Anda di halaman 1dari 32

KEANEKARAGAMAN MOLLUSCA

DI PANTAI JEMBATAN PANJANG KONDANG MERAK

Laporan Praktikum
Untuk memenuhi tugas matakuliah Ekologi
yang dibimbing oleh Bapak Drs. Agus Dharmawan, M.Si.

Disusun Oleh:
Kelompok 13
Andita Miftakhul Ilmi 170341615003
Dhio Putra Mahendra 170341615059
Dorris Ningtyas Bidarsis 170341615113
Farira Mujtahida 170341615011
Nur Athifah A. M. 170341615029
Olivia Nabilla Maharani 170341615088
Putri Wahyuni A. N. 170341615018
Vindy Arisqa 170341615006

S1 Pendidikan Biologi/Offering C 2017

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
April 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondang Merak merupakan kawasan yang digunakan sebagai kawasan
pengembangan ilmu pengetahuan, pelestarian sumber daya alam, menunjang
budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Daerah terdekatnya ada juga Pantai Jembatan
Panjang yang menjadi salah satu aset dari kawasan Kondang Merak itu sendiri.
Tempat ini merupakan kawasan yang memiliki fauna dan flora yang dapat
digunakan sebagai media dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pelestarian
SDA. Pantai Jembatan Panjang berada di Desa Sumber Bening, Kecamatan
Bantur, Kabupaten Malang ini bersebelahan dengan Pantai Balekambang.
Menurut masyarakat sekitar, pantai ini dinamakan Kondang Merak karena pantai
ini memiliki kondang (muara yang merupakan pertemuan air tawar dan laut) yang
dahulu banyak dihuni burung merak yang saat ini sudah terancam punah.
Pantai Jembatan Panjang memiliki keragaman hewan yang hidup di sana
cukup tinggi. Pantai yang masih berada pada kawasan Kondang Merak ini
memiliki ekosistem hewan-hewan yang masih terjaga, sehingga lokasi tersebut
sering digunakan untuk kegiatan penelitian yang dilakukan oleh berbagai
kalangan. Fenomena alam di pantai ini memiliki pasir putih bersih dan pepohonan
seperti bakau di pinggir pantai membuat nyaman suasana di situ. Pantainya agak
berlumut dan memiliki banyak terumbu karang, spons, dan kerang di sekitar
pantainya. Di tepi pantai bisa menemukan berbagai binatang laut seperti gurita
kecil, landak laut, mentimun laut, ikan-ikan kecil atau lobster yang bersembunyi
di sela-sela karang (Nugraha et al., 2016).
Pantai yang kami teliti indeks keragaman, kemerataan dan kekayaan dari
moluska adalah pantai Jembatan Panjang di Kondang Merak. Di Pantai tersebut
indeks keragaman, kemerataan dan kekayaannnya molluska masih cukup tinggi
dan berbeda pada setiap zona. Mollusca dalam dunia hewan merupakan filum
terbesar kedua setelah arthropoda. Mollusca memilki beberapa manfaat bagi
manusia diantaranya sebagai sumber protein, bahan pakan ternak, bahan industri
dan perhiasan, bahan pupuk serta untuk obat-obatan (Pechenik, 2000). Mollusca
termasuk salah satu hewan yang terdapat di daerah tepi pantai, berdasarkan
habitatnya mollusca memiliki rentangan habitat yang cukup lebar mulai dari dasar
laut sampai garis panjang surut tertinggi. Kualitas ekosistem perairan juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor
biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen sebagai sumber makanan
dan adanya predator. Sedangkan faktor abiotik adalah fisika kimia air diantaranya
suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD), dan
kimia (COD), serta substrat hidup (Dibyowati, 2009). Sehubungan kualias
perairan di pantai dengan banyaknya keberadaan spesies mollusca yang
ditemukan di Pantai Jembatan Panjang, maka dari itu diangkat judul
“Keanekaragaman Mollusca di Pantai Panjang Kondang Merak”.
B. Tujuan
1. Mengetahui spesies-spesies mollusca yang terdapat di pantai jembatan
panjang kondang merak.
2. Mengetahui keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis mollusca di
pantai jembatan panjang kondang merak.
3. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap nilai H, E, dan R spesies
mollusca yang ditemukan di pantai jembatan panjang kondang merak.
C. Manfaat
1. Bagi penulis, dapat menjadi sumber informasi tentang macam spesies
mollusca yang hidup disekitar panti jembatan panjang kondang merak, dan
memudahkan untuk mengetahui spesies mollusca yang hidup pada zona-
zona tertentu yang memiliki substrat yang berbeda.
2. Bagi pembaca, dapat menjadi sarana penambah wawasan tentang pantai
jembatan panjang kondang merak dan spesies mollusca yang ditemukan di
pantai tersebut.
3. Bagi peneliti, dapat digunakan sebagai bahan penelitian yang lebih lanjut
apabila ingin meneliti mollusca lebih dalam lagi.
D. Definisi Operasional
1. Moluska termasuk hewan triploblastik selomata yang bertubuh lunak yang
merupakan filum terbesar kedua dalam kerajaan binatang setelah filum
Arthropoda. Moluska biasanya hidup di laut, air tawar, payau, dan darat.
Dari palung benua di laut sampai pegunungan yang tinggi, bahkan mudah
saja ditemukan di sekitar rumah kita.
2. Keanekaragaman adalah tingkat jumlah individu (spesies yang ada) dalam
suatu tempat dan kondisi.
3. Kemerataan adalah tingkat penyebaran suatu individu di berbagai tempat
yang berbeda.
4. Kekayaan adalah banyaknya suatu individu dal suatu wilayah.
5. Dominasi adalah spesies yang paling dominan dalam suatu tempat.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kondang Merak
Kondang Merak merupakan pantai wisata yang berada di Malang tepatnya
berada di pesisir selatan yang terletak di tepi Samudera Indonesia dan secara
administratif berada di Desa Sumberbening, Kecamatan Bantur, Kabupaten
Malang, Jawa Timur. Pantai ini dinamakan Kondang Merak karena pantai ini
memiliki kondang (muara yang merupakan pertemuan air tawar dan laut) yang
dahulu banyak dihuni burung merak. Baru pada tahun 1980-an, burung merak
mulai punah akibat penangkapan liar. Panorama Kondang Merak memang cukup
menggoda, garis pantainya lumayan panjang, kurang lebih 800 meter. Pasirnya
putih bersih dan pepohonan di pinggir pantai membuat nyaman suasana di situ.
