Laporan Praktikum
Untuk memenuhi tugas matakuliah Ekologi
yang dibimbing oleh Bapak Drs. Agus Dharmawan, M.Si.
Disusun Oleh:
Kelompok 13
Andita Miftakhul Ilmi 170341615003
Dhio Putra Mahendra 170341615059
Dorris Ningtyas Bidarsis 170341615113
Farira Mujtahida 170341615011
Nur Athifah A. M. 170341615029
Olivia Nabilla Maharani 170341615088
Putri Wahyuni A. N. 170341615018
Vindy Arisqa 170341615006
KAJIAN PUSTAKA
A. Kondang Merak
Kondang Merak merupakan pantai wisata yang berada di Malang tepatnya
berada di pesisir selatan yang terletak di tepi Samudera Indonesia dan secara
administratif berada di Desa Sumberbening, Kecamatan Bantur, Kabupaten
Malang, Jawa Timur. Pantai ini dinamakan Kondang Merak karena pantai ini
memiliki kondang (muara yang merupakan pertemuan air tawar dan laut) yang
dahulu banyak dihuni burung merak. Baru pada tahun 1980-an, burung merak
mulai punah akibat penangkapan liar. Panorama Kondang Merak memang cukup
menggoda, garis pantainya lumayan panjang, kurang lebih 800 meter. Pasirnya
putih bersih dan pepohonan di pinggir pantai membuat nyaman suasana di situ.
Pantainya agak berlumut dan memiliki banyak terumbu karang, spons, dan kerang
di sekitar pantainya. Di tepi pantai bisa menemukan berbagai binatang laut seperti
gurita kecil, landak laut, mentimun laut, ikan-ikan kecil atau lobster yang
bersembunyi di sela-sela karang (Nugraha et al., 2016).
Gelombang di Pantai Kondang Merak juga tidak terlalu besar karena terpecah
dengan keberadaan batu karang menjulang yang berjajar di radius sekitar 200
meter dari bibir pantai. Ada sekitar lima titik batu karang yang menjadi pemecah
ombak. Karang yang menghiasi sekeliling Pantai Kondang Merak menambah
keindahan pantai ini. Karena gelombangnya yang sudah terpecah itulah, Pantai
Kondang Merak ini menjadi tempat singgah para nelayan. Pantai ini menjadi
terminal perahu nelayan bermesin tunggal. Di pinggir pantai, transaksi jual beli
ikan hasil tangkapan nelayan pun berlangsung. Beragam jenis ikan yang menjadi
tangkapan nelayan antara lain tuna, kakap, dan gurita. Para nelayan pun juga
mendirikan perkampungan nelayan yang membuat selalu hidup siang atau malam.
Pantai ini nyaris tak pernah sepi. Pantai ini ramai dikunjungi oleh wisatawan
untuk melakukan berbagai aktivitas. Menurut Mulyani (2006) kaum muda yang
belum berkeluarga merupakan konsumen potensial bagi keberadaan kawasan
wisata. Pantai ini memiliki reef flat, reef crest, dan fore reef. Wisata bahari yang
menjadi salah satu daya tarik pengunjung seperti snorkling dikarenakan
pemandangan bawah air yang indah. Selain aktivitas tersebut, banyak aktivitas
lain yang dilakukan oleh wisatawan seperti memancing, bermain air, maupun
berfoto. Akses jalan ke pantai ini juga semakin mudah dengan adanya
pembangunan Jalur Lintas Selatan (JLS) yang sedang berlangsung. Namun,
seiring dengan makin mudahnya akses menuju pantai ini, jumlah wisatawan tentu
akan meningkat. Peningkatan jumlah wisatawan yang berlebih tentu akan
berdampak pada kehidupan organisme (Nugraha et al., 2016).
Beberapa pantai yang berada di dekat pantai Kondang merak seperti Pantai
Jembatan Panjang berada di Desa Sumber Bening, Kecamatan Bantur, Kabupaten
Malang ini bersebelahan dengan Pantai Balekambang, yang merupakan pantai
favorit juga di Kabupaten Malang. Cukup berjalan kaki dengan mengambil arah
ke kanan Pulau Wisanggeni, Anda bisa langsung menuju ke Pantai Jembatan
Panjang. Tetapi, jika air laut sedang surut, wisatawan bisa melewati bawah
jembatan yang menghubungkan Pulau Wisanggeni dengan Pulau Ismaya.
