SMAN 4 DEPOK
Hafiz Alfarisy
XII IPA 2
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat, dan karunia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan minatnya
Makalah ini masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Oleh karena,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk makalah ini. Akhir
kata, penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I – PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II – PEMBAHASAN
A. Sinopsis Novel
B. Analisis Unsur Intrinsik
1. Tema
2. Latar
1) Tempat
2) Waktu
3) Suasana
3. Alur
4. Penokohan dan Perwatakan
5. Sudut Pandang
6. Gaya Bahasa
1) Majas
2) Kata Kias
3) Istilah-istilah
4) Ungkapan
5) Peribahasa
7. Amanat
C. Analisis Unsur Ekstrinsik
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Novel merupakan salah satu karya sastra. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
novel adalah tulisan berupa karangan prosa yang panjang dan menceritakan sebuah kisah.
Novel merupakan teks hasil pemikiran yang lahir dari daya cipta, imajinatif, kreatif dan
eksploratif pengarang terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia yang di
dalamnya terdapat unsur intrinsik dan ekstrinsik. Dalam pembagiannya novel terdiri dari
novel klasik dan novel modern. Novel klasik mempunyai fungsi sosial, yaitu
memanusiakan para pembacanya. Sedangkan, novel modern kebanyakan berfungsi
personal yaitu membuat para pembaca ingin cepat selesai membacanya karena bersifat
menghibur. Namun di balik itu, setelah membaca dan mengerti novel klasik kita akan lebih
menikmati dan terasa lebih manusiawi daripada membaca novel modern yang sifatnya
hanya menghibur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, saya mengidentifikasi masalah novel “ Layar
Terkembang ” karya Sutan Takdir Alisjahbana :
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
A. Sinopsis Novel
Tuti dan Maria adalah kakak beradik, anak dari Raden Wiriatmadja mantan Wedana daerah
Banten. Sementara itu, ibu mereka telah meninggal, meskipun mereka adik-kakak, mereka
memiliki watak yang sangat berbeda. Tuti si sulung adalah seorang gadis yang pendiam, tegap,
kukuh pendiriannya, jarang sekali memuji, dan aktif dalam organisasi-organisasi wanita.
Sementara Maria adalah gadis yang periang, lincah, dan mudah kagum.
Diceritakan pada hari Minggu Tuti dan Maria pergi ke akuarium di pasar ikan. Di tempat
itu mereka bertemu dengan seorang pemuda yang tinggi badannya dan berkulit bersih,
berpakaian putih berdasi kupu-kupu, dan memakai kopiah beledu hitam. Mereka bertemu
ketika hendak mengambil sepeda dan meninggalkan pasar, pada saat itu pula mereka
berbincang-bincang dan berkenalan. Nama pemuda itu adalah Yusuf, dia adalah seorang
mahasiswa sekolah tinggi kedokteran. Sementara Maria adalah murid H.B.S Corpentier Alting
Stichting dan Tuti adalah seorang guru di sekolah H.I.S Arjuna di Petojo. Mereka berbincang
sampai di depan rumah Tuti dan Maria.
Yusuf adalah putra dari Demang Munaf di Matapura, Sumatra Selatan. Semenjak
pertemuan itu Yusuf selalu terbayang-bayang kedua gadis yang ia temui di akuarium., terutama
Maria. Yusuf telah jatuh cinta kepada Maria sejak pertama kali bertemu, bahkan dia berharap
untuk bisa bertemu lagi dengannya. Tidak disangka oleh Yusuf, keesokan harinya dia bertemu
lagi di depan hotel Des Indes. Semenjak pertemuan keduanya itu, Yusuf mulai sering
menjemput Maria untuk berangkat sekolah serta dia juga sudah mulai berani berkunjung ke
rumah Maria. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak
bukan lagi hubungan persahabatan biasa.