Pantainya agak berlumut dan memiliki banyak terumbu karang, spons, dan kerang
di sekitar pantainya. Di tepi pantai bisa menemukan berbagai binatang laut seperti
gurita kecil, landak laut, mentimun laut, ikan-ikan kecil atau lobster yang
bersembunyi di sela-sela karang (Nugraha et al., 2016).
Gelombang di Pantai Kondang Merak juga tidak terlalu besar karena terpecah
dengan keberadaan batu karang menjulang yang berjajar di radius sekitar 200
meter dari bibir pantai. Ada sekitar lima titik batu karang yang menjadi pemecah
ombak. Karang yang menghiasi sekeliling Pantai Kondang Merak menambah
keindahan pantai ini. Karena gelombangnya yang sudah terpecah itulah, Pantai
Kondang Merak ini menjadi tempat singgah para nelayan. Pantai ini menjadi
terminal perahu nelayan bermesin tunggal. Di pinggir pantai, transaksi jual beli
ikan hasil tangkapan nelayan pun berlangsung. Beragam jenis ikan yang menjadi
tangkapan nelayan antara lain tuna, kakap, dan gurita. Para nelayan pun juga
mendirikan perkampungan nelayan yang membuat selalu hidup siang atau malam.
Pantai ini nyaris tak pernah sepi. Pantai ini ramai dikunjungi oleh wisatawan
untuk melakukan berbagai aktivitas. Menurut Mulyani (2006) kaum muda yang
belum berkeluarga merupakan konsumen potensial bagi keberadaan kawasan
wisata. Pantai ini memiliki reef flat, reef crest, dan fore reef. Wisata bahari yang
menjadi salah satu daya tarik pengunjung seperti snorkling dikarenakan
pemandangan bawah air yang indah. Selain aktivitas tersebut, banyak aktivitas
lain yang dilakukan oleh wisatawan seperti memancing, bermain air, maupun
berfoto. Akses jalan ke pantai ini juga semakin mudah dengan adanya
pembangunan Jalur Lintas Selatan (JLS) yang sedang berlangsung. Namun,
seiring dengan makin mudahnya akses menuju pantai ini, jumlah wisatawan tentu
akan meningkat. Peningkatan jumlah wisatawan yang berlebih tentu akan
berdampak pada kehidupan organisme (Nugraha et al., 2016).
Beberapa pantai yang berada di dekat pantai Kondang merak seperti Pantai
Jembatan Panjang berada di Desa Sumber Bening, Kecamatan Bantur, Kabupaten
Malang ini bersebelahan dengan Pantai Balekambang, yang merupakan pantai
favorit juga di Kabupaten Malang. Cukup berjalan kaki dengan mengambil arah
ke kanan Pulau Wisanggeni, Anda bisa langsung menuju ke Pantai Jembatan
Panjang. Tetapi, jika air laut sedang surut, wisatawan bisa melewati bawah
jembatan yang menghubungkan Pulau Wisanggeni dengan Pulau Ismaya.
Terlepas dari hal itu pantai ini masih asri, dengan hijaunya hutan yang masih
belum terjamah tangan usil manusia. Mungkin karena jalannya yang masih
offroad tersebut membuat para pengunjung enggan untuk datang menjelajahi
tempat wisata tersebut. Hal ini berdampak pada kondisi pantai yang masih sepi
dan cocok bagi anda para pencinta ketenangan. Pantai ini dapat dijadikan
refreshing tersendiri bagi para penduduk kota yang jarang-jarang mendapat
tempat untuk sendiri .
B. Molluca
Mollusca berasal dari bahasa latin yaitu Molluscus yang artinya lunak. Filum
mollusca adalah kelompok hewan invertebrata yang memiliki tubuh lunak dan
berlendir.
1. Morfologi Mollusca
Morfologi filum mollusca tubuhnya dilindungi oleh cangkang yang
keras dan tersusun atas mineral, fosfat, besi, yodium, protein, dan kalsium.
Sebagian besar cangkang Mollusca tersusun dari Kalium Karbonat
(CaCO3), contohnya Siput. Siput merupakan salah satu filum Mollusca
yang termasuk ke dalam kelas Gastropoda. yaitu berjalan dengan
menggunakan perut. Menurut Kastawi (2001), ciri-ciri umum filum
mollusca yaitu merupakan organisme multiselular yang tidak mempunyai
tulang belakang, tripoblastik celomata (tubuh terdiri 3 lapis, eksodermis,
mesodermis, dan endodermis), sebaran habitat yang luas (air tawar, air laut,
dan darat), struktur tubuh simetri bilateral, memiliki sistem syaraf berupa
cincin syaraf, tubuh terdiri dari kaki, masa viseal, dan mantel, organ
ekskresi berupa nefridia, memiliki radula (lidah bergerigi), hidup secara
heterotrof, reproduksi secara seksual.
2. Fisiologi Mollusca
Fisiologi filum molluca dimulai dari sistem syaraf: terdiri dari cincin
syaraf. Sistem syaraf ini mengelilingi esofagus dengan serabut saraf yang
menyebar. Sistem pencernaan sudah lengkap yang terdiri dari mulut,
esofagus, lambung, usus, dan anus. Mollusca memiliki radula (lidah
bergerigi) yang berfungsi untuk melumatkan makanan. Mulut mollusca
terhubung langsung pada saluran esofagus dengan usus dan anus yang
melingkar. Anus terletak pada tepi dorsal rongga mantel dibagian posterior.
Sistem pernapasan alat pernapasan Mollusca adalah ctenidia (sepasang
insang), beberapa jenis memiliki alat pernapasan paru-paru dan insang. Tiap
insang terdiri atas sumbu pipih yang memanjang pada bagian tengah, dan
pada sisinya terdapat filamen pipih berbentuk segitiga. Peredaran darah
jantung mollusca terdiri atas dua serambi (aurikle) dan sebuah bilik
(ventricle) yang tedapat pada rongga Pericardium. Bilik memompa darah ke
aorta, beberapa arteri dan sinus dalam organ atau jaringan. Memiliki sistem
peredaran darah yang terbuka yaitu darah yang tidak melalui pembuluh
darah, tetapi melaui sinus darah yaitu rongga diantara sel dalam organ.
Sistem Reproduksi: bereproduksi secara seksual, dengan organ reproduksi
jantan dan betina terpisan pada individu lain (gonokoris). Siput jenis tertentu
ada yang bersifat hermaprodit, yaitu pembuahan dapat dilakukan secara
internal maupun eksternal dan dapat menghasilkan telur (Indriwati, 2016).
3. Klasifikasi Mollusca
Berdasarkan bidang simetri, kaki, cangkok, mantel, insang dan system
syaraf, menurut Indriwati (2016) mollusca terdiri atas tujuh kelas yaitu
Aplacosphora, Monoplachospora, Polyplacosphora, Scaphopoda,
Gastropoda, Pelecypodadan Cephalopoda. Berikut penjelasan dari kelas
Mollusca:
a. Kelas Aplacophora

