Anda di halaman 1dari 7

ABSTRAK Bulu babi merupakan salah satu jenis komoditas perairan yang gonadnya

dimanfaatkan sebagai sumber pangan potensial. Gonad yang banyak dicari konsumen adalah
gonad yang bertekstur kompak, padat, tidak berlendir, dan berwarna kuning cerah. Selain
menjadi sumber pangan dunia, bulu babi ternyata memiliki fungsi ekologis yang sangat penting.
Kematian massal bulu babi yang pernah terjadi di perairan Pasifik Barat dengan tingkat kematian
mencapai 93-100% ternyata mengakibatkan terjadinya biomassa alga meningkat sehingga
kesetimbangan ekosistem terganggu. Biota laut berduri ini juga ternyata memiliki keunikan yang
tidak lazim yaitu kemampuan hidup yang dapat mencapai 200 tahun. Selain itu, bulu babi juga
dinyatakan sebagai saudara tua manusia dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa 70
persen gen bulu babi ternyata memiliki kemiripan dengan manusia. PENDAHULUAN Selama
ini Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan sumber daya alam yang sangat potensial.
Kekayaan laut lebih melimpah jika dibandingkan hasil teresterial. Hasil perikanan merupakan
sumber protein hewani dengan kandungan asam amino lengkap, mudah dicerna dengan nilai
cerna 100%, juga dapat menurunkan tekanan darah. Selain itu, lemak hasil perairan merupakan
sumber energi juga sebagai sumber omega 3 yang terdiri dari linolenat, EPA dan DHA. Bulu
babi merupakan salah satu komoditas hasil perairan yang telah dimanfaatkan sebagai salah satu
bahan pangan. Bagian dari bulu babi yang biasa dimanfaatkan adalah gonad atau telurnya, baik
gonad jantan maupun gonad betina. Bulu babi beraturan mempunyai lima gonad yang tergantung
sepanjang bagian dalam interambulakral pada daerah aboral (Hyman 1955 dalam Ratna 2002).
Pangan berbahan gonad bulu babi telah dikonsumsi secara luas oleh masyarakat Jepang, Eropa,
Amerika Selatan, Amerika Serikat dan Kanada (Chasanah et al., 1997 dalam Gunarto dan
Setiabudi 2002). Bahkan di Amerika Serikat terdapat Komisi Bulu Babi California yang
dibentuk sejak tahun 2004 untuk melindungi lingkungan laut, menjaga kelestarian sumberdaya
bulu babi dan menjaga kestabilan patokan produk seafood yang berkualitas (WPI 2005).
Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia sebenarnya berpotensi
besar untuk membudidayakan jenis ini. Menurut Laode M Aslan, ada 3 jenis yang dapat
dikembangkan di Indonesia yakni dari jenis Echinometra spp., Tripneustes gratilla, dan Diadema
setosum. Ketiga jenis bulu babi ini selain pertumbuhannya cepat juga mampu menghasilkan
gonad yang lebih besar dibandingkan jenis bulu babi lainnya. BULU BABI (Sea urchin) Ü
Deskripsi dan Klasifikasi Bulu Babi Bulu babi termasuk Filum Echinodermata, bentuk dasar
tubuh segilima. Mempunyai lima pasang garis kaki tabung dan duri panjang yang dapat
digerakkan. Kaki tabung dan duri memungkinkan binatang ini merangkak di permukaan karang
dan juga dapat digunakan untuk berjalan di pasir. Cangkang luarnya tipis dan tersusun dari
lempengan-lempengan yang berhubungan satu sama lain ( www.pipp.dkp.go.id) Diadema
setosum merupakan satu diantara jenis bulu babi yang terdapat di Indonesia yang mempunyai
nilai konsumsi (Azis 1993 dalam Ratna 2002). Diadema setosum termasuk dalam kelompok
echinoid beraturan (regular echinoid), yaitu echinoid yang mempunyai struktur cangkang seperti
bola yang biasanya sirkular atau oval dan agak pipih pada bagian oral dan aboral. Permukaan
cangkang di lengkapi dengan duri panjang yang berbeda-beda tergantung jenisnya, serta dapat
digerakkan (Barnes 1987 dalam Ratna 2002). Klasifikasi bulu babi spesies Diadema setosum
menurut Pratt (1935) adalah : Filum : Echinodermata Kelas : Echinoidea Subkelas : Euchinoidea
Ordo : Cidaroidea Famili : Diadematidae Genus : Diadema
Spesies : Diadema setosum Hewan yang memiliki nama Internasional sea urchin atau edible sea
urchin ini tidak mempunyai lengan. Tubuhnya umumnya berbentuk seperti bola dengan
cangkang yang keras berkapur dan dipenuhi dengan duri-duri (Nontji 2005). Durinya amat
panjang, lancip seperti jarum dan sangat rapuh. Duri-durinya terletak berderet dalam garis-garis
membujur dan dapat digerak-gerakkan, panjangnya dapat mencapai ukuran 10 cm dan lebih.
