work order dapat membantu operator dalam mengelola task dan
dependensi kerja.

Para kru yang dikirim untuk pekerjaan khusus di lokasi-lokasi terpencil sangat
membutuhkan keterampilan, tool, dan dokumentasi yang tepat, yang
merupakan strategi mahal yang digunakan dalam situasi paling kritis. Selain
itu, kemampuan untuk menemukan dan melacak sumber daya lapangan
pada peta publik dapat membantu dalam menguatkan manajemen tenaga
kerja dan dalam membantu menguatkan efisiensi kerja darurat.

139
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

Manajemen Rantai Pasok

Ketika aset bisnis tradisional menjadi lebih memungkinkan secara teknologi,


maka operasi dan fungsi TI akan semakin menyatu dalam lingkungan bisnis
dalam teknologi yang bergerak cepat saat ini. Akibatnya, salah satu cara
untuk mengelola penerapan operasional secara efektif adalah dengan
menggabungkannya. Organisasi yang berupaya mengelola rantai pasokannya
dengan lebih baik harus:
o Menemukan support yang mampu mengelola berbagai jenis aset dan
informasi maintenance.
o Membangun sistem teknologi tunggal untuk mengelola hampir semua
jenis aset dan informasi (misalnya, produksi, linier, fasilitas, transportasi,
dan infrastruktur) termasuk dukungan kalibrasi dan penggunaan
kemampuan mobile.
o Memiliki solusi manajemen aset terintegrasi yang memungkinkan
pengembalian aset yang optimal, kepatuhan pada peraturan, dan bisa
membantu meminimalkan risiko.
o Mampu mengembangkan proses yang lebih cerdas dan memberi rantai
pasokan yang inovatif dan terintegrasi penuh yang dirancang untuk
industri padat aset.

Kesehatan dan Safety

Tujuan utama inisiatif kesehatan, safety, dan lingkungan adalah untuk


mengurangi risiko secara keseluruhan, untuk mematuhi peraturan yang
sesuai, dan untuk menciptakan lingkungan operasi yang aman dan efisien di
mana aset digunakan. Mencapai tujuan-tujuan ini adalah sebagaimana
melakukan standardisasi pada praktik kesehatan, safety, dan lingkungan
seperti mengintegrasikan praktik-praktik ini dengan manajemen operasi
sehari-hari.

Pengalaman pengguna yang intuitif sangat penting untuk mendukung


kemampuan ini bagi Enterprise Asset Management. dengan navigasi dan fitur
yang mudah, organisasi dapat merampingkan proses kerja untuk
meningkatkan produktivitas dan mengurangi kebutuhan akan pelatihan
pengguna. Kemampuan untuk memvisualisasikan lokasi kerja dan aset secara
geografis pada peta juga dapat membantu organisasi meningkatkan efisiensi
tenaga kerja dan kualitas layanan pelanggan.

140
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

4.1.6 IBM Maximo Enterprise Asset Management

Solusi Maximo menawarkan visibilitas, kontrol, dan otomatisasi informasi


kunci yang diperlukan organisasi untuk mencapai efisiensi yang lebih besar
dalam manajemen aset. Produk ini mengelola hampir semua jenis aset, dari
aset fisik tradisional hingga aset pintar yang muncul, pada platform teknologi
tunggal.

IBM Maximo dapat mendukung maintenance infrastruktur fisik organisasi


dan menguatkan layanan pelanggan, menguatkan pengembalian aset,
memungkinkan kepatuhan yang lebih besar, menguatkan kinerja aset, dan
mengurangi risiko. Dan ini akan dapat menyelesaikan task-task dalam
periode waktu yang lebih singkat, sambil memberikan visibilitas dan kontrol
yang lebih baik dari semua informasi yang diperlukan guna menyelaraskan
dengan tujuan bisnis keseluruhan organisasi.

IBM Maximo dirancang untuk secara alami sejajar dengan best practice
manajemen aset di seluruh organisasi atau dalam industri. Ini memberikan
kapabilitas dan fungsionalitas terkemuka di industri yang memungkinkan
modal, industri padat aset untuk meningkatkan manfaat dari sistem
Enterprise Asset Management terintegrasi untuk mengelola aset dan fasilitas
penting dalam organisasi.

IBM Maximo menyatukan life cycle aset yang komprehensif dan kegiatan
manajemen maintenance, memberikan insight tentang semua aset
perusahaan, kondisi dan proses kerjanya untuk mencapai perencanaan dan

141
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

kontrol yang lebih baik, sambil menguatkan fungsi bisnis dalam suatu
organisasi.

IBM Maximo memberikan kemampuan generasi berikutnya untuk


menguatkan investasi dalam Enterprise Asset Management, termasuk:

▪ Akses mobile built-in: Menggunakan IBM Maximo Anywhere, pengguna


dapat mengakses pekerjaan dan kemampuan manajemen aset melalui
browser dari perangkat apa pun. Kemampuan perangkat lunak Maximo
disediakan dalam faktor berbentuk ponsel atau tablet, memungkinkan
akses langsung dari mana saja secara virtual.
▪ Pemetaan built-in dan manajemen kru: Organisasi dapat secara
geografis mengelola kru dan menetapkan pekerjaan dengan fleksibilitas
yang lebih besar, dengan memvisualisasikan alamat layanan untuk
pekerjaan dan aset pada peta publik. Designer aplikasi menyediakan
dukungan untuk peta Google, Bing dan Esri.
▪ Wawasan analitis: Adalah lebih mudah untuk memantau kesehatan
organisasi dan membuat keputusan yang lebih cerdas. Paket intelijen
bisnis khusus untuk Enterprise Asset Management memberikan insight
untuk menguatkan manajemen kegagalan aset, manajemen work order,
dan manajemen inventaris.

Selain itu, solusi ini dapat menggunakan aspek-aspek kunci berikut dari
Enterprise Asset Management untuk keuntungan bisnis:

▪ Manajemen maintenance aset: Dioptimalkan di tingkat proses.


Contohnya termasuk maintenance reaktif, preventif dan terencana yang
menggabungkan material dan manajemen layanan. Modul aset dan
manajemen kerja Maximo secara umum membahas persyaratan ini.
▪ Manajemen risiko aset: Dioptimalkan pada Level kinerja aset. Misalnya,
reliability aset, service dan manajemen kinerja, IBM Maximo Calibration
dan indikator dan metrik kinerja utama, seperti mean time to repair dan
mean time between failures, mengatasi persyaratan tersebut
▪ Manajemen infrastruktur: Dioptimalkan pada service performance
Level. Contohnya termasuk manajemen utilitas dan fasilitas. Manajemen
aset spasial dan linier, fasilitas dan integrasi dengan sistem manajemen
gedung cerdas memenuhi persyaratan ini

142
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

▪ Condition-Based maintenance: Banyak aset membutuhkan lebih banyak


insight daripada upaya Preventive maintenance. Beberapa aset
tampaknya mengalami fail secara acak. dengan IBM Maximo dan IBM
Maximo Asset Health Insights, organisasi dapat mengembangkan
pendekatan khusus yang memungkinkannya menangkap pengetahuan
tentang bagaimana kesehatan aset di-assess dan kemudian
menggunakan insight tersebut untuk mengelola tim untuk melakukan
maintenance hanya bila diperlukan, hingga bisa mengurangi biaya dan
Downtime yang tidak direncanakan.

4.2 Aliran Informasi yang Efisien

4.2.1 Mengoptimalkan Manajemen Data

Data adalah sumber kehidupan setiap solusi EAM. Kemampuan untuk


mengelola dan memelihara aset sangat tergantung pada kualitas data yang
tersedia tentang aset bersangkutan. Tetapi tantangan dalam mengelola
semua data ini rumit, mengingat banyaknya sistem yang berbeda, baik
otomatis dan manual, yang mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan
semuanya. Sistem ini, biasanya dirangkai bersama dari berbagai upaya
legacy, yang seringkalinya tidak sesuai dan kualitasnya beragam. Akibatnya,
banyak perusahaan yang berjuang untuk menghasilkan data yang lengkap,

143
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

koheren, akurat yang diperlukan untuk mengoperasikan program EAM baru


secara efektif.

Daftar masalah potensialnya panjang: Data tentang status aset, suku cadang
pengganti, maintenance, penjadwalan tenaga kerja, dan sejenisnya seringkali
tidak terorganisir dengan baik, tidak terintegrasi dengan baik, dan di-
maintain secara berlebihan di lebih dari satu gudang. Kualitas data bisa
buruk, dan field data utama bisa entah rusak atau hilang sama sekali. Data
yang dikelola dengan buruk juga dapat menyebabkan perkiraan yang tidak
akurat dan perencanaan serta penjadwalan kerja yang buruk, sehingga
mendorong peningkatan biaya operasi. Jika kualitas data tidak di-assess dan
dioptimalkan sebelum program EAM baru diimplementasikan, maka semua
inefisiensi ini hanya akan muncul kembali, hingga menciptakan masalah yang
sama dalam solusi baru (lihat Gambar 47).

Gambar 47 Manajemen data yang buruk membawa serta berbagai tantangan

Langkah pertama dalam mengoptimalkan data yang akan digunakan oleh


sistem teknologi program baru melibatkan penginventarisasian lengkap atas
data yang saat ini digunakan oleh sistem. Sistem otomatis akan lebih mudah
ditemukan dan dianalisis, tetapi log manual dan lembar kerja Excel yang
sering digunakan dalam kegiatan maintenance dapat menjadi masalah nyata.
Alur kerja manajemen data yang berdedikasi - termasuk pemrofilan data,

144
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

kualitas, pembersihan, pengujian, validasi, dan dukungan pasca-produksi -


sangatlah penting dalam memastikan kualitas data setinggi mungkin.

Solusi teknologi EAM yang baru harus dirancang untuk mencakup proses
yang bisa memvalidasi data saat datanya dimasukkan, meminimalkan entri
data yang terlalu sulit, menambahkan field data baru yang diperlukan, dan
membuat antarmuka pengguna yang mudah untuk dikerjakan. Di sini juga,
para pekerja di garis depan harus dilibatkan untuk membantu upaya
tersebut. Dan sekarang perangkat mobile sudah dapat digunakan untuk
mencatat berapa banyak waktu yang diperlukan untuk melakukan berbagai
kegiatan maintenance di lapangan secara real time, maka proses SDM yang
termasuk dalam sistem baru harus dirancang dengan sangat hati-hati untuk
menghindari kemungkinan masalah pada integrasi urusan penggajian.

4.2.2 Peningkatan Efisiensi Operasional dengan IBM Maximo

Praktik Maintenance Lanjutan

Ada banyak elemen berbeda yang harus dipertimbangkan sebelum kita bisa
mendapatkan gambaran lengkap tentang apa yang diperlukan untuk
memaksimalkan ROI aset, termasuk di antaranya:

• Lokasi aset
• Rencana dan riwayat maintenance
• Kontrak
• Garansi
• Sewa
• Inventori parts
• Tool
• Teknisi

Semua bagian ini dan juga lainnya sangatlah penting untuk memecahkan
puzzle manajemen aset. Misalnya, beberapa organisasi lebih siap daripada
yang lain dalam melakukan Preventive maintenance. Beberapa perusahaan
bisa jadi memilih untuk memperbaiki asetnya hanya setelah aset
bersangkutan rusak. yang lain dapat beroperasi di industri padat aset seperti
telekomunikasi. Untuk organisasi-organisasi ini, risiko bahwa aset tertentu

145
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

akan mengalami drop cukuplah tinggi, sehingga Preventive maintenance


merupakan pilihan yang baik bagi waktu dan sumber daya mereka.

Sementara SAP PM dan Maximo mendukung basic maintenance berbasis


waktu atau penggunaan, Maximo juga mendukung praktik maintenance
lanjutan yang sangat penting dalam industri padat modal. Maximo dirancang
untuk bisa menguatkan reliability-centered maintenance (RCM), predictive
maintenance, dan proses maintenance yang dioptimalkan secara finansial.
Perusahaan yang menggunakan SAP PM bisa jadi memerlukan solusi pihak
ketiga tambahan untuk memanfaatkan proses ini.

Indikator kinerja utama dan service-Level agreement

Indikator kinerja utama (KPI) Maximo terkait dengan perjanjian tingkat


layanan untuk menjaga agar personel kontrak dan pemangku kepentingan
pemerintah memandang tinggi akan reliability aset dan kinerja manajemen
logistik. Adalah mudah saja untuk menganalisis data bisnis Maximo melalui
KPI, grafik, dan integrasi baru yang kuat dengan IBM Watson Analytics ™.

Seperangkat KPI telah dikonfigurasikan di awal untuk memfasilitasi beberapa


pertanyaan bisnis standar: apakah kita cenderung melakukan pelanggaran
SLA, berapa banyak work request terbuka yang open untuk suatu
departemen, dan sebagainya. KPI ini memberikan representasi visual dari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. KPI memberikan dasar untuk
membangun tampilan "dashboard" bagi pihak manajemen atau mereka yang
ditaskkan bekerja dalam solusi terkait.

Kekuatan KPI dalam solusi Maximo adalah bahwa mereka dapat


dikustomisasi untuk menggunakan beragam variabel, termasuk opsi situs,
unit dan sistem. Ini berarti umpan baliknya ditargetkan bagi viewer-nya.
Misalnya, seseorang di Organisasi A dapat melihat KPI yang sama dengan
seseorang di Organisasi B, tetapi konten yang ditampilkan hanyalah data
yang sesuai untuk organisasi masing-masing.

Maintenance Aset Berbasis Preventif dan Berbasis Kondisi

Maximo memungkinkan maintenance aset yang berbasis kondisi dan juga


yang preventif. Selain itu, Maximo dapat membantu manajemen vendor
melalui dukungan atas berbagai kontrak dan service agreement. Misalnya,

146
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

Prescriptive Maintenance IBM menerapkan machine learning untuk


membantu enjinir reliability dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko
reliability aset yang dapat mempengaruhi operasi plant atau bisnis.

Prescriptive maintenance dapat membantu mengoptimalkan sumber daya


maintenance untuk mengurangi biaya keseluruhan dan mengidentifikasi
risiko operasi dengan menggunakan data operasional.

Konvergensi Aset

Kekuatan pasar yang muncul yang membentuk masa depan EAM adalah
konvergensi aset, yang mana didorong oleh meningkatnya kecanggihan aset
operasi yang mencakup perangkat keras dan perangkat lunak. Peralatan
operasional — baik di lantai plant, pembangkit listrik atau terintegrasi ke
dalam infrastruktur — semakin tergantung pada TI untuk operasi dan
maintenance-nya.

Aset juga semakin terhubung ke jaringan komputer untuk kepentingan


administrasi dan pemantauan jarak jauh. Semakin banyak aset operasi,
termasuk aset produksi, transportasi dan fasilitas, telah memasukkan
komponen peningkatan kinerja.

 Perangkat di lantai plant semakin menggabungkan perangkat lunak


operasi dan penerapan produksi, dan terhubung ke infrastruktur TI
melalui alamat IP. Aset ini biasanya memiliki sistem pemantauan
bawaan untuk pengelolaan jarak jauh, RFID aktif, mikroprosesor,
firmware, perangkat penyimpanan.
 Armadanya memiliki monitor onboard sebagai Global Positioning
Systems (GPS).
 Membangun otomatisasi untuk pengendalian lingkungan,
keamanan dan manajemen infrastruktur, semakin tinggi
penggunaan perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan.

SRO Data Replicator menghubungkan sistem Maximo yang beroperasi pada


aset yang digunakan untuk sistem pusat melalui replikasi bandwidth rendah
yang andal. Tidak ada sistem logistik lain di pasaran yang memiliki
kemampuan replikasi khusus yang dapat dikonfigurasi semacam ini.

147
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

Antarmuka pengguna ERP membutuhkan terlalu banyak modifikasi dan


produk tambahan untuk memungkinkan pekerja maintenance di lapangan
bisa menggunakan perangkat lunak secara efisien. Men-deploy ERP ke
operasi lapangan dengan konektivitas terbatas, bandwidth atau infrastruktur
sulit atau bahkan yang terkesan tidak mungkin.

Data real-time dan Internet of Things

Ekosistem yang kuat memungkinkan organisasi mengakses sistem sistem,


Penyedia, dan mitra. Berikut adalah beberapa contoh fungsi bisnis yang
dikuatkan dengan menggunakan Maximo untuk memanfaatkan ekosistem
IoT dalam organisasi yang intensif aset:

 Mengkonfigurasi hierarki aset untuk meminimalkan risiko operasional.


Semua aset tidaklah sama dan tidak boleh diperlakukan sama, terutama
di lingkungan dengan sumber daya yang terbatas. Maximo
memungkinkan organisasi untuk membangun dan mempertahankan
hierarki berdasarkan kekritisan aset (dan risikonya). Ini akan bisa
membantu pengguna dalam memutuskan tingkat investasi IoT yang
diperlukan untuk menghubungkan elemen infrastruktur organisasi.
Selain itu, ini akan memungkinkan dan menguatkan analitik prediktif
menggunakan data real-time.
 Lokasi aset dan konfigurasinya dalam sistem sistem sangatlah penting
untuk menguatkan informasi IoT. Maximo mendukung ini melalui
hierarki lokasi dan metafora layar linear dan spasial.
 Maximo bisa dengan mudah menangkap histori maintenance dan data
kegagalan sesuai dengan metodologi maintenance termutakhir. Maximo
menggabungkan informasi pemantauan kinerja real-time dengan
riwayat maintenance dan data kegagalan, hingga memungkinkan
dilakukannya predictive analytics, predictive maintenance, dan
reliability-centered maintenance.
 Perpesanan dua arah, diaktifkan oleh Watson IoT Platform,
memungkinkan pengguna untuk memberi tahu personel lapangan dan
bahkan mengubah operasi peralatan berdasarkan data maintenance dan
pemicu analitik prasetel.
 Mengoptimalkan pelaksanaan maintenance dengan mengintegrasikan
informasi maintenance, operasional, kesehatan, safety dan lingkungan.
Maximo K3L bekerja dengan data IoT untuk menyatukan; manajemen
insiden, perizinan, risiko, manajemen perubahan, dan lebih banyak lagi

148
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

dan manajemen perubahan di antara contoh penerapannya dalam


menyatukan kerja K3L dan maintenance ke dalam satu platform tunggal.

Mengetahui lokasi dan konfigurasi aset memungkinkan dilakukannya


pengambilan keputusan operasional. Maximo memiliki kemampuan spasial
dan fitur penjadwalan canggih yang, ketika dikombinasikan dengan data real
time (melalui IoT), memungkinkan manajer untuk mengoptimalkan jadwal
produksi dan maintenance.

Mengoptimalkan Kinerja Aset dengan Analitik

Maximo memungkinkan organisasi yang intensif aset untuk memanfaatkan


perangkat yang terhubung, dengan menggabungkan data operasional aset
real-time dengan informasi aset kritis. Menerapkan Maximo bersama sistem
bisnis dan perusahaan yang kritikal termasuk SAP — dapat membantu
mengurangi kompleksitas secara signifikan, mentransformasikan proses
bisnis, memodernisasi infrastruktur yang menua, mengintegrasikan dan
mengoptimalkan berbagai sistem, dan memungkinkan pengguna untuk
memperoleh insight dan intelligence berharga dari tahun-tahun sebelumnya
dari data dan catatan maintenance historis.

Gambar 48 Mendapatkan insight dengan memanfaatkan perangkat yang terhubung


dan data operasional aset real time

149
Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset

Menyaring Insight dari Internet of Things

Maximo dapat menyaring insight dari Internet of Things untuk membantu


dalam:

 Memfokuskan sumber daya maintenance

 Mengurangi downtime yang tidak direncanakan

 Meningkatkan efisiensi operasional

 Memberikan visibilitas real-time dalam penggunaan aset

 Memperpanjang masa manfaat peralatan dan menunda pembelian baru

 Meningkatkan pengembalian aset

 Menyatukan proses dari berbagai fungsi Enterprise Asset Management


di beberapa situs

150
Bab V Pengoptimalan Maintenance untuk
Reliability dan Availability
Untuk mendukung tercapainya operational excellence yang merupakan
driver utama dalam pencapaian value Optimizing Cost Efficiency dan
peningkatan kepercayaan pemegang saham serta kepuasan pelanggan, maka
Perusahaan perlu meningkatkan ketersediaan, keandalan dan efisiensi
pembangkit. Program peningkatan keandalan dan efisiensi merupakan
program prioritas untuk mencapai sasaran utama OME, dan program
keandalan dan efisiensi merupakan program yang harus berjalan beriringan,
tidak saling terpisah.

Meningkatkan ketersediaan, keandalan, dan efisiensi thermal pembangkit


yang dikelola dan ramah lingkungan yang mengacu kepada pengelolaan
biaya dan investasi yang optimal.

Untuk menjamin ketersediaan dan kehandalan pembangkit, Kami


melakukan:
• Pengembangkan kapasitas pegawai untuk manajemen aset,
melaksanakan program Life Cycle Management dan melaksanakan
Condition Based Management, untuk mencapai tata kelola
pembangkit yang sesuai dengan best practice di industri;
• Penggunaan gas sebagai bahan bakar primer sebagai pengganti
Bahan Bakar Minyak dan pembangunan pembangkit energi
terbarukan seperti tenaga panas bumi, hidro dan mikrohidro;
• Pelaksanaan kajian teknis pada pembangkit dengan reverse
engineering untuk mengembalikan kinerja pembangkit yang berusia
tua dan mengurangi ketergantungan Perusahaan terhadap OEM;
• Peninjauan ulang proses pembelian untuk mendukung operasi dan
pemeliharaan dan efisiensi biaya.

151
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

5.1 Optimalisasi Rencana Maintenance

Tujuan maintenance adalah untuk memberikan availability mesin dan


peralatan ke departemen produksi atau layanan, dalam amplop yang
disediakan oleh kondisi mesin yang mendasarinya dan sumber daya yang
tersedia. Maintenance tidak dapat mengubah item berusia 10 tahun menjadi
baru, tetapi item itu dapat dipertahankan, atau dikembalikan ke, kondisi
kerja yang sesuai dengan usianya, asalkan masih layak secara teknis dan
sumber daya.

5.1.1 Jenis Kegiatan Maintenance

Sejumlah istilah berikut digunakan untuk menggambarkan kegiatan


maintenance. Kategorinya tidak harus saling eksklusif dan beberapanya bisa
beririsan secara makna.

Routine - Pekerjaan yang dilakukan secara teratur. Termasuk pembersihan,


pelumasan, inspeksi, servis, condition monitoring.

Emergency - Tindakan yang harus segera dilakukan dalam menanggapi situasi


yang mendesak, bisa jadi atau bisa jadi tidak melibatkan gangguan aktual.

152
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Deferred - Pekerjaan korektif yang dapat dilakukan pada waktu yang tepat,
sbagai lawan dari "emergency".

Preventive Maintenance - Maintenance yang bertujuan mencegah


kegagalan. Pelumasan, servis, penggantian komponen berdasarkan usia atau
waktu servis, seperti penggantian oli pada 10.000 km, atau maintenance
mesin setelah jumlah jam pemakaian yang ditentukan.

Predictive Maintenance - Maintenance yang ditujukan untuk memprediksi


kemungkinan kegagalan dan mengambil tindakan untuk menghindari in-
service failure. Condition monitoring.

Corrective Maintenance - maintenance untuk memperbaiki kesalahan yang


telah diketahui. Bisa bersifat Emergency atau Deferred. Meliputi semua
kegiatan selain yang Routine. Termasuk aktivitas yang dilakukan dengan
mengikuti kondisi yang diidentifikasi oleh pelaporan, inspeksi, condition
monitoring, atau Breakdown.

Breakdown - Terjadinya kegagalan item atau sistem

Nonbreakdown - Kegagalan suatu item atau sistem tidak terjadi, tetapi tetap
diperlukan tindakan

Scheduled Maintenance - maintenance yang merupakan bagian dari jadwal


terencana. Dapat mencakup routine maintenance, corrective maintenance
yang ditangguhkan (deferred) dan shutdown. Berbeda dari maintenance yang
emergency.

Proactive Maintenance - Analisis root cause dan kegiatan improvement.

Irregular Cyclic Maintenance - Aktivitas maintenance yang dapat


diekspektasikan untuk terjadi kembali, meskipun tidak dengan cara yang
terjadwal secar ketat. Kegiatan-kegiatan ini dapat dipicu oleh pengamatan
normal atau oleh condition monitoring.

Contohnya adalah penggantian terhadap:


• ban
• mesin
• baterai

153
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

• sistem pembuangan

Penganggaran untuk maintenance harus memungkinkan untuk dilakukannya


kegiatan-kegiatan ini, yang akan terus berlangsung dan dapat menghasilkan
biaya yang signifikan tetapi tidak teratur.

Task Terkait Lainnya

Cukup umum untuk menemukan bahwa sumber daya maintenance juga


digunakan untuk task-task terkait seperti;
 Pembangunan kembali (rebuild)
 Turnarounds
 Modifikasi
 Pemasangan peralatan baru
 Investigasi
 Fungsi atau kesempatan khusus

Dianjurkan untuk menjadwalkan semua kegiatan ini dalam jadwal


perencanaan sumber daya yang sama dalam Sistem Informasi Manajemen
Aset atau CMMS. Ini akan memberikan penilaian yang seimbang terhadap
beban kerja dan prioritas.

5.1.2 Memahami Kegagalan Peralatan

Jika sifat kegagalan yang sebenarnya tidak dipahami, maka akan sulit untuk
mengidentifikasi gejala dan akar penyebabnya. Seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 49, sekitar 89% dari pola kegagalan komponen adalah bersifat
acak. Menjadwalkan PM berbasis waktu untuk mengatasi kegagalan acak
tidak hanya tidak tepat, tetapi juga membuang-buang uang. Untuk bisa
secara efektif mengurangi risiko mode kegagalan acak (infant mortality,
random, break-in awal), kita memerlukan strategi hibrid yang mencakup
operator-operator.

154
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Gambar 49 Pola Kegagalan (Sumber: John Moubray, Nolan & Heap)

Kita dapat meminimalkan risiko infant mortality dan kegagalan break-in awal
dengan menggunakan Standard Operating Procedures (SOP) dan pengujian
penerimaan untuk memverifikasi pemasangan atau perbaikan. SOP startup
dan shutdown harus ditinjau secara menyeluruh untuk konten yang dapat
menyebabkan penyalahgunaan atau kegagalan peralatan. Kriteria pengujian
penerimaan (acceptance test) harus dievaluasi untuk mode kegagalan utama
dan perbaikan. Minta operator untuk memperbarui SOP dan memberikan
masukan untuk kebijakan pengujian penerimaan.

Kita dapat meminimalkan risiko kegagalan acak dengan menambahkan


lapisan perlindungan pada reliability aset. Gambar 50 mengilustrasikan
bagaimana operator dapat memberikan perlindungan semacam ini. Melalui
maintenance dan inspeksi peralatan rutin, operator mengidentifikasi gejala
kegagalan aset yang tertunda dan lalu mengambil tindakan yang tepat.
Gejala, atau sinyal fokus, harus mengikuti proses degradasi yang dapat
dipantau oleh operator melalui inspeksi. Brainstorming tim lintas fungsi bisa
mengungkap gejala yang dapat diamati atau diukur. Operator akan
memainkan peran kunci dalam mengidentifikasi kemungkinan sinyal
marabahaya, tetapi sebagian besarnya akan membutuhkan pelatihan.

155
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Gambar 50 Barrier perlindungan reliability

Operator adalah yang paling dekat dengan peralatan dan tahu kapan
peralatan itu bekerja dalam mode operasi yang stabil. Selain sistem
pemantauan on-line yang dimiliki, operator bisa menggunakan indera
mereka (yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan) untuk
mendeteksi sinyal abnormal yang biasanya terkait dengan peralatan
bermasalah. Kurva titik kegagalan (point of failure, PF) pada Gambar 51
menunjukkan bagaimana memburuknya suatu gejala dari waktu ke waktu,
atau siklus, dan di mana operator dapat memberikan jalur deteksi tambahan
jika kegagalan dimulai antara tanggal pengumpulan predictive maintenance
(PdM).

Semakin dini operator dapat mendeteksi gejala-gejala ini, maka semakin


banyak waktu organisasi perlu merencanakan dan melaksanakan perbaikan.
Dalam beberapa kasus, tindakan sederhana dapat menyelesaikan penyebab
tekanan dan kurva PF bisa diperpanjang. Inspeksi oleh operator akan
menambahkan lapisan perlindungan terhadap kegagalan peralatan dan
harus dipertimbangkan untuk setiap EMP.

156
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Gambar 51 Kurva PF - mencari tanda-tanda awal kegagalan

5.1.3 Maintenance Berbasis Kondisi

Condition Based Maintenance atau CBM adalah prosedur modern yang


menggunakan kondisi peralatan untuk menentukan apa, jika ada, prosedur
pengujian dan maintenance yang harus dilakukan. CBM mirip dengan
program Preventive maintenance yang mencakup beragam prosedur
predictive maintenance. Namun perlu dicatat bahwa predictive maintenance
cenderung berorientasi pada peralatan sedangkan CBM berorientasi pada
sistem. Peralatan dijaga seperti biasa termasuk semua tes normal serta
penyesuaian dan inspeksi mekanis visual. Prosedur on-line dan off-line
dilakukan dan data uji dikumpulkan ke dalam basis data yang
terkomputerisasi. Teknisi uji menggunakan komputer notebook untuk tujuan
ini. Data dapat diinputkan dengan keyboard, atau dalam beberapa kasus
peralatan uji akan menyimpan datanya secara langsung.

Hasil tes awalnya ditinjau oleh teknisi yang melakukan pekerjaan. Tinjauan
ini dapat melalui perangkat lunak analisis statistik dan/atau dengan
pemeriksaan dan perbandingan sederhana. Setelah melakukan tinjauan
awal, datanya diunggah ke komputer pusat, di mana itu akan ditinjau lebih
mendalam.

157
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Maintenance berbasis kondisi dideskripsikan sebagai proses yang


membutuhkan ketrampilan teknologi dan manusia yang mengintegrasikan
semua indikator kondisi peralatan yang tersedia (data diagnostik dan kinerja,
data yang dicatat operator, riwayat maintenance, dan pengetahuan desain)
untuk membuat keputusan yang tepat-waktu tentang persyaratan
maintenance bagi peralatan penting. Maintenance berbasis kondisi
mengasumsikan bahwa mode kegagalan peralatan akan mengikuti satu atau
lebih gaya degradasi klasik dan bahwa ada pengetahuan lokal yang memadai
tentang kinerja historis peralatan untuk melakukan ekstrapolasi dari sisa
umurnya. Ini sendiri merupakan bentuk prognostik yang sebagiannya
didasarkan pada sains, dan sebagiannya pada pengalaman yang didapat dari
staf instalasi. Teknik pengukuran, pengamatan, pengujian, dan intuisi
operator inilah yang membentuk program maintenance berbasis kondisi
plant.

Tujuan maintenance berbasis kondisi adalah untuk mengoptimalkan


reliability dan availability dengan menentukan kebutuhan kegiatan
maintenance berdasarkan kondisi peralatan. dengan menggunakan "teknik
prediktif", maka teknologi, condition monitoring, dan pengamatan dapat
digunakan untuk memproyeksikan ke depan dalam upaya untuk menetapkan
waktu kegagalan yang paling bisa jadi dan tindakan penguatan kemampuan
plant untuk merencanakan dan bertindak secara proaktif. PdM/CBM
mengasumsikan bahwa peralatan memiliki indikator yang dapat dipantau
dan dianalisis untuk menentukan kebutuhan akan kegiatan maintenance
yang diarahkan pada kondisi. Maintenance berbasis kondisi memungkinkan
tercapainya biaya terendah dan program maintenance yang paling efektif
dengan menentukan aktivitas yang benar pada waktu yang tepat.

Sebagai perbandingan, Preventive maintenance mengasumsikan bahwa


waktu operasi adalah faktor kunci dalam menentukan kemungkinan kondisi
peralatan. Jika tidak ada hubungan yang erat antara waktu operasi dan
kebutuhan maintenance, maka kegiatan Preventive maintenance ini
seringkali tidak diperlukan dan sumber daya maintenance-nya akan terbuang
sia-sia. Kadang-kadang peralatan berada dalam kondisi yang lebih buruk
setelah maintenance dilakukan dan akan gagal lebih cepat daripada jika tidak
dilakukan.

158
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Maintenance berbasis kondisi dicapai dengan mengintegrasikan semua data


yang tersedia untuk memprediksi kegagalan peralatan yang akan datang
serta untuk menghindari maintenance yang mahal. Proses ini sangat
tergantung pada kemampuan untuk mengenali kondisi operasi yang tidak
diinginkan seperti yang diukur oleh sistem pemantauan diagnostik. Proses ini
juga memungkinkan peralatan untuk terus beroperasi dalam kondisi yang
tidak diinginkan saat sedang dipantau hingga maintenance dapat
dijadwalkan.

Tujuan utama dari program strategi maintenance yang dioptimalkan yang


mencakup maintenance berbasis prediksi dan kondisi adalah:
• Meningkatkan availability
o Mengurangi outage paksa
o Meningkatkan reliability
• Meningkatkan usia peralatan
o Mengurangi keausan karena seringnya rebuilding
o Meminimalkan potensi masalah disassembly dan
reassembly
o Mendeteksi masalah saat terjadinya
• Menghemat biaya maintenance
o Mengurangi biaya perbaikan
o Mengurangi lembur/overtime
o Mengurangi kebutuhan inventaris suku cadang

Maintenance berbasis kondisi mengacu pada serangkaian task yang


dilakukan untuk mendeteksi kegagalan peralatan yang mulai terjadi, untuk
menentukan tindakan maintenance yang diperlukan, dan untuk
mengembalikan peralatan bersangkutan ke kondisi yang dapat dioperasikan
setelah mendeteksi kondisi kegagalan yang baru terjadi.

Pemantauan kondisi dapat terdiri dari pemantauan berkelanjutan (misalnya,


diagnostik on-line yang digunakan dalam sistem instrumentasi digital atau
pemantauan keausan thrust generator turbin) menggunakan kegiatan atau
instrumentasi yang dipasang secara permanen pada interval tertentu untuk
memantau, mendiagnosis, atau men-tren kondisi fungsional peralatan . Hasil
dari kegiatan ini mendukung penilaian kemampuan fungsional saat ini dan
masa depan dari peralatan yang dipantau dan menjadi dasar penentuan bagi
sifat dan jadwal maintenance.

159
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Teknologi Condition monitoring

Berbagai teknologi dapat dan harus digunakan sebagai bagian dari program
maintenance berbasis kondisi yang komprehensif. Karena sistem mekanis
atau mesin bertanggung jawab atas sebagian besar peralatan plant, maka
monitoring vibrasi umumnya merupakan komponen kunci dari sebagian
besar program maintenance berbasis kondisi. Namun, monitoring vibrasi
tidak dapat memberikan semua informasi yang diperlukan untuk program
maintenance berbasis kondisi yang berhasil. Teknik ini terbatas pada
condition monitoring mekanis dan bukan parameter penting lainnya yang
diperlukan untuk menjaga reliability dan efisiensi mesin. Oleh karena itu,
program maintenance berbasis kondisi komprehensif harus mencakup teknik
pemantauan dan diagnostik lainnya. Teknik-teknik ini meliputi:

1. Monitoring vibrasi.
Analisis vibrasi mendeteksi gerakan berulang permukaan pada mesin
yang berputar atau berosilasi. Gerakan berulang dapat disebabkan oleh
ketidakseimbangan, misalignment, resonansi, efek listrik, kesalahan
bantalan elemen bergulir, atau banyak masalah lainnya. Berbagai
frekuensi vibrasi dalam mesin yang berputar berhubungan langsung
dengan geometri dan kecepatan operasi mesin. dengan mengetahui
hubungan antara frekuensi dan jenis cacat, analis vibrasi dapat
menentukan penyebab dan tingkat keparahan kesalahan atau kondisi
permasalahan. Histori dari mesin dan pola degradasi sebelumnya
sangatlah penting dalam menentukan kondisi operasi mesin saat ini dan
di masa depan.
2. Analisis akustik.
Emisi akustik didefinisikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan generasi,
transmisi, penerimaan dan efek suara. Ini adalah suara struktural atau
air-borne yang dapat dideteksi yang dapat memanifestasikan dirinya
sebagai sinyal pada benda-benda mekanik, gelombang tekanan yang
terkait dengan bocornya uap atau gas, atau dengung pada peralatan
listrik. Teknologi akustik mencakup frekuensi serendah 2 Hz dan setinggi
rentang mega-Hertz. Melalui proses pemfilteran, passing pita frekuensi,
dan pemilihan sensor, potensi penggunaan untuk pengujian akustik
untuk mendiagnosis kondisi peralatan dan pengoperasian hampir tidak
terbatas.

160
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

3. Teknik analisis motorik.


Pemantauan kondisi motor listrik pasti melibatkan penentuan sejauh
mana kerusakan dan kegagalan isolasi listrik. Tes isolasi tradisional telah
terkonsentrasi di dinding tanah, dengan tes umumnya adalah ketahanan
isolasi. Perhatian yang kurang diberikan pada insulasi turn-to turn atau
phase-to-phase, namun ada bukti yang menunjukkan bahwa kerusakan
film tipis ini juga merupakan penyebab utama kegagalan motor.
4. Pengujian valve yang dioperasikan motor.
Tujuan dari pengujian kinerja MOV adalah untuk mengkonfirmasi bahwa
pengaturan dan pengoperasian MOV berada dalam batas yang dapat
diterima. Kriteria penerimaan untuk pengujian kinerja berbasis MCC
dapat berasal dari data uji baseline. Setelah kriteria penerimaan
ditetapkan, hasil uji kinerja statis digunakan untuk secara berkala
mengevaluasi kinerja MOV aktual terhadap kriteria penerimaan yang
ditetapkan. Pengujian kinerja statis berkala tidak dimaksudkan untuk
menegaskan kembali kriteria penerimaan, tetapi hanya keberadaan
margin yang dapat diterima.
5. Termografi.
Teknologi pengukuran termal mengukur suhu absolut atau relatif dari
parts atau area peralatan utama yang sedang dipantau. Adanya
temperatur yang abnormal mengindikasikan masalah yang berkembang.
Suhu dan perilaku termal komponen plant adalah faktor paling penting
dalam maintenance peralatan plant. Karena alasan ini, maka suhu sering
dianggap sebagai kunci keberhasilan maintenance plant dan merupakan
kuantitas yang paling diukur. Ada dua jenis peralatan yang digunakan
dalam teknologi ini, yakni kontak dan non-kontak. Metode kontak
pengukuran suhu menggunakan termometer dan termokopel masih
umum digunakan untuk banyak penerapan. Namun, pengukuran non-
kontak menggunakan sensor inframerah telah menjadi alternatif yang
semakin diinginkan daripada metode konvensional.
6. Tribologi.
Salah satu teknologi dasar maintenance berbasis kondisi adalah analisis
oli pelumas. Alasan untuk ini adalah bahwa analisis minyak pelumas
adalah tool yang sangat efektif untuk memberikan peringatan dini
terhadap masalah peralatan potensial. Tujuan pemantauan dan analisis
oli adalah untuk memastikan bahwa bantalan telah dilumasi dengan
benar. Ini terjadi dengan memantau kondisi pelumas dan permukaan
internal yang bersentuhan dengan pelumas.

161
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

5.1.4 Maintenance Berbasis Pemakaian

Pendekatan tradisional untuk maintenance instrumen adalah menjadwalkan


task-task harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Pendekatan ini tidak
mempertimbangkan penggunaan instrumen yang sebenarnya — yakni
jumlah sampel dan penerapan yang dijalankan. Task-nya bisa jadi dilacak di
buku log, di papan tulis, atau bahkan sticky note. Pendekatan manual ini bisa
terasa membosankan, membutuhkan waktu analis yang banyak, dan rentan
terjadi kesalahan.

Selain itu, task maintenance yang hilang bisa berdampak mahal. Sementara
para pengguna umumnya merawat peralatan mereka, survei baru-baru ini
terhadap personel layanan menemukan bahwa 40-50% layanan dapat
dikaitkan dengan task maintenance yang terlewatkan seperti penggantian
consumable atau pembersihan secara berkala. Sebuah studi aktuaria lima
tahun menemukan bahwa Preventive maintenance yang teratur dapat
menghemat rata-rata 3,4 hari per tahun; mengurangi biaya layanan sebesar
41%; dan mengurangi perbaikan tak terduga sebesar 35%.

Jelaslah, pendekatan yang paling rasional dan efisien adalah dengan


mencocokkan task-task maintenance dengan pemakaian instrumen, dan
mengadaptasinya secara real-time.

Ada kalanya industri kita terlalu terisolasi dari industri sejenis. Jelaslah bahwa
manajemen fasilitas kelembagaan, dan fasilitas pendidikan khususnya,
mewakili bisnis yang unik. Namun, tampaknya kita tidak membahas apa yang
dipertimbangkan oleh manajer aset lain sebagai best practice sesering yang
seharusnya. Salah satu best practice seperti itu, usage-based maintenance
(UBM), telah ada di bidang manufaktur dan teknologi selama bertahun-
tahun. Praktek ini juga menawarkan manfaat bagi industri manajemen
fasilitas pendidikan.

Mendasarkan Maintenance pada Pemakaian

Mari kita mulai dengan berita yang terbaik: Program UBM memberikan
semua manfaat dari program Preventive maintenance tradisional (seperti
yang paling sering terlihat dalam pendidikan tinggi) tetapi lebih murah untuk
dilaksanakan. Mengingat bahwa kita semua berusaha untuk mencapai

162
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

kondisi paling ideal dari peningkatan maintenance terencana (planned


maintenance, PM) sebagai ganti dari maintenance yang tidak direncanakan,
dengan sedikit atau tanpa dana tambahan, maka manfaat ini jadi menarik.
Prinsipnya sederhana, tetapi implementasinya adalah tempat di mana
sebagian besar sejawat berjuang. Berbeda dengan program PM tradisional
berbasis kalender dengan program berbasis pemakaian pada Level tertinggi,
perbedaannya terletak pada penjadwalan kegiatan maintenance-nya.

