Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

MACAM-MACAM OPERASI
PADA BOLA MATA

Oleh :

Dina Faizatur Rahmah 132011101082


Yohanes Setyo Widodo 132011101044

Pembimbing:
dr. Bagas Kumoro, Sp. M

LAB/KSM ILMU KESEHATAN MATA


RSD dr. SOEBANDI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2019
REFERAT

MACAM-MACAM OPERASI
PADA BOLA MATA
Oleh :

Dina Faizatur Rahmah 132011101082


Yohanes Setyo Widodo 132011101044

Pembimbing:
dr. Bagas Kumoro, Sp. M

Disusun untuk melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Madya


KSM Ilmu Kesehatan Mata RSD dr. Soeban di Jember

LAB/KSM ILMU KESEHATAN MATA


RSD dr. SOEBANDI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2019

1
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... 2
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 4
2.1 ENUKLEASI............................................................................ 4
2.2 EVISERASI ............................................................................. 11
2.3 EKSENTERASI ...................................................................... 22
BAB 3. KESIMPULAN............................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30

2
BAB 1. PENDAHULUAN

Pengangkatan bola mata terkadang tidak bisa dihindari. Sering terjadi trauma pada
bola mta yang sangat destruktif hingga mustahil untuk dilakukannya rekonstruksi.Tumor
yang menyerang mata atau timbul di dalamnya sering tidak dapat diobati dengan cara lain.
Endophthalmitis yang luar biasa mungkintidak responsif terhadap semua perawatan lain.
Pengangkatan mata kadang-kadang bisa dihindari tetapi diminta oleh pasien, seperti
misalnya jika matabuta dan menyakitkan atau buta dan tidak kosmetika. Pada pasien ini,
pengangkatan mata mungkin menjadi pilihan terbaik, tetapi sebagian besar ahli bedah lebih
suka menghindari pengangkatan selama penglihatan yang bermanfaat masihmenyajikan.
Efek emosional dari pengangkatan mata pada pasien tidak boleh diremehkan.
Banyak yang menganggapnya sebagai peristiwa yang mengubah hidup yang dapat
mengubah kesejahteraan umum mereka dalam berhubungan sosial. Penampilan kosmetik
dapat terganggu oleh berkurangnyapergerakan mata tiruan (prosthesis) dan penampilan
kelopak mata yang tidak normal, atau oleh komplikasi dalam kantong mata, sehingga
bahkan setelah operasi berhasil dilakukan, mungkin pasien tetap menganggap bahwa mata
tiruan merupakan pengganti yang buruk.

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ENUKLEASI

2.1.1 DEFINISI

Enukleasi adalah penghilangan seluruh bola mata dengan menyisakan beberapa


jaringan. Enukleasi diindikasikan pada keganasan utama intraokular (seperti melanoma
atau retinoblastoma) yang tidak menerima terapi seperti eksternal, proton, beam irradiation
atau brakiterapi plak episkleral.

Pada mata trauma parah dengan prolaps dari jaringan uvea, enukleasi dalam 10 –
14 jam pertama perlu dipertimbangkan jika terdapat risiko simpatetik oftalmia dan
membahayakan mata yang tersisa. Angka kejadian simpatetik oftalmia dengan terapi
medikasi untuk uveitis kemudian dilakukan enukleasi, masih diperdebatkan.

Kebutaan, nyeri mata, merupakan riwayat oftalmologi yang harus digali ( contoh :
following end-stage glaukoma, trauma, hipotoni, atau ptisis) diatasi dengan enukleasi atau
eviserasi dengan ketidaknyamanan. Pilihan antara enukleasi atau eviserasi masih
kontroversial dan bervariasi sesuai dengan kebiasaan masing – masing dokter mata.
Enukleasi lebih dipilih jika pada pemeriksaan lengkap histopatologi dari bola mata
dibutuhkan. Untuk pasien dengan kondisi umum lemah dan buta, nyeri pada mata dan
tidak bisa menjalani operasi serta rehabilitasi, injeksi retrobulbar menggunakan etanol atau
Thirazine dibutuhkan untuk mengurangi rasa nyeri.

Jika mata buta, tidak bisa melihat dan ptisikal dengan tidak ada kemungkinan yang
mengarah ke tumor, pasien dapat dijadikan kandidat untuk scleral shell (prostesis ocular
tipis yang mencakup mata buta). Lapisan tersebut memperlihatkan bentukan alami dan
menyebabkan pasien untuk menutup mata. Jika mata tidak ptisikal, lapisan kulit sklera
akan membuat mata terlihat proptosis dan hal tersebut bukanlah pilihan terbaik; sementara
kontak lensa yang berwarna akan memperbaiki bentukan mata.

2.1.2 INDIKASI

 Visus yang sngat turun dengan nyeri pada rongga orbita.


 Tumor intraokular
 Trauma hebat dengan resiko sympathetic ophthalmia
 Phthisis bulbi

4
 Microphthalmia
 Endophthalmitis/panophthalmitis
 Kosmetik

2.1.3 PRE OPERASI ENUKLEASI

1. Lakukan pemeriksaan dan anamnesis yang cermat pada keluhan mata pasien. Pelajari
kembali tujuan operasi : untuk menghilangkan mata, mengembalikan volume orbital dan
menyediakan gerakan prostesis okular

2. Pelajari kembali prosedur operasi pada pasien termasuk penggunaan sementara


conformer dan rencana untuk menyesuaikan prostetik 6 – 7 minggu setelah operasi.
Pelajari anastesi lokal atau general, nyeri setelah post operasi, waktu istirahat dari
pekerjaan sehari – hari pasien, dan follow up. Komplikasi berupa infeksi pada implan,
paparan, ekstrusi dan migrasi perlu didiskusikan kembali.