Penyelam yang tidak menggunakan alas kaki mudah sekali tertusuk durinya sehingga akan
sedikit merasakan demam karena bisa pada duri tersebut, racunnya sendiri dapat dinetralisir
dengan amonia, perlakuan asam ringan (jeruk lemon atau cuka). Berdasarkan bentuk tubuhnya,
kelas Echinodoidea dibagi dalam dua subkelas utama, yaitu bulu babi beraturan (regular sea
urchin) dan bulu babi tidak beraturan (irregular sea urchin) (Hyman 1955 dalam Ratna 2002),
dan hanya bulu babi beraturan saja yang memiliki nilai konsumsi (Lembaga Oseanologi Nasional
1973 dalam Ratna 2002). Tubuh bulu babi sendiri terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian oral,
aboral, dan bagian diantara oral dan aboral (Lembaga Oseanologi Nasional 1973 dalam Ratna
2002). Pada bagian tengah sisi aboral terdapat sistem apikal dan pada bagian tengah sisi oral
terdapat sistem peristomial. Lempeng-lempeng ambulakral dan interambulakral berada diantara
sistem apikal dan sistem peristomial. Di tengah-tengah sistem apikal dan sistem peristomial
termasuk lubang anus yang dikelilingi oleh sejumlah keping anal (periproct) termasuk
diantaranya adalah keping-keping genital. Salah satu diantara keping genital yang berukuran
paling besar merupakan tempat bermuaranya sistem pembuluh air (waste vascular system).
Sistem ini menjadi cirri khas Filum Echinodermata, berfungsi dalam pergerakan, makan,
respirasi, dan ekskresi. Sedangkan pada sistem peristomial terdapat pada selaput kulit tempat
menempelnya organ “lentera aristotle”, yakni semacam rahang yang berfungsi sebagai alat
pemotong dan penghancur makanan. Organ ini juga mampu memotong cangkang teritip,
molusca ataupun jenis bulu babi lainnya (Azis 1987 dalam Ratna 2002). Di sekitar mulut bulu
babi beraturan kecuali ordo Cidaroidea terdapat lima pasang insang yang kecil dan berdinding
tipis (Hyman 1955 dan Barnes 1987 dalam Ratna 2002). Hewan unik ini juga memiliki kaki
tabung yang langsing panjang, mencuat diantara duri-durinya. Duri dan kaki tabungnya
digunakan untuk bergerak merayap di dasar laut. Ada yang mempunyai duri yang panjang dan
lancip, ada pula yang durinya pendek dan tumpul. Mulutnya terletak dibagian bawah menghadap
kedasar laut sedangkan duburnya menghadap keatas di puncak bulatan cangkang. Makanannya
terutama alga, tetapi ada beberapa jenis yang juga memakan hewan-hewan kecil lainnya (Nontji,
2005). Pada umumnya bulu babi berkelamin terpisah, dimana jantan dan betina merupakan
individu-individu tersendiri (gonochorik/dioecious). Spesies gonochorik secara khusus memiliki
rasio seks sendiri dan jarang bersifat hemafrodit. Munculnya hemafrodoitisme pada Tripneustes
gratilla adalah 1 dari 550 individu. Pembelahan bulu babi terjadi secara eksternal, dimana sel
telur dan sel sperma di lepas ke dalam air laut di sekitarnya (Sugiarto dan Supardi 1995 dalam
Ratna 2002). Gonad jantan dan betina pada bulu babi juga sulit dibedakan tanpa menggunakan
mikroskop. Secara kasar hanya warna yang digunakan untuk membedakan gonad. Misalnya pada
bulu babi Paracentrotus livindus, gonad jantan berwarna kuning sedangkan betina berwarna
orange. Dalam penelitian Gunarto dan Setiabudi (2002) di perairan Pulau Barang Lompo,
Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan, didapati ukuran bulu babi terbesar memiliki kisaran
tinggi cangkang 50-61 mm, diameter cangkang 86-94 mm, berat total 148-331 g. Sedangkan
ukuran bulu babi terkecil dengan ukuran tinggi cangkang 27,2-36,4 mm, diameter cangkang
47,4-66,0 mm, dan berat total 41,4-110,9 g. Bulu babi termasuk organisme yang
pertumbuhannya lambat. Umur, ukuran, dan pertumbuhan tergantung kepada jenis dan lokasi.
