Anda di halaman 1dari 11

MANAJER PELAYANAN PASIEN

(CASE MANAGER)

Pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit pada era millennium ini haruslah dapat menjamin
tercapainya keselamatan pasien, karena tanpa keselamatan pasien tidak dapat dikatakan pelayanan
yang bermutu. Keselamatan pasien baru dapat dijamin atau diyakini tercapai apabila rumah sakit
merubah paradigma pelayanan lama yang hanya berorientasi pada penyakit dengan paradigma
pelayanan baru yaitu pelayanan berfokus pasien (Patient Centered Care).
Konsep Patient Centered Care (PCC) dilansir pertama kali oleh Harvey Picker pada tahun 1988 melalui
Picker Institute di Ingris.
Konsep ini mulai dikenal luas sejak tahun 2000 setelah IOM mensistimatiskan konsep PCC serta
menyebarluaskan keseluruh dunia.

Pelayanan rumah sakit yang menggunakan konsep PCC adalah pelayanan yang melaksanakan 4 konsep
dasar yaitu : Martabat dan Respek kepada pasien, Berbagi informasi dengan pasien, Partisipasi pasien
dalam pelayanan dan Kolaborasi / kerjasama.
Untuk tercapainya pelayanan berfokus pasien, asuhan yang diberikan kepada pasien haruslah asuhan
yang terintegrasi, dimana semua profesional pemberi asuhan berkolaborasi dalam menjalankan asuhan.
Rumah sakit menetapkan staf medis, keperawatan dan staf lain yang bertanggung jawab atas pelayanan
pasien, bekerja sama dalam menganalisis dan mengintegrasikan asesmen pasien.

Pasien mungkin menjalani banyak jenis pemeriksaan diluar dan didalam rumah sakit oleh berbagai unit
kerja dan berbagai pelayanan. Akibatnya, terdapat berbagai informasi, hasil tes dan data lain di rekam
medis pasien. Manfaatnya akan besar bagi pasien, apabila staf yang bertanggung jawab atas pasien
bekerja sama menganalisis temuan pada asesmen dan mengkombinasikan informasi dalam suatu
gambaran komprehensif dari kondisi pasien. Dari kerja sama ini, kebutuhan pasien di identifikasi,
ditetapkan urutan kepentingannya, dan dibuat keputusan pelayanan. Integrasi dari temuan ini akan
memfasilitasi koordinasi pemberian pelayanan.

Agar asuhan teritegrasi dapat terlaksana secara efektif, maka perlu kolaborasi yang intens diantara
professional pemberi asuhan pasien. Diperlukan suatu kompetensi khusus yang disebut dengan
kompetensi intra dan interprofesional kolaboratif.

Pelaksanaan PCC

Hal hal pokok yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan PCC yaitu :

1. Martabat dan Respek kepada pasien,


 Pemberi pelayanan kesehatan mendengarkan, menghormati dan menghargai pandangan
serta pilihan pasien & keluarga
 Pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien dan keluarga dimasukkan
dalam perencanaan dan pemberian pelayanan kesehatan

2. Berbagi informasi dengan pasien, yang artinya


 Pemberi pelayanan kesehatan mengkomunikasikan dan berbagi informasi secara lengkap
pasien & keluarga.
 Pasien & keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat
 Asesmen : metode, substansi / kebutuhan edukasi, konfirmasi
3. Partisipasi pasien dalam pelayanan
Pasien & keluarga didorong dan didukung utk berpartisipasi dlm asuhan dan
pengambilan keputusan / pilihan mereka

4. Kolaborasi / kerjasama.
Pimpinan pelayanankesehatan bekerjasama dgn pasien & keluarga dalampengembangan,
implementasi dan evaluasi kebijakan dan program

Peran Case Manajer dalam mengimplementasikan PCC

Manajer Pelayanan Pasien (Case Manager) adalah profesional dalam RS yang bekerja secara kolaboratif
dengan PPA, memastikan bahwa pasien dirawat serta ditransisikan ke tingkat asuhan yang tepat, dalam
perencanaan asuhan yang efektif dan menerima pengobatan yang ditentukan, serta didukung pelayanan
dan perencanaan yang dibutuhkan selama maupun sesudah perawatan RS.

