Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 2.5 GANGGUAN KARDIOVASKULAR

KELOMPOK 5A
Dosen Tutor : dr. Efrida, Sp.PK, M.Kes

Miftah Ar Rahmah 1710311012


Kelvin Florentino Kaisar 1710311017
Honest Vania Asari 1710311020
Annisa Kartika E 1710311023
Izka Fadhila 1710311046
Fakhri Aulia 1710312087
Azaria Ramadhani Zulkifli 1710313024
Aldo Winanda Aidil Putera 1710313036
Rivfia Mustikaweni Zachraina 1710313068
Shavira Quincy Harbaindo 1710313069

Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas
2019
MODUL III
Skenario 3: TENSIKU NAIK

Pagi ini Pak Tensa (56 thn), dibawa oleh keluarganya ke Puskesmas. Sejak tadi malam,
Pak Tensa mengeluh sakit kepala dan makin lama bertambah berat dan pandangan jadi berputar-
putar dan membuat pak Tensa sangat tidak nyaman. Sebenarnya sakit kepala ini sudah dirasakan
selama 6 bulan terakhir, awalnya diduga karena gangguan penglihatan, sehingga Pak Tensa
berobat ke dokter mata dan disarankan memakai kaca mata baca. Namun sakit kepala nya tetap
tidak berkurang bahkan semakin parah karena akhir-akhir ini Pak Tensa juga menghadapi
masalah yang cukup rumit di kantor.
Setelah sampai di puskesmas, ternyata ditemukan tekanan darah Pak Tensa 180/100
mmHg, nadi 89 x/menit, nafas 24 x permenit dan suhu 36,5 0C. Tidak ditemukan pembesaran
jantung, dan paru-paru dalam batas normal, edema kaki pun tidak ada. Pak Tensa makin cemas
dan sangat kaget. Dia teringat ayahnya yang sudah tiada dan meninggal karena serangan jantung
dan sudah mengalami hipertensi sejak 5 tahun. Pak Tensa khawatir akan mengalami hal yang
sama dengan ayahnya. Dokter puskesmas memberikan edukasi dan obat kepada Pak Tensa.
Pak Tensa kemudian disarankan dokter untuk menjalani skrining faktor risiko lain yang
seiringan dengan munculnya hipertensi serta kontrol teratur. Untuk itu Pak Tensa akan dilakukan
pemeriksaan darah, rekam jantung, radiologi thorax dan bila dipandang perlu akan berlanjut pada
pemeriksaan ekokardiografi dan treadmill. Mendengar arahan dokter, Pak Tensa terlihat semakin
bingung dan bertanya – tanya dalam hati, mengapa dia bisa menderita penyakit yang sama
dengan alm ayahnya dan bagaimana mencegah agar dia tidak mengalami serangan jantung seperti
ayahnya.
Besoknya, seorang wanita usia 60 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan kedua kaki
terasa makin membengkak sejak 1 minggu yang lalu. Bengkak dirasakan lebih besar pada kaki
sebelah kiri. Pasien juga mengeluhkan nyeri dan kebas pada kedua kaki yang tidak dipengaruhi
oleh aktivitas. Pada pemeriksaan fisik tampak pelebaran vena pada kedua kaki. Dokter
menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di RS.
Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada kedua kasus diatas?

Step 1
1. Hipertensi : Peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg secara kronis.
2. Rekam jantung : Grafik yang berguna untuk menelusuri variasi potensial elektrik dari
efisiensi otot jantung
3. Treadmill test : Uji latih beban jantung yang terdiri dari gabungan latihan fisik
dengan monitoring aktivitas jantung
4. Echocardiografi : Metode pemeriksaan dengan suara berfrekuensi tinggi untuk
mencitrakan struktur jantung
5. Radiologi thorax : Metode pencitraan thorax dengan menggunakan bahan radioaktif

Step 2
1. Mengapa Pak Tensa mengalami keluhan tersebut?
2. Mengapa Pak Tensa diduga mengalami gangguan penglihatan dan disarankan memakai
kacamata baca?
3. Bagaimanakah hubungan antara umur dan gender dengan keluhan Pak Tensa?
4. Bagaimanakah hubungan stress dengan keluhan Pak Tensa?
5. Bagaimanakah hasil temuan dari pemeriksaan fisik Pak Tensa?
6. Mengapa tidak ditemukan pembesaran jantung dan sebagainya? Dan apakah tujuan
pemeriksaan tersebut?
7. Mengapa ayah Pak Tensa dapat meninggal akibat hipertensi?
8. Edukasi dan terapi seperti apa yang perlu diberikan pada Pak Tensa?
9. Mengapa perlu dilakukan skrining faktor risiko pada Pak Tensa?
10. Mengapa perlu dilakukan skrining pemeriksaan darah, rekam jantung,dsb pada Pak Tensa?
11. Bagaimanakah cara pencegahan serangan jantung?
12. Mengapa pasien kedua mengalami keluhan tersebut?

Step 3
1. Sakit kepala-->gangguan di otak, infeksi sistem saraf(meningitis danensefalitis) , gangguan
neuropsikiatri, astenopia, dan essential headache, dll.
Dalam skenario kemungkinan berhubungan dengan hipertensi yang mengakibatkan
vasospasme dimana terjadi penurunan aliran darah ke perikranial dan perikardiak sehingga
supply O2 menujuotak berkurang dan menimbulkan keluhan sakit kepala.