Chen dan Run (1988) dalam Tuwo (1995) diacu dari Ratna (2002) melaporkan bahwa bulu babi
jenis Tripeneuste gratilla yang dipelihara di laboratorium di Taiwan mengalami metamorfos pada
umur 30 hari. Pertumbuhan Tripneustes gratilla sangat cepat pada awal perkembangannya, tetapi
jumlahnya terbatas. Hal ini diduga erat kaitannya dengan banyaknya predator yang dialami oleh
hewan berukuran kecil. Setelah mencapai umur tertentu, cangkangnya sudah cukup kuat
sehingga jumlah predator yang dapat menyerang dan memecahkan cangkangnya berkurang. Bulu
babi mempunyai banyak predator, yaitu berbagai jenis ikan, termasuk hiu, anjing laut, lobster,
kepiting, dan gastropoda (Kenner 1992; Tegner dan Dayton 1981 dalam Tuwo 1995). Hal ini
juga menyebabkan rendahnya densitas bulu babi. Predator utama bulu babi jenis Diadema
setosum adalah ikan Buntal (Tetraodon) dan ikan Pakol (Balistes) yang mempunyai gigi yang
kuat dan tajam yang dapat mematahkan duri-duri dan mengoyak cangkang bulu babi (Nontji
2005). Mortalitas bulu babi umumnya sangat tinggi (Ebert 1975 dalam Tuwo 1995). Secara
umum di alam bulu babi dapat mengalami kematian massal pada suhu 34-40˚ C . Ü Habitat dan
Penyebaran Bulu Babi Bulu babi hidup di ekosistem terumbu karang (zona pertumbuhan alga)
dan lamun. Bulu babi ditemui dari daerah intertidal sampai kedalaman 10 m dan merupakan
penghuni sejati laut dengan batas toleransi salinitas antara 30-34 ‰ (Aziz 1995 dalam Hasan
2002). Hyman (1955) dalam Ratna (2002) menambahkan bahwa bulu babi termasuk hewan
benthonic, ditemui di semua laut dan lautan dengan batas kedalaman antara 0-8000 m. Karena
echinoide memiliki kemampuan beradaptasi dengan air payau lebih rendah dibandingkan
invertebrate lain. Kebanyakan bulu babi beraturan hidup pada substrat yang keras, yakni batu-
batuan atau terumbu karang dan hanya sebagian kecil yang menghuni substrat pasir dan Lumpur,
karena pada kondisi demikian kaki tabung sulit untuk mendapatkan tempat melekat. Golongan
tersebut khusus hidup pada teluk yang tenang dan perairan yang lebih dalam, sehingga kecil
kemungkinan dipengaruhi ombak. Dalam penelitian Gunarto dan Setiabudi (2002) dilaporkan
bahwa perkembangan gonad bulu babi pada musim kemarau tidak dalam satu stadium, tetapi
terdapat gonad dlam periode berkembang, matang, pijah. Ü Masa Hidup Bulu Babi Bulu babi
merah (Strongylocentrotus franciscanus) yang sejak lama dianggap sebagai momok di lautan.