Untuk mempertahankan kontinuitas pelayanan selama pasien tinggal di rumah sakit, staf yang
bertanggungjawab secara umum terhadap koordinasi dan kesinambungan pelayanan pasien atau pada
fase pelayanan tertentu teridentifikasi dengan jelas. Staf yang dimaksud adalah Manajer Pelayanan
Pasien (case manager) yang dapat seorang dokter atau tenaga keperawatan yang kompeten. Nama
staf (manajer pelayanan pasien) ini tercantum didalam rekam medis pasien atau dengan cara lain
dikenalkan kepada semua staf rumah sakit, serta sangat diperlukan apalagi bagi pasien-pasien tertentu
yang kompleks dan pasien lain yang ditentukan rumah sakit.
Manajer Pelayanan Pasien perlu bekerjasama dan berkomunikasi dengan pemberi pelayanan kesehatan
yang lain.

Fungsi Manajer Pelayanan Pasien diuraikan secara rinci dalam Panduan Pelaksanaan Manajer
Pelayanan Pasien (MPP)
Case Manager
(Manajer Pelayanan Pasien)

Pendahuluan

Berbicara mengenai pelayanan di rumah sakit, tidak bisa lepas dari berbagai
bagian di Rumah Sakit yang saling berhubungan antara lain :
Admission , Gawat Darurat,Rawat Jalan,Rawat Inap,Kamar Bedah
,Keperawatan,Dokter,
Keuangan,Laboratorium,Radiologi
,Farmasi,Gizi,Linen,Kebersihan,Keamanan,Kantin parkir.

Saat ini pasien semakin menyadari hak-haknya ,hubungan dengan dokter


dan pasien
merupakan pelayanansecara utuh dengan interaksi personal bukan melulu
pengobatan.

Paradigma yang berkembang adalah Customer Focus,Dokter di Rumah Sakit


bekerja sebagai satu tim dengan pasien .
Pasien dan keluarga membutuhkan informasi dan berharap dapat
berkonsultasi dengan dokter sewaktu waktu.
Dengan perubahan sikap pasien ini maka mutu layanan RS perlu
ditingkatkan dan kepuasan pasien perlu diutamakan.

Mutu Pelayanan Rumah Sakit .

Untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit maka diperlukan


perubahan carapandang pihak manajemen dan klinisi.

Pelayanan difokuskan kepada pelanggan dengan meningkatkan mutu


produk,servis dan informasi

Dalam upaya peningkatan mutu maka harus melakukan perbaikan system


yang ada.
Dibutuhkan juga kemitraan dengan pelanggan dan karyawan.
Diperlukan upaya untuk mengurangi waste yaitu mengurangi pemborosan
baik resources maupun sumberdaya manusia dengan meningkatkan alur
kerja dan mengoptimalkan stok /persediaan /resources.
Lingkungan kerja pun harus diubah. Rumah Sakit perlu memperbaiki
mekanisme untuk mengenal pelanggan maupun keinginan dan kebutuhan
pelanggan.

Pengembangan manajemen waktu,pengurangan variasi proses juga perlu


dilakukan untuk mengurangi error dan memperbaiki produk dan pelayana
sesuai kebutuhan dan harapan pelanggan.
Peningkatan mutu Pelayanan Rumah Sakit memerlukan :

1. Sumber daya yang professional


2. Kontrol terapi Rasional
3. Pemeriksaan Penunjang secara tepat
4. Tinggalkan Paradigma lama /dalam Rumah Sakit perlua ada
kerjasama,komunikasi dan koordinasi antar bagian.
Prinsip Prinsip Case Management

1. Communication (komunikasi)
2. Control How treatment is progressing (kontrol)
3. Cost effectiveness (efektifitas biaya)

Tugas Case Manager

1. Memonitor permasalahan yang p[otensial terjadi


2. Mengevaluasi permasalahan dan mengusulkan solusi.
3. Mengkomunikasikan solusi dan alternative pemecahan masalah
pelayanan.
4. Melakukan tidakan emergensi bila diperlukan
5. Mengkoordinir pelaksnaan program
6. Penghubung pasien/keluarga dengan dokter utama atau bidang lain di
Rumah Sakit
7. Penghubung antar dokter spesialis
8. Pertolongan gawat darurat
9. Pelayanan kepada pasien sesuai standar
10. Meningkatkan kepuasan pasien
11. Mengkoordinasikan pemberian pelayanan berkualitas
12. Mengkomunikasikan ,memonitor dan mengevaluasi pelayanan
pasien sejak masuk sampai keluar dari rumah Sakit.

Tanggungjawab Case Manager :


Bertanggungjawab atas pelaksanaan program pemeriksaan penunjang dan
pelaksanaan
terapi yang telah ditentukan agar pelayanan kepada ppasien diberikan
dengan baik dan
sesuai standar sehingga kepuasan pasien meningkat.