3. Putuskan jenis implan orbita yang digunakan (porous versus non porous). Pemilihan
yang tepat dari volume implan membantu meminimalisit deformitas dari sulkus superior
dan enoftalmus. Secara umum, 20 – 22 mm diameter sphere dapat mengembalikan volume
setelah operasi enukleasi pada dewasa.

4. Putuskan cara pembalutan implan yang sesuai. Ketika menggunakan implan orbita
porous (seperti hydrocyapatite/ aluminum oxide/ porous polyethylene), pembalutan dapat
memerantarai penempatan implan ke dalam kantung mata. Hal tersebut juga menyebabkan
fiksasi yang presisi dari otot ekstraokular terhadap permukaan implan dan membuat barrier
dengan permukaan implan porous. Salah satu tipe dari implan porous polyethylene
dimodifikasi pada bagian permukaan anterior untuk penempatan tanpa balutan.

2.1.4 PROSEDUR PEMBEDAHAN

1. Anastesi lokal dengan sedasi intravena atau anastesi general dapat digunakan. Jika
anastesi lokal digunakan, blok kelopak mata atas dan bawah dengan lidokain 2%
dikombinasi dengan epinefrin 1:100.000, dicampur setengah-setengah dengan saline
(kurang lebih 1,5 hingga 2 cc untuk setiap kelopak mata dan kantus lateral). Pada semua
kasus, pemberian anastesi retrobulbar, injeksi intrakonal dengan lidokain 2%
dikombinasikan dengan epinefrin 1:100.000 dicapur setengah – setengah dengan 0,75%
bupivacaine (5 – 7 cc) diikuti dengan tekanan ringan pada orbita selama 5 – 10 menit.

5
2. Masukkan spekulum mata

3. Lakukan peritomi pada limbal 360O menggunakan pisau Wescott

4. Diseksi jaringan Tenon dari bola mata pada setiap kuadran otot menggunakan pisau
tenotomi Stevens

Gambar 2.1.1 Jaringan tenon dipisahkan dari bola mata.26

5. Sesekali, taruh setiap otot rektus dan tempatkan pada hook untuk memastika bahwa
setiap otot telah diisolasi

6. Secra lembut, aplikasikan kauter di arteri pada insersi otot

7. Menggunakan pengait otot (strabismus hook) untuk menjepit masing-masing kuadran.


Tandai dengan strabismus hook dibelakang konjungtiva diantara otot-otot rectus kemudian
buat simpul dibawah otot-otot. Masing-masing otot dibagi sekitar 1-2 mm dari orbita.

8. Temukan tendon oblik superior pada kuadran nasal superior dengan cara menyisihkan
hook/ pegait otot dari anterior ke posterior terhadap otot rektus superior. Potong tendon
oblik superior.

9. Jahit dengan silk 4.0 pada lateral, kurang lebih pada bagian insersi rektus agar terjadi
traksi pada bola mata secara anterior

6
Gambar 2.1.2. Jahitan dengan 5.0 poliglaktin terkunci pada kedua sisi otot (Sumber:Dunn,
2012)

10. Tempatkan pisau enukleasi dibalik bola mata dan temukan nervus optikus dengan cara
mengetuk – ngetuk bagian nervus dengan bagian tumpul pisau. Kemudian, bagian tajam
ujung pisau diletakkan pada kedua sisi nervus optikus. Untuk memotong nervus optikus,
pertahankan secara posterior tekanan untuk mencegah ujung pisau terpeleset dari nervus
optikus. Setelah nervus optikus ditranseksi, seluruh bola mata akan terdorong ke depan.
Potong sisa jaringan Tenon dari bagian posterior mata, dan pastikan dekat dengan bola
mata.

Gambar 2.1.3. Ujung dari pisau enukleasi diposisikan pada kedua sisi nervus optikus26

7
Gambar 2.1.4. Setelah nervus optikus ditranseksi, seluruh bola mata akan terdorong
kedepan26

11. Setelah mata keluar, berikan tekanan pada socket menggunakan thrombin atau cocaine-
soaked sponges 4% atau saline selama 5 menit untuk hemostasis

12. Gunakan retraktor untuk meretraksi secara lembut jaringan lemak orbita dari ujung
nervus optikus. Kauterisasi perdarahan aktif pada area ini menggunakan visualisasi secara
langsung

13. Tempatkan implan di dalam socket. Untuk insersi, implan dibasahi dalam larutan
antibiotik terlebih dahulu dengan 60 cc spuit. Lokai pasti penempatan implan bervariasi
tergantung operator. Beberapa menggunkan ruangan Tenon pada ruang intrakonal.

Gambar 2.1.5. Peletakan implan26

8
14. Setelah penempatan implan, tutup bagian anterior Tenon, jangan ada tension dengan
cafa jahit menggunakan 4.0 atau 5.0 polyglactin dengan jahitan interuptus

Gambar 2.1.6. Jahitan musculus rectus diamankan pada sisi anterior dari implan. 26

15. Tutup konjungtiva dengan jahitan lanjut menggunakan 6.0 plain serta aplikasikan salep
antibiotik pada mata.

Gambar 2.1.7. Bagian tenon anterior dan konjungtiva ditutup.26

2.1.5 PERAWATAN POST OP

1. Berikan analgesik seperti acetaminophen dengan kodein


2. Setelah balutan luka pada mata diambil, tidak ada pembersihan secara spesial, pasien
bisa membasuk wajah dan mandi dengan hati – hati
3. Berikan topikal steroid dan antibiotik tetes mata atau salep 4 kali sehari selama 3
minggu.
4. Konformer sementra ditinggalkan pada forniks sampai pasien terbiasa dengan prostesis
6 – 7 minggu setelah operasi