Karena makan tumbuh-tumbuhan di bawah air dan banyak orang yakin hewan inilah yang
bertanggungjawab atas kerusakan ekosistem laut. Tidak heran bila banyak orang berusaha
meracuninya, ternyata dalam penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa bulu babi merah
tumbuh jauh lebih lambat dari perkiraan semula, namun hidup lebih lama dibanding dugaan
awal. Mereka tidak sekedar mencapai umur tujuh hingga 15 tahun seperti diperkirakan, tapi bisa
mencapai 200 tahun lebih (www.kompas.com) Lebih menarik lagi, hewan-hewan lanjut usia itu
sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda uzur. Menurut Dr Albert dalam kompas.com,
walaupun mereka bisa mati karena serangan hewan pemangsa, penyakit tertentu, atau ditangkap
nelayan, namun hewan-hewan ini tidak menunjukkan tanda-tanda ketuaan lanjut. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa bulu babi merah berusia 100 tahun tidak begitu berbeda dengan yang
berumur 10 tahun. Kenyataan mengindikasikan bahwa semakin dewasa bulu babi merah, maka
makin produktif mereka menghasilkan sperma dan telur. Hewan ini juga masih mampu
berkembang biak walau usianya sudah amat tua. Di antara hal-hal lain, data radio karbon juga
menunjukkan bulu babi merah memiliki pertumbuhan yang nyaris tidak terlalu dipengaruhi
kondisi laut dan variabel lain (www.kompas.com). Analisis terhadap genom bulu babi juga
menunjukkan bahwa bulu babi memiliki sistem kekebalan dan kepekaan gen yang unik dan
kompleks. Kemiripan antara manusia dan bulu babi yang memiliki jalur kekerabatan jauh dapat
dijadikan model untuk memahami proses evolusi. Dalam proyek genetika yang dilakukan di
California, para ilmuwan mengambil DNA dari sperma seekor bulu babi jantan California yang
hidup menyebar di pantai barat AS dari Baja hingga Alaska. Hasil identifikasi menunjukkan ada
23.300 gen yang tersusun dari 814 juta kode DNA yang dimiliki seekor bulu babi. George
Weinstock dari Sekolah Kedokteran Baylor AS sebagai pemimpin dalam proyek pengurutan
DNA bulu babi menyatakan bahwa 70 persen gen bulu babi ternyata memiliki kemiripan dengan
manusia sementara pada lalat buah hanya 40 persennya, dengan dua jenis filum yang berbeda.
Melalui mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa hewan tersebut bisa bertahan hingga 100
tahun (www.kompas.com). Pada penelitian Darsono dan Toso (1987) di perairan terumbu karang
gugus Pulau Pari, Pulau Seribu, Jakarta. Pengamat mengumpulkan 300 ekor bulu babi, yang
memiliki panjang diameter berkisar dari 47,30-94,00 mm dengan rata-ratanya (64,50±7,90) mm.
berat berkisar dari 55,40-325,00 gr dengan rata-rata (134,20±43,00) gr. Hubungan panjang
diameter (Lt, mm) dengan umur (t, bulan) dikaji melalui persamaan Von Bertalanffy, seperti : .
Hubungan penjang diameter (L, mm) dengan berat (W, gram) digambarkan melalui persamaan
adalah positif dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,908. Persamaan ini dikonversikan dengan Lt,
maka akan menjadi kunci hubungan umur (t, bulan) dengan berat (W, gram) digambarkan
melalui persamaan Ü Pemanfaatan Bulu Babi Bagian dari bulu babi yang biasa dimanfaatkan
adalah gonad atau telurnya, baik gonad jantan maupun gonad betina. Bulu babi beraturan
mempunyai lima gonad yang tergantung sepanjang bagian dalam interambulakral pada daerah
aboral (Hyman 1955 dalam Ratna 2002). Tergantung lingkungan dan faktor genetik, bulu babi
muda dapat mencapai kematangan seksual sekitar 1-2 tahun setelah beralih dari fase larva ke fase
juvenil. Trinidad-Roa (1989) dalam Setiabudi (1996) diacu dari Ratna 2002, melaporkan bahwa
Tripneutes gratilla dari Bali mengalami matang kelamin pertama kali pada umur 2.5 tahun.
Setelah itu produksi gonadnya menurun. Hal ini ditemukan juga pada kelas echinoidea lainnya
(Conand 1989 dalam Tuwo 1995 diacu dari Ratna 2002). Gonad yang matang berukuran sangat
besar, mengisi ruang yang kosong diantara untaian usus dan meluas mulai pertengahan aboral
hingga mencapai lentera aristotle (Hyman 1955 dalam Ratna 2002). Umumnya gonad yang
matang bertekstur lunak dan berlendir. Telur seperti ini tidak diinginkan sebagai produk
perikanan. Telur atau gonad yang dikehendaki adalah yang bertekstur kompak, dimana kondisi
ini terjadi pada saat fase pijah lanjut (Bernard 1977 dalam Darsono 1986 diacu dari Ratna 2002).
