Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

PNEUMOPERITONEUM DENGAN ILEUS OBSTRUKSI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Radiologi RSUD Tjitrowardojo

Disusun oleh :
Dwi Sari Ningsih
20184010154

Pembimbing :
dr. Yulius Setyowibowo Sp Rad

SMF ILMU RADIOLOGI

RSUD TJITROWARDOJO PURWOREJO


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

PNEUMOPERITONEUM DENGAN ILEUS OBSTRUKSI

Telah disetujui pada tanggal Maret 2019

Oleh :

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Radiologi

dr. Yulius Setyowibowo Sp.Rad


BAB I

LAPORAN KASUS

Nama : Ny. M

Usia : 79 Tahun

Alamat : Baledono 02/10 Purworejo

Status : Sudah Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

ANAMNESIS

Keluhan utama :

Pasien mengeluh nyeri perut, dan susah BAB.

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD dr. Tjitrowardojo dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari
yang lalu. BAB tidak bisa sejak 2 hari yang lalu, BAK tidak lancar, mual (+), muntah (+).

Riwayat penyakit dahulu :

Rheumatoid Arthritis

Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa, Hipertensi (-), DM (-)

ANAMNESIS SISTEM

a. Sistem saraf pusat : pusing (-), nyeri kepala (-)


b. Sistem integumentum : tidak ada keluhan
c. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
d. Sistem gastro intestinal : mual (+) muntah (+) nyeri perut (+), susah BAB
e. Sistem urinaria : BAK tidak lancar
f. Sistem respiratori : sesak napas (-), batuk (-)
g. Sistem kardiovaskular : berdebar (+)
PRIMARY SURVEY

a. Airway : tidak ada sumbatan jalan napas


b. Breathing : RR : 20 x/menit, tidak menggunakan otot bantu nafas,
pernapasan cuping hidung(-)
c. Circulation : tidak terdapat tanda shock, TD : 110/70 mmHg, nadi : 80
x/menit

PEMERIKSAAN FISIK

a. Kesan umum : Lemah


b. Kesadaran : compos mentis E3 V5 M6
c. Vital Sign : Tekanan darah 110/70 mmHg
RR 20x/menit
Nadi 80x / menit
Suhu 37 C

d. Pemeriksaan kepala
Mata : Pupil isokor 3mm/3mm, Sklera ikterik (-/-), CA (-/-)
Telinga : secret (-), perdarahan (-)
Hidung : secret (-), epistaksis (-), massa (-)

e. Pemeriksaan leher
Kalenjar tiroid : tidak ditemukan perbesaran
Kalenjar limfonodi : tidak ditemukan perbesaran
Trachea : tidak ditemukan kelainan

f. Pemeriksaan thorax
Inspeksi : jejas (-), simetris, tak ada ketertinggalan gerak, deformitas (-)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

g. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : distensi (+), jejas (-), benjolan (-), darm steifung, dram kontur
Auskultasi : BU (+) menurun, metalic sound (-)
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (+), supel

Pemeriksaan status lokalis urologi :


Regio Suprapubic :
-Inspeksi : tak tampak massa, bulging (-)
-Palpasi : tak teraba massa, nyeri tekan (-)
Regio Genitalia Eksterna
-Inspeksi : tak tampak kelainan, OUE dbn
-Palpasi : nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Ektermitas:
Edema (-), CRT <2 detik
Rectal Toucher:
- TMSA mencengkeram baik
- Ampula colaps
- Mukosa kasar
- Tidak teraba massa, prostat ukuran normal
- Nyeri (-)
- darah (-) feses (-)

Diagnosis sementara

 Colic Abdomen

Diagnos kerja

 Ileus Obstruksi
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan


HB 11,2 L gr/dL 11,7 – 15,5
AL (Angka 21,8 H Ribu/ul 3,6 – 11,0
Leukosit)
AE (Angka Eritrosit) 4,0 Juta/ul 4,40 – 5,90
AT (Angka 529 H Ribu/ul 150 – 450
Trombosit)
HMT (Hematokrit) 35 % 40 – 52
MCV 86 80 – 100
MCH 28 26 – 34
MCHC 32 32 – 36
DIFFERENTIAL COUNT
Neutrofil 94.40 H % 50 – 70
Limfosit 3.50 L % 25 – 40
Monosit 1,90 L % 2–8
Eosinofil 0.20 L % 2, 00 – 4,00
HbsAg Negatif Negatif