8. Evauasi berkala setelah post operasi pada minggu 1-2, 4-6, 8-12, 21 dan 5

9
2.1.6 KOMPLIKASI

- Nyeri

- Mual

- Edema

- Infesi

- Implan exposure

10
2.2 EVISERASI BULBI

2.2.1 DEFINISI

Eviserasi bulbi adalah suatu prosedur pembedahan dimana isi seluruh bola mata
dikeluarkan tetapi kulit sklera dipertahankan dan bagian perlengketan dan perlekatan
otot.Eviserasi bulbi merupakan tindakan mengeluarkan seluruh isi bola mata seperti
kornea, lensa, badan kaca, retina dan koroid. 1

Eviserasi dapat dilakukan dengan atau tanpa keratektomi. Mulai dari sklera, kapsula
tenon, perlekatan otot ekstraokular, dan stuktur penggantung mata hampir tidak terganggu,
eviserasi dapat memberikan kosmetik postoperatif dan motiliti yang lebih baik
dibandingkan enukleasi. Hal ini cenderung lebih kurang untuk postoperatif pada
enophtalmos, kelainan bentuk sulkus superior, atau ptosis. Sebagai tambahan, eviserasi
merupakan bentuk tindakan yang sederhana dan cepat dibandingkan enukleasi, dimana
tindakan ini boleh dilakukan pada setiap pasien yang dalam keadaan lemah. 1Eviserasi bulbi
dapat dilakukan pada mata dengan panophtalmitis dan endophtalmitis berat. 3

2.2.2 INDIKASI

Indikasi relatif dari enukleasi dibandingkan eviserasi masih merupakan kontroversi.


Walaupun jarang, oftalmia simpatik merupakan komplikasi yang ditakutkan akibat teknik
ini. Berbeda dengan enukleasi, dimana jaringan uveal dihilangkan semua, sisa pigmen
melanosit dari regio perineural dan bagian saluran sklera mengikuti eviserasi dan mungkin
berpotensi mendorong terjadinya respon inflamasi pada sesama mata. Manfaat dari
ditingkatkannya faktor kosmestik harus dipertimbangkan dengan resiko oftalmia simpatik,
dan keputusan yang dibuat tergantung pada situasi klinik tertentu, ahli bedah, dan
persetujuan dari pasien.1

Eviserasi ini terutama sangat baik dilakukan untuk penanganan medis dari
endoftalmitis yang tidak terkontrol atau ulserasi kornea dimana penglihatan dan integritas
struktural dari bola mata tidak dapat dipertahankan. Pada keadaan klinis, abses intraokular
dihilangkan, dengan gangguan jaringan orbita yang minimal. Kulit sklera yang utuh
berfungsi sebagai barier terhadap masuknya infeksi kedalam orbita dan berpotensi pada
ruang subaraknoid dari saraf mata, sehingga meminimalkan resiko selulitis orbita atau
meningitis. Sebagai tambahan, perdarahan yang berlebihan pada peradangan jaringan
orbita harus dihindari. Bila dihadapkan pada keadaan skleritis lokal anterior yang

11
terinfeksi, eviserasi tetap merupakan pilihan jika sklera yang adekuat akan tersedia setelah
dilakukan eksisi dari jaringan yang terinfeksi. Namun, bila ada skleritis yang luas atau
timbul abses ekstraskleral, enukleasi diperlukan untuk menghilangkan dan drainase secara
optimal dari jaringan yang terinfeksi. 1
Indikasi eviserasi antara lain:4
1. Kebutaan yang disertai rasa nyeri dimana keganasan intraokular telah
disingkirkan
2. Mungkin lebih baik dilakukan enukleasi pada pasien yang:
- Kontraindikasi dengan general anastesi dan atau/singkat, prosedur teknis
yang sederhana lebih disukai
- Timbul perdarahan diatesis
- Memaksimalkan permasalahan kosmetik
- Timbul parut konjungtiva untuk mengurangi resiko kontraktur soket lebih
lanjut

2.2.3 KONTRAINDIKASI

Eviserasi merupakan kontraindikasi untuk pasien yang dicurigai mempunyai tumor


intraokular yang tidak dapat dipastikan dengan klinis, CT-Scan, atau pemeriksaan
ultrasound. Tindakan ini seharusnya tidak dipertimbangkan bila dibutuhkan pemeriksaan
histopatologi mata yang lengkap. Eviserasi juga seharusnya dihindari bila kulit sklera
sangat tipis dan inadekuat, seperti pada staphiloma posterior, trauma segmen posterior,
atau pthisis bulbi. Pada kasus endophtalmitis jamur, kecenderungan untuk invasi lebih
awal pada kulit sklera sehingga dianjurkan untuk dilakukan enukleasi dibandingkan
eviserasi.1
Kontraindikasi eviserasi antara lain :4
1. Kemungkinan timbul keganasan intraokular
2. Ketakutan pasien akan resiko oftalmia simpatik
3. Pilihan penanganan lain termasuk dibawah ini dapat dipertimbangkan untuk
masing-masing individu pasien pada kasus per kasus:
- Enukleasi
- Retrobulbar alkohol/injeksi klorpromazine (thorazine), terapi topikal
(atropin/prednisolon)
- Pemasangan prostesis kosmetik kulit skleral

12
4. Kekhawatiran mengenai fisik pasien immunosupresi atau status medikal yang
akan menghindari penggunaan terapi immunomodulatori untuk oftalmia
simpatik dalam keadaan yang tak mungkin terjadi.