Tuti sendiri terus disibukan oleh kegiatan-kegiatan nya dalam kongres Putri Sedar yang
diadakan di Jakarta, dia sempat berpidato yang isinya membicarakan tentang emansipasi
wanita. Tuti dikenal sebagai seorang pendekar yang pandai memilih kata, dapat membuat
setiap orang yang mendengarnya tertarik dan terhanyut. Sesudah ujian pertama dan kedua
berturut-turut selesai, Yusuf pun pulang ke rumah orang tuanya di Martapura, Sumatra Selatan.
Selama berlibur Yusuf dan Maria saling mengirim surat, dalam surat tersebut Maria
mengatakan kalau dia dan Tuti telah pindah ke Bandung. Kegiatan surat menyurat tersebut
membuat Yusuf semakin merindukan Maria. Sehingga pada akhirnya Yusuf memutuskan
untuk segera kembali ke Jakarta dan ke Bandung untuk mengunjungi Maria. Kedatangan
Yusuf disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Setelah itu Yusuf mengajak Maria berjalan-jalan
ke air terjun Dago, tetapi Tuti tidak dapat meninggalkan kesibukannya.
Di tempat itu, Yusuf menyatakan perasaan cintanya kepada Maria. Setelah kejadian itu,
kelakuan Maria berubah. Percakapannya selalu tentang Yusuf saja, ingatannya sering tidak
menentu, dan sering melamun. Sehingga Rukamah sering mengganggunya. Sementara hari-
hari Maria penuh kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih banyak membaca buku.
Sebenarnya pikiran Tuti terganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta.
Melihat kemesraan Maria dan Yusuf, Tuti pun ingin mengalaminya. Tetapi Tuti juga memiliki
ke khawatiran terhadap hubungan Maria dan Yusuf. Kemudian Tuti menasehati Maria agar
jangan sampai diperbudak oleh cinta. Nasihat tulus Tuti justru memicu pertengkaran diantara
mereka dan memberikan pukulan keras terhadap Tuti.
Dari kejadian itu, Tuti sama sekali tidak berbicara dengan Maria dan dia merasa sendiri
dan sepi dalam kehidupannya. Akan tetapi, tak lama kemudian, Tuti pun meminta maaf kepada
adiknya, Maria. Ketika Maria mendadak terkena penyakit malaria dan TBC, Tuti pun kembali
memperhatikan Maria, Tuti menjaganya dengan sabar. Pada saat itu juga adik Supomo datang
atas perintah Supomo untuk meminta jawaban pernyataan cintanya kepada Tuti. Sebenarnya
Tuti sudah ingin memiliki seorang kekasih, tetapi Supomo dipandangnya bukan pria idaman
yang diinginkan Tuti. Maka dengan segera Tuti menulis surat penolakan.
Sementara itu, keadaan Maria semakin hari makin bertambah parah. Kemudian ayahnya,
Tuti, dan Yusuf memutuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Dokter yang merawatnya
menyarankan agar Maria dibawa ke rumah sakit umum pusat penderita penyakit TBC wanita
di Pacet, Sindanglaya Jawa Barat. Perawatan Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya.
Namun keadaannya tidak juga mengalami perubahan, yang terjadi adalah kondisi Maria
semakin lemah.
Pada suatu kesempatan, Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya,
disitulah Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri
yang melewati hari-harinya dengan bercocok tanam, ternyata juga mampu membimbing
masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-
benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa kehidupan mulia, mengabdi
kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau dalam kegiatan-kegiatan
organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan. Tetapi juga di desa atau di masyarakat
mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.
Semakin hari hubungan Yusuf dan tuti semakin akrab, sementara itu kondisi kesehatan
Maria justru semakin mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun sudah tidak dapat
berbuat lebih banyak lagi. Pada saat kritis Maria mengatakan sesuatu sebelum ia meninggal,
yaitu ingin melihat Tuti dan Yusuf hidup bersama. Akhirnya Yusuf dan Tuti bertunangan.
B. Analisis Unsur Intrinsik
“ Panjang lebar Tuti menerangkan pengaruh seorang ibu dalam didikan anak yang di
kemudian hari akan menjadi orang besar. Bahwa perempuanlah yang pertama kali
memimpin anak dan menetapkan sifat-sifat yang mulia yang seumur hidup tidak berubah
lagi dalam jiwa anak. ....”