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Abdomen 3 posisi

Foto abdomen 3 posisi, kondisi cukup

Hasil pemeriksaan

- Preperitoneal fat line tegas


- Tak tampak distensi sistema usus
- Tampak lusensi densitas udara subdiafragma maupun di tempat tertinggi pada posisi
LLD
- Psoas line dan renal outline bilateral samar
- Tak tampak lesi opaq di proyeksi traktus urinarius
- Tak tampak opasitas amorf di proyeksi soft tissue regio glutealis dektra

Kesan :

- Pneumoperitoneum
- Tak tampak tanda bowel obstruction
- Kalsifikasi soft tisue regio glutealis dektra

Thorak
Foto thorak PA view, simetris, inspirasi dan kondisi cukup
Hasil pemeriksaan
- Tampak perselubungan inhomogen batas tak tegas paracardial dextra
- Corakan bronchovasculer pulmo sinistra kasar
- Kedua diafragma licin
- Kedua sinus costofrenikus lancip
- Cor CTR > 0,50
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak

Kesan :

- Suspek segmental pneumonia di basal pulmo dextra


- Cardiomegali
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pneumoperitoneum
1. Definisi pneumoperitoneum
Pneumoperitoneum adalah adanya udara bebas dalam ruang peritoneum yang
biasanya terkait dengan perforasi dari usus kecil. Namun, setiap viskus berlubang dapat
menyebabkan terjadinya pneumoperitoneum. Penyebab paling umum dari
pneumoperitoneum adalah perforasi saluran pencernaan yaitu lebih dari 90%. Perforasi
dari lambung atau duodenum yang disebabkan oleh ulkus peptikum dianggap penyebab
paling umum dari pneumoperitoneum. Pneumoperitoneum juga dapat diakibatkan
karena pecahnya divertikular atau trauma abdomen. Ini biasanya muncul dengan tanda-
tanda dan gejala peritonitis, dan adanya gas subphrenic dalam radiograf dada tegak
adalah temuan radiologis yang paling umum. Dalam kebanyakan kasus,
pneumoperitoneum memerlukan eksplorasi bedah mendesak dan intervensi dengan
segera.

Gambaran radiologi dari pneumoperitoneum penting karena terkadang jumlah


Udara bebas dalam rongga peritoneal yang sedikit sering terlewatkan dan bisa
menyebabkan kematian.

2. Antomi peritoneum

Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara
kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah
abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling
mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:


1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis
(tunika serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina
parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale mendekati
peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan.
Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat
penggantung lagi, dan sekarang terletak disebelah dorsal peritonium sehingga disebut
retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak di
dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietale.

3. Etiologi Pneumoperitoneum
Penyebab pneumoperitoneum yang sering adalah adanya gangguan pada
dinding viskus berongga. Penyebab pneumoperitoneum pada anak-anak berbeda
dengan orang dewasa.
Penyebab Pneumoperitoneum diantaranya yaitu :
- Perforasi viskus berongga
1. Peptic ulcer disease
2. Iskemik usus
3. Obstruksi usus
4. NEC
5. Appendisitis
6. Divertikulitis
7. Malignasi
8. Inflamatory bowel disease
9. Perforasi mekanik (trauma, colonoscopy, benda asing, iatrogenik)
- Udara bebas intraperitoneal post operativ
- Dialisis peritoneal
- “aspirasi” vagina
- Ventilasi mekanik
- Pneumomediastinum
- Pneumothoraks
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tergantung pada penyebab pneumoperitoneum. Penyebab yang
ringan biasanya gejalanya asimtomatik, tetapi pasien mungkin mengalami nyeri perut
samar akibat perforasi viskus perut, tergantung pada perkembangan selanjutnya bisa berupa
peritonitis. Tanda dan gejala berbagai penyebab perforasi peritoneum mungkin seperti kaku
perut, tidak ada bising usus, nyeri epigastrium atau jatuh pada kondisi shock yang parah.
5. Pencitraan
Gambaran Foto Polos Radiologis
Teknik radiografi yang optimal penting pada kecurigaan perforasi abdomen,
paling tidak diambil 2 foto, meliputi foto abdomen posisi supine dan foto thorax posisi
erect atau left lateral decubitus (LLD). Udara bebas walawpun dalam jumlah yang
sedikit dapat dideteksi pada foto polos. Pasien tetep berada pada posisi tersebut selama
5-10 menit sebelum foto di ambil.