Wewenang Case Manager


Mempunyai wewenang untuk :
1. Menghubungi dokter penanggungjawab pelayanan
2. Menjadwalkan pertemuan dokter dan bidang lain di rumah sakit
3. Memberikan KIE tentang hal hal umum yang berkaitan dengan kondisi
pasien dan bisa masuk kesetiap GT
4. Dapat melakukan tindakan emergensi demi kepuasan pasien.
5. Melakukan Komuniksai pelayanan setiap saat kepada petugas dan GT
6. Melakukan komunikasi setiap saat dengan direksi RS

Karakter Case Manager


Memiliki karakter :
1. Komunikatif
2. Sabar
3. Ramah
4. Dapat bekerjasama
5. Memiliki jiwa pemimpin
6. Managerial skill
7. Berwawasan luas
8. Memahami visi dan misi Rumah Sakit
9. Customer Oriented
10. Minimal dokter atau perawat senior.
11. Mampu berkomunikasi dan diterima baik oleh pasien.
12. Pengalaman minimal 5 tahun di pelayanan.
13. Memahami system pelayanan
14. Memahami marketing Rumah Sakit

Keuntungan Case Manager

1. Sebagai perpanjangan DPJP


2. Memiliki kemudahan untuk berkonsultasi
3. Mengurangi keluhan
4. Alih Pengetahuan,keterampilan dan supervise
5. Pemantauan pelyanan sejak pasien masuk sampai dengan keluar dari
rumah sakit

10 Standar untuk meningkatkan kualitan pelayanan klinis.

1. Pelayanan berbasis hubungan penyembuhan (pasien dan klinisian)


yang harmonis
2. Penyesuaian penyesuaian berbasis kebutuhan tata nilai pasien
3. Pasien adalah sumber pengendali
4. Tukar menukar pengetahuan dan arus informasi yang bebas
5. Keputusan berbasis evidens
6. Keamanan terintegrasi dalam system pelayanan
7. Keterbukaan
8. Kebutuhan pelanggan diantisipasi
9. Mengatasi pemborosan ,pengendalian biaya
10. Kerjasama antar klinisian.

Kesimpulan :

Case Manager
 Merupakan salahsatu solusi dalam mengantisipasi error di rumah sakit
khusunya di Rumah sakit swasta. ( 1 dokter spesialis dapat praktek di
4-5 RS )
 Mindset focus kepada pelanggan
 Mengubah penampilan,sikap,perilaku,citra individu pemberi pelayanan
 Pengembangankepribadian,tatabusana,perbaikan penampilan
fisik,komunikasi,
perilaku asertif.
 Adanya mekanisme untuk mengelola pengalaman pasien
 Perubahan pada system mikro pelyanan dalam organisasi
 Perubahan pada system organisasi
 Perubahan pada lingkungan organisasi melalui informasi,sosialisasi
advokasi,negosiasi.

( Ns.Martha Sinaga.SKep)