2. Hal ini berkaitan dengan identitas Pak Tensa yang sudah berusia lanjut dimana pada orang tua
umumnya akan mengalami proses degeneratif menyeluruh pada tubuhnya.
Dokter mengira bahwa Pak Tensa mengalami keluhan astenopia, berupa gangguan
penglihatan sehingga dokter pun menyarankan agar memakai kacamata baca untuk mengatasi
gangguan tersebut.

3. Pada kemungkinan kasus hipertensi, korelasinya yaitu dari segi usia yang sudah lanjut maka
tubuh mengalami proses degeneratif pada tubuh seperti pada pembuluh darah dan
vaskularisasi sehingga mengarah pada hipertensi.
Dari segi jenis kelamin pun telah di ketahui bahwa laki-laki lebih rentan terhadap penyakit
kardiovaskular, terutama hipertensi.

4. Mekanisme stress dipicu oleh faktor dari dalam tubuh maupun luar tubuh yang akan
disalurkan ke sistem limbic tubuh ; dimana sistem limbic sebagai pusat adaptasi tubuh akan
mengaktivasi hypothalamus dan lainnya meninisiasi fungsi-fungsi tubuh:
1.aktivasi sistem saraf otonom
2.merangsang anterior hipofise memproduksi hormon ACTH
3.memproduksi VSH
4.merangsang kelenjar tiroid memproduksi tiroksin
Sehingga fungsi diatas tersebut akan menimbulkan gejala seperti percepatan denyut jantung,
mendilatasi pupil dan aktifitas saraf lainnya.

5. Hasil pemeriksaan awal :


 Nadi 89x / menitkondisi normal
 Suhutubuh 36,5 0C  normal
 Pernafasan 24x / menittakpinea
 Tekanan darahhipertensi grade 3
 Tidak ada pembesaran jantung→jantung belum berkompensasi terhadap kondisi
hipertensi
 Tidak ada kelainan paru→paru belum terkena efek hipertensi
 Tidak ditemukan edema tungkai→belum terjadinya gangguan aliran balik ke jantung

6. Untuk menilai pembesaran jantung dimana pada pasien hipertensi umumnya ditemukan hasil
berupa LVH (hipertrofi ventrikel kiri).
7. Beberapa komplikasi hipertensi:
 Aterosklerosis
 Kehilangan penglihatan (katarak)
 Aneurisma
 Gagal ginjal
 Gagal jantung
 Demensia vascular
 Stroke
 Kematian

8. Edukasi pasien hipertensi adalah memperbaiki faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti,
berat badan, pola makan, pola konsumsi garam, lemak dan gula, kebiaasan merokok,
minuman keras serta kafein. Hal lain adalah membiasakan olahraga dan menghindari stress
Sedangkan terapi awal sesuai dengan diagnosis dokter misalnya A ACE-Inhibitor ; B
beta-blocker ; C Ca-Chanel Blocker ; D Diuretik.

9. Skrining yang mungkin dilakukan adalah skrining faktor risiko sindroma metabolik , seperti
 Diabetes mellitus
 Obesitas, dan
 Dyslipidemia

Hal ini berkaitan dengan diagnosis banding karena hipertensi lazim ditemukan sebagai
rangkaian gejala sindroma metabolik.

10. Pemeriksaan darah yang diperlukan meliputi pemereiksaan darah rutin untuk memeriksa
hemodinamika dan kemungkinan hemodialysis, kemudian pemeriksaan kreatinin , kadar
elektrolit serta profil lipid. EKG diperiksa untuk menilai tanda iskemia jantung.

11. Modifikasi gaya hidup dan terapi intensif.

12. Edema adalah gejala berupa pembengkakan pada bagian tubuh yang diakibatkan adanya
penimbunan cairan di jaringan tubuh. Edema umum terjadi pada wanita dan orang dewasa
dan bersifat multifaktorial. Edema biasanya diikuti dengan gejala nyeri di perut, kaki,
payudara bahkan di bagian wajah dan bengkak lebih membesar pada sore atau malam hari.
Edema juga lazim terjadi pada orang usia 30 tahun keatas dan biasanya berupa idiopatik,
namun ada beberapa yang menyatakan hal ini dipicu oleh stress berlarut , pada orang obesitas
dan menderita diabetes mellitus.
Edema dapat dicegah dengan menghindari berdiri terlalu lama, mencegah obesitas,
membatasi konsumsi garam ,meningkatkan konsumsi kalium.
Step 4

Resistensi Tidak
Laki-laki Aterosklerosis Hipertensi
perifer ↑ terkontrol

Usia 65 Pembuluh ↑ Cardiac Komplikasi


tua tahun darah kaku Output

Gagal ginjal
Gaya hidup Genetik Retensi Na Ginjal
kronik

Tekanan Katup
Otot Edema Otak Hemoragik
vena vena

Penyakit Iskemik
vaskular
vena Gagal
Anamnesis Prognosis Jantung jantung
kongestif
Pelebaran
vena

Pemeriksaan Tatalaksana Mata Retinopati


fisik hipertensi

Pemeriksaan Diagnosis Prognosis


penunjang

Step 5
1. Menjelaskan epidemiologi, faktor resiko, dan etiologi hipertensi
2. Menjelaskan klasifikasi hipertensi (JNC, WHO, dll)
3. Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi hipertensi dan penyakit jantung hipertensi
4. Menjelaskan manifestasi klinis hipertensi dan penyakit jantung hipertensi
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang hipertensi dan penyakit jantung hipertensi
6. Menjelaskan penatalaksanaan holistik dan komprehensif (promotif, preventif, kuratif farmakologi
dan non-farmakologi, rehabilitatif) hipertensi dan penyakit jantung hipertensi
7. Menjelaskan komplikasi dan prognosis hipertensi dan penyakit jantung hipertensi
8. Menjelaskan etiologi, klasifikasi, patogenesis, patofisiologi, diagnosis, komplikasi, prognosis dan
penatalaksanaan kelainan vaskular