Gambar: Neomenia carinata


Sumber: (Pimetal, 2018)

Bentuk mirip cacing, dengan kaki tereduksi ke dalam celah di ventral


tubuh, radula banyak mengalami kemunduran, insang terletak di daerah
cloac, habitat di antara karang dan hydrozoaria, memangsa polip, dan
bahkan beberapa ahli zoology memasukan ordo ini ke dalam suatu
kelompok yang di katakan cacing primitif.

b. Kelas Monoplacophora

Gambar: Neopilina sp.


Sumber: (Chisholm, 1911)

Bentuk panjang kurang lebih sekitar 1 inci (2,5 cm), bilateral simetri,
kaki di bagian perut (ventral) memanjang, ruang mantel dengan permukaan
dorsal, tertutup oleh 8 lempeng atau kepingan dari zat kapur, sedangkan
permukaan lateral mengandung banyak insang, sistem saraf terdiri dari
cincin sirkum esofagus, mempunyai fase larva trokoper, termasuk
hermafrodit (berkelamin dua) dan fertilisasinya terjadi secara eksternal.

c. Kelas Polyplacophora
Gambar: Tonicella marmorea
Sumber: (Connors et al., 2012)

Chitons (Polyplacophorans) biasanya berbentuk oval, bilateral


simetris, dan umumnya berkisar dari beberapa mm hingga 15 cm
panjangnya. Chiton sangat menarik dari perspektif biomekanik karena
bukan satu terus menerus shell, mereka memiliki perakitan delapan aragonit
berbasis dorsal piring. Pelat pertama (kepala) dan kedelapan (ekor)
berbentuk setengah lingkaran secara garis besar sementara lempengan
menengah adalah berbentuk '‘kupu-kupu'’. Fleksura cembung disediakan
oleh otot ‘‘ mendaftar ’, yang mengelilingi shell di bawah margin luar
piring. Piring 2-8 memiliki dua anterior proyeksi, apophyses (sutural
laminae), yang tumpang tindih dengan permukaan ventral dari plat anterior
yang berdekatan. Otot terletak melintang di wilayah yang tumpang tindih di
antara lempeng yang berdekatan dan menghubungkan mereka bersama.

d. Kelas Scaphopoda

Gambar. Dentalium inaequicostatum


Sumber: : (Hickman et al., 2008)
Hidup di laaut dalam pasir atau lumpur. Memiliki cangkok yang
silinder dan ujungnya terbuka Panjang tubuh 2,5 cm sampai 5 cm. Dekat
mulut terdapat tentakel kontraktif bersilia. Sirkulasi air untuk pernafasan
digerakkan oleh gerakan kaki dan silia. Pertukaran gas terjadi di mantel.
Mempunyai kelamin terpisah. Sistem sarafnya berupa tiga pasang simpul
saraf (ganglion), yaitu ganglion sarebral, ganglion pleural, dan ganglion
pedal. Sistem pencernaan terdiri atas mulut, kerongkongan yang pendek,
lambung, usus, dan anus. Fertilisasi secara eksternal.

e. Kelas Gastropoda

Gambar: Achatina fulica


Sumber: (Lightfoot, 1786).

Memiliki ciri-ciri adanya cangkang, mantel, kaki, organ viseral, radula


dan biasanya memiliki sebuah atau beberapa insang. Pada spesies yang
hidup di air tawar atau habitat terestrial insang mengalami kemunduran dan
memodifikasi rongga mantel menjadi paru-paru. Bagian kepala (caput),
terdapat photoreseptor, khemoreseptor, rima oris (celah mulut). Kaki perut
(Gastropodos), lebar dan pipih, sebagai alat gerak, memiliki banyak kelenjar
penghasil mucus (Lendir).bagian muskuler ini dapat di Konsumsi. Anus
(Muara saluran cerna) nampak jelas. Porus Genitalis (Muara organ
genitalia), terletak di bagian Photoreseptor, berfungsi untuk lewatnya penis
pada saat Kopulasi. Sistem respirasi: Pallium (atap dinding rongga dalam
perut), berfungsi sebagai paru-paru, pertukaran udara berlangsung pada
bagian vassa-vassa. Sistem sirkulasi: Cor (Jantung) terdiri dari 2 ruangan
yaitu atrium (Warna kunung kemerahan) dan Ventrikel (Warna putih).
Sistem digesti meliputi: tractus digestivus meliputi cavum oris (rongga
mulut), tampak menggembung, bagian pangkalnya dilingkari oleh gelang
saraf. Esophagus (kerongkongan), melebar dan relatof panjang. Ventriculus
(lambung), bulat berlekatan dengan kelenjar pencernaan. Intestinum (usus)
aluran keluar ventrikulus, terletak di dasar pallium. Anus (muara keluar
saluran). Sistem urogenitalis ada organa ropetica dan organa genitalia; tipe
hermaphodite (Organ reproduksi berumah satu).

f. Kelas Pelcypoda

Gambar: Anodonta woodiana


Sumber: (Yanuardi et al., 2015)

Cangkang berwarna hijau gelap berbentuk trapesium sampai oval.