2.2.4 PROSEDUR PEMBEDAHAN

Anastesi
Eviserasi dilakukan dengan menggunakan anastesi retrobulbar general atau lokal. Anastesi
umum dianjurkan pada anak-anak. Sedangkan pada orang dewasa operasi dapat dilakukan
dengan anastesi lokal dengan transquilizer sistemik. Infiltrasi 4 ml, 2 % larutan lignocaine
hidroklor ke dalam jaringan retrobulber akan mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
pada saat operasi. Infiltrasi subkonjungtiva pada anastesi disekeliling kornea membantu
memisahkan konjungtiva dari bola mata dengan mudah. 1,5

Tindakan Operasi1,4,5
Pada retensi kornea dianjurkan menggunakan suatu inmplan dan penggantian
volume yang lebih besar. Namun karena potensi sensasi yang persisten, tipis dan perforasi
kornea, sehingga lebih disukai teknik eviserasi yang mencakup keratektomi.
Kulit kelopak mata disterilkan dengan larutan savlon dan konjungtiva diirigasi
dengan larutan garam fisiologis
Spekulum dipasang diantara kelopak mata. Dilakukan peritomi limbal 360°. Kapsula
tenon dan konjungtiva dipisahkan dari sklera anterior ke insersi tendon dari muskulus
rektus.
Chamber anterior dimasuki dengan membuka limbus posterior dengan pisau no 11.
Hati-hati saat mengambil, untuk menghindari penetrasi iris, lensa, atau capilary body.
Gunting katarak digunakan untuk melakukan keratectomi.

13
Gambar 1. Mulai dari kornea dihilangkan dan anterior chamber dibuka, spesimen
kultur bakteri dapat dikumpulkan.5, 26

Gambar 2. Sementara menyerap tepi sklera dengan forcep, spatula eviserasi kecil
dimasukkan kedalam ruang suprachoroidal pada sklera. Cilliary body harus
dilepaskan dari sklera pertama kali secara sirkumferensial, sebelum melanjutkan
pemotongan pada bagian posterior. Hati-hati saat mengambil, untuk menjaga
dengan memegang spatula dengan menekan dinding sklera saat memisahkan
jaringan uvea dari permukaan dalam bola mata. 5,26

14
Gambar 3. Spatula besar diarahkan 360° ke arah posterior dengan gaya spiral
untuk mengeluarkan isi di intraokular. Perdarahan akan ditemui pada saat
memisahkan koroid dari lapisan pada vena vorteks. Setelah pembedahan mencapai
nervus optikus, spatula eviserasi yang lebih besar digunakan untuk melepasakan
lapisan uvea terakhir pada lamina cribosa. Isi dari bola mata kemudian secara total
dikeluarkan dengan spatula.5,26

Gambar 4. Permukaan dalam dari kulit sklera kemudian di gosok dengan aplikator
kapas berujung yang dibasahi dengan etanol 70% untuk mengubah sifat dan
mengeluarkan sisa-sisa pigmen uvea. Pada kasus endophthalmitis, aplikator kapas
direndam di dalam povidone iodine (betadin) dan juga digunakan untuk menggosok
permukaan sklera. Kemudian diikuti dengan melakukan irigasi dengan
menggunakan normal saline dengan jumlah banyak dan antibiotik solusi.

15
Lubang sklera diperbesar menjadi lonjong horisontal dengan memotong
irisan segitiga dari sklera pada posisi jam 3 dan 9. Implan bulat alloplastik ukuran
14 atau 16 mm kemudian diletakkan diantara ruangan sklera. Ketika melakukan
eviserasi pada endopthalmitis, beberapa para ahli bedah lebih menyukai untuk
menghilangkan penempatan implan pada tahap ini dan menunda penutupan luka
untuk 3 sampai 4 hari. Sklera disimpan dengan kasa yang diresapi iodoform, perban
diganti 2 kali sehari.12,26

Gambar 5. Mulai dari kulit sklera yang cenderung menyusut dengan waktu,
implan terbesar yang akan memungkinkan terjadinya penutupan tanpa ketegangan
tidak semestinya harus dipilih.12,26

Gambar 6. Tepi dari sklera dihubungkan dengan jahitan interuptus dengan


menggunakan benang Vicryl 5-6.5,26

16
Gambar 7. Kapsula tenon dijahit interuptus dengan benang Vicryl 5-0.12,26

Gambar 8. Konjungtiva ditutup dengan menggunakan benang Chromic 5-0. Salep


antibiotik dioleskan pada jahitan dan tempat konformer. Pemasangan perban pada
tempat operasi untuk memastikan agar tekanan tetap seimbang maka kelopak
mata.5,12

17
2.2.5 PERAWATAN SETELAH PEMBEDAHAN EVISERASI

Perawatan setelah dilakukan eviserasi meliputi :


- Balutan pada mata akan dilepas pada hari ke lima setelah pembedahan. Balutan
dapat juga dilepas lebih awal untuk pemeriksaan jika dikhawatikan akan terjadi
infeksi postoperasi, kemudian balutan akan dipasang lagi.
- Pemberian salep antibiotik dilanjutkan hingga 2 minggu.
- Pemberian antibiotik sistemik, hal ini sebaiknya mengikuti hasil kultur dan
sensitif, biasanya diberikan selama 7-10 hari postoperasi.
- Conformer sementara tetap berada dalam forniks sampai pasien dilengkapi
dengan protesis dengan teknik kesan 6 – 8 minggu setelah operasi.

