Anda di halaman 1dari 12

TEORI-TEORI ETIKA

Tugas Mata Kuliah


Etika Bisnis dan Profesi

Oleh :

Nadiya Az Zahra
180810301239

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jember
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Sampai saat ini masih terjadi perdebatan dan perbedaan pandangan di antara
para etikawan tentang apakah etika bersifat absolute atau relatif. Para penganut
paham etika absolute dengan berbagai argumentasi yang masuk akal meyakini
bahwa ada prinsip-prinsip etika yang bersifat mutlak, berlaku universal kapan pun
dan dimanapun. Sementara itu, para penganut etika relatif dengan berbagai
argumentasi yang juga tampak masuk akal membantah hal ini. Tokoh berpengaruh
pendukung paham etika absolut antara lain Immanuel Kant dan James Rachels.
Rachels sendiri, yang walaupun membuka pemikirannya dengan memberikan
argumentasi bagi pendukung etika relatif. Ia mengatakan bahwa ada pokok teoritis
yang umum di mana ada aturan-aturan moral tertentu yang dianut secara
bersama-sama oleh semua masyarakat karena aturan-aturan itu penting untuk
kelestarian masyarakat.
Dalam dunia bisnis, etika sangat diperlukan untuk mengelola dan menjalankan
sebuah bisnis. Dengan etika yang baik, secara otomatis bisnis akan lebih mudah
berkembang dan biasanya tidak akan pernah merugikan bisnis lain, tidak
melanggar aturan hukum yang berlaku, tidak membuat suasana yang tidak
kondusif pada saingan bisnisnya, dan memiliki izin usaha yang sah. Berdasarkan
hal tersebut, maka diperlukan pemahaman tentang berbagai teori-teori etika yang
akan bermanfaat untuk pelaku bisnis dalam menjalankan usaha. Oleh karena itu,
dalam makalah ini penulis akan membahas teori-teori etika, yang akan bermanfaat
bagi pelaku bisnis atau masyarakat sekitar dalam menjalankan usahanya.

BAB II
PEMBAHASAN

1
Etika Absolut Versus Etika Relatif
Sampai saat ini masih terjadi perdebatan dan perbedaan pandangan di
antara para etikawan tentang apakah etika bersifat absolute atau relatif. Para
penganut paham etika absolute dengan berbagai argumentasi yang masuk akal
meyakini bahwa ada prinsip-prinsip etika yang bersifat mutlak, berlaku universal
kapan pun dan dimanapun. Sementara itu, para penganut etika relatif dengan
berbagai argumentasi yang juga tampak masuk akal membantah hal ini.

Di antara tokoh-tokoh berpengaruh yang mendukung paham etika relative


ini adalah Joseph Fletcher (dalam suseno, 2006), yang terkenal dengan teori etika
situasional-nya. Ia menolak adanya norma-norma moral umum karena kewajiban
moral selalu bergantung pada situasi konkret, dan situasi konkret ini dalam
kesehariannya tidak pernah sama.

Tokoh berpengaruh pendukung paham etika absolut antara lain Immanuel


Kant dan James Rachels. Rachels sendiri, yang walaupun membuka pemikirannya
dengan memberikan argumentasi bagi pendukung etika relatif. Ia mengatakan
bahwa ada pokok teoritis yang umum di mana ada aturan-aturan moral tertentu
yang dianut secara bersama-sama oleh semua masyarakat karena aturan-aturan
itu penting untuk kelestarian masyarakat.

Perkembangan Perilaku Moral


Teori perkembangan moral banyak dibahas dalam ilmu psikologi. Salah
satu teori yang sangat berpengaruh dikemukakan oleh Kohlberg (dalam Atkinson
et.al., 1996) dengan mengemukakan tiga tahap perkembangan moral dihubungkan
dengan pertumbuhan (usia) anak. Beberapa konsep yang memerlukan
penjelasan, antara lain:

1. Perilaku moral (moral behavior)


Adalah perilaku yang mengikuti kode moral kelompok masyarakat tertentu.
Moral dalam hal ini berarti adat kebiasaan atau tradisi.
2. Perilaku tidak bermoral (immoral behavior)
Berarti perilaku yang gagal mematuhi harapan kelompok sosial tersebu.
Ketidakpatuhan ini bukan karena ketidakmampuan memahami harapan

2
kelompok tersebut, tetapi lebih disebabkan oleh ketidaksetujuan terhadap
harapan kelompok sial tersebut, atau karena kurang merasa wajib untuk
mematuhinya.
3. Perilaku di luar kesadaran moral (unmoral behavior)
Adalah perilaku yang menyimpang dari harapan kelompok sosial yang lebih
disebabkan oleh ketidakmampuan yang bersangkutan dalam memahami
harapan kelompok sosial.
4. Perkembangan moral (moral development)
Bergantung pada perkembangan intelektual seseorang. Perkembangan moral
ada hubungannya dengan tahap-tahap perkembangan intelektual ini.