Step 6

1. Epidemiologi, Faktor Resiko, dan Etiologi Hipertensi

 Hipertensi Primer : penyebabnya tidak diketahui. Prevalensi 85-90%


 Hipertensi sekunder : ada penyakit dasar yang menyebabkan hipertensi, misalnya
gangguan sekresi hormon, gangguan fungsi ginjal, penyakit tiroid, tumor kelenjar
adrenal. Bisa juga disebabkan alkohol, rokok, kokain, kontrasepsi, dan NSAID.
Faktor risiko :

1) Usia

Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki meningkat
pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.

2) Ras/etnik
Hipertensi bias mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering muncul pada etnik Afrika, Amerika
dewasa daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.

3) Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita.

4) Kebiasaan Gaya Hidup Tidak Sehat


Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain :

a. Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi, sebab
rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh
darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin
akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang
akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena
tekanan darah yang lebih tinggi.

Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan darah karena dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan kimia dalam tembakau juga
dapat merusak dinding pembuluh darah.
Karbonmonoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam darah.
Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa memompa
untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya.

b. Kurangnya aktifitas fisik

Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak
aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang
dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan
kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan
berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat.

2. Klasifikasi Hipertensi

Menurut WHO,
3. Patogenesis dan Patofisiologi Hipertensi dan Penyakit Jantung Hipertensi

Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output(curah


jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output (Curah jantung) diperoleh
dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan
tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon.

Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankantekanan darah antara


lain:
1. sistem baroreseptor arteri
2. pengaturan volume cairan tubuh
3. sistem renin angiotensin
4. autoregulasi vaskuler

Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam aorta
dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri.
Sistem baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme
perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi
dengan penurunan tonus otot simpatis. Oleh karena itu, refleks kontrol sirkulasi
meningkatkan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan
tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa
kontrol ini gagal pada hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk
menaikkan re-setting sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara
tidak adekuat, sekalipun penurunan tekanan tidak ada.

Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik.Bila tubuh


mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme
fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan mengakibatkan
peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat, peningkatan
tekanan arteri mengakibatkan diuresis dan penurunan tekanan darah. kondisi
patologis yang mengubahambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam dan
air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik.

Renin dan angiotensin memegang peranan dalam pengaturan tekanan darah. Ginjal
memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak sebagai substrat protein plasma
untuk memisahkan angiotensin I yang kemudian diubah oleh Angiotensin converting
enzym (ACE) dalam paru menjadi bentuk angiotensin II kemudian menjadi angiotensin
III. Angiotensin II dan III mempunyai aksi vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh
darah dan merupakan mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldosteron.Aldosteron
sangat bermakna dalam hipertensi terutama pada aldisteronisme primer. Melalui
peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai
efek inhibiting atau penghambatan ekskresi garam (Natrium) dengan akibat
peningkatantekanan darah.Sekresi renin tidak tepat diduga sebagai penyebab
meningkatnya tahanan perifer vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah
tinggi,, kadar renin harus tinggi diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar
renal mungkin menghambat sekresi renin. Namun demikian,sebagian orang dengan
hipertensi esensial mempunyai kadar renin normal.Peningkatan tekanan darah terus-
menerus pada klien hipertensi esensial akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah
pada organ-organ vital. Hipertensi esensial mengakibatkan hiperplasia medial
(penebalan)arteriole-arteriole. Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi
jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan
infark miokard, stroke, gagal jantung, dan gagal ginjal.

Autoregulasi vaskular merupakan mekanisme lain lain yang terlibat


dalamhipertensi. Auto regulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan
perfusi jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses-proses
autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskular dan mengakibatkan pengurangan
aliran, sebaliknya akan meningkatkan tahanan vaskular sebagai akibat dari
peningkatan aliran. Auto regulasi vaskuler nampak menjadi mekanisme penting dalam
menimbulkan hipertensi berkaitan dengan overload garam dan air.
Gambar 3: Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah
(Sumber: Kaplan, 1998 dalam Sugiharto, 2007)

4. Manifestasi Klinis Hipertensi dan Penyakit Jantung Hipertensi

Tanda dan gejala pada hipertensi dapat dibedakan menjadi:


1). Tidak ada gejala (Asimtomatik)
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah.
2). Gejala yang lazim (Umum)
Gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam
kenyataanya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.

