Bab 3 Teori Teori Etika
Bab 3 Teori Teori Etika
Oleh :
Nadiya Az Zahra
180810301239
Sampai saat ini masih terjadi perdebatan dan perbedaan pandangan di antara
para etikawan tentang apakah etika bersifat absolute atau relatif. Para penganut
paham etika absolute dengan berbagai argumentasi yang masuk akal meyakini
bahwa ada prinsip-prinsip etika yang bersifat mutlak, berlaku universal kapan pun
dan dimanapun. Sementara itu, para penganut etika relatif dengan berbagai
argumentasi yang juga tampak masuk akal membantah hal ini. Tokoh berpengaruh
pendukung paham etika absolut antara lain Immanuel Kant dan James Rachels.
Rachels sendiri, yang walaupun membuka pemikirannya dengan memberikan
argumentasi bagi pendukung etika relatif. Ia mengatakan bahwa ada pokok teoritis
yang umum di mana ada aturan-aturan moral tertentu yang dianut secara
bersama-sama oleh semua masyarakat karena aturan-aturan itu penting untuk
kelestarian masyarakat.
Dalam dunia bisnis, etika sangat diperlukan untuk mengelola dan menjalankan
sebuah bisnis. Dengan etika yang baik, secara otomatis bisnis akan lebih mudah
berkembang dan biasanya tidak akan pernah merugikan bisnis lain, tidak
melanggar aturan hukum yang berlaku, tidak membuat suasana yang tidak
kondusif pada saingan bisnisnya, dan memiliki izin usaha yang sah. Berdasarkan
hal tersebut, maka diperlukan pemahaman tentang berbagai teori-teori etika yang
akan bermanfaat untuk pelaku bisnis dalam menjalankan usaha. Oleh karena itu,
dalam makalah ini penulis akan membahas teori-teori etika, yang akan bermanfaat
bagi pelaku bisnis atau masyarakat sekitar dalam menjalankan usahanya.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Etika Absolut Versus Etika Relatif
Sampai saat ini masih terjadi perdebatan dan perbedaan pandangan di
antara para etikawan tentang apakah etika bersifat absolute atau relatif. Para
penganut paham etika absolute dengan berbagai argumentasi yang masuk akal
meyakini bahwa ada prinsip-prinsip etika yang bersifat mutlak, berlaku universal
kapan pun dan dimanapun. Sementara itu, para penganut etika relatif dengan
berbagai argumentasi yang juga tampak masuk akal membantah hal ini.
2
kelompok tersebut, tetapi lebih disebabkan oleh ketidaksetujuan terhadap
harapan kelompok sial tersebut, atau karena kurang merasa wajib untuk
mematuhinya.
3. Perilaku di luar kesadaran moral (unmoral behavior)
Adalah perilaku yang menyimpang dari harapan kelompok sosial yang lebih
disebabkan oleh ketidakmampuan yang bersangkutan dalam memahami
harapan kelompok sosial.
4. Perkembangan moral (moral development)
Bergantung pada perkembangan intelektual seseorang. Perkembangan moral
ada hubungannya dengan tahap-tahap perkembangan intelektual ini.
Tabel 1.
Tahap-tahap Perkembangan Moral Anak Menurut Kohiberg
3
Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang
adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia dianggap baik atau
tidak baik. Sebagai ilmu etika belum semapan ilmu fisika atau ilmu ekonomi. Dalam
etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu
tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif
yang berlainan. Berikut ini diuraikan secara garis besar beberapa teori yang
berpengaruh.
Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan
egoisme, yaitu egoisme psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah
suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh
kepentingan berkutat diri (selfish). Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi
oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Yang membedakan tindakan berkutat
diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri (egoisme etis)
adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat diri ditandai dengan
ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan
mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.
Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata latin utilitis, kemudian menjadi kata inggris
utility yang berarti bermanfaat (Bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu tindakan
dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota
masyarakat, atau dengan istilah yang terkenal “the greatest happiness of the
greatest numbers”. Jadi, ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat,
konsekuansi, atau tujuan dari tindakan itu apakah member manfaat atau tidak.
Itulah sebabnya paham ini disebut juga paham teleologis. Teologis berasal dari
kata yunani telos yang berarti tujuan (Bertens, 2000).
Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada
siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang
kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut
kepentingan orang banyak (kepentingan bersama atau kepentingan masyarakat).
Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban
(Bertens, 2000). Paham ini dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804) dan
4
kembali mendapat dukungan dari filsuf abad ke-20, Anscombe dan suaminya,
Peter Geach (Rachels, 2004). Paham deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya
suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atas
akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi
pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan.
Suatu perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik, dan hasil
baik tidak pernah menjadi alasan untuk membenarkan suatu tindakan, melainkan
hanya karena kita wajib melaksanakan tindakan tersebut demi kewajiban itu
sendiri. Contohnya adalah kisah terkenal Robinhood yang merampok kekayaan
orang kaya dan hasilnya dibagikan kerakyat miskin. Tujuan tindakan Robinhood
sangat mulia, yaitu membantu orang miskin. Namun alasan membantu orang
miskin ini tidak serta-merta membenarkan tindakan merampok tersebut.