Pemanenan bulu babi sebaiknya dilakukan pada saat indeks kematangan gonad mencapai
maksimal atau sebelum musim pemijahan. Secara teoritis hewan yang boleh ditangkap sebaiknya
adalah yang pernah memijah minimal satu kali agar hewan dapat berkembang biak sebelum
tertangkap (Tuwo 1995 dalam Ratna 2002), di California bulu babi merah (Strongylocentrotus
fransciscanus) baru dapat dipanen setelah berumur antara 5-8 tahun. Sedangkan di daerah
Shetland pemanenan Echinus esculentus biasanya dilakuka mulai akhir Desember sampai akhir
Februari, tepatnya sebelum musim pemijahan (Penfold dan Boyle 1996 dalam Ratna 2002).
Berat bulu babi biasanya mencapai 25% dari total berat tubuhnya, tergantung kepadatan populasi
dan tersedianya cukup makanan di alam (Darsono 1986 dalam Ratna 2002). Pemanenan
sebaiknya tidak dilakukan jika rata-rata persentase gonad masih dibawah 10% (Penfold dan
Boyle 1996 dalam Ratna 2002). Sebagian besar negara-negara di Amerika dan Eropa telah mulai
mengembangkan budidaya jenis ini. Meskipun dalam perkembangannya, terlihat jelas adanya
perbedaan mencolok antara produk tangkapan di laut dan telur dari hasil budidaya. Perbedaan itu
utamanya terletak pada warna dan tekstur telur yang dihasilkan. Warna dan tekstur adalah dua
faktor penentu dalam kualitas dan harga bulu babi. Menurut Pearce dkk (2004) bahwa bulu babi
yang diberi pakan buatan dapat menghasilkan telur yang besar namun warna telur yang
dihasilkan pucat (pale), sementara warna telur bulu babi tangkapan alam jauh lebih kuning
kemerahan. Hal ini berpengaruh terhadap harga jual (www.beritaiptek.com). Cangkang dari jenis
bulu babi tertentu dilapisi oleh pigmen cairan hitam yang stabil. Cairan ini dapat digunakan
sebagai pewarnaan jala dan kulit. Cangkang dari bulu babi juga diminati sebagai barang
perhiasan. Sedangkan organ dari sisa pengolahan bulu babi biasanya berupa cangkang dan organ
dalam (jeroan) dapat diproses lebih lanjut menjadi pupuk (Zaitsev et al 1969 dalam Ratna 2002).
Umumnya gonad bulu babi dijual dalam keadaan segar, karena memiliki nilai paling tinggi.
Beberapa kriteria kualitas gonad yang memengaruhi harga beli di pelelangan adalah jenis, negara
asal, warna, tekstur, ukuran, rupa, kesegaran, dan rasa. Diantara kriteria tersebut warna,
kesegaran dan negara asal merupakan faktor terpenting dalam menentukan harga. Berdasarkan
warnanya, mutu gonad bulu babi dapat dikelompokkan menjadi mutu sangat baik (Grade A)
dengan gonad berwarna kuning atau orange terang, mutu baik (Grade B) dengan warna gonad
merah muda atau kuning pucat (krem) dan mutu jelek (reject) dengan gonad berwarna coklat
(Penfold dan Boyle 1996; Murniyati dan Setiabudi 1998 dalam Ratna 2002). Ü Komposisi Kimia
Gonad Bulu Babi Gonad bulu babi merupakan makanan tambahan yang kaya akan nilai gizi. Lee
dan Hard (1982) dalam Azis (1995) diacu dari Ratna (2002) melaporkan bahwa dari analisis
protein bulu babi, ternyata didalamnya terkandung sekitar 28 macam asam amino. Selain itu
gonad bulu babi juga kaya akan vitamin B kompleks, vitamin A dan mineral (Kato dan
Schoeroter 1985 dalam Azis 1995 diacu dari Ratna 2002). Pada tabel dapat dilihat hasil analisis