“ Tetapi lebih-lebih dari segalanya haruslah kaum perempuan sendiri insaf akan dirinya
dan berjuang untuk mendapat penghargaan dan kedudukan yang lebih layak. Ia tiada boleh
menyerahkan nasibnya kepada golongan yang lain, ...”
2. Latar
1) Tempat
a. Gedung Akuarium
“ Pintu yang berat itu berderit terbuka dan dua orang gadis masuk ke dalam
gedung akuarium. ...” (Hal 2)
b. Kediaman Wiriaatmaja
“ Maka berbeloklah mereka bertiga ke kanan melalui pabrik gas, setal kuda,
dan sesudah itu berbelok pula ke kiri ke Cidangweg. Dijalan itulah di ujung
Gang Hauber terletak rumah kedua gadis itu. Yusuf membaca nama yang
tertulis pada sepotong marmer tergantung pada dinding rumah itu:
R. Wiriaatmaja. ...” (Hal 13)
“ Tiap-tiap hari air terjun dago itu ramai dikunjungi orang dari bandung,
kebanyakan anak-anak muda murid sekolah rendah dan menengah yang hendak
melihat tamasya air terjun yang permai itu ...” (Hal 72-73)
f. Kediaman Partadiharja
“ “Jadi, pada permulaan bulan Juli ini engkau bekerja sekali,” kata istri Raden
Partadiharja kepada Maria sambil ia duduk dirangkum kursi besar yang lembut
berper.” (Hal 99)
g. Gedung Pemufakatan
“ Dinding Gedung Permufakatan berat berhias daun kelapa dan daun beringin,
di sela-sela kertas merah putih.” (Hal 109)
h. Pasar Ikan
“ Yusuf dan Maria turun dari auto di Pasar Ikan dan berjalan menuju laut.”
(Hal 132)
“ Maria sudah dua hari tinggal di Rumah Sakit Umum Pusat.” (Hal 150)
“ Sunyi sepi hari berganti hari. Sudah sebulan lebih Maria di rumah sakit di
Pacet.” (Hal 154)
j. Pemakaman di Pacet
“ Hari masih pagi-pagi dan di pekuburuan dekat Pacet, tiada jauh dari rumah
sakit, sunyi senyap.” (Hal 194)
2) Waktu
a. Pagi hari
“ Keesokan harinya pagi-pagi sebelum setengah tujuh ia telah siap makan dan
berpakaian akan pergi kesekolah.” (Hal 16)
“ Yusuf pun minta permisi sebab hari sudah hampir pukul satu tengah malam
(dini hari).” (Hal 121)
“ Alangkah girang tampaknya seluruh dunia pada pagi Minggu itu.” (Hal 132)
“ Pada suatu pagi amat permainya matahari pagi bersinar di lereng Gunung
Gede.” (Hal 155)
“ Demikianlah tiap-tiap hari Tuti dan Yusuf berulang ke Pacet dari Sindanglaya,
pagi-pagi antara pukul sembilan dengan pukul dan petang hari antara pukul
lima dengan pukul enam.” (Hal 173)
“ Hari masih pagi-pagi dan di pekuburuan dekat Pacet, tiada jauh dari rumah
sakit, sunyi senyap.” (Hal 194)
b. Tengah hari ( Siang hari )
“ Tiap-tiap petang apabila sudah menyelesaikan rumah dan sudah pula mandi
dan berdandan, biasanya benar ia duduk di tempat itu menati hari senja. ...”
(Hal 25)
“ Setiap petang Senin dan petang Kamis datang kemari haji guru agamanya.