Teori Hak
Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila
perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan hak asasi manusia (HAM).
Namun sebagaimana dikatakan oleh Bertens (2000), teori hak merupakan suatu
aspek dari teori deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan
dengan kewajiban bagaikan satu keping mata uang logam yang sama dengan dua
sisi. Teori hak sebenarnya didasarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai
martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama.
Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas (Weiss, 2006), yaitu:
a. Hak hukum (legal right)
Adalah hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi hukum suatu negara,
dimana sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang-Undang Dasar
negara yang bersangkutan.
b. Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right)
Dihubungkan dengan pribadi manusia secara individu, atau dalam beberapa
kasus dihubungkan dengan kelompok bukan dengan masyarakat dalam arti
luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu sepanjang kepentingan
individu sepanjang kepentingan individu itu tidak melanggar hak-hak orang lain.
c. Hak kontraktual (contractual right)
Mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan atau kontrak bersama
dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak.
5
Teori keutamaan tidak menyatakan tindakan mana yang etis dan tindakan
mana yang tidak etis. Bila ini dinyatakan pada penganut paham egoisme, maka
jawabannya adalah suatu tindakan disebut etis bila mampu memenuhi kepentingan
individu (self-interest) dan suatu tindakan disebut tidak etis bila tidak mampu
memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan. Teori ini tidak lagi
mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-
sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Sebenarnya teori keutamaan
bukan merupakan teori yang berdiri sendiri dan terpisah dari teori etika tindakan
(deontologi, teleologi) karena sifat keutamaan bersumber dari tindakan yang
berulang-ulang.
6
terdiri atas bagian-bagian sehingga tidak dapat dianalisis. Berdasarkan penjelasan
ini, menurut Moore kata baik tidak dapat didefinisikan. Baik adalah baik, titik.
Setiap usaha untuk mendefinisikannya akan selalu menimbulkan kerancuan.
7
kehidupan didunia ini. Oleh karena itu, Jonas menekankan pentingnya dirancang
etika baru yang berfokus pada tanggung jawab. Intinya adalah kewajiban manusia
untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi kehidupan umat manusia di masa
depan.
8
Tabel 1.2
Teori Etika dan Hubungannya dengan Paradigma Hakikat Manusia dan
Kecerdasan
9
duniawi umat manusia dengan mengabaikan sama sekali aspek kesadaran
spiritual dalam diri manusia.
Ilmu etika ke depan hendaknya didasarkan atas paradigma manusia utuh, yaitu
suatu pola pikir yang mengutamakan integrasi dan keseimbangan pada:
a. Pertumbuhan PQ, IQ, EQ, dan SQ.
b. Kepentingan individu, kepentingan masyarakat, dan kepentingan Tuhan.
c. Keseimbangan tujuan lahiriah (duniawi) dengan tujuan rohaniah (spiritual).
Inti dari hakikat manusia utuh adalah keseimbangan, yang bisa diringkas sebagai
berikut:
a. Keseimbangan antara hak (teori hak) dan kewajiban (teori deontologi).
b. Keseimbangan tujuan duniawi (teori teleologi) dan rohani (teori teonom).
c. Keseimbangan antara kepentingan individu (teori egoisme) dan kepentingan
masyarakat (teori utilitarianisme).
d. Gabungan ketiga butir di atas akan menentukan karakter seseorang (teori
keutamaan).
e. Hidup adalah suatu proses evolusi kesadaran. Teori perkembangan moral
Kohlberg menjelaskan proses evolusi kesadaran ini.
BAB III
KESIMPULAN
Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang
adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia dianggap baik atau
tidak baik. Sebagai ilmu etika belum semapan ilmu fisika atau ilmu ekonomi. Dalam
etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu
tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif
yang berlainan. Perkembangan ilmu etika menjadi salah kaprah karena hanya
dilandasi oleh hakikat manusia tidak utuh suatu paradigm tentang hakikat manusia
yang hanya mengandalkan kekuatan spiritual, kekuatan tak terbatas, kekuatan
Tuhan dalam diri manusia tersebut.
10
Bagi manusia yang masih aktif dalam kegiatan sehari-hari baik itu dalam
membina rumah tangga, menjalankan kegiatan organisasi dan bisnis, atau masih
bekerja sebagai karyawan pada suatu perusahaan, pemerintah, dan organisasi
lainnya masih memerlukan pemenuhan tujuan hidup yang bersifat duniawi. Upaya
mengejar tujuan hidup yang bersifat duniawi tersebut jangan sampai melupakan
pengembangan kesadaran spiritual. Yang diperlukan pada tahap ini adalah
keseimbangan dalam pengembangan aspek fisik, mental, dan spiritual. Etika harus
dimaknai sebagai pedoman perilaku menuju peningkatan semua kecerdasan dan
kesadaran manusia secara utuh, yaitu pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan
fisik (PQ), kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan sosial (EQ), dan kecerdasan
spiritual (SQ).
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. 2014. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya Edisi Revisi. Jakarta Salemba Empat.
11