Dalam sistem berbasis kalender kita menjadwalkan kegiatan berdasarkan


tanggal kalender (komputer) yang mewakili minggu, bulan, kuartal, dan
sebagainya. Setiap sistem mekanik dijadwalkan untuk aktivitas maintenance
berdasarkan waktu absolut yang dilewati sejak aktivitas terakhir.

Sistem berbasis pemakaian menjadwalkan PM berdasarkan waktu aktual


suatu sistem telah berjalan. Karenanya, pemakaian yang lebih banyak
menghasilkan lebih banyak maintenance. Visualisasikan mobil yang diganti
oli setiap tiga bulan versus setiap 5.000 mil. Mengapa perlu mengganti oli jika
seseorang menghabiskan musim panas jauh dari rumah dan meninggalkan
mobilnya di garasi?

Untuk melihatnya dari perspektif lain, pertimbangkan ada sebuah plant.


Maintenance berbasis pemakaian berasal dari plant-plant di mana sebagian
besar aset yang dapat dipelihara sangat penting untuk memproduksi
"widget." Jika aset ini gagal, maka jalur produksi akan ditutup. Dalam
lingkungan ini lahirlah penerapan maintenance berbasis reliability yang
didorong oleh pemakaian (usage) atau waktu-berjalan (run-time). Dalam
industri kita, satu kegagalan tidak akan menghentikan seluruh jalur produksi.
Namun, penerapan yang sama memiliki manfaat penting lainnya dalam
bentuk peningkatan kinerja sistem (baca, penghematan energi) dan
pengurangan kegagalan yang tidak direncanakan yang seringkali
membutuhkan perbaikan dengan biaya yang meningkat secara dramatis.

Mengklasifikasikan Aset

Rahasia dari penerapan UBM untuk menghemat uang adalah kenyataan


bahwa tidak seperti plant, banyak aset kita tidak beroperasi 24/7, dan banyak
aset serupa memiliki jam operasi yang bervariasi per periode waktu.
Mengingat fakta ini, kita dapat menghimpun decision tree untuk
mengklasifikasikan aset dan mencari penerapan UBM, yang diharapkan

163
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

menemukan penghematan dalam tenaga kerja. Penilaian awal dari inventaris


peralatan yang dapat di-maintain menentukan aset-aset yang terikat dan
yang dapat dioperasikan.

Aset terikat adalah aset yang tidak memiliki komponen bergerak dan tidak
tunduk pada beragam permintaan layanan. Barang-barang yang dapat
dioperasikan yang membutuhkan energi untuk bisa berfungsi masuk di
golongan ini karena berdampak pada biaya energi. Barang-barang yang
menggunakan sumber daya seperti air dan dapat dioperasikan seperti
perlengkapan kamar mandi sudah termasuk juga. Aset ini memenuhi satu
atau lebih kriteria berikut:
• Mengkonsumsi energi
• Bersifat elektromekanis dan melakukan suatu fungsi
• Memberikan pemanasan atau pendinginan untuk penghuni gedung
• Semua jenis pencahayaan internal atau eksternal

Setelah daftar kandidat UBM dibuat, kita harus merujuk pada task dan
frekuensi maintenance yang disarankan oleh pemanufaktur Semakin lama,
pemanufaktur menentukan task maintenance berdasarkan jam operasional.
Jika demikian, kita dapat menggunakan data ini dan langsung ke upaya
pengumpulan data berikutnya: mengukur pemakaian. Pilihan terbaiknya
adalah dengan mengeksploitasi sistem otomasi gedung (Building Automation
System, BAS) dan parameter operasi pengumpulan untuk semua peralatan
dalam daftarnya. Informasi ini digunakan untuk mendorong dimulainya
kegiatan PM alih-alih penggunaan kalender. Informasi lainnya seperti
penurunan tekanan dan perubahan suhu adalah kandidat yang ideal untuk
mendorong bentuk UBM ini juga.

Beban "Normal"

Terkadang jam task dan frekuensi tidak tersedia dalam format penggunaan.
Dalam hal ini, kita harus mengonversi task dan frekuensi standar yang
dipublikasikan, dengan asumsi mereka didasarkan pada apa yang dianggap
sebagai beban normal. “Normal" ini umumnya menunjukkan bahwa sistem
beroperasi dalam lingkungan bisnis yang khas dengan jam normal, misalnya,
8:00 pagi - 5:00 sore. Jika informasi ini tidak tersedia, maka profesional
fasilitas dapat memperkirakan penggunaan tipikal untuk setiap kelas aset,
dan value ini ditambah dengan task dan frekuensi yang terkait menjadi

164
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

baseline. Selanjutnya, frekuensi berbasis waktu atau kalender dikonversi ke


frekuensi penggunaan dengan membagi hari operasi kalender untuk setiap
task PM yang disarankan dan frekuensi dengan jam operasi nominal aktual
atau yang diperkirakan.

Dengan kata lain, task PM bulanan dikonversi menjadi jam operasi dengan
memperkirakan hari yang dioperasikan per bulan menjadi jam. Angka ini
sekali lagi adalah baseline dan tidak dimodifikasi untuk peningkatan atau
penurunan kondisi pemakaian. Frekuensi task dan frekuensi maintenance
yang dipublikasi atau plant dimuat ke dalam sistem manajemen maintenance
sebagai task dan jam operasional (frekuensi).

Beberapa dari kita tidak akan dapat menggunakan data BAS untuk
mendorong aktivitas PM. Pilihan kedua adalah pengukuran sementara atau
bahkan pengamatan fisik untuk membuat set sampel. Meter biaya rendah
dapat dipasang untuk memantau operasi selama berbagai periode untuk
mengumpulkan kumpulan sampel yang representatif. Jika ini tidak
memungkinkan, maka jam operasional yang diamati dapat dikumpulkan
dengan secara strategis memantau aset operasi. Data ini kemudian
disegarkan secara berkala dan dimuat ke dalam sistem maintenance atau
sistem berbasis kertas untuk mendorong frekuensi task PM untuk beragam
bangunan dan sistem terkait.

165
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

5.1.5 Maintenance Run to Failure

Dalam dunia maintenance dan reliability, kita menghabiskan banyak waktu


untuk berpikir dan merencanakan cara-cara untuk mempertahankan atau
mendesain ulang beberapa peralatan agar bisa lebih tahan lama atau lebih
andal. Namun, ada situasi di mana solusi yang andal atau rencana
maintenance-nya tidak efektif secara biaya dan rekomendasinya adalah "run
to failure".

Maintenance run to failure adalah strategi maintenance yang kadang-kadang


lebih tepat disebut "Fit and Forget" karena tidak ada rencana maintenance
di luar penggantian lengkap atas suatu kegagalan.

Ini adalah teknik penting dalam aspek industri tertentu. Pada dasarnya, RTF
itu bisa diilustrasikan dengan pasta gigi yang usia pakainya habis begitu isi
odolnya habis. Tidak ada maintenance apapun yang bisa membuat tabung
odolnya terisi. Ketika sudah habis, maka tinggal beli saja yang baru.

Gambar 52 Diagram Workflow Run to Failure

Maintenance run to failure tidak boleh disalahartikan sebagai penggantian


kegagalan yang tidak disengaja (Unintended Failure Replacement, UFR) yang
merupakan kegagalan akibat kelalaian atau ketidaktahuan tanpa rencana
untuk mengatasinya. RTF adalah strategi yang sangat disengaja di mana item
bersangkutan dimaksudkan untuk dijalankan sampai mengalami gagal dan si

166
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

pemilik siap untuk mengambil tindakan perbaikan dengan segera setelah


kegagalannya terjadi.

Dalam beberapa industri, banyak peralatan bersifat RTF seperti program luar
angkasa di mana satelit berada di luar jangkauan manusia dan tidak dapat
diservis.

Di mana maintenance run to failure bisa diterapkan?

Aset berusia pendek tidaklah kuat atau secara desain tidak tahan lama.
Termasuk di dalamnya adalah bola lampu pijar, motor pintu overhead,
pompa sirkuit, pemanas air, lampu peringatan lalu lintas udara di menara
radio, atau apa pun yang biasanya diganti 5 kali atau lebih dalam masa pakai
bangunan.

Aset sekali pakai adalah item-item yang umumnya murah atau sekali pakai.
Ini dapat mencakup peredam kejut mobil, ban mobil, signage, piston
pneumatik pada jalur perakitan, sebagian besar kartrid printer, hingga sapu
dan pel.

Aset tahan lama atau aset yang tidak dapat di-maintain adalah barang yang
tidak diharapkan bisa aus, seperti fondasi beton bangunan atau struktur baja
interior bangunan bertingkat tinggi. Mereka semua tidak memerlukan
maintenance untuk memenuhi fungsinya dan juga tidak diharapkan sampai
mengalami gagal.

Aset dengan kapitalisasi rendah adalah aset yang bisa jadi mengalami
maintenance, seperti alat pemadam kebakaran yang diisi ulang setelah
digunakan, tetapi dibuang berdasarkan usia atau kondisinya. Ini bisa
termasuk rak sepeda, perabot kantor, detektor asap, ballast lampu neon,
kipas langit-langit, peralatan olahraga, alat maintenance seperti bor listrik
dan pita pengukur, atau peralatan kantor seperti monitor, mouse, keyboard,
atau tikar kursi.

Aset non-kritis seperti elemen kompor yang mengalami gagal hanya akan
menyebabkan kemungkinan penggantian ketika sudah berubah menjadi
tidak nyaman. Kompor biasanya memiliki empat atau lebih elemen
permukaan sehingga fungsi perangkatnya hampir tidak terganggu karena
kegagalan tunggal.

167
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Setiap aset harus dianalisis secara sendiri-sendiri untuk menentukan


pendekatan maintenance apa yang mendukung tujuan dan sasaran jangka
pendek dan jangka panjang organisasi. Berikut adalah tiga langkah yang
dapat digunakan untuk melihat apakah run to failure memiliki tempat dalam
strategi manajemen aset:

Langkah pertama: Ketahui biaya asetnya, baik untuk membeli


maupun mengganti.

Untuk aset murah yang cepat dan mudah diganti, bisa jadi lebih
murah untuk menggunakan "Gagal dan Ganti" daripada sampai
mengeluarkan biaya tenaga kerja untuk melakukan task Preventive
maintenance.

Run to failure juga jadi masuk akal diterapkan jika suku cadangnya
murah dan tersedia dalam persediaan suku cadang, dan jika biaya
tenaga kerja untuk memperbaiki atau mengganti asetnya itu murah.

Langkah Dua: Ketahui biaya tenaga kerja yang terkait dengan life
cycle aset yang dipertimbangkan.

Biaya tenaga kerja untuk maintenance sangat bervariasi tergantung


pada task dan jenis tenaga kerja terampil yang dibutuhkan.
Mengetahui berapa biaya tenaga kerjanya dapat membantu dalam
membuat keputusan berdasarkan informasi. Kita harus dapat
melacak dan menganalisis biaya tenaga kerja untuk:

168
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

• Task Preventive Maintenance (PM)


• Biaya tenaga kerja untuk perbaikan paling umum pada aset
saat rusak
• Biaya tenaga kerja untuk menggantinya saat gagal

Langkah ketiga: Ketahui Downtime dan biaya lain yang terkait


dengan kegagalan aset.

Biaya downtime di sini termasuk biaya tenaga kerja untuk


mengembalikan aset ke status fungsional dan "kerusakan sekunder"
yang bisa terjadi sebagai akibat dari kegagalan aset.

Sebelum memutuskan pendekatan run to failure, pertimbangkanlah


potensi komplikasi dari kerusakan sekunder. Dalam banyak kasus,
kerusakan sekunder yang diakibatkan oleh kegagalan aset primer
bisa jadi jauh memakan biaya dan berkonsekuensi lebih besar
daripada kerusakan aset yang asli. Ini bisa disebabkan oleh:
• Peningkatan biaya karena downtime peralatan yang tidak
direncanakan
• Peningkatan biaya tenaga kerja lembur untuk perbaikan
atau penggantian
• Kerusakan/kegagalan tambahan untuk peralatan lain
• Masalah safety atau keamanan
• Tingkat kenyamanan atau kepuasan pengguna fasilitas

Memahami total biaya downtime untuk setiap aset akan memberi


kita gambaran nyata tentang biaya lengkap dari strategi run to
failure untuk setiap aset yang sedang dipertimbangkan.

Tujuan utama dari rencana maintenance strategis adalah untuk


mengoptimalkan efisiensi peralatan, mengurangi biaya operasional, dan
meningkatkan produktivitas. Memenuhi tujuan-tujuan tersebut
membutuhkan pendekatan yang seimbang yang dapat mencakup Preventive
Maintenance (PM), predictive maintenance (PdM) dan run to failure (RTF)
sebagaimana yang terbaik ditentukan oleh analisis data yang cermat,
keputusan maintenance strategis, dan proses improvement berkelanjutan.

169
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Maintenance run to failure membutuhkan pertimbangan yang baik

Meskipun sebagian besar pakar industri bersepakat bahwa Preventive


maintenance (PM) atau predictive maintenance (PdM) akan menghasilkan
biaya operasi yang lebih rendah dan peningkatan produktivitas aset, namun
menjalankan run to failure bisa jadi masuk akal dalam situasi tertentu. Meski
demikian, keputusan untuk membiarkan peralatan bekerja sampai rusak
harus menjadi keputusan sadar berdasarkan analisis data dan tujuan
maintenance strategis, dan bukan dampak dari kurangnya perencanaan di
pihak manajemen fasilitas.

Mesin pencuci piring yang benar-benar berfungsi tetapi mengeluarkan suara


memekik bisa jadi dianggap gagal jika berada di dapur restoran mahal dan
bunyinya mengganggu pengunjung. Bagian yang gagal bisa jadi diganti, tetapi
dalam situasi komersial itu bisa menandakan serangkaian perbaikan yang
akan datang sehingga seluruh unit bisa saja diganti untuk mempercepat
operasi dan menghemat uang.

Mengetahui kapan harus menyatakan kegagalan secara total alih-alih


memulai perbaikan adalah bagian dari skillset.

Kapankah Run to Failure Tidak Cocok untuk Diterapkan

Ada saat-saat tertentu ketika Run to Failure bukan jadi pilihan yang tepat,
selain karena pertimbangan konsekuensi operasional. Dalam keadaan
berikut, Run to Failure bukan merupakan pilihan dan perlu dihindari;

 Kegagalannya tersembunyi dan tidak tampak terbukti oleh kru operasi


dalam keadaan normal. Ini berarti bahwa kegagalannya akan tak
terdeteksi sampai sesuatu yang lain mengalami gagal dan akibatnya
kondisinya makin parah. Jenis-jenis ini biasanya ditemukan di perangkat
safety dan proteksi. Contoh kegagalan tersembunyi adalah pencegah
ledakan yang adai di tumpahan minyak teluk.
 Konsekuensi lingkungan semacam ini adalah area yang tidak sesuai
untuk run to failure. Dalam hal ini, konsekuensi dari kegagalan dapat
berupa pelepasan ke lingkungan, pelanggaran peraturan, dll. Run to
failure harus dihindari ketika hasil dari kegagalannya adalah dampak
negatif terhadap lingkungan.

170
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

 Konsekuensi ke arah kesehatan & safety adalah area lain yang tidak
cocok untuk run to failure. Konsekuensi dari kegagalan dapat
menyebabkan cedera atau kematian, dan karena itu run to failure
bukanlah pilihan yang layak.

Manfaat Maintenance Run to Failure

Ada dua hasil yang bermanfaat saat menggunakan RTF. yang satu
menghemat biaya sementara yang lain meningkatkan produktivitas. Idealnya
itu adalah gabungan dari keduanya.

RTF dapat menghemat uang dengan menghilangkan dampak maintenance


rutin. Memeriksa dan membersihkan semua head sprinkler di ladang atau
lapangan golf akan memiliki dampak waktu yang sangat besar dan
menaikkan biaya. Adalah jauh lebih mudah untuk mencatat kegagalan
sesekali dan mengganti seluruh unit.

Untuk merampingkan dan menguatkan operasi guna meningkatkan


produktivitas, fasilitas dengan puluhan orang yang merakit elektronik bisa
jadi akan memiliki suku cadang pengganti dalam jumlah besar. Besi solder,
kaca pembesar, multimeter, dan sebagainya, terlalu murah untuk di-
maintain, dan terlalu padat karya untuk diservis.

Merencanakan kegagalan sama seperti mempersiapkan kru pit mobil balap.


Sebelum balapan, mereka berupaya keras mempertahankan dan
menyiapkan mobilnya untuk operasi yang andal. Selama balapan, mereka
sudah terlatih dan bersiap dengan suku cadang, tool, dan peralatan untuk
dengan cepat menangani "run to failure" ketika itu terjadi. Secara umum,
organisasi sudah terbiasa dan terlatih dalam menjalankan Preventive
maintenance maupun predictive maintenance, juga Realibility Centered
Maintenance untuk penguatan reliability. Berikutnya, organisasi perlu juga
melatih dan membiasakan “kru pit” dalam menangani “run to failure”.

171
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

5.1.6 Pro dan Kontra Strategi Maintenance

Breakdown Maintenance

Strategi maintenance yang paling sederhana adalah 'Breakdown


maintenance'. Di sinilah aset sengaja dijalankan sampai gagal. Ketika
kegagalan terjadi, maintenance reaktif dilakukan untuk memperbaiki aset
dan mengembalikannya ke full operasi. Pendekatan ini biasa terjadi ketika
kegagalan peralatan tidak secara signifikan bisa mempengaruhi operasi atau
produktivitas.

Keunggulan
▪ Diperlukan perencanaan yang minimal
▪ Prosesnya sangat sederhana sehingga mudah dimengerti
▪ Diperlukan lebih sedikit staf karena lebih sedikit pekerjaan yang
dilakukan sehari-hari

Kelemahan
▪ Kegagalannya sangat tidak terduga
▪ Bisa sangat mahal
▪ Prosesnya rawan menimbulkan risiko safety bagi karyawan dan aset
lainnya.

Preventative Maintenance

Tujuan Preventive Maintenance adalah untuk mencegah kerusakan aset


dengan melakukan maintenance secara teratur - alih-alih melakukan
maintenance baru setelah kegagalannya terjadi. Preventive Maintenance
sebagian besarnya punya fitur dua jenis maintenance yang berbeda: periodic
maintenance dan predictive maintenance.

Keunggulan
▪ Mempertahankan aset dan beroperasi lebih lama dari jenis
maintenance lainnya
▪ Biaya perbaikan jangka panjangnya biasanya jauh lebih rendah
▪ Safety meningkat karena berkurangnya kemungkinan kegagalan
katastropik

172
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Kelemahan
▪ Lebih kompleks dari jenis maintenance lainnya
▪ Membutuhkan lebih banyak investasi sejak dini.

Periodic Maintenance (Berbasis Waktu)

Dalam strategi maintenance berbasis waktu, aset secara berkala diperiksa,


diservis, dan dibersihkan, dengan suku cadang diganti dalam upaya untuk
mencegah kegagalan yang mendadak. Walaupun ini memungkinkan mereka
yang bertanggung jawab untuk maintenance dan servis dalam mengurangi
kemungkinan kegagalan melalui pemeriksaan terjadwal dan jauh lebih efektif
daripada menjalankan maintenance kerusakan, tapi ini tidak dapat menjamin
kerusakannya tidak akan terjadi.

Keunggulan
▪ Biasanya terdiri dari task-task yang tidak memerlukan pelatihan
ekstensif, seperti melumasi dan memasang kembali sekrup
▪ Biaya jangka panjang yang lebih rendah dibandingkan dengan
breakdown maintenance

Kelemahan
▪ Diperlukan waktu perencanaan
▪ Parts-nya sering diganti sebelum akhir usianya, yang lebih makan
biaya daripada menunggu sampai parts bersangkutan gagal
▪ Jika suatu parts mengalami masalah serius sebelum inspeksi
berikutnya, asetnya tetap bisa mengalami gagal.

Predictive Maintenance

Dalam strategi predictive maintenance, para enjinir memperkirakan kapan


kegagalan peralatan bisa terjadi, dan kemudian melakukan maintenance
untuk menjaga mesinnya tetap beroperasi. Ini memastikan bahwa sebuah
peralatan yang membutuhkan maintenance hanya di-shutdown tepat
sebelum kegagalannya datang, hingga memungkinkan aset tetap produktif
untuk waktu sepanjang mungkin. Predictive maintenance menggunakan
proses yang dikenal sebagai condition monitoring untuk memeriksa status
aset secara teratur.

173
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Keunggulan
▪ Biaya dan downtime mesin bisa dijaga seminimal mungkin
▪ Kemungkinan kegagalan terjadi berkurang dan reliability meningkat

Kelemahan
▪ Biaya di muka lebih tinggi daripada strategi maintenance dasar.

Condition monitoring

Condition monitoring adalah proses menentukan kondisi suatu aset saat


sedang beroperasi, melalui teknik seperti monitoring vibrasi. Dalam
lingkungan teknik saat ini, condition monitoring aset sangatlah penting untuk
meminimalkan kegagalan dan downtime mesin karena memungkinkan
dilakukannya tindakan perbaikan dan dijaganya produktivitas.

Keunggulan
▪ Masalah dengan komponen dapat diidentifikasi sebelum terjadinya
kegagalan
▪ Perbaikan dapat dilakukan pada aset agar bisa tetap berjalan
dengan gangguan minimal terhadap produktivitas
▪ Biaya jangka panjangnya sangat rendah dibandingkan dengan biaya
kegagalan

Kelemahan
▪ Diperlukan investasi jangka pendek.

Seperti yang bisa kita lihat, ada banyak pilihan dalam hal strategi
maintenance yang berbeda. Apa pun kebutuhan kita, akan ada strategi yang
cocok untuk kita. Cukup pertimbangkan pro dan kontra dari masing-masing
strategi maintenance dan pilih salah satu yang paling cocok untuk aset kita.

174
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

5.2 Condition Monitoring

5.2.1 Maintenance Sebagai Tool untuk Manajemen Aset

Maintenance adalah salah satu tool utama dari manajemen aset. Ini dapat
didefinisikan sebagai aktivitas restorasi di mana perangkat yang gagal
ditangkap, dikurangi, atau dihilangkan. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan durasi masa pakai komponen dan menunda kegagalan yang
biasanya membutuhkan perbaikan mahal. dengan demikian, task
maintenance memperlambat proses penurunan kualitas. Gambar 53
menunjukkan peningkatan deteriorasi yang dinyatakan dalam hal penurunan
value aset. Kurva value aset dalam diagram di sini disebut sebagai kurva
hidup (life curve).

Kurva pada Gambar 53 mengilustrasikan bagaimana maintenance dapat


digunakan sebagai tool untuk Manajemen Aset dengan menunjukkan
manfaat dari berbagai kebijakan maintenance. Gambar tersebut
menggambarkan kondisi untuk dua kebijakan maintenance dan untuk kasus
di mana sama sekali tidak ada maintenance.

175
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Gambar 53 Ilustrasi dampak kebijakan maintenance terhadap kurva hidup

(Diadaptasi dari Endrenyi, J. et al., Perbandingan Dua Metode untuk Mengevaluasi


Efek Maintenance, the 8th International Conference on Probabilistic Methods
Applied to Power Systems (PMAPS), Ames, Iowa, September 2004.)

Jika kegagalan/failure diidentifikasi dengan kondisi value aset nol dan masa
pakai didefinisikan sebagai waktu rata-rata menuju kegagalan, perpanjangan
hidup T 0 ke T, ketika Kebijakan 1 diterapkan alih-alih mengabaikan
maintenance, dan T 1 ke T 2, ketika Kebijakan 1 digantikan oleh Kebijakan 2,
ditunjukkan dengan jelas dalam gambar. Sejauh menyangkut reliability,
Kebijakan 2 lebih unggul daripada Kebijakan 1.

Maintenance memiliki biaya sendiri yang harus diperhitungkan ketika


membandingkan antara beragam kebijakan dengan kebijakan paling hemat
biaya yang perlu dipilih. Biaya maintenance harus seimbang dengan
keuntungan yang dihasilkan dari peningkatan reliability. Ketika biayanya
dipertimbangkan, maka Kebijakan 2 bisa jadi atau bisa jadi tidak lebih baik
daripada Kebijakan 1.

176
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

5.2.2 Perencanaan Maintenance

Prosedur maintenance adalah bagian yang terintegrasi dari perencanaan,


konstruksi, dan pengoperasian sistem. Selain itu, mereka sangat krusial
untuk perihal penggunaan peralatan yang tersedia secara efektif. Tujuan dari
kegiatan maintenance adalah untuk terus memenuhi persyaratan kinerja,
reliability, dan ekonomi, sementara juga mematuhi batasan yang ditetapkan
oleh persyaratan sistem dan pelanggan.

Konsep maintenance mengacu pada semua tindakan yang dilakukan untuk


menjaga atau mengembalikan peralatan ke kondisi yang diinginkan.
Misalnya, sistem tenaga listrik harus mematuhi peraturan dan norma untuk
urusan maintenance yang berat. Biaya maintenance harus dipertimbangkan
ketika menangani aset sistem untuk meminimalkan biaya lifetime sistem.
Namun, beberapa kegiatan maintenance harus dilakukan meskipun tidaklah
menguntungkan. Untuk sistem kelistrikan, ini bisa, misalnya, inspeksi dan
inspeksi pengukuran lempeng bumi yang diatur dalam peraturan tenaga.

5.2.3 Mode Kegagalan Aset

Fungsi dalam bahasan kegagalan aset adalah apa yang diharapkan dari suatu
aset dan bisa juga apa saja yang harus dipatuhi oleh suatu aset, seperti warna
atau bentuk. Fungsi suatu aset tidak harus tepat. Dalam beberapa kasus,
cukup jika kinerja suatu aset berada dalam beberapa interval, misalnya,
untuk oven dalam menghasilkan suhu. Adalah dimungkinkan untuk membagi
fungsi menjadi dua subkategori, yaitu,

• Fungsi primer menjelaskan tujuan utama dari aset


• Fungsi sekunder menjelaskan fitur tambahan yang harus dipenuhi
aset seperti warna atau aspek safety

Kegagalan fungsional adalah ketidakmampuan suatu item peralatan untuk


memenuhi satu atau lebih dari fungsinya.

Mode kegagalan adalah peristiwa yang menyebabkan kegagalan fungsional.

177
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Efek kegagalan adalah apa yang terjadi ketika mode kegagalan terjadi.
Efeknya termasuk bukti kegagalan, safety, dan bahaya lingkungan atau efek
produksi.

Konsekuensi kegagalan - Konsekuensi dari semua kegagalan dapat


diklasifikasikan sebagai Tersembunyi, Safety, Lingkungan, Operasional, atau
Non operasional.

Kegagalan potensial adalah keadaan aset yang menunjukkan bahwa


kegagalan fungsional akan terjadi.

Interval P – F

Kurva P – F pada Gambar 54 menunjukkan hubungan antara waktu operasi


dan kondisi aset. Pada titik (A), kegagalan aset mulai terjadi. Pada titik (P),
dimungkinkan untuk mendeteksi bahwa kegagalan akan terjadi. Ini disebut
sebagai kegagalan potensial. Poin (F) menunjukkan waktu ketika kegagalan
fungsional telah terjadi. Interval P – F adalah waktu di antara kemungkinan
untuk mendeteksi bahwa kegagalan fungsional akan terjadi dan waktu
manakala kegagalan tersebut diperkirakan terjadi. Interval ini juga disebut
sebagai periode peringatan.

Gambar 54 Kurva P – F. Grafik menunjukkan peristiwa: A, kegagalan mulai terjadi;


P, potensi kegagalan; dan F, kegagalan fungsional.

178
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Gambar 55 Interval P – F net. Grafik menunjukkan peristiwa: A, kegagalan mulai


terjadi; P, potensi kegagalan; F, kegagalan fungsional; dan Interval inspeksi ti.

Jika suatu aset diperiksa secara berkala dan kemungkinan kegagalan


ditemukan, waktu yang tersisa sampai kegagalan fungsional terjadi adalah
interval P – F bersih (Gambar 54Gambar 55). Ini adalah waktu terburuk yang
tersedia untuk mencegah terjadinya kegagalan fungsional setelah potensi
kegagalan terdeteksi.

Kegagalan

Kegagalan Terkait Usia

Banyak kegagalan dapat diklasifikasikan sebagai yang terkait dengan usia.


Jenis kegagalan ini sering ditemukan pada peralatan mekanik dan, misalnya,
karena fatigue, korosi, oksidasi, dan penguapan. Untuk bisa diklasifikasikan
sebagai kegagalan terkait usia, probabilitas kegagalannya harus meningkat
pada beberapa titik waktu. Peningkatan probabilitas kegagalan dapat,
misalnya, konstan dalam rentang waktu atau dimulai pada usia tertentu
ketika komponen biasanya aus.

Kegagalan Non-Usia

Seringkali kegagalan bukan karena usia tetapi karena faktor-faktor di


sekitarnya seperti stres yang tidak seragam atau kesalahan penanganan yang

179
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

dapat terjadi secara acak. Untuk kegagalan ini, tidak ada titik waktu ketika
kemungkinan kegagalan meningkat.

Kegagalan Tersembunyi

Jika kegagalan tidak diperhatikan dalam kondisi kerja normal, maka


kegagalan tersebut merupakan kegagalan tersembunyi. Kegagalan-
kegagalan ini saja seringkali merupakan masalah kecil tetapi dalam kasus
beberapa kegagalan, kegagalan semacam ini dapat menjadi bencana.
Kegagalan peralatan safety sering diklasifikasikan sebagai kegagalan
tersembunyi dan tidak akan menjadi jelas sampai ada kegagalan lain.

Maintenance

Maintenance adalah kombinasi dari semua tindakan teknis, administratif,


dan manajerial selama life cycle item yang dimaksudkan untuk
mempertahankan atau mengembalikannya ke keadaan di mana item yang
bersangkutan terus dapat melakukan fungsi yang diperlukan. Maintenance
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara untuk
menggambarkan berbagai jenis maintenance ditunjukkan pada Gambar 56.

Gambar 56 Tinjauan konsep maintenance. Keluar dari standar EN13306


(Terminologi maintenance. European standard: EN 13306:2010.).

180
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Preventive Maintenance

Preventive maintenance dilakukan pada interval yang telah ditentukan atau


sesuai dengan kriteria yang ditentukan dan dimaksudkan untuk mengurangi
kemungkinan kegagalan atau degradasi fungsi suatu item.

Predetermined Maintenance

Maintenance yang telah ditentukan sebelumnya, atau dijadwalkan, adalah


Preventive maintenance yang dilakukan sesuai dengan interval waktu yang
ditentukan atau sesuai dengan jumlah unit penggunaan tetapi tanpa
penyelidikan kondisi sebelumnya. Predetermined Maintenance merupakan
opsi jika kegagalan terkait usia dan probabilitas waktu kegagalannya dapat
ditentukan. Tergantung pada konsekuensi dari kegagalan, interval
maintenance yang berbeda dapat dipilih. Jika konsekuensi dari kegagalan
tidak terlalu parah dan biaya untuk task yang ditentukan sebelumnya tinggi,
maka bisa dipilih untuk membiarkan interval antara task menjadi lebih lama
daripada jika kegagalan fungsionalnya mengarah ke bahaya safety yang
memiliki konsekuensi yang tidak dapat ditoleransi. Contoh task
predetermined maintenance adalah task restorasi terjadwal dan
pembuangan. Tugas-task ini melibatkan restorasi atau penggantian aset
pada interval waktu yang ditentukan.

Condition-Based Maintenance (CBM)

Condition-Based Maintenance adalah Preventive maintenance yang


didasarkan pada pemantauan kinerja dan/atau parameter dan tindakan
selanjutnya. Saat berurusan dengan kegagalan yang tidak terkait usia, task
CBM sering digunakan. Task CBM atau on-condition dilakukan dengan
memeriksa aset untuk menentukan apakah telah terjadi potensi kegagalan.
Beberapa metode yang umum termasuk penggunaan indra manusia seperti
mendengarkan kebisingan yang tidak biasa atau condition monitoring aset.
Task-task ini tidak membantu dalam menunda kegagalan tetapi dapat
mendeteksi bahwa kegagalan akan terjadi dan dengan demikian
memungkinkan untuk menghindari konsekuensi dari kegagalan. CBM dapat
bersifat berkelanjutan, dijadwalkan, atau berdasarkan request. Jika CBM-nya
dijadwalkan, interval untuk melakukan task CBM dapat dipilih dengan
interval P – F dan net P – F sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Untuk
memastikan bahwa task CBM akan mendeteksi potensi kegagalan sebelum

181
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

terjadi kegagalan fungsional, maka interval antara inspeksi harus lebih


pendek dari interval P – F. Ketika kegagalan potensial terdeteksi, maka apa
yang diinginkan adalah mencari waktu tambahan guna memperbaiki
kesalahan sebelum kegagalan fungsional terjadi. Untuk mencapai hal ini,
maka interval maintenance-nya harus dipersingkat lebih lanjut. Persamaan
berikut ini menunjukkan hubungan antara interval inspeksi, interval P – F,
dan interval P – F bersih.

(Interval P – F) - (Interval P – F Net) = Interval inspeksi

Waktu yang diperlukan setelah potensi kegagalan terdeteksi untuk bisa


merencanakan dan memperbaiki aset disebut sebagai action time, waktu
tindakan. Jika waktu ini dan interval P – F diketahui, maka Persamaan di atas
memberi kita interval inspeksi paling lama yang diizinkan jika waktu P – F
bersih dialihkan ke waktu tindakan.

Corrective Maintenance

Maintenance korektif dilakukan setelah kesalahannya dikenali, dan


dimaksudkan untuk menempatkan item ke dalam keadaan di mana item
bersangkutan dapat melakukan fungsi yang diperlukan. Maintenance
korektif dapat digunakan jika tidak ada cara untuk mendeteksi atau
mencegah kegagalan atau caranya tidak layak untuk dilakukan. Ini berarti
bahwa asetnya dijalankan sampai terjadi kegagalan dan kemudian fungsi
sistemnya dikembalikan. Tentu saja ini bisa jadi tidak selalu menjadi pilihan
jika konsekuensi dari kerusakannya ternyata parah.

Failure-Finding Tasks

Untuk menemukan apakah kegagalan tersembunyi telah terjadi,


digunakanlah task-task untuk menemukan kegagalan. Ini dilakukan dengan
memeriksa apakah peralatan masih berfungsi sebagaimana mestinya. Task-
task ini misalnya dapat mencakup menyalakan dan memeriksa apakah
peralatan cadangan masih berfungsi dengan baik.

182
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Redesign

Redesign digunakan jika tidak ada kemungkinan untuk melakukan


maintenance pada suatu aset dan probabilitas serta konsekuensi dari
kegagalannya terlalu tinggi. Redesign bisa jadi menguntungkan jika
maintenance-nya terlalu mahal dibandingkan dengan redesign. Redesign
tidak selalu dianggap sebagai bagian dari maintenance tetapi termasuk di
sini.

Condition monitoring melibatkan penggunaan teknik diagnostik dengan


tujuan mendeteksi degradasi fungsi atau komponen sebelum kegagalan
terjadi, dengan pandangan untuk mengambil tindakan perbaikan untuk
mencegah kegagalan in-service. Contoh teknik monitoring adalah sebagai
berikut:
• Analisis vibrasi
• Analisis oli untuk kualitas dan kontaminasi pelumas
• Pemantauan suhu
• Analisis akustik (suara)
• Deteksi ultrasonik untuk kelemahan metalurgi
• Pengujian insulasi

Condition monitoring dikenal sebagai predictive maintenance karena


berusaha mengidentifikasi situasi kegagalan yang akan datang dan kemudian
mengambil tindakan terlebih dahulu sehingga kegagalan tidak sampai
terjadi. Penghematan dalam menghindari kegagalan in-service dapat
menjadi substansial ketika mempertimbangkan faktor-faktor seperti
berkurangnya downtime yang tidak dijadwalkan, berkurangnya tenaga kerja,
berkurangnya penggunaan suku cadang, dan pengurangan kerusakan
sekunder.

183
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Manajer aset dan maintenance perlu mengetahui teknik condition


monitoring yang paling sesuai dengan aset yang mereka rawat. Pekerjaan
awal yang menggambarkan banyak teknik condition monitoring adalah RA
Collacott, "Diagnosis Kesalahan Mekanik". Selama beberapa tahun terakhir,
ada banyak kemajuan dalam teknik ini, terutama dalam hal versi alat
diagnostik yang lebih murah dan lebih efektif. Gambar 57 menunjukkan
daftar teknik condition monitoring dan teknik analog yang digunakan dalam
diagnosis medis.

Gambar 57 Teknik condition monitoring dan persamaan medisnya

Delay time atau Interval PF

Faktor penting dalam condition monitoring adalah bahwa deteksi keadaan


terdegradasi harus terjadi dengan waktu yang cukup untuk memperbaiki
situasi sebelum terjadi kegagalan in-service.

Contohnya adalah kasus pembusukan kayu tiang listrik. Kondisi kutubnya


memburuk perlahan selama periode tahun dan kondisi kutub tersebut dapat
diukur dalam hal jumlah kayu baik yang tersisa pada tahap tertentu. Ada
waktu untuk memeriksa kutub pada interval selama beberapa tahun dan
untuk menentukan kutub mana yang perlu diganti segera.

Mempertimbangkan kasus umum, Gambar 58 mengilustrasikan secara


skematis deteriorasi dalam kondisi suatu item dari situasi “no fault” ke situasi
di mana kondisi yang memburuk dapat dideteksi. Item dipantau pada interval

184
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

"I". “Delay time" juga dikenal sebagai Interval PF, (waktu dari Potensi ke
Kegagalan aktual) adalah waktu yang diperlukan kondisi gangguan untuk
memburuk menjadi kegagalan aktual. Idenya adalah untuk mengatur interval
pemantauan tidak lebih dari setengah delay time, sehingga kesalahan akan
terdeteksi seperti ditunjukkan Gambar 58, pada waktunya untuk tindakan
perbaikan yang akan dilakukan sehingga kegagalan yang sebenarnya dapat
dihindari.

Penerapan Condition Monitoring

Condition monitoring bisa diterapkan pada kondisi berikut:


• Degradasinya menjadi jelas, menunjukkan keberadaan mode kegagalan
potensial yang memungkinkan teridentifikasinya progres kondisi
kegagalan.
• Pola kegagalan yang konsisten hingga memungkinkan informasi
kesalahannya dapat didiagnosis secara akurat.
• Interval waktu dari permulaan kegagalan potensial hingga kegagalan
total (interval PF atau delay time) cukup lama untuk mengakomodasi
interval pemantauan dan waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan.
Interval pemantauannya biasanya diatur kurang dari setengah interval
PF.
• Data condition monitoring dapat dikumpulkan dengan tingkat
pengulangan yang tinggi.

Gambar 58 Interval condition monitoring dan delay time

185
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Keterbatasan

Keterbatasan dari condition monitoring terjadi ketika waktu yang dibutuhkan


mode kegagalan untuk berprogres dari operasi yang memuaskan ke
kegagalan adalah singkat. Ini dapat terjadi pada kasus kegagalan fatigue atau
kerapuhan plastik. Contoh lainnya adalah kondisi minyak atau lemak di mana
degradasi dapat terjadi dengan cepat di lingkungan yang panas atau
berdebu.

Efektivitas Condition Monitoring

Efektivitas teknik predictive maintenance dapat dinilai dalam hal


pengurangan kegagalan in-service yang dicapai. Jika kegagalan in-service
masih terjadi, maka teknik pemantauan memiliki keefektifan terbatas dan
bisa jadi perlu dikuatkan atau ditambah dengan tindakan lain seperti
penggantian berbasis masa kerja atau usia.

Pemantauan kondisi yang “berteknologi tinggi” dapat mengarah pada asumsi


bahwa itu 100% efektif, padahal kenyataannya efektivitasnya bisa jadi jauh
lebih rendah dari itu. yang terbaik adalah mencatat data tentang jumlah
kegagalan in-service yang terjadi dengan rezim yang ada sebagai
pemeriksaan terhadap efektivitas skema.

Condition monitoring adalah tool diagnostik dan dapat memiliki kesalahan


"Tipe 1" di mana kegagalan-baru-terjadi tidak terdeteksi dan kesalahan "Tipe
2” di mana kondisi terdegradasinya diindikasikan secara salah, atau mode
kegagalan yang salah didiagnosis. Misalnya, analisis vibrasi bisa jadi tidak
menunjukkan masalah yang sebenarnya tetapi dapat menyebabkan waktu
terbuang di area pembongkaran di mana tidak ada kesalahan. Pemantauan
kondisi sangat efektif dalam banyak situasi, asalkan kita menyadari
kemungkinan keterbatasannya.

Penerapan Condition Monitoring

Beberapa penerapan umumnya adalah:


• Pemantauan vibrasi pada peralatan berputar. Mesin berputar ketika
berjalan dengan benar memiliki tingkat vibrasi sedang pada frekuensi
tertentu, lebih mirip seperti detak jantung manusia. Pola vibrasi dikenal

186
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

sebagai vibration signature. Variasi yang signifikan dari pola vibrasi


normal dapat dideteksi oleh instrumen yang memperingatkan bahwa
kegagalannya sudah dekat. Suatu tindakan kemudian dapat diambil
untuk memeriksa mesin bersangkutan dan menghindari kegagalan
bencana.
• Pemeriksaan thermografis untuk peralatan listrik dan mekanik yang
menggunakan peralatan pengukur inframerah. Tool ini mendeteksi
variasi dari suhu operasi normal. Sebagai contoh, tool ini dapat
menunjukkan koneksi yang buruk, kehilangan isolasi, atau sirkuit
terbuka dalam kasus listrik dan overheating bearing atau penyumbatan
atau kebocoran di pipa atau heat exchanger dalam kasus mekanik.
• Pengujian ketebalan dinding pipa dan bejana tekan. Ini menggunakan
alat uji ultrasonik.
• Analisis pelumas untuk sifat pelumas dan ketidakmurnian.
• Analisis cairan sirkuit panas.
• Analisis tren perlindungan katodik dan probe korosi.