A. Hipertensi primer
- Biasanya terjadi pada usia lanjut
- Tidak diketahui penyebabnya dan bersifat kronik

B. Hipertensi sekunder
Adanya hipertensi sekunder patut dicurigai jika :
- Hipertensi terjadi pada usia muda (<40 tahun)
- Keadaan memburuk secara tiba-tiba
- Muncul sebagai hipertensi akselerasi (TD >180/110 mmHg) disertai edema papil dan/atau
perdarahan retina).
- Tidak memberikan respon yang adekuat terhadap terapi (hipertensi resisten)
Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah
mempunyai faktor resiko tambahan, tetapi kebanyakan asimptomatik.
Faktor resiko mayor
Hipertensi Merokok
Obesitas (BMI ≥30) Immobilitas Dislipidemia Diabetes mellitus
Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR<60 ml/min
Umur (>55 tahun untuk laki-laki, >65 tahun untuk perempuan)
Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur (laki-laki <55
tahun atau perempuan < 65tahun)

Kerusakan organ target


Jantung : Left ventricular hypertrophy
Angina atau sudah pernah infark miokard Sudah pernah revaskularisasi
koroner Gagal jantung
Otak : Stroke atauTIA Penyakit ginjal kronis Penyakit arteri perifer Retinopathy

Penyakit yang bisa menyertai hipertensi sekunder antara lain :


 Penyakit ginjal dan renovaskular
- Usia muda
- Hipertensi yang muncul secara tiba-tiba
- Hipertensi akselerasi
- Oliguria (<250ml/hari) atau anuria (<50 ml/hari)
- Edema
- Asidosis
- Peningkatan serum kreatinin atau penurunan eGFR
- Bruit sistolik atau diastolik (bruit biasanya terdengar di abdomen atau pinggang yang
merupakan temuan dengan sensifitas rendah 65% dan spesifisitas 95% untuk penyakit
renovaskular)
- TD diastol >110 mmHg
- Anemia

 Aldosteronisme Primer
- Pada penyakit ini perlu dicurigai pada pasien hipertensi resisten yang disertai retensi natrium
dan hipokalemia yang tidak disebebkan oleh hal lain
- Kaki lemas saat berjalan dan TD tinggi.

 Sindroma Cushing
- TD tinggi dan terjadi intoleransi glukosa
- Peningkatan BB Yang mendadak dan Obesitas sentral
- Moon face
- Kelmahan Badan dan mudah lelah
- Nyeri punggung dan Nyeri kepala
- Oligomenorrhoe atau amenorrhoe
 Koarktasio aorta
- Ditemukannya murmur yang terdengar baik didada depan maupun di punggung.
- Nadi femoral menghilang atau terlambat dibandingkan nadi radial
- Hipertensi terjadi di ekstremitas atas sementara tekanan darah diekstremitas bawah terukur
rendah atau bahkan tidak teratur.
5. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi dan Penyakit Jantung Hipertensi
Diagnosis
Ada 3 tujuan evaluasi pasien dengan hipertensi:
 Menilai gaya hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular atau penyakit
penyerta yang mungkin dapat mempengaruhi prognosis sehingga dapat memberi petunjuk
dalam pengobatan(Tabel3)
 Mencari penyebab tekanan darah tinggi
 Menetukan ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular

Data diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit


dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin, dan prosedur
diagnostik lainnya.
Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah yang benar, pemeriksaan
funduskopi, perhitungan BMI (body mass index) yaitu berat badan (kg) dibagi dengan
tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri karotis, abdominal, dan bruit arteri
femoralis; palpasi pada kelenjar tiroid; pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru;
pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, massa intra abdominal, dan
pulsasi aorta yang abnormal; palpasi ektremitas bawah untuk melihat adanya edema dan
denyut nadi, serta penilaian neurologis.

Hipertensi seringkali disebut sebagai “silent killer” karena pasien dengan hipertensi esensial
biasanya tidak ada gejala(asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah meningkatnya
tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol
ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi. Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosis
dan mengklasifikasikan sesuai dengan tingkatnya.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin yang direkomendasikan sebelum memulai terapi
antihipertensi adalah urinalysis, kadar gula darah dan hematokrit; kalium, kreatinin, dan
kalsium serum; profil lemak (setelah puasa 9 – 12 jam) termasuk HDL, LDL, dan
trigliserida, serta elektrokardiogram. Pemeriksaan opsional termasuk pengukuran ekskresi
albumin urin atau rasio albumin / kreatinin. Pemeriksaan yang lebih ekstensif untuk
mengidentifikasi penyebab hipertensi tidak diindikasikan kecuali apabila pengontrolan
tekanan darah tidak tercapai.
Kerusakan organ target
Didapat melalui anamnesis mengenai riwayat penyakit atau penemuan diagnostik
sebelumnya guna membedakan penyebab yang mungkin, apakah sudah ada kerusakan
organ target sebelumnya atau disebabkan hipertensi.

6. Penatalaksanaan Holistik dan Komprehensif (Promotif, Preventif, Kuratif


Farmakologi dan Non-Farmakologi, Rehabilitatif) Hipertensi dan Penyakit Jantung
Hipertensi
7. Komplikasi dan Prognosis Hipertensi dan Penyakit Jantung Hipertensi

Komplikasi
Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya sehingga menimbulkan
komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai target organ tubuh yaitu otak, mata,
jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal. Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi,
kualitas hidup penderita menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian
akibat komplikasi hipertensi. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-
organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena
efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif,
down regulation, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan
sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya
kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β).
Kerusakan organ-organ yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah:
1) Jantung
- hipertrofi ventrikel kiri
- angina atau infark miokardium
- gagal jantung
2) Otak
- stroke atau transient ishemic attack
3) Penyakit ginjal kronis
4) Penyakit arteri perifer
5) Retinopati

Prognosis
WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko yang berhubungan dengan
timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular selama 10 tahun ke depan:
(1) risiko rendah, kurang dari 15%
(2) risiko menengah , sekitar 15 - 20%
(3) risiko tinggi, lebih dari 20%
8. Etiologi, Klasifikasi, Patogenesis, Patofisiologi, Diagnosis, Komplikasi, Prognosis dan
Penatalaksanaan Kelainan Vaskular

a. DEEP VEIN THROMBOSIS


1. Definisi
Trombosis vena adalah terbentuknya bekuan darah di dalam vena, yang sebagian
besar tersusun atas fibrin dan sel darah merah dengan sebagian kecil komponen leukosit
dan trombosit.1,6,7,8 Trombosis vena paling banyak terjadi pada vena dalam dari tungkai
(deep vein thrombosis/DVT ), dan dapat menjadi emboli paru.