2.2.6 KOMPLIKASI

a. Komplikasi selama operasi 4


1. Eviserasi pada mata yang salah
- Sebelum operasi dimulai yaitu pada saat preoperasi tanyakan tempat yang
akan dioperasi dengan mendiskusikan dengan pasien, membuat tanda pada
kulit disekitar mata, melakukan pemeriksaan mata, review rencana, dan
pemeriksaan oftalmoskopik mata di ruang operasi, jika memungkinkan.
- Perdarahan selama operasi

b. Komplikasi setelah operasi


Infeksi mungkin akan terjadi setelah tindakan eviserasi. untuk menghilangkan
infeksi dengan menggunakan terapi antibiotik pertama, tanpa melepas implant.
Namun, bila infeksi tidak berespon terhadap terapi medis, implan harus
dilepaskan, dan implan yang kedua harus dipasang dikemudian hari, setelah
terjadi resolusi komplit dari infeksi.
Pemilihan yang tepat untuk ukuran implan dan penutupan luka dengan hati-hati
merupakan prasyarat penting untuk mencegah terjadinya ekstrusi implan. Namun,
bila ekstrusi implan terjadi tidak lama setelah operasi, upaya harus dilakukan
untuk menggantinya segera mungkin dan tepi sklera dengan hati-hati. Jika
penyusutan sklera menghalangi terjadinya penutupan luka, sebuah implan yang
terbungkus dari donor sklera dimasukkan kedalam ruangan, tepi sklera dari

18
penerima donor (host) kemudian dijahit ke permukaan donor sklera. Kapsula
tenon dan konjungtiva ditutup selama luka sklera dalam lapisan yang terpisah. 1
c. Beberapa komplikasi eviserasi dan penanganannya :
1. Pendalaman sulkus superior (lekukan pada rongga orbita)
Penyebab:
- Penggantian volume implant/prostesis yang kurang dari bola mata.
- Atrofi dari lemak orbita
Penanganan :
- Pemendekan kelopak mata secara horizontal bila kelemahan kelopak mata
bagian bawah berlebihan
- Penempatan implant subperiosteal
- Penggantian implant pada orbita
2. Kontraktur forniks
Pencegahan :
- Perlindungan pada konjungtiva selama operasi
- Pemotongan sedikit pada konjungtiva
- Penggunaan konformer
Penanganan :
- Modifikasi prostesis
- Terapi anti inflamasi topikal
- Rekonstruksi forniks/lekuk mata dengan membran mukosa/graft pada
membran amnion
3. Kontraktur lekuk mata
Penyebab :
- Ekstrusi implan
- Trauma kecelakaan
- Trauma saat pembedahan:
- Sebelum tindakan eviserasi
 Saat tindakan eviserasi
 Prosedur penjahitan
- Kebakaran kimia
- Sebelum terapi radiasi

19
Penanganan :
- Modifikasi prostesis
- Terapi anti inflamasi topikal
- Rekonstruksi jahitan
 Graft pada lemak dermis
 Graft pada membran mukosa
4. Eksposure/ekstrusi implant orbita
Penyebab :
- Penempatan implant yang terlalu besar
- Penempatan implant anterior
- Penutupan yang tidak adekuat pada kapsula tenon
- Pemanasan luka yang kurang
- Infeksi
- Konformer yang jelek/prostesis yang baik
Penanganan :
- Observasi/ penutupan spontan (defek kecil)
- Penempatan graft jaringan (donor sklera, allogenik dermis, graft autogenous
( langit-langit, lemak dermis, graft tarsoconjungtiva)
- Pembuangan/penggantian implant
5. Ektropion
- Disebabkan karena kelemahan kelopak mata yang meningkat, bentuk
sikatriks kulit

- Penanganan :
 Pengencangan tendon kantus medial +/- lateral
 Penempatan skin graft
6. Entropion
- Disebabkan karena kontaktur pada lekukan mata/forniks
- Penanganan :
 Modifikasi prostesis
 Pembedahan rotasi marginal
 Rekonstruksi forniks/lekukan mata, graft membran mukosa
7. Ptosis

20
Penyebab :
- Kerusakan dari otot levator atau suplai saraf
- Disinsersi dari aponeurosis levator
- Migrasi implant superotemporal
- Scar pada forniks superior
Penanganan :
- Modifikasi prostesis
- Pembedahan pada otot levator
- Suspensi frontalis
8. Ofthalmia simpatik
- Merupakan resiko yang sangat jarang setelah tindakan eviserasi
- Terapi imunodulator, pembuangan pada penonjolan mata, mungkin / tidak
mungkin dapat dibantu.

21
2.3 EKSENTERASI

2.3.1 DEFINISI

Eksenterasi melibatkan pengangkatan seluruh jaringan orbita, meliputi bola mata, otot-otot
ekstraokuli, nervus optikus, periorbita, dan sebagian atau seluruh kelopak mata. Tindakan
ini dapat dilakukan untuk beberapa alasan: neoplasma okuli dan juga palpebra dengan
invasi orbita, tumor primer pada orbita, keganasan kelenjar lakrimal, tumor yang
menginvasi orbita dari sinus paranasal, squamous cell carcinoma pada konjungtiva,
sebaceous cell carcinoma pada palpebra dan konjungtiva, infeksi fungi yang agresif seperti
mukormikosis atau aspergilosis yang meluas hingga orbita.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa eksenterasi menawarkan keuntungan yang


lebih sedikit jika dibandingkan dengan enukleasi dengan eksisi lokal pada tata laksana
melanoma koroidal yang disertai perluasan ekstraskleral. Pada tata laksanan neoplasma
tertentu seperti rhabdomyosarcoma, radiasi dan kemoterapi telah menggantikan eksenterasi
sebagai terapi primer. Pada beberapa kasus metastasis orbital atau penyakit orbita tingkat
lanjut, eksenterasi paliatif dapat disarankan untuk debulking dan juga kontrol rasa nyeri.
Pada kesempatan yang lebih jarang, eksenterasi diindikasikan pada terapi penyakit-
penyakit nonmalignan seperti trauma, meningioma, kontraktur orbita yang disebabkan oleh
pseudotumor dan deformitas kongenital seperti neurofibromatosis.