5.2.4 Prescriptive Maintenance

Era baru muncul dalam manajemen aset dengan kemajuan teknologi.


dengan kemampuan pengumpulan dan pemodelan data saat ini, kita dapat
menyusun statistik usia, tingkat kegagalan, pola penggunaan, dan kondisi
untuk aset apa pun. Pola dan tren dapat memandu kita dalam
mengembangkan rencana maintenance yang efektif berdasarkan kondisi
mesin yang sebenarnya dan bukan pada beberapa metrik statis. Sistem
maintenance menjadi tidak hanya lebih efisien tetapi juga lebih strategis.
Masa depan maintenance aset jelas bersifat preskriptif, dan setiap langkah
menuju tujuan ini membantu perusahaan mengurangi biaya, memastikan
availability dan up-time peralatan, meningkatkan reliability layanan, dan, di
atas segalanya, meningkatkan safety dan kepuasan pengguna akhir.

Selalu ada ruang untuk peningkatan dalam hal reliability dan masa depan
masih memiliki sedikit kejutan untuk membawa praktik predictive
maintenance ke tingkatan yang baru. Level baru itu adalah prescriptive
maintenance. Kata ini akan menjadi lebih umum dalam beberapa tahun
mendatang di industri reliability dan maintenance. Prescriptive maintenance
dapat didefinisikan sebagai konsep yang tidak hanya mencakup mendeteksi
penurunan value aset di masa mendatang, tetapi juga menetapkan solusi

187
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

untuk mengurangi masalah tersebut. Ada beberapa skenario yang kita


jalankan di sini untuk mengetahui hasil potensial dan kemudian membuat
keputusan tentang operasi dan maintenance sistem.

Ini bukan hanya tentang meresepkan solusi dan menyelesaikannya.


Pekerjaan itu sebenarnya lebih sulit daripada sebelumnya di sini karena kita
masih membutuhkan semua data yang bisa kita dapatkan. Maka kita harus
menggunakan analitik preskriptif untuk menganalisis data. Setelah itu, kita
akan membutuhkan teknisi dan perencana itu untuk mengambil tindakan
korektif yang diperlukan untuk mengimplementasikan solusi dari masalah
yang disarankan oleh strategi prescriptive maintenance. Kita masih harus
memiliki manajemen kerja, proses bisnis, dan manajemen suku cadang
sebelum prescriptive maintenance-nya dijalankan.

Organisasi masih akan mengalami semua tantangan dalam hal manajemen


SDM. Organisasi perlu memiliki orang-orang yang terampil, melatih mereka
untuk menjadi lebih baik, dan terus mengupayakan terbentuknya tim yang
berpengalaman dalam organisasi. Tetapi prescriptive maintenance akan
memberi kita hasil yang jauh lebih baik daripada yang bisa kita dapatkan
hanya dengan melakukan PM. Ini semua dimungkinkan oleh penggunaan
teknologi seperti IIOT, Big data, dan Machine learning yang mana ada
kesalahpahaman tentang hal-hal ini karena banyak orang masih belum
terlalu terbiasa dengan itu semua. Kita perlu membuat semua orang di
pemahaman yang sama untuk bisa mendapatkan hasil yang baik.

Berkatnya, kita dapat mendeteksi masalah aset kita dengan lebih awal dan
lebih mudah. Ini memberi kita waktu untuk memanfaatkan sistem CMMS
dengan sebaik-baiknya untuk membuat penilaian tentang kondisi aset dan
kemudian merencanakan kegagalan sesuai jadwal kita sendiri. Kita jadi punya
lebih banyak waktu dalam menemukan solusi untuk kegagalan dan itu adalah
tujuan utama predictive maintenance juga. Ada banyak organisasi yang
masih melakukan dan lebih memilih prescriptive maintenance tetapi mereka
mencakup elemen dasar maintenance juga.

Ketika kita bisa mendapatkan data kegagalan dan waktu kerusakan secara
dini, kita dapat menganalisis datanya dengan lebih baik dan hasilnya bisa bisa
diperiksa oleh teknisi dan departemen operasi. Kita perlu memiliki tim
Subject Matter Expert dan Data Scientist untuk bekerja pada teknologi Big
Data dan IIOT guna mendapatkan saran-saran yang dapat membantu kita

188
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

membuat kerja staf jadi jauh lebih sederhana. Proses ini tidak begitu mudah
dan butuh banyak waktu untuk bisa mendapatkan hasil yang kita inginkan.
Kita harus bersabar karena butuh waktu untuk bisa mulai mendapat manfaat
darinya.

Memahami Apa yang Datang Setelah


Predictive Maintenance

Evolusi Maintenance

1. Descriptive Maintenance - Ini mulai berlaku begitu mesin


mengalami kerusakan. Maintenance deskriptif hanya merinci histori
masalah dan menguraikan alasan di balik terjadinya masalah
tersebut. Jika terjadi kerusakan serupa di masa mendatang, teknisi
maintenance selalu dapat kembali dan memeriksa diagnostik untuk
mengurangi mean time to repair.
2. Preventive Maintenance - Sudah merupakan praktik lama untuk
menjadwalkan maintenance di mana OEM akan menyarankan
jendela maintenance. Mesin dan peralatan akan dimatikan, apakah
itu benar-benar diperlukan atau tidak. Misalnya, ada mobil dengan
jadwal servis yang ditentukan OEM tergantung pada jumlah
kilometer dikendarai atau setelah melampaui jumlah total hari
tertentu, manapun yang lebih awal. Melakukan maintenance saat
tidak diperlukan adalah pemborosan. Lagi pula, banyak hal yang
cenderung mengalami rusak. Selain itu, dengan produk yang
semakin pintar dari hari ke hari, ini seperti metode maintenance
kuno.
3. Predictive Maintenance - Dalam dunia digital dari berbagai
perangkat, maintenance telah berpindah dari Level peralatan ke
Level komponen. dengan jumlah sensor yang meningkat per unit
peralatan, kita kini sudah bisa menunjukkan manakah tepatnya
komponen yang bermasalah. Solusi untuk mengoptimalkan kinerja
sistem adalah dengan melakukan maintenance tepat waktu:
memperkirakan kegagalan dengan mengukur dan mengkarak-
terisasi lingkungan dan kondisi parts, rakitan dan sistem secara real-
time. Ini adalah target ideal dari maintenance aset - yakni perbaiki
sesaat sebelum asetnya gagal.

189
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Fase berikutnya - Prescriptive Maintenance

Ada beberapa tren yang mendistrupsi dunia manufakturing — terutama di


bidang maintenance. Ini termasuk munculnya kekuatan utama digitalisasi
(Sosial, Mobile, dan Cloud), Internet of Things, dan analitik Big Data. Sebuah
studi PAC/CXP Group, disponsori oleh Wipro, menemukan bahwa produsen
dan operator transportasi Eropa beralih ke Internet of Things (IoT) dan
analitik prediktif untuk meningkatkan operasi dan hasil bisnis. Ketika data
dan analitik dikombinasikan dengan aset, sistem, dan platform yang
terhubung, hasilnya adalah kemampuan predictive maintenance yang dapat
secara signifikan memengaruhi availability sumber daya dan produktivitas.

Prescriptive maintenance melampaui domain Preventive maintenance,


deskriptif, dan prediktif. Ini tidak hanya memanfaatkan pendekatan dan
kemampuan model statistik & teknik forecast, tetapi juga memberi pengguna
opsi tentang tindakan korektif yang dapat ditindaklanjuti. dengan
prescriptive maintenance, perangkat yang bekerja sama dengan operator
adalah partisipan yang proaktif dalam maintenance mereka sendiri.

Bayangkan kala kita bisa menyesuaikan tindakan maintenance dengan cepat


untuk memberikan maintenance yang tepat di mana dan kapan
dibutuhkan. Namun, kita tidak bereaksi terhadap perubahan signifikan
dalam kondisi peralatan (seperti PdM), tetapi sebaliknya, kita mengambil
banyak sumber informasi secara real-time dari peralatan yang menggunakan
Internet of Things (IoT) dan menggunakan analitik untuk menganalisis dan
memahami kondisi peralatan. Hal ini memungkinkan strategi maintenance
yang fleksibel di mana maintenance hanya diterapkan kapan dan di mana
diperlukan. Ini hampir bisa menghilangkan Jadwal PM tradisional. Jenis
maintenance ini sudah tersedia sekarang, dan itu disebut sebagai Prescriptive
Maintenance.

Saat ini, kita memiliki sensor canggih yang memantau banyak variabel,
menutup celah informasi, menghilangkan silo data, dan mengisi repositori
Big Data di cloud, di mana Artificial Intelligence (AI), Advanced Pattern
Recognition (APR), Machine Learning (ML), dan analisis canggih menciptakan
keajaiban pada beragam tantangan industri.

Predictive maintenance (PdM) memberi kita rasa awal tentang kekuatan


monitoring kondisi masing-masing mesin. dengan prescriptive maintenance

190
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

(RxM), data diasimilasi dari beragam variabel proses dan kinerja dan dijalin
menjadi rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti (atau "resep”, prescription)
tentang apa yang harus dilakukan, kapan melakukannya, dan bagaimana.

Manfaatnya sudah jelas - data berkualitas lebih baik, deteksi masalah


sebelumnya, respons yang lebih tepat waktu dan akurat, dan bisa jadi yang
paling penting, jadi berkurang kebergantungan pada penangkapan
pengetahuan manual.

Apa itu Prescriptive Maintenance?

Ketika perubahan peralatan (data) terjadi, prescriptive maintenance tidak


hanya akan menunjukkan apa dan kapan kegagalan akan terjadi, tetapi
mengapa hal itu terjadi. Melangkah lebih jauh, prescriptive maintenance
akan melakukan analisis dan menentukan berbagai opsi dan hasil potensial
untuk mengurangi risiko apa pun terhadap operasi.

Menjelang tindakan maintenance, data dan analisis akan terus terjadi, terus-
menerus menyesuaikan hasil potensial dan membuat rekomendasi yang
direvisi, hingga akan terus meningkatkan akurasi hasil. Setelah kegiatan
maintenance selesai, mesin analitis akan terus memantau peralatan dan
menentukan apakah kegiatan maintenance-nya telah efektif.

Industrial of Internet Things (IIoT) akan membawa banyak manfaat seiring


perkembangan dan kemajuan di tahun-tahun mendatang. Tetapi hari ini
banyak perusahaan khawatir tentang kesiapan mereka dan merasa
kewalahan dalam memikirkan biaya persiapan, terutama organisasi yang
masih bergerak dari reaktif dan preventif ke predictive maintenance (PdM).
Sekarang topiknya adalah prescriptive maintenance, di mana analitik dapat
menunjukkan bahwa sebuah peralatan sedang menuju masalah dan dapat
meresepkan mitigasi atau perbaikan yang berbasis kepakaran.

Gagasan-gagasan ini bisa jadi luar biasa, tetapi dalam kasus ini, seperti dalam
kebanyakan kasus, adalah perencanaan dan bukannya kekhawatiran yang
bisa jadi penyelamat. Daripada mencoba lompatan heroik dari maintenance
reaktif ke preskriptif, organisasi dan perusahaan reliability dapat melakukan
banyak kegiatan hari ini untuk mempersiapkan IIoT dan untuk prescriptive
maintenance sambil secara bersamaan menemukan pengurangan langsung
dalam biaya maintenance dan peningkatan availability.

191
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Salah satu manfaat IIoT yang paling sering dikutip adalah eliminasi
Downtime, oleh karenanya peningkatan langsung pada produksi dan
profitabilitas. Tetapi manfaat hanya bisa datang ketika perusahaan menjauh
dari kebiasaan lama seperti maintenance reaktif atau preventif dan siap
untuk bertindak berdasarkan informasi terperinci yang mampu memprediksi
kegagalan aset.

Bayangkan menerima pemberitahuan bahwa suatu aset akan gagal dalam 10


hari ke depan dan membuat work order korektif untuk mengatasinya tapi
akhirnya work order-nya malah terlalu berlama-lama di sistem sampai
asetnya gagal! Ini terjadi pada banyak perusahaan yang menggunakan PdM.
Prescriptive maintenance hanya akan dapat meningkatkan ketepatan dan
frekuensi informasi saja dalam skenario ini, oleh karena itu, sampai
organisasi sudah siap untuk bertindak atas informasi peringatan pada waktu
yang tepat, hanya sedikit manfaat saja yang akan terwujud.

Dari Predictive Maintenance Hingga Preskriptif

Awalnya, maintenance korektif berarti menunggu mesin rusak sebelum


menggantinya. Metode dasar ini gagal untuk mengatasi konsekuensi
kerusakan peralatan pada mesin lain, sehingga mengancam seluruh
produksi. Ini akan menghasilkan biaya yang tinggi, baik dalam waktu maupun
modal.

Kendala manajer aset jadi meningkat dengan maintenance terjadwal, di


mana perencanaan perbaikan disarankan untuk peralatan baru oleh si
pemanufaktur (yaitu: ganti oli setiap tiga bulan). Tetapi planifikasi ini tidak
mempertimbangkan seberapa keras setiap peralatan berfungsi selama life
cyclenya dan juga seberapa lelahnya. Untuk peralatan bekas, maintenance
berbasis kondisi adalah cara yang biasa, dengan seorang enjinir yang
berpengalaman memeriksa mesin dan bagian-bagiannya sebelum
memutuskan bagaimana harus bertindak.

Dengan pengumpulan data sensor dan algoritma AI yang dapat menemukan


pola dan parameter di luar kisaran dengan membandingkannya dengan data
historis, predictive maintenance akan menilai kapan kemungkinan kerusakan
akan terjadi, secara real-time.

192
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Predictive maintenance hanyalah sebagian dari teka-teki, dan pertanyaan


tetap ada: Apa penyebab masalahnya? Apa yang perlu dilakukan? Mengapa?
Menjembatani predictive maintenance dan lapisan otomatisasi, prescriptive
maintenance mengubah manajemen aset: AI memberi tahu para enjinir
ketika mesin membutuhkan maintenance, menentukan apa yang harus
dilakukan (seperti setpoint baru seperti tekanan lebih rendah pada peralatan
untuk menghindari kegagalan di masa depan) dan menjelaskan alasan yang
masuk ke rekomendasi ini, sambil mengidentifikasi akar penyebab
masalahnya (misalnya: karena vibrasi, parts ini perlu diganti). Memeriksa dan
menganalisis status mereka, mesin yang ditenagai AI menyediakan bantuan
dan menyarankan tindakan terbaik untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan, seperti meminimalkan downtime aset dan biaya maintenance.

Meskipun analitik yang diterapkan pada maintenance dapat menghasilkan


hasil yang mengesankan, ini hanyalah permulaannya. Ketika perusahaan
bertransit menuju Industry 4.0 dan mengejar transformasi digital global,
akan lebih banyak data kualitatif yang dapat dihasilkan, yang kemudian akan
meningkatkan ketepatan semua analitik dan membuka beragam
kemungkinan baru. Untuk meningkatkan reliability, kita juga bisa merekam
informasi bagian-bagian mesin, menyempurnakan kembar digital dari
produksi, dan bahkan melangkah lebih jauh dengan mengintegrasikan AI
dengan sistem perencanaan produksi, hingga bisa menutup putaran umpan
balik antara insight dan hasil.

Apa Bedanya dengan Predictive Maintenance?

Prescriptive maintenance, disingkat RxM, adalah konsep maintenance yang


mengumpulkan dan menganalisis data tentang kondisi peralatan untuk
menghasilkan rekomendasi khusus dan hasil yang sesuai untuk mengurangi
risiko operasional.

Jika Anda pernah mendengar tentang predictive maintenance, maka Anda


bisa memandang prescriptive maintenance sebagai konsep yang sangat mirip
dengannya. Predictive maintenance menggunakan penggunaan sensor untuk
secara tepat mengumpulkan data yang menggambarkan kondisi aset dan
kondisi operasional secara keseluruhan. Datanya kemudian dapat dianalisis
untuk memprediksi kapan peristiwa kegagalan akan terjadi.

193
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Prescriptive maintenance membuat analisis ini jadi lebih maju dengan tidak
hanya memprediksi peristiwa kegagalan, tetapi juga merekomendasikan
tindakan apa yang harus diambil. Hasil potensial ketika tindakan yang
direkomendasikan tersebut dilakukan kemudian dihitung dan diantisipasi.

Sebagai contoh, mengingat peralatan yang beroperasi dengan suhu bantalan


yang berbeda-beda, konsep prediksi akan memberi tahu kita kapan peralatan
tersebut kemungkinan akan gagal mengingat profil suhunya. Metode
preskriptif, di sisi lain, memberi tahu kita bahwa mengurangi kecepatan
peralatan dalam jumlah tertentu dapat melipatgandakan waktu sebelum
kemungkinan mengalami gagal.

Sementara predictive maintenance dapat memberi tahu tentang perkiraan


durasi sampai peristiwa kegagalan, prescriptive maintenance akan
memungkinkan kita untuk menghitung efek dari memvariasikan kondisi
operasi hingga waktu terjadinya kegagalan.

Prescriptive Analytics

Ketika kemampuan untuk mengumpulkan data meningkat, demikian juga


kompleksitas analisis yang dapat dilakukan untuk menafsirkan informasi.
Prescriptive maintenance didorong oleh apa yang dikenal sebagai analitik
preskriptif. Jenis analisis ini melampaui prediksi peristiwa, untuk
mengeksplorasi hasil hipotetis. Akibatnya, kita dapat menganggap analitik
preskriptif sebagai tool yang memberi kita banyak skenario dan simulasi
tanpa harus mengalami masing-masingnya dalam kehidupan nyata.

Idenya adalah bahwa melalui analisis preskriptif, algoritma dan kecerdasan


buatan akan membantu tim maintenance untuk melakukan maintenance
dalam pendekatan yang lebih lengkap.

Masa depan prescriptive maintenance

Internet of Things (IoT) dan kemajuan teknologi jelas mempercepat kegiatan


sehari-hari kita dan kegiatan maintenance tidak terkecuali mendapat
manfaat darinya. Upaya untuk memasukkan kecerdasan buatan dan machine
learning ke dalam program maintenance tidak lagi hanya fiksi ilmiah.

194
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Kemungkinan prescriptive maintenance tidaklah terbatas, dan terobosan


padanya terus ditemukan. Kepahaman tentang kemajuan seperti itu adalah
langkah pertama untuk mengajak tim menuju strategi maintenance inovatif.

5.2.5 Reliability Efficiency Optimization Centre

Sebagai perusahaan yang mengelola pembangkit-pembangkit hampir di


seluruh wilayah Tanah Air, kinerja dan keandalan pembangkit selalu menjadi
fokus utama dalam bisnis Indonesia Power. Hal ini demi menjamin
ketersediaan pasokan energi listrik bagi masyarakat. Sebuah strategi pun
telah dirumuskan Indonesia Power sejak tahun 2016 guna menjaga sekaligus
meningkatkan performa pembangkit, yang diwujudkan dalam Reliability
Efficiency Optimization Centre (REOC).

Informasi REOC adalah sebuah sistem pemantauan dan pengendalian


keandalan efisiensi pembangkit. Sistem ini berjalan sebagai Pusat Informasi
dan pengendalian keandalan serta efisiensi aset pembangkit yang
terintegrasi dan real time.

REOC berangkat dari kebutuhan perusahaan akan adanya instrumen


pengukuran yang dapat menjamin pencapaian target perusahaan dalam hal
ini GO90. Disamping target GO90, Indonesia Power memiliki sebuah titik
tujuan yang ingin dicapai sebagai perusahaan pembangkit dan jasa
pembangkitan, yaitu terwujudnya Operation Maintenance Excellence (OME)
yang menyediakan jasa O&M kelas dunia di era industri 4.0.

Pengembangan REOC juga tak bisa dipisahkan dari tata nilai yang tumbuh di
lingkungan perusahaan sebagai budaya perusahaan, yakni IP AKSI. Di mana,
nilai Profesional dan Proaktif tercermin secara nyata melalui kehadiran
operation centre.

Hal strategis berikutnya yang melatarbelakangi Indonesia Power untuk


menerapkan REOC adalah, bahwa, hasil pemantauan REOC akan menjadi
sebuah informasi yang akan digunakan sebagai sarana untuk analisis dan
pengambilan keputusan.

195
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Adapun informasi yang tersedia meliputi informasi seputar pembangkit


(plant information), Performance Management System untuk mendukung
Program 5E (Enhancing & Embedding Energy Efficiency Excellent), dan Plant
Operation Management. Informasi juga mencakup Reliability Centered
Maintenance, Risk Based Inspection yang mendukung Outage Management,
Early Warning System, serta Computerized Maintenance Management
System yang menunjang Life Cycle Management (LCM) dan Life Cycle Cost
Analysis (LCCA).

Di sisi lain, operasi REOC juga menyentuh aspek Human capital.


Implementasi REOC menjadi salah satu upaya perusahaan dalam
mengembangkan expert system pembangkitan. Dalam hal ini, melalui REOC,

196
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

perusahaan menyiapkan dan meningkatkan kapabilitas keahlian personelnya


yang akan mendorong peningkatan performa aset.

Konsep & Fitur Konsep REOC mengusung tiga fungsi, yaitu Analyze, Advise,
dan Optimize. Analyze diterjemahkan dalam kegiatan monitoring parameter
pembangkit untuk mengetahui adanya penyimpangan parameter yang
menyebabkan losses dan penurunan potensi produksi.

Dalam Analyze, juga dilakukan koordinasi dengan Advisor untuk tindakan


koreksi terhadap penyimpangan parameter. Fungsi Analyze dalam operasi
REOC bertujuan untuk memonitor kinerja termal pembangkit serta
mendeteksi secara dini penurunan kinerja termal pembangkit.

Pada fungsi Advise, Advisor memberikan rekomendasi solusi untuk


mengoreksi penyimpangan parameter sehingga kembali ke posisi optimal.
Misalnya saja, rekomendasi solusi disampaikan kepada unit yang mengalami
penurunan kinerja termal. Kemudian, Advisor juga berkoordinasi dengan
Optimizer guna mengawasi eksekusi optimasi agar hasilnya sesuai dengan
yang diharapkan.

Sedangkan pada fungsi Optimize, Optimizer mengeksekusi rekomendasi


dengan mengatur kondisi operasional pembangkit sesuai koordinasi dengan
advisor sehingga mampu meningkatkan efisiensi pembangkit. Optimizer juga
memberikan feedback kepada Advisor untuk melihat efektivitas pengaturan.

Dengan implementasi sistem REOC yang mengusung konsep Analyze, Advice,


Optimize, setiap potensi penurunan keandalan ataupun penurunan efisiensi
dapat terdeteksi secara dini sehingga dapat segera dilakukan tindakan
penanganan agar terhindar dari gangguan keandalan atau penurunan
efisiensi.

Penerapan REOC sendiri meliputi 4 elemen yang terdiri atas Level 1 hingga
Level 4. Pada setiap Level, terdapat beberapa fitur yang sudah online, seperti
View DCS di Level 1.

Di Level 2, fitur yang sudah online, antara lain Command Dispatch REOC,
Boiler Parameter Monitoring, Generator Parameter Monitoring, Coal Fired
Steam Power Plant Controlable Losses Monitoring, Mill Operation Parameter
Monitoring, serta Efficiency Monitoring. Sementara, fitur Turbine

197
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Performance Monitoring masih dalam proses pengembangan (in progress).


Fitur berikutnya yang sudah online adalah Intellegent Sootblower di Level 3
dan Artificial Intellegent untuk pipa boiler di Level 4.

Studi Global Pengembangan REOC di Indonesia Power berlangsung secara


bertahap sejak tahun 2016 lalu, yang diawali dengan kegiatan benchmark ke
beberapa perusahaan listrik di kancah global, seperti Tenaga Nasional Berhad
(TNB, Malaysia) dan Korea East-West Power (EWP). Kemudian, dilaksanakan
studi terhadap program developer pada perusahaan kelas dunia, seperti GE,
Siemens, dan MHPS.

Dari hasil studi dan benchmark, REOC dibangun dengan memanfaatkan


sumber daya mandiri dari insan terbaik Indonesia Power. Ketetapan ini juga
didasari oleh tekad kuat untuk selalu mengembangkan kemampuan para
expertise Indonesia Power.

Saat ini, REOC telah sampai pada tahap implementasi. Namun,


pembangunan infrastruktur dan pengembangan sistem REOC lebih lanjut
masih berjalan secara paralel. Salah satu pembangunan infrastruktur REOC
yang tengah berjalan setelah soft launching operasi REOC adalah
pembangunan ruang REOC (full size) yang dilengkapi dengan 40 layar display
untuk memonitor kondisi seluruh unit. Nantinya, ruang REOC ini akan
menjadi Indonesia Power Operation Center.

5.2.6 Driver Maintenance Preskriptif REOC

Beberapa driver bisnis utama mendorong pengadopsian strategi PRx. REOC


berada di ujung tombak dalam mendorong pengembangan solusi data yang
komprehensif dan beragam. REOC memiliki pemrosesan end-to-end yang
mempertimbangkan semua sumber data yang beragam yang dapat
mempengaruhi hasil PRx.

Otomatisasi: Karena REOC memungkinkan dilakukannya otomatisasi proses


dengan kemampuan STP (Straight Through Processing), kita dapat berpikir
secara menyeluruh untuk mendayagunakan otomatisasi PRx secara
sepenuhnya. Kita bisa ambil proses manual yang biasa dilakukan, dan minta
REOC mengotomatiskan proses PRx yang akan menghilangkan risiko dan
biaya yang terkait dengan respons manual. Tidak ada lagi aktivitas manual di
sistem! Automate dan bukan populate. Ini memungkinkan organisasi untuk

198
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

menyelesaikan secara lebih cepat dan lebih baik, yang pada akhirnya bisa
menghemat uang organisasi.

Ekonomi: REOC membuat organisasi jadi "berpengetahuan" tentang opsi


terbaik apa yang bisa didapat dari sudut pandang ekonomi. REOC memberi
tahu organisasi tentang mana-mana yang bisa mengalami gagal dan kapan
gagal itu bisa terjadi. REOC akan dapat secara komprehensif memahami
semua opsi untuk maintenance PRx, dan juga implikasi keuangannya dari
setiap opsi. Organisasi berada di pijakan yang kuat pada penghematan
ekonomis. Organisasi bisa menghemat lebih banyak dari apa yang sudah
dimiliki, dan menghabiskan lebih sedikit sementara menghasilkan lebih
banyak.

Perubahan Tenaga Kerja: Saat pegawai senior pensiun, dan pekerja baru
yang lebih muda datang, REOC memberi mereka tool pintar yang bisa
membantu dalam melakukan pekerjaan. Pekerja yang bahagia dan efektif
akan menghemat waktu, yang kemudian menghemat uang.

Kondisi operasi: REOC dapat memantau semua kondisi operasional di


lingkungan pembangkit. REOC tahu bahwa aset tidak hanya gagal dengan
caranya sendiri, tetapi juga dengan cara bagaimana aset itu dioperasikan.
REOC memiliki Preskriptif Analytics bawaan yang dapat mempertimbangkan
semua kondisi operasional dan memastikan bahwa semua aset organisasi
beroperasi pada kapasitas puncaknya. Ini akan menghasilkan uang karena
organisasi hanya akan menghabiskan apa yang perlu dibelanjakan untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan.

Kinerja Aset: REOC memonitor Industrial Internet of Things (IIoT). REOC


memiliki keunikan dalam kemampuannya untuk menelan bertahun-tahun
data operasional dan sejumlah besar data terstruktur dan tidak terstruktur
yang tersebar melalui sistem pencatatan yang berbeda untuk kemudian
memberikan jawaban atas pertanyaan yang bahkan organisasi tidak tahu
bahwa itu bisa ditanyakan. Ini akan menghasilkan uang bagi organisasi,
karena organisasi jadi tahu apa yang sepatutnya terjadi berdasarkan apa-apa
yang sudah terjadi.

Dengan kemampuan komunikasi IIoT yang semakin pintar setiap jamnya,


aset sendiri yang akan memberi tahu kita tentang apa yang diperlukan untuk
memperbaiki masalah apa pun. PRx dengan REOC secara otomatis akan

199
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

memeriksa untuk mengidentifikasi enjinir manakah yang memiliki komponen


yang tepat dalam kit respons mereka untuk menyelesaikan perbaikan, dan
secara otomatis akan menugaskan enjinir itu untuk pekerjaan bersangkutan.
PRx dengan REOC membuat aset organisasi termanfaatkan dengan lebih
baik, karena bisa mengutus orang yang tepat, pada titik yang tepat, pada saat
kritis sesuai yang dibutuhkan.

REOC dapat menggabungkan data terstruktur atau tidak terstruktur, seperti


work-order, dan database parts, serta manual operasional dan teknis, untuk
akan memberikan view PRx yang benar. Kini tidak hanya pengguna dapat
memahami bahwa sesuatu akan mengalami gagal, tetapi juga diberikan opsi
tentang bagaimana cara mengatasi masalahnya. Penghematan yang
signifikan akan diperoleh dari adanya kemampuan untuk mengukur PRx atas
opsi-opsi yang direkomendasikannya dan kemudian memilih mana yang
paling hemat biaya dari yang tersedia.

200
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

5.3 Work Permit & Control

Esensi dari manajemen pemeliharaan adalah perencanaan dan pengaturan


seluruh pemeliharaan tactical dan non-tactical melalui work order. Seluruh
work order kemudian direncanakan untuk memastikan ketersediaan sumber
daya yang ada dan dijadwalkan sesuai waktu yang tersedia. Realisasi biaya
dan pekerjaan rinci yang telah selesai dilaksanakan diambil dari work order
(WO) untuk keperluan analisis dan pelaporan.

Proses WP&C management menekankan pada optimalisasi peran fungsi


perencanaan & pengendalian pemeliharaan dalam daily planning, weekly
planning, monthly planning dan annual planning untuk memastikan bahwa
seluruh program kerja telah direncanakan, dijalankan, dievaluasi,
dikendalikan dan ditingkatkan berdasarkan kaidah manajemen yang baik.
Untuk dapat membangun budaya WP&C management secara efektif di Unit
Pembangkitan, harus dipahami terlebih dahulu perihal pokok dari WP&C
management, kemudian melaksanakan berdasarkan kaidah praktek terbaik
(best practices).

Perihal pokok dalam proses WP&C Management yang efektif adalah sebagai
berikut:
1. Menjamin safety dengan melakukan identifikasi, pemilihan,
perencanaan, koordinasi, dan eksekusi pekerjaan yang tepat untuk
mengoptimalkan availability dan reliability dari equipment dan
system.

201
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

2. Mengelola risiko terkait dengan pelaksanaan kerja.


3. Identifikasi dampak pekerjaan terhadap unit dan kelompok kerja
dan memproteksi unit dari kondisi transient yang tidak diantisipasi
karena pelaksanaan kerja.
4. Mengoptimalkan efisiensi dan efektivitas sumber daya / resources
(staf, material, tool, teknologi)

Proses WP&C management harus melaksanakan hal-hal berikut:


1. Mengoptimalkan kinerja dan meningkatkan kesehatan equipment
dan system.
2. Meningkatkan kinerja safety
3. Meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya melalui
penggunaan sumber daya (resources) secara efisien.
4. Menyediakan perencanaan jangka panjang untuk memasukkan
perubahan desain yang besar dan aktivitas perawatan predictive
dan Preventive. Harus memasukkan ketetapan untuk menangani
equipment yang obsolete dan manajemen asset.
5. Mengintegrasikan semua organisasi di unit dalam proses,
memberikan penjelasan mengenai proses, kontribusi terhadap
proses, serta pertanggungjawaban dan komitmen terhadap proses.
Integral terhadap budaya ini merupakan bentuk rasa memiliki dan
bertanggung jawab.
6. Menyediakan metodologi yang sesuai dalam memprioritaskan
pekerjaan untuk menjamin pekerjaan pada unit secara benar dan
selesai pada waktu yang tepat.
7. Menyertakan jalur umpan balik yang efektif untuk meningkatkan
dan menjamin proses perbaikan secara berkelanjutan (continuous
improvement). Termasuk indikator yang terukur dan berarti serta
membangun budaya yang sehat untuk mendorong mempelajari hal
yang pernah terjadi dan tersalurnya feedback
8. Menyediakan metodologi yang tepat untuk pendekatan bertingkat
pada perencanaan dan penjadwalan sehingga menjamin kesesuaian
pada setiap aktivitas di unit.

202
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Gambar 59 Aliran Proses Dasar WPC

Output dari WP&C management adalah:


• Proses bisnis yang menjelaskan setiap aspek dari fungsi
perencanaan & pengendalian pekerjaan pemeliharaan, mulai dari
identifikasi pekerjaan, perencanaan & penjadwalan, pelaksanaan,
closing out, pemecahan masalah dan pengawasan kinerja.
• Menetapkan budaya kerja yang sesuai dengan proses bisnis WP&C
dalam rangka mendukung kebutuhan pemeliharaan secara
keseluruhan.

WPC merupakan aktivitas monitoring dan pengendalian terhadap kualitas


pengelolaan aset. Dalam aktivitas ini juga dilakukan penjadwalan
pelaksanaan pemeliharaan, sehingga tercapai optimasi Resources Utility
(man power, tools, sparepart, cost) dan tercapai efektivitas pelaksanaan
pemeliharaan (reduce time to repair, reduce labor cost, reduce opportunity
loss, increase life time, increase performance dan sebagainya).

Dalam aktivitas WPC beberapa indikasi yang perlu menjadi perhatian adalah:
1. Tingkat kesiapan supporting (misal: WO pending caused by material,
expert dan sebagainya).
2. Tingkat kualitas pemeliharaan (misal: re-work event dan
sebagainya).
3. Tingkat efektivitas perencanaan (misal: WO open caused by waiting
for preparation dan sebagainya).

203
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

4. Tingkat improvement (misal: PM / PdM task updated, SOP updated,


reengineering dan sebagainya).

Secara umum, di dalam workflow WPC meliputi proses Tactical Maintenance,


Non Tactical Maintenance dan proses Improvement, dimana Tactical
Maintenance terkait dengan pekerjaan pemeliharaan yang terencana (misal:
Preventive maintenance, predictive maintenance, overhaul, project dan
sebagainya).

Proses Non Tactical Maintenance terkait dengan pekerjaan pemeliharaan


yang bersifat insidentil (misal: corrective maintenance, emergency
maintenance).

Dalam proses Improvement dilakukan pengolahan data dari hasil


pelaksanaan Tactical Maintenance maupun Non Tactical Maintenance.
Output dari proses Improvement ini adalah peningkatan pelaksanaan Tactical
Maintenance menjadi lebih efektif dan efisien sehingga pengelolaan asset
menjadi optimal.

5.3.1 Tactical Maintenance

Tactical Maintenance merupakan kegiatan pemeliharaan yang terencana


dan bersifat periodik, baik dalam bentuk PM, PdM, Overhaul (OH), Project
maupun Routine Work operasi.

Aspek penting untuk menerapkan Tactical Maintenance adalah Planning &


Scheduling, Work Execution, Feedback & Improvement.

Planning & Scheduling

Aktivitas Planning dalam Tactical Maintenance bertujuan untuk memastikan


segala kebutuhan terkait pekerjaan Pemeliharaan telah disiapkan dengan
baik.

Aktivitas Scheduling, lebih menekankan pada penjadwalan pelaksanaan


pekerjaan pemeliharaan (PM, PdM, OH, Project dan Routine Work).

204
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Dalam pelaksanaan Tactical Maintenance beberapa indikator yang perlu


menjadi perhatian diantaranya adalah:
a. Work permit Effectiveness: rasio antara work order scheduled terhadap
work order rise.
b. Work Order Pending: rasio antara work order scheduled terhadap work
order done.

Long Term Planning (5 Tahunan)


dan Yearly Planning

Aktivitas ini mencakup perencanaan pekerjaan untuk jangka waktu 5


Tahunan (RJPP) dan Tahunan (RKAP). Aktivitas ini umumnya di-drive oleh
Rendal Har bersama – sama dengan Enjiniring maupun Rendal Outage.

Short Term Planning

Aktivitas Short Term Planning sebenarnya lebih menekankan pada aspek


scheduling dan controlling, yaitu lebih pada penjadwalan eksekusi pekerjaan
dan pengendalian kesiapan pekerjaan yang akan dilaksanakan.

Short Term Planning dikelompokkan ke dalam Quartely Planning, Monthly


Planning, Weekly Planning dan Daily Planning
1. Quarterly Planning. Pelaksanaan Quarterly Planning dimaksudkan
untuk melakukan koordinasi kesiapan tools, material, expert, team,
kontrak, perijinan dan sebagainya untuk pekerjaan 3 bulan
mendatang
2. Monthly Planning. Aktivitas ini lebih cenderung menekankan pada
aspek pengendalian eksekusi pekerjaan yang akan dilaksanakan.
3. Weekly Planning. Aktivitas ini menekankan pada aspek load
balancing agar pelaksanaan pekerjaan PM, PdM maupun corrective
maintenance tidak mengalami work order backlog.
4. Daily Planning. Aktivitas tersebut menekankan pada koordinasi
pelaksanaan pekerjaan yang harus dilakukan pada “hari ini”.

205
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Work Execution

1. Routine Work Operation


Aktivitas ini dilakukan oleh operator yang sedang melaksanakan dinas Shift
dan secara jelas sudah dituangkan dalam Stream Operation Management.

2. Preventive Maintenance - PM
Aktivitas ini dilakukan oleh kru Pemeliharaan (mesin, listrik, instrumen dan
sipil) atau bisa juga dilakukan oleh pihak luar namun tetap dalam
pengawasan kru Pemeliharaan (umumnya untuk PM yang sederhana seperti
AC, lampu penerangan dan sebagainya).

3. Predictive Maintenance – PdM


Aktivitas ini dilakukan oleh kru Enjiniring (Spesialis Teknologi) dengan tujuan
untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya gejala kerusakan pada
peralatan, melalui pengukuran secara langsung pada peralatan yang sedang
beroperasi.

4. Overhaul - OH
Aktivitas ini dilakukan oleh kru UPHAR (Unit Pelayanan Pemeliharaan), sesuai
dengan work flow yang tertuang dalam PJB IMS. Pada prinsipnya, overhaul
dikategorikan menjadi 3 (tiga) kelompok pekerjaan yaitu:
a. Simple Inspection (atau nama lain sejenisnya) - Pada prinsipnya
adalah melakukan “tune up” pada bagian yang cepat mengalami
kerusakan / keausan
b. Mean Inspection (atau nama lain sejenisnya) - Target pencapaian
dalam pelaksanaan Mean Inspection adalah “tune up” pada bagian
– bagian yang menimbulkan losses yang besar
c. Serious Inspection (atau nama lain sejenisnya) - Pekerjaan ini
dilakukan untuk mengembalikan performance unit ke kondisi
semula (capacity, heat rate dan sebagainya).

5. Re-Enjiniring / Project / Modifikasi - EJ


Aktivitas ini merupakan salah satu bentuk dari Pro-active Maintenance (PaM)
dan dilakukan oleh kru UPHAR (Unit Pelayanan Pemeliharaan) atau oleh
pihak ketiga, berupa pekerjaan dalam bentuk proyek atau modifikasi
peralatan (bisa juga sub-sistem atau sistem).

206
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mengembalikan atau menambah


kinerja peralatan (bisa juga sub-sistem atau sistem).

Aktivitas ini harus terencana dan tertuang dalam RJPP / RKAP. Aktivitas ini
pada umumnya merupakan tindak lanjut dari Failure Defence Planning, yang
dihasilkan dari proses Reliability Management (FMEA/RCFA), OEE dan Pareto
Analysis.

5.3.2 Non Tactical Maintenance

Non Tactical Maintenance merupakan kegiatan pemeliharaan yang bersifat


insidentil, baik dalam bentuk CR, EM maupun FLM.

Aspek penting untuk menerapkan Non Tactical Maintenance adalah Fault


Reporting, Work Execution, Feedback & Improvement.

Fault Reporting – Incident Log Sheet (ILS)/


Service Request (SR)

Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mengidentifikasi semua kelainan yang
terjadi di area unit sehingga memudahkan bagi Planner (Rendal Har) untuk
memprioritaskan pekerjaan perbaikan.

Work Execution

1. First Line Maintenance – FLM

Aktivitas pemeliharaan ini dilakukan oleh operator pada saat unit atau
peralatan sedang dalam kondisi beroperasi atau siaga (stand by). Aktivitas
ini, terintegrasi dengan ILS/SR dan tercatat dalam SIT ELLIPSE/Maximo.

Lingkup pekerjaan FLM adalah semua aktivitas pemeliharaan yang ringan


atau kecil atau mudah sehingga dapat dilakukan sendiri oleh operator
dengan berbekal peralatan yang sederhana (kunci Inggris, obeng, tang dan
sebagainya)

207
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

2. Corrective Maintenance – CR

Aktivitas ini dilakukan oleh kru Pemeliharaan, berdasarkan work order yang
di approve oleh Rendal Har.

Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk memperbaiki kelainan pada peralatan
yang timbul sehingga dapat kembali berfungsi sebagaimana mestinya.

3. Emergency Maintenance - EM

Aktivitas dilakukan sendiri oleh Kru Pemeliharaan berdasarkan ILS/SR serta


WO maintenance yang di approve oleh operator, tanpa melalui Rendal Har.