Permukaan cangkang dengan garis-garis konsentris yang nyata. Umbo
tampak menonjol dengan jelas sehingga cangkang tampak tebal. Ada
struktur sayap di bagian dorsal posterior yang ukuran biasanya 4-5 inch dan
sampai 8 inch. Memiliki warna nacre putih serta kadang-kadang berpadu
dengan warna pink dan dapat menghasilkan mutiara. Cangkang kerang air
tawar dihiasi dengan beberapa lingkaran berupa lekukan. Lingkaran-
lingkaran berpusat pada sebuah titik yang dekat engsel. Lingkaran paling
besar nampak dibagian tepi cangkang, lalu mengecil ke titik pusat. Ada
enam sampai delapan lingkaran pada setiap cangkang kerang air tawar.
Lingkaran-lingkaran itu berwarna tak jauh dari warna cangkang, tapi ada
juga yang berwarna kuning. Tubuh kerang air tawar dan tubuh hampir
semua jenis moluska lainnya terbagi menjadi tiga bagian, yakni kaki, mantel
dan visceral mass. Kaki tersusun dari jaringan-jaringan otot yang elastis.
Bentuknya seperti lidah. Bisa memanjang dan bisa memendek. Selain untuk
berjalan, kaki juga digunakan sebagai alat pembersih kotoran pada mantel
dan insang.

g. Kelas Cephalopoda

Gambar: Octopus vulgaris


Sumber: (Quigley & Flannery, 2014)

Habitat pada perairan tropis dan semitropis dengan kedalaman 200


meter. Dapat tumbuh hingga 25 cm dengan panjang lengan sampai 1 meter.
Memiliki kantung tinta. Badan gurita terbagi menjadi 5 bagian yaitu badan,
mata, selaput renang, kantong penghisap dan tangan. Tubuhnya agak bulat
pendek, tidak punya sirip. Memiliki tonjolan dan 8 lengan yang dilengkapi
dengan selaput renang. Mulut terletak di bagian kepala disekelilingi oleh
lengan-lengannya. Memiliki pigmen yang digunakan untuk menyamar dari
musuh. Reproduksi secara seksual dan fertilisasi secara internal
menggunakan hektokotil.

4. Peranan Mollusca bagi Kehidupan Manusia


Beberapa Mollusca sangat berperan dan menimbulkan dampak yang
menguntungkan ataupun bersifat merugikan bagi kehidupan manusia.
Peran menguntungkan:
a. Sumber makanan yang mengandung protein tinggi,misalnya: tiram batu
(Aemaea sp), kerang (Anadara sp), kerang hijau (Mytilus viridis), sotong
(Sepia sp), cumi-cumi (logio sp), remis (corbicula jjavanica), dan
bekicot (Achatina fulica).
b. Perhiasan, misalnya tiram mutiara (pinchada margaritifera).
c. Hiasan dan Kancing, misalnya: dari cangkang tiram batu, Nautilus dan
Tiram mutiara.
d. Bahan baku teraso,misalnya cangkang Tridacna sp.
e. Cumi-cumi, siput, tiram, kerang, dan sotong merupakan sumber protein
hewani yang cukup tinggi selain enak rasanya.
f. Cangkang dari berbagai mollusca dijadikan bahan industRI dan hiasan
karen banyak yang berwarna sangat indah.
g. Mutiara yaitu permata yang dihasilkan sejenis kerang dan merupakan
komoditas ekspor non migas yang cukup penting terutama bagi Negara
kita.
Peran merugikan:
a. Teredo navalis, merusak kerang-kerang piaran dan bangunan kapal.
b. Lymnea javanica, sebagai inang perantara berbagai cacing fasciola
hepatica.
c. Keong mas adalah musuh para petani yang sering merusak tanaman padi.
Begitu pula bekicot Achatina fulica merupakan hama tanaman yang sulit
diberantas.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada:
1. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29-31 Maret 2019.
2. Lokasi Penelitian
- Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pantai Jembatan Panjang Hutan
Lindung Kondang Merak.
- Lokasi pengambilan sampel dilakukan di tepian pantai dekat jembatan
dengan satu transek berjumlah 3 plot.
- Identifikasi spesies dilakukan di Laboratorium Ekologi, FMIPA, Jurusan
Biologi, Universitas Negeri Malang.
B. Alat dan Bahan
Alat yang dipakai dalam pengamatan mollusca antara lain :
- Kuadran 1x1 meter - Spidol marker
- Penjepit - Kaleng
- Plakon - DO meter
- Tali rafia - Hand refractometer
- pH meter - Multiparameter
Bahan yang digunakan dalam pengamatan mollusca antara lain :
- Kantong plastik
- Botol plakon
- Formalin 4%
- Aquades
- Alkohol 70%
- Kertas label
C. Prosedur Kerja
Langkah pertama persiapan menuju lokasi pengamatan:

Alat yang di perlukan pada saat praktikum disiapkan

Instruksi dan arahan dari asisten atau dosen pendamping diperhatikan dan
didengarkan dengan baik

Langkah kedua penentuan lokasi pengambilan sampel :

Berjalan ke lokasi pengambilan sampel secara berkelompok

Masuk pantai dan membuat plot berukuran 1x1 m sebanyak 3 plot

Transek diletakkan pada plot yang akan diamati, yaitu pada plot 1, 2, dan 3

Langkah yang ketiga pengambilan sampel:

Sampel diambil dari setiap plot dengan mencatat tiap jenis Mollusca yang
ditemukan dan dihitung jumlahnya

Untuk keperluan identifikasi diambil satu spesies dan dimasukkan ke dalam


botol plakon dan kemudian diberi label nama

Langkah yang keempat pengukuran faktor abiotik:

Dilakukan pengukuran faktor abiotik, yaitu salinitas air dengan


menggunakan pH meter untuk mengukur keasaman air laut.

Langkah yang kelima perawatan spesimen yang telah diambil:


Semua sampel yang ditemukan dikumpulkan dan dibersihkan dari kotoran
yang menempel

Sampel yang ditemukan dimasukkan ke dalam botol yang telah berisi


alkohol dan kemudian ditutup rapat, dan tidak lupa sampel yang ditemukan
diabadikan terlebih dahulu

Sampel yang didapat diidentifikasi

Langkah yang terakhir pembuatan hasil laporan:

Identifikasi spesies yang sudah ditemukan.