Tabel 1.
Tahap-tahap Perkembangan Moral Anak Menurut Kohiberg

Beberapa Teori Etika


Suatu pengetahuan tentang suatu objek baru bisa dianggap sebagai disiplin
ilmu bila pengetahuan tersebut telah dilengkapi dengan seperangkat teori tentang
objek yang dikaji. Jadi, teori merupakan tulang punggung suatu ilmu. Ilmu pada
dasarnya adalah kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai
gejala alam dan sosial yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian
tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada,
sedangkan teori adalah pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai
suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan (Suriasumantri, 2000).

3
Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang
adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia dianggap baik atau
tidak baik. Sebagai ilmu etika belum semapan ilmu fisika atau ilmu ekonomi. Dalam
etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu
tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif
yang berlainan. Berikut ini diuraikan secara garis besar beberapa teori yang
berpengaruh.

Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan
egoisme, yaitu egoisme psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah
suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh
kepentingan berkutat diri (selfish). Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi
oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Yang membedakan tindakan berkutat
diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri (egoisme etis)
adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat diri ditandai dengan
ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan
mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.

Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata latin utilitis, kemudian menjadi kata inggris
utility yang berarti bermanfaat (Bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu tindakan
dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota
masyarakat, atau dengan istilah yang terkenal “the greatest happiness of the
greatest numbers”. Jadi, ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat,
konsekuansi, atau tujuan dari tindakan itu apakah member manfaat atau tidak.
Itulah sebabnya paham ini disebut juga paham teleologis. Teologis berasal dari
kata yunani telos yang berarti tujuan (Bertens, 2000).
Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada
siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang
kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut
kepentingan orang banyak (kepentingan bersama atau kepentingan masyarakat).

Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban
(Bertens, 2000). Paham ini dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804) dan

4
kembali mendapat dukungan dari filsuf abad ke-20, Anscombe dan suaminya,
Peter Geach (Rachels, 2004). Paham deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya
suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atas
akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi
pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan.
Suatu perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik, dan hasil
baik tidak pernah menjadi alasan untuk membenarkan suatu tindakan, melainkan
hanya karena kita wajib melaksanakan tindakan tersebut demi kewajiban itu
sendiri. Contohnya adalah kisah terkenal Robinhood yang merampok kekayaan
orang kaya dan hasilnya dibagikan kerakyat miskin. Tujuan tindakan Robinhood
sangat mulia, yaitu membantu orang miskin. Namun alasan membantu orang
miskin ini tidak serta-merta membenarkan tindakan merampok tersebut.

Teori Hak
Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila
perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan hak asasi manusia (HAM).
Namun sebagaimana dikatakan oleh Bertens (2000), teori hak merupakan suatu
aspek dari teori deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan
dengan kewajiban bagaikan satu keping mata uang logam yang sama dengan dua
sisi. Teori hak sebenarnya didasarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai
martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama.

Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas (Weiss, 2006), yaitu:
a. Hak hukum (legal right)
Adalah hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi hukum suatu negara,
dimana sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang-Undang Dasar
negara yang bersangkutan.
b. Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right)
Dihubungkan dengan pribadi manusia secara individu, atau dalam beberapa
kasus dihubungkan dengan kelompok bukan dengan masyarakat dalam arti
luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu sepanjang kepentingan
individu sepanjang kepentingan individu itu tidak melanggar hak-hak orang lain.
c. Hak kontraktual (contractual right)
Mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan atau kontrak bersama
dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Teori Keutamaan (Virtue Theory)

5
Teori keutamaan tidak menyatakan tindakan mana yang etis dan tindakan
mana yang tidak etis. Bila ini dinyatakan pada penganut paham egoisme, maka
jawabannya adalah suatu tindakan disebut etis bila mampu memenuhi kepentingan
individu (self-interest) dan suatu tindakan disebut tidak etis bila tidak mampu
memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan. Teori ini tidak lagi
mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-
sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Sebenarnya teori keutamaan
bukan merupakan teori yang berdiri sendiri dan terpisah dari teori etika tindakan
(deontologi, teleologi) karena sifat keutamaan bersumber dari tindakan yang
berulang-ulang.