Emergency Maintenance adalah aktivitas pemeliharaan yang harus segera


dilakukan untuk menormalkan gangguan atau kelainan peralatan

5.3.3 Improvement

Dalam proses WPC membutuhkan feedback yang membuat proses


membentuk close loop. Feedback ini berupa: information capturing (work
order close out), maintenance optimalisation (opportunity) dan improvement
(engineering change management).

a. Information Capturing – WO Close Out

WO close out merupakan bagian dari seluruh aktivitas penyelesaian work


order baik PM, PdM, CR, EM, EJ maupun OH.

b. Maintenance Optimalisation / Opportunity

Aktivitas ini dilakukan oleh Rendal Har atau bisa juga dilakukan oleh kru
Enjiniring untuk mendapatkan opportunity highlight yang berupa:
maintenance cost, reliability performance, loss of opportunity maupun risk
mapping.

c. Engineering Change Management (ECM)

Engineering Change Management dilakukan oleh kru Enjiniring sebagai


tindak lanjut dari beberapa masukan.

208
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

5.3.4 IP- DIGIMONX

IP- DIGIMONX, Digitalized Mobile on Work Execution, merupakan pendukung


pilar asset management Indonesia Power dalam hal work permit and control,
mulai dari penunjukkan lead, teknisi, permintaan work permit dan
sebagainya.

Gambar 60 IP-DigimonX di Playstore

IP-DIGIMONX merupakan add-on dalam bentuk mobile application pada


CMMS Maximo (ProHAR) yang mendukung pilar Work permit and Control
(WPC) pada Asset Management, khususnya saat Work Order Execution,
dimulai dari penunjukan lead, teknisi, permintaan work permit, pengisian
actual WO, hingga perubahan status WO menjadi WDONE.

Flow/fitur pada aplikasi IP- DIGIMONX antara lain:

1. Pemilihan lead oleh supervisor


2. Assign teknisi oleh lead
3. Approval work permit bid K3 dan Operasi melalui QR Code
4. Pengisian Actual WO meliputi foto sebelum dan sesudah pekerjaan,
evaluasi jobtask, pengisian worklog, serta pengisian actual labor

209
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

5. Approval WO actual oleh bid Operasi melalui QR Code


6. Review hasil pekerjaan oleh Supervisor
7. Integrasi bon permintaan barang dengan aplikasi IP-ProInventory

5.4 Administrasi Suku Cadang


Istilah inventaris diterapkan pada stok item-item seperti barang jadi, bahan
dalam proses, bahan habis pakai, dan suku cadang yang dimiliki oleh suatu
organisasi untuk menjalankan fungsi bisnisnya. Manajemen inventaris
mencakup item-item yang sedang dipesan dan dikenal sebagai dues in, dan
item-item yang dibutuhkan oleh pengguna tetapi belum tersedia dari toko,
yang dikenal sebagai dues out, serta item-item yang secara fisik ada di
persediaan pada waktu tertentu. Di area manajemen aset, item-item yang
terlibat biasanya:
• Bahan habis pakai seperti bahan bakar, minyak, pelumas, dan bahan
kimia.
• Suku cadang.
• Rotables, yang merupakan item yang diganti, kemudian diperbaiki, dan
dikembalikan ke toko; ini bisa termasuk peralatan komplit.
• Suku cadang asuransi, yaitu item-item yang bisa jadi tidak pernah kita
butuhkan tetapi yang kita pasang untuk menghindari munculnya risiko
manakala tidak terpasang.

5.4.1 Tujuan Manajemen Persediaan

Tujuan utama manajemen persediaan di bidang suku cadang dan barang


habis pakai adalah untuk memungkinkan terpenuhinya persyaratan
availability peralatan dengan biaya keseluruhan yang minimum. Ini akan
melibatkan:
• Menjaga layanan kepada pengguna pada Level yang cukup tinggi
• Menjaga investasi inventaris cukup rendah
• Pembelian yang hemat biaya.

Keseimbangan harus bisa dicapai antara faktor-faktor yang saling


bertentangan ini.

210
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Tujuan yang lebih mendasar dari manajemen persediaan adalah untuk


memastikan bahwa:
• Identitas stok, kuantitas, dan lokasinya diketahui;
• Stoknya aman;
• Itemnya tersedia dan dapat diakses manakala diperlukan;
• Purchase order diproses dengan segera;
• Itemnya diterima dan diperiksa secara efisien dan efektif.

5.4.2 Katalogisasi

Parts akan diidentifikasi melalui nomor part-nya dalam sistem manajemen


inventaris organisasi. Karena itu diperlukan katalog item-item yang akan
disimpan oleh organisasi. Sistem kodifikasi yang disepakati perlu untuk
diadopsi. Pemanufaktur peralatan biasanya akan menyediakan daftar suku
cadang untuk suku cadang yang akan mencakup diagram explosion suku
cadang dan nomor suku cadangnya. Namun, jika ini tadi akan dimasukkan ke
dalam sistem inventaris perusahaan, maka diperlukan katalog parts di sistem
penomoran bagian perusahaan. Catatan komputer biasanya juga akan berisi
identifikasi pemanufaktur dan nomor parts pemanufaktur. Akan dibutuhkan
sumber daya untuk kegiatan katalogisasi dan untuk memelihara sistem
manajemen inventaris yang terkomputerisasi.

5.4.3 Manajemen Persediaan

Diagram alir transaksi inventaris ditunjukkan pada Gambar 61. Manajemen


persediaan selalu didasarkan pada sistem komputer dan akan menjadi
bagian dari Informasi Manajemen Aset atau Computerized Maintenance
Management System. Mengetahui status terkini dari setiap item tertentu
memerlukan pemrosesan transaksi online dan sistem informasi manajemen
persediaan yang komprehensif. Informasi terkini dan akurat adalah lebih
berharga daripada teori mana pun.

Poin-poin berikut adalah masukan improvement untuk manajemen


persediaan.
• Jadikan ada orang yang bertanggung jawab atas sistem manajemen
inventaris.
• Sediakan sistem komputer dan personel yang memadai untuk
dukungan sistem.

211
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

• Jaga keamanan, terutama dalam hal item-item yang “menarik”.


• Miliki sistem pengkodean dan katalog yang efektif dengan nomor
parts yang unik.
• Pertahankan akurasi simpanan sehubungan dengan jumlah, lokasi,
dan deskripsi item.
• Tetapkan bills of materials dan data tempat item digunakan.
• Pastikan work order berisi semua suku cadang dan bahan yang
diperlukan untuk pekerjaan yang relevan.
• Tetapkan dan gunakan prosedur ketat untuk penerimaan dan
pengeluaran simpanan.
• Miliki sistem yang memungkinkan akses 24/7 ke suku cadang untuk
pekerjaan maintenance yang mendesak.
• Tetapkan dan gunakan prosedur yang ketat untuk reorder stok
secara tepat waktu.
• Kelola sistem komputer sehubungan dengan perbaruan catatan
persediaan dan Penyedia.

Pastikan staf mencukupi untuk mempertahankan prosedur ini semua.


• Lakukan pengambilan stok secara teratur, biasanya berdasarkan
siklus.
• Buat catatan simpanan bisa diakses oleh pengguna. Berlakukan
sistemnya di seluruh perusahaan, dan terapkan sistem transfer
antar lokasi.
• Tetapkan data untuk permintaan rata-rata dan untuk permintaan
proyek tertentu.
• Tetapkan kritikalitas dari item. Miliki sistem untuk menjaga agar
informasinya senantiasa mutakhir.
• Setel parameter reorder
• Hilangkan dead stock.
• Untuk barang yang fast moving, buat prosedur delivery yang Just In
Time.

212
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Gambar 61 Sistem inventori

5.4.4 Dependent Demand

Dependent Demand adalah permintaan yang dapat diperkirakan atau


direncanakan, berdasarkan waktu dan jumlah, dari rencana produksi atau
rencana maintenance terjadwal. Contohnya adalah:
• Konsumsi bahan bakar, untuk armada kendaraan yang dikenal
beroperasi dengan jadwal produksi atau pengiriman yang sudah jelas.
• Konsumsi bahan kimia atau bahan habis pakai lainnya yang digunakan
dalam sejumlah penerapan rutin atau yang direncanakan.
• Suku cadang seperti busi atau bantalan rem yang digunakan dalam
rencana maintenance terjadwal yang sudah jelas.
• Suku cadang yang dipesan untuk perbaikan yang diketahui, atau untuk
shutdown yang melibatkan penggantian komponen yang direncanakan.

Jika dependent demand-nya cukup teratur, hal ini akan dapat dikelola dengan
memesan jumlah yang cukup secara teratur untuk memenuhi permintaan.
Variasi sesekali dari rata-ratanya akan ditangani dengan memvariasikan
pesanan dan dengan menyimpan safety stock.

213
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

5.4.5 Item Independent Demand

Item independent demand adalah item yang permintaannya terjadi


berdasarkan variabel, seperti suku cadang yang diperlukan untuk perbaikan
kerusakan yang tidak terduga.

Item Fast Moving

Untuk item permintaan independen yang fast moving, siklus khas Level stok
dari pemesanan hingga pemesanan ulangnya ditampilkan secara grafis pada
Gambar 62.

Level stok ditampilkan secara vertikal dan waktu ditampilkan secara


horizontal. Level stok setelah pengiriman sebelumnya dimulai pada beberapa
nilai awal seperti yang ditunjukkan pada sumbu sebelah kiri, dan kemudian
jatuh secara tidak teratur seiring waktu. Posisi stok bersih saat ini dipantau,
dan ketika dia jatuh di bawah tingkat pemesanan ulang, pesanan untuk
kuantitas pemesanan ulang akan ditempatkan. Kemudian ada waktu tunggu
(lead time) setelah pesanan dikirim. Stoknya kemudian meningkat sejumlah
kuantitas pemesanan ulang dan berikutnya siklus peristiwa yang serupa
diulang. Kontrol stok dilakukan dengan menetapkan nilai yang sesuai untuk
pemesanan ulang dan kuantitas pemesanan ulang.

Gambar 62 Item yang fast moving— siklus reorder

214
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

Level Reorder

Level pemesanan ulang atau reorder adalah Level persediaan sehingga, ketika
stok bersihnya jatuh di bawahnya, maka harus dilakukan pemesanan. Level
pemesanan ulang diwakili oleh garis putus-putus horizontal pada Gambar
62. Nilai pedoman untuk tingkat pemesanan ulang adalah dua kali lipat dari
permintaan rata-rata dalam waktu tunggu.

Lead Time

Waktu tunggu atau lead time adalah waktu yang diambil dari saat Level
netnya turun di bawah tingkat pemesanan ulang hingga itemnya tersedia
untuk diterbitkan. Perkiraan waktu tunggu harus mencakup:
• Waktu yang diperlukan untuk mengidentifikasi bahwa stok telah
jatuh di bawah tingkat pemesanan ulang
• Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pemesanan
• Waktu dari Penyedia menerima pesanan pengiriman
• Waktu mulai dari pengiriman hingga barang tersedia untuk
pengguna, misalnya, check in dan peletakan di rak.

Selama lead time, stok akan terus digunakan. Jumlah rata-rata stok yang
digunakan dalam lead time dikenal sebagai permintaan lead time rata-rata,
atau hanya sebagai permintaan lead time. Level pemesanan ulang harus
diatur ke Level yang biasanya akan mencakup permintaan lead time,
sehingga tidak sampai terjadi kehabisan stok yang sebenarnya. Namun, jika
tingkat pemesanan ulangnya tinggi, berarti yang sering terjadi adalah stok
yang berlebihan. Nilai pedoman untuk tingkat pemesanan ulang adalah dua
kali lipat dari permintaan rata-rata dalam waktu tunggu.

Kuantitas Reorder

Kuantitas pemesanan ulang adalah jumlah pemesanan. Ini biasanya


merupakan kuantitas penanganan dari 1-3 bulan permintaan, dengan
kemungkinan adanya pertimbangan diskon kuantitas. Namun, bahkan
dengan adanya diskon, jarang ada yang memesan lebih dari suplai 1 tahun.

215
Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability

5.4.6 Kesalahan Inventaris

Beberapa kesalahan umum dalam pengelolaan persediaan adalah sebagai


berikut.
• Lokasi formal itemnya tidak ditetapkan melainkan disimpan di lokasi
biasa atau yang tidak konsisten;
• Lokasi barang tidak direkam;
• Itemnya disimpan di banyak lokasi tanpa alasan yang jelas;
• Itemnya tidak dalam sistem inventaris komputer;
• Itemnya tidak dalam sistem pembelian;
• Deskripsi Itemnya tidak ada atau tidak lengkap;
• Deskripsi atau koding yang bervariasi untuk item yang identik;
• Nomor bagian, pemanufaktur, atau nomor parts pemanufaktur
tidak ditentukan;
• Kondisi berbahayanya tidak ditentukan;
• Parameter kontrol stok tidak ditentukan (Maks dan Min atau tingkat
pemesanan ulang dan kuantitas pemesanan ulang);
• Lead time untuk memasok tidak ditentukan;
• Usia simpannya tidak ditentukan;
• Penyedia default-nya tidak ditentukan;
• Rincian pembelian terakhir atau saat ini tidak dapat diakses dengan
mudah;
• Perusahaan pengiriman tidak ditentukan;
• Persediaan tidak dilakukan, tidak lengkap, atau tidak dicatat; dan
• Item-item dikelola secara informal oleh berbagai orang.

216
Bab VI Organisasi dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia

6.1 Pengembangan Mitra Bisnis


Salah satu strategi pemasaran yang dilaksanakan oleh Indonesia Power
berlandaskan pada Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) adalah
melakukan pengembangan pembangkit secara mandiri maupun melalui
skema kemitraan strategis, baik pada lokasi baru maupun lokasi existing
dengan prioritas penggunaan teknologi pembangkit yang lebih efisien dan
ramah lingkungan.

Ada dua skema pengembangan yang akan ditempuh oleh Indonesia Power,
yaitu pengembangan yang dilakukan sendiri dan pengembangan melalui
anak perusahaan. Di masa mendatang, pengembangan melalui anak
perusahaan akan memegang peran penting dan porsi yang besar mengingat
keterbatasan PLN dalam hal pendanaan pengembangan pembangkit,
sehingga Indonesia Power didorong untuk melakukan joint venture dengan
perusahaan swasta, melalui PT. Putra IndoTenaga (PIT) sebagai kendaraan
utama untuk mengeksekusi strategi tersebut.

Gambar 63 Vendor Gathering Indonesia Power untuk menguatkan


terwujudnya Supply Chain Excellence

217
Organisasi dan Pengembangan SDM

Dengan adanya kebijakan mengenai manajemen penyedia yang diatur dalam


Surat Keputusan Direksi Nomor 218.K/010/IP/2018, kemitraan untuk
memperoleh barang dan jasa dengan mempertimbangkan kualitas,
kuantitas, harga, legalitas, waktu dan pengendalian pengadaan yang efektif
dan efisien serta sesuai dengan prosedur yang berlaku, meningkat setiap
tahunnya.

6.1.1 Pengadaan yang Berpusat pada Reliability

Reliability Centered Procurement adalah konsep yang mempertimbangkan


reliability jangka panjang dan sustainability peralatan pada tahap
pengadaan. Ini melibatkan pengambilan keputusan yang membuatnya
mudah untuk selanjutnya memelihara dan mempertahankan peralatan, dan
untuk memastikan bahwa peralatan itu terus dapat diandalkan baik pada
awalnya maupun sepanjang hidupnya. Ini melibatkan pemberian bobot pada
pemilihan peralatan yang dikenal andal dan dapat dipelihara serta dukungan
logistik yang paling mudah diberikan. Dalam praktiknya, ini sering berarti
memilih peralatan yang sudah tersedia di pasaran dan yang telah umum
digunakan. Ini melibatkan pemeriksaan reliability dan instalasi yang
memuaskan pada saat akuisisinya. Faktor kuncinya adalah kesamaan
peralatan, reliability, dan penilaian rawatan, serta acceptance testing.

Kesamaan Peralatan

Kesamaan peralatan dan sistem akan membantu dalam meminimalkan


masalah dalam operasi dan support. Kesamaan ini memfasilitasi pencapaian
standar produktivitas, reliability, dan availability yang tinggi, dengan
menghindari masalah operasional dan logistik yang tidak seharusnya terjadi.
Ini melibatkan penerapan prinsip-prinsip berikut:

a. Tetap menggunakan peralatan dan sistem yang sifatnya umum di semua


bagian organisasi. Ini akan meminimalkan keragaman dalam operasi,
pelatihan, dan maintenance, mengurangi total kebutuhan suku cadang
berdasarkan jenis dan jumlah; meminimalkan permintaan untuk alat,
peralatan uji, berbagai pengetahuan terkait, dan memungkinkan
dilakukannya kanibalisasi.
b. Namun akan ada aspek negatif yang didapat dari pengurangan
keragaman sistem ke titik minimum absolut. Yakni jika terjadi kesalahan

218
Organisasi dan Pengembangan SDM

yang signifikan, ini akan mempengaruhi semua item, meskipun ada


argumen balasan bahwa ini berarti akan ada fokus yang cepat dalam
menyelesaikan masalah. Ini juga dapat berarti bahwa penggunanya
telah berkomitmen hanya pada satu Penyedia yang dapat
memanfaatkan situasi ini untuk meraup keuntungan komersial.
Komprominya adalah dengan menggunakan dua Penyedia, guna
mencapai keseimbangan antara manfaat dari berkurangnya
keanekaragaman dan tetap memfasilitasi persaingan Penyedia.
c. Pembelian item-item yang jenisnya satu tipe kerap diterapkan di
masyarakat — di mana keterampilan operasional dan maintenance-nya
berikut suku cadangnya akan tersedia dan relatif murah.
d. Pembelian item-item yang diproduksi secara lokal (jika ada), dirakit, atau
didukung secara luas — keterampilan operasional dan maintenance-nya
serta suku cadangnya akan tersedia dan relatif murah.

Standar Kinerja

Pertimbangkan standar kinerja dalam bidang-bidang berikut:


a. Kinerja fungsional
b. Operabilitas
c. Reliability
d. Maintainability
e. Dukungan logistik
f. Kompatibilitas dengan, dan integrasi dengan, sistem terkait
g. Faktor kesehatan, safety, dan lingkungan.

Menahan pembelian politik atau prestise sebisa mungkin.

Kriteria Tes dan Evaluasi

Kriteria pengujian dan evaluasi diperlukan untuk memastikan bahwa


peralatan telah bekerja dengan standar yang cukup untuk memberikan
kapabilitas yang diperlukan. Pada tahap pra-akuisisi, standar dan pengujian
yang relevan harus ditentukan dan rencana manajemen pengujian serta
evaluasinya juga harus dibuat. Idealnya, beberapa pengujian item harus
dilakukan lebih awal, sehingga apresiasi realistis terhadap harapan peralatan
dapat dibentuk, dan kriteria pengujian bisa ditentukan dalam fase kontrak.
Peralatan biasanya ditentukan dalam standar seperti ISO, BS, DIN, atau EN.

219
Organisasi dan Pengembangan SDM

Penyedia Pilihan

Prinsip-prinsip yang baru saja digariskan, khususnya mengenai kesamaan,


dapat bertentangan dengan persyaratan tender terbuka. Posisi yang
terkompromi dapat melibatkan penggunaan Penyedia yang lebih disukai
(atau terakreditasi), yang kredensial dukungan teknis dan logistiknya telah
ditetapkan sejak awal.

Si Penyedia diundang untuk melakukan prakualifikasi sebagai Penyedia yang


terakreditasi. Suatu panel diselenggarakan guna menentukan jangkauan dan
kualitas peralatan yang dapat diberikan oleh si Penyedia, keluasan dan lokasi
dukungan logistiknya, dan kemampuannya untuk bekerja dengan pengguna
dalam memenuhi kebutuhan selama periode waktu tertentu. Adalah penting
untuk memungkinkan munculnya pendatang baru dan menyediakan
transparansi bisnis.

Ketika beberapa produsen memproduksi dengan standar internasional yang


telah ditetapkan, maka bisa jadi akan lebih sulit untuk membedakan antara
Penyedia. Biaya life cycle memberikan dasar untuk memperhitungkan faktor-
faktor di luar biaya akuisisi awal. Namun, biaya operasi dalam biaya life cycle
seringkali masih kurang kuat daripada biaya modal awal. Pada akhirnya,
masalah pemilihan tender masih harus diselesaikan dengan
memperhitungkan kombinasi dari kinerja, biaya, analisis dukungan logistik,
dan penilaian.

6.1.2 Prinsip Dasar dan Etika Pengadaan

Pengadaan di Indonesia Power didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai


berikut:

a. Efisien: pengadaan barang/jasa harus diusahakan untuk mendapatkan


hasil yang optimal dan terbaik dalam waktu yang cepat dengan
menggunakan dana dan kemampuan seminimal mungkin secara wajar
dan bukan hanya didasarkan pada harga terendah.
b. Efektif: pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang
telah ditetapkan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.

220
Organisasi dan Pengembangan SDM

c. Kompetitif: pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan


yang sehat antara lain dengan tidak melakukan tindakan rekayasa
tertentu yang mengakibatkan persaingan yang tidak sehat.
d. Transparan: Semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan
Barang/Jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara
evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon pengadaan barang/jasa,
sifatnya terbuka bagi peserta pengadaan barang/jasa yang berminat.
e. Adil dan wajar: Berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua
calon pengadaan barang/jasa yang memenuhi syarat.
f. Akuntabel: Harus mencapai sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan
sehingga menjauhkan dari potensi penyalahgunaan dan penyimpangan.

Pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus


mematuhi etika sebagai berikut:
a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk
mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya sasaran
Pengadaan Barang/Jasa;
b. Bekerja secara profesional dengan menjunjung tinggi kejujuran,
kemandirian dan menjaga informasi yang bersifat rahasia;
c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang
berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;
d. Bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai
dengan kewenangannya;
e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan
(conflict of interest) para pihak yang terkait, baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa;
f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran
Keuangan Perusahaan;
g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau
kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain
yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Perusahaan; dan
h. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk
memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa
saja kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan
dengan Pengadaan Barang/Jasa.

221
Organisasi dan Pengembangan SDM

6.1.3 Evaluasi Penyedia

Sebelum berkomitmen pada Penyedia, kaji dulu kemampuan potensial


Penyedia dalam mendeliver kapabilitas yang diajukan. Ini akan melibatkan
penilaian terkait kompetensi teknis dan manajerial, kelayakan finansial,
rekam jejak, dan potensi masa depan. Di sini ada kecenderungan untuk
bermain aman dengan memilih organisasi yang lebih besar daripada yang
lebih kecil. Kompetensi Penyedia akan dilihat dalam kaitannya dengan
kemampuan spesifik yang dicari. Satu Penyedia bisa jadi cocok dengan
kebutuhan kita dengan baik, sedangkan Penyedia lain bisa jadi
mengandalkan klaim kompetensi yang tidak meliputi area spesifik yang
diperlukan oleh kebutuhan saat ini.

Untuk pengadaan barang dan pekerjaan konstruksi, Indonesia Power


menyaratkan agar Penyedia mempunyai pengalaman melaksanakan
pekerjaan sejenis dengan paket pengadaan yang diadakan. Apabila dalam
bentuk Konsorsium/Joint Operation, pengalaman tersebut harus dimiliki
sekurang-kurangnya oleh salah satu anggota Konsorsium/Joint Operation
baik sebagai pimpinan Konsorsium/Joint Operation maupun sebagai
anggota. Apabila kemitraannya dalam bentuk pelaksana utama dan
subpelaksana (sub-kontraktor/sub-konsultan), maka pengalaman sub-
pelaksana dapat dipertimbangkan jika sub-pelaksana tersebut sejak awal
proses pengadaan merupakan nominated sub-contractor/sub-consultant
dan telah menyatakan mendukung penuh pelaksana utama yang bertindak
sebagai Penyedia. Dalam hal Penyedia harus pabrikan atau agen tunggal,
maka yang bersangkutan harus bertindak atas nama sendiri atau sebagai
pimpinan Konsorsium/Joint Operation.

222
Organisasi dan Pengembangan SDM

Penilaian Kualifikasi

Penilaian kualifikasi pada proses pengadaan barang/jasa di Indonesia Power


dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan Penyedia antara lain dari aspek
teknis, sumber daya manusia, K3 dan finansial. Penilaian kualifikasi
disesuaikan dengan jenis dan lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan.
Persyaratan kualifikasi Penyedia sesuai ketentuan. Penilaian kualifikasi
dilakukan melalui proses prakualifikasi atau pascakualifikasi. Apabila
dipandang perlu dapat meminta dapat menggunakan / meminta data
informasi dari perusahaan pemeringkat (rating) untuk membantu melakukan
proses penilaian kualifikasi. Terdapat dua metode penilaian kualifikasi yaitu:

1) Prakualifikasi: proses penilaian kualifikasi terhadap Penyedia


sebelum menyampaikan dokumen penawaran.
2) Pascakualifikasi: penilaian kualifikasi Penyedia bersamaan dengan
penyampaian Dokumen Penawaran.

Penilaian dan Pembinaan

Penilaian Penyedia dilakukan baik terhadap Penyedia yang baru pertama kali
maupun yang sudah beberapa kali bekerja untuk Indonesia Power, diawali
pada saat Penyedia mengikuti proses pengadaan termasuk sikapnya pada
saat mereka dinyatakan sebagai pemenang atau sebagai pihak yang kalah
dalam proses pengadaan dan kinerjanya pada saat dalam tahap pelaksanaan
pekerjaan.

Pembinaan Penyedia yang dilakukan oleh Indonesia Power tidak hanya


mengenai pemberian pemahaman terhadap segala ketentuan yang
berkaitan dengan pengadaan barang/jasa di lingkungan Indonesia Power,
tetapi juga dalam rangka menciptakan hubungan timbal balik yang positif
antara Indonesia Power dengan Penyedia.

Penilaian dari Penyedia kepada Indonesia Power diperlukan, karena hal itu
akan sangat membantu terutama pada saat Perusahaan membutuhkan
barang/jasa yang sangat mendesak akibat kondisi darurat yang terjadi.

223
Organisasi dan Pengembangan SDM

Hal-hal yang bisa dilakukan untuk menciptakan kepercayaan dan penilaian


positif kepada Indonesia Power antara lain:
a. Dokumen pengadaan yang jelas, sehingga mudah dimengerti dan
tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda terhadap hak dan
kewajiban masing-masing pihak;
b. Sikap kesetaraan antara Penyedia dan Perusahaan;
c. Pemenuhan hak-hak Penyedia sesuai ketentuan kontrak.

6.1.4 Seleksi, Uji Coba Peralatan, dan Acceptance

Tes formal haruslah diselenggarakan sebagai bagian dari proses akuisisi, baik
dalam memutuskan akuisisi dan memverifikasi peralatan yang dipilih. Hasil
yang diperoleh dalam penerapan rencana pengujian dan evaluasi akan
membentuk tonggak penting dalam proses akuisisi selanjutnya.

a. Laksanakan penilaian formal atas operasi, reliability, dan maintenance.


Ini akan melibatkan penyiapan percobaan (trial) untuk memeriksa
bahwa kinerja peralatannya memang sesuai dengan harapan dalam hal
kriteria operasi, reliability dan rawatan (maintainability). Untuk
peralatan dengan fitur desain khusus untuk penerapan di suatu
organisasi, pendekatan Reliability Centered Maintenance harus
diadopsi, meninjau fungsi peralatan, mode kegagalan potensial, potensi
efek kegagalan termasuk efek safety dan lingkungan, dan task-task
maintenance atau inspeksi terkait.
b. Dalam menilai jenis peralatan baru, pertimbangkan (dan biaya)
pelatihan dan dukungan logistik yang diperlukan.
c. Pastikan produk dalam kondisi baik dan memenuhi spesifikasi yang
diperlukan sebelum diterima.
d. Perhatikan instalasi dan set-up, pengaturannya.

224
Organisasi dan Pengembangan SDM

6.2 Kontraktor dan Manajemen Kontrak

Peradaban didasarkan pada spesialisasi dan spesialisasi melibatkan


pelimpahan pekerjaan kepada mereka yang berspesialisasi dalam jenis task
tertentu. Spesialisasi memungkinkan individu atau organisasi untuk
dilengkapi, dilatih, terampil, dan berpengalaman dalam berbagai task yang
dipilih, dan berpotensi untuk melaksanakan task-task tersebut secara efisien
dan relatif murah. Ini adalah alasan untuk melakukan alih daya atau
outsourcing. Pada saat yang sama, outsourcing memperkenalkan kegiatan
komunikasi, negosiasi, dan penetapan harga yang harus ditetapkan
berdasarkan keunggulan spesialisasi.

Outsourcing kegiatan maintenance dari utilitas dan perusahaan skala besar


telah terjadi pada skala besar dalam beberapa waktu terakhir. Hingga taraf
tertentu ini adalah masalah politik, karena perusahaan berskala besar punya
daya tawar dari organisasi pekerjanya. Namun, perhatian kita di sini adalah
terkait kepraktisan daripada sisi politik dari outsourcing.

Strategi peningkatan keamanan dan jumlah pasokan energi primer non BBM
dengan harga yang kompetitif tidak akan bisa tercapai kecuali Indonesia
Power memiliki kekokohan dalam pengelolaan kontrak.

Untuk mendukung tercapainya target kinerja operasi, yaitu keandalan,


ketersediaan dan efisiensi termal pembangkit serta untuk memenuhi
strategic mission Optimizing Cost Efficiency, serta dengan
mempertimbangkan struktur biaya tenaga listrik maka perlu dilakukan

225
Organisasi dan Pengembangan SDM

pengelolaan energi primer secara optimal. Untuk itu, Indonesia Power


memastikan ketersediaan energi primer melalui kontrak jangka panjang
dengan para Penyedia.

Selain memastikan ketersediaan dan kecukupan, Indonesia Power juga


mengupayakan diperolehnya energi primer dengan harga yang lebih
kompetitif sehingga harga kalor menjadi lebih rendah. Hal ini diharapkan
dapat berkontribusi dalam peningkatan merit order pembangkit sehingga
dapat mendukung sustainability pembangkit dalam jangka panjang.

6.2.1 Apa yang Bisa Di-outsource-kan

Alasan dasar untuk melakukan outsourcing pekerjaan adalah memberikan


layanan yang lebih murah dan/atau lebih baik daripada jika kita mencoba
melakukan pekerjaan sendiri. Selain biaya, bisa jadi juga tidak praktis bagi
kita untuk mencakup semua kegiatan pendukung yang diperlukan oleh bisnis
kita secara internal. Namun, kita perlu memastikan bahwa ada penghematan
biaya nyata yang didapat, bahwa ini ternyata tidak mengarah pada
kehilangan kualitas, dan bahwa ini tidak berdampak pada biaya yang pada
akhirnya lebih besar.

Kegiatan Non-core

Kegiatan yang diperlukan untuk menyediakan kapabilitas organisasi dapat


dibagi menjadi kegiatan inti dan non-inti. Misalnya, dalam menjalankan
pembangkit listrik, pengoperasian pembangkit listrik itu sendiri dan support
enjiniring langsung dapat dianggap sebagai inti, sedangkan kegiatan situs
seperti:
• pertamanan
• pembersihan
• keamanan

adalah non-inti. Kegiatan non-inti adalah kandidat yang siap untuk di-
outsourcing ke organisasi yang berspesialisasi dalam fungsi yang relevan, dan
yang cenderung mengambil kontrak serupa dengan berbagai organisasi yang
bisnis intinya dapat sangat bervariasi.

226
Organisasi dan Pengembangan SDM

Pemain Minor

Pengalihdayaan ini juga masuk akal untuk kegiatan teknis di mana organisasi
kita adalah pemain yang relatif kecil. Contohnya termasuk:
• Perbaikan motor listrik
• Analisis kondisi minyak
• Maintenance pemanas, ventilasi, dan pendingin udara

Sumber Daya Beban Puncak

Area umum lain untuk penggunaan sumber daya kontrak adalah dalam
memenuhi puncak aktivitas, seperti personel maintenance yang diperlukan
untuk pekerjaan shutdown.

6.2.2 Apa yang Bukan untuk Di-outsource -kan

Kegiatan Inti

Yang terbaik adalah tidak melakukan outsourcing kegiatan yang merupakan


pusat bisnis, atau di mana bisnis memiliki lebih banyak pengetahuan spesialis
daripada kontraktor potensial. Adalah penting untuk memastikan bahwa
calon kontraktor betul-betul mengetahui bisnis yang mereka ajukan
penawaran atasnya.

Dampak pada Banyak Pelanggan

Bidang lain di mana perusahaan harus berhati-hati tentang outsourcing


adalah untuk fungsi yang berdampak pada banyak pelanggan. yang terbaik
adalah terus mencermati kegiatan ini dan untuk dapat mengambil umpan
balik dan merespons masalahnya secara efektif dan cepat.

Area Permasalahan

Yang terbaik adalah tidak melakukan outsourcing kegiatan yang saat ini
menyebabkan permasalahan. Selesaikan masalahnya dulu secara in-house
dan kemudian pertimbangkan outsourcing setelah solusi kerja yang

227
Organisasi dan Pengembangan SDM

memuaskan sudah ditemukan. Atau, jika hal ini tidak memungkinkan,


lakukan outsourcing aktivitas pemecahan masalah sendiri dan
pertimbangkan posisi kita setelah solusi yang terbukti telah ditemukan.

6.2.3 Manfaat Outsourcing

Bisa Berkonsentrasi pada Bisnis Inti

Konsentrasi pada bisnis inti akan menguntungkan organisasi, memberikan


fokus yang lebih besar pada kegiatan-kegiatan penting dan menghasilkan
lebih sedikit karyawan langsung, lebih sedikit kegiatan tambahan, dan lebih
sedikit hari ulang tahun untuk dirayakan.

Memperbaiki Ketidakseimbangan Tenaga Kerja

Alih daya dapat memberikan peluang untuk memperbaiki


ketidakseimbangan dalam angkatan kerja. Organisasi bisa jadi telah
merekrut pekerja di masa lalu yang jumlah, keterampilan, dan fleksibilitasnya
tidak sesuai dengan persyaratan saat ini. Pengalihdayaan memberikan
kesempatan untuk meninjau posisi tenaga kerja dari basis nol. Selanjutnya,
ini akan memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam memenuhi
kebutuhan lingkungan bisnis yang berubah.

Dari sudut pandang pekerja, alih daya dapat berarti hilangnya pekerjaan.
Tetapi banyak pekerja mendapat manfaat dari mengejar kegiatan baru, dan
beberapa menemukan pekerjaan terkait dengan task asli mereka, tetapi atas
dasar itu, mengingat peningkatan fleksibilitas yang terlibat, memberikan
manfaat bagi mereka dan juga bagi majikan asli mereka.

Mengurangi Biaya Tetap

Outsourcing juga dapat memiliki manfaat memindahkan biaya tetap menjadi


biaya variabel. Misalnya, maintenance dan peralatan pendukung, sekarang
disediakan oleh kontraktor sebagai biaya operasi kepada agen outsourcing.
Menjaga peralatan ini tetap mutakhir sekarang menjadi masalah bagi
kontraktor, tetapi karena ini adalah bagian dari bisnis utama kontraktor,

228
Organisasi dan Pengembangan SDM

peralatan ini kemungkinan akan dikelola dengan baik dan memberikan


economies of scale.

Meninjau Praktik dan Sumber Daya Maintenance

Di bidang maintenance, outsourcing menyediakan peluang untuk meninjau


dan memperbarui praktik maintenance. Formalisasi kontrak dapat membuat
task dan tanggung jawab definisi yang lebih jelas. Kontraktor, yang
kemungkinan memiliki tanggung jawab di berbagai plant, dapat membawa
penghematan - economies of scale - di seluruh fungsi maintenance. Secara
paradoks, seorang manajer aset kadang-kadang lebih mudah untuk
mendapatkan kinerja yang baik dari kontraktor, yang tasknya didefinisikan
dengan baik dan yang kinerjanya berada di bawah pengawasan rutin,
daripada mendapatkan kinerja yang sama dari grup internal.

6.2.4 Seputar Kontrak

Di dalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian


kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah “Kaidah/
aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antar para pihak
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum untuk
melaksanakan suatu prestasi/obyek perjanjian”. Pengaturan umum tentang
kontrak diatur dalam KUHPerdata buku III.

229
Organisasi dan Pengembangan SDM

Pengadaan Barang/ jasa antara antara perorangan/ badan hukum dengan


perorangan/badan hukum, diatur secara umum dalam KUH Perdata, tetapi
tidak diatur secara khusus. Dalam hal terjadi kesepakatan antara para pihak
untuk melakukan pengadaan barang/ jasa, harus sesuai dengan persyaratan
perjanjian sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian/kontrak dapat


dikemukakan sebagai berikut:

1. Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni
tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-
kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan,
traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis
adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam
masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya.
Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.

2. Subjek hukum

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan


sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek
hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah
orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.

3. Adanya Prestasi

Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu
prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut: memberikan
sesuatu; berbuat sesuatu; tidak berbuat sesuatu.

4. Kata sepakat

Di dalam Pasal 1320 KUHPer ditentukan empat syarat sahnya perjanjian


seperti dimaksud di atas, dimana salah satunya adalah kata sepakat
(konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara
para pihak.

230
Organisasi dan Pengembangan SDM

5. Akibat hukum

Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat
hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Pengertian
perjanjian sebagai kesepakatan yang dibuat oleh para pihak mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat. Adapun pengertian kontrak tidak disebut
secara tegas dalam literatur hukum. Kontrak lebih merupakan istilah yang
digunakan dalam perikatan-perikatan bisnis disamping MoU dan LoI, yang
pemakaian istilahnya bersifat khusus untuk perikatan bisnis. Kontrak yang
dibuat dalam hubungan bisnis memiliki sifat yang tidak berbeda dengan
perjanjian, yaitu ikatan yang memiliki akibat hukum.

6.2.5 Jenis Kontrak Secara Umum

Buruh Saja
Buruh dipekerjakan dan bekerja sesuai arahan staf in-house.

Waktu dan Material


Waktu yang diperlukan dan material yang digunakan dicatat dan dibayar
dengan harga yang disepakati. Kontraktor tidak memiliki motivasi khusus
untuk bersikap ekonomis, tetapi ini tidak berarti bahwa ia akan boros.

Survei dan Quote


Kontraktor memperkirakan pekerjaan yang diperlukan dan kemudian meng-
quote harga untuk melakukannya. Akan ada pemeriksaan oleh pakar teknis
atas nama agen outsourcing. Seringkali kontraktor yang sama kemudian
melanjutkan untuk melaksanakan pekerjaan.

Paket Kerja
Tenaga kerja, alat, dan suku cadang disediakan untuk melakukan pekerjaan
yang ditentukan. Contoh: Kontrak bangunan; Inspeksi dan maintenance rutin
sistem safety kebakaran.

Lump Sum
Kontraktor setuju untuk memelihara sistem sebagai imbalan atas jumlah
uang yang disepakati. Rincian kebijakan maintenance diserahkan kepada
kontraktor. Standar tingkat layanannya didefinisikan.

231
Organisasi dan Pengembangan SDM

Berbasis Kinerja
Mirip dengan Lump Sum kecuali bahwa pembayaran disesuaikan (naik atau
turun) sesuai dengan standar kinerja yang disepakati, seperti:
• Availability plant,
• Waktu respons terhadap kegagalan,
• Kemampuan patuh jadwal, dan
• Turnaround untuk rotable.
Ini cocok untuk situasi di mana kriteria kinerjanya dapat dengan mudah
ditentukan. Ini umumnya adalah jenis kontrak yang disukai untuk situasi
operasional.

Aliansi
Pemilik proyek dan kontraktor bekerja secara terpadu untuk mencapai hasil
target. Jenis kontrak ini bisa jadi diperlukan untuk proyek yang melibatkan
pengembangan teknologi dan/atau integrasi sistem. Agen outsourcing dan
kontraktor penting untuk menyepakati:
• Hasil target proyek,
• Insentif komersial, dan
• Hak kekayaan intelektual.
Konflik dapat dengan mudah muncul dalam bidang-bidang ini dan diperlukan
itikad baik kooperatif untuk mencapai keberhasilan. Risikonya cenderung
kembali ke pihak yang melakukan outsource — berhati-hatilah dengan ini.

Fitur Kontrak

Beberapa fitur umum dari kontrak outsourcing adalah sebagai berikut:


 Kriteria kinerja
 Level layanan
 Insentif, bonus untuk kinerja yang baik, dan penalti untuk kinerja
yang buruk
 Availability peralatan atau layanan berdasarkan waktu dan durasi
 Keamanan
 Hak akses
 Peningkatan berkelanjutan — dan bermitra untuk improvement:
 Kepemilikan kekayaan intelektual
 Asuransi
 Opsi pemutusan kontrak, prosedur, dan serah terima
 Kepemilikan peralatan yang digunakan

232
Organisasi dan Pengembangan SDM

 Kontraktor utama tetap bertanggung jawab atas subkontraktor,


namun, kewajiban kesehatan dan safety tidak dapat dikontrakkan.

Kontrak harus memungkinkan kontraktor mencukupi dana untuk meng-


cover biaya, memberikan keuntungan yang wajar, dan memungkinkan untuk
kontinjensi. Sifat dan jangkauan layanannya harus didefinisikan dengan baik,
dan juga tingkat kinerjanya.

Pertimbangkan kontrak untuk memotong rumput dan memangkas tepian


tanaman. Tingkat kinerjanya harus menyatakan seberapa tinggi rumput
dalam rentang wilayah! Pilihan frekuensi memotong adalah menjadi urusan
si kontraktor, asalkan kisaran ketinggian potongnya bisa dipertahankan, dan
dapat bervariasi sesuai cuaca. Beberapa detail lebih jauh perlu disusun,
misalnya, siapa yang bertanggung jawab untuk membersihkan halaman dari
sampah, dan aturan apa yang mengatur pembuangan sampah di wilayah itu.