Case manager: profesi baru di rumah sakit indonesia

1. 1. RAD Journal 2013:11:008 Case Manager: Profesi Baru di Rumah Sakit


Indonesia Robertus Arian Datusanantyo* Rumah sakit yang
sedang berproses untuk menyiapkan akreditasi dengan sistem
standarisasi versi tahun 2012 mengenal prinsip koordinasi pelayanan
yang diterjemahkan dalam peran case manager. Istilah ini memang
belum terlalu dikenal di Indonesia, walaupun sepuluh tahun
terakhir ini sudah beberapa kali diperbincangkan dalam berbagai
forum manajemen rumah sakit di Indonesia. Case manager
adalah pelaku proses case management. Rasanya baik bila kita
mencari istilah bahasa Indonesia saja, jadi pengelola kasus
(case manager) adalah pelaku proses pengelolaan kasus (case
management). Telusur referensi membuahkan dua definisi
pengelolaan kasus. Keduanya bersumber dari dua organisasi
berbeda di Amerika Serikat. Definisi pengelolaan kasus menurut
American Case Management Association (AMCA) berbunyi sebagai
berikut. Pengelolaan kasus di rumah sakit dan sistem pelayanan
kesehatan adalah model praktek kolaboratif yang mencakup pasien,
perawat, pekerja sosial, dokter, tenaga kesehatan lain, pemberi
pelayanan, dan komunitas. Pengelolaan kasus ini mencakup
komunikasi dan memfasilitasi pelayanan menjadi satu kontinuum
melalui koordinasi sumber daya yang efektif. Tujuan pengelolaan
kasus mencakup pencapaian kesehatan yang optimal, akses ke
pelayanan kesehatan, dan utilisasi sumber daya yang tepat, seimbang
dengan hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri (ACMA 2013).
Sementara itu, ada definisi yang hampir mirip dengan definisi
di atas. Definisi yang kedua ini diambil dari Case Management
Society of America (CMSA). Definisi pengelolaan kasus menurut
CMSA adalah sebagai berikut. Pengelolaan kasus adalah proses
kolaboratif yang mencakup kajian, perencanaan, fasilitasi,
koordinasi pelayanan, evaluasi, dan advokasi terhadap pilihan-‐
pilihan dan pelayanan-‐pelayanan untuk mencapai kebutuhan
kesehatan yang komprehensif pada individu maupun keluarga
melalui komunikasi dan sumber daya yang tersedia untuk
mencapai luaran yang berkualitas dan efektif biaya (Whitaker 2010).
Kedua definisi membawa kita pada kesimpulan bahwa proses
pengelolaan kasus adalah suatu proses koordinasi pelayanan
kolaboratif untuk mempergunakan sumber daya yang tersedia dengan
efektif dan efisien guna mencapai tingkat kesehatan yang
optimal lewat komunikasi, penggunaan sumber daya, dan akses
ke pelayanan kesehatan dengan memperhatikan hak pasien dalam
menentukan nasibnya sendiri. Di dalam rumah sakit,
pengelolaan kasus ini telah mulai diperkenalkan pada program
pemberantasan penyakit menular seperti pada HIV/AIDS dan
tuberkulosis. Berbagai rumah sakit yang mengelola penyakit
kronis maupun keganasan juga telah memperkenalkan konsep ini
lewat integrasi dengan berbagai komunitas penyakit sejenis untuk
memberikan daya dukung bagi pasien. Komunitas ini misalnya
komunitas penderita kanker pada anak, komunitas lupus, berbagai
klub diabetes mellitu, komunitas stroke, dan lain-‐lain. Sebagian
besar contoh yang disebutkan di atas melibatkan pelayanan di
rawat jalan dan sebagian rawat inap. Penekanan peran lebih
pada koordinasi antar pelayanan kesehatan dan komunitas. Dalam
lingkup rumah sakit dewasa ini, peran pengelola kasus
diarahkan sebagai kepanjangan tangan manajemen rumah sakit
untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai kebutuhan
pasien dengan memperhatikan prinsip kolaborasi dan kendali biaya.
Pengelola kasus dapat saja seorang perawat senior, atau dokter,
atau profesi lain. Dengan pola pendidikan dan budaya yang
berkembang di sistem kesehatan di Indonesia, rasanya agak
mustahil bila pengelola kasus ini berasal dari latar belakang
non perawat atau non dokter. Profesi lain akan sulit
berkomunikasi dengan tenaga kesehatan di dalam rumah sakit.
Pengelola kasus juga bukan Case Manager: Profesi Baru di Rumah
Sakit Indonesia, Robertus Arian Datusanantyo | 1
2. 2. RAD Journal 2013:11:008 merupakan pemberi pelayanan langsung
namun mengetahui dan menguasi proses pelayanan pada pasien
dan dapat menjadi orang terdekat pasien selama perawatan di
rumah sakit. Lebih lanjut ACMA menjelaskan bahwa dalam
melaksanakan tugasnya, pengelola kasus mempunyai lima kategori