...” (Hal 35)
“Petang pukul setengah enam setelah mandi dan minum teh, barulah orang
bertiga beranak itu pulang ke rumah mereka di Gang Haube.” (Hal 108)
“ Sejak pukul lima petang tadi ia membaca, sebab ia seorang diri tinggal
dirumah;. ..”(Hal 122)
“ Pada petang Sabtu, Tuti duduk di sudut wagon kelas tiga kereta api pukul
dua dari Bandung menuju ke Cianjur.” (Hal 160)
“ Demikianlah tiap-tiap hari Tuti dan Yusuf berulang ke Pacet dari Sindanglaya,
pagi-pagi antara pukul sembilan dengan pukul dan petang hari antara pukul
lima dengan pukul enam.” (Hal 173)
“ Pada suatu petang, ketika Tuti dan Yusuf pulang dari Pacet, sedang hati
mereka penuh sesak memikirkan hal Maria yang hari itu panas badannya dan
batuk-batuk, ...” (Hal 174)
“ Pada senja hari, apabila mereka meninggalkan rumah sakit dalam cahaya
yang kabur dan melihat ke arah gunung yang hitam padu, ...” (Hal 177)
“ Yusuf mengeluarkan arlojinya dan dari mulutnya keluar seperti bunyi riak air
yang tiada berarti dan bermakna, “Lima belas menit lagi pukul enam.” ”
(Hal 189)
d. Malam
“ Malam itu juga ia (Yusuf) menyebrang Selat Sunda dengan kapal K.P.M.
...” (Hal 62)
“ Pada suatu malam, sesudah makan, gadis bertiga itu berkumpul di kamar
tempat tidur mereka. ...” (Hal 82)
“ Sejak dari sudah makan pukul delapan tadi Tuti mengetik dalam kamarnya.
...” (Hal 88)
“ “Kami baru masuk benar,” jawab Tuti. “Ramai benar orang datang malam
ini.” ” (Hal 110)
“ Pukul delapan betul tampil seorang anak muda keluar dari belakang layar.
...” (Hal 111)
“ Tetapi Maria yang dalam kegirangannya akan hasil pekerjaannya malam itu,
...” (Hal 118)
“ Pada malam Minggu, Tuti duduk di ruang dalam menghadapi meja
membaca buku di bawah lampu.” (Hal 122)
3) Suasana
b. Ramai
“ Di dalam gedung akuarium itu mulailah ramai suara manusia; ...” (Hal 5)
c. Tegang
d. Hikmat ( Kebijakan )
e. Ketenangan
“ Seraya melekapkan tangan gadis itu dengan tangan kirinya kepada dadanya,
mesra seperti tiada hendak dilepaskannya lagi, perlahan-lahan Yusuf
mengangkat muka Maria melihat kepadanya dengan tangan kanannya,“Maria,
lihat saya sebentar.”
Pada mata Maria nampak kepadanya berlinang air mata dan mesra meminta
menggemetarlah suaranya untuk pertama kali seumur hidupnya,“Maria,
Maria, tahukah engkau saya cinta kepadamu?” ” (Hal 79)
g. Bimbang
“ Tiba-tiba Tuti terkejut mendengar Maria batuk dan Yusuf seperti orang
kecemasan memanggil Juhro minta ambilkan tempolong.” (Hal 144)
i. Haru
3. Alur
Dalam penggunaan alur dalam novel Layar Terkembang, ialah menggunakan alur
maju,
1) Perkenalan/Orientasi
2) Pengungkapan Peristiwa
3) Menuju Konflik
4) Klimaks/Puncak Konflik
6) Resolusi/Penyelesaian
1) Perkenalan/Orientasi
Kisah bermulai dua seorang gadis yang bernama, Tuti dan Maria. Kedua gadis tersebut
merupakan kakak beradik, anak dari Raden Wiriatmadja mantan Wedana daerah Banten.
Sementara itu ibu mereka telah meninggal. Meskipun mereka adik-kakak, mereka memiliki
watak yang sangat berbeda. Tuti adalah kakak dari Maria, ia seorang gadis yang pendiam,
tegap, kukuh pendiriannya, jarang sekali memuji, dan aktif dalam organisasi-organisasi
wanita. Sementara Maria adalah adiknya Tuti, ia gadis yang periang, lincah, dan mudah
kagum.