Masalah tanggap darurat dicakup dalam beberapa kontrak. Faktor-faktor


yang harus dipertimbangkan termasuk yang berikut:
 berbagai situasi yang akan dibahas, definisi keadaan darurat,
 periode yang dicakup,
 sifat respons,
 waktu untuk merespons,
 aturan biaya yang dapat diterima untuk menangani keadaan
darurat, dan
 perkecualiannya

Batasan Risiko pada Outsourcing

• Kontraktor harus memiliki keterampilan dan kompetensi


manajemen yang diperlukan.
• Mengatasi sumber masalah potensial pada tahap kontrak.
• Bersiaplah untuk tetap dengan solusi yang bersifat in-sourced, atau
kembali ke in-sourcing jika perlu, terutama untuk mencakup task-
task yang mendesak, mesin kritikal, atau layanan kritikal.
• Jaga hubungan dengan karyawan yang terpengaruh.
• Gunakan lebih dari satu kontraktor.
• Pertahankan kontrak dengan panjang yang sedang.
• Gunakan kontrak berbasis kinerja.

233
Organisasi dan Pengembangan SDM

• Jadikan kontrak memungkinkan organisasi untuk bereaksi terhadap


keadaan darurat dengan mendanai lembur, sumber daya
tambahan, atau arahan sumber daya khusus terhadap keadaan
darurat yang ada.
• Kontraktor utama bertanggung jawab atas subkontraktornya.
Namun, ketika masalah terjadi, kontraktor masih akan menyalahkan
subkontraktor. Maka dianjurkan untuk melibatkan subkontraktor
dalam rapat dan memastikan bahwa pendapat mereka betul-betul
didengar dan bahwa mereka adalah pihak yang menerima semua
informasi yang diperlukan, tanpa membiarkan kontraktor utamanya
melewatkan risiko.
• Buat dan pertahankan kekuatan in-house dalam hal:
o Teknisi yang sangat terampil — dengan jumlah minimal
dan lalu menjaganya
o Manajemen Aset
o Spesialis dalam hal teknis
o Negosiator kontrak
o Manajer kontrak dan auditor kinerja
o Sumber daya dukungan pelanggan
• Diperlukan perencanaan suksesi untuk semua hal di atas
• Kita usahakan kontraktor bisa mendapatkan untung yang masuk
akal, kalau tidak dia akan gulung tikar dan kita jadi direpotkan dalam
mengurus masalah yang timbul darinya.

234
Organisasi dan Pengembangan SDM

6.2.6 Poin Penting pada Perancangan Kontrak

Pada dasarnya kontrak yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-
undang yang membuatnya. Oleh karena itu, untuk merancang suatu kontrak
diperlukan ketelitian dan kecermatan dari para pihak, baik pihak kreditur
maupun debitur, pihak investor maupun pihak yang bersangkutan,
perancang kontrak maupun notaris.

Namun dalam kenyataannya, dalam pembuatan kontrak tidak ditentukan


format tertentu karena dalam undang-undang tidak ada yang mengaturnya
secara tegas. Kontrak yang dibuat secara tertulis yang memang telah
diperintahkan berdasarkan undang-undang dengan ancaman bahwa kontrak
tersebut tidak mengikat jika tidak dibuat secara tertulis, atau biasa disebut
dengan perjanjian formal, biasanya sudah ada format tertentu yang telah
disiapkan oleh notaris kalau kontrak tersebut harus dibuat dalam bentuk akta
notaris. Tetapi perjanjian tersebut bukan merupakan perjanjian formal,
dalam arti tidak diwajibkan oleh undang-undang untuk dibuat secara tertulis,
kontrak semacam inilah yang biasanya dirundingkan secara langsung oleh
para pihak. Namun ada pula yang dibuat dalam bentuk perjanjian kontrak
atau kontrak standar.

Karena tidak ada ketentuan undang-undang yang mengatur tentang format


kontrak maka dalam membuat kontrak, hal yang paling penting yang harus
diperhatikan oleh para pihak adalah syarat sahnya perjanjian sebagaimana
diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yang pada intinya mengatur tentang:

235
Organisasi dan Pengembangan SDM

1. Kesepakatan para pihak,


2. Kecakapan (termasuk juga kewenangan) para pihak;
3. Hal atau objek tertentu; dan
4. Kausa atau sebab yang halal.
5. Selain syarat sahnya perjanjian, hal yang penting yang harus diperhatikan
oleh para pihak adalah unsur-unsur perjanjian, yakni unsur esensialia,
unsur aksidentalia, dan unsur naturalia.
6. Unsur esensialia; dalam perjanjian ini sangat terkait dengan syarat hal
tertentu dalam perjanjian, karena unsur esensialia merupakan unsur
pokok yang harus ada dalam suatu perjanjian. Misalnya unsur pokok
dalam perjanjian jual beli adalah adanya barang yang sudah ditentukan
atau dapat ditentukan dan adanya harga barang. Sedangkan klausul-
klausul lainnya yang bukan merupakan hal pokok dalam kontrak itulah
yang disebut unsur aksidentalia.
7. Unsur aksidentalia; biasanya baru akan ada jika diperjanjikan oleh para
pihak, termasuk di dalamnya cara pembayaran, tempat pembayaran,
tempat dan cara penyerahan, dan lain-lain. Apabila tidak dicantumkan
oleh para pihak, pengaturannya diatur dalam undang-undang yang biasa
disebut unsur naturalia.
8. Unsur naturalia; merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam
perjanjian, dalam arti apabila para pihak tidak mengaturnya, maka
pengaturannya diatur dalam undang-undang.

Dalam sumber lain disebutkan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan


oleh para pihak yang akan mengadakan dan membuat kontrak adalah:

1) Kemampuan hukum para pihak


Kemampuan para pihak yaitu kesapakatan dan kemampuan para pihak
untuk mengadakan dan membuat kontrak. Dalam KUHPerdata ditentukan
bahwa orang yang bercakap atau mampu untuk melawan hukum adalah
orang yang telah dewasa, yakni mereka yang telah berumur 21 tahun atau
pernah menikah. Orang di bawah umur atau di bawah pengampuan tidak
wenang membuat kontrak, sehingga apabila mereka membuat dan
menandatangani kontrak dengan orang yang sudah dewasa maka kontrak
tersebut dapat memintakan pembatalan kepada pengadilan.

236
Organisasi dan Pengembangan SDM

2) Perpajakan
Pada dasarnya di dalam setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak
mengandung kewajiban untuk membayar pajak pada negara, baik itu PPh,
BPHTB, dan bea materai. Pengenaan pajak ini disesuaikan dengan objek
kontrak.

3) Alas hak yang sah


Yang dimaksud dengan alas hak adalah peristiwa hukum yang merupakan
dasar penyerahan barang, seperti tukar menukar, jual beli, dan
sebagainya. Alas hak yang sah ini berkaitan dengan cara seseorang
memperoleh atau menguasai suatu benda dengan cara yang sah. Sehingga
sebelum disetujui kontrak para pihak harus memperhatikan objek
kontraknya, apakah objek kontrak tersebut milik yang sah dari para pihak
atau tidak.

4) Masalah keagrariaan
Perancang kontrak juga harus memperhatikan masalah-masalah yang
berkenaan dengan hukum agraria, apabila objek kontrak atau perjanjian
berupa tanah atau semacamnya.

5) Pilihan hukum
Dalam suatu kontrak yang berlaku secara internasional, pilihan hukum
menjadi sangat penting dalam perancangan kontrak. Pilihan hukum ini
berkaitan dengan hukum apakah yang akan digunakan. Apabila terjadi
sengketa antara para pihak.

6) Penyelesaian sengketa
Perjanjian tidak selalu dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh
karena itu, dalam setiap kontrak perlu dimasukkan klausul mengenai
sengketa apabila salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi).

7) Pengakhiran kontrak
Dalam Pasal 1266 KUHPerdata ditentukan bahwa: “Tiap-tiap pihak yang
akan mengakhiri kontrak harus dengan keputusan pengadilan yang
mempunyai yurisdiksi atas kontrak.” Ketentuan ini bertujuan melindungi
pihak yang lemah.

237
Organisasi dan Pengembangan SDM

8) Bentuk perjanjian standar


Perjanjian standar atau biasa disebut dengan standard contract adalah
perjanjian yang ditentukan oleh satu pihak dan dituangkan dalam bentuk
formulir.

6.2.7 Etika Dalam Pengadaan Barang/Jasa

Secara umum, seluruh pihak yang mengikuti kegiatan pengadaan barang/


jasa secara elektronik (e-Procurement) di PT. Indonesia Power dan tunduk
pada peraturan‐peraturan di lingkungan PT. Indonesia Power serta peraturan
perundang‐undangan yang berlaku. Penyedia menyatakan komitmennya
untuk tidak akan melakukan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
dengan oknum karyawan PT. Indonesia Power atau sesama Penyedia dalam
proses pengadaan barang / jasa di lingkungan Indonesia Power. Dalam
prosesnya, para penyedia barang/jasa bagi Indonesia Power diharuskan
untuk menyampaikan informasi yang benar dan dapat dipertanggung-
jawabkan serta melaksanakan tugas secara bersih, transparan, dan
profesional dalam arti akan mengerahkan segala kemampuan dan sumber
daya secara optimal untuk memberikan hasil kerja terbaik mulai dari
penyiapan penawaran, pelaksanaan, dan penyelesaian pekerjaan/
pengiriman barang;

Hubungan Indonesia Power dengan Penyedia didasarkan pada prinsip-


prinsip praktik usaha yang sah, efisien dan wajar (fair) sesuai dengan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance (GCG). Untuk itu, sebagai bentuk
komitmen penerapan GCG dalam pengadaan barang dan jasa, Indonesia
Power mewajibkan Penyedia untuk menandatangani Pakta Integritas dalam

238
Organisasi dan Pengembangan SDM

kaitannya dengan pengadaan barang dan jasa. Hal ini ditujukan agar seluruh
proses bisnis dan operasional dapat berjalan secara obyektif dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Proses pengambilan keputusan dilakukan
dengan obyektif, menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh
stakeholder manapun, dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak.

Pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa harus


mematuhi etika sebagai berikut:

1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk


mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya sasaran
Pengadaan Barang/Jasa;
2. Bekerja secara profesional dengan menjunjung tinggi kejujuran,
kemandirian dan menjaga informasi yang bersifat rahasia;
3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang
berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;
4. Bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai
dengan kewenangannya;
5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan
(conflict of interest) para pihak yang terkait, baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa;
6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran
Keuangan Perusahaan;
7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau
kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain
yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Perusahaan; dan
8. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk
memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa
saja kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan
dengan Pengadaan Barang/Jasa.

239
Organisasi dan Pengembangan SDM

6.3 Pengembangan SDM

6.3.1 Tantangan Penguatan SDM Indonesia Power

Tumbuhnya pembangkit-pembangkit baru, baik milik PLN maupun swasta


merupakan peluang bagi Indonesia Power untuk mengembangkan bisnis jasa
O&M. Bahkan dalam jangka panjang, ketika supply listrik telah terpenuhi
seluruhnya, maka bisnis yang tetap akan berjalan adalah bisnis Jasa O&M.
Sebagai Perusahaan yang memiliki pengalaman dalam mengoperasikan
pembangkit, hal ini sangat menunjang dalam pengembangan bisnis
Indonesia Power ke arah bisnis O&M. Ke depan, Perusahaan akan menyasar
proyek-proyek pemeliharaan yang padat teknologi, baik di dalam maupun
luar negeri. Sedangkan untuk layanan jasa operasi dan pemeliharaan akan
dilakukan dengan memaksimalkan peran anak perusahaan. Selain itu, untuk
menangkap peluang bisnis lainnya, Indonesia Power juga akan
mengembangkan bisnis Maintenance, Repair dan Overhaul (MRO) serta
Power Generation Technical Services yang memanfaatkan O&M expertise.
Pengembangan bisnis MRO ini akan dilakukan melalui joint operation,
penyertaan atau akuisisi perusahaan jasa repair shop.

Ini semua sangat membutuhkan keberadaan SDM yang memiliki kompetensi


memadai. Untuk ini, maka Indonesia Power membidik penguatan kapabilitas
organisasi melalui Human capital Excellence (HCE) yang digambarkan dengan
tiga indikator, yaitu: kesiapan sumber daya manusia (Human capital

240
Organisasi dan Pengembangan SDM

Readiness atau HCR), kesiapan organisasi (Organization Capital Readiness


atau OCR), dan produktivitas pegawai.

Strategi ini sangat dibutuhkan sebagai pendukung utama dalam menjalankan


strategi lainnya. HCR menunjukkan kecukupan jumlah, komposisi dan
kompetensi/keahlian/ spesialisasi sumber daya manusia untuk menjalankan
proses bisnis yang kritikal terhadap keberhasilan strategi, sedangkan OCR
menunjukkan kemampuan organisasi dalam menggerakkan dan
mempertahankan perubahan yang dibutuhkan untuk menjalankan strategi
Perusahaan. Sebagai representasi dari pengelolaan human capital yang baik,
strategi ini diukur melalui pencapaian produktivitas pegawai.

Indonesia Power meyakini bahwa SDM yang andal dan mumpuni mampu
memberikan kontribusi penting bagi kesinambungan dan perjalanan bisnis
Perusahaan ke depan. Keyakinan tersebut berdasarkan pada pandangan
bahwa SDM yang memiliki kapasitas yang baik merupakan kunci bagi
keberhasilan Perusahaan untuk mewujudkan visi dan misi, rencana jangka
panjang, serta kinerja yang berkelanjutan. Karena itu, manajemen Indonesia
Power memberi perhatian yang sangat besar terhadap pengelolaan dan
pengembangan kompetensi karyawan agar mampu bersaing di tengah
kompetisi bisnis yang semakin ketat. Perhatian pada SDM tersebut dimulai
sejak rekrutmen, pengelolaan, hingga usai pengabdian.

Untuk mendapatkan pegawai yang memiliki kualifikasi baik (qualified),


Indonesia Power menggelar proses rekrutmen yang dilakukan secara
terbuka. dengan cara tersebut, Indonesia Power dapat menyeleksi calon-
calon pegawai yang tepat untuk mengisi fungsi-fungsi yang dibutuhkan
sampai dengan proses diklat persiapan atau yang disebut on the job training
(OJT).

Untuk meningkatkan daya saing dan menjalankan misi Perusahaan, maka


dilakukanlah penguatan atas kompetensi inti yang dimiliki saat ini dan
pengembangan kompetensi inti ke depan sebagaimana yang dinyatakan
Perusahaan yaitu Operasi dan Pemeliharaan Pembangkit dan Pengembangan
Pembangkit. Kompetensi inti tersebut meliputi tata kelola pembangkit
(metode), tools, maupun knowledge.

241
Organisasi dan Pengembangan SDM

Gambar 64 Peresmian IP Academy berbasis digital: Virtual Classroom, Virtual Reality,


Gamification, Micro Learning, dan REOC Simulator

Kompetensi adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan


keterampilan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sistem manajemen aset
harus menetapkan persyaratan kompetensi untuk personel yang terlibat
dalam manajemen aset. Persyaratan kompetensi akan berdampak pada
perekrutan, pelatihan, dan promosi orang di bidang manajemen aset.

Manajemen aset membutuhkan kompetensi yang sesuai dengan persyaratan


untuk pengetahuan, keterampilan, pengalaman, perilaku, sikap, dan atribut
yang terkait dengan manajemen aset. Rentang pengetahuan yang diperlukan
akan melibatkan pemahaman tentang bidang teknis bisnis, kebutuhan
komersial bisnis, rangkaian teknik manajemen aset yang relevan,
keterampilan dalam menyatukan rencana dan proyek, dan dalam menyajikan
pandangan yang seimbang dari semua aspek suatu masalah sebagai dasar
untuk pengembangan kasus bisnis dan pengambilan keputusan. Kemampuan
untuk bekerja dalam tim dan untuk berbagi, membentuk, dan
mengintegrasikan pendapat dengan logika dan data objektif adalah penting.

Anggota kelompok manajemen aset umumnya akan diambil dari bidang


teknis, operasional, dan layanan dan akan menjadi orang-orang dengan

242
Organisasi dan Pengembangan SDM

pengalaman dan kompetensi substansial dalam peran mereka sebelumnya.


Anggota dalam peran spesialis seperti keuangan, hukum, dan teknik akan
menggabungkan pengetahuan spesialis mereka dengan landasan
menyeluruh dalam lingkungan teknis dan operasional organisasi.

Secara umum, strategi Indonesia Power untuk meningkatkan kompetensi


pegawai adalah:
 Mengembangkan program Agen Perubahan sebagai pemimpin yang
mendorong dan memfasilitasi proses transformasi yang
dilaksanakan Indonesia Power terutama untuk tata kelola
perusahaan yang baik;
 Program rekrutmen pendidikan, pelatihan dan sertifikasi untuk
memenuhi kebutuhan pegawai yang terampil dan memiliki keahlian
yang terampil dan memiliki keahlian Evaluasi keterikatan pegawai
dengan Survei Human Resource Satisfaction & Engagement sebagai
dasar untuk mengembangkan pegawai termasuk di dalamnya
tentang kepemimpinan dan tata kelola perusahaan yang baik;
 Memiliki tenaga-tenaga ahli yang kompeten untuk mendukung
Perusahaan dalam membangun O&M Excellence dan Bussiness
Development Excellence yang tergabung dalam Community of
Expertise (Comet-IP) dengan adanya sertifikasi expertise dari Level 4
sampai 8.

6.3.2 Kompetensi Manajemen Aset pada ISO 55001

ISO 55001 berisi persyaratan bagi organisasi untuk memastikan bahwa


mereka:
▪ Memahami kompetensi yang diperlukan dari individu yang terlibat
dalam mengelola aset dan secara berkala meninjau dan
memperbaruinya
▪ Pastikan bahwa individu-individu tersebut memiliki kompetensi
yang diperlukan
▪ Memahami setiap kesenjangan kompetensi yang ada, dan memiliki
rencana dan proses untuk menjembatani kesenjangan tersebut, dan
▪ Menyimpan catatan yang memadai untuk menunjukkan bahwa
kompetensi yang diperlukan telah dimiliki.

243
Organisasi dan Pengembangan SDM

Ini adalah persyaratan yang cukup umum, dan tidak memberikan banyak
panduan tentang bagaimana cara memastikan bahwa ini telah terpenuhi.

Kita akan mengisi celah itu melalui kerangka kerja berikut yang bisa
memberikan panduan mengenai kompetensi yang dibutuhkan.

Gambar 65 Kerangka kompetensi pada ISO 55001

Langkah-langkah kunci dalam setiap proses ini harus dipetakan


menggunakan teknik pemetaan proses bisnis standar, dan untuk setiap
langkah ini, harus ditentukan siapa yang bertanggung jawab (Responsible)
untuk melakukan kegiatan, siapa yang bertanggung jawab (Accountable)
untuk memastikan bahwa hal itu dilakukan, siapa yang perlu dikonsultasikan
(Consulted) sebagai bagian dari kegiatan, dan siapa yang harus diberitahu
(Informed) atas hasilnya. Ini biasanya dilakukan dalam grafik RACI.
Melakukan hal ini kemudian akan memungkinkan kita untuk
menggabungkan semua aktivitas Manajemen Aset yang dilakukan oleh
setiap peran atau posisi, yang kemudian memudahkan kita dalam
mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan oleh masing-masing peran
agar berhasil dalam melakukan aktivitas itu.

244
Organisasi dan Pengembangan SDM

Apa Kompetensi Manajemen Aset


yang Diperlukan?

Jika kita mencari titik awal untuk membantu kita mengidentifikasi


kompetensi yang diperlukan untuk setiap peran, ada dua sumber yang
mungkin. yang pertama adalah Kerangka Kompetensi Institute of Asset
Management (IAM). Awalnya dikembangkan untuk menyelaraskan dengan
persyaratan PAS 55, kerangka ini diperbarui setelah rilis ISO 55001: 2014
untuk memastikan bahwa kerangkanya sudah sejalan dengan terminologi
yang terkandung dalam dokumen itu.

Kerangka kerja ini didasarkan pada sekitar tujuh "peran" Manajemen Aset
kunci, khususnya:
1. Pengembangan kebijakan
2. Pengembangan strategi
3. Perencanaan manajemen aset
4. Penerapan rencana manajemen aset
5. Pengembangan kapabilitas manajemen aset
6. Manajemen risiko dan peningkatan kinerja
7. Manajemen pengetahuan aset

Kerangka kerja ini kemudian menetapkan satu atau lebih "unit kompetensi"
untuk setiap peran. Ada 27 unit kompetensi secara total, dan ini memiliki
judul seperti:
▪ Kembangkan strategi AM
▪ Buat dan akuisisi aset
▪ Dll.

Masing-masing unit kompetensi ini kemudian dipecah menjadi 153 elemen


kompetensi yang memberikan panduan lebih rinci, dan memiliki judul
seperti:
• Kembangkan strategi kunci untuk keseluruhan sistem, portofolio
aset, dan/atau kelompok aset yang mendukung tujuan dan sasaran
strategis
• Kembangkan spesifikasi desain (aset) untuk mencapai persyaratan
pelanggan, bisnis, dan life cycle yang optimal

245
Organisasi dan Pengembangan SDM

Karena persyaratan kompetensi IAM ini masih cukup umum (dan, sampai
batas tertentu demikian juga kompetensi Council AM), maka penting juga
untuk mengidentifikasi elemen-elemen kompetensi lain yang bisa jadi
spesifik untuk industri atau organisasi kita dan memastikan bahwa ini juga
terdaftar. Beberapa elemen kompetensi ini bisa jadi diperlukan untuk
memastikan kepatuhan dengan undang-undang atau peraturan yang
diberlakukan secara eksternal. Sebagai contoh di banyak industri, posisi
tertentu memegang peran wajib hukum dan petahana mereka diharuskan
memiliki kualifikasi tertentu, telah memiliki pengalaman khusus dan/atau
telah lulus ujian khusus untuk memenuhi persyaratan hukum tersebut.

Selain itu, kita dapat memilih untuk menentukan tingkat kompetensi yang
diperlukan untuk setiap peran dalam organisasi kita. Tingkatan kompetensi
setiap elemen peran diilustrasikan di bawah ini:

Gambar 66 Gambaran kompetensi untuk setiap elemen peran

Misalnya dalam kaitannya dengan pengembangan rencana Manajemen Aset,


untuk beberapa peran, semua yang diperlukan adalah bahwa mereka
memiliki pemahaman dasar tentang apa yang diperlukan dalam Rencana
Manajemen Aset dan apa yang digunakan untuk Rencana Manajemen Aset
sehingga mereka dapat mengontribusikan informasi yang berarti untuk
dimasukkan dalam rencana itu. Peran lain haruslah Kompeten sehingga

246
Organisasi dan Pengembangan SDM

mereka dapat mengembangkan rencana, sementara yang lain harus Mahir


atau Pakar agar mereka dapat memodifikasi dan memperbaiki templat yang
digunakan untuk mendokumentasikan Rencana Manajemen Aset.

Jadi kita dapat melihat bahwa mengembangkan pandangan komprehensif


dari semua kompetensi yang diperlukan untuk Manajemen Aset yang efektif
tidaklah selalu merupakan task yang sederhana atau langsung. Pada titik ini,
kita bahkan bisa jadi mempertimbangkan bahwa ini akan menjadi task yang
sangat kompleks dan memakan waktu. Tapi ini tidak perlu menjadi masalah.
Seperti halnya semua keputusan yang berkaitan dengan Manajemen Aset,
dalam menentukan ruang lingkup dan tingkat detail yang terkait dengan
pemetaan kompetensi untuk peran, kita harus mempertimbangkan:

▪ Risiko - apa risiko terhadap bisnis jika peran/posisi/kegiatan


tertentu dilakukan oleh orang yang tidak kompeten? Fokuslah pada
pendefinisian kompetensi yang dibutuhkan untuk peran dan
aktivitas yang mewakili tingkat risiko terbesar.
▪ Manfaat - apa manfaat potensial bagi bisnis jika
peran/posisi/kegiatan tertentu dilakukan oleh orang-orang yang
sangat kompeten? Fokuslah pada pendefinisian kompetensi yang
dibutuhkan untuk peran dan aktivitas yang dapat memberikan
peluang terbesar untuk keuntungan bisnis.
▪ Biaya - berapa lama waktu yang dibutuhkan dan berapa biayanya
untuk mengidentifikasi persyaratan kompetensi dan menilai tingkat
kompetensi saat ini untuk peran/posisi/kegiatan ini. Lakukan
pekerjaan ini hanya jika risiko dan/atau manfaat lebih besar
daripada biayanya.

Namun, terlepas dari tingkat detail yang kita tuju dalam memetakan peran
hingga kompetensi, kita harus dapat memberi justifikasi mengapa kita
memilih untuk menuju ke tingkatan detail dalam hal tiga pertimbangan di
atas.

Mengidentifikasi dan memetakan kompetensi adalah task yang banyak


dikenal oleh para profesional Pembelajaran (Learning) dan Pengembangan
(Development), dan kemungkinan mereka akan memimpin dalam bidang ini
dalam organisasi. Namun, mereka kemungkinan besar akan membutuhkan
bantuan dari para profesional Manajemen Aset yang terampil dan

247
Organisasi dan Pengembangan SDM

berkualifikasi untuk memastikan bahwa semua kompetensi Manajemen Aset


yang diperlukan telah dicatat dan didokumentasikan dengan baik.

Namun, semua ini hanya memastikan bahwa kita memahami kompetensi


yang harus kita miliki di organisasi. Ini tidaklah membahas pertanyaan
tentang bagaimana kita menilai apakah kompetensi tersebut benar-benar
ada.

Menilai Kompetensi Manajemen Aset

Pada titik ini, adalah penting untuk memastikan bahwa kita memahami apa
yang dimaksud dengan istilah "kompetensi". Kompetensi dapat didefinisikan
sebagai "kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan sukses atau efisien".
dengan kata lain, kompetensi hanya dapat ditunjukkan dengan benar-benar
melakukan sesuatu. Menghadiri kursus dan memahami teori dan konsep
tidak selalu membuat kita kompeten - kita hanya kompeten ketika kita tahu
bagaimana caranya, dan dapat menunjukkan bahwa kita dapat, menerapkan
konsep dan prinsip ini dalam praktik nyata. Jadi menghadiri kursus dan lulus
ujian teoretis, meskipun itu mungkin merupakan prasyarat yang diperlukan
pada jalur menuju kompetensi, tapi tidak dengan sendirinya mengartikan
bahwa seseorang telah kompeten. Misalnya, hanya karena seseorang telah
lulus ujian teoretis untuk SIM, tidak berarti dia sudah tahu cara mengendarai
mobil.

248
Organisasi dan Pengembangan SDM

Kompetensi dapat dianggap memiliki empat dimensi berikut:


▪ Keterampilan Tugas - kapasitas untuk melakukan task dengan
standar yang disyaratkan;
▪ Keterampilan Manajemen Task - kemampuan untuk merencanakan
dan mengintegrasikan sejumlah task yang berbeda dan mencapai
hasil kerja;
▪ Keterampilan Manajemen Kontinjensi - kemampuan untuk
menanggapi penyimpangan, gangguan dan kejadian tak terduga
lainnya; dan
▪ Keterampilan Lingkungan Pekerjaan/Peran - kapasitas untuk
menangani tanggung jawab dan harapan lingkungan kerja,
termasuk bekerja dengan orang lain.

Karena itu, adalah penting ketika menilai kompetensi bahwa keempat


dimensi ini dinilai.

Dalam hal poin-poin pertama di atas, menunjukkan bahwa kompetensi


memerlukan pencapaian standar tolok ukur yang disepakati dalam
melakukan task. Karena itu, adalah penting agar standar ini
didokumentasikan, sejauh mungkin. Beberapa organisasi besar telah
menetapkan standar mereka sendiri untuk kinerja task tertentu. Dalam
kasus lain, kita bisa jadi perlu mengandalkan standar yang telah ditetapkan
sebagai bagian dari kursus pelatihan atau kualifikasi yang diakui. Sayangnya
standar kompetensi IAM tidak secara eksplisit menentukan tingkat kinerja
yang diharapkan.

Untuk menilai kompetensi, organisasi perlu mengumpulkan eviden dan


membuat penilaian apakah kompetensinya memang telah dicapai. Buktinya
dapat mengambil beberapa bentuk:
▪ Langsung, misalnya:
o Pengamatan kinerja di tempat kerja,
o Pertanyaan lisan
o Peragaan keterampilan khusus
▪ Tidak langsung, misalnya:
o Penyelesaian tes atau ujian tertulis
o Review/penilaian dari pekerjaan sebelumnya yang
dilakukan
o Pencapaian kualifikasi/sertifikasi yang diberikan secara
eksternal

249
Organisasi dan Pengembangan SDM

▪ Tambahan, misalnya:
o Referensi dari majikan sebelumnya
o Laporan dari Pengawas
o Buku harian/buku log kerja
o Contoh laporan atau buku kerja

Untuk memenuhi persyaratan ISO 55001, suatu organisasi perlu menentukan


apa dan berapa banyak bukti yang diperlukan untuk membuat penilaian.
Namun dalam membuat keputusan ini, kita harus mempertimbangkan
empat "aturan" eviden berikut (lihat halaman 24 Pedoman untuk menilai
kompetensi dalam VET)

Evidennya harus:
▪ Valid
o Ini terkait dengan unit kompetensi yang dinilai
o Ini mempertimbangkan keempat dimensi kompetensi
(yaitu keterampilan task, keterampilan manajemen task,
keterampilan manajemen kontingensi dan keterampilan
lingkungan kerja/peran yang dibahas di atas)
▪ Mencukupi
o Ini memberikan bukti yang cukup untuk dapat menilai
kompetensi secara memadai
▪ Terbaru
o Cukup baru untuk menunjukkan bahwa keterampilan dan
pengetahuannya masih dapat diterapkan
▪ Autentik
o Harus dibuktikan bahwa karya yang disodorkan sebagai
bukti adalah betul-betul milik individu bersangkutan

Setelah persyaratan eviden telah ditentukan, maka langkah selanjutnya


adalah mengembangkan dan melaksanakan rencana pengumpulan eviden
yang relevan, termasuk, jika diperlukan, penilaian kinerja pekerjaan di
tempat kerja.

250
Organisasi dan Pengembangan SDM

Mengidentifikasi dan Menjembatani Kesenjangan


Kompetensi Manajemen Aset

Setelah tingkat kompetensi Manajemen Aset saat ini telah diidentifikasi, ini
dapat dibandingkan dengan kompetensi dan tingkat kompetensi yang
diperlukan dari posisi tersebut. Tindakan yang tepat kemudian dapat
direncanakan dan diambil untuk menjembatani setiap kesenjangan yang
diidentifikasi. Ini biasanya akan dilakukan melalui proses Sumber Daya
Manusia standar untuk Perencanaan Pengembangan Pribadi, dan dapat
menggabungkan kombinasi kehadiran di pelatihan, penyampaian pelatihan
dan coaching satu-satu, atau kegiatan pengembangan pribadi lainnya.

Manajemen Kompetensi dan Sistem Perekaman

Akhirnya, untuk manajemen kompetensi yang efektif, harus manajemen


kompetensi dan sistem pencatatan ada untuk memastikan bahwa
kompetensi tenaga kerjanya telah memadai untuk memungkinkan organisasi
mencapai tujuan manajemen asetnya (dan keseluruhan tujuan organisasi).
Sistem ini harus mencakup proses untuk:

▪ Memastikan bahwa uraian posisinya up-to-date, dan bahwa peran


dan tanggung jawab untuk setiap posisi telah dijelaskan secara
akurat
▪ Memastikan bahwa kompetensi yang diperlukan untuk setiap
posisi/peran telah dijelaskan dan ditinjau serta diperbarui secara
berkala.
▪ Menilai/meng-assess tingkat kompetensi saat ini (sehubungan
dengan peran pekerjaan mereka) dari setiap individu yang terlibat
dengan Manajemen Aset
▪ Memastikan bahwa kompetensi yang saat ini dimiliki oleh semua
individu direkam secara akurat bersama dengan setiap pelatihan
yang diterima
▪ Perencanaan dan penyampaian program untuk menjembatani
kesenjangan yang diidentifikasi dalam kompetensi, termasuk
mengidentifikasi atau merancang dan merencanakan program
pendidikan, kursus pelatihan dan kegiatan pengembangan lainnya.
▪ Rekrutmen orang yang kompeten
▪ Perencanaan karier untuk individu kunci

251
Organisasi dan Pengembangan SDM

▪ Perencanaan suksesi untuk posisi/peran penting


▪ Secara berkala meninjau dan terus menguatkan semua elemen di
atas

6.4 Operator Asset Care

6.4.1 Mengapa Melatih Operator Tentang Maintenance

Di beberapa fasilitas, dampak potensial yang dimiliki departemen operasi


terhadap kesehatan peralatan plant diminimalkan, karena kurangnya
pemahaman tentang value tugas para operator. Misalnya, dalam beberapa
kasus, operator hanya ditunjuk sebagai "pemutar valve" atau "pembaca
meteran." Fasilitas yang tidak menegakkan program pelatihan ketat yang
mengharuskan operator untuk memahami secara menyeluruh aspek
peralatan yang menjadi task mereka, “chemistry” di balik apa yang mereka
lakukan dan bagaimana kekuatan eksternal dapat memengaruhi proses
fasilitas, akan berpotensi mengalami kegagalan dalam mengoptimalkan dan
memaksimalkan efisiensi. Akibatnya, kinerja keseluruhan plant akan terkena
dampak negatifnya. Di fasilitas itu, operator tidak didorong atau diminta
untuk memahami proses kompleks yang mereka ditugaskan atasnya untuk
menjaga dan mengendalikan peralatan atau aset. Praktik ini menghasilkan
inefisiensi proses, downtime dan risiko yang lebih tinggi untuk masalah
safety.

252
Organisasi dan Pengembangan SDM

Departemen operasi harus memastikan bahwa personel mereka telah dilatih


untuk memecahkan masalah dengan cepat dan memperbaiki masalahnya
sebelum jadi lepas kendali. Misalnya, jika suatu masalah mengharuskan
operator untuk “memanggil” orang lain untuk memulai task korektif,
kemungkinan resolusi cepatnya tipis jika operatornya tidak dilatih atau
dipandu untuk dapat dengan cepat mengidentifikasi situasi ini, dan
melakukan tindakan yang efektif dan tepat waktu

Meskipun beberapa kegiatan maintenance memerlukan pelatihan ruang


kelas formal, banyak task rutin yang dapat diajarkan kepada operator
peralatan secara internal menggunakan manual instruksi plant dan para
subject-matter expert secara in-house. Operator maintenance seringkali
menjadi sumber daya yang kurang dimanfaatkan untuk operator lintas-
pelatihan, dan pelatihan di tempat kerja (atau OTJ) adalah metode transfer
pengetahuan terbaik.

Operator plant memainkan peran penting dalam fasilitas proses produksi.


Anggota tim ini mengawasi peralatan, aset, dan personel yang diperlukan
untuk menjalankan fasilitas kimia, petrokimia atau penyulingan yang sukses.
Operator memelihara dan mencatat pembacaan dan pengukuran
instrumentasi kontrol peralatan dan instrumentasi untuk memastikan
tingkat kinerja dan produksi yang optimal, sementara juga menjadwalkan
dan mengoordinasikan upaya maintenance yang diperlukan. Pada akhirnya,
tujuan operator adalah untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan
keamanan produk instalasi, sambil mematuhi persyaratan peraturan yang
berlaku.

Mengenali dampak dari operator driven reliability (ODR) pada operasi


fasilitas secara keseluruhan tidak dapat diabaikan. Operator yang
berpengalaman dan/atau terlatih dengan baik dapat menilai dan mengelola
aspek reliability aset dan sistem. Di sisi lain, operator yang tidak
berpengalaman dan tidak terlatih biasanya berjuang dalam mengelola
kinerja plant. Degradasi reliability aset, karena kesenjangan dalam dukungan
kepemimpinan, pemanfaatan teknologi, dan kompetensi karyawan, biasanya
mengarah pada konsekuensi ekonomi, safety, dan lingkungan yang
signifikan, yang ini semua tidak diinginkan.

253
Organisasi dan Pengembangan SDM

Kegiatan maintenance operator memanfaatkan pengetahuan dan


keterampilan orang-orang yang bekerja dengan peralatan secara rutin dan
menjadikan operator berminat dan bertanggungjawab pada reliability
peralatan. Tugas maintenance operator juga membebaskan craftspeople
maintenance untuk maintenance yang lebih proaktif (mis., Preventive
maintenance dan prediktif).

Namun, sebelum mereka dapat mempelajari task-task yang lebih khusus,


operator ini perlu dilatih untuk bisa membersihkan dan memeriksa peralatan
dan melakukan task-task maintenance dasar seperti mengencangkan
pengencang. Mereka juga perlu tahu kapan harus mencari bantuan jika ada
task yang muncul di luar kemampuan mereka. Melibatkan operator dan
craftspeople maintenance dalam mengembangkan strategi manajemen aset
dapat membantu organisasi mengidentifikasi peluang untuk melatih
operator dalam melakukan maintenance.

Gambar 67 Kegiatan Assessment Kompetensi Operation & Maintenance Excellence


(AKOME) ke IV yang dihadiri perwakilan seluruh unit Indonesia Power
sebagai wadah berbagi ilmu.

254
Organisasi dan Pengembangan SDM

Operator Adalah Garis Pertahanan Pertama

Operator adalah mata dan telinganya plant. Oleh karena itu, operator perlu
diposisikan secara optimal untuk menyelesaikan masalah sebelum
masalahnya meningkat dan menjadi bencana besar. Sebagai bagian dari
operator driven reliability, operator harus dapat mendeteksi peralatan dan
memproses ketidaknormalan, karena operator tidak hanya mengendalikan
proses, tetapi juga menyediakan pengawasan utama pada pengoperasian
peralatan. Misalnya, ketika melakukan studi Reliability Centered
Maintenance (RCM), personel operasi biasanya ditugaskan sebagian besar ke
task mitigasi risiko, karena mereka biasa mengamati peralatan setiap hari
dan, kemungkinan besar akan menjadi orang pertama yang bisa mengenali
awal masalah sebelum kegagalan bencana terjadi. Personel operasi yang
terlatih memiliki kemampuan untuk beroperasi lebih aman, lebih baik dan
lebih cepat, dan karenanya memiliki nilai yang signifikan bagi fasilitas.

Selain pelatihan proses, penting juga bahwa fasilitas menyediakan pelatihan


instrument & electrical (I&E) mekanis dan fundamental yang relevan atas
area yang ditugaskan pada operator. Pelatihan ini memungkinkan operator
untuk sepenuhnya memahami cara kerja peralatan. dengan pengetahuan ini,
mereka akan lebih mengenali perubahan dalam suara, suhu, vibrasi, output
dan variabel lainnya, yang dapat memfasilitasi deteksi dini degradasi dan
kegagalan yang tertunda, dan memulai intervensi proaktif. Operator juga
dapat mengontrol atau menghilangkan penyebab eksternal, seringkali dalam
hal kegagalan acak (misalnya kondisi minyak, operating envelopes, dll.) yang
bisa yang secara signifikan dapat meningkatkan availability peralatan secara
keseluruhan dan juga usia ekonomisnya.

Deteksi dini melalui pengawasan operator yang terfokus (mis. getaran yang
berlebihan, panas yang berlebih, dll.), dapat membantu meminimalkan biaya
perbaikan dan memungkinkan intervensi untuk mengurangi atau
menghindari kerugian produksi. Misalnya, setelah memulai pembacaan
vibrasi genggam mingguan oleh operator di satu fasilitas, seorang operator
menemukan ada pembacaan di luar jangkauan, yang memicu respons
langsung dengan menghubungi tim rotating equipment. Setelah lebih jauh
menilai kondisi peralatan, tim rotating equipment menentukan bahwa
pompanya harus diganti dengan pompa standby sesegera mungkin. dengan
menukar peralatan tadi, fasilitas dapat menghindari kerugian yang

255
Organisasi dan Pengembangan SDM

diperkirakan Rp 1.250.000.000, termasuk tujuh hari downtime untuk


melakukan perbaikan.

Selain itu, operator konsol memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan


proses sambil memantau beberapa variabel pada Sistem Kontrol Proses (mis.
DCS, PLC, SCADA). Operator konsol diharapkan untuk memaksimalkan
efisiensi dan output, kerap bekerja dengan operator luar untuk mencapai
tujuan ini (yaitu membandingkan titik operasi dengan indikator luar lokal
guna memverifikasi keakuratannya, membandingkan hasil sampel lab
dengan pengukuran sampel penganalisis GC real-time dan membuat
penyesuaian peralatan luar, dll.).

Operator konsol memiliki kemampuan untuk membuat tren data yang akan
membantu mengidentifikasi segala penurunan kinerja peralatan. Tanda-
tanda degradasi dapat diidentifikasi melalui posisi valve kontrol, laju aliran
feed, laju output aliran produk, suhu, tekanan, dan verifikasi komposisi
produk untuk memenuhi spesifikasi yang diperlukan melalui penganalisa
lapangan.

Keandalan Garis Depan

Operator adalah yang paling dekat dengan peralatan proses dan tahu kapan
peralatan itu berjalan dalam mode stabil. Karena mereka berada di garis
depan, mereka berada pada posisi terbaik untuk mengidentifikasi dan
menangani bahaya. Dalam memperagakan task pembersihan, craftspeople
maintenance mengajari operator bagaimana cara memeriksa peralatannya.
Inspeksi yang dipimpin operator dimaksudkan untuk mengidentifikasi gejala-
gejala kegagalan peralatan dengan peringatan tingkat lanjut yang cukup
sehingga teknisi maintenance dapat memecahkan masalah secara efektif dan
mengambil tindakan yang sesuai. Kriteria pada lembar inspeksi, atau
prosedur, membantu operator mengidentifikasi mode kegagalan cukup awal
untuk memungkinkan mereka menyelesaikan masalah secara sendiri atau
merencanakan dan menjadwalkan tindakan korektif untuk craftspeople
maintenance yang lebih berkualitas untuk melakukannya sebelum kegagalan
peralatan mempengaruhi value stream perusahaan.