Kompilasi data dan membuat laporan hasil penelitian

D. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa analisis
deskriptif. Analisis deskriptif kuantitatif merupakan metode yang bertujuan untuk
dapat mengubah sekumpulan data mentah menjadi bentuk yang lebih ringkas dan
mudah dipahami. Pada studi pengamatan keanekaragaman Mollusca ini
memperhatikan beberapa indeks, yaitu indeks keanekaragaman, kemerataan dan
dominansi. Berikut pemaparan jelasnya beserta dengan cara menghitungnya.

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiever (H’)


Indeks keanekaragaman digunakan untuk mencirikan hubungan yang terdapat
pada kelompok genus dalam suatu komunitas. Indeks keanekaragaman yang
dipergunakan adalah indeks Shannon Wiever, yang memiliki rumus seperti berikut
ini:

H’ = -∑ (pi ln pi) pi =
𝑛𝑖
𝑛

Keterangan :
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
n = Jumlah total individu semua jenis dalam komunitas
ni = jumlah individu jenis ke 1
pi = kelimpahan proporsional
Menurut Wilhm and Dorris (1986), kriteria indeks keanekaragaman dibagi dalam 3
golongan yaitu :
H` < 1 : Keanekaragaman jenis rendah
1 < H` < 3 : Keanekaragaman jenis sedang
H` > 3 : Keanekaragaman jenis tinggi

Indeks Keseragaman Evenness (e)


Keseimbangan komunitas dapat diketahui dengan mengunakan indeks
keseragaman, yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu
komunitas. Semakin mirip jumlah individu antar spesies (semakin merata
penyebarannya) maka semakin besar derajat keseimbangan (Wilhm and Dorris,
1986).
𝐻′
e = ln 𝑠

Keterangan :
s = jumlah keanekaragaman
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
e = indeks keseragaman Evenness

Dengan kisaran sebagai berikut :


e < 0,4 : Keseragaman populasi kecil
0,4 < e < 0,6 : Keseragaman populasi sedang
e > 0,6 : Keseragaman populasi tinggi
Semakin kecil nilai indeks keanekaragaman (H’) maka indeks keseragaman
(e) juga akan semakin kecil, yang mengisyaratkan adanya dominansi suatu spesies
terhadap spesies lain.
Indeks Dominansi Riches/Kekayaan (R)
Dominansi adalah jenis individu yang paling banyak jumlahnya dalam suau
komunitas. Dominansi merupakan pengendalian nisbi yang diterapkan makhluk
hidup atas komposisi spesies dalam komunitas. Berikut ini rumusnya.
𝑠−1
R = ln 𝑁

Keterangan :
N = jumlah individu
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. Data Pengamatan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari pengambilan sampel, didapatkan data
sebagai berikut:
1. Tabel Hasil Pengamatan Mollusca
No. Spesies Nama Spesies Jumlah Total
1. A Phos senticosus 1
2. B Fisurella barbadensis 10
3. C Littonia littorea 2
4. E Smaragdia viridis 2
49
5. F H. (A) Crassicostata 2
6. G Cittarium pica 20
7. J Crisonella consobrina 10
8. O Ampheneura 2

2. Tabel hasil Pengamatan Faktor Abiotik


Alat Pengukur Faktor Abiotik Nilai
Luxmeter 125,1
Soilmeter pH 6,015
Soilmeter kelembaban 58,55
Termometer Tanah 31,3
Termohigrometer 30,4
Hydrometer (Suhu Udara) 30,25
Hydrometer (Kelembapan udara) 72,75
Termometer Batang (Air Laut) 32
Hand Refractometer 3,9
DO meter 10,46
Anemometer 0,0525
B. Analisis Data
1. Tabel Hasil Penghitungan Kelimpahan Proporsional
No. Nama Spesies Pi (𝒏⁄𝑵) lnPi Pi lnPi
1. Phos senticosus (1⁄49) = 0,020 ln(0,020) = -3,912 (0,020)-3,912 =
-0,078
2. Fisurella barbadensis (10⁄49) = 0,204 ln(0,204) = -1,589 (0,204)-1,589 =
-0,324
3. Littonia littorea (2⁄49) = 0,040 ln(0,040) = -3,218 (0,040)-3,218 =
-0,128
4. Smaragdia viridis (2⁄49) = 0,040 ln(0,040) = -3,218 (0,040)-3,218 =
-0,128
5. H. (A) Crassicostata (2⁄49) = 0,040 ln(0,040) = -3,218 (0,040)-3,218 =
-0,128
6. Cittarium pica (20⁄49) = 0,408 ln(0,408) = -0,896 (0,408)-0,896 =
-0,365
7. Crisonella consobrina (10⁄49) = 0,204 ln(0,204) = -1,589 (0,204)-1,589 =
-0,324
8. Ampheneura (2⁄49) = 0,040 ln(0,040) = -3,218 (0,040)-3,218 =
-0,128

Berdasarkan tabel hasil penghitungan kelimpahan proporsional di atas,


dapat digunakan untuk menghitung nilai indeks keanekaragaman, kemerataan
dan dominansi dari mollusca. Berikut ini rumus beserta hasil yang didapatkan.
H’ = -∑ (pi ln pi)
= - ∑ (- 1,603)
= 1,603
𝐻′
E= ln 𝑠
1,603
= ln(8)
1,603
= 2,079

= 0,771
𝑠−1
R = ln 𝑁
8−1
= ln(49)
7
= 3,891

= 1,799
2. Tabel Hasil Penghitungan Indeks Keanekaragaman, Kemerataan dan
Dominansi
Spesies Pi lnPi Pi H’ e R
No. Jumlah
lnPi
1. A 1 0,020 -3,912 -0,078
2. B 10 0,204 -1,589 -0,324
3. C 2 0,040 -3,218 -0,128
4. E 2 0,040 -3,218 -0,128
1,603 0,771 1,799
5. F 2 0,040 -3,218 -0,128
6. G 20 0,408 -0,896 -0,365
7. J 10 0,204 -1,589 -0,324
8. O 2 0,040 -3,218 -0,128

