Materi 31
Materi 31
Mary Parker Follett adalah seorang pekerja sosial untuk Amerika Serikat, konsultan dan
pengarang berbagi buku dalam bidang demokrasi, hubungan antar manusia dan manajemen. Ia
bekerja sebagai seorang ahli teori manajemen dan politik, yang kemudian dikenal
memperkenalkan berbagai istilah seperti “pemecahan konflik,” “authority and power,” and
“tanggung jawab kepemimpinan.”
Follett lahir dan besar dalam sebuah keluarga Quaker di Massachusetts. Pada tahun 1898
ia lulus dari Radcliffe College. Selama tiga puluh tahunn berikutnya, ia menerbitkan berbagai
buku, termasuk: The Speaker of the House of Representatives (1896), The New State (1918)
Creative Experience (1924), Dynamic Administration (1941) (berisi koleksi pidato dan artikel).
Follett berpendapat bahwa fungsi organisasi dalam masalah kekuasaan adalah “dengan” dan
bukan “atas.” Ia menyadari sepenuhnya kondisi holistik komunitas ide yang maju atas
“hubungan timbal balik” dalam suatu pemahaman atas berbagai aspek dinamis dari suatu
individu dalam hubungannya dengan orang lain. Follett membela pendapat yang mengandung
prisip integrasi, “pembagian kekuasaan.” berbagai pendapatnya atas negosiasi, kekuasaan, dan
partisipasi karyawan sangat berpengaruh dlam perlembangan pembelajaran organisasional. Ia
adalah perintis community center.
Herbert Simon lahir di Milwaukee, Wisconsin pada tahun 1916. Ia meraih gelar
sarjananya pada tahun 1936 dari University of Chicago. Kemudian ia meraih gelar Ph.D. di
bidang Ilmu Politik dari universitas yang sama pada tahun 1942, dengan disertasinya mengenai
administrasi umum. Disertasinya ini kemudian diterbitkan dengan judul Administrative
Behavior, dan konsep-konsep yang dikembangkan dalam buku inilah yang akhirnya membuat
Simon menerima penghargaan Nobel. Simon sempat bekerja di Berkeley dan di Illinois Institute
of Technology. Sejak tahun 1949, Simon bekerja di Carnegie Mellon University – Pitsburg
hingga wafat. Ia melakukan riset terhadap proses pengambilan keputusan. Herbert Simon dan
Serangan Terhadap Prinsip-Prinsip Klasik.
Gerakan kontingensi mencapai puncaknya pada taun 1960-an, tetapi Herbert Simon
sudah menyadari pada tahun 1940-an bahwa prinsip-prinsip paradigma teori klasik harus
mengalah terhadap pendekatan kontingensi atau situasional. Simon mencatat bahwa kebanyakan
dari prinsip klasik tidak lebih dari pada pepatah saja dan banyak di antaranya saling
bertentangan. Ia menyatakan bahwa teori organisasi perlu melebihi prinsip-prinsip yang dangkal
dan terlalu disederhanakan bagi suatu kajian mengenai kondisi yang di bawahnya dapat
diterapkan prinsip yang saling bersaing. Namun di tahun 1950 dan 1960- an, cenderung masih
didominasi oleh prinsip-prinsip yang simplisistik baik dalam keragaman mekanistik maupun
aspek humanistisnya. Diperlukan kurang lebih dua puluh tahun bagi para teoritikus organisasi
untuk memberikan tanggapan yang efektif terhadap tantangan Simon.
Simon menjelaskan proses dalam organisasi terjadi lewat tujuan yang spesifik dan terjadi
secara formal. Dia mengkritik pandangan Fayol yang datar dan Taylor dengan asumsi economic
mannya. Ia mengajukan konsep asumsi administrative man, yaitu orang yang mengejar
kepentingan pribadi tetapi mereka tidak mengetahui apa yang mereka perbuat, mereka menyadari
hanya memiliki sedikit alternatif dalam membuat keputusan, dan berharap akan mendapatkan
penyelesaian yang optimal.
Kontribusi Simon yang lain adalah dalam bidang tehnologi manajemen. Pemikirannya
didasarkan atas studi terhadap perusahaan di South Essex, yang melibatkan lebih dari 100 orang
karyawan. Dalam analisis terhadap penilitian tersebut ditemukan tidak adanya pola yang paling
baik atau menentukan, apakah itu pola lini, staf, mekanistik atau organis, dalam manajemen
kecuali organisasi memisahkan fungsi tersebut kepada kelompok kecil (batch), kelompok besar
(large batch) atau masal, atau kelompok proses produksi. Temuan Simon tentang impilikasi-
implikasi kompleksitas teknologi dalam batch kecil adalah tentang adanya pengurangan biaya
tenaga kerja ketika tehnologi makin baik, kapasitas produksi dan rentang kendali yang semakin
luas, proses produksi semakin organis, intensitas komunikasi verbal yang semakin jelas, dan
spesialisasi manajemen yang berbasis pada metode know-how.
Sementara temuan Simon tentang pengembangan teknologi manajemen pada batch besar
atau masal, menunjukkan adanya hubungan tentang hal yang menyenangkan antara keteraturan
dalam manajemen dengan bisnis yang sukses.