“Gadis berdua itu adik dan kakak, hal itu terang kelihatan pada air mukanya. Meskipun
muka yang tua, yang tegap perawakannya, agak bulat sedikit dan muka yang muda agak
kepanjang-panjangan oleh karena ramping dan kecil badannya, garis mulut, hidung, dan
teristimewa mata keduanya nyata membayangkan persamaan yang hanya terdapat pada
orang berdua bersaudara.
Tuti yang tertua di antara dua saudara itu, telah dua puluh lima tahun usianya, sedang
adiknya Maria baru dua puluh tahun usianya. Mereka adalah anak dari Raden Wiriaatmaja,
bekas wedana di daerah Banten, yang pada ketika itu hidup dengan pensiunnya di Jakarta
bersama kedua anaknya itu. Maria masih murid H.B.S. Carpentier Alting Stichting kelas
penghabisan dan Tuti menjadi guru pada sekolah H.I.S. Arjuna di Petojo.” (Hal 2-3)
“Perbedaan suara kedua gadis itu ketika itu terang menunjukkan perbedaan pekerti
antara keduanya. Tuti bukan seorang yang mudah kagum, yang mudah heran melihat
sesuatu. Keinsafannya akan harga dirinya amat besar. Ia tahu bahwa ia pandai dan cakap
serta banyak yang akan dapat dikerjakannya dan dicapainya. Segala sesuatu diukurnya
dengan kecakapannya sendiri, sebab itu ia jarang memuji.
Sebaliknya, Maria seorang yang mudah kagum, yang mudah memuji dan memuja.
Sebelum selesai benar ia berpikir, ucapannya telah keluar menyatakan perasaannya yang
bergelora, baik waktu kegirangan maupun waktu kedukaan. Air mata dan gelak berselisih
di mukanya sebagai siang dan malam. Sebentar ia iba semesra-mesranya dan sebentar
berderau gelaknya yang segar oleh kegirangan hatinya yang remaja.” (Hal 3-4)
2) Pengungkapan Peristiwa
Saat di gedung akuarium, dua gadis (Maria dan Tuti) ini bertemu seorang pemuda yang
bernama Yusuf. Pemuda yang tinggi badannya dan berkulit bersih, berpakaian putih
berdasi kupu-kupu, dan memakai kopiah beledu hitam. Mereka bertemu ketika hendak
mengambil sepeda dan meninggalkan pasar, pada saat itu pula mereka berbincang-bincang
dan berkenalan. Yusuf adalah seorang mahasiswa sekolah tinggi kedokteran. Sementara
Maria adalah murid H.B.S Corpentier Alting Stichting dan Tuti adalah seorang guru di
sekolah H.I.S Arjuna di Petojo. Mereka berbincang sampai di depan rumah Tuti dan Maria.
Yusuf adalah putra dari Demang Munaf di Matapura, Sumatra Selatan. Semenjak
pertemuan itu, ia selalu terbayang-bayang dengan kedua gadis yang ia temui di akuarium,
terutama Maria. Yusuf telah jatuh cinta kepada Maria sejak pertama kali bertemu, bahkan
dia berharap untuk bisa bertemu lagi dengannya. Tidak disangka oleh Yusuf, keesokan
harinya dia bertemu lagi di depan hotel Des Indes. Semenjak pertemuan keduanya itu,
Yusuf mulai sering menjemput Maria untuk berangkat sekolah serta dia juga sudah mulai
berani berkunjung ke rumah Maria. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat hubungan
kedua remaja itu tampak bukan lagi hubungan persahabatan biasa.
“Yusuf ialah putra Demang Munaf di Martapura di Sumatra Selatan. Telah hampir lima
tahun iabelajar pada Sekolah Tabib Tinggi. Pada bulan Mei nanti ia akan menempuh ujian
doktoral yang pertama dan kedua. Tempat tinggalnya sejak dari Sekolah Mulo, A.M.S.,
sampai ke Sekolah Tinggi ini ialah di rumah seorang kerabat Jawa yang diam di Sawah
Besar.