Semakin dini operator dapat mendeteksi gejala - apakah menggunakan alat


pemantauan online atau dengan menggunakan indera penglihatannya,
pendengaran, penciuman, dan sentuhan - semakin banyak waktu bagi

256
Organisasi dan Pengembangan SDM

organisasi untuk merencanakan dan melaksanakan perbaikan. Dalam


beberapa kasus, adalah tindakan sederhana yang dapat menyelesaikan
penyebab kesulitan. Seperti ditunjukkan dalam bagan alur di bawah ini,
inspeksi operator menambahkan lapisan perlindungan terhadap kegagalan
peralatan, tetapi keterampilan ini perlu dikembangkan. Craftspeople
maintenance adalah personil yang paling tepat untuk melatih operator untuk
melakukan task maintenance.

Elimininasi dan Mitigasi Hazard

Craftspeople maintenance, equipment manufacturers (OEM), dan personel


reliability engineering (RE) semuanya dapat terlibat dalam pelatihan
operator untuk mengidentifikasi kondisi peralatan yang merugikan dan
gejala distress-nya. Ini dapat dilakukan melalui pembersihan dan inspeksi
peralatan dan diperkuat dengan single-point lessons (atau SPL). Sekali lagi,
operator berada dalam posisi optimal untuk merespons tanda-tanda
peringatan peralatan awal, tetapi mereka perlu tahu apa yang harus dicari
dan bagaimana meresponsnya. Mereka perlu memperoleh keterampilan
maintenance dasar untuk mengembalikan peralatan ke kondisi yang dapat
dioperasikan atau menjaga agar efek kegagalannya tidak menyebar. Near
miss dan tindakan resolusi reliability harus diinfokan pada pertemuan tim.

Analisis Root Cause

Enjinir reliability harus melatih operator untuk mengumpulkan bukti kritis


ketika peralatan mengalami gagal dan untuk melakukan analisis "5
Mengapa" sederhana untuk pemecahan masalah sehari-hari. Saat
membersihkan peralatan, operator juga memeriksanya dan mencari sumber
kontaminasi, puing-puing, dan kebocoran. Craftspeople maintenance dapat
membantu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah operator
dalam mengidentifikasi sumber kontaminasi dan kebocoran spesifik. Root-
Cause Analysis (RCA) merupakan hal mendasar bagi upaya kerjasama dalam
mencapai reliability kelas dunia, dan diperlukan pelatihan di beberapa bidang
untuk ini.

257
Organisasi dan Pengembangan SDM

Keterampilan Perawatan Minimum


Untuk Operator

Operator harus terampil dalam kegiatan maintenance dasar karena operator


adalah garis pertahanan pertama dalam menjaga mesin tetap online. Jika
operator memahami maintenance apa yang diperlukan untuk suatu aset, ia
akan memahami value kinerja aset itu dan apa yang diharapkan dari aset itu.
Secara alami, mereka yang paling cocok untuk melatih operator untuk
kegiatan reliability di garis depan adalah craftspeople maintenance yang
memiliki pengalaman paling banyak dalam mengerjakan aset tertentu.

1. Keandalan Garis Depan: Memberdayakan operator untuk lebih proaktif,


mandiri, dan responsif terhadap masalah dengan melakukan task garis depan
seperti pembersihan, pelumasan, penyesuaian, inspeksi, dan perbaikan
cepat. Craftspeople maintenance melatih operator melalui pelatihan di
tempat kerja.

o Membersihkan peralatan: Mengungkapkan masalah tersembunyi


dan membantu reliability; menjaga kebersihan dan melakukan
sanitasi rutin.
o Pelumasan: Operator dilatih untuk melakukan task pelumasan
dasar.
o Penyesuaian: Operator dilatih untuk membuat penyesuaian khusus
untuk peralatan.
o Inspeksi: Inspeksi peralatan memungkinkan operator untuk menjadi
mata dan telinga maintenance dengan mengidentifikasi cacat sejak
dini.
o Perbaikan cepat: Operator menyelesaikan masalah sejak dini
menggunakan keterampilan maintenance dasar. Pelatihan
memberikan panduan teknis dan pengalaman langsung untuk
mendukung peralatan yang dikembalikan dengan cepat ke service.

2. Identifikasi Hazard Melalui inspeksi, operator dan teknisi pemeliharaan


mengidentifikasi cacat atau kondisi yang merugikan.

3. RCA: Alasan untuk menemukan penyebab utama adalah untuk mengatasi


masalah di sumbernya sehingga tidak sampai terjadi lagi.

258
Organisasi dan Pengembangan SDM

4. Resolusi Permasalahan: Eliminasi cacat pada sumbernya, melalui RCA, dan


meminimalkan dampak peristiwa yang tidak direncanakan. Operator
menyelesaikan masalah sendiri atau memasukkan work request ke CMMS.

5. Manajemen Visual Kontrol visual pada pengukur, Level, meter, dan pipa
memungkinkan transformasi cepat di lapangan. Operator dan teknisi dapat
dengan cepat menentukan apakah peralatannya masih berjalan dengan
benar, memecahkan masalah, dan mendiagnosis masalah. Dashboard
operator memudahkan pekerja di semua shift untuk mempertahankan fokus
pada reliability garis depan.

6. Pekerjaan standar: Pekerjaan standar berlaku untuk setiap kegiatan, task,


atau tindakan yang akan berulang secara berkala. Pekerjaan terstandarisasi
meminimalkan variabilitas dalam pelaksanaan dan bisa mencegah kerusakan
peralatan. Fokusnya adalah untuk menstabilkan proses, prosedur, dan
praktik yang secara langsung memengaruhi reliability operasi produksi dan
aset fisik.

Melatih Operator untuk Melakukan


Maintenance Dasar

Pelatihan dapat disampaikan melalui pelatihan di ruang kelas dan on-the-job


training (OJT) dan diperkuat dengan menggunakan single-point lessons (SPL).
SPL adalah metode pelatihan satu-subjek, satu-lembar yang dipersiapkan
oleh personel teknik reliability atau departemen tertentu dan yang berfokus
pada aset tertentu. Topiknya dapat mencakup fungsi mesin, pembersihan,
pelumasan, metode dan kriteria untuk inspeksi, perbaikan cepat, dan safety.

Pada setiap kesempatan, jelaskan SPL kepada operator dan dorong


penggunaannya. Pelatihan personil di plant untuk memanfaatkan teknologi
predictive maintenance secara efektif akan membutuhkan pelatihan di ruang
kelas. Namun, sebagian besar keterampilan yang diperlukan untuk reliability
garis depan akan paling baik bila diajarkan melalui OJT dan learning by doing.
Single-point lessons menyediakan wahana untuk belajar tentang kecacatan
atau kegagalan peralatan tertentu serta pemulihannya yang cepat ke service.

259
Organisasi dan Pengembangan SDM

Kontrol Visual

Kontrol visual membantu operator untuk dengan segera mengenali standar


kerja dan informasi penting lainnya serta penyimpangan dari standar
bersangkutan. Ini dapat diajarkan kepada operator melalui OJT yang
diperkuat dengan SPL. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi atau
standar yang tepat yang itu sedekat mungkin dengan tindakan di lapangan.
Contoh kontrol visual meliputi:
o Pengencang torqued match-marking
o Menandai Level reservoir dan tangki (tinggi dan rendah)
o Menandai gauges dengan rentang operasi normal
o Menandai arah aliran perpipaan
o Konten kode-warna dalam perpipaan dan vessel
o Menandai arah rotasi pada drive dan peralatan yang digerakkan
o Indikator untuk mengidentifikasi kapan filternya perlu diganti
o Memberi label setiap titik pelumasan dan kode-warna untuk
mengidentifikasi pelumasan

Rencana Kerja

Rencana kerja untuk maintenance dan inspeksi peralatan rutin harus ditulis
dengan kualitas yang sama dengan maintenance. Rencana kerja
didokumentasikan dan data apa pun yang dikumpulkan dapat menjadi tren.
Lingkaran umpan baliknya disertakan dalam rencana kerja untuk
peningkatan berkelanjutan. Prosedur inspeksi operator harus mencakup
tindakan korektif sederhana yang dapat diselesaikan operator selama
melakukan inspeksi bersama dengan tugas-tugas identifikasi mode
kegagalan. Operator dapat menulis rencana kerja saat mereka menjalankan
task. Berikan mereka pelatihan, banyak contoh dan juga templat.

Inspeksi yang dipimpin operator dimaksudkan untuk mengidentifikasi gejala


kegagalan peralatan dengan peringatan dini yang cukup bahwa teknisi
maintenance dapat memecahkan masalahnya secara efektif dan mengambil
tindakan yang sesuai. Kriteria pada lembar inspeksi atau prosedur akan
membantu operator dalam mengidentifikasi mode kegagalan cukup awal
pada kurva PF untuk memungkinkan pemecahan masalah yang berhasil,
perencanaan dan penjadwalan tindakan korektif sebelum kegagalan
peralatan berdampak pada value stream.

260
Bab VII Pengoptimalan Asset Life Cycle

7.1 Manajemen Life Cycle Aset

7.1.1 Life Cycle Aset

Life Cycle aset adalah serangkaian tahapan yang terlibat dalam pengelolaan
aset. Ini dimulai dengan tahap perencanaan ketika kebutuhan untuk suatu
aset diidentifikasi dan terus berlanjut sampai ke akhir masa pakainya.

Life Cycle aset dapat dilacak dengan cara yang berbeda dan umumnya
dipantau dalam beberapa cara di setiap perusahaan, meskipun ini bukanlah
proses yang diformalkan. Pentingnya setiap life cycle aset tertentu
ditentukan oleh sejumlah faktor, termasuk seberapa mahal asetnya
bilamana diganti, betapa pentingnya hal itu bagi bisnis atau perusahaan, dan
bagi reliability keseluruhan aset yang jadi soroton.

Ketika maintenance diabaikan, perusahaan harus berjuang dengan


kerusakan yang sifatnya tak terduga, penundaan yang lama, dan
maintenance darurat. Ketika di-maintain dengan baik, life cycle aset dapat
membuat proses maintenance dan pengelolaan asetnya jadi jauh lebih
mudah bagi semua pihak yang berkepentingan.

Akhirnya, setiap siklus akan bervariasi, tergantung pada aset yang dimaksud.
Sebagai contoh, satu set tool kunci-pas komprehensif akan memiliki life cycle

261
Pengoptimalan Asset Life Cycle

aset yang sangat berbeda dari seperangkat mesin yang memiliki lifespan
relatif lebih pendek. Namun, tahapan life cycle-nya tetap sama, tidak peduli
diterapkan di mana, dan prinsip yang sama juga dapat diterapkan pada
sebagian besar aset.

Pendekatan Life Cycle Management (LCM) yang komprehensif memastikan


bahwa proses yang digunakan di seluruh proyek sudah konsisten, dan bahwa
ada pembagian dan koordinasi yang efektif terkait sumber daya, informasi
dan teknologi. Semua life cycle dalam suatu sistem harus dipertimbangkan,
yang merentang mulai dari konsepsi gagasan hingga akhirannya di seantero
sistem. Dalam lingkungan industri proses, LCM mendefinisikan proses untuk
memperoleh dan memasok produk dan layanan sistem yang
dikonfigurasikan dari komponen sistem perangkat keras dan manusia. Selain
itu, LCM memberikan penilaian dan improvement life cycle.

Berbagai Tahapan Siklus Kehidupan Aset

Setiap aset memiliki empat tahap yang berbeda dalam life cyclenya:
1. Membuat dan/atau mengakuisisi
2. Menggunakan
3. Mempertahankan dan memelihara
4. Dan memperbarui/membuang aset.

Meskipun tahap life cycle ini tampak sangat sederhana di permukaan, dalam
praktiknya bisa sangat sulit untuk mempertahankan semua aset sesuai
dengan dan di seluruh tahap ini. Mari kita lihat masing-masing dan juga
tujuannya.

1. Pembuatan/akuisisi

Tahap pertama adalah pembuatan atau akuisisi aset yang jadi sorotan.
Tergantung pada perusahaan, ini dapat digabung, untuk menciptakan aset
hibrida yang sangat cocok untuk kebutuhan perusahaan. Ini juga merupakan
tahap di mana banyak kesalahan dapat terjadi.

Jika ada sesuatu yang salah, atau ada yang salah hitung pada tahap ini, ini
akan bisa memengaruhi semua tahap lainnya, sampai aset diperbarui atau
dibuang. Seringkali, ini bisa jadi baru bertahun-tahun kemudian.

262
Pengoptimalan Asset Life Cycle

2. Pemanfaatan

Banyak perusahaan akan mengelompokkan fase pemanfaatan dan


maintenance jadi satu dalam life cycle aset mereka. Namun, dalam
praktiknya, mereka adalah dua tahap yang terpisah. Ini terutama adalah
benar ketika keadaannya darurat atau maintenance lainnya perlu dilakukan
yang akan mengambil aset keluar dari produksi untuk waktu yang lama.

Jika semuanya berjalan dengan baik, maka pemanfaatan akan menjadi fase
di mana asetnya bertahan paling lama. Jika kebalikannya yang terjadi, maka
pemanfaatan aset dapat menjadi mimpi buruk terbesar yang akan dihadapi
oleh perusahaan.

3. Maintenance

Dalam konteks ini, maintenance mencakup semua pekerjaan yang akan


dilakukan pada aset mulai dari awal sampai akhir masa manfaatnya. Ini dapat
mencakup, tetapi tidak terbatas pada, pencegahan, proaktif, emergency,
berbasis waktu, dan bentuk maintenance lainnya. Ada baiknya untuk diingat
bahwa maintenance dalam pemanfaatan harus bekerja secara bahu
membahu untuk kesuksesan optimal.

Ketika dikelola dengan benar, maintenance hampir selalu dapat


direncanakan.

4. Pembaruan/pembuangan

Akhirnya, tahap terakhir dalam life cycle aset adalah pembaruan atau
pelepasannya. Semua aset akan menyediakan data yang cukup selama life
cycle mereka untuk memberi tahu perusahaan tentang cara terbaik untuk
bergerak maju. Namun, data ini umumnya tidak dikumpulkan dengan cara
yang paling bisa membantu eksekutif atau manajer dalam membuat
keputusan ini. Perusahaan harus mengetahui hal ini jauh sebelum fase
pembaruan atau pembuangan, sehingga mereka dapat memanfaatkan data
tersebut.

Walaupun ini bisa jadi langsung terlihat, tapi perusahaan jarang mengikuti
semua tahapan ini secara logis. yang sering diabaikan adalah maintenance
proaktif dan pengaturan awal. Ini bisa jadi karena kebijakannya yang

263
Pengoptimalan Asset Life Cycle

ketinggalan zaman, data yang tidak mencukupi, kurangnya kepedulian


terhadap aset yang dimaksud, dan kelupaan sederhana. Bagaimana
perusahaan dapat menghindari ini?

Jawaban singkatnya adalah dengan berinvestasi dalam manajemen life cycle


aset. Tahap-tahap ini, dan memang seluruh prosesnya menjadi jauh lebih
mudah ketika perusahaan menganggap ini dengan serius. Karena sifat mahal
dari sebagian besar aset, proses ini dapat memberi dividen yang tinggi, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Manajemen Life Cycle Aset

Premis dasar manajemen life cycle aset adalah untuk memperluas kegunaan
aset sejauh yang kita bisa, tanpa kehilangan fungsi apa pun. Perencanaan dan
manajemen yang tepat sangatlah penting untuk proses ini.

Manajemen life cycle aset yang baik terletak pada empat batu loncatan. Ini
termasuk penilaian awal dan berkelanjutan dari situasi, pengumpulan data
dari aset, pembuatan rencana yang diusulkan, dan integrasi di semua aset.

Ini bukan proses empat langkah karena semua batu loncatan dapat
diselesaikan dalam urutan yang berbeda. Rencana dan pengujian yang
diajukan bisa jadi diperlukan sebelum kita dapat menilai situasinya. Kita
dapat mulai dengan pengumpulan data, untuk membuktikan bahwa kita
perlu menilai metode kita sekarang. Tidak seperti rencana empat langkah,
batu loncatan dapat diambil dalam urutan apa pun. Selain itu, begitu juga
empat poin ini.

Penilaian Situasi

Selama penilaian berbeda yang dapat kita lakukan terhadap situasi sebelum,
selama, dan setelah itu, penting untuk berfokus terutama pada aset yang
dimaksud. Ini adalah waktu untuk berkonsultasi dengan orang-orang yang
mengetahui aset secara terbaik, untuk memeriksa dokumen atau file digital
yang telah melacak aset ini, dan sumber utama lainnya yang dapat
menawarkan data dan informasi tentang mesin yang dimaksud kepada kita.

Ini bukan waktunya untuk berfokus pada pekerja kita, manajemen kita,
produksi kita, atau faktor-faktor lain apa pun kecuali mereka secara langsung

264
Pengoptimalan Asset Life Cycle

berdampak pada life cycle aset yang bersangkutan. Ini terutama bukan
saatnya untuk berfokus pada masalah lain yang bisa jadi muncul di seputaran
etika, seperti pelatihan yang buruk, tenaga kerja yang tidak memadai atau
terlalu tinggi, dan masalah lain yang berorientasi pada orang.

Beberapa area untuk difokuskan adalah:


▪ Catatan masa lalu
▪ Operasi saat ini
▪ Pengalaman dan pengetahuan pekerja
▪ Aset pesaing (jika informasi ini tersedia)
▪ Nilai pasar saat ini dan prediksinya
▪ Berikut metrik dan angka lainnya.

Pengumpulan data untuk memvalidasi atau menyangkal hipotesis

Big data mengalami momennya di berbagai bidang - dan untuk alasan yang
baik. Big data ini dapat membuktikan atau membantah dengan cukup jelas
gagasan kita tentang apa yang sedang terjadi dan bagaimana
menyelesaikannya. Jadi, mengapa tidak lebih banyak perusahaan
menggunakan data untuk menghubungkan aset mereka ke aset lain,
infrastruktur, dan ke strategi keseluruhan?

Dalam banyak kasus, ini karena aset dipisahkan oleh pen-silo-an. Sangat
jarang mereka semua bekerja secara bersama, dan ketika iya, maka
umumnya aset berteknologi terbaru lah yang bisa “berbicara” dengan
sesama aset yang serupa. Mesin besar, perkakas, mesin jalur perakitan, dan
aset serupa lainnya hampir tidak pernah saling berhubungan. Jawaban
singkatnya adalah karena dalam beberapa kasus sangat sulit dan umumnya
sulit dalam kebanyakan kasus untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
menganalisis data yang ditawarkan oleh aset-aset ini.

Terkadang sulit untuk mendapatkan data yang berkualitas, tetapi ini layak
untuk diperjuangkan. Sementara banyak perusahaan memutuskan untuk
tidak melakukan investasi ini, pengumpulan data adalah satu-satunya cara
pasti untuk memvalidasi atau menyangkal hipotesis tentang aset. Metode
lain bisa bagus dalam menunjukkan jalan atau dalam menemukan masalah
yang berbeda, tetapi adalah data yang menyimpan jawabannya.

Karena itu, data merupakan bagian integral dari manajemen life cycle aset.

265
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Mengusulkan dan mengimplementasikan rencana dan pengujian

Jika sebuah perusahaan belum memiliki rencana untuk mengelola life cycle
aset mereka, mereka bisa jadi menghadapi sejumlah besar masalah. Ini
terutama benar jika rencana dan pengujiannya sama sekali tidak
direncanakan dan hanya terjadi secara organik.

Ingat: rencana itu pasti selalu ada. Cuma kita bisa jadi tidak mengetahuinya.

Dalam situasi ini, merupakan ide bagus untuk memulai dengan kebijakan dan
praktik perusahaan yang ada. Apa saja yang sudah ada? Apa saja yang bisa
dijadikan lebih baik? Apakah kebijakan kita memerlukan pembaruan dan
apakah perlu dilakukan investasi tertentu untuk membawa perusahaan kita
ke masa depan?

Terkadang, selama proses ini, perusahaan menemukan bahwa kebijakan


mereka perlu diperbarui atau ditulis ulang untuk melaksanakan rencana atau
proses. Meskipun ini bisa jadi memerlukan waktu ekstra yang tidak kita
rencanakan, akan menjadi investasi yang bermanfaat untuk menjawab
pertanyaan di atas.

Ini adalah pertanyaan yang memulai perjalanannya dengan mengusulkan


rencana baru dan pengujian untuk mengoptimalkan manajemen life cycle
aset.

Integrasi di semua aset

Sekarang saatnya untuk mengimplementasikan rencana kita di seluruh aset


dengan cara yang saling berhubungan dan terorganisir. Jika ini terdengar
rumit, itu karena memang iya. Di sinilah sistem manajemen maintenance
terkomputerisasi atau sistem manajemen perusahaan dapat memberi
manfaat dari semua yang kita masukkan ke dalamnya!

Sebagaimana perkataan, “The stepping stone is probably the best one to


leave until last”. Keberhasilan rencana terpadu di semua aset sangat
tergantung pada pekerjaan yang telah dilakukan sebelum rencananya
diimplementasikan.

266
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Dengan demikian, integrasinya akan sangat bergantung pada sistem kita saat
ini dan seberapa saling berhubungannya antara satu sama lain.

Mengapa Life Cycle Penting?

Dengan semua yang sudah dikatakan, lantas mengapa kita harus peduli?
Mengapa perusahaan perlu menerapkan manajemen khusus untuk aset dan
life cyclenya? Pengembalian investasi seperti apa yang akan terjadi? Dan
mengapa adalah ide yang baik untuk mengakhiri praktik bertahun-tahun
yang, meskipun tidak sempurna, sebenarnya masih bekerja dengan cukup
baik dan tidak memerlukan pembaruan?

Ini semua adalah pertanyaan wajar yang harus dihadapi perusahaan ketika
melihat atau mempertimbangkan perubahan infrastruktur yang signifikan.
Dalam hal ini, alasannya dapat diringkas dalam tiga Fs: membebaskan
sumber daya, berfokus pada reliability, dan mengalami gagal dengan
persyaratan kita sendiri.

Membebaskan sumber daya

Aset besar, khususnya, dapat menghabiskan banyak sumber daya


perusahaan. Uang, waktu karyawan, waktu kontraktor, dan lebih banyak lagi
dapat dimakan oleh aset yang terus makan resource, yang terus mogok atau
yang tidak berfungsi.

Semakin sedikit waktu yang dihabiskan karyawan untuk mengerjakan aset


terbesar dan paling berharga, maka semakin banyak waktu yang mereka
miliki untuk menyelesaikan pekerjaan. Dalam kasus di mana karyawan tidak
dapat melakukan pekerjaan, kontraktor tidak harus disewa untuk bekerja
pada mesin sebanyak mereka biasanya disewa.

Berfokus pada Reliability

Ada banyak jenis maintenance yang semuanya berperan dalam mendukung


bisnis yang sukses, sesuai dengan kebutuhan bisnisnya. Namun, semua bisnis
dapat memperoleh manfaat dari reliability yang lebih besar, yang mengarah
pada peningkatan fungsi dan kesehatan aset.

267
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Ketika kita berfokus pada siklus life cycle aset, secara otomatis kita
mengalihkan pengurangan fokus ke platform yang berpusat pada keandalan.
Secara umum, fokus pemeliharaan yang berpusat pada keandalan berkaitan
dengan jumlah total output aset dan pengaruhnya terhadap bisnis.
Sementara ini mungkin tampaknya menjadi tujuan dari semua maintenance,
dan memang, reliability centered maintenance menyediakan cara tercepat
untuk mencapai keandalan total.

Gagal Sesuai Persyaratan Kita Sendiri

Kegagalan itu tidak terhindarkan. Namun, kegagalan yang tidak terduga


sebenarnya dapat diminimalisir. Kita juga bisa merencanakan untuk gagal
dengan persyaratan kita sendiri. Ada dua jenis maintenance yang berpusat
di sekitar kegagalan: maintenance reaktif dan maintenance proaktif.
Manakah yang akan dihadapi oleh aset kita?

Manajemen life cycle aset berfokus pada total produktivitas dari aset. Pada
dasarnya, ini mengurangi kegagalan yang tidak direncanakan dan tidak
terduga secara jauh lebih banyak daripada kebanyakan strategi lain. Saat kita
menggunakan siklus life cycle aset, kita memprioritaskan pencegahan
kegagalan sebelum kegagalan itu dimulai.

Kegagalan yang terencana hampir selalu lebih baik daripada kegagalan yang
tidak terduga.

Praktik Terbaik Life Cycle Aset

Untuk menguatkan siklus aset, adalah penting untuk mengetahui beberapa


best practice yang telah diasah perusahaan selama bertahun-tahun. Tiga
yang kita pilih untuk diulas di sini adalah:

1. Mengaudit praktik eksisting


2. Menjelajahi cara untuk meng-improve-nya
3. Dan memeriksa kebijakan kita

Audit Praktik yang Ada

Semuanya dimulai dengan audit jujur atas praktik eksisting dan bagaimana
kita bisa melakukannya dengan lebih baik. Di mana perangkap umumnya?

268
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Apa yang dikatakan pekerja tentang aset kita tentang praktik yang
melingkupinya di sini dan saat ini? Di mana kegagalan terbesarnya? Di mana
keuntungan terbesarnya? Apakah kita memiliki infrastruktur yang kita
butuhkan atau apakah sistem kita secara keseluruhan sudah ketinggalan
zaman dan jadi semacam kikuk?

Menjelajahi ruang untuk improvement

Setelah audit, kita diperlengkapi untuk melihat di mana ada ruang untuk
melakukan perbaikan. Kita juga akan mengambil data untuk mendukung
perubahan yang diperlukan dan untuk menyediakan dokumentasi terkait
mengapa perubahan bersangkutan diusulkan dan perlu diimplementasikan.

Periksa kebijakan kita

Akhirnya, periksa kebijakan kita dan lihat apakah kebijakan itu membatasi
pertumbuhan kita atau tidak. Apakah kebijakannya sudah semacam
ketinggalan zaman? Apakah kebijakannya menahan kita dari melakukan
perbaikan yang dibutuhkan? Mengapa kebijakannya sejak awal dibuat dan
apa perlu diperbarui? Banyak perusahaan tidak bergerak maju karena
kebijakan mereka semacam tidak mengizinkannya.

Ingatlah bahwa kebijakan diberlakukan untuk membantu perusahaan.


Perusahaan tidaklah terikat dengan sebagian besar kebijakan internal.
Jangan biarkan kebijakan mengekang kita, terutama yang telah diberlakukan
perusahaan.

269
Pengoptimalan Asset Life Cycle

7.1.2 Biaya Life Cycle

Life Cycle Costing (LCC) adalah estimasi biaya akuisisi, komisioning,


pengoperasian, perawatan, dan pembuangan peralatan. Ini adalah analisis
biaya dari start hingga finish. Tujuan dari life cycle costing adalah untuk
memastikan bahwa semua biaya yang relevan telah diidentifikasi, dan bahwa
biaya hidup menyeluruh telah dipertimbangkan pada tahap perencanaan,
akuisisi, dan penganggaran.

Mengapa Kita Butuh Life Cycle Costing?

Kita membutuhkan biaya siklus hidup untuk membantu kita dengan jenis
keputusan manajemen aset berikut:

• Keputusan akuisisi, dengan pertimbangan biaya life cycle dari opsi


akuisisi yang berbeda
• Perencanaan manajemen aset life cycle sebagai input untuk
menentukan sumber daya operasi dan pemeliharaan serta
anggaran untuk aset in-service
• Keputusan penggantian

7.1.3 Keputusan Akuisisi

Alasan pertama untuk menetapkan biaya life cycle muncul pada tahap pra-
akuisisi aset, di mana kita perlu menentukan biaya life cycle, awalnya pada
Level permukaan yang luas, untuk membantu dengan analisis akuisisi dan
pengambilan keputusan di antara beberapa opsi yang memungkinkan. Poin
kuncinya adalah untuk menghindari dari melakukan sesuatu yang bodoh,
seperti mengabaikan atau memperkirakan terlalu rendah area biaya utama.

Tujuan dari biaya life cycle pada tahap akuisisi adalah untuk memastikan
bahwa semua biaya yang relevan telah diidentifikasi, dan bahwa biaya
usianya juga dipertimbangkan secara memadai. Biaya life cycle awalnya
diterapkan pada tingkatan yang luas. Biayanya nanti akan disempurnakan
dalam proses pengambilan keputusan akuisisi perusahaan.

Biaya life cycle mempertimbangkan biaya akuisisi tetapi juga memberi


perhatian pada biaya operasi, bahan habis pakai, masa pakai barang, biaya

270
Pengoptimalan Asset Life Cycle

suku cadang, masa pakai komponen kunci, keragaman suku cadang dan alat,
dan masalah yang berkaitan dengan pelatihan.

Gambar 68 mengilustrasikan tahapan dalam life cycle suatu peralatan,


menunjukkan secara skematis biaya kumulatif dan peluang untuk
mempengaruhi biaya. Peluang untuk mempengaruhi biaya terkonsentrasi
pada tahap perencanaan dan akuisisi. Adalah penting untuk memilih
peralatan yang diperhitungkan karena pertimbangan dukungan logistiknya,
jika tidak maka biaya, kinerja, dan availability support peralatan dapat
menghasilkan hasil yang buruk yang meniadakan kemanfaatan yang bisa
dirasakan di biaya awal. Pada Gambar 68 biaya akuisisi bersifat dominan,
dan ini sering terjadi untuk item yang pasif. Namun, untuk item-item seperti
kendaraan atau plant, atau apa pun yang mengonsumsi bahan bakar, biaya
pengoperasian bisa jadi merupakan area biaya yang paling signifikan. Dalam
hal ini, biaya operasinya harus menjadi pertimbangan penting dalam
keputusan peralatan.

Gambar 68 Tahapan life cycle

271
Pengoptimalan Asset Life Cycle

7.1.4 Keputusan Penggantian

Alasan ketiga untuk biaya life cycle berkaitan dengan keputusan penggantian.
Seiring bertambahnya usia aset, kita perlu mempertimbangkan untuk
menggantinya. Keputusan penggantian didasarkan pada pembandingan
biaya tahunan maintenance aset yang ada dengan biaya tahunan yang setara
dari aset baru. Penggantian harus dilakukan setelah biaya maintenance
tahunan dari barang lama telah melebihi biaya tahunan yang setara dengan
barang baru, dihitung selama life cyclenya. dengan demikian biaya life cycle
barang baru merupakan pertimbangan yang signifikan dalam keputusan
penggantian.

7.1.5 Rencana Manajemen Aset life cycle

Rencana manajemen aset life cycle adalah rencana yang dibentuk dengan
mengidentifikasi rezim operasi dari aset, kegiatan maintenance, perbaikan
dan perombakan terkait, usia yang direncanakan, dan rencana pembuangan
item. Penghitungan life cycle melibatkan pembuatan rencana pengelolaan
aset life cycle. Sebenarnya rencana dan penetapan biaya terjadi bersamaan,
dan kebutuhan akan rencana tersebut adalah alasan kedua untuk
melaksanakan penetapan biaya life cycle.

Mengapa Kita Membutuhkan Rencana Manajemen Aset Life Cycle?

Kita memerlukan rencana manajemen aset life cycle sebagai dasar untuk
merencanakan sumber daya dan anggaran untuk men-support aset.

Rencana manajemen aset life cycle dapat menjadi gambaran kasar pada
tahap pra-akuisisi tetapi kemudian akan disempurnakan pada tahap analisis
kelayakan dan lagi ketika aset tersebut aktif dalam pelayanan.

Sumber informasi

Persyaratan maintenance akan mencakup maintenance rutin dan perkiraan


persyaratan maintenance non-rutin. Analisis dukungan logistik, yang
dilakukan sebagai bagian dari fase kelayakan pengembangan akan
memberikan input ke dalam Rencana Manajemen Aset life cycle.

272
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Informasi dasar yang berkaitan dengan rezim maintenance biasanya akan


diberikan oleh pemanufaktur peralatan. Namun, ini bisa jadi perlu
penyesuaian tergantung pada tingkat aktivitas yang direncanakan dan
lingkungan operasinya. Jika tingkat operasi, misalnya, secara signifikan lebih
tinggi dari kondisi normal, atau lingkungannya secara signifikan lebih parah,
maka rencana manajemen aset life cycle dan biaya harus
mempertimbangkan hal ini. Rencana tersebut juga harus memperhitungkan
rezim peraturan terkait. Jika peralatan atau penerapannya tidak standar
maka teknik analisis seperti Reliability Centered Maintenance dapat
digunakan untuk menentukan kebijakan maintenance yang tepat.

7.2 Optimalisasi Suku Cadang

7.2.1 Keberadaan Persediaan di Perusahaan

Persediaan didefinisikan sebagai barang, bahan-bahan, atau aset yang


dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan di masa yang akan datang.
Kebijakan di bidang persediaan dapat dipandang sebagai masalah taktis
(tactical problem), sehingga perencanaan kebutuhan persediaan
direncanakan dalam konteks jangka waktu menengah selaras dengan
keseluruhan rencana produksi, strategi pemasaran dan distribusi.

Setidaknya ada empat alasan mengapa perusahaan memerlukan persediaan,


yakni:
1. Kesulitan memprediksi tingkat penjualan dan waktu produksi secara
akurat (fluctuation inventory).

273
Pengoptimalan Asset Life Cycle

2. Beberapa item barang memiliki permintaan yang bersifat seasonal


(anticipation inventory)
3. Mendapatkan manfaat dari economic of scale dalam produksi dan
pembelian (lot size inventory).
4. Jarak dan waktu yang diperlukan untuk pengadaan barang
sehubungan dengan proses transit dalam sistem logistik. untuk
sejumlah besar persediaan (pipe-line inventory).
5. Keterlambatan kedatangan bahan baku yang dipesan dapat
mengakibatkan terhentinya pelaksanaan produksi.

Perusahaan dapat saja menyelenggarakan persediaan dalam jumlah yang


besar, namun demikian persediaan yang besar tidak selalu menguntungkan
perusahaan. Beberapa kerugian sehubungan dengan penyelenggaraan
persediaan dalam jumlah besar antara lain:
• Biaya penyimpanan yang menjadi tanggungan perusahaan akan
besar.
• Perusahaan harus mempersiapkan dana yang cukup besar untuk
mengadakan pembelian bahan.
• Tingginya biaya simpan dan investasi dalam persediaan akan
mengakibatkan berkurangnya dana untuk pembiayaan dan investasi
di bidang lain.
• Perusahaan menanggung kemungkinan yang cukup besar risiko
kerusakan persediaan akibat perubahan kimiawi atau sebab lain.
• Bila terjadi penurunan harga bahan baku, maka perusahaan akan
menderita kerugian yang cukup besar pula. Di sisi lain, bila
perusahaan menyelenggarakan persediaan dalam jumlah yang
relatif terlalu kecil, maka beberapa kelemahan dari kebijakan
tersebut antara lain:
• Adanya kemungkinan kehabisan bahan karena persediaan habis
sebelum waktunya.
• Akibat sering kehabisan bahan, maka proses produksi menjadi tidak
lancar.
• Persediaan yang terlalu kecil akan meningkatkan frekuensi
pembelian, sehingga biaya pesannya pun akan meningkat selaras
dengan peningkatan frekuensi pembelian.

274
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Terdapat beberapa macam faktor yang mempengaruhi persediaan bahan


baku. Adapun beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut:
• Perkiraan pemakaian bahan baku.
• Harga bahan baku
• Biaya persediaan
• Kebijakan pembelanjaan
• Pemakaian bahan
• Waktu tunggu
• Model pembelian bahan
• Persediaan pengaman
• Pembelian kembali

7.2.2 Mengidentifikasi Kekritisan Suku Cadang

Item kritikal adalah item yang sangat penting untuk operasi organisasi.
Meninjau kekritisan item membutuhkan pengetahuan tentang mesin dan
proses mana yang paling penting bagi bisnis. Item-item yang bersifat kritikal
biasanya adalah:
• Item habis pakai yang digunakan untuk operasi mainstream,
• Suku cadang yang penting untuk mempertahankan plant
mainstream.

Kita perlu mengidentifikasi suku cadang kritikal sedini mungkin, idealnya


ketika itemnya sejak awal dipesan dan/atau dipasang di sistem - dan lalu
meninjaunya secara berkala untuk menjaga informasinya tetap up-to-date.

275
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Sayangnya, upaya itu sering datang terlambat, dan organisasi menemukan


diri mereka dalam posisi di mana mereka perlu meninjau ribuan dan ribuan
parts untuk mengejar ketinggalan.

Ketika situasi ini muncul, hambatan pertamanya, biasanya dalam


menemukan waktu, energi, informasi, dan sumber daya yang diperlukan
untuk mulai kerja berpeluh di prosesnya. Tantangan selanjutnya adalah
dalam menentukan secara tepat apa sih yang membuat parts tertentu
disebut kritikal. Atau, yang lebih penting, apa yang akan dilakukan terhadap
hasil evaluasinya?

Menggambarkan apa yang membuat sesuatu menjadi kritikal biasanya cukup


sederhana. Ada kesepakatan umum bahwa jika kurangnya parts tertentu
dapat menyebabkan downtime atau dampak yang signifikan terhadap
produksi, lingkungan, atau safety, maka item itu bisa dibilang bersifat kritikal.
Namun bagaimana menerjemahkan pedoman umum ini menjadi sesuatu
yang lebih spesifik di tingkatan parts adalah cerita lain.

Untuk membuat penilaian kekritisan jadi kurang subyektif, kita perlu punya
beragam jenis tool evaluasi. Anda mungkin pernah menemuinya: setengah
lusin kriteria atau lebih dengan tingkat skala penilaian yang berbeda
berdasarkan sejumlah variabel. Kita menskoring masing-masing atribut,
menjumlahkannya, dan membandingkan totalannya dengan suatu ambang
batas yang akan menentukan apakah parts itu kritikal atau tidak. Meskipun
tidak pernah merupakan solusi yang sempurna, pendekatan yang lebih
objektif ini memberi metode evaluasi yang dapat di-improve seiring waktu.

Tapi apakah ini sesederhana mengatakan parts tertentu itu kritikal atau tidak
kritikal? Ini akan menyiratkan bahwa proses pengambilan keputusan
memiliki jalur logika biner murni. Sebelum kita mengikuti cara berpikir ini,
pertama-tama kita harus mengerti dulu MENGAPA kita ingin mengevaluasi
kekritisan suku cadang kita.

Mengetahui bagaimana menjustifikasi mengapa beberapa suku cadang tidak


memiliki gerakan selama lebih dari lima tahun? Tidak semua barang yang
distok dimaksudkan untuk dipindahkan karena permintaannya memang
tidak teratur. Beberapa item adalah murni merupakan “suku cadang
asuransi” yang kita harap tidak sampai perlu digunakan, tetapi bisa memiliki
dampak dramatis jika tidak tersedia saat dibutuhkan.

276
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Memprioritaskan bagaimana/kapan kita mengevaluasi strategi stocking kita


(min/maks, jumlah pesanan, dll.), selain dipicu oleh kehabisan stok?

Untuk setiap skenario ini, kemungkinan kita akan memiliki tiga hingga lima
pendekatan strategis dan kita ingin hasil evaluasi kita mendukung ini.
Perhatikan apa ada sesuatu yang hilang di atas? Tidak disebutkan stok atau
non-stok. Ini adalah langkah kedua yang akan kita bahas nanti karena,
walaupun perangkat cadangan bisa jadi dinilai kritikal, ini tidak berarti bahwa
perangkat cadangan ini harus distok.

Jadi kembalilah kita ke metode penilaian objektif. Salah satu tantangan


dengan metode ini adalah orang-orang berpikirnya karena ada formula
matematikanya, maka entah bagaimana evaluasinya pasti lebih akurat
daripada bila hanya mengandalkan insting seseorang. Skala peringkat dapat
mengatakan bahwa lead time enam minggu bernilai 10 poin sementara
waktu lead time empat minggu bernilai lima; tetapi siapa bilang lead time
enam minggu adalah dua kali lebih buruk dari lead time empat minggu? Itu
sebabnya kita tidak hanya terbatas pada satu faktor saja dalam melakukan
evaluasi.

Tantangan lainnya adalah bahwa kita bisa membatasi diri kita sendiri pada
batas atau cutoff kritis/non-kritis yang sembarang. Misalkan cutoff-nya
diatur pada 100 poin. Siapa bilang kalau kita mengumpulkan 100 poin dengan
tepat, itu artinya parts itu sangat kritikal, tetapi jika hanya mendapat skor 99,
maka bukan kritikal? Apakah modelnya sudah tepat? Satu-satunya cara
untuk mengetahuinya adalah dengan menjalankan semua parts kita melalui
analisis yang sama persis dan kemudian menentukan di mana batas atau
cutt-off antara kritis dan non-kritis. Dan dalam kebanyakan kasus, bahkan ini
masih didasarkan pada penilaian seseorang. Ini semua makin jadi alasan
untuk memiliki tingkat kritisitas ganda yang dirasionalisasi yang memiliki
strategi progresif yang terkait dengannya.