Terlepas dari hal itu pantai ini masih asri, dengan hijaunya hutan yang masih
belum terjamah tangan usil manusia. Mungkin karena jalannya yang masih
offroad tersebut membuat para pengunjung enggan untuk datang menjelajahi
tempat wisata tersebut. Hal ini berdampak pada kondisi pantai yang masih sepi
dan cocok bagi anda para pencinta ketenangan. Pantai ini dapat dijadikan
refreshing tersendiri bagi para penduduk kota yang jarang-jarang mendapat
tempat untuk sendiri .
B. Molluca
Mollusca berasal dari bahasa latin yaitu Molluscus yang artinya lunak. Filum
mollusca adalah kelompok hewan invertebrata yang memiliki tubuh lunak dan
berlendir.
1. Morfologi Mollusca
Morfologi filum mollusca tubuhnya dilindungi oleh cangkang yang
keras dan tersusun atas mineral, fosfat, besi, yodium, protein, dan kalsium.
Sebagian besar cangkang Mollusca tersusun dari Kalium Karbonat
(CaCO3), contohnya Siput. Siput merupakan salah satu filum Mollusca
yang termasuk ke dalam kelas Gastropoda. yaitu berjalan dengan
menggunakan perut. Menurut Kastawi (2001), ciri-ciri umum filum
mollusca yaitu merupakan organisme multiselular yang tidak mempunyai
tulang belakang, tripoblastik celomata (tubuh terdiri 3 lapis, eksodermis,
mesodermis, dan endodermis), sebaran habitat yang luas (air tawar, air laut,
dan darat), struktur tubuh simetri bilateral, memiliki sistem syaraf berupa
cincin syaraf, tubuh terdiri dari kaki, masa viseal, dan mantel, organ
ekskresi berupa nefridia, memiliki radula (lidah bergerigi), hidup secara
heterotrof, reproduksi secara seksual.
2. Fisiologi Mollusca
Fisiologi filum molluca dimulai dari sistem syaraf: terdiri dari cincin
syaraf. Sistem syaraf ini mengelilingi esofagus dengan serabut saraf yang
menyebar. Sistem pencernaan sudah lengkap yang terdiri dari mulut,
esofagus, lambung, usus, dan anus. Mollusca memiliki radula (lidah
bergerigi) yang berfungsi untuk melumatkan makanan. Mulut mollusca
terhubung langsung pada saluran esofagus dengan usus dan anus yang
melingkar. Anus terletak pada tepi dorsal rongga mantel dibagian posterior.
Sistem pernapasan alat pernapasan Mollusca adalah ctenidia (sepasang
insang), beberapa jenis memiliki alat pernapasan paru-paru dan insang. Tiap
insang terdiri atas sumbu pipih yang memanjang pada bagian tengah, dan
pada sisinya terdapat filamen pipih berbentuk segitiga. Peredaran darah
jantung mollusca terdiri atas dua serambi (aurikle) dan sebuah bilik
(ventricle) yang tedapat pada rongga Pericardium. Bilik memompa darah ke
aorta, beberapa arteri dan sinus dalam organ atau jaringan. Memiliki sistem
peredaran darah yang terbuka yaitu darah yang tidak melalui pembuluh
darah, tetapi melaui sinus darah yaitu rongga diantara sel dalam organ.
Sistem Reproduksi: bereproduksi secara seksual, dengan organ reproduksi
jantan dan betina terpisan pada individu lain (gonokoris). Siput jenis tertentu
ada yang bersifat hermaprodit, yaitu pembuahan dapat dilakukan secara
internal maupun eksternal dan dapat menghasilkan telur (Indriwati, 2016).
3. Klasifikasi Mollusca
Berdasarkan bidang simetri, kaki, cangkok, mantel, insang dan system
syaraf, menurut Indriwati (2016) mollusca terdiri atas tujuh kelas yaitu
Aplacosphora, Monoplachospora, Polyplacosphora, Scaphopoda,
Gastropoda, Pelecypodadan Cephalopoda. Berikut penjelasan dari kelas
Mollusca:
a. Kelas Aplacophora
b. Kelas Monoplacophora
Bentuk panjang kurang lebih sekitar 1 inci (2,5 cm), bilateral simetri,
kaki di bagian perut (ventral) memanjang, ruang mantel dengan permukaan
dorsal, tertutup oleh 8 lempeng atau kepingan dari zat kapur, sedangkan
permukaan lateral mengandung banyak insang, sistem saraf terdiri dari
cincin sirkum esofagus, mempunyai fase larva trokoper, termasuk
hermafrodit (berkelamin dua) dan fertilisasinya terjadi secara eksternal.
c. Kelas Polyplacophora
Gambar: Tonicella marmorea
Sumber: (Connors et al., 2012)
d. Kelas Scaphopoda
e. Kelas Gastropoda
f. Kelas Pelcypoda
g. Kelas Cephalopoda
METODOLOGI PENELITIAN
Instruksi dan arahan dari asisten atau dosen pendamping diperhatikan dan
didengarkan dengan baik
Transek diletakkan pada plot yang akan diamati, yaitu pada plot 1, 2, dan 3
Sampel diambil dari setiap plot dengan mencatat tiap jenis Mollusca yang
ditemukan dan dihitung jumlahnya
D. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa analisis
deskriptif. Analisis deskriptif kuantitatif merupakan metode yang bertujuan untuk
dapat mengubah sekumpulan data mentah menjadi bentuk yang lebih ringkas dan
mudah dipahami. Pada studi pengamatan keanekaragaman Mollusca ini
memperhatikan beberapa indeks, yaitu indeks keanekaragaman, kemerataan dan
dominansi. Berikut pemaparan jelasnya beserta dengan cara menghitungnya.
H’ = -∑ (pi ln pi) pi =
𝑛𝑖
𝑛
Keterangan :
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
n = Jumlah total individu semua jenis dalam komunitas
ni = jumlah individu jenis ke 1
pi = kelimpahan proporsional
Menurut Wilhm and Dorris (1986), kriteria indeks keanekaragaman dibagi dalam 3
golongan yaitu :
H` < 1 : Keanekaragaman jenis rendah
1 < H` < 3 : Keanekaragaman jenis sedang
H` > 3 : Keanekaragaman jenis tinggi
Keterangan :
s = jumlah keanekaragaman
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
e = indeks keseragaman Evenness
Keterangan :
N = jumlah individu
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. Data Pengamatan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari pengambilan sampel, didapatkan data
sebagai berikut:
1. Tabel Hasil Pengamatan Mollusca
No. Spesies Nama Spesies Jumlah Total
1. A Phos senticosus 1
2. B Fisurella barbadensis 10
3. C Littonia littorea 2
4. E Smaragdia viridis 2
49
5. F H. (A) Crassicostata 2
6. G Cittarium pica 20
7. J Crisonella consobrina 10
8. O Ampheneura 2
= 0,771
𝑠−1
R = ln 𝑁
8−1
= ln(49)
7
= 3,891
= 1,799
2. Tabel Hasil Penghitungan Indeks Keanekaragaman, Kemerataan dan
Dominansi
Spesies Pi lnPi Pi H’ e R
No. Jumlah
lnPi
1. A 1 0,020 -3,912 -0,078
2. B 10 0,204 -1,589 -0,324
3. C 2 0,040 -3,218 -0,128
4. E 2 0,040 -3,218 -0,128
1,603 0,771 1,799
5. F 2 0,040 -3,218 -0,128
6. G 20 0,408 -0,896 -0,365
7. J 10 0,204 -1,589 -0,324
8. O 2 0,040 -3,218 -0,128
PEMBAHASAN
Nilai indeks kekayaan yang diperoleh dari hasil analisis data sebesar 1,799
yang menunjukkan bahwa nilai tersebut tergolong dalam kekayaan jenis rendah.
Menurut Magurran (1998), nilai indeks kekayaan < 3,5 menunjukkan kekayaan jenis
yang tergolong rendah, nilai indeks kekayaan = 3,5-5,0 menunjukkan kekayaan jenis
tergolong sedang, dan nilai indeks kekayaan tergolong tinggi jika >5,0. Dari hasil
penelitian dapat menunjukkan bahwa kekayaan jenis Mollusca yang terdapat di pantai
Jembatan Panjang Kondang Merak berbeda antara satu dengan yang lain. Kekayaan
merupakan bagian dari adanya keanekaragaman. Kekayaan dapat dipengaruhi oleh
banyak hal seperti faktor abiotik diantaranya adalah suhu, pH, salinitas cahaya,
kelembapan, dan lain sabagainya. Kekayaan menunjukkan keragaman spesies yang
banyak hidup pada substrat tertentu.