Sejak kembali dari mengantarkan Tuti dan Maria, pikirannya senantiasa berbalik-balik
saja kepada mereka berdua. Perkenalan yang sebentar itu meninggalkan jejak yang dalam
di kalbunya. Yang seseorang agak pendiam dan tertutup rupanya, tetapi segala ucapannya
teliti. Yang seorang lagi suka berbicara, lekas tertawa gelisah, penggerak. Alangkah besar
beda pekerti mereka berdua beradik itu. Tetapi tidak, yang terutama sekali menarik hatinya
ialah Maria. Mukanya lebih berseri-seri, matanya menyinarkan kegirangan hidup, dan
bibirnya senantiasa tersenyum menyingkapkan giginya yang putih.” (Hal 16)
3) Menuju Konflik
Maria dan Tuti bertengkar disebabkan kritikan Tuti yang pedas terhadap adiknya,
Maria. Tuti mengkritik bahwa cinta Maria terhadap Yusuf sangat berlebihan dan
membutakan jiwa nya. Tetapi, Maria yang hatinya saat sedang naik darah dan ia membalas
kritikan Tuti tersebut dengan mengatakan bahwa dalam masalah cinta Tuti sangat
perhitungan dan tidak pernah mau rugi sedikit pun tentang adiknya itu dikarenakan terjadi
diluar pemikirannya serta Tuti selalu memikirkan kongres ketimbang perasaan adiknya.
Muka Tuti merah sampai ke telinganya mendengar kata adiknya yang pedas itu.
Belum lagi ia duduk, berbaliklah ia mendekat ke tempat tidur seraya ujarnya dengan suara
yang gemetar oleh amarah yang tiada terkata-kata, “Tutup mulutmu yang lancang itu, nanti
saya remas.” (Hal 87)
4) Klimaks/Puncak Konflik
Suatu ketika adiknya, Maria terkena penyakit malaria dan TBC yang penyakit
tersebut membuat kondisi jiwa nya melemah. Namun, sebagai seorang kakak, Tuti dan
kekasihnya Yusuf, memberikan motivasi dan dorongan untuk lekas sembuh agar bisa
melakukan aktivitas seperti biasanya, akan tetapi Maria tersebut dikarenakan kondisi
jiwanya semakin lama semakin parah, dia pun seperti merasa putus asa terhadap apa yang
dialaminya sekarang. Hingga akhirnya Maria pun wafat.
“ Maria sudah dua hari tinggal di Rumah Sakit Umum Pusat. Penyakit malarianya
terang ditambah oleh penyakit batuk darah yang tiba-tiba memecah keluar. Dalam dua hari
itu dokter yang merawatnya mendapat keyakinan bahwa yang sebaik-baiknya bagi Maria
adalah pergi ke Pacet, ke rumah sakit TBC bagi perempuan, yang terletak di tengah-tengah
pegunungan yang sejuk hawanya.” (Hal 150)
5) Anti Klimaks/Konflik Turun
Pada saat Maria sebelum wafat, ia menitipkan pesan terakhir kepada kakaknya, Tuti
dan kekasihnya Yusuf bahwa sebelum ia wafat kakaknya, Tuti berharap menikah dengan
Yusuf.
“ Alangkah berbahagia saya rasanya di akhirat nanti, kalau saya tahu bahwa
kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam
beberapa hari ini....”
Tuti dan Yusuf pun terkejut mendengar perkataan yang penghabisan itu. Pada mata
mereka nyata keliahatan bahwa mereka hendak membantah, tetapi sebelum mereka dapat
mengucapkan perkataannya, Maria telah menyambungnya pula, “Inilah permintaan saya
yang penghabisan dan saya, saya tidaklah rela selama-lamanya, kalau kakandaku masing-
masing mencari peruntungan pada orang lain......” (Hal 192)
6) Resolusi/Penyelesaian
Pada akhirnya kakaknya, Tuti dan Yusuf menturuti perkataan sang adiknya dengan menikah. Dan
Tuti pun merasa lega dikarenakan tidak merasa kesepian lagi
“ Lima hari lagi akan berlangsung perkawinan mereka di Jakarta. Sebelum perkawinan mereka
berlangsung, mereka pergi terlebih dahulu ke pemakaman orang yang sama-sama dicintainnya.”
(Hal 196)