Pengambilan sampel Mollusca dilakukan di 3 plot dengan meletakkan


transek yang berukuran 1x1 m pada setiap plot yang telah ditentukan. Dari 3 plot
yang dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel Mollusca ditemukan 8
spesies Mollusca yang berbeda yaitu spesies Phos senticosus dengan jumlah 1,
spesies Fisurella barbadensis berjumlah 10, spesies Littonia littorea berjumlah
2, spesies Smaragdia viridis berjumlah 2, spesies H. (A) Crassicostata berjumlah
2, spesies Cittarium pica berjumlah 20, spesies Crisonella consobrina berjumlah
10, dan spesies Ampheneura berjumlah 2.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik analisis diatas,
didapatkan Indeks Keanekaragaman Shannon dan Wiener (H’) untuk Mollusca
sebesar 1,603. Lalu, untuk indeks kemerataan (E) Mollusca sebesar 0,771,
sedangkan indeks kekayaan (R) Mollusca sebesar 1,799. Apabila dilihat dari nilai
indeks keanekaragaman, maka termasuk dalam keanekaragaman jenis sedang
karena masuk dalam kisaran 1 < H` < 3. Hasil indeks keseragaman untuk
Mollusca termasuk kemerataan populasi yang tinggi karena e > 0,6 merupakan
parameter kemerataan yang menunjukkan populasi yang tinggi pada suatu
kawasan.
BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan didapatkan


beberapa spesies yang ditemukan dari transek ke 13 plot 1, 2, dan 3 yaitu Phos
senticosus, Fisurella barbadensis, Littorina littorea, Smaragdia viridis, H.(A)
Crassicostata, Cittarium pica, Cirsonella consobrina, dan Ampheneura. Jumlah
spesies yang didapatkan dari ketiga plot ini umumnya didominasi oleh anggota
Gastropoda. Hal ini sesuai dengan pendapat Barnes (1987) yang menyatakan bahwa
Gastropoda merupakan kelas mollusca yang paling banyak karena dapat bertahan
hidup di berbagai habitat yang bervariasi. Banyaknya Gastropoda yang ditemukan
pada ketiga plot diduga karena kemampuan adaptasinya yang tinggi dan dapat hidup
di substrat yang keras maupun lunak.

Spesies terbanyak yang ditemukan adalah 20 Cittarium pica yang


menggambarkan bahwa Cittarium pica memberikan peranan yang besar tehadap
struktur komunitas moluska di sepanjang pantai Jembatan Panjang Kondang Merak.
Spesies ini ditemukan melimpah pada daerah pengamat dengan karakteristik habitat
pantai yang cocok. Spesies terendah yang ditemukan adalah hanya ada 1 Phos
senticosus yang menunjukkan bahwa Phos senticosus mempunyai peranan yang
kecil tehadap struktur komunitas moluska di sepanjang pantai Jembatan Panjang
Kondang Merak. Kemungkinan spesies ini kurang bisa beradaptasi pada daerah
pengamatan ini.

Kepadatan mollusca menunjukkan individu yang hidup pada habitat tertentu,


luasan tertentu, dan waktu tertentu (Brower & Zar, 1977). Keadaan di transek 13
didominasi hamparan karang yang mendukung kehidupan Gastropoda. Substrat
berpasir yang tidak menyediakan tempat melekat bagi organisme dapat menurunkan
kepadatan khususnya Gastropoda karena tempat melekat berguna untuk bertahan dari
aksi gelombang secara terus menerus yang dapat menggerakkan partikel substrat.
Nilai indeks keanekaragaman jenis digunakan untuk membandingkan
komposisi jenis dari ekosistem atau komunitas yang berbeda (Indahwati et al.,2012).
Indeks keanekaragaman yang ada pada transek 13 menunjukkan keanekaragaman
yang rendah. Kondisi pantai dapat menunjukkan keberadaan jenis yang menempati
transek 13 tidak banyak. Hal ini bisa disebabkan oleh pengaruh substrat yang
cenderung masih homogen dan organisme yang kurang cocok dengan
lingkungannya. Berdasarkan Shannon-Wiener (Krebs 1989) yang menyatakan bila
H’≤ 3,32 maka keanekaragaman jenis dinilai rendah. Pada penelitian ini, hasil
keanekaragaman transek 13 senilai 1,603 menunjukkan nilai yang lebih rendah dari
3,32. Heddy dan Kurniati (1996) menyatakan bahwa keanekaragaman rendah
menandakan ekosistem mengalami tekanan atau kondisinya menurun.
Keanekaragaman rendah juga dapat disebabkan karena adanya faktor abiotik yang
tidak cocok terhadap organisme tersebut (Dharmawan et al., 2005). Perubahan
komposisi pada suatu habitat juga akan berpengaruh terhadap kelimpahan organisme
disana yang pada akhirnya akan menggangu stabilitas ekosistem tersebut (Trisnawati
& Subhar, 2011). Terjadinya perubahan lingkungan baik secara langsung maupun
tidak langsung akan berpengaruh terhadap organisme.

Nilai indeks kemerataan menjadi informasi ada tidaknya dominansi suatu


jenis (Krebs, 1989). Merujuk kategori Krebs, maka semua tipe habitat memiliki
kemerataan tinggi. Berdasarkan kategori tersebut, semua habitat memiliki distribusi
jenis yang merata dan tidak ada dominansi jenis tertentu. Data kemerataan
menunjukkan tingkat penyebaran individu yang ada (Leksono, 2011). Hasil analisis
indeks kemerataan pada penelitian ini diperoleh nilai sebesar 0,771. Nilai tersebut
tergolong kategori kemerataan populasi sedikit. Krebs dalam Mas’ud dan Sundari
(2011) menyatakan bahwa jika spesies-spesies yang ditemukan pada suatu komunitas
memiliki jumlah individu setiap spesies sama atau hampir sama maka kemerataan
dalam komunitas tersebut tinggi. Nurhadi (1999) menjelaskan bahwa perbedaan
kepadatan jenis Mollusca antar lokasi menggambarkan kesesuaian jenis Mollusca
terhadap kondisi fisik, kimia pada masing-masing lokasi. Zona dengan kemerataan
jenis tertinggi menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di setiap zona-zona tersebut
merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan jenis Mollusca yang bersangkutan. Hal
ini merajuk terdapatnya perbedaan kemerataan antar semua zona berarti setiap jenis
Mollusca yang ditemukan memiliki kesesuaian yang berbeda terhadap kondisi
lingkungan yang ditempatinya.