2.3.2 LANGKAH-LANGKAH PREOPERATIF

1. Lakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan oftalmologi untuk menilai masalah


pada pasien. Evaluasi luasnya lesi dengan pemeriksaan fisik, CT-scan, dan MRI.
Tegakkan suatu diagnosis patologik definitif sesuai dengan gambaran histologis
sebelum melakukan eksenterasi.
2. Prosedur operasi dapat dimodifikasi bergantung pada luas dan lokasi proses
patologis yang terjadi. Untuk tumor yang melibatkan aspek posterior orbita, kulit
palpebra dan otot orbikularis dapat dipertahankan untuk melindungi soket bola
mata yang dieksenterasi. Untuk tumor invasif, berbatas tidak tegas, yang
melibatkan palpebra dan konjungtiva, eksisi palpebra parsial atau total mungkin
diperlukan. Misalnya, pada basal cell atau squamous cell carcinoma yang invasif.
Keganasan yang berasal dari hidung, sinus paranasal, atau cavum kranial

22
memerlukan kolaborasi dengan ahli bedah saraf dan otolaringologis untuk tata
laksanan yang lebih optimal.
3. Persiapkan pasien untuk hilangnya mata dan juga jaringan lunak orbita, serta hasil
akhir yang berakibat pada deformitas kosmetik. Tinjau ulang tujuan dari operasi
dan luasnya pengambilan jaringan yang diperlukan dan juga nilai ukuran prostesis
okulofasial 2 hingga 3 bulan setelah operasi. Tinjau ulang masalah-masalah yang
mungkin terjadi setelah operasi seperti hipestesia pada dahi dan pipi yang dapat
diakibatkan oleh hilangnya cabang dari nervus kranial kelima.

2.3.3 INSTRUMEN OPERASI

1. Magnifying loupes
2. Headlight
3. Kauter bipolar dengan forsep bayonet
4. Jarum Colorado
5. Lidocain 2% dengan epinefrin 1:100,000 untuk infiltrasi lokal
6. Larutan bakteriostatik untuk dicampur dengan lidocaine 2%
7. Larutan bupivacaine 0,75%
8. Larutan kokain 4%, topical thrombin
9. Forsep Castroviejo 0,5 mm
10. Gunting tenotomi Westcott
11. Forsep Adson
12. Needle holder Castroviejo
13. Gunting tenotomi Stevens
14. Elevator periosteal
15. Malleable ribbon retractors
16. Gunting enukleasi
17. Enucleation snare
18. Pronged rake tetractors
19. Bone wax

2.3.4 PROSEDUR OPERASI

1. Lakukan persiapan preoperatif untuk memastikan dilakukannya tindakan pada sisi


mata yang tepat. Minta pasien untuk menunjuk atau menyentuh bola mata yang

23
akan dieksenterasi sebelum dilakukannya tindakan operatif. Gunakan marker untuk
memberikan tanda yang jelas pada mata yang akan dieksenterasi.
2. Operasi ini menggunakan general anesthesia.
3. Untuk eksenterasi yang mempertahankan palpebra, gunakan gentian violet marking
penuntuk menandai insisi 3600 di sekitar palpebra superior dan inferior, dengan
jarak 2 hingga 3 milimeter dari alis. Jika kulit dan otot-otot palpebra tidak dapat
dipertahankan, tandai insisi langsung pada orbital rim dengan sudut 3600. Lalu
injeksikan lidocaine 1% atau 2% dikombinasikan dengan epinefrin untuk
hemostasis.

2.3.1. Insisi pada kelopak mata.4,26

4. Lakukan jahitan melalui lid margin untuk membentuk traction suture. Jika hal ini
tidak dapat dilakukan pada palpebra, buatlah insisi skin-muscle sedikit di atas bulu
mata mengikuti garis penanda. Pada orbital rim, dibuat bidang diseksi
suborbikularis dengan melingkar 3600. Jika jaringan kelopak mata tidak dapat
dipertahankan, buat sayatan di atas tepi orbital dan lanjutkan melalui orbicularis
sampai periosteum dari tepi orbital terbuka. Kontrol perdarahan dengan kauter
bopolar. Dapat juga digunakan jarum Colorado untuk diseksi dan hal ini dapat
mengurangi perdarahan.
5. Lakukan insisi periosteum dengan skalpel no.15 pada jarak 2 hingga 3 milimeter di
luar rongga mata. Lanjutkan insisi tersebut melingkari orbital rim.

24
2.3.2. Jahitan diletakkan pada margin mata, kemudian kulit dan otot diinsisi26

6. Angkat periosteium dari rongga mata dengan elevator periosteal. Perlengketan yang
kuat jaringan periorbita terhadap tulang dapat dijumpai pada insersi troklea.
Kontrol perdarahan yang muncul dari tulang dengan menggunakan bone waxatau
dengan menggunakan ujung dari jarum Colorado.
7. Hindari perforasi yang tidak disengaja pada jaringan tulang saat mengangkat
periosteum, terutama pada dinding medial yang tipis dan juga dinding inferior
orbita. Perforasi yang timbul dapat menimbulkan fistula persisten yang sulit untuk
ditutup dan dapat menimbulkan crusting serta discharge pada rongga mata setelah
operasi selesai. Selama periosteum diangkat, antisipasi kemungkinan timbulnya
perforasi dari pembuluh-pembuluh darah besar seperti arteri dan vena etmoidalis
komunis posterior serta anterior, vena dan arteri zigomatik, dan arteri infraorbitalis
komunis. Jika terjadi kebocoran dari pembuluh darah tersebut, lakukan kauterasi
dan transeksi.
8. Identifikasi kantong lakrimal di dalam fosa lakrimalis pada bagian medial
inferior orbita. Pisahkan jaringan periorbita dari dinding orbita hingga

Gambar 2.3.4. Sakus lakrimal diidentifikasi kemudian diisolasi, sekitar periorbita


dipisahkan dari dinding orbital.

kantong lakrimal dapat diisolasi. Diseksi harus dilakukan dengan berhati-hati untuk