2. Epidemiologi
Angka kejadian VTE mendekati 1 per 1000 populasi setiap tahunnya. Pada 1/3 kasus,
bermanifestasi sebagai emboli paru, sedangkan 2/3 lainnya hanya sebatas DVT. Pada
beberapa penelitian juga didapatkan bahwa kejadian VTE meningkat sesuai umur, dengan
angka kejadian 1 per 10.000 – 20.000 populasi pada umur dibawah 15 tahun, dan
meningkat secara eksponensial sesuai dengan umur hingga 1 per 1000 kasus pada usia
diatas 80 tahun.
Insidensi VTE pada ras Asia dan Hispanic dilaporkan lebih rendah dibandingkan
dengan ras Kaukasians, Afrika-Amerika, Latin, dan Asia Pasifik. Tidak ada perbedaan
insidensi antara pria dan wanita, walaupun penggunaan kontrasepsi oral dan terapi sulih
hormon post menopause merupakan faktor resiko terjadinya VTE.
3. Etiologi dan Faktor Risiko
Berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor stimuli suatu tromboemboli yaitu
kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku
darah. Selain faktor stimuli, terdapat juga faktor protektif yang berperan yaitu inhibitor
faktor koagulasi yang telah aktif (contoh: antithrombin yang berikatan dengan heparan
sulfat pada pembuluh darah dan protein C yang teraktivasi), eliminasi faktor koagulasi
aktif dan kompleks polimer fibrin oleh fagosit mononuklear dan hepar, serta enzim
fibrinolisis. Terjadinya VTE merefleksikan ketidakseimbangan antara faktor stimuli
dengan faktor protektif.

Tabel 1. Faktor Risiko dan presdisposisi kondisi terjadinya tromboemboli vena


Faktor pasien :
• Riwayat sebelumnya*
• Umur > 40 tahun
• Kehamilan
• Obesitas
• Status hiperkoagulabel yang diturunkan : mutasi faktor V Leiden, defisiensi (protein
C, protein S, antitrombin), mutasi gen protrombin

Kondisi yang mendasari dan faktor didapat


• Keganasan, terutama penyebaran adenokarsinoma
• Penggunaan estrogen : kontrasepsi oral, sulih hormon
• Paralisis*
• Imobilitas lama
• Pembatasan gerak dan paralisis ekstremitas bawah
• Pembedahan, terutama tungkai bawah, pelvis dan abdomen*
• Pembedahan dengan anestesi > 30 menit
• Trauma
• Penyakit seperti IMA, stroke iskemik, gagal jantung kongestif, gagal nafas akut
• Cedera tungkai bawah*
• Heparin induced thrombocytopenia
• Keadaan hiperkoagulabel yang didapat : antibodi antifosfolipid, lupus antikoagulan,
hiperhomositeinemia, polisitemia

*Faktor risiko utama yang sering menyebabkan TEV

4. Patofisiologi
Penyebab utama trombosis vena belum jelas, tetapi ada tiga kelompok faktor
pendukung yang dianggap berperan penting dalam pembentukannya yang dikenal sebagai
TRIAS VIRCHOW yaitu abnormalitas aliran darah, dinding pembuluh darah dan
komponen factor koagulasi.
a. Stasis vena
Stasis aliran darah vena, terjadi bila aliran darah melambat, seperti pada gagal jantung
atau syok; ketika vena berdilatasi, sebagai akibat terapi obat, dan bila kontraksi otot
skeletal berkurang, seperti pada istirahat lama, paralisis ekstremitas atau anastesi. Hal-hal
tersebut menghilangkan pengaruh dari pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi dan
pengumpulan darah di ekstremitas bawah. TVD pada penderita stroke terjadi pada
tungkai yang mengalami paralisis.
b. Kerusakan pembuluh darah

Cedera dinding pembuluh darah, diketahui dapat mengawali pembentukan trombus.


Penyebabnya adalah trauma langsung pada pembuluh darah, seperti fraktur dan cedera
jaringan lunak, dan infus intravena atau substansi yang mengiritasi, seperti kalium
klorida, kemoterapi, atau antibiotik dosis tinggi.

c. Hiperkoagubilitas
Keseimbangan antara faktor koagulasi alamiah, fibrinolisis serta inhibitornya
berfungsi mempertahankan keseimbangan hemostasis normal. Hiperkoagulabilitas darah,
terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat antikoagulan secara mendadak,
penggunaan kontrasepsi oral dan sulih hormon estrogen dan kanker terutama jenis
adenokarsinoma dapat mengaktifkan faktor pembekuan sehingga meningkatkan risiko
TVD.