Nilai indeks kekayaan yang diperoleh dari hasil analisis data sebesar 1,799
yang menunjukkan bahwa nilai tersebut tergolong dalam kekayaan jenis rendah.
Menurut Magurran (1998), nilai indeks kekayaan < 3,5 menunjukkan kekayaan jenis
yang tergolong rendah, nilai indeks kekayaan = 3,5-5,0 menunjukkan kekayaan jenis
tergolong sedang, dan nilai indeks kekayaan tergolong tinggi jika >5,0. Dari hasil
penelitian dapat menunjukkan bahwa kekayaan jenis Mollusca yang terdapat di pantai
Jembatan Panjang Kondang Merak berbeda antara satu dengan yang lain. Kekayaan
merupakan bagian dari adanya keanekaragaman. Kekayaan dapat dipengaruhi oleh
banyak hal seperti faktor abiotik diantaranya adalah suhu, pH, salinitas cahaya,
kelembapan, dan lain sabagainya. Kekayaan menunjukkan keragaman spesies yang
banyak hidup pada substrat tertentu.

Kondisi lingkungan di area penelitian dapat mempengaruhi nilai indeks


keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan yang diobservasi berdasarkan komponen
abiotiknya (Clarke & Gorley, 2006). Komponen abiotik yang diukur adalah intensitas
cahaya, pH tanah, kelembaban tanah, suhu tanah, suhu udara, kelembapan udara,
suhu air laut, salinitas, oksigen terlarut, dan kecepatan angin (Aininnur et al.,2015).
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan nilai intensitas cahaya sebesar 125,1 lux,
pH 6,015, kelembapan 58,55 %, suhu tanah 31,3 ºC, suhu udara 30,25 ºC,
kelembapan udara 72,75 %, suhu air laut 32 ºC, salinitas 3,9 %, kadar DO 10,46 mg/l,
dan 0,0525 m/d. Komponen abiotik ini yang berpengaruh terhadap rendahnya nilai
indeks keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan yang telah dianalisis. Jika
moluska dapat beradaptasi dan cocok dengan kondisi lingkungannya maka akan
didapat nilai indeks keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan yang tinggi.
Kadar oksigen merupakan hal penting bagi kehidupan organisme terutama
mollusca karena mollusca membutuhkan oksigen untuk bernapas dan melakukan
metabolisme. Besar kecilnya kadar oksigen dalam perairan dapat mengakibatkan
matinya organisme benthos. Salmin (2005) menyatakan bahwa oksigen terlarut
memegang peranan penting sebagai indikator biologis karena oksigen terlarut
berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Pada
analisis di dapat kadar DO sebesar 10,46 mg/l, menurut Septiana (2017) kadar DO
yang baik untuk biota perairan adalah tidak lebih dari 10 mg/l. Kelarutan oksigen
juga dipengaruhi oleh faktor suhu. Suhu tinggi kelarutan oksigen rendah dan suhu
rendah kelarutan oksigen tinggi. Suhu yang tinggi menyebabkan kelarutan gas
meningkat dan kadar oksigen terlarut akan berkurang.

Suhu memberikan pengaruh terhadap aktivitas metabolisme, perkembangan


organisme, dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Peningkatan suhu perairan
menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menurun, sehingga organisme air kesulitan
untuk berespirasi. Setiap organisme memiliki kemampuan toleransi yang berbeda
terhadap suhu. Menurut Efendi (2003) suhu optimum untuk Gastropoda dapat
melakukan metabolisme yaitu berkisar 20-30 °C. Apabila suhu diatas itu, maka
proses metabolisme Gastropoda akan terganggu. Suhu optimum untuk Bivalvia
berada dikisaran antara 25 – 28 °C. Apabila suhu diatas optimum, maka tidak cocok
untuk perkembangan Bivalvia. Perubahan suhu diluar batas optimum akan
memberikan gambaran menurunnyan laju pertumbuhan dan produksi organisme.
Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh bahwa suhu perairan sebesar 32 °C sehingga
terbilang melebihi kisaran baku mutu untuk biota laut35. Hasil ini menunjukkan
bahwa, suhu permukaan air laut secara umum termasuk dalam kisaran toleransi tinggi
serta kurang baik untuk mollusca.

PH menyatakan intensitas keasaman atau kebasaan suatu perairan. Hasil


pengukuran pada lokasi menunjukkan bahwa pH berada di kisaran 6,015. Hasil pH
masih berada dikisaran baku mutu KepMen Negara Lingkungan Hidup No. 2 tahun
1988, apabila nilai pH berada pada kisaran 5,7 – 8,4 masih layak untuk kehidupan
moluska. Apabila pH lebih rendah atau lebih tinggi dibawah nilai tersebut, maka
dapat mengganggu dan tidak menguntungkan bagi kehidupan mollusca. pH yang
rendah menyebabkan kandungan oksigen terlarutnya menurun, sehingga
menyebabkan aktivitas respirasi organisme naik, begitu juga sebaliknya jika pH
tinggi. pH di transek 13 tergolong masih berada dalam kisaran toleransi moluska.

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Kisaran
salinitas yang dapat ditolerir oleh hewan benthos menurut Hubarat (2000) adalah 25-
40%. Kisaran salinitas tersebut bergantung pada tingkat tolerasi masing-masing jenis
Moluska. Area transek 13 memiliki kadar salinitas sebesar 39 % yang cukup tinggi
namun masih dapat ditolerir oleh moluska.
BAB VI
PENUTUP

A. Simpulan
1. Spesies-spesies mollusca yang terdapat di Pantai Jembatan Panjang Kondang
Merak yang ditemukan di transek ke 13 plot 1, 2, dan 3 yaitu Phos senticosus,
Fisurella barbadensis, Littorina littorea, Smaragdia viridis, H.(A)
Crassicostata, Cittarium pica, Cirsonella consobrina, dan Ampheneura.
2. Nilai indeks keanekaragaman sebesar 1,603, kemerataan sebesar 0,771 dan
kekayaan sebesar 1,799 yang masing-masing indeks menunjukkan nilai masih
tergolong rendah di Pantai Jembatan Panjang Kondang Merak.
3. Nilai indeks keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan yang masih dalam
kisaran rendah dipengaruhi oleh rendahnya faktor abiotik. Nilai pH 6,015, suhu
air laut 32 ºC, salinitas 3,9 %, dan kadar DO 10,46 mg/l, masih tergolong
kurang sesuai dengan mollusca yang ditemukan sehingga kemungkinan
mollusca tidak dapat beradaptasi dan kurang cocok dengan kondisi
lingkungannya sehingga didapat nilai indeks keanekaragaman, kemerataan dan
kekayaan yang rendah.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang keanekaragaman mollusca di
perairan pantai Jembatan Panjang Kondang Merak. Dalam penelitian lebih
mempertimbangkan daerah pengambilan lebih luas, sehingga sampel yang diperoleh
lebih banyak. Perlunya kesadaran masyarakat sekitar pantai untuk menjaga
kelestarian biota yang ada dengan tidak merusak ekosistem tersebut.
DAFTAR RUJUKAN