25
menghindari perforasi yang dapat timbul secara tidak sengaja pada tulang lakrimal
yang tipis. Ketika kantong lakrimal telah berhasil diisolasi, lakukan transeksi
dengan skalpel ukuran no. 15, gunting Westcott, atau dengan jarum Colorado. Tepi
dari kantong lakrimalis dapat dijahit dengan 1 hingga 2 jahitan untuk
meminimalkan terjadinya fistula.
9. Lokalisir fisura orbitalis inferior dan lakukan transeksi pada jaringan yang terletak
posterior dari fisura orbitalis inferior dengan jarum Colorado, atau dengan gunting
Westcott dan aplikasikan kauter bipolar dengan menggunakan forsep bayonet.
10. Ketika diseksi telah mencapai apeks, lakukan cross-clamp pada jaringan apikal
dengan hemostat lengkung dan pisau Beaver. Jika sudutnya ketat, hemostat
mungkin tidak dapat dimasukkan dan transeksi apikal harus diselesaikan tanpa
hemostat. Alternatif lain, jerat enukleasi atau jerat tonsilar dapat dijulurkan
mengitari konten orbita dari sisi temporal untuk menghindari cedera pada lamina
papirasea. Dengan traksi mengarah ke atas pada jahitan di palpebra, traik jerat
tersebut dengan perlahan. Lakukan hal ini hingga jerat tersebut mengompres
jaringan apikal. Pertahankan posisi tersebut untuk menyediakan hemostasis.
Ketatkan senar hingga jaringan tersebut berhasil ditranseksi. Setelah jaringan orbita
berhasil diangkat, kontrol perdarahan dengan kasa empat inci dan diikuti dengan
kauterisasi. Tempelkan beberapa lapis oxidized cellulose untuk memperkuat
hemostasis. Jika dicurigai perluasan tumor, dapat diambil biopsi untuk diagnosis
lebih lanjut.
11. Jika eksenterasi telah selesai dilakukan, jahit secara bersamaan muskulus
orbikularis dengan benang absorbable ukuran 5-0 diikuti dengan penutupan kulit
menggunakan benang ukuran 6-0.
12. Jika diperlukan split-thickness skin graft, kulit diambil dari area yang tidak
ditumbuhi rambut seperti paha atas.
13. Jika tidak dilakukan grafting dan rongga mata sembuh dengan granulasi spontan,
aplikasikan bebat longgar menggunakan kasa ukuran 4x4 inci yang dibasahi dengan
povidone-iodine and salep antibiotik .

2.3.5 PERAWATAN PASCA OPERASI

26
1. Resepkan antibiotik spektrum luas untuk 5 hingga 7 hari postoperatif. Bebat tekan
dibuka setelah 5 hari.
2. Untuk pasien yang menjalani prosedur dengan palpebra yang tetap dipertahankan,
salep antibiotik dioleskan pada jahitan dan kantong mata ditutup kembali dengan
kasa kering ukuran 4x4 inci. Pasien dapat mengganti bebat tersebut setiap 2 hingga
3 hari. Hal ini dilakukan selama 2 hingga 3 minggu sampai terjadi epitelisasi yang
baik pada kantong mata. Pasien dirujuk ke okularis untuk mendapatkan prostesis
ketika kantong mata sudah sembuh.
3. Kantong mata yang menggunakan skin graft, proses penyembuhan memakan waktu
yang lebih lama. Salep antibiotik topikal dioleskan pada kantong mata diikuti
dengan penutupan menggunakan kasa ukuran 4x4 inci yang telah dibasahi dengan
hidrogen peroksida dan juga povidone-iodine dengan perbandingan 1:1. Seluruh
area dari kantong mata harus bersentuhan langung dengan kasa yang akan
membersihkan kantong mata dara bekuan darah dan discharge serous yang telah
kering. Penutup mata dapat diletakkan menutupi bebat kasa. Pada tahap awal
penyembuhan, kasa diganti dua kali sehari, lalu frekuensi dikurangi menjadi sekali
sehari. Pasien harus diperiksa setiap minggunya untuk pengangkatan krusta yang
telah mengering. Setelah terbentuk epitelisasi yang cukup (2-3 bulan), pasien
dirujuk ke okularis untuk diberikan prostesis orbital.

2.3.6 KOMPLIKASI

1. Perdahran intraoperatif
2. Kebocoran cairan serebrospinal
3. Infeksi postoperatif

Komplikasi yang paling sering ditemui dari eksenterasi bola mata adalah
perdarahan intraoperatif. Metode untuk menghindari atau meminimalkan perdarahan
adalah (1) memastikan bahwa pasien tidak mengonsumsi aspirin dalam waktu dekat
sebelum operasi (2) melakukan kauterisasi pada pembuluh darah besar selama operasi
berlangsung.
Kebocoran cairan serebrospinal lebih jarang ditemui namun dapat memberikan
dampak yang lebih serius seperti meningitis. Komplikasi ini terjadi akibat dari penetrasi
terhadap lapisan duramater secara tidak sengaja, paling sering terjadi pada fisura orbitalis

27
posterior. Kebocaran yang berukuran kecil dapat menutup dengan sendirinya, tetapi
kebocoran yang berukuran lebih besar memerlukan tata laksana tertentu seperti autogenous
fat graft, temporalis pedicle flap, atau reparasi dengan dural graft. Sebuah metode
sederhana yang juga dapat digunakan adalah aplikasi pelekat jaringan seperti
cyanoacrylate pada area kebocoran.