5. Manifestasi Klinik
Trombosis vena terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara lain vena
superfisialis pada tungkai, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti v.
poplitea, v. femoralis dan v. iliaca. Sedangkan vena-vena di bagian tubuh yang lain relatif
jarang terjadi DVT.
Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas, kelainan yang timbul tidak
selalu dapat diramalkan secara tepat lokasi / tempat terjadinya trombosis.
Trombosis di daerah betis mempunyai gejala klinis yang ringan karena trombosis
yang terbentuk umumnya kecil dan tidak menimbulkan komplikasi yang hebat. Sebagian
besar trombosis di daerah betis bersifat asimtomatis, akan tetapi dapat menjadi serius
apabila trombus tersebut meluas atau menyebar ke proksimal. Trombosis vena dalam
pada ekstremitas inferior dapat menimbulkan Homan’s sign yaitu nyeri pada betis atau
fosa poplitea saat dorsofleksi sendi pergelangan kaki, tanda ini sensitif namun tidak
spesifik.
Trombosis vena dalam akan mempunyai keluhan dan gejala apabila menimbulkan:
• bendungan aliran vena.
• peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler.
• emboli pada sirkulasi pulmoner.

Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa:


• Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis vena di
daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial
dan anterior paha.
Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan
intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang kalau penderita
istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.

• Pembengkakan

Timbulnya edema disebabkan oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan


peradangan jaringan perivaskuler. Apabila pembengkakan ditimbulkan oleh sumbatan
maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila
disebabkan oleh peradangan perivaskuler maka bengkak timbul pada daerah trombosis
dan biasanya di sertai nyeri. Pembengkakan bertambah kalau penderita berjalan dan akan
berkurang kalau istirahat di tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.

• Perubahan warna kulit

Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis
vena dalam dibandingkan trombosis arteri. Pada trombosis vena perubahan warna kulit di
temukan hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna kulit bisa berubah pucat dan kadang-
kadang berwarna ungu.

• Sindroma post-trombosis.

Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai


konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini
mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis sehingga
terjadi imkompeten katup vena dan perforasi vena dalam.
Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam membalik ke
daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan
subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di kenai.
Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada daerah betis
yang timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio), nyeri
berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan indurasi
pada sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah

6. Diagnosis
Gejala dan tanda klasik :
• Nyeri tekan pada tungkai atau betis bila terjadi di tungkai dan di lengan atau leher jika
mengenai ekstrimitas atas.
• Pembengkakan terlokalisir pada daerah yang terkena disertai pitting oedema. Untuk
TVD distal pembengkakan sampai di bawah lutut dan TVD proksimal sampai daerah
pantat.
• Perabaan kulit hangat dan kemerahan di sekitar daerah TVD terutama di bagian
belakang dan lutut, terdapat pelebaran vena superfisial dan pada obstruksi berat kulit
tampak sianosis.
• Kadang TVD tidak memberikan gejala yang nyata, gejala timbul setelah terjadi
komplikasi misalnya terjadi emboli ke paru.
Diagnosis trombosis vena dalam berdasarkan gejala klinis saja kurang sensitif dan kurang
spesifik karena banyak kasus trombosis vena yang besar tidak menimbulkan penyumbatan dan
peradangan jaringan perivaskuler sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala.
Ada 3 jenis pencitraan yang dapat menegakkan diagnosis trombosis vena dalam, yaitu:
1. Venografi
Prinsip pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di daerah dorsum pedis dan
akan kelihatan gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke proksimal ke v iliaca.
2. Flestimografi impendans
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah pada tungkai.
Pemeriksaan ini lebih sensitif pada tombosis vena femoralis dan iliaca dibandingkan vena di
betis.
3. Ultra sonografi (USG) Doppler
Pemeriksaan ini memberikan hasil sensivity 60,6% dan spesifity 93,9%. Metode ini dilakukan
terutama pada kasus-kasus trombosis vena yang berulang, yang sukar di deteksi dengan cara
objektif lain.

Tanda dan gejala DVT antara lain edema, nyeri dan perubahan warna kulit (phlegmasia alba
dolens/milk leg, phlegmasia cerulea dolens/blue leg) (JCS Guidelines, 2011). Skor dari Wells (tabel
1) dapat digunakan untuk stratifikasi (clinical probability) menjadi kelompok resiko ringan, sedang
atau tinggi

Tabel-1. Skor Wells (Hirsh, 2002)


Pemeriksaan D-dimer <0,5 mg/ml dapat menyingkirkan diagnosis DVT. Nilai prediktif
negatif pemeriksaan D-dimer pada DVT lebih dari 95%. Angiografi (venografi atau flebografi)
merupakan pemeriksaan baku yang paling bermakna (gold standard), namun pemeriksaan non
invasive ultrasound (USG Doppler) dapat menggantikan peran angiografi pada kondisi tertentu.. Jika
dengan metode pemeriksaan USG doppler dan D-dimer diagnosis DVT belum dapat ditegakkan
maka magnetic resonance venography (MRV) harus dilakukan (JCS Guidelines, 2011). Algoritme
diagnosis DVT dapat dilihat sebagai berikut :

Algoritme diagnosis DVT (Hirsh, 2002)

Ada 2 jenis pemeriksaan, yang dapat menegakkan diagnosis trombosis vena dalam, yaitu:
A. Pemeriksaan Laboratorium
 D-dimer
Tes darah yang mungkin digunakan sebagai tes penyaringan (screening) untuk menentukan
apakah ada bekuan darah. D-dimer adalah kimia yang dihasilkan ketika bekuan darah dalam
tubuh secara berangsur-angsur larut/terurai. Tes digunakan sebagai indikator positif atau negatif.
Jika hasilnya negatif, maka tidak ada bekuan darah. Jika tes D-dimer positif, itu tidak perlu
berarti bahwa deep vein thrombosis hadir karena banyak situasi-situasi akan mempunyai hasil
positif yang diharapkan (contohnya, dari operasi, jatuh, atau kehamilan). Untuk sebab itu,
pengujian D-dimer harus digunakan secara selektif. Pengujian darah lainnya mungkin
dipertimbangkan berdasarkan pada penyebab yang potensial untuk deep vein thrombosis.2