Erec CXR-PA lateral Erect AXR Left Lateral Decubitus AXR

RIGHT Lateral Decubitus Supine AXR

Sumber gambar dari http://www.wikiradiography.com


Pada foto polos abdomen atau foto thorak posisi erect, terdapat gambaran udara
(radiolusen) berupa daerah berbentuk sabit ( Semilunar Shadow ) diantara diafragma
kanan dan hepar atau diafragma kiri dan lien. Juga bisa tampak area lusen bentuk oval
( perihepatik) dianterior hepar. Pada posisi lateral decubitus kiri, didapatkan radiolusen
antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan peritoneum. Pada posisi lateral
decubituss kanan, tampak Triangular sign seperti segitiga yang kecil-kecil dan
berjumlah banyak karena pada posisi miring udara dan dinding abdomen lateral. Pada
proyeksi abdomen supine, berbagai gambaran radiologi dapat terlihat yang meliputi
falciform ligament sign dan rigler’s sign.
CT-Scan
Ct- scan merupakan pemeriksaan standar untuk mendeteksi pneumoperitoneum
dikarenakan lebih sensitif dibandingkan foto polos abdomen, tetapi Ct-Scan tidak selalu
dibutuhkan jika dicurigai pneumoperitoneum karena lebih mahal dan memiliki efek
radiasi yang besar. Ct-scan bergunak untuk mengindentifikasi udara intraluminal
meskipun terdapat dalam jumlah yang minimal, terutama ketika temuan foto polos
abdomen tidak spesifik. Ct-Scan tidak terlalu dipengaruhi oleh posisi pasien pada
pemeriksaan dan teknik yang digunakan.
Usg
Pada pencitraan USG, pneumoperitoneum tampak sebagi daerah linier
peningkatan ekogenisitas dengan artifak reverberasi atau distal rig down. Pengumpulan
udara terlokalisir akibat perforasi usus dapat dideteksi, terutama jika berdekatan dengan
abnormalitas lainya, seperti penebalan dinding usus. Dibandigkan dengan foto polos
abdomen, ultasonografi memiliki keuntungan dalam mendeteksi kelaian lain, seperti
cairan bebass intraabdomen dan massa inflamasi.
6. Penatalaksanaan
Prinsip tatalaksana dan prognosis tergantung dari penyebab utamanya. Ketika
seorang pasien memiliki pneumoperitoneum, langkah pertama dalam pengobatan adalah
mencari tahu mengapa, dalam rangka untuk mengembangkan pendekatan pengobatan yang
tepat. Ini mungkin membutuhkan tes diagnostik tambahan bersama dengan wawancara
pasien. Dalam beberapa kasus, pengobatan konservatif adalah program yang paling masuk
akal, dengan dokter menunggu dan melihat pendekatan untuk melihat apakah tubuh pasien
mampu menghilangkan gas sendiri. Jika pneumoperitoneum adalah komplikasi dari infeksi,
maka operasi untuk memperbaiki masalah ini diperlukan secepat mungkin. Perforasi dan
infeksi dengan cepat dapat menyebabkan kematian dengan segera.
B. ileus Obstruksi

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena


adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan
pasase lumen usus terganggu (Ullah et al., 2009). Obstruksi intestinal secara umum
didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju
ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau
nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus halus (Thompson, 2005).

B. Etiologi

Ileus obstruksi sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan


pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati
lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari
lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen
(obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau
konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu
pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruksi, ternyata dijumpai lebih dari
satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi.
Penyebab terjadinya ileus obstruksi beragam jumlahnya berdasarkan umur dan
tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama dari
terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan operasi
laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan
kasus ginekologi harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80 %
penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10 % obstruksi yang
disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan penyebab tersering dari ileus obstruksi
yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan intususepsi merupakan 30 % kasus komplikasi
dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif ini terjadi pada
orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma gaster
menyebabkan obstruksi lebih sering daripada tumor primer di intestinal. Malignansi,
divertikel, dan volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon,
dengan karsinoma kolorektal.