Teori Etika Teonom


Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat Kristen. Teori ini mengatakan
bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian
hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral dianggap
tidak baik bila tidak mengikuti aturan atau perintah Allah, dan perilaku manusia
dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan atau perintah Allah sebagaimana
telah dituangkan dalam kitab suci.

Etika Abad Ke-20


Esensi dari beberapa pemikiran moral yang berpengaruh yang muncul
pada abad ke-20 sebagai tambahan atas beberapa paham/teori etika yang telah
diuraikan sebelumnya. Ringkasan ini diambil dari buku Etika Abad Kedua Puluh
karangan Fransz Magnis Suseno (2006).

Arti Kata “Baik” Menurut George Edward Moore


Kata baik adalah kunci dari moralitas, namun Moore merasa heran tidak
satu pun etikawan yang berbicara tentang kata baik tersebut, seakan-akan hal itu
sudah jelas dengan sendirinya. Ada yang menafsirkan kata baik sebagai nikmat
(kaum hedonis), memenuhi keinginan individu (etika egoisme, psikologis),
memenuhi kepentingan orang banyak (etika utilitarianisme), memenuhi kehendak
Allah (etika teonom), dan bahkan ada yang mengatakan kata baik tidak
mempunyai arti. Suatu kata tidak dapat didefinisikan jika kata tersebut tidak lagi

6
terdiri atas bagian-bagian sehingga tidak dapat dianalisis. Berdasarkan penjelasan
ini, menurut Moore kata baik tidak dapat didefinisikan. Baik adalah baik, titik.
Setiap usaha untuk mendefinisikannya akan selalu menimbulkan kerancuan.

Tatanan Nilai Max Scheller


Menurut Scheller, ada empat gugus nilai yang masing-masing mandiri dan berbeda
antara satu dengan yang lain, yaitu:
a. Nilai-nilai sekitar enak dan tidak enak
b. Nilai-nilai vital
c. Nilai-nilai rohani murni
d. Nilai-nilai sekitar roh kudus

Etika Situasi Joseph Fletcher


Joseph Fletcher termasuk tokoh yang menentang adanya prinsip-prinsip etika yang
bersifat mutlak ia berpendapat bahwa setiap kewajiban moral selalu bergantung
pada situasi konkret.

Pandangan Penuh Kasih Iris Murdoch


Menurut Murdoch, yang khas dari teori-teori etika pasca Kant adalah bahwa nilai-
nilai moral dibuang dari dunia nyata. Teori Murdoch menyatakan bahwa bukan
kemampuan otonom yang menciptakan nilai, melainkan kemampuan untuk melihat
dengan penuh kasih dan adil. Jadi, hanya pandangan yang adil dan penuh kasih
yang menghasilkan pengertian yang betul-betul benar.

Pengelolaan Kelakuan Byrrhus Frederic Skinner


Teori skinner mengenai pengelolaan kelakuan dimulai dari pengamatannya bahwa
dalam ilmu fisika dan ilmu hayat, manusia telah mencapai kemajuan luar biasa
dalam 2000 tahun terakhir. Skinner mengatakan bahwa pendekatan filsafat
tradisional dan ilmu manusia tidak memadai sehingga yang diperlukan bukanlah
ilmu etika, tetapi sebuah teknologi kelakuan.

Prinsip Tanggung Jawab Hans Jonas


Etika tradisional hanya memperhatikan akibat tindakan manusia dalam lingkungan
dekat dan sesaat. Etika macam ini tidak dapat lagi menghadapi ancaman global

7
kehidupan didunia ini. Oleh karena itu, Jonas menekankan pentingnya dirancang
etika baru yang berfokus pada tanggung jawab. Intinya adalah kewajiban manusia
untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi kehidupan umat manusia di masa
depan.

Kegagalan Etika Pencerahan Alasdair Macintyre


MacIntyre mengatakan bahwa etika pencerahan telah gagal karena pencerahan
atas nama rasionalitas justru telah membuang apa yang menjadi dasar rasionalitas
setiap ajaran moral, yaitu pandangan teleologis tentang manusia. Yang dimaksud
oleh MacIntyre adalah pandangan dari Aristoteles sampai dengan pandangan
Thomas Aquinas bahwa manusia sebenarnya mempunyai tujuan hakiki (telos) dan
bahwa manusia hidup untuk mencapai tujuan itu.

Teori Etika Dan Paradigma Hakikat Manusia


Setelah mengulas berbagai filosofi, konsep tentang hakikat alam semesta dan
hakikat manusia, serta setelah mengupas pokok-pokok pikiran dari berbagai
macam teori etika yang berkembang, maka dapat dirangkum beberapa hal sebagai
berikut:
1. Tampaknya sampai saat ini telah muncul beragam paham/teori etika, dimana
masing-masing teori mempunyai pendukung dan penentang yang cukup
berpengaruh.
2. Munculnya beragam teori etika karena adanya perbedaan paradigm, pola piker,
atau pemahaman tentang hakikat hidup sebagai manusia.
3. Hampir semua teori etika yang ada didasarkan atas paradigm tidak utuh
tentang hakikat manusia.
4. Semua teori yang seolah-olah saling bertentangan terhadap sebenarnya
tidaklah bertentangan.
5. Teori-teori yang tampak bagaikan potongan-potongan terpisah ini dapat
dipadukan menjadi satu teori tunggal berdasarkan paradigm hakikat manusia
secara utuh.
6. Inti dari etika manusia utuh adalah keseimbangan pada:
a. Kepentingan pribadi, kepentingan masyarakat, dan kepentingan Tuhan.
b. Keseimbangan modal materi (PQ dan IQ), modal sosial (EQ), dan modal
spiritual (SQ).
c. Kebahagian lahir (duniawi), kesejahteraan masyarakat, dan kebahagiaan
batin (surgawi)
d. Keseimbangan antara hak (individu) dengan kewajian kepada masyarakat
dan Tuhan.

8
Tabel 1.2
Teori Etika dan Hubungannya dengan Paradigma Hakikat Manusia dan
Kecerdasan

Tantangan ke Depan Etika sebagai Ilmu


Etika sebagai filsafat telah dikenal sejak zaman sebelum masehi. Etika sebagai
ajaran moral telah menjadi bagian tak terpisahkan dari semua agama sejak agama
itu hadir. Namun sebagai ilmu, etika masih kalah mapan bila dibandingkan dengan
ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu fisika, ilmu ekonomi dan lain-lain. Etika sebagai ilmu
mencoba menjelaskan perilaku manusia dalam konteks sebatas makna hidup

9
duniawi umat manusia dengan mengabaikan sama sekali aspek kesadaran
spiritual dalam diri manusia.

Ilmu etika ke depan hendaknya didasarkan atas paradigma manusia utuh, yaitu
suatu pola pikir yang mengutamakan integrasi dan keseimbangan pada:
a. Pertumbuhan PQ, IQ, EQ, dan SQ.
b. Kepentingan individu, kepentingan masyarakat, dan kepentingan Tuhan.
c. Keseimbangan tujuan lahiriah (duniawi) dengan tujuan rohaniah (spiritual).

Inti dari hakikat manusia utuh adalah keseimbangan, yang bisa diringkas sebagai
berikut:
a. Keseimbangan antara hak (teori hak) dan kewajiban (teori deontologi).
b. Keseimbangan tujuan duniawi (teori teleologi) dan rohani (teori teonom).
c. Keseimbangan antara kepentingan individu (teori egoisme) dan kepentingan
masyarakat (teori utilitarianisme).
d. Gabungan ketiga butir di atas akan menentukan karakter seseorang (teori
keutamaan).
e. Hidup adalah suatu proses evolusi kesadaran. Teori perkembangan moral
Kohlberg menjelaskan proses evolusi kesadaran ini.

BAB III
KESIMPULAN

Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang
adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia dianggap baik atau
tidak baik. Sebagai ilmu etika belum semapan ilmu fisika atau ilmu ekonomi. Dalam
etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu
tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif
yang berlainan. Perkembangan ilmu etika menjadi salah kaprah karena hanya
dilandasi oleh hakikat manusia tidak utuh suatu paradigm tentang hakikat manusia
yang hanya mengandalkan kekuatan spiritual, kekuatan tak terbatas, kekuatan
Tuhan dalam diri manusia tersebut.

10
Bagi manusia yang masih aktif dalam kegiatan sehari-hari baik itu dalam
membina rumah tangga, menjalankan kegiatan organisasi dan bisnis, atau masih
bekerja sebagai karyawan pada suatu perusahaan, pemerintah, dan organisasi
lainnya masih memerlukan pemenuhan tujuan hidup yang bersifat duniawi. Upaya
mengejar tujuan hidup yang bersifat duniawi tersebut jangan sampai melupakan
pengembangan kesadaran spiritual. Yang diperlukan pada tahap ini adalah
keseimbangan dalam pengembangan aspek fisik, mental, dan spiritual. Etika harus
dimaknai sebagai pedoman perilaku menuju peningkatan semua kecerdasan dan
kesadaran manusia secara utuh, yaitu pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan
fisik (PQ), kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan sosial (EQ), dan kecerdasan
spiritual (SQ).

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2014. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya Edisi Revisi. Jakarta Salemba Empat.

11

Anda mungkin juga menyukai