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Kisaran
salinitas yang dapat ditolerir oleh hewan benthos menurut Hubarat (2000) adalah 25-
40%. Kisaran salinitas tersebut bergantung pada tingkat tolerasi masing-masing jenis
Moluska. Area transek 13 memiliki kadar salinitas sebesar 39 % yang cukup tinggi
namun masih dapat ditolerir oleh moluska.
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
1. Spesies-spesies mollusca yang terdapat di Pantai Jembatan Panjang Kondang
Merak yang ditemukan di transek ke 13 plot 1, 2, dan 3 yaitu Phos senticosus,
Fisurella barbadensis, Littorina littorea, Smaragdia viridis, H.(A)
Crassicostata, Cittarium pica, Cirsonella consobrina, dan Ampheneura.
2. Nilai indeks keanekaragaman sebesar 1,603, kemerataan sebesar 0,771 dan
kekayaan sebesar 1,799 yang masing-masing indeks menunjukkan nilai masih
tergolong rendah di Pantai Jembatan Panjang Kondang Merak.
3. Nilai indeks keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan yang masih dalam
kisaran rendah dipengaruhi oleh rendahnya faktor abiotik. Nilai pH 6,015, suhu
air laut 32 ºC, salinitas 3,9 %, dan kadar DO 10,46 mg/l, masih tergolong
kurang sesuai dengan mollusca yang ditemukan sehingga kemungkinan
mollusca tidak dapat beradaptasi dan kurang cocok dengan kondisi
lingkungannya sehingga didapat nilai indeks keanekaragaman, kemerataan dan
kekayaan yang rendah.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang keanekaragaman mollusca di
perairan pantai Jembatan Panjang Kondang Merak. Dalam penelitian lebih
mempertimbangkan daerah pengambilan lebih luas, sehingga sampel yang diperoleh
lebih banyak. Perlunya kesadaran masyarakat sekitar pantai untuk menjaga
kelestarian biota yang ada dengan tidak merusak ekosistem tersebut.
DAFTAR RUJUKAN
Brower, J.E., and Zar, J.H. 1977. Field and Laboratory Method for General Ecology.
Wm. C Brown Publishing Dubuque. Iowa, 151-169.
Clarke, K.R., and Gorley, R.N. 2006. Primer v6:User Manual/Tutorial. PRIMER-E
Ltd. United Kingdom.
Connors, M.J., Ehrlich, H., Hog, M., Godeffroy, C., Araya, S., Kallai, I., Gazit, D.,
Boyce, M., and Ortiz, C. 2012. Three Dimensional Structure of the Shell Plate
Assembly of the Chiton Tonicella Marmorea and its Biomechanical
Consequences. Journal Structure Biology, 314–328.
Dharmawan, A. Tuarita, H. dan Ibrohim. 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM Press.
Efendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Heddy, S., dan Kurniati, M. 1996. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Hickman, C. P., Roberts, L. R., Keen, S. L., Larson, A., I’Anson, H., and Eisenhour,
D. J. 2008. Integrated Prinsiples of Zoology. Washington: McGraw-Hill
Higher Education.
Hubarat, S. 2000. Peran kondisi oseanografis terhadap perubahan iklim,
produktivitas dan distribusi biota laut. Universitas diponegoro. Prosiding.
Semarang.
Krebs, C.J. 1989. Ecologycal Methodology. London: Harper and Row Publishers.
Lightfoot, J. 1786. A Catalogue of the Portland Museum, lately the property of the
Dutchess Dowager of Portland.
Mas’ud A, dan Sundari. 2011. Kajian Struktur Komunitas Epifauna Tanah di
Kawasan Hutan Konservasi Gunung Sibela Halmahera Selatan Maluku Utara.
Bioedukasi, Volume 2, nomor 1: 7-15.
Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey:
Princeton University Press.