Yang sering terjadi adalah orang-orang menjalani analisis untuk parts


tertentu dan kemudian pada akhirnya bertanya pada diri sendiri apakah
mereka merasa nyaman dengan jawabannya ("Hmmm, sepertinya 90 itu
terlalu rendah sedikit deh untuk yang ini, saya mengiranya ini bakal lebih
tinggi.") Jika mereka tidak mempercayai hasilnya, maka mereka jadinya
kembali dan mengubah satu atau dua atribut sehingga sampai bisa muncul
seperti yang mereka pikir seharusnya di awal. Jika kita menemukan diri kita

277
Pengoptimalan Asset Life Cycle

melakukan ini, maka alat kritikalitas kita bisa jadi tidak valid kecuali kita
menerapkan perubahan pada kriteria evaluasinya.

Tergantung di mana kita melihat, ada juga benchmarks yang menunjukkan


bahwa tidak lebih dari dua hingga lima persen dari total suku cadang kita
seharusnya bersifat kritikal. Hanya mengetahui adanya target ini bisa
memengaruhi seseorang untuk mengubah pendapatnya tergantung pada
berapa banyak yang telah mereka identifikasi.

Jadi bagaimana kita memutuskan apakah suatu parts tertentu benar-benar


kritikal? Berita baiknya adalah kita tidak lantas perlu khawatir. Sebelum kita
memulai evaluasi kritikalitas terhadap banyak aset, kita harus mengingatkan
diri sendiri tentang apa sih yang akan dilakukan dengan informasinya begitu
kita sudah memilikinya.

Sebagai contoh, jika kita menentukan bahwa suatu parts itu kritikal, apakah
itu berarti harus di Bill of Material (BOM)? Seseorang bisa berargumen
bahwa ini adalah pemikiran mundur atau terbalik, yaitu kita harusnya
membangun BOM-nya terlebih dahulu dan kemudian baru menentukan item
mana dari BOM tadi yang kritikal.

Apakah cadangan kritikal harus ada dalam persediaan? Tentu saja, semakin
kritikal suatu parts, semakin penting bagi kita untuk memiliki parts yang siap
tersedia saat dibutuhkan, dan dalam kebanyakan kasus ini berarti memiliki
parts itu dalam stok. Tetapi bagaimana jika kita dapat membuat kesepakatan
dengan Penyedia lokal untuk menyimpan part kritikal itu untuk kita?
Bagaimana jika dibutuhkan dua jam sebelum kita siap untuk mengganti
komponen dan kita bisa mendapatkannya dalam satu jam saja? Elemen kunci
dari manajemen persediaan mendasar adalah membuat keputusan stocking
yang baik untuk setiap parts - baik kritikal atau tidak - berdasarkan perkiraan
permintaan, lead time, kekritisan aset parts yang digunakan, dan seberapa
cepat kita membutuhkannya. Secara umum, kekritisan suatu parts itu sendiri
tidak menentukan rencana stocking.

Jika kita menentukan bahwa suatu parts itu penting, apakah itu berarti kita
akan melakukan inspeksi dan/atau PM di gudang untuk memastikan
integritas parts tersebut saat ia ada di inventaris? Ini tampaknya masuk akal,
tetapi kegiatan ini tidak harus dibatasi hanya pada parts yang paling kritikal.
Misalnya, motor, pompa, atau gearbox yang mahal - kritikal atau tidak - harus

278
Pengoptimalan Asset Life Cycle

dianggap sebagai kandidat yang memungkinkan untuk beberapa kegiatan


maintenance gudang agar tetap dalam kondisi kerja yang baik di rak. Jadi bisa
jadi kita harus memasukkan biaya satuan item sebagai faktor kritikalitas -
sebagai bentuk improvement lain yang dapat dilakukan pada sistem.

Akankah kekritisan berdampak pada kode ABC untuk parts itu? Klasifikasi
ABC memang memberikan prioritas relatif untuk keperluan manajemen
inventaris (misalnya lokasi, penghitungan siklus, dll.). Tetapi prioritas itu
umumnya didasarkan pada tingkat aktivitas atau pergantian daripada
kritisitas.

Memiliki gagasan tentang tujuan akhir (proses), yakni tentang bagaimana


hasilnya akan digunakan secara strategis untuk menguntungkan bisnis)
adalah kunci untuk menjadikan evaluasi sebagai kegiatan yang bermanfaat.
Jika tidak pun, sekadar berkumpul bersama untuk melakukan evaluasi
terkadang dapat menghasilkan diskusi yang produktif di antara para
pemangku kepentingan utama tentang masalah yang dijelaskan di atas.

Terlepas dari metode apa yang kita gunakan untuk menentukan kekritisan
item, jika semua yang kita dapatkan adalah sepotong data parametrik yang
tidak memberi tahu kita hal lain tentang parts itu, lalu mengapa kita sampai
perlu berpayah-payah? Ketika kita mempertimbangkan berapa lama waktu
yang dibutuhkan, kita bisa jadi menemukan bahwa waktu akan lebih baik
dihabiskan untuk mengatasi masalah yang lebih penting, seperti memastikan
semua parts kita terikat pada aset melalui Bill of Material; meninjau tingkat
persediaan; atau aktivitas manajemen inventaris lainnya yang tampaknya
tidak pernah sempat dilakukan orang. Intinya adalah bahwa jika kita akan
melakukan evaluasi kekritisan suku cadang, buatlah upayanya jadi
bermanfaat dengan mengembangkan proses kita terlebih dahulu sehingga
kita tahu bagaimana hasilnya nanti akan digunakan.

7.2.3 Lead time dalam Manajemen Persediaan

Lead time adalah jumlah waktu yang dibutuhkan dari saat pelanggan
melakukan pemesanan sampai produk keluar untuk pengiriman, termasuk
waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi bahan untuk produk tersebut
atau waktu yang diperlukan untuk menerima bahan. Di sisi pelanggan, Lead
time dapat diartikan sebagai waktu yang diperlukan untuk memproses
pesanan hingga menerima pengiriman produk yang dipesan. Misalnya kita

279
Pengoptimalan Asset Life Cycle

melakukan pemesanan hari ini dan menerima kiriman dalam waktu 4 hari
kemudian, berarti waktu tunggu atau Lead time untuk pesanan tersebut
adalah 4 hari.

Istilah “Lead time” ini umumnya digunakan di banyak bidang Manufaktur


maupun Jasa seperti Manajemen Rantai Pasokan (SCM), Manajemen Proyek,
Manajemen Pemasok, Perencanaan Kebutuhan Bahan & Perencanaan
Kebutuhan Perusahaan (MRP & ERP), Pengembangan Perangkat Lunak dan
bahkan di Manajemen Sumber Daya Manusia.

Pada dasarnya hampir setiap bisnis memiliki Lead time yang harus
diperhatikan. Penafsiran istilah “Lead time” ini mungkin akan berbeda di
setiap bidang tergantung pada sifat operasinya. Contoh di bidang
Manajemen Rantai Pasokan, Lead time adalah durasi sejak pesanan diterima
sampai barang tersebut dikirim ke pelanggan. Sedangkan dalam
Pengembangan Produk Baru, Lead time adalah waktu yang dibutuhkan oleh
suatu produk untuk mencapai pasarnya. Di samping itu, Lead time dalam
Manajemen Sumber Daya Manusia adalah waktu yang dibutuhkan untuk
perekrutan sumber daya manusia tersebut ke organisasi atau
perusahaannya.

Pengaruh Lead time terhadap Keputusan Pemesanan

Lead time sangat berpengaruh terhadap keputusan pemesanan bahan dalam


setiap proses produksi. Pemesanan bahan yang diperuntukan produksi akan
bermasalah apabila tidak memperhitungkan Lead time. Pemesanan yang
tidak sesuai Lead time akan mengakibatkan tingginya persediaan yang
merugikan perusahaan ataupun kekurangan bahan yang dapat digunakan
sehingga mengakibatkan berhentinya proses produksi. Oleh karena itu, kita
perlu memperhitungkan dengan baik agar jumlah pemesanan sesuai dengan
Lead time-nya.

Elemen atau Variabel Utama Lead time

Lead time pada sebuah perusahaan manufaktur pada dasarnya dibentuk dari
beberapa elemen atau variabel, diantaranya adalah:

1) Lead time = Preprocessing time + Processing time + Waiting time +


Transportation time + Inspection time + Storage time

280
Pengoptimalan Asset Life Cycle

2) Waktu pra-proses (Pre-processing time): Waktu yang diperlukan


untuk menerima Permintaan, memahami permintaan dan
membuat pesanan Pembelian.
3) Waktu Proses (Processing time): Waktu yang diperlukan untuk
memproduksi atau membeli barang.
4) Waktu Tunggu (Waiting time): Jumlah waktu yang diperlukan dalam
antrian menunggu produksi.
5) Waktu Transportasi (Transportation time): Waktu barang dalam
perjalanan untuk mencapai pelanggan.
6) Waktu inspeksi (Inspection time): Waktu yang diperlukan untuk
memeriksa produk jika ada ketidaksesuaian.
7) Waktu penyimpanan (Storage time): Waktu barang menunggu di
gudang atau pabrik.

7.2.4 Menentukan Stok Persediaan Optimal

Agar proses pemberian layanan dapat berjalan dengan baik, maka


ketersediaan suku cadang mesin harus dijaga. Berbeda dengan persediaan
bahan baku, work in process, dan produk jadi yang dipengaruhi oleh proses
produksi dan permintaan pelanggan, persediaan suku cadang mesin produksi
disimpan untuk mendukung proses pemeliharaan dan proses produksi
perusahaan. Oleh karena itu pengelolaan persediaan suku cadang mesin
produksi harus dilakukan dengan baik sehingga proses produksi
pembangkitan listrik dapat berjalan dengan baik pula.

Dalam pengelolaan persediaan suku cadang mesin produksi terdapat dua


pertanyaan utama yaitu berapa banyak jumlah yang dibutuhkan dan kapan
barang tersebut harus dipesan. Hal tersebut penting untuk diketahui,
sehingga suku cadang dapat tersedia pada jumlah dan waktu yang tepat. Ada
banyak hal yang harus diperhatikan dalam menentukan jumlah persediaan,
di antaranya adalah ketersediaan lokasi penyimpanan, biaya pemesanan,
biaya penyimpanan dan ketidakpastian-ketidakpastian yang ada.
Ketidakpastian tersebut diantaranya adalah ketidakpastian permintaan
(demand) dan ketidakpastian waktu penerimaan (lead time). dengan adanya
ketidakpastian tersebut, proses penentuan jumlah persediaan suku cadang
mesin produksi tidak dapat dilakukan dengan mudah. Terdapat dua
kemungkinan yang dapat terjadi dengan adanya ketidakpastian permintaan
dan lead time ini yaitu kekurangan persediaan (stock out) dan kelebihan
persediaan (over stock).

281
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Dalam inventory management, utamanya material management, kita tentu


harus menjaga agar stok selalu dapat digunakan. Pengecekan dan
pengawasan stok diperlukan, agar saat barang diperlukan, operator dapat
langsung mendapatkannya dari pihak gudang. Di sisi lain, stok barang di
gudang sebaiknya tidak terlalu banyak, karena akan membuat uang berhenti
dan resiko barang rusak menjadi semakin besar. Agar barang terus mengalir
dalam jumlah yang terkendali, harus ada metode yang pas dalam
pengendaliannya. Pada titik inilah, reorder point dan safety stok diperlukan
oleh perusahaan.

Sesuai dengan namanya, reorder point adalah titik di mana barang sebaiknya
diminta oleh pihak gudang. Reorder point, mengacu pada jumlah stok yang
ada di gudang, di mana jika stock barang sudah mencapai pada jumlah
tersebut, orang gudang harus cepat-cepat meminta barang itu agar dibelikan
oleh purchasing pada bagian procurement.

Seperti reorder point, safety stock juga tidak jauh beda dengan arti yang
melekat di namanya. Safety stock berarti jumlah aman stok. Jumlah aman ini
diperlukan untuk jaga-jaga, apabila lead time dari pembelian ternyata lebih
lama dari biasanya, padahal barang sudah keburu diperlukan. dengan adanya
safety stock, ada jaring pengaman sehingga apabila vendor terlambat dalam
mengantarkan barangnya, atau stok mendadak tidak ada di vendor,
perusahaan manufaktur tetap memiliki ‘waktu tambahan’ untuk
mengonsumsi barang tersebut.

Penentuan safety stock ataupun minimum stock adalah dasar untuk reorder
point. Karenanya, mustahil kita bisa menentukan reorder point apabila tidak
menemukan safety stocknya. Lalu bagaimana cara menentukan safety stock
itu?

Karena pada dasarnya safety stock adalah untuk kepetingan keamanan dan
jaga-jaga. Maka dasar penghitungannya pun tidak bisa sekedar melihat lead
time dan pemakaian rata-rata sehari, melainkan lebih detail.

Mengapa itu dilakukan? Karena untuk menjaga agar angka dari safety stock
tidak terlalu besar, sehingga membuat rupiah diam semakin banyak. Ingat,
inti dari penentuan reorder point dan safety stock adalah agar alur barang
dapat berjalan seefisien mungkin

282
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Besarnya safety stock dapat dihitung dengan memperhitungkan beberapa


faktor penentu, seperti:
a. Penggunaan bahan baku rata-rata, artinya harus diketahui dahulu
berapa rata-rata penggunaan bahan baku perusahaan.
b. Faktor waktu, yang digunakan untuk menyediakan persediaan
pengaman tersebut.
c. Biaya yang digunakan, artinya besarnya biaya yang dibebankan
untuk melakukan persediaan pengaman.

Di samping faktor penentu di atas dalam menentukan safety stock diperlukan


standar kuantitas yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Persediaan minimum, yang diperlukan oleh perusahaan dan tidak
boleh kurang dari yang sudah ditetapkan.
b. Besarnya pesanan standar, merupakan biaya pesanan yang
dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku.
c. Persediaan maksimum, jumlah persediaan maksimal.
d. Tingkat pemesanan kembali, rupakan jumlah pemesanan kembali
pada saat dibutuhkan.
e. Administrasi persediaan.

Untuk menentukan reorder point dari suatu barang, kita harus tahu safety
stocknya terlebih dahulu. Setelah angka safety stock ditemukan, kita cukup
menambahkan safety stock itu dengan perkalian antara lead time dengan
rata-rata pemakaian tiap hari barang itu. Saat angka sudah ditemukan, maka
pada titik itulah, sebaiknya orang gudang segera meminta barang untuk
dibelikan purchasing.

7.2.5 Sistem Pengendalian Persediaan

Analisa economic order quantity dan safety stock memang dapat


dipergunakan untuk menentukan tingkat persediaan yang tepat sepanjang
asumsi yang mendasari terpenuhi. Namun demikian masih diperlukan
adanya sistem pengendalian persediaan. Sistem pengendalian persediaan
dapat diterapkan mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling
kompleks. Beberapa sistem pengendalian persediaan menurut Sartono
(2014: 453-456) tersebut akan dibahas pada bagian berikut ini.

283
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Model Just In Time (JIT)

Metode just in time sebenarnya telah dikembangkan oleh Jepang dan


menjadi begitu populer di seluruh dunia. Pada prinsipnya, metode ini hanya
mensinkronkan kecepatan bagian produksi dengan bagian pengiriman.
Metode ini mula-mula dikembangkan oleh perusahaan mobil Toyota. Toyota
mencoba untuk menekan persediaan yang harus dipertahankan dengan cara
menyesuaikan kecepatan proses perakitan atau assembling dengan
pengiriman bahan dari supliernya. Sparepart diterima hanya beberapa jam
atau bahkan beberapa menit sebelum sparepart tersebut diperlukan dalam
perakitan. dengan cara ini tentunya Toyota tidak perlu harus
mempertahankan persediaan yang besar, tetapi ini diperlukan adanya
koordinasi yang baik antara bagian perakitan dengan suplier baik
menyangkut kuantitas, kualitas, dan ketepatan spesifikasi lainnya.

Just in time method ini tidak hanya dapat diterapkan di perusahaan besar
tetapi dapat juga diterapkan oleh perusahaan kecil. Bahkan perusahaan kecil
akan lebih mudah menerapkan just in time method karena relatif lebih
mudah dalam redefine job function dibandingkan dengan perusahaan besar.
Bagaimana prospek metode just in time ini di Indonesia, tampaknya
penerapan metode ini masih menghadapi beberapa kendala. Khususnya
yang menyangkut masalah transportasi. Jika input yang diperlukan dipenuhi
dari luar perusahaan maka masalah ketepatan pengiriman rupanya masih
menjadi kendala terbesar. Ini disebabkan karena prasarana angkutan yang
masih belum memadai, selain itu jaminan ketepatan baik kuantitas maupun
kualitas input masing sangat memprihatinkan. Penerapan metode ini sangat
diperlukan adanya komitmen bersama antara supplier dan perusahaan
pemakai.

Model Outsourcing

Alternatif lain dalam pengendalian persediaan ini adalah dengan cara


membeli dari pihak luar. dengan cara ini maka perusahaan tidak perlu harus
memproduksi sendiri input yang diperlukan dalam proses produksi.
Alternatif membeli dari luar dan dikombinasikan dengan just in time method
akan mampu menekan persediaan pada tingkat yang sangat rendah dan
dengan demikian akan meningkatkan efisiensi dan profitabilitas perusahaan.
Meskipun demikian ada alasan lain pembelian input dari luar yakni semata-

284
Pengoptimalan Asset Life Cycle

mata karena mungkin alternatif ini lebih murah dibandingkan dengan


memproduksi sendiri input yang diperlukan.

Sistem Pengendalian ABC

Metode economical order quantity hanya menentukan jumlah pemesanan


yang optimal. Tetapi metode ini mengasumsikan bahwa pemakaian
persediaan relatif konstan. Dalam kenyataannya tidak jarang tingkat
pemakaian dan frekuensi pemakaian berubah setiap waktu. Untuk itu
diperlukan satu metode dalam pengendalian persediaan yang
memperhatikan masalah tersebut. Metode ABC pada prinsipnya
memperhatikan faktor harga atau nilai persediaan, frekuensi pemakaian,
risiko kehilangan barang, dan lead time. Barang-barang yang nilai, frekuensi
pemakaian dan risiko kehabisan tinggi dikelompokkan ke dalam kelompok A.
Kelompok ini berarti mencakup kelompok barang yang sangat penting untuk
diawasi dengan seksama.

Berikutnya adalah kelompok B yang mencakup kelompok barang-barang


yang relatif kurang penting sedangkan di luar kedua kelompok tersebut
dikelompokkan ke dalam kelompok C. Kelompok C ini mungkin saja secara
kuantitas besar tetapi dari segi nilai relatif kecil dibandingkan dengan
kelompok A. dengan metode ini manajemen menitikberatkan pada
kelompok A yang bernilai strategis bagi perusahaan. Karena ketidaktepatan
dalam manajemen kelompok A akan berakibat sangat besar bagi
kelangsungan perusahaan.

Material Requirement Planning (MRP)

Metode ABC di atas dimunculkan untuk mengatasi kompleksitas pada proses


produksi dengan pemakaian persediaan material yang tidak konstan. Namun
pada kasus di mana persediaan dan produksi atas suatu material ditentukan
oleh produksi material yang lain (dependent demand), maka perusahaan
dapat menggunakan material requirement planning (MRP). MRP pada
hakikatnya merupakan sistem informasi yang berbasis komputer untuk
penjadwalan produksi dan pembelian item produksi yang bersifat dependent
demand. Informasi mengenai permintaan produk jadi, struktur dan
komponen produk, waktu tunggu (lead time), serta posisi persediaan saat ini
digunakan untuk meningkatkan efektivitas biaya produksi dan pembelian.

285
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Asumsi yang melatarbelakangi MRP adalah bahwa produk akhir merupakan


hierarki yang terdiri dari assembly, sub-assembly, komponen, dan bahan
baku. Produk akhir dibuat berdasar prakiraan permintaan atau pemesanan
aktual akan produk tersebut. dengan menggunakan permintaan produk
akhir, struktur produk, serta lead time, sistem ini akan menentukan secara
akurat berapa dan kapan suatu assembly, sub-assembly, atau komponen
harus dibuat dan dipesan agar tersedia saat dibutuhkan untuk tahap
produksi berikutnya tanpa membuat tingkat persediaan berlebihan.

Dalam perkembangannya kini telah muncul MRP II merupakan


pengembangan MRP yang menggabungkan pemrosesan pesanan, tagihan,
persediaan pada retailer serta aktivitas penggunaan karyawan dan mesin
menjadi suatu sistem dalam perusahaan. Sehingga MRP II sifatnya lebih luas
dibanding MRP karena melibatkan sistem pemesanan dan penjualan dalam
membuat skedul produksi untuk produk akhir di masa depan. Generasi
terbaru kini telah sampai pada MRP III.

7.3 Smart Inventory Management System


Dalam pengelolaan ketersediaan material idealnya harus dilakukan secara
optimal agar stock selalu tersedia saat dibutuhkan namun tidak juga
berlebihan karena dapat menimbulkan waste cost yang merupakan
pemborosan biaya dan seharusnya bisa dialihkan untuk investasi lainnya.
Pada awalnya, tata kelola inventori di PT Indonesia Power dilakukan secara
konvensional (manual) yang berdampak pada inefisiensi proses transaksi
serta saldo material yang belum optimal. Untuk itu, maka Indonesia Power
melalui salah satu tim inovasi di head office (Faizal Ferdian A., Anggi Anggara,
Timur Sahadewa) bermaksud untuk merevolusi proses pengelolaan inventori
dengan menggunakan Smart Inventory Management System dengan metode
SMART. SMART sendiri adalah akronim dari:

• S-ystemized and digitalized,


• M-inimized manual intervention
• A-nytime and anywhere,
• R-eal time and data integrity
• T-ime reduction and traceable

286
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Selanjutnya agar mudah diingat Smart Inventory Management System ini


disingkat menjadi SIMS. Implementasi SIMS menggunakan aplikasi mobile IP-
ProInventory yang dikembangkan oleh inovator dari Indonesia Power.
Aplikasi ini terintegrasi dengan ERP dan Maximo. Tentunya penggunaan
teknologi mobile dirasa sangat tepat dalam melakukan revolusi ini, dimana
mayoritas pegawai PT Indonesia Power adalah generasi milenial sangat akrab
dengan ponsel di kesehariannya.

Alasan dipilihnya teknologi mobile sebagai basis revolusi digital tata kelola
pembangkit antara lain: 1) proses yang efisien, 2) memiliki integritas data
yang baik, 3) sistematis, 4) biaya implementasi yang murah, 5) serta proses
internalisasi yang cepat. selanjutnya inovasi memberikan dampak positif
dengan menciptakan proses pengelolaan inventori yang lebih baik dari sisi
proses maupun KPI.

SIMS dalam pelaksanaannya mencakup proses antara lain: perencanaan,


transaksi, dan pengendalian material yang merupakan perpaduan antara
tata kelola manajemen inventori dengan implementasi teknologi digital
melalui aplikasi IP-ProInventory.

Dalam implementasinya, program SIMS mendukung 2 (dua) dari 5 (lima) pilar


PLN SOLID, yakni: “O” atau optimizing cost efficiency dan “L” atau leading
industry capability yang diterjemahkan ke dalam Strategic Objective dan
Strategic Initiative PT Indonesia Power. Salah satu dari Sub Strategic Initiative
perusahaan adalah program Smart Inventory Management System.

Aplikasi mobile IP-ProInventory dapat digunakan secara real time, kapan saja
dan di mana saja, sehingga memudahkan proses pengelolaan dan
pengendalian persediaan. Proses transaksi mutasi material dapat dilakukan
12x (dua belas kali) lebih cepat dibandingkan dengan proses transaksi
sebelumnya, yakni tanpa menggunakan IPProInventory.

Dengan penerapan SIMS, berdasarkan hasil maturity Level asset


management SM.2 tahun 2019, integritas data untuk inventarisasi material
mengalami peningkatan dari 92% menjadi 98%. Selain itu, terjadi penurunan
saldo persediaan material sebesar Rp 87.127.993.242,00 atau turun sebesar
56% dari saldo rata-rata persediaan selama 10 (sepuluh) tahun terakhir.

287
Pengoptimalan Asset Life Cycle

7.3.1 IP-ProInventory

IP-ProInventory adalah aplikasi perangkat lunak berbasis Android dan iOS


yang memanfaatkan fitur QR Code sebagai identifier yang terintegrasi
dengan ERP dan MAXIMO untuk mempercepat dan mempermudah kegiatan
inventori yang dilakukan unit di mana saja dan kapan saja, tanpa harus
memerlukan banyak dokumen mengakses PC seperti cara lama sehingga
tercapai kinerja proses yang SMART, yakni “M” atau Minimized manual
intervention. Implementasi pengelolaan inventori di PT Indonesia Power
menggunakan dua macam platform, yakni ERP dan MAXIMO. Dalam
penggunaannya, aplikasi ERP dan MAXIMO berjalan secara bersamaan.
dengan adanya IP-ProInventory, maka kedua aplikasi ini dapat terintegrasi
dan mendukung kinerja lebih efektif dan efisien dalam kegiatan inventori.

7.3.2 Digitalisasi Gudang

Untuk mendukung implementasi SIMS, dimulai dengan melakukan


digitalisasi gudang dengan menambahkan QR code pada kartu gantung
material. Proses SMART, poin “S” atau systemized and digitalized pada
digitalisasi gudang akan memudahkan dalam deployment fitur aplikasi ke
depannya. Penambahan QR Code menggunakan stiker label dengan material
khusus yang tahan air dan tidak mudah sobek. Stiker ini memuat informasi
sebagaimana ditunjukkan Gambar 69.

Gambar 69 Format Informasi QR Code

Pada baris pertama terdapat nomor katalog, description item, gudang,


locator, dan satuan barang. Sedangkan untuk QR code di sebelah kanan
berisikan informasi sub inventory, locator, dan item number dengan format
sebagai berikut:

[Subinventory]#[Locator]#[Item Number]

288
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Untuk mengubah QR code dari teks informasi tersebut, dapat digunakan


aplikasi QR generator yang dapat diunduh baik dari mobile ataupun web
based.

7.3.3 Fase 1 (Efisiensi Transaksi)

Fase 1 dimulai dengan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan. Fase ini


bertujuan untuk mempercepat dan memudahkan transaksi material dalam
kegiatan inventori yang meliputi perbaikan efisiensi transaksi mutasi
material sebagaimana implementasi SMART untuk “T”, yaitu time reduction
and traceable dalam SIMS.

Fitur pengeluaran adalah proses mengeluarkan Pada fase ini mulai dengan
menggunakan IP-ProInventory 1.0 sebagai gawai untuk melakukan kegiatan
berikut: penerimaan, pengeluaran, melihat history, dan cek status barang
material dari gudang. Fitur pengeluaran barang terintegrasi dengan work
order pada MAXIMO, di mana bon permintaan barang dapat diakses dengan
memindai QR code dan otomatis akan memotong persediaan pada ERP tanpa
harus mengakses PC.

Gambar 70 QR Code pada Bon Permintaan

Fitur penerimaan terdiri dari proses: receive, inspect, dan deliver (RID). Pada
proses ini terdapat 19 langkah dalam sistem ERP dan terlihat pada bagan di
bawah ini. Dalam pelaksanaannya kurang lebih membutuhkan waktu 16
menit. Hal ini dikarenakan selain proses yang panjang, kegiatan penerimaan

289
Pengoptimalan Asset Life Cycle

juga harus dilakukan melalui PC dengan user yang berbeda-beda, dan


diperlukan persetujuan bertingkat sampai dengan Level eksekutif. Sama
halnya dengan proses inspect di mana budget in charge harus melalui
approval di ERP Hal ini akan membutuhkan waktu lebih lama dan besar
kemungkinan tertunda prosesnya apabila user PC tersebut tidak berada di
tempat.

Gambar 71 proses penerimaan barang pada ERP (sebelum inovasi)

Berdasarkan kondisi tersebut maka diciptakan solusi dengan menggunakan


aplikasi mobile IP-ProInventory, yang mampu memangkas proses yang
sebelumnya sebanyak 19 (sembilan belas) tahap menjadi hanya 10 (sepuluh)
tahap!

Gambar 72 Proses penerimaan barang pada ERP (setelah inovasi)

Dari hasil pemakaian aplikasi mobile IP-ProInventory pada proses


penerimaan, terbukti dapat mempercepat proses dan waktu dari 16 (enam
belas) menit hanya menjadi 2 (dua) menit. Artinya mempersingkat proses
kerja sebanyak 14 (empat belas) menit!

290
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Fitur mencari barang dan info history barang. Fitur lain pada tahap ini adalah
mencari dan mengetahui history barang. Melalui fitur ini user dapat
mengetahui stock material di seluruh unit pembangkit PT Indonesia Power.
Fitur ini tidak hanya menyajikan saldo dan tempat persediaan material saja,
namun disertai juga dengan foto, harga rata-rata, dan lokasi barang berada.
Untuk menu history item dapat digunakan sebagai pengganti kartu gantung.
dengan adanya fitur ini, kebutuhan mencari barang dan mengetahui history
yang sebelumnya memakan waktu 2 (dua) menit atau 120 (seratus dua
puluh) detik menjadi 15 (lima belas) detik, atau 8x (delapan kali) lebih cepat
dari prosedur lama.

Gambar 73 Proses penerimaan barang pada ERP (setelah inovasi)

7.3.4 Fase 2 (Data Integrity)

Dalam peningkatan data integrity, dibutuhkan perbaikan proses inventarisasi


yang meliputi stock count dan stock opname. Hal ini sejalan dengan
Keputusan Direksi Nomor 687.K/DIR/2010 tentang Sistem Tata Kelola
Pergudangan Di Lingkungan PT PLN (Persero) yang membahas mengenai
asesmen persediaan. Penggunaan aplikasi mobile sangat tepat untuk
mempercepat proses kerja inventori. Penggunaan aplikasi mobile dinilai
efisien dari sisi waktu, serta kemampuan update data integrity secara real
time. Proses yang harus dilakukan untuk melakukan inventori adalah:
petugas gudang menuju rak material sesuai list, pindai QR Code untuk
identifikasi, kemudian melakukan input nilai fisik material yang ada di
aplikasi. Sistem akan mengolah hasil berdasarkan database dan outputnya
adalah nilai aktual dalam bentuk report.

291
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Untuk stock count, asesmennya dilakukan pada H+1, dimana list barang yang
ditransaksikan di hari sebelumnya akan muncul di list aplikasi mobile. Hal ini
memudahkan petugas gudang untuk mengetahui barang mana saja yang
wajib di-stock count. Sedangkan data stock opname adalah data material
yang terdapat persediaan di gudang pada saat awal kegiatan stock opname.

Gambar 74 Proses inventarisasi sebelum implementasi memerlukan waktu 15 menit

Gambar 75 Proses inventarisasi setelah implementasi yang dilakukan hanya 5 menit

Dari implementasi tersebut ada beberapa keuntungan yang didapat: waktu


proses kerja dapat lebih cepat hingga 3x (tiga kali) lipat, yakni menjadi 5
(lima) menit dari asalnya membutuhkan waktu 15 (lima belas) menit,
meningkatkan data integrity melalui report terpusat, dan transparansi akses
informasi.

7.3.5 Fase 3 (Perencanaan Inventori)

Di Fase 3, diimplementasikanlah perencanaan inventori mobile dengan stock


control chart yang mencakup: SS, ROP, dan ROQ. Proses perhitungan dapat
dilakukan melalui sistem yang ada dan diawasi melalui stock control chart.
Kemudahan akses melihat stock control chart dapat menjadi salah satu upaya
dalam melakukan optimasi material, terlebih-lebih chart ini dapat diakses
secara real time. Stock control chart adalah grafik yang dapat digunakan
untuk memudahkan dalam penentuan perencanaan maupun pengendalian
atas material.

292
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Gambar 76 Chart Control pada IP-ProInventory

7.3.6 Fase 4 (Warehouse Mapping Based on Augmented Reality)

Pada fase 4 akan dibuat warehouse mapping berdasarkan teknologi


augmented reality.

Gambar 77 Warehouse mapping design based on augmented reality

293
Pengoptimalan Asset Life Cycle

Halaman ini sengaja dikosongkan.

294
Bab VIII Digital Transformation
Bab ini akan membahas strategi yang dilakukan PT Indonesia Power dalam
mengimplementasikan digital tranformation (transformasi digital) dan
bagaimana perusahaan dapat menikmati proses transformasi digital
tersebut. Melalui tiga pilar utama yaitu People, Structure dan Technology,
Indonesia Power melakukan transformasi sehingga dapat mencapai
keandalan dan efisiensi pembangkit. Selain itu, Indonesia Power melalui
Division of Information Technology memiliki program kerja yang disebut
Program Kerja Strategis Teknologi Informasi (PASTI) sebagai platform untuk
menggali benih inovasi. Bab ini akan menjelaskan bagaimana strategi yang
diimplementasikan oleh PT Indonesia Power sehingga perusahaan dapat
dengan mudah menjalani proses transformasi digital. Berdasarkan tiga aspek
yang perlu dikelola dalam transisi digital, PT Indonesia Power membangun
fondasi kapabilitas dalam transformasi digital baik dari sisi people, structure
dan technology. Kemudian menyelaraskan struktur penghargaan untuk
memotivasi pegawai dalam mengawal proses transformasi digital yang
berkesinambungan serta mengukur dan memonitor kemajuan digital yang
sudah di implementasikan oleh perusahaan.

295
Digital Transformation

8.1 Menyikapi Dinamika Perubahan


Dalam menghadapi dinamika global yang penuh gejolak (volatility),
ketidakpastian (uncertainty), kerumitan (complexity) dan ketidakjelasan
(ambiguity) atau yang kita kenal sebagai VUCA, organisasi bisnis dituntut
untuk bekerja ekstra agar bisa survive dan terus bertumbuh. VUCA yang
diiringi oleh disruption technology tidak hanya berdampak pada bisnis atau
industri tertentu, tapi keseluruh bisnis yang ada di dunia. Tak terkecuali
industri berbasis energi seperti yang dijalankan oleh Indonesia Power.
Menyikapi dinamika perubahan yang berlangsung cepat dan bersifat global
tersebut, Indonesia Power telah menetapkan misi transformasinya sebagai
perusahaan solusi energi.

8.1.1 Selaras dengan Transformasi PLN

Transformasi digital merupakan salah satu bentuk dari transformasi yang


dilakukan oleh Indonesia Power untuk mencapai visi misi yang telah
ditetapkan. Manfaat besar dari aspek bisnis yang diharapkan dapat diperoleh
perusahaan melalui transformasi digital adalah terjadinya penguatan
transformasi bisnis utama (strengthen the core) dengan mengacu pada
reliability (keandalan) dan efficiency.

Sebagai anak perusahaan PLN, transformasi yang sudah ditetapkan oleh


Indonesia Power sudah sejalan dengan transformasi yang dilakukan oleh PLN
melalui “Aspirasi PLN 2024” dengan 4 poin transformasinya (Green, Inovatif,
Lean dan Costumer Focused) dan tagline “Power beyond generation”.
Sebagai perusahaan di bidang energi, PLN memerlukan transformasi digital
dalam proses bisnisnya, mulai dari sisi pembangkitan sampai dengan
pelayanan pelanggan. Untuk menghadapi perubahan zaman, PLN terus
mendorong inovasi dengan mendigitalisasi semua proses bisnis dan operasi.
PLN harus lebih adaptif terhadap tuntutan zaman, kreatif menangkap
peluang dan mencari solusi. PLN juga semakin berorientasi terhadap
kepuasan pelanggan dengan membuat proses pelanggan semakin
terintegrasi. Seiring dengan transformasi PLN, Indonesia Power telah
mengevaluasi visi dan misinya, sebagai adaptasi dari perubahan lingkungan
bisnis yang sangat cepat dan dinamis. Dari perubahan visi dan misi ini,
diharapkan Indonesia Power dapat semakin inovatif dengan melampaui
harapan pelanggan, selaras dengan customer experience pada tranformasi

296
Digital Transformation

PLN tahun 2020. Sebagai tindak lanjut Transformasi PLN tersebut telah
ditetapkan breakthrough initiatives dimana salah satunya adalah Digital
Power Plant. Selaras dengan PLN, Indonesia Power melalui transformasi
digital menerapkan strategic goals power plant of the future sehingga
diharapkan dapat menjadi lebih gesit, lebih lincah, lebih efisien, lebih efektif
dan lebih optimal.

8.1.2 People, Structure dan Technology

Berdasarkan Indeks Transformasi Digital Dell Technologies (DT Index) yang


dilakukan oleh Dell dan Intel pada tahun 2018, ditemukan bahwa 94
perusahaan di Indonesia mengakui masih mengalami hambatan besar untuk
melakukan transformasi digital. Indonesia Power menyadari bahwa
transformasi digital lebih dari sekadar faktor teknologi saja. Namun juga
sangat mungkin mengubah struktur hierarki hingga budaya perusahaan.
Transformasi digital merupakan sebuah proses yang terus berlangsung, maka
perlu dilakukan pemahaman dan strategi-strategi agar proses tersebut dapat
dilalui tanpa tantangan yang berarti dan perusahaan dapat menikmati proses
berlangsungnya transformasi digital. Pendekatan strategis untuk definisi,
pengumpulan, pengelolaan, pelaporan, dan tata kelola keseluruhan
informasi aset yang diperlukan untuk mendukung implementasi strategi dan
tujuan manajemen aset organisasi.

Saat ini Indonesia Power mengelola 4 Power Generation Unit (PGU), 12


Operation and Maintenance Unit (OMU) serta 5 Power Generation and O&M
Services Unit (POMU) dengan total kapasitas daya terpasang sekitar 15.583
MW. Sebagai pelaksana fungsi pemeliharaan pembangkit ada 1 (satu)
Maintenance Service Unit (MSU), serta 1 (satu) Project Unit sebagai penyedia
fungsi perencanaan dan pengendalian kegiatan proyek pembangkit.
Ditengah persaingan antar pembangkit yang begitu sangat ketat, dimana
merit system, teknologi, fleksibilitas dan keandalan yang terbaik yang
mendapatkan kesempatan untuk menjadi prioritas dispatching dan
pemenang dalam grid. Pencapaian target kinerja operasi pembangkit
dilaksanakan dengan membangun keunggulan operasi dan pemeliharaan
melalui yang unggul. Agar dapat mewujudkannya Perusahaan harus mampu
meningkatkan kematangan proses bisnis pengelolaan pembangkit yang
sesuai dengan best practice. Agar tetap unggul dan berdaya saing tinggi,
Indonesia Power harus melakukan transformasi sehingga dapat mencapai
keandalan dan efisiensi pembangkit melalui transformasi yang ditetapkan

297
Digital Transformation

pada tiga pilar utama yaitu People, Structure dan Technology. Strategi
peningkatan keunggulan operasional dengan mengembangkan kemampuan
internal dilakukan melalui penerapan teknologi baru serta melakukan
efisiensi otomasi proses bisnis melalui digitalisasi.

8.1.3 Change Management dan Leadership

Change Management

Menurut Murthy (2007), terdapat tiga unsur kunci yang harus disentuh
dalam mengelola perubahan, yaitu People, Structure dan Technology. Cara
berpikir dan beradaptasi kita terhadap tiga usur ini harus diubah. Dibutuhkan
peran Change Agent dalam proses ini untuk memastikan agar perubahan
benar-benar berdampak pada perbaikan kinerja organisasi.

Gambar 78 Diagram Alir Change (Perubahan)

Change management sendiri dibutuhkan untuk mengelola proses dan


penerapan hal-hal mendasar di ranah inti seperti IT, proses bisnis, struktur
organisasi, dan pembagian kerja sedemikian rupa untuk mengurangi risiko
dan biaya agar mendapatkan benefit yang optimal.

Gambar 79 Diagram Alir Change Management

298
Digital Transformation

Leadership

Selain dari pada ranah tersebut (utamanya IT, yang dalam diagram di atas
ditempatkan pertama, sejalan dengan agenda transformasi PLN dan IP), yang
harus juga menjadi perhatian besar adalah people yang ada di perusahaan.
People memegang peranan paling penting. Mengapa? Sebab, walaupun
bagaimana, sebagus apapun sistem dan tata kelola yang dibangun oleh
perusahaan, ujung-ujungnya tetap bergantung pada faktor manusianya
(SDM atau pegawai). Meskipun perubahan adalah suatu hal yang niscaya,
pada faktanya tidak semua orang menerima dan nyaman dengan perubahan
tersebut. Bahkan tidak jarang, ada beberapa orang yang menolaknya. Di
sinilah peran penting leadership. Sebab untuk menyukseskan agenda
transformasi, semua orang membutuhkan kejelasan arah dan tujuan akhir
dari proses yang dijalankan. Oleh karena itu, semua unsur manajerial di
organisasi perusahaan harus bisa menjalankan peran sebagai leader yang
baik, yang bisa mengawal jalannya transformasi.

8.1.4 Strategic Change Leadership dan Digital Transformation

Perubahan yang paling mendasar dalam bisnis saat ini adalah karena
berkembangnya teknologi digital, information, communication dan
technologi (ICT), cloud big data management dan penggunaan artificial
intelligent (AI) dalam proses bisnis dan eksekusi perusahaan. Digitalisasi
menjadikan bisnis lebih efisien, kolaboratif & economical sharing tumbuh
dengan banyaknya perusahaan start up yang mendisrupsi perusahaan besar
dan mapan. Para leader diharuskan mampu melalukan perubahan proses
bisnis dan mindset anggota organisasi dengan transformasi digital yang
efektif. Transformasi digital tidak akan berjalan berkelanjutan hanya melalui
keyakinan para pimpinan puncak. Perusahaan yang menjalankan
transformasi digital menekankan bahwa untuk menjamin momentum
transformasi digital berjalan terus perlu dikelola tiga aspek transisi digital
(Westerman et al., 2014), sebagai berikut:

299
Digital Transformation

Membangun Fondasi Kapabilitas

Perusahaan harus membangun tiga fondasi untuk melanjutkan transformasi


digital, yaitu: (1) Ketrampilan digital (pengalaman dan pengetahuan
karyawan), (2) Membangun platform digital yang terstruktur yaitu
penerapan teknologi untuk memperkuat proses bisnis, dan (3)
Mengembangkan relationship yang efektif antara orang-orang IT dengan
pemilik bisnis proses.