dalam ruang lingkup pelayanannya, meliputi pendidikan, koordinasi
pelayanan, kepatuhan, pengelolaan transisi, dan pengelolaan
utilisasi. Sementara itu, standar pelayanan pengelola kasus
menurut ACMA adalah akuntabilitas, profesionalisme, kolaborasi,
koordinasi pelayanan, advokasi, pengelolaan sumber daya, dan
sertifikasi. Sementara itu, CMSA menyarankan adanya delapan
langkah dalam proses pengelolaan kasus, yaitu: 1) identifikasi dan
seleksi klien; 2) kajian dan identifikasi masalah / kesempatan;
3) pengembangan rencana pengelolaan kasus; 4) implementasi dan
koordinasi aktivitas pelayanan; 5) evaluasi rencana pengeloaan
kasus dan tindak lanjut; dan 6) pemutusan proses pengeloaan
kasus. CMSA meneruskan dengan adanya lima belas standar
praktek pengelola kasus. Pertanyaan yang relevan diajukan di
Indonesia adalah: apakah pengelolaan kasus oleh pengelola kasus
ini benar dapat meningkatkan mutu pelayanan dan berkontribusi
pada pendapatan rumah sakit? Jawabannya belum bisa
disimpulkan pada saat ini, karena konsep pelayanan pengelolaan
kasus ini belum dilakukan di sebagian besar rumah sakit di
Indonesia. Beberapa rumah sakit pendidikan dan rumah sakit besar
yang melakukannya, itupun terbatas pada kriteria tertentu yang
masih sangat khusus, misalnya pasien Jamkesmas, pasien kanker,
dan pasien dengan kasus high risk, high cost, dan problem prone.
Beberapa studi pustaka memberikan variasi hasil pada penerapan
pengelolaan kasus di rumah sakit. Sebagai contoh, penelitian Chen
et al. (2013) di Taiwan menyimpulkan bahwa ada keuntungan
melakukan pengeloaan kasus oleh perawat dibandingkan pemberian
pelayanan reguler seperti biasa pada pasien kanker. Penelitian ini
mengambil secara acak 600 pasien kanker yang dimasukkan ke
dalam program pengeloaan kasus, dibandingkan dengan 600
pasien kanker lain dari register rawat inap yang ditata laksana
dengan pelayanan reguler. Penelitian ini mengukur hanya
efektivitas pelayanan termasuk tingkat pasien yang melanjutkan
pengobatan, tidak patuh pada pengobatan, perawatan inap yang
panjang, readmisi tanpa rencana, dan admisi terencana untuk
pengobatan aktif. Penelitian ini tidak mengukur keberhasilan
pengelolaan kasus dari sisi luaran paska pelayanan. Pada penelitian
ini, proses pengeloaan kasus direduksi hanya pada faktor efektivitas
saja. Sebuah systematic review yang dilakukan di Eropa
beberapa tahun sebelumnya memberikan hasil yang berbeda.
Wulff et al. (2008) melakukan systematic review terhadap tujuh
penelitian berbasis pengelolaan kasus pada pasien-‐pasien kanker
dan gagal menemukan manfaat pengelolaan kasus. Target
populasi yang sangat heterogen dan metodologi penelitian yang
sangat beragam dianggap sebagai kontributor gagalnya
pengambilan kesimpulan manfaat pengelolaan kasus pada pasien-‐
pasien kanker. Tahun 2012 yang baru saja lewat, diwarnai
dengan sebuah penelitian kualitatif yang menarik mengenai
bagaimana pengaruh pengelolaan kasus pada populasi tunawisma
yang menderita penyakit kronis. Penelitian ini dilakukan oleh Davis
et al. (2012) dengan cara melakukan wawancara mendalam
terhadap 14 orang di Amerika Serikat. Kesimpulan dari penelitian
ini cukup mencengangkan, karena ditulis dengan memanfaatkan
situasi emosional tunawisma yang bersyukur karena ada orang
yang peduli pada mereka. Para subjek yang diwawancarai
mengatakan dengan mantap bahwa keberadaan pengelola kasus
yang mengelola penyakit kronis mereka dan melakukan
pendampingan yang menyeluruh sungguh meningkatkan derajat
kesehatan mereka. Menarik untuk mendalami penelitian kualitatif
Davis et al. (2012) tersebut. Para tunawisma yang menjadi
subjek penelitian mengawali dengan menggambarkan keterasingan
sebelum mereka bertemu dengan para pengelola kasus. Keterasingan
atau isolasi ini ternyata bagi mereka membawa konsekuensi tingkat
kesehatan yang lebih rendah. Kesendirian, mereka asosiasikan
dengan rasa nyeri, tekanan darah yang naik, dan keluhan-‐keluhan
lain. Dua hal penting yang bisa dipelajari dari penelitian ini
adalah keterikatan hubungan interpersonal yang erat antara
pasien dan pengelola kasus dan bagaimana pengelola kasus
dapat memfasilitasi peserta kepada pelayanan sosial dan pelayanan
medis. Ada manfaat menarik yang disampaikan para subjek
mengenai bagaimana proses mereka mengakses pelayanan