28
BAB 3. KESIMPULAN

Enukleasi adalah penghilangan seluruh bola mata dengan menyisakan beberapa


jaringan. Enukleasi diindikasikan pada keganasan utama intraokular (seperti melanoma
atau retinoblastoma) yang tidak menerima terapi seperti eksternal, proton, beam irradiation
atau brakiterapi plak episkleral.
Eviserasi bulbi adalah suatu prosedur pembedahan dimana isi seluruh bola mata
dikeluarkan tetapi kulit sklera dipertahankan dan bagian perlengketan dan perlekatan
otot.Eviserasi bulbi merupakan tindakan mengeluarkan seluruh isi bola mata seperti
kornea, lensa, badan kaca, retina dan koroid.
Eksenterasi melibatkan pengangkatan seluruh jaringan orbita, meliputi bola mata,
otot-otot ekstraokuli, nervus optikus, periorbita, dan sebagian atau seluruh kelopak mata.

29
DAFTAR PUSTAKA

[1] Budiono, S., T. T. Saleh, Moestidjab, Eddyanto. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Mata. Surabaya: Airlangga University Press.
[2] Ilyas, S. dan S. R. Yulianti. 2015. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
[3] Khurana, A. K. 2015. Comprehensive Opthalmology. New Delhi: Jaypee Brother
Medical Publisher.
[4] Geirsdottir A, Agnarsson BA, Helgadottir G, Sigurdsson H. Enucleation in Iceland
1992-2004: study in a defined population. Acta Ophthalmol. 2014;92(2):121–125
[5] Saeed MU, Chang BY, Khandwala M, Shivane AG, Chakrabarty A. Twenty year
review of histopathological findings in enucleated/eviscerated eyes. J Clin Pathol.
2014;59(2):153–155.
[6] Price, S.A., dan Lorraine M.W. 2009. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol.2 (edisi ke-7). Terjemahan Oleh: Pendit, B.U. Jakarta: EGC.
[7] Rasmussen ML, Prause JU, Johnson M, Kamper-Jorgensen F, Toft PB. Review of
345 eye amputations carried out in the period 1996-2003, at Rigshospitalet,
Denmark. Acta Ophthalmol. 2010;88(2):218–221.
[8] Kanski, J. J. 2016. Clinical Ophtalmology a Systemic Approach 8th ed.
Amsterdam: Elsevier.
[9] Knezevic M, Paovic J, Paovic P, Sredojevic V. Causes of eye removal: analysis of
586 eyes. Vojnosanit Pregl. 2013;70(1):26–31.
[10] Ehlers JP., Shah CP. Wills Eye Manual. 2010. The Office and Emergency Room
Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 5th Edition. New York: Lippincott
Williams & Wilkins.
[11] Goiato MC, Haddad MF, dos Santos DM, Pesqueira AA, Ribeiro Pdo P, Moreno A.
Orbital implants insertion to improve ocular prostheses motility. J Craniofac Surg.
2010;21(3):870–875.
[12] Jordan DR GS, Bawazeer A. Coralline hydroxyapatite orbital implant (Bio-Eye):
experience with 158 patients. Ophthal Plast Reconstr Surg. 2014;20(1):69–74.
[13] Eva, P.R., J. P. Whitcher. 2008. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology 17th
Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.

30
[14] Wang JK, Liao SL, Lin LL, Kao SC, Tseng HS. Porous orbital implants, wraps, and
PEG placement in the pediatric population after enucleation. Am J Ophthalmol.
2017;144(1):109–116.
[15] S.U. Shah, C.L. Shields, S.E. Lally, J.A. ShieldsHydroxyapatite orbital implant in
children following enucleation: analysis of 531 sockets
Ophthal Plast Reconstr Surg, 31 (2015), pp. 108-114
[16] D.L. Mourits, A.C. Moll, M.I. Bosscha, et al.Orbital implants in retinoblastoma
patients: 23 years of experience and a review of the literatureActa Ophthalmol, 94
(2016), pp. 165-174
[17] H.P. Jongman, M. Marinkovic, I. Notting, et al.Donor sclera-wrapped acrylic
orbital implants following enucleation: experience in 179 patients in the
NetherlandsActa Ophthalmol, 94 (2016), pp. 253-256
[18] D.L. Chao, J.W. HarbourHydroxyapatite versus polyethylene orbital implants for
patients undergoing enucleation for uveal melanomaCan J Ophthalmol, 50 (2015),
pp. 151-154
[19] S.K. Jung, W.K. Cho, J.S. Paik, S.W. Yang
Long-term surgical outcomes of porous polyethylene orbital implants: a review of
314 cases
Br J Ophthalmol, 96 (2012), pp. 494-498
[20] X. Ma, K.R. Schou, M. Maloney-Schou, et al.
The porous polyethylene/bioglass spherical orbital implant: a retrospective study of
170 cases
Ophthal Plast Reconstr Surg, 27 (2011), pp. 21-27
[21] V.W. Ho, R.N. Hussain, G. Czanner, et al.
Porous versus nonporous orbital implants after enucleation for uveal melanoma: a
randomized study
Ophthal Plast Reconstr Surg (2016 Nov 17)
[22] Toh T, Bevin TH, Molteno AC. Scleral wrap increases the long-term complication
risk of bone-derived hydroxyapatite orbital implants. Clin Experiment Ophthalmol.
2008;36(8):756–761.
[23] Ahmadabadi MN, Karkhaneh R, Valeshabad AK, Tabatabai A, Jager MJ,
Ahmadabadi EN. Clinical presentation and outcome of perforating ocular injuries
due to BB guns: a case series. Injury. 2011;42(5):492–495.

31
[24] Lin CJ, Liao SL, Jou JR, Kao SC, Hou PK, Chen MS. Complications of motility
peg placement for porous hydroxyapatite orbital implants. Br J Ophthalmol.
2002;86(4):394–396.
[25] Yoon JS, Lew H, Kim SJ, Lee SY. Exposure rate of hydroxyapatite orbital implants
a 15-year experience of 802 cases. Ophthalmology. 2008;115(3):566–572, e562.
[26] Dunn JP, Langer PD. Basic Techniques of Ophthalmic Surgery. 2009. American
Academy of Ophthalmology.

32

Anda mungkin juga menyukai