proksimat beberapa gonad bulu babi dan menyajikan komposisi kimia gonad bulu babi Diadema
setosum. Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Beberapa Jenis Gonad Bulu Babi Jenis Kadar air (%)
Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar abu (%) Tripneustes gratilla Echinothrix calamaris
Mespilia globulus Diadema setosum 81,39 69,34 69,85 69,47 15,43 15,64 25,67 16,99 1,89 3,61
4,59 2,45 1,89 2,52 2,52 2,25 Sumber : Murniyati dan Setiabudi (1998). Tabel 2. Komposisi
Kimia Gonad Bulu Babi Diadema setosum Setiap 100 Gram Sampel. Komposisi Gonad segar
mentah Gonad kering mentah Air Protein Lemak Hidrat arang total Energi Abu Kalsium Fosfor
Besi Karoten total Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Bdd 78,10 g 9,70 g 2,50 g 7,90 g 93 kal
1,80 g 116 mg 278 mg 4,10 mg 2608 mg 863 SI 0,05 mg - 100% 5,35 g 9,18 g 8,70 g 8,57 g 390
kal 8,20 mg 776 mg 596 mg 1250 mg 5716 mg 3349 SI 0,08 mg - 100% Sumber : Ismail et al
(1981) dalam Darsono (1982). Gonad bulu babi sebagai organ reproduksi merupakan timbunan
protein berkualitas tinggi yang kaya akan asam-asam amino yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
manusia. Dari hasil analisa kualitatif gonad bulu babi Diadema setosum diketahui bahwa dalam
gonad tersebut ditemukan lima asam amino esensial bagi orang dewasa yaitu lisin, metionin,
fenilalanin, threonin, dan valin, dua asam amino esensial bagi anak-anak yaitu arginin dan
histidin, juga ditemukan asam amino esensial lain yaitu asam aspartat, asam glutamat, glisin,
serin (Ismail et al 1981 dalam Darsono 1982 diacu dari Ratna 2002). Beberapa jenis asam amino
yang terkandung dalam gonad bulu babi sangat berperan dalam karakterisasi rasa spesifik gonad
bulu babi (Fuke dalam Shahidi dan Botta 1992). Jenis-jenis asam amino tersebut adalah glisin,
valin, alanin, methionin, dan asam glutamat. Selain itu pula nukleotida dari jenis IMP (Inosin
Mono Phosphat) dan GMP (Guanosin Mono Phosphat) juga ikut memengaruhi karakterisasi rasa
gonad bulu babi, terutama dalam pembentukan rasa ”umami”, yaitu rasa khas seperti golongan
daging. Kandungan komponen aktif rasa dari gonad bulu babi disajukan pada tabel 3. Tabel 3.
Komposisi Komponen Aktif Rasa Gonad Bulu Babi (mg/100 gr) Komposisi Kandungan
Karakteristik Asam glutamat Glisin Alanin Valin Methionin Arginin IMP GMP 103 42 261 154
47 316 2 2 Rasa umami dan manis Rasa umami dan pahit Rasa manis dan pahit - - Rasa umami
dan manis Rasa umami Rasa umami Sumber : Shahidi dan Botta (1992). Beberapa faktor yang
memengaruhi komposisi kimia biota laut antara lain adalah jenis dan golongan ikan, umur, jenis
kelamin, aktivitas pergerakan ikan. Musim, dan jenis makanan yang tersedia serta fase
reproduksi biota tersebut. Ü Peranan Bulu Babi dalam Ekosistem Lingkungan Selain
pemanfaatannya sebagai bahan pangan, biota ini juga sangat berperan dalam kesetimbangan
ekosistem habitatnya. Seperti peran Diadema antillarum bagi terumbu karang diantaranya yaitu,
peningkatan jumlah populasi jenis ini mengakibatkan kematian larva atau karang muda. Bila
populasinya turun (absence grazing) karang akan ditumbuhi oleh alga yang dapat berakibat pada
kematian karang dewasa dan tidak adanya tempat bagi larva karang (www.terangi.or.id.)