Aininnur, A., Putro, S.P., Muhammad, F. 2015. Hubungan Faktor Fisika-Kimia


Perairan Terhadap Kelimpahan Moluska di Area Keramba Jaring Apung
Sistem Polikultur Teluk Awerange, Sulawesi Selatan. Jurnal Biologi, Volume
4(4): 47-52.
Barnes, R.D. 1987. Invertebrata Zoology. 5th Ed. W.B. Saunders Company.
Philadelphia. Proc. Malae. Soc. London 41: 589-600.

Brower, J.E., and Zar, J.H. 1977. Field and Laboratory Method for General Ecology.
Wm. C Brown Publishing Dubuque. Iowa, 151-169.

Chisholm, H. 1911. Molluscoida Encyclopædia Britannica. 11th Ed. Cambridge


University Press.

Clarke, K.R., and Gorley, R.N. 2006. Primer v6:User Manual/Tutorial. PRIMER-E
Ltd. United Kingdom.

Connors, M.J., Ehrlich, H., Hog, M., Godeffroy, C., Araya, S., Kallai, I., Gazit, D.,
Boyce, M., and Ortiz, C. 2012. Three Dimensional Structure of the Shell Plate
Assembly of the Chiton Tonicella Marmorea and its Biomechanical
Consequences. Journal Structure Biology, 314–328.
Dharmawan, A. Tuarita, H. dan Ibrohim. 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM Press.

Dibyowati, L. 2009. Keanekaragaman Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di


Sepanjang Pantai Carita Pandeglang Banten. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Efendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Heddy, S., dan Kurniati, M. 1996. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Hickman, C. P., Roberts, L. R., Keen, S. L., Larson, A., I’Anson, H., and Eisenhour,
D. J. 2008. Integrated Prinsiples of Zoology. Washington: McGraw-Hill
Higher Education.
Hubarat, S. 2000. Peran kondisi oseanografis terhadap perubahan iklim,
produktivitas dan distribusi biota laut. Universitas diponegoro. Prosiding.
Semarang.

Indahwati, R., Hendrarto, B. & Izzati, M. 2012. Keanekaragaman Arthropoda tanah


di lahan apel Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Makalah
Seminar Nasional Pengelolaan SDA dan Lingkungan UNDIP: Semarang.

Indriwati, S. E., Rahayu, S. E., Masjhudi, dan Ibrohim. 2016. Keanekaragaman


Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Kastawi, Yusuf. 2001. Zoologi Avertebrata. Malang : Jurusan Pendidikan Biologi


FMIPA UM Malang.

Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: KEP


02/MENKLH/I/1998. Online (http://www.iipsonline.com/KEP_MLH_02_
1988_IND.html.). diakses 26 April 2019.

Krebs, C.J. 1989. Ecologycal Methodology. London: Harper and Row Publishers.

Leksono, A.S. (2011). Keanekaragaman hayati. Malang: UB Press.

Lightfoot, J. 1786. A Catalogue of the Portland Museum, lately the property of the
Dutchess Dowager of Portland.
Mas’ud A, dan Sundari. 2011. Kajian Struktur Komunitas Epifauna Tanah di
Kawasan Hutan Konservasi Gunung Sibela Halmahera Selatan Maluku Utara.
Bioedukasi, Volume 2, nomor 1: 7-15.

Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey:
Princeton University Press.

Mulyani, R. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan


Wisatawan Ke Kawasan Wisata Pantai Carita Kabupaten Pandeglang.
Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nugraha, D.A., Sartimbul, A., dan Luthfi, O.M. 2016. Analisis Sebaran Karang Di
Perairan Kondang Merak Malang Selatan. Seminar Nasional Perikanan dan
Kelautan VI, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
Malang, 539-544.
Nurhadi. 1999. Keanekargaman Jenis Mollusca Di Pantai Wilayah Kecamatan
Kraton Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Skripsi Tidak Di Terbitkan.
Malang: Jurusan Biologi FMIPA UM Malang.
Nurhadi dan Yanti, F. 2018. Buku Ajar Taksonomi Invertebrata. Yogyakarta:
Deepublish.
Pechenik, J.A. 2000. Biology of The Invertebrates. 4th Ed. New York: McGraw-Hill
Book Company, Inc.
Pimetal, E. 2018. Anatomi kelas Aplacophora, (Online),
(https://www.google.co.id/search?q=ana tomi+kelas+aplacophora), diakses 24
April 2019.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukkan Kualitas Perairan. Oceana.
Vol. XXX. Nomor 3. Hlm 21-26.
Septiana, N.I. 2017. Keanekaragaman Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di Pantai
Pasir Putih Kabupaten Lampung Selatan. Lampung: Universitas Islam Negeri
Raden Intan.
Trisnawati, I.D.T. & Subhar, T.S. 2011. Kelompok trofik pada komunitas arthropoda
tajuk dan lantai hutan di Hutan Gunung Tangkubanparahu-Jawa Barat:
Ilustrasi dengan Diagram Trofik Hipotetik. Berkala Penelitian Hayati, 17:
119–125.

Quigley, D.T.G. and Flannery, K. 2014. The Common Octopus (Octopus


vulgaris Cuvier) in Irish waters. The Irish Naturalists' Journal, Vol.33(2):
124–127.
Yanuardi, F., Suprapto, D., dan Djuwito. 2015. Kepadatan dan Distribusi Spasial
Kerang Kijing (Anodonta Woodiana) di Sekitar Inlet dan Outlet Perairan
Rawapening. Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Vol.4(2):38-47.
LAMPIRAN

Spesies Mollusca A-C2


yang ditemukan

Pantai Jembatan Panjang


Kondang Merak

Anda mungkin juga menyukai