B. Pencitraan
 Venografi
 Flestimografi impendans
 Ultra sonografi (USG)
Pemeriksaan USG terbagi kepada 3 teknik untuk DVT:
1. Kompresi ultrasound : dengan memberikan tekanan pada lumen pembuluh darah jika
tidak ada sisa lumen saat dilakukan tekanan ini mengindikasikan bahwa tidak adanya
trombosis pada vena.
2. Colour flow duplex : menggunakan teknik dupleks ultrasonografi tetapi dengan
tambahan warna pada Doppler sehingga dengan mudah mengidentifikasi pembuluh
darah.
3. Duplex scanning: Teknik B-mode ultrasonografi ini mampu melihat aliran, gerakan
katup, adanya bekuan darah/thrombus, membedakan bekuan lama atau baru,
perubahan dinding pada sistim vena. Duplex scanning , adalah kombinasi dari real-
time dan Doppler ultrasonografi, memiliki angka spesifisitas 86-95%, sensitifitas 88-
98% dalam mendeteksi trombosis vena dalam. Walaupun demikian harus diingat
hasil pemeriksaan Dupplex scanning tergantung operatornya (operator dependent,
hasil pemeriksaan seorang operator ahli dapat berbeda dengan hasil operator ahli
lainnya).

o CT-Scan dan MRI


Dengan Ct-Scan dapat menunjukkan adanya trombosis vena dalam dan jaringan
lunak sekitar tungkai yang membengkak. Sedangkan MRI sangat sensitif dan dapat
mendiagnostik kecurigaan adanya trombosis pada vena iliaka atau vena cava inferior.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DVT baik non-farmakologis dan farmakologis diarahkan untuk dapat
mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
• Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.
• Mengurangi morbiditas pada serangan akut.
• Mengurangi keluhan post flebitis
• Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses tromboemboli.

a. Non Farmakologis
Penatalaksanaan non farmakologis terutama ditujukan untuk mengurangi morbiditas
pada serangan akut. Untuk mengurangi keluhan dan gejala trombosis vena pasien diajurkan
untuk: istirahat di tempat tidur (bedrest), meninggikan posisi kaki, dan dilakukan pemasangan
stoking dengan tekanan kira-kira 40mmHg.
Meskipun stasis vena dapat disebabkan oleh imobilisasi lama seperti pada pasien-
pasien dengan bedrest, namun tujuan bedrest pada pasien-pasien dengan DVT adalah untuk
mencegah terjadinya emboli pulmonal. Prinsipnya sederhana, pergerakan berlebihan dari
tungkai yang mengalami DVT dapat membuat klot terlepas dan “berjalan” ke paru. Dahulu,
pasien dengan DVT aktif diharuskan bedrest selama 7-10 hari. Namun, pada penelitian
Patrtsch dan Blattler dengan design kohort melaporkan bahwa ambulasi dini dapat
mengurangi nyeri dan pembengkakan segera. Ambulasi dini dilakukan pada pasien DVT
yang belum terdiagnosa PE dan tidak memiliki kelainan kardiopulmoner. Ambulasi dini juga
disarankan pada pasien dengan kondisi hiperkoagulasi dan dilakukan sekitar 24jam setelah
menerima terapi antikoagulan.
Nyeri dan pembengkakan biasanya akan berkurang sesudah 24 – 48 jam serangan
trombosis. Apabila nyeri sangat hebat atau timbul flagmasia alba dolens di anjurkan tindakan
embolektomi. Pada keadaan biasa, tindakan pembedahan pengangkatan thrombus atau
emboli, biasanya tidak di anjurkan.

b. Farmakologis

Meluasnya proses trombosis dan timbulnya emboli paru dapat di cegah dengan
pemberian anti koagulan dan obat-obatan fibrinolitik. Pada pemberian obat-obatan ini di
usahakan biaya serendah mungkin dan efek samping seminimal mungkin. Pemberian anti
koagulan sangat efektif untuk mencegah terjadinya emboli paru, obat yang biasa di pakai
adalah heparin.
Prinsip pemberian anti koagulan adalah save dan efektif. Save artinya anti koagulan
tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya dapat menghancurkan trombus dan mencegah
timbulnya trombus baru dan emboli. Pada pemberian heparin perlu di pantau waktu
tromboplastin parsial atau di daerah yang fasilitasnya terbatas, sekurang-kurangnya waktu
pembekuan.
 Pemberian Heparin

Heparin 5000iu bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips kontinus 1000 –
1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drip selanjutnya tergantung hasil APTT. 6 jam kemudian di
periksa APTT untuk menentukan dosis dengan target 1,5 – 2,5 kontrol.
• Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol dosis tetap.
• Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 – 150 iu/jam.
• Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.

Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6 jam, hari ke
2 tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6 jam pertama hanya 38% yang
mencapai nilai target dan sesudah dari ke 1 baru 84%.
Heparin dapat diberikan 7–10 hari yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian
heparin dosis rendah yaitu 5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau pemberian anti koagulan oral,
selama minimal 3 bulan.
Pemberian anti koagulan oral harus diberikan 48 jam sebelum rencana penghentian
heparin karena anti koagulan orang efektif sesudah 48 jam.

 Pemberian Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

Pemberian obat ini lebih di sukai dari heparin karena tidak memerlukan pemantauan
yang ketat, sayangnya harganya relatif mahal dibandingkan heparin. Saat ini preparat yang
tersedia di Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox) dan (Nandroparin Fraxiparin).
Tabel 2. Regimen LMWH dalam penatalaksanaan DVT1
Nama Obat Dosis
Enoxaparin 1mg/kgBB, terbagi 2 dosis per hari
Dalteparin 200UI/kgBB, satu kali sehari
Tinzaparin 175UI/kgBB, satu kali sehari
Nadroparin 6150UI terbagi 2 dosis, untuk BB 50-70kg
4100 UI terbagi 2 dosis, bila BB <50kg
9200 UI terbagi 2 dosis, bila BB >70kg
Reviparin 4200 UI terbagi 2 dosis, untuk BB 46-60kg
3500 UI terbagi 2 dosis bila BB 35-45kg
6300 UI terbagi 2 dosis, bila BB > 60kg
Fondaparinux 7,5mg satu kali sehari untuk BB 50-100kg
5mg satu kali sehari untuk BB <50kg
10mg satu kali sehari untuk BB>100kg

LMWH diberikan secara subkutan satu atau dua kali sehari, dan lebih dipilih
dibanding pemberian heparin kontinu secara intravena, terutama pada pasien-pasien dengan
trombosis vena tanpa komplikasi yang dapat rawat jalan.
Walaupun demikian, unfractionated heparin intravena tetap menjadi antikoagulan
inisial pada pasien dengan gagal ginjal. Beberapa regimen LMWH yang telah terbukti efektif
dalam menatalaksana trombosis vena dapat dilihat pada tabel 2.
 Pemberian Antikoagulan Oral

Pemberian terapi antikoagulan jangka panjang diperlukan untuk mencegah rekurensi.


Obat yang biasa di pakai adalah antagonis vitamin K, seperti sodium warfarin. Pemberian
Warfarin di mulai dengan dosis 6 – 8 mg (single dose) pada malam hari. Dosis dapat
dinaikan atau di kurangi tergantung dari hasil INR (International Normolized Ratio). Target
INR : adalah 2,0 – 3,0.
Cara penyesuaian dosis
INR Penyesuaian
1,1 – 1,4 hari 1, naikkan 10%-20% dari total dosis mingguan.
Kembali : 1 minggu

1,5 – 1,9 hari 1, naikkan 5% – 10% dari total dosis mingguan.


Kembali : 2 minggu

2,0 – 3,0 tidak ada perubahan.


Kembali : 1 minggu

3,1 – 3,9 hari : kurang 5% – 10% dari dosis total mingguan.


Mingguan : kurang 5 – 150 dari dosis total mingguan
Kembali : 2 minggu

4,0 – 5,0 hari 1: tidak dapat obat


mingguan : kurang 10%-20% TDM
kembali : 1 minggu

> 50 :
- Stop pemberian warfarin.
- Pantau sampai INR : 3,0
- Mulai dengan dosis kurangi 20%-50%.kembali tiap hari.

Lama pemberian anti koagulan oral adalah 6 minggu sampai 3 bulan apabila
trombosis vena dalam timbul disebabkan oleh faktor resiko yang reversible. Sedangkan kalau
trombosis vena adalah idiopatik di anjurkan pemberian anti koagulan oral selama 3-6 bulan,
bahkan biasa lebih lama lagi apabila ditemukan abnormal inherited mileculer.
Kontra indikasi pemberian anti koagulan adalah:
• Hipertensi : sistilik > 200 mmHg, diastolik > 120 mmHg.
• Perdarahan yang baru di otak.
• Alkoholisme.
• Lesi perdarahan traktus digestif.

Pemberian trombolitik selama 12-14 jam dan kemudian di ikuti dengan heparin, akan
memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan hanya pemberian heparin tunggal.
Peranan terapi trombolitik berkembang dengan pesat pada akhir abad ini, terutama
sesudah dipasarkannya streptiknase, urokinase dan tissue plasminogen activator (TPA). TPA
bekerja secara selektif pada tempat yang ada plasminon dan fibrin, sehingga efek samping
perdarahan relatif kurang. Brenner menganjurkn pemberian TPA dengan dosis 4
ugr/kgBB/menit, secara intra vena selama 4 jam dan Streptokinase diberikan 1,5 x 106 unit
intra vena kontiniu selama 60 menit. Kedua jenis trombolitik ini memberikan hasil yang
cukup memuaskan.
Efek samping utama pemberian heparin dan obat-obatan trombolitik adalah
perdarahan dan akan bersifat fatal kalau terjadi perdarahan sereral. Untuk mencegah
terjadinya efek samping perdarahan, maka diperlukan monitor yang ketat terhadap waktu
trombo plastin parsial dan waktu protombin, jangan melebihi 2,5 kali nilai kontrol.

8. Komplikasi Emboli Paru


Trombus yang terlepas menjadi embolus akan mengikuti aliran darah ke jantung dan
akan dialirkan ke cabang – cabang arteri di paru sehingga akan menghambat aliran darah8.
Penderita dengan EP sering mengeluh sesak mendadak disertai hemoptisis atau nyeri dada
atau nyeri dada dan tiba-tiba kolaps disertai syok bahkan kematian mendadak. Sekitar 10%
penderita TVD yang tidak ditangani berkembang kearah emboli paru di mana menyebabkan
gejala yang berat atau kematian.

Anda mungkin juga menyukai