Menyelaraskan Struktur Penghargaan (Reward)

Para leader dan pengambil kebijakan di perusahaan harus lebih fair dalam
mengukur kinerja dan memberikan imbal hasil atau reward, baik dalam
bentuk insentif finansial maupun non finansial. Hal ini dimaksudkan agar
orang-orang IT bisa lebih fokus dan semakin termotivasi untuk mengawal
transformasi digital yang berkesinambungan.

Mengukur dan Memonitor Kemajuan Digital

Sistem pengukuran kinerja dan monitoring yang tepat terhadap kemajuan


digital yang dibangun perusahaan akan membangun kepercayaan diri bahwa
investasi dan perubahan bisnis akan memberikan hasil yang sepadan. Selain
itu, pengukuran yang tepat juga akan memberikan dampak pada perubahan
budaya digitalisasi di dalam organisasi.

8.2 Strategi Transformasi Digital

8.2.1 Kerangka Kerja Transformasi Digital

Westerman mendefinisikan transformasi digital sebagai "penggunaan


teknologi secara radikal meningkatkan kinerja atau jangkauan perusahaan".
Definisi yang lebih holistik untuk istilah adalah bahwa “transformasi digital
dapat dipahami sebagai perubahan teknologi digital yang mengubah atau
mempengaruhi dalam semua aspek kehidupan manusia” (Kaplan et al.,
2004). Definisi menarik lainnya oleh (Lankshear and Knobel, 2008)
mendefinisikan transformasi digital sebagai "ketika penggunaan digital yang

300
Digital Transformation

telah dikembangkan, memungkinkan inovasi dan kreativitas dan merangsang


perubahan signifikan baik dalam domain profesional atau pengetahuan".

Transformasi digital yang sukses sebagaimana seperti yang disampaikan


dalam penelitian MIT Center for Digital Business dan Capgemini Consulting,
menggunakan serangkaian elemen yang di jelaskan pada Gambar 80.
Masing-masing elemen adalah alat kendali para eksekutif yang digunakan
untuk memulai dan mengarahkan transformasi digital pada organisasi
mereka. Pemimpin perusahaan harus mendiagnosis nilai aset perusahaan
yang potensial dan membangun visi transformatif untuk masa depan.
Kemudian, mereka berinvestasi pada keterampilan dan inisiatif digital untuk
mewujudkan visinya. Hal Fundamental dalam pelaksanaan visi transformasi
adalah komunikasi dan tata kelola yang efektif untuk memastikan bahwa
perusahaan bergerak ke arah yang benar.

Gambar 80 Kerangka Kerja Transformasi Digital


(Westerman George, Bonnet Didier, 2014)

301
Digital Transformation

8.2.2 Kaizen dan Agile

Kaizen

Kaizen (改善) merupakan istilah dalam bahasa Jepang yang bermakna


"perbaikan berkesinambungan". Filsafat kaizen berpandangan bahwa hidup
hendaknya fokus pada upaya perbaikan terus-menerus. Pada penerapannya
dalam perusahaan, kaizen mencakup pengertian perbaikan
berkesinambungan yang melibatkan seluruh pekerjanya, dari manajemen
tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah.

Implementasi kaizen adalah bagian filosofi dan bagian proses, yang dapat
membuatnya sulit untuk dibayangkan dalam istilah sehari-hari. Ini dapat
bekerja secara harmonis dengan pengaturan yang ada dan disesuaikan untuk
memenuhi kebutuhan yang tepat.

Model transformasi digital Indonesia Power berfokus metode Lean yang


disebut pendekatan "Kaizen”. dengan kata sederhana, banyak "kurva-J"
bukan hanya satu perubahan besar “Kaikaku”. Keuntungan dari pendekatan
ini adalah bahwa periode disrupsi cenderung lebih kecil daripada perubahan
besar dan hasil terlihat lebih cepat.

Gambar 81 Metode Kaizen berbanding Kaikaku

302
Digital Transformation

Agile

Pengembangan software secara Agile adalah salah satu metodologi dalam


pengembangan software. Kata Agile berarti cepat, ringan, bergerak bebas,
waspada. Agile adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan konsep
model proses yang berbeda dari konsep model proses yang ada (Martin, R.
C., 2003). Konsep pengembangan software secara Agile Manifesto
dipopulerkan oleh Kent Beck dan 16 rekannya dengan menyatakan bahwa
pengembangan software secara Agile adalah cara untuk membangun
perangkat lunak dengan melakukannya dan membantu orang lain untuk
membangun semuanya sekaligus (Dingsøyr, T., et al., 2010).

Digital Transformation Approach

Karena berbasis pada “Kaizen” dan juga mempertimbangkan “Agile” maka


kami dalam menyusun proses digital transformasi Indonesia Power dengan
melakukan pendekatan “triangle loop of transformation approach”. Pada
pendekatan ini ada 3 (tiga) aspek transformasi, yaitu: People, Process, dan
Technology. Dari aspek tersebut, kami memetakan setiap aspek dengan
masing-masing 3 (tiga) kompetensi dan 3 (tiga) kemampuan utama yang
perlu dimiliki perusahaan dalam proses digital transformation, seperti pada
gambar dibawah ini.

303
Digital Transformation

Gambar 82 Indonesia Power’s Triangle Loop Of Transformation Approach

Tabel 4 Acpect, Key Factor, dan Goal Indonesia Power’s Triangle Loop
of Transformation Approach

PEOPLE TECHNOLOGY PROCESS


Key Factor Goal Key Factor Goal Key Factor Goal
Leadership & COLLABORATION Data TRANSPARANCY Continuous STRENGTH
Culture Architecture Improvement
People & INNOVATION Standard & RELIABILITY Lean Culture EFFICIENT
Capability Compliance
Performance MOTIVATION Continuous AGILITY Data Driven INSIGHT
& Celebration Feedback

304
Digital Transformation

8.2.3 Scrum dan PASTI

PASTI pada kegiatan Digital Transformation memanfaatkan Agile dengan


framework Scrum untuk mengoptimalkan organisasi agar dapat terus-
menerus mengintegrasikan pekerjaan dalam penyesuaian yang sangat kecil
dengan loop umpan balik yang ketat untuk memastikan bahwa kualitas tidak
terganggu.

Titik awal Digital Tranformation dengan mencari PILOT Project dengan “Low
Hanging Fruit”, sehingga team akan mendapatkan pengalaman dan
merayakan keberhasilan, pada akhirnya team akan memilih proyek-proyek
yang sulit ditangani yang memberikan hasil lebih besar. Proyek-proyek yang
team pilih harus memiliki faktor "Home Run" dan yang paling utama
memenuhi kebutuhan di mana itu menjadi "MUST HAVE" untuk perusahaan.

Scrum

Scrum adalah kerangka kerja di mana orang dapat mengatasi masalah adaptif
yang kompleks, secara produktif dan kreatif untuk memberikan produk
dengan nilai setinggi mungkin. Scrum dikembangkan oleh Ken Schwaber dan
Jeff Sutherland pada tahun 1993 dan bertujuan untuk menjadi metodologi
pengembangan dan manajemen yang mengikuti prinsip-prinsip metodologi
Agile. Kerangka kerja Scrum sangat cocok diterapkan pada perkejaan yang
persyaratannya cenderung berubah atau sebagian besar waktu tidak
diketahui pada awal proyek.

Scrum dibangun di atas teori proses kontrol empiris atau bisa disebut
empirisme. Empirisme menyatakan bahwa pengetahuan datang dari
pengalaman dan pengambilan keputusan didasari oleh apa yang telah
diketahui hingga saat ini. Tiga pilar yang memperkokoh setiap implementasi
dari proses kontrol empiris adalah: transparansi, inspeksi dan adaptasi.

305
Digital Transformation

Scrum Team terdiri dari Product Owner, Development Team dan Scrum
Master. Scrum Team bersifat swakelola dan lintas-fungsi. Tim yang swakelola
memilih cara terbaik dalam mengerjakan pekerjaan, bukan diperintah oleh
orang lain di luar tim. Tim yang lintas-fungsi memiliki semua keahlian yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tanpa bergantung pada orang
lain di luar tim. Bentuk Scrum Team telah terbukti menjadikan tim semakin
efektif dalam mengerjakan semua tipe pekerjaan jenis pekerjaan kompleks.

Gambar 83 Kerangka Kerja Scrum

Program Strategis Teknologi Informasi (PASTI)

Indonesia Power melalui Division of Information Technology memiliki


program kerja yang disebut Program Kerja Strategis Teknologi Informasi
(PASTI) sebagai platform untuk menggali benih inovasi. PASTI sebagai
kelompok kerja strategis yang menerapkan inovasi strategis dan integrasi
dengan corporate entrepreneursip.

306
Digital Transformation

Gambar 84 Kerangka kerja Scrum pada PASTI Digital Transformation

Gambar 85 Sample Scrum Sprint from PASTI

307
Digital Transformation

8.3 Data to Competence


Sebagai perusahaan yang telah berkiprah lebih dari dua dekade, ditambah
lagi dengan kapasitas bisnis, relationship dengan berbagai stakeholder, dan
sebagainya yang semuanya berskala besar dan luas, tentunya menjadikan
Indonesia Power memiliki journey yang sangat

kaya. Dari perjalanan dan proses bisnis yang dijalaninya, Indonesia Power
terhubung dan terlibat dengan banyak sekali data. Secara umum big data
tersebut tersebar di beberapa komponen ini:

• Proses Bisnis Internal : Data Input & Output


• Infrastruktur teknologi Big Data : Server, Sensor, Konfigurasi, Tools,
Authority & Security, Responsibility, Sizing/Leveling
• Akomodasi Input data eksternal: Stakeholder, Peer, Kompetitor,
pemerintah.

Gambar 86 Model Data To Competency

Data yang terkoleksi dengan jumlah besar ini bukan hanya besar (big) dalam
arti kuantitatif, namun secara kualitatif juga memiliki arti yang sangat besar
bagi perusahaan. Ibarat air yang bersumber dari berbagai mata air dan
bermuara di sebuah danau, demikianlah data-data yang terkumpul di
Indonesia power, telah membentuk sebuah danau data (data lake).

308
Digital Transformation

Mengingat bahwa Indonesia Power saat ini sedang menjalankan


transformasi digital, hasil pembelajaran yang didapatkan dari pengolahan
dan pengelolaan data dengan semua prosesnya, secara tepat guna dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan inovasi digital dalam menciptakan
digitalisasi proses dalam wujud aplikasi-aplikasi yang memudahkan
keberlangsungan proses bisnis perusahaan. dengan adanya aplikasi digital
ini, tiga hal yang menjadi prioritas perusahaan dapat dicapai yaitu Efficiency,
Improve Productivity dan Improve Revenue. Framework pemanfaatan data
dalam rangka peningkatan kompetensi melalui pengelolaan big data
terintegrasi PT Indonesia Power tertuang dalam SK no. 110.K/010/2018.

Agar mendapatkan hasil optimal, pengelolaan big data tentunya


membutuhkan bukan hanya keterampilan mininal. Indonesia Power sangat
serius dalam berinvestasi di bidang ini. Bahkan, Artificial Intelligence
termasuk dalam rekomendasi direksi yang harus diaplikasikan dalam
membangun arsitektur big data. Investasi yang dikucurkan Indonesia Power
dalam membangun infrastruktur big data ini ditujukan agar 6 komponen
(1I+5M) bisa secara sinergis membentuk bangunan yang kokoh. Keenam
komponen tersebut adalah: Information, Materials, Money, Man, Methods,
dan Machine. Gambaran lengkap dari arsitektur big data Indonesia Power
dimana Artificial Intelligence menjadi salah satu fondasi dasarnya dapat
dilihat dalam gambar berikut: Arsitektur Big Data PT. Indonesia Power.

Gambar 87 Skema Artificial Intelligence

309
Digital Transformation

Untuk mencapai tujuan penguatan transformasi bisnis utama (strengthen the


core) dengan mengacu pada reliability (keandalan) dan efficiency, Indonesia
Power membangun arsitektur khusus sebagai pusat optimasi reliability dan
efficiency yang disingkat REOC (Reliability and Efficiency Optimization
Center). Melalui REOC ini, data diambil dan diolah sedemikian rupa,
kemudian dipilih dan dipilah agar seluruh data satu sama lain sinkron dan
dapat direview serta didiskusikan bersama secara cepat, cermat dan tepat.
Sesuai dengan prinsip clustering data and information pada gambar berikut.

Gambar 88 Level data dan Informasi REOC

Agar data-data dapat di analyze dengan cepat, cermat dan tepat, harus
dibangun kesesuaian antara data dan kondisi masa lalu (historical & context
data) dengan melakukan pengolahan / advise yang tepat, sehingga kondisi
saat ini (current state & performance) dapat di optimize sesuai situasi yang
mungkin terjadi ke depan (early warning & prediction).

Data yang akurat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang tepat.


Dampaknya, pengeluaran yang tidak perlu, budget yang bisa dihemat, alokasi
yang bisa dipending, pemanfaatan sumber daya yang bisa didaur ulang atau

310
Digital Transformation

dipakai kembali, dan lain-lainnya bisa dioptimalkan sehingga secara cost bisa
terjadi penghematan.

8.4 Roadmap Digitalisasi


Sebagaimana PLN dengan “LEAN” sebagai salah satu kategori
transformasinya, Indonesia Power juga ingin menjadi lebih gesit, lebih lincah,
lebih efisien, lebih efektif dan lebih optimal. Dalam pelaksanaan persiapan
Digital Transformation, Indonesia Power menggunakan Top-Down Approach
yang merupakan turunan dari Visi Misi Indonesia Power dengan Digital
Transformation framework PASTI.

Tabel 5 Detail kerangka kerja PASTI

Phase Description
Initialization Menentukan visi dari digital transformation berbasis visi misi Indonesia
Power
Idea Generation 1. Define, menentukan strategi digital dengan pendekatan triangle
loop of transformation
2. Design, menyusun breakthrough programme
3. Decide, memilih program dan menyusunnya dalam Roadmap
Prototyping Build - Measure - Learn, Ini adalah lingkaran pembelajaran dan umpan balik
untuk menetapkan seberapa efektif suatu produk, layanan atau ide, dan
melakukan ini secepat dan semurah mungkin.
Langkah 1: Rencanakan percobaan Anda: pelajari, ukur, dan bangun
termasuk mengembangkan hipotesis formal.
Langkah 2: Bangun produk minimum yang layak, dan ujilah.
Langkah 3: Ukur hasilnya terhadap hipotesis Anda untuk memutuskan
apakah Anda dapat mengembangkan bisnis yang layak di sekitar produk
Anda.
Langkah 4: Belajar dari hasil Anda, dan putuskan apakah akan bertahan
atau berputar. Kemudian, siklus kembali ke awal, dan terus berputar-putar
saat Anda mengembangkan produk Anda. Tujuannya adalah untuk terus
meningkatkan penawaran Anda sehingga Anda akhirnya memberikan nilai
yang dibutuhkan perusahaan Anda dengan tepat.
Presentation Dalam setiap iterasi yang dilakukan, tim harus melakukan presentasi untuk
mendapatkan sponsor untuk ide-ide mereka. Untuk membantu mereka
menciptakan ide bernilai tinggi, perusahaan menyediakan mereka COACH,
MENTOR, dan SPONSOR.
Implementation Transformasi kecil dan langkah demi langkah, tetapi dalam waktu dan
sejumlah besar peserta, akan ada banyak transformasi di setiap lini bisnis.

311
Digital Transformation

Gambar 89 Kerangka Kerja PASTI pada Digital Transformation

Proses penyusunan Roadmap Digitalisasi Indonesia Power menggunakan


framework PASTI, pada tahap inisialisasi dan prototyping.

Gambar 90 Penyusunan roadmap digitalisasi Indonesia Power

312
Digital Transformation

Untuk itu, dalam menerapkan strategic goals power plant of the future, IP
menyiapkan program terobosan digital power plant dengan inisiatif
terobosan berikut:

• Digital Centralized Performance - Control Room


• Advanced Analyses For Energy Efficiency
• Predictive/Proactive Maintenance
• Increase Productivity and Automated Equipment
• Digitized O&M via Mobile App

Dari terobosan yang telah di tentukan perusahaan, maka kami susun menjadi
Roadmap berdasarkan prioritas dan kapabilitas yang sudah diukur. Roadmap
disusuan setelah kondisi perusahaan dan gap nya telah di ketahui. Adapun
Roadmap digitalisasi Indonesia Power dapat dilihat di gambar di bawah ini.

Gambar 91 Roadmap Digital Transformation Indonesia Power

313
Digital Transformation

8.5 Manfaat

8.5.1 Digitalize Business Function Process With IP-Apps

Sejak beberapa tahun terakhir, Indonesia Power secara aktif


mengembangkan berbagai inovasi, khususnya inovasi yang memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Inovasi dihadirkan dalam rupa
program program aplikasi, baik web-based maupun mobile based. Salah satu
tujuannya adalah menghadirkan tools yang menunjang proses bisnis
perusahaan sehingga berjalan efektif dan efisien. Pemanfaatan teknologi
sebagai proses digitalisasi ini pun dilatarbelakangi oleh mimpi besar
Indonesia Power bahwa kelak semua proses dapat dilakukan hanya dari
genggaman serta tak terbatas ruang dan waktu.

Digitalisasi dalam proses dan fungsi bisnis melalui aplikasi IP (IP-Apps) telah
terbukti memberikan dampak signifikan dalam menciptakan keandalan dan
efisiensi. Sebagai bagian dari proses transformasi yang selalu
berkesinambungan dan terus menerus, sederet prestasi IP dalam
mengembangkan dan menerapkan aplikasi dalam poses dan fungsi-fungsi
bisnis telah mendapatkan banyak apresiasi. Adapun kesepuluh aplikasi
tersebut adalah IPKU, INPACT, IP-Academy, IP-STAR, IP-ProInventory, IP-
DigimonX, REOC, Digital Procurement, IP-PROPMO, dan IP-FAST.

Tabel 6 Aplikasi Pendukung Transformasi Digital PT Indonesia Power

No Logo Aplikasi Nama Aplikasi Deskripsi

Aplikasi mobile based yang


menyediakan semua
layanan terintegrasi di PT Indonesia
IPKU
Power hanya dalam satu platform.
1. Indonesia Power dalam
Beberapa layanan antara lain
GenggamanKU
aplikasi mobile based absensi,
informasi kepegawaian, reimbursment
pegawai dan Tagana Covid19.
INPACT (Indonesia Re-branding INPACT 2.0-generasi
Power ACTion) Light Up awal INPACT yang berbentuk mobile

2. Aplikasi Budaya based application. Wadah eksistensi


dan interaksi antarpegawai dalam
Perusahaan dalam bentuk
beraktivitas sesuai nilai perusahaan.
socialmedia

314
Digital Transformation

Aplikasi mobile based yang


menyediakan semua
layanan terintegrasi di PT Indonesia
IPKU
Power hanya dalam satu platform.
1. Indonesia Power dalam
Beberapa layanan antara lain
GenggamanKU
aplikasi mobile based absensi,
informasi kepegawaian, reimbursment
pegawai dan Tagana Covid19.
Re-branding INPACT 2.0-generasi
INPACT (Indonesia awal INPACT yang berbentuk mobile
Power ACTion) Light Up based application. Wadah eksistensi
2. Aplikasi Budaya dan interaksi antarpegawai dalam

Perusahaan dalam bentuk beraktivitas sesuai nilai perusahaan.

socialmedia

Teknologi pembelajaran secara


digital yang diterapkan Indonesia
Power Academy. Pembelajaran
dikemas secara interaktif dengan
memanfaatkan software dan
3. IP-Academy
hardware secara online maupun
offline, antara lain Webinar,
Video Conference, Virtual
Learning, Video Learning, Social
Learning, dan Gamification.
Aplikasi untuk melakukan
manajemen talent, assessment,
4. IP-STAR
dan karir pegawai. User: Divisi
Talenta
Aplikasi berbasis Android dan iOS
yang memanfaatkan fitur QR
Code sebagai identifier.
Terintegrasi dengan ERP dan
5. IP-ProInventory
Maximo. Tujuan: mempercepat
dan mempermudah kegiatan
inventori oleh bidang terkait tak
terbatas ruang dan waktu.

315
Digital Transformation

Pusat Informasi dan Pengendalian


Keandalan dan Efisiensi ASet
Pembangkit yang terintegrasi dan
real time.
REOC
Tujuan: menganalisis dan
7. Reliability Efficiency
pengambilan keputusan (operasi)
Optimization Centre
serta menyiapkan dan
meningkatkan kapabilitas keahlian
personel dalam pengembangan
expert system pembangkitan
Aplikasi pengadaan end to end
Merupakan Supply Chain
Management dengan 3 aspek
8. Digital Procurement
pengembangan: SDM, bisnis, dan
teknologi (People, Business, &
Technology) berbasis industri 4.0.
Aplikasi monitoring proyek yang
terintegrasi. Tujuan: a. Monitoring
milestone project (tahapan inisiasi,
perencanaan prakonstruksi,
IP-PROPMO
9. konstruksi, hingga COD). b.
Project Management Office
Monitoring realisasi anggaran
investasi, profil risiko proyek, isu
strategis proyek, dan project
monthly report.
IP-FAST Aplikasi visualisasi kinerja dan
10. Financial Analysis Sistem analisa keuangan secara real time
Terpadu berbasis ERP Financial.

Transformasi digital melalui pengembangan aplikasi dan infrastruktur


security, baik membangun aplikasi baru ataupun pengembangannya lebih
lanjut dari aplikasi eksisting dan penyesuaian infrastrukturnya akan terus
berlangsung dan berkelanjutan hingga tahun 2023 mendatang. Hal ini telah
tertuang dalam Roadmap Digitalisasi Indonesia Power 2019-2023. Kehadiran
aplikasi-aplikasi karya insan Indonesia Power diharapkan dapat membantu
dan mempermudah setiap insan perusahaan dalam mencapai target.

316
Digital Transformation

8.5.2 Intangible Benefit

Hasil yang diharapkan dari terobosan tersebut selain dari sisi keuangan (cost
reduction), adalah juga dalam bentuk peningkatan kinerja serta akuntabilitas
pegawai atau karyawan dalam melaksanakan program kerja. Dari sisi
transformasi digitilasisasi pembangkit, secara umum sudah baik. Dan seiring
dengan berkembangnya teknologi dan munculnya artificial intelligent (AI),
inovasi dan kolaborasi terus dikembangkan.

Telah banyak dirasakan oleh IP sebagai hasil transformasi. Dari sisi


transformasi digital misalnya, IP merasakan organisasi lebih solid, hilangnya
silo silo, semua terintegrasi dalam satu system (PT. IP IMS), dan tahap
perencanaan sampai eksekusi bisnis dapat diintegrasikan sehingga
berdampak pada organisasi secara keseluruhan. Perkembangan sampai saat
ini, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7 Perkembangan transformasi digital Indonesia Power

317
Digital Transformation

318
Digital Transformation

Secara menyeluruh, sesuai dengan penerapan balanced score card (BSC),


keselarasan transformasi PLN dan IP lainnya dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut.

Tabel 8 Keselarasan transformasi digital Indonesia Power

IP meyakini, dengan kekompakan dan terintegrasinya semua sistem, semua


anggota organisasi akan lebih berani dan terampil melakukan eksekusi.
Hasilnya, perusahaan akan betul-betul berubah sesuai dengan visi dan misi
yang dicita-citakan. Sebab, dengan eksekusilah perusahaan akan mengalami
perubahan (Zaini, Z., 2018). dengan tata kelola yang baik (Good Corporate
Governance/GCG, peningkatan kinerja dan kepuasan pelanggan akan
terwujud. Untuk itulah, dalam transformasinya, IP juga konsen dengan
peningkatan integritas pegawainya. Digitalisasi proses akan menjamin
transparansi dan mampu telusur semua dokumen bisnis sesuai dengan SNI-
ISO 37001 tahun 2016, untuk menjadi perusahaan berkinerja tinggi dan juga
terpercaya.

319
Digital Transformation

8.6 Asset Information


Aset merupakan salah satu isu terpenting dari perusahaan, dan merupakan
harta kekayaan dimiliki oleh perusahaan. Salah satu aset tetap perusahaan
berupa aset fisik yang memiliki waktu pemanfaatan lebih dari satu tahun,
memiliki nilai, dan digunakan dalam kegiatan operasional dan tidak
dimaksudkan untuk dijual. Aset tetap yang dimiliki perusahaan dapat berupa
tanah, bangunan, mesin, teknologi, atau kendaraan. Keberadaan dari aset
tetap diharapkan dapat membantu dalam memberikan pendapatan bagi
perusahaan hingga masa mendatang. Oleh karena hal itu, aset harus dikelola
dengan benar dan baik agar tujuan dari aset tetap dapat terpenuhi.

PT. Indonesia Power menerapkan Manajemen Aset dalam mengelola aset


perusahaan berdasarkan ISO 55000. Dengan Manajemen Aset akan
membantu perusahaan menerapkan praktik terstruktur dan tata kelola yang
baik untuk mengoptimalkan waktu kerja, keandalan, dan kinerja keseluruhan
aset sehingga perusahaan mendapatkan lebih banyak manfaat dari aset
mereka dan meningkatkan sustainability perusahaan.

Untuk membantu penerapan manajemen aset dalam perusahaan, Divisi ITE


mendukung sepenuhnya dengan mengimplementasikan sistem Enterprise
Asset Management (EAM) perusahaan menggunakan Maximo dimulai tahun
1997.

Dengan semakin berkembangnya penerapan manajemen aset perusahaan,


maka Divisi ITE berupaya secara maksimal untuk melakukan improvement
sesuai kebutuhan dalam mengoptimalkan pemanfaatan sistem EAM.

Tabel 9 Acuan ISO untuk manajemen aset

Nomor Manajemen Aset Gambaran


ISO 55000 Tinjauan umum - prinsip dan terminologi
ISO 55001 Sistem manajemen : requirements
Sistem Manajemen : pedoman penerapan
ISO 55002
ISO 55001
Pedoman tentang penyelarasan fungsi
ISO 55010 keuangan dan non-keuangan dalam
manajemen aset

320
Digital Transformation

8.6.1 Penerapan dan Fungsinya

Subjek lanskap manajemen aset membagi menjadi 6 topik yang terdiri dari
39 proses, salah satunya adalah topik mengenai Asset Information, yaitu:
1) Asset Information Strategy
2) Asset Information Standard
3) Asset Information System
4) Data & Information Management

Gambar 92 Subyek untuk manajemen aset

Asset Information Strategy

Strategi informasi aset harus mendefinisikan bagaimana organisasi


bermaksud untuk memperoleh, menyimpan, memanfaatkan, menilai,
meningkatkan, mengarsipkan, dan menghapus informasi aset untuk bisa
mempertahankan level kualitas data yang diperlukan untuk mendukung
kegiatan manajemen aset. Strategi informasi aset haruslah
memperhitungkan biaya life cycle dari penyediaan informasi aset dan value
yang ditambahkan oleh informasi kepada organisasi (dalam hal peningkatan
pengambilan keputusan dan dukungan pelaksanaan kegiatan manajemen
aset keseharian). Strategi informasi aset haruslah diselaraskan dengan
sasaran dan strategi manajemen aset organisasi.

321
Digital Transformation

Strategi informasi aset menjelaskan bagaimana informasi aset mendukung


penyampaian strategi dan tujuan manajemen aset serta sistem informasi
aset dan proses tata kelola apa yang diperlukan untuk menyampaikan
informasi aset tersebut. Strategi informasi aset meliputi:
 Kebijakan informasi aset.
 Identifikasi kebutuhan informasi aset untuk mendukung kebutuhan
organisasi.
 Analisis kesenjangan ketersediaan informasi, termasuk
pertimbangan kualitas dan akurasi data.
 Analisis biaya dan manfaat yang menyediakan kebutuhan informasi
aset.
 Kebutuhan bisnis sistem informasi yang diperlukan untuk
mendukung proses bisnis organisasi.

Divisi Information Technology menyediakan dashboard serta report yang


dibutuhkan sesuai yang didefinisikan oleh pengguna informasi untuk dapat
digunakan dan memudahkan dalam penyusunan strategi kebijakan informasi
aset

Asset Information Standard

Standar informasi aset diperlukan untuk memastikan bahwa informasi aset


telah dikumpulkan, dikategorikan dan diberikan ke level yang disepakati dan
untuk rentang waktu yang disepakati. Standar untuk proses pengukurannya
juga menentukan makna dari data.

Standar informasi aset mencakup pengembangan standar dan pedoman


yang memastikan pendekatan yang konsisten terhadap pencatatan informasi
aset untuk memenuhi kebutuhan informasi aset yang didefinisikan dalam
Asset Information Strategy. Hal-hal yang dilakukan dalam proses ini adalah:
 Hierarki beserta atribut serta lokasi aset yang dibutuhkan.
 Kondisi dan status aset.
 Mengategorikan dan mencatat kerusakan aset;
 Mengategorikan dan mencatat penyebab kegagalan aset;
 Mengategorikan dan mencatat konsekuensi dari kegagalan aset;

322
Digital Transformation

Divisi Information Technology membantu dalam melakukan setup dan


setting sistem EAM sesuai standarisasi informasi sistem aset yang telah
didefinisikan termasuk mengintegrasikan antar sistem (EAM Maximo dan
ERP Oracle)

Asset Information System

Meskipun sistem informasi aset dapat berbasis kertas, sistem ini biasanya
merupakan aplikasi dan sistem perangkat lunak yang mengumpulkan,
menyimpan, memproses, dan menganalisis informasi aset yang diperlukan
suatu organisasi untuk mengelola aset selama life cycle-nya. Sistem ini
menyimpan, atau diintegrasikan dengan, daftar semua aset perusahaan. Hal
ini memungkinkan dilakukannya perencanaan yang terpadu dan
dilakukannya kegiatan operasional secara efektif.

Sistem informasi aset mencakup penyediaan, pengoperasian dan


pemeliharaan semua Sistem Informasi Aset yang diperlukan untuk
menyampaikan persyaratan informasi aset yang ditentukan dalam Strategi
Informasi Aset. Sistem Informasi Aset mencakup:
 Arsitektur dan sistem informasi aset yang diperlukan sebagai
persyaratan sistem informasi guna mendukung berjalannya manajemen
aset;
 Analisis biaya dan manfaat dari penerapan sistem informasi aset untuk
memenuhi kebutuhan bisnis;
 Persyaratan sistem informasi aset sesuai dengan strategi organisasi
teknologi informasi.
 Evaluasi tentang bagaimana sistem dapat digunakan untuk
mengotomatiskan proses bisnis.
 Penilaian apakah akan memperoleh solusi terbaik dan menyelaraskan
proses bisnis dengan sistem, atau untuk memodifikasi sistem yang ada
atau untuk mengembangkan solusi perangkat lunak yang telah ada.
 Rencana implementasi Sistem Informasi Aset termasuk pengaturan tata
kelola;
 Rencana migrasi sistem informasi aset untuk berpindah dari sistem saat
ini ke arsitektur yang diperlukan;

Divisi Information Technology berperan dalam menyiapkan Infrastruktur baik


berupa network (jaringan baik LAN dan WAN), Server, Sistem Disaster
Recovery Center (DRC) dan sistem backup serta sistem security.

323
Digital Transformation

Selain itu Divisi Information Technology juga menyiapkan sistem aplikasi


seperti aplikasi EAM Maximo, aplikasi ERP Oracle, aplikasi REOC (Reliability
Efficiency Optimization Center), aplikasi Reliability dan aplikasi ProERM
(Enterprise Risk Management)

Data & Information Management

Data & informasi Manajemen aset dapat bersifat strategis, taktis atau
operasional dan bisa tidak terbatas pada praktisi manajemen aset. Mungkin
saja akan ada pengguna lain baik di dalam dan maupun di luar organisasi.
Setelah kebutuhan para stakeholder dipahami, maka kebutuhan data yang
lebih rinci harus ditentukan. Kebutuhan ini seharusnya tidak hanya
menentukan data apa yang diperlukan tetapi juga kebutuhan kualitasnya

Data & Information Management mencakup data yang disimpan dalam Asset
Information System dimana kualitas serta keakuratan data tersebut, sesuai
dengan persyaratan yang ditentukan dalam Asset Information Strategy dan
Asset Information Standard

Data & Information Management meliputi proses-proses manajemen data


yang biasanya mencakup definisi siapa pemilik data, siapa yang
mengkonsumsi data, proses validasi, dan penetapan umur data.

Data & Information Management termasuk proses tata kelola suatu


organisasi dengan tingkat jaminan bahwa data dan informasi dalam
pengelolaan Asset Information System sesuai dengan tujuan dan konsisten
dengan Asset Information Standard serta syarat-syarat kualitas dan
keakuratan data.

Divisi Information Technology berperan dalam melakukan upload data di


awal setup master data manajemen aset, kesiapan sistem untuk digunakan
sebagai data entry dan jaminan akurasi data melalui penyediaan dan setup
sistem dengan melengkapi dengan proses approval dan validasi, sehingga
Data & Information Management sesuai dengan standard yang ditetapkan
dan dapat memberikan informasi untuk menyusun kembali Asset
Information Strategy.

324
Digital Transformation

Selain penerapan dan fungsi yang dilakukan Divisi Information Technology


yang telah dijelaskan di atas terhadap topik Asset Information dalam setiap
prosesnya dapat dijelaskan bahwa manajemen aset membutuhkan informasi
aset yang akurat, tetapi sistem manajemen aset lebih dari sekedar
manajemen sistem Informasi.

Manajemen aset berinteraksi dengan banyak fungsi organisasi. Asetnya


sendiri juga bisa mendukung lebih dari satu fungsi dan lebih dari satu unit
fungsional dalam organisasi.

Sistem manajemen aset menyediakan sarana untuk mengkoordinasikan


kontribusi dari dan interaksi antara unit fungsional ini dalam suatu organisasi.

Gambar 93 Keuntungan yang didapat atas tercapainya keselarasan dan keintegrasian

325
Digital Transformation

8.6.2 Hasil Penerapan

Dengan penerapan dan fungsi dari Divisi Information Technology yang


berperan dalam kegiatan Manajemen Aset, hingga saat ini Divisi Information
Technology telah dapat memberikan kontribusi dengan tersedianya solusi
aplikasi Enterprise Asset Management (EAM) yaitu Maximo yang merupakan
aplikasi EAM yang hingga saat ini berada pada Quadrant Leader untuk
kategori EAM application, dimana Maximo juga mendukung alur proses
sesuai terminologi ISO 55000.

Solusi aplikasi EAM Maximo yang merupakan core aplikasi dalam penerapan
Manajemen Aset juga didukung dan disupport oleh aplikasi lainnya seperti
ProERM untuk pengelolaan Risk Management, ProLAK untuk pengelolaan
Document Management, ERP sebagai back office untuk pengelolaan sistem
keuangan, SDM dan procurement serta Inventory, ProPMO untuk
pengelolaan Proyek, PI System REOC untuk pengelolaan monitoring asset,
Tableu dan BI untuk dashboard system reporting. Aplikasi tersebut telah
saling terintegrasi satu sama lain.

Pengembangan PI sistem REOC yang merupakan Teknologi Operasional


beberapa tahun terakhir cukup berkembang di Indonesia Power, setelah
sistem SCADA yang telah digunakan sebelumnya.

Kemajuan dalam Teknologi Informasi dan Teknologi Operasional mengarah


ke peningkatan bertahap dalam pengelolaan aset fisik, langkah perubahan
akan datang dengan kolaborasi Teknologi Informasi dan Teknologi
Operasional. Peluangnya adalah untuk mengotomatiskan pengambilan
keputusan dan implementasi keputusan, dengan langkah pertamanya
menambah informasi dalam pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan yang terdapat tambahan informasi menjadi nyata


ketika ekosistem Teknologi Operasional memberikan cukup data yang tepat
ke sistem TI sehingga TI dapat menyajikan rekomendasi tentang tindakan apa
yang akan diambil. Setelah kondisi ideal ini tercapai, datanya akan
mendorong pengambilan keputusan, dengan kata lain kombinasi data dan
pengalaman.

326
Digital Transformation

Gambar 94 Bentuk integrasi dari sistem manajemen aset

Elemen vital dari Manajemen Aset yang efektif adalah pengambilan


keputusan yang berbasis bukti dan berbasis data yang memanfaatkan sistem
Teknologi Operasi

Dalam manajemen aset, sistem informasi bukan hanya tool otomatisasi


bisnis. Di antara kontribusi paling signifikan dari sistem ini adalah
menerjemahkan tujuan strategis menjadi tindakan dengan memberikan nilai
tambah berupa informasi diagnostik yang bermanfaat untuk dapat
ditindaklanjuti dan menjadi masukan bagi pengelola aset untuk menentukan
strategi pengelolaan aset dan strategi bisnis perusahaan. Proses ini harus
didukung oleh Subject Matter Experts (SME) yang menganalisa,
mengidentifikasi penyebab berdasarkan pola dalam kumpulan historikal data
dan menjadi baseline bagi Machine Learning untuk membangun model.

Divisi Information Technology akan terus membantu mengoptimalisasi


sistem informasi sesuai kebutuhan dan perkembangan, termasuk selalu
menjaga ketersediaan dan kehandalannya.

327
Digital Transformation

Halaman ini sengaja dikosongkan.

328
Daftar Pustaka
Alan Brent, 2005, Asset life cycle management: Towards improving physical
asset performance in the process industry, Victoria University of Wellington

Budi Kho, 2020, Pengertian Lead time dan Pengaruh Lead time Terhadap
Keputusan Pemesanan, diakses pada 1 Juli 2020 dari

Chopra, S., dan Meindl, P., 2007, Supply Chain Management: Strategy,
Planning, and Operation,3 rd Ed, Prentice Hall, New Jersey.

Doc Palmer, 2006, Maintenance Planning and Scheduling Handbook - Second


Edition, McGraw-Hill

Doug Wallace, 2012, Is There Value in Identifying Criticality of Spare Parts?,


Life Cycle Engineering, Inc. diakses pada 22 Juli 2020 dari
https://www.lce.com/Is-There-Value-in-Identifying-Criticality-of-Spare-
Parts-1970.html?cat=

E. Camacho and C. Bordons, "Model Predictive Control", Springer 1999.

E. Gallestey, A. Stothert, M. Antoine, S. Morton, “Model predictive control


and the optimization of power plant load while considering lifetime
consumption”, IEEE PE-803PRS (08-2001).

GFMAM, 2016, The Value of Asset Management to an Organization - First


Edition, The Global Forum on Maintenance and Asset Management

Hendra Poerwanto, Persediaan/ Inventori, diakses pada 1 Juli 2020 dari


https://sites.google.com/site/operasiproduksi/persediaan-inventori

Heru Sriwidodo (2020), Keberlanjutan dengan Manajemen Aset Berbasis SNI


ISO 55000

Humas Indonesia Power, 2019, Resmikan IP Academy, Indonesia Power


Borong Penghargaan Zero Accident 2019, diakses pada 28 Juli 2020 dari
https://www.Indonesiapower.co.id/id/komunikasi-

329
berkelanjutan/berita/Pages/Indonesia-Power-Borong-Penghargaan-Zero-
Accident-2019.aspx

Humas Indonesia Power, 2019, Resmikan IP Academy, Indonesia Power Raih


3 Penghargaan di Ajang Asean Coal Awards 2019, diakses pada 28 Juli 2020
https://www.Indonesiapower.co.id/id/komunikasi-
berkelanjutan/berita/Pages/Indonesia-Power-Raih-3-Penghargaan-di-Ajang-
Asean-Coal-Awards-2019-.aspx

Humas Indonesia Power, 2019, Resmikan IP Academy, Indonesia Power Siap


Hadapi Tantangan Industry 4.0 diakses pada 28 Juli 2020 dari
https://www.Indonesiapower.co.id/id/komunikasi-
berkelanjutan/berita/Pages/Resmikan-IP-Academy,-Indonesia-Power-Siap-
Hadapi-Tantangan-Industry-4.0.aspx

Ibifuro Ihemegbulem, 2017, The role of ISO 55000 Standard in Asset integrity,
University of Sunderland UK

IBM Watson IoT, 2019, Understanding the impact and value of Enterprise
Asset Management, IBM Corporation

IFC, 2017, Environmental, Health, and Safety Guidelines for Thermal Power
Plants, International Finance Corporation - World Bank Group

Indonesia Power, Annual Reports, PT. Indonesia Power

Indonesia Power, IN POWER - Media Komunikasi Indonesia Power, PT


Indonesia Power

Indonesia Power, Sustainability Reports, PT. Indonesia Power

Lina Bertling Tjernberg, 2018, Infrastructure Asset Management with Power


System Applications, Taylor & Francis Group, LLC

Marc Antoine, 2004, Lifecycle Optimization for Power Plants, ABB Power
Automation

Michael Blanchard, 2016, Life Cycle Engineering - How (and why) to train
operators on maintenance, diakses pada 25 Juli 2020 dari

330
https://www.plantservices.com/articles/2016/wf-how-why-to-train-
operators-on-maintenance/

Nate Clark, 2015, Strategy, people, and processes - Fulfilling the promise of
Enterprise Asset Management, DeskripsiPricewaterhouseCoopers

Nicholas A. J. Hastings, 2015, Physical Asset Management - Second Edition,


Springer-Verlag London Limited

Robert Davis, 2017, An Introduction to Asset Management, The Institute of


Asset Management

Silver, E.A., Pyke, D.F., dan Peterson, R., 1998, Inventory Management and
Production Planning and Scheduling. John Willey & Sons, New York.

William R. Wessels, 2010, Practical reliability engineering and analysis for


system design and life-cycle sustainment, Taylor and Francis Group, LLC

331
332

Anda mungkin juga menyukai