Kehadiran populasi jenis ini penting bagi terumbu karang sebagai penyeimbang. Kesetimbangan
populasi Diadema antillarum akan menjaga kesetimbangan populasi alga dan karang. Sedangkan
kematian massal Diadema antillarum berdampak pada penurunan drastis tutupan karang,
menurunnya kehadiran Invertebrata yang biasanya menetap di wilayah ini. Selain itu, terumbu
karang dapat didominasi oleh alga. Pada tahun 1995 ternyata ditemukan bahwa populasi
Diadema antillarum yang sangat sedikit (pemulihannya membutuhkan waktu lebih dari 10
tahun). Hilangnya induk menyebabkan jumlah larva juga sangat kurang. Meski telah mulai ada
pemulihan Diadema, namun belum dapat diketahui apakah akan dapat mengembalikan terumbu
karang yang hilang (www.terangi.or.id). Kematian massal bulu babi pernah terjadi pada tahun
1983-1984 di Pasifik Barat, yang dimulai dari Panama di awal Januari 1983 yang menyebar ke
Karibia, Teluk Meksiko, Bahama, Bermuda dengan tingkat kematian mencapai 93-100%.
Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, namun diduga terinfeksi bakteri. Dampak kematian
bulu babi ini menyebabkan biomassa alga meningkat, karena makanan utama bulu babi adalah
alga coklat, alga hijau dan lamun (Lasker dan Giese 1952; Herring 1972; Chiu 1985 dalam Azis
1993 diacu dari Ratna 2002). Wilayah perairan St. Croix mengalami peningkatan biomassa alga
yang pesat hingga 400-500%, hanya berselang 5 hari setelah kematian bulu babi
(www.terangi.or.id). Bila pada masa sebelum kematian alga perairan tersebut didominasi oleh
turf algae dan crustose algae, maka setelah kematian massal bulu babi perairan itu didominasi
oleh makro alga seperti Sargassum dan Turbinaria turbinata. Selain itu, kematian massal ini
menyebabkan tutupan alga crustose, tutupan karang, dan gorgonian menurun drastis. Pada kasus
ini, kompetitor bulu babi yang memakan turf alge ternyata tidak menunjukkan penambahan
populasi yang berarti. Peningkatan populasi kompetitor baru meningkat berarti setelah beberapa
tahun dari kematian massal (www.terangi.or.id). DAFTAR ISI Anonimus. 2003. Bulu babi
Merah, Hewan yang Nyaris "Hidup Selamanya" [online].
www.kompas.com/teknologi/news/0311/25/163940.htm. 22 April 2007 Anonimus. WPI edisi
November 2005, no.27. Direktorat Pemasaran Dalam Negeri. Direktorat Jendral Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perairan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Anonimus. 2006. Saudara Tua
Manusia Tubuhnya Berduri [online]. http://www.kompas.com/ver1/Iptek/0611/10/152724.htm 3
Mei 2007 Anonimus. 2007. Bulu Babi [online]. www.pipp.dkp.go.id/pipp2/species.html?idkat=
12&idsp=259. 22 April 2007 Darsono P dan Toso A V. 1987. Umur dan Pertumbuhan Bulu Babi
Diadema setosum Leske di Perairan Terumbu karang Gugus Pulau Pari, Pulau-Pulau Seribu.
Jakarta : Puslitbang Oseanologi LIPI Gunarto dan Setabudi E. 2002. Perkembangan Gonad Bulu
Babi (Tripneustes gratilla) di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Jakarta : Badan Riset
Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Hasan F. 2002. Pengaruh
konsentrasi garam terhadap mutu produk fermentasi gonad bulu babi jenis Tripneustes gratilla
(L) [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Kurnia A. 2006. Meraup Yen dengan Memelihara Bulu Babi
[online]. www.beritaiptek.com. 22 April 2007 Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta :
Djambatan Pratt H S. 1935. A Manual of The Common Invertebrates Animals. McGraw Hill.
Company Inc : New York Ratna F D. 2002. Pengaruh penambahan gula dan lama fermentasi
terhadap mutu pasta fermentasi gonad bulu babi Diadema setosum dengan Lactobacillus
plantarum sebagai kultur starter [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Shahidi F and Botta. 1994.
Seafoods Chemistry, Processing Technology and Quality. London : Blackie Academic
Professional Timotius, S. 2003. Biologi Terumbu Karang1 [online]. www.terangi.or.id/
publications/pdf/ biologikarang.pdf. 22 April 2007 Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Anda mungkin juga menyukai