kesehatan menjadi jauh lebih mudah dan tidak berbelit-‐belit ketika
mereka mempunyai pengelola kasus. Case Manager: Profesi Baru di
Rumah Sakit Indonesia, Robertus Arian Datusanantyo | 2
3. 3. RAD Journal 2013:11:008 Dalam perspektif rumah sakit di Indonesia
yang bersiap untuk menghadapi era sistem jaminan sosial nasional,
peran pengelola kasus ini menjadi penting. Sistem rujukan berjenjang
dan sistem rujukan balik mudah dipahami di kalangan pemberi
layanan kesehatan, namun sulit diterima para penerima layanan
kesehatan. Rujukan berjenjang dikeluhan sebagai penyulit dalam
mengakses pelayanan medis spesialistik. Peran pengelola kasus
dapat mulai diimplementasikan di sini sehingga pasien setelah
rawat inap dapat lebih mudah mengakses pelayanan kesehatan
dalam level yang tepat. Fungsi inilah yang oleh ACMA digambarkan
sebagai pengelolaan transisi dan utilisasi. Pengelolaan transisi
sebenarnya dimulai ketika pasien berada dalam fase post akut.
Dalam tahap ini, pengelola kasus mulai dapat berkontribusi untuk
penempatan pasien sesuai dengan level kebutuhan mereka. Setelah
itu, ketika pasien dapat keluar dari rawat inap, pengelola kasus
dapat berkomunikasi dengan komunitas dan masyarakat termasuk
keluarga pasien mengenai hal-‐hal penting terkait kebutuhan
kesehatan pasien. Koordinasi saat transisi ini juga dilengkapi dengan
tindak lanjut, bahkan bila nanti pasien membutuhkan readmisi
(ACMA 2013). Pengelolaan utilisasi menjadi pekerjaan yang lebih
teknis dan administratif bagi pengelola kasus. Pengelolaan ini
nantinya akan mencakup bagaimana pasien dapat mengakses
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya, namun
juga memastikan bahwa pihak ketiga yang menanggung
pembiayaan mengerti kebutuhan ini dan memberikan pembiayaan
yang perlu. Semua hal ini akan menjadi tanggung jawab
pengelola kasus, termasuk ketika pihak pembayar tidak dapat
melaksanakan fungsinya dan terpaksa memakai sistem lain untuk
pembiayaan pasien tersebut. Dengan berbagai fungsi ini, jelaslah
bahwa pengelolaan kasus di rumah sakit dapat berkontribusi
pada efektivitas dan efisiensi pelayanan. Dalam tugas dan
wewenangnya, dapat pula ditambahkan peran sebagai penjaga
mutu dan sebagai pengawas utilisasi layanan kesehatan.
Tantangan yang dihadapi antara lain sertifikasi dan pendidikan
berkala. Berbeda dengan profesi lain yang telah mempunyai
asosiasi profesi, pengelola kasus sampai saat ini belum
mempunyai organisasi profesi sehingga belum ada kesepakatan
mengenai pendidikan dan sertifikasinya. Daftar Pustaka ACMA,
2013. Standards of Practice & Scope of Services for Health Care
Delivery System Case Management and Transitions of Care (TOC)
Professionals, Little Rock, AR: American Case Management
Association. Chen, Y.-‐C. et al., 2013. Effectiveness of nurse case
management compared with usual care in cancer patients at a
single medical center in Taiwan: a quasi-‐experimental study. BMC
health services research, 13(1), p.202. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3673875&tool=pmcentrez&rendertype=ab stract [Accessed
November 1, 2013]. Davis, E., Tamayo, A. & Fernandez, A., 2012.
“Because somebody cared about me. That’s how it changed things”:
homeless, chronically ill patients’ perspectives on case management.
PloS one, 7(9), p.e45980. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3461032&tool=pmcentrez&rendertype=ab stract [Accessed
November 1, 2013]. Whitaker, C.E., 2010. Standards of Practice for
Case Management, Little Rock, AR: Case Management Society of
America. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21986967.
Wulff, C.N. et al., 2008. Case management used to optimize cancer
care pathways: a systematic review. BMC health services research,
8, p.227. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=2596122&tool=pmcentrez&rendertype=ab stract [Accessed
November 1, 2013]. (*) Keterangan Penulis: penulis adalah
dokter purna waktu di RS Panti Rapih di mana penulis
dipercaya menjadi wakil ketua panitia akreditasi versi baru tahun
2012 dan sebagai kepala IGD. Penulis juga adalah mahasiswa
paska sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan peminatan
Magister Manajemen Rumah Sakit. Case Manager: Profesi Baru di
Rumah Sakit Indonesia, Robertus Arian Datusanantyo | 3

Anda mungkin juga menyukai