C. Patofisiologi
1. Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan
pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan menuju ke
intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian
distal dan kolon. Ileus obstruksi terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal
daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal
proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah distal dari
obstruksi.
2. Strangulasi
Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi dari
intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa mesenteric
atau sebagai akibat perubahan lokal pada dinding intestinal. Komplikasi ini sering
berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan oleh hernia dan volvulus. Obstruksi
strangulasi pada kolon paling sering disebabkan oleh volvulus.
3. Obstruksi Gelung Tertutup
Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang
paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium.
Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed
loop obstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen
obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya
menurun. Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini ialah
meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung tertutup
terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu bahkan sebelum
gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.
4. Obstruksi Parsial Intestinal
Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan
penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya
strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding
intestinal akibat hipertrofi otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan
kelompok kontraksi merupakan karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris
ini dan kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan
terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.
E. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruksi dibedakan menjadi tiga kelompok


(Yates, 2004) :

a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.

b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.

c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Ileus obstruksi dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005) :

1. Ileus obstruksi sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya


pembuluh darah.
2. Ileus obstruksi strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.
3. Ileus obstruksi jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu
gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruksi dibagi dua
(Ullah et al., 2009):

1. Ileus obstruksi usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,
jejunum dan ileum
2. Ileus obstruksi usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon, sigmoid
dan rectum.

F. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruksi :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruksi tersebut bervariasi tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari obstruksi
parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang berhubungan dengan
hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang
terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik
menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita
harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark. (Whang et al., 2005)

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi
bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil
laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan
abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.

G. Diagnosis

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas
pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan
bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari :
1. Anamnesis

Pada anamnesis ileus obstruksi usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya
atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruksi usus halus
kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik
dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna
kehijaun dan pada ileus obstruksi usus besar onset muntah lama.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan


turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang
kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus)
maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat
penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada
ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.

Gambar 2.5 Gerakan Peristaltik Usus (Sumber : Faradilla, 2009)


b. Palpasi dan perkusi

Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang menandakan
adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun
atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal.

c. Auskultasi

Pada ileus obstruksi pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing


logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruktif strangulata.

3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi intestinal
terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan serum
amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada
hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis
obsruksi intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat
mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.

H. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)


1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut
A. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami


obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasu biassanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan
oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus dirawat dirumah sakit. (Evers,
2004)

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.

1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata nonstrangulasi,
jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Ullah et al., 2009).

B. Komplikasi

Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan


keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).
BAB III

PEMBAHASAAN RADIOLOGI

a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi dekubitus) dan
posisi tegak thoraks
Prosedur foto polos 3 posisi dilalukan dalam posisi:
1. Abdomen AP supine
Tujuan : memperlihatkan ada/tidaknya penebalan/distensi pada kolon yang disebabkan
oleh massa atau gas pada kolon.
2. Abdomen AP setengah duduk
Tujuan : menampakan udara bebas dibawah diafragma
3. Abdomen LLD ( left lateral decubitus )
Tujuan : memperlihatkan air fluid level atau udara bebas yang mungkin terjadi akibat
perforasi kolon.
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3
cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran
udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus
mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan
beberapa gambaran, antara lain:

1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi

2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi


3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan
a) distensi usus

b) step-ledder sign

c) herring bone appearance

d) coiled spring appearance

5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet

6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa
dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan
ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan
demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan
selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat
kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting
pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun
memakan biaya yang sedikit.
Gambar 2.10 Step ledder sign (Nobie, 2009) Gambar 2.11 Intususepsi (coiled-spring
appearance).(Khan,2009)
DAFTAR PUSTAKA

Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs. studentBMJ April
2002;10:102-3

Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved June 13th, 2016,

Available at: http://www.mr-

tip.com/serv1.php?type=img&img=Pregnancy%20and%20Small%20Bowel%20Obstr uction
Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.). (D. Anggraini, T.
M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC

Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp. 1339-1340).
Philadelphia: Elseviers Saunders

Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI

Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen. Retrieved June 13th,

2016, Available at:

http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msucmeaa.ht ml
Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 13th, 2016, Available at
emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview

Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos P,et al. 2007.


Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology, management and outcome.
World Journal of gastroenterology. January 2007 21;13(3):432-437. Available
from:URL:http://www.wjgnet.com

Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved June 13th, 2016, Available at :

http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 13th, 2016, from
emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview

Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L. McCarty, &
Wilson, Eds.) Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai