Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MEKANISASI PERTANIAN EKOSISTEM SUB OPTIMAL

ALAT PANEN DAN PASCA PANEN SAGU

Oleh:

SITI NASUHA

NIM.1706110243

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat limpahan karunia-Nya
dan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengubah dunia ini dari kegelapan
ke terang benderang penuh ilmu pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mekanisasi pertanian ekosistem sub optimal yang berjudul “Alat panen
dan pasca panen sagu”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam
Penyusunan makalah ini tidak menutup kemungkinan terdapatnya kekurangan
dalam pengerjaannnya. Untuk itu penulis mengharapakan kritik serta saran yang
membangun demi perbaikan kedepannya.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca dan khususnya


kepada penulis yang bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan
ilmu pengetahuan bagi kita semua dan memajukan pertanian Indonesia.

Pekanbaru, 20 April 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3 Tujuan…....... .................................................................................. 2
II. PEMBAHASAN
2.1 Syarat Tumbuh Sagu ....................................................................... 3
2.2 Morfologi Sagu ............................................................................... 4
2.3 Alat Panen dan asca Panen Sagu .................................................5
III. PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................... 11
4.2 Saran ............................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 12
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sagu merupakan tanaman asli Indonesia, karena ditemukan keragamannya
sangat tinggi dan tumbuh mendominasi di kawasan timur Indonesia. Populasi
sagu terkonsentrasi di Indonesia dan Papua Nugini. Di Indonesia sentra
pertanaman sagu tersebar di Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Riau,
Sulawesi, dan Kalimantan. Data luas pertanaman sagu, baik yang sudah
dibudidaya atau berupa hamparan hutan/liar belum begitu akurat. Data ini masih
sangat beragam untuk masing-masing sumber, di Sulawesi Utara (Kabupaten
Sangihe) ditemukan sumber pati yang berasal dari Arenga microcarpha yang
disebut Sagu Baruk.
Pertumbuhan tanaman sagu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
faktor internal, faktor eksternal, dan teknis budidaya. Tanaman sagu dapat tumbuh
pada berbagai kondisi hidrologi dari yang terendam sepanjang masa sampai ke
lahan yang tidak terendam air (Bintoro, 2008). Tanaman sagu memer-lukan sinar
matahari dalam jumlah banyak. Apabila ternaungi, kadar pati di dalam batang
sagu akan rendah.
Potensi produksi sagu dapat mencapai 20 – 40 ton pati kering/ha per tahun
apabila dibudidayakan dengan baik. Pati Sagu selain dapat digunakan sebagai
makanan pokok yang potensial, dapat pula dijadikan bahan baku Agroindustri
misalnya bahan baku penyedap makanan (monosodium glutamate), Asam laktat
(bahan baku plastik yang dapat terurai), gula cair (high fructos syrup) dan bahan
baku energi terbarukan. Penganekaragaman pemanfaatan pati sagu untuk bahan
makanan maupun bioetanol akan mendorong pertumbuhan sektor pertanian secara
eksponensial, karena pasti pohon-pohon sagu yang terbiar akan diolah dan nilai
jualnya akan meningkat.
Riau merupakan salah satu penghasil sagu, dimana sagu dikonsumsi dalam
bentuk sagu gabah, sagu rendang, sagu embel, laksa sagu, kue bangkit, sagu obor
dsb. Namun semakin lama konsumsi sagu semakin menurun. Ada anggapan
bahwa sebagai pangan pokok, sagu berada diposisi yang lebih rendah
dibandingkan dengan beras atau bahan pangan lain. Hal ini merupakan tantangan
bagi pengembangan sagu di Indonesia. Produk olahan sagu perlu dikembangkan
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan selera masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa syarat tumbuh sagu?
2. Bagaimana morfologi sagu?
3. Apa saja alat panen dan pasca panen sagu?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui syarat tumbuh sagu.
2. Mengetahui morfologi sagu
3. Mengetahui alat panen dan pasca panen sagu.
II. PEMBAHASAN
2.1.Syarat Tumbuh Sagu
Pertumbuhan dan produksi sagu dipengaruhi oleh faktor genetis dan
agroklimat. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai jenis sagu dan kondisi
agroklimat suatu daerah dalam rangka pengusahaan sagu sangat penting. Berikut
sayarat tumbuh sagu (Richana Nur, dkk. (2000):
1. Iklim
Tanaman sagu memerlukan ketersediaan air yang cukup semasa
pertumbuhannya. Suplai air melalui hujan antara 2.000 – 4.000 mm/tahun dan
tersebar merata sepanjang tahun. Bulan basah antara 4 – 9 bulan berturut-turut,
dengan bulan kering tidak lebih dari 2 bulan berturut-turut. Menurut
penggolongan Schmidt dan Ferguson, kawasan yang cocok untuk pengembangan
sagu sebaiknya mempunyai tipe A dan B dengan jumlah curah hujan 2.500 –
3.500 mm dan jumlah hari hujan 142 – 209 HH per tahun. Tanaman sagu tidak
terlalu baik jika tergenang permanen. Hasil penelitian dan informasi dari berbagai
sumber menyatakan bahwa genangan (tidak permanen) setinggi <50 cm yang
terbaik.
Suhu optimum 24.5 – 29oC dengan kelembaban 40-60% serta tertinggi
90%. Tanaman sagu sebagaimana tanaman palma umumnya memerlukan
intensitas dan lama penyinaran yang cukup tinggi. Sebaran atau agihan populasi
sagu tertinggi terdapat di koordinat antara 10oLS – 15oLU dan 150oBT.
2. Lahan
Topografi umum dari kawasan pertanaman sagu dari jenis Metroxylon
spp. yaitu datar, landai hingga bergelombang. Tipe lahan rawa dan gambut atau
sepanjang pinggiran sungai merupakan tempat tumbuh ideal bagi jenis ini.
Kawasan sagu yang mendapat genangan periodik atau pengaruh pasang-surut atau
penataan sistem drainase yang baik dapat meningkatkan penampilan sagu.
Pergantian air segar yang masuk ke kawasan pertanaman sagu akan membawa
beberapa unsur hara yang dibutuhkan sagu seperti potassium, fosfat, kalsium, dan
magnesium.
Tanaman sagu dapat tumbuh dan berkembang hingga ketinggian 700
m, tapi ketinggian optimal yaitu <400 m dpl. Jenis tanah yang dibutuhkan sagu
spektrumnya luas mulai dari tanah dengan komposisi liat >70%, dengan bahan
organik 30% dan pH tanah 5.5 – 6.5, tetapi sagu masih bisa beradaptasi dengan
kemasaman lebih tinggi.
2.2. Morfologi Sagu
Sagu tumbuh dalam bentuk rumpun. Setiap rumpun terdiri atas 1-8 batang
sagu, dan pada setiap pangkal tumbuh 5-7 batang anakan. Pada kondisi liar,
rumpun sagu akan melebar dengan jumlah anakan yang banyak dalam berbagai
tingkat pertumbuhan (Harsanto, 1986). Lebih lanjut Flach (1983) menyatakan
bahwa sagu tumbuh berkelompok membentuk rumpun mulai dari anakan sampai
tingkat pohon. Tajuk pohon terbentuk dari pelepah yang berdaun sirip dengan
tinggi pohon dewasa berkisar antara 8-17 m, tergantung pada jenis dan tempat
tumbuhnya.
A. Batang
Batang merupakan bagian terpenting dari tanaman karena merupakan
gudang penyimpanan pati atau karbohidrat yang lingkup penggunaannya dalam
industri sangat luas, seperti industri pangan, pakan, alkohol, dan berbagai industri
lainnya (Haryanto, 1992). Batang sagu berbentuk silinder yang tingginya dari
permukaaan tanah sampai pangkal bunga berkisar 10-15 m, dengan diameter
batang pada bagian bawah mencapai 35-50 cm (Harsanto, 1986), bahkan dapat
mencapai 80-90 cm (Haryanto, 1992). Umumnya diameter batang bagian bawah
lebih besar daripada bagian atas, dan batang bagian bawah umumnya
mengandung pati lebih tinggi daripada bagian atas (Haryanto, 1992). Pada waktu
panen, berat batang sagu dapat mencapai lebih dari dari 1 ton, kandungan patinya
berkisar antara 15-30% (berat basah), sehingga satu pohon sagu mampu
menghasilkan 150-300 kg pati basah (Harsanto, 1986; Haryanto, 1992).
B. Daun
Daun sagu berbentuk memanjang (lanceolatus), agak lebar dan berinduk
tulang daun di tengah, bertangkai daun. Antara tangkai daun dengan lebar daun
terdapat ruas yang mudah dipatahkan (Harsanto, 1986). Daun sagu mirip dengan
daun kelapa, mempunyai pelepah yang menyerupai daun pinang. Pada waktu
muda, pelepah tersusun secara berlapis, tetapi setelah dewasa terlepas dan melekat
sendiri-sendiri pada ruas batang (Harsanto, 1986; Haryanto 1992).
Menurut Flach (1983), sagu yang tumbuh pada tanah liat dengan penyinaran
yang baik, pada saat dewasa memiliki 18 tangkai daun yang panjangnya 5-7 m.
Dalam setiap tangkai sekitar 50 pasang daun yang panjangnya bervariasi antara
60-180 cm dan lebarnya sekitar 5 cm. Pada waktu muda daun sagu berwarna hijau
muda yang berangsur-angsur berubah menjadi hijau tua, kemudian menjadi coklat
kemerahan apabila sudah tua dan matang. Tangkai daun yang sudah tua akan
lepas dari batang (Harsanto, 1986).
C. Bunga dan Buah
Tanaman sagu berbunga dan berbuah pada umur 10-15 tahun, bergantung
pada jenis dan kondisi pertumbuhannya. Sesudah itu pohon akan mati (Haryanto,
1992). Awal fase berbunga ditandai dengan keluarnya daun bendera yang
ukurannya lebih pendek daripada daun-daun sebelumnya.
Bunga sagu merupakan bunga majemuk yang keluar dari ujung atau pucuk
batang, berwarna merah kecoklatan seperti karat (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Sedangkan menurut Harsanto (1986), bunga sagu tersusun dalam manggar secara
rapat, berkuran kecil-kecil, warnanya putih berbentuk seperti bunga kelapa jantan,
dan tidak berbau.
Bunga sagu bercabang banyak yang terdiri atas cabang primer, sekunder
dan tersier (Flach,1983). Pada cabang tertier terdapat sepasang bunga jantan dan
betina, namun bunga jantan mengeluarkan tepung sari sebelum bunga betina
terbuka atau mekar. Oleh karena itu diduga bahwa tanaman sagu adalah tanaman
yang menyerbuk silang, sehingga bilamana tanaman ini tumbuh soliter jarang
sekali membentuk buah. Bila sagu tidak segera ditebang pada saat berbunga maka
bunga akan membentuk buah. Buah berbentuk bulat kecil, bersisik dan berwarna
coklat kekuningan, tersusun pada tandan mirip buah kelapa (Harsanto, 1986).
Waktu antara bunga mulai muncul sampai fase pembentukan buah berlangsung
dua tahun.
2.3. Alat Panen dan Pasca Panen Sagu
a. Panen
Panen dapat dilakukan mulai umur 6-7 tahun, atau bila ujung batang mulai
membengkak disusul keluarnya selubung bunga dan pelepah daun berwarna putih
terutama pada bagian luarnya. Tinggi pohon 10-15 m, diameter 60-70 cm, tebal
kulit luar 10 cm, dan tebal batang yang mengandung sagu 50-60 cm.
Pemotongan pohon sagu saat panen umumnya dilakukan secara manual
(konvensional) dan mekanik (chainsaw). Di tingkat petani, sagu umumnya diolah
dengan cara yang paling sederhana yakni secara manual. Namun, di beberapa
daerah pengolahan empulur sudah menggunakan peralatan mekanis dan semi
mekanis, sehingga mampu memproduksi pati lebih banyak .
Ketidakmampuan petani atau pemilik sagu seperti di Papua untuk
mengolah hasil panen (empulur) secara mekanis menyebabkan banyak potensi
pati sagu yang terbuang begitu saja. Cara pengolahan empulur menjadi pati sagu
basah biasanya dilakukan dengan cara:
a. Pengolahan empulur sagu menjadi pati sagu basah dengan cara
tradisional diawali dengan penyediaan pohon sagu matang dalam bentuk
gelondongan atau tanpa dibuat gelondongan.
b. Pengolahan empulur batang sagu untuk menghasilkan sagu basah
dapat menggunakan alat pengolahan sagu mekanis dan mekanis terpadu.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar. (a) gelondongan sagu siap dibawa ke pabik pengolahan,
(b)penghancuran empulur sagu secara tradisional (nogok/tohok), (c) alat
penghancur empulur mekanis (Drs. Made, Papua), dan (d) alat pengolahan sagu
terpadu (Balitka-Manado).
Ciri pohon sagu siap panen pada umumnya dapat dilihat dari perubahan
yang terjadi pada daun, duri, pucuk dan batang. Cara panen adalah sebagai
berikut:
1. Dilakukan pembersihan untuk membuat jalan masuk ke rumpun dan
pembersihan batang yang akan dipotong untuk memudahkan penebangan dan
pengangkutan hasil tebangan.
2. Sagu dipotong sedekat mungkin dengan akarnya. Pemotongan
menggunakan kampak/mesin pemotong (gergaji mesin).
3. Batang dibersihkan dari pelepah dan sebagian ujung batangnya karena
acinya rendah, sehingga tinggal gelondongan batang sagu sepanjang 6-15 meter.
Gelondongan dipotong-potong menjadi 1-2 meter untuk memudahkan
pengangkutan. Berat 1 gelondongan adalah ±120 kg dengan diameter 45 cm dan
tebal kulit 3,1 cm.
Perkiraan hasil yang paling mendekati kenyataan pada kondisi liar dengan
produksi 40-60 batang/ha/tahun dengan jumlah empulur 1 ton/batang, dengan
kandungan aci sagu 18,5%, dapat diperkirakan hasil per hektar per tahun adalah 7-
11 ton aci sagu kering. Secara teoritis, dari satu batang pohon sagu dapat
dihasilkan 100-600 kg aci sagu kering. Rendemen total untuk pengolahan yang
ideal adalah 15%. Umumnya sagu dipanen dengan manual menggunakan tenaga
manusia, alat yang digunakan antara lain pakuil sagu, alat fermentasi dan Para-pra
pengering.
Pakuil sagu berfungsi u ntuk mengeruk sagu dari batangnya. Spesifikasi : -
Bahan : Plate 5mm - Dimensi ( PxLxT) : 18 x 10 x 5cm. Alat fermentasi Fungsi :
Untuk mengendapkan sagu agar terpisah dari airnya. Spesifikasi : - Bahan : Fiber
- Diameter : 910 mm - Kapasitas : 650 liter - Tinggi : 1040 mm. Para-para
pengering Cara Kerja : Sagu yang sudah diparut diletakkan di atas permukaan
para-para pengering dan di keringkan di bawah sinar matahari. Fungsi : Untuk
mengurangi kadar air dari sagu. Contoh gambar pakuil sagu:
b. Pasca Panen
Adapun tahap pengolahan sagu pasca panen yakni sebagai berikut:
a. Pengumpulan
1. Gelondongan yang telah dipotong dapat langsung dibawa
keparit/sumber air terdekat, kemudian langsung ditokok/diekstraksi.
2. Atau gelondongan dialirkan lewat kanal lalu dihalau/dihanyutkan
menuju tempat pengolahan.
3. Sagu-sagu yang dihanyutkan ditangkap dengan jala-jala yang
diletakkan pada sebuah ban pengangkut barang.
4. Ban tersebut akan membawa gelondongan ke pabrik.
5. Kalau ada jalan darat yang memadai, pengangkutan menggunakan
truk atau gerobak.
b. Pembuatan Pati Sagu
1. Pengupasan. Batang sagu dikupas untuk membuang kulit luar yang
keras.
2. Pemarutan. Batang sagu yang telah dikupas kulitnya diparut halus
menjadi bubur sagu. Jika batang yang ditangani cukup banyak, batang
diparut dengan mesin pemarut.
3. Pembuatan larutan sulfit. Natrium bisulfit dilarutkan ke dalam air.
Setiap 1 liter air ditambah dengan 3 gram natrium bisulfit. Larutan
yang telah diperoleh disebut larutan sulfit. Larutan sulfit dapat dibuat
dengan biaya murah dengan cara mengalirkan gas SO2 ke dalam air.
Gas SO2 tersebut dibuat dengan membakar belerang (S atau sulfur).
4. Penambahan larutan sulfit dan pengadukan. Bubur hasil pemarutan
ditambah larutan sulfit (1 bagian bubur ditambah degan 1 bagian air)
sehingga menjadi bubur encer. Bubur encer ini diaduk-aduk agar pati
lebih banyak yang terlepas dari sel batang. Jika bubur cukup banyak,
pengadukan dilakukan denga alat pengaduk mekanis.
5. Penyaringan suspensi pati. Bubur sagu disaring dengan kain saring
sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati, dan serat
tertinggal pada kain saring. Suspensi pati ditampung pada wadah
pengendapan. Penyaringan juga dapat dilakukan dengan mesin
penyaring mekanis.
6.Pengendapan pati. Suspensi pati dibiarkan mengendap di dalam
wadah pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai
pasta. Cairan diatas endapan dibuang.
7. Pengeringan. Pasta pati dijemur diatas tampah, atau dikeringkan
dengan alat pengering sampai kadar air dibawah 14%. Produk yang
telah kering akan gemerisik bila diremas-remas. Hasil pengeringan ini
disebut dengan tepung kasar.
8. Penggilingan. Tepung kasar selanjutnya ditumbuk atau digiling
sampai halus (sekurang-kurangnya 80 mesh) menjadi tepung sagu.
9. Pengemasan.Tepung sagu dapat dikemas didalam karung plastik atau
kotak kaleng dalam keadaan tertutup rapat.
Berikut alat-alat yang digunakan utnuk mengolah sagu:
1. Mesin Pemarut Batang Sagu

Fungsi mesin pemarut sagu ini adalah untuk memarut sagu untuk diproses
lebih lanjut. Spesifikasi: Total dimensi : 59x38x95 cm, Diameter rol parut : 6
inchi, Penggerak : elektromotor 1.100 watt, 220V, atau motor bensin 5,5 HP atau
diesel 7 HP dan Body : kerangka besi kanal U (unp) 4, in-output produk Stainless
Steel.
2. Mesin Pengendap Sagu
Fungsi mesin ini adalah untuk mengendapkan sagu yang telah diekstraksi
Spesifikasi: Tipe : SF-EDP, Kapasitas 50 liter, Bahan : stainless Steel.
3. Mesin Pengayak Tepung

Fungsi mesin ini adalah mengayak tepung sagu agar butiran kasar dan
halus terpisah. Spesifikasi: Dimensi : 200 x 80 x85 cm, Lapisan : 3 grid. Kasar -
sedang - halus (Kasa), Kapasitas : 100 kg / jam, Dimensi : 150x80x60 cm, Listrik
: 0.75 HP (± 550 watt), Bahan : Stainless steel, kerangka unp 5.
4. Mesin Pengolahan Sagu Mekanis Sistem Terpadu

Konstruksi alat Pengolahan Sagu Mekanis Sistem Terpadu terdiri dari tiga
komponen yang bergabung dalam satu sistem operasi, yakni unit penggilingan,
unit ekstraksi, dan unit pengendapan. Alat ini dapat menggiling empulur sagu,
mengekstrasi, dan mengendapkan sagu basah secara simultan dan kontinyu.
Kapasitas olah mesin ini adalah 190 kg empulur/jam dengan menggunakan 3
orang operator. Rendemen yang dihasilkan sekitar 24 -25%, kehilangan hasil
sekitar 2.4-3.2 % dan hemat pemakaian air (hanya 4-5 lt air/kg empulur).
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan antara
lain sebagai berikut: Sagu dapat tumbuh pada suhu optimum 24.5 – 29oC dengan
kelembaban 40-60% serta tertinggi 90%, dapat tumbuh dan berkembang hingga
ketinggian 700 m, tapi ketinggian optimal yaitu <400 m dpl. Jenis tanah yang
dibutuhkan sagu spektrumnya luas mulai dari tanah dengan komposisi liat >70%,
dengan bahan organik 30% dan pH tanah 5.5 – 6.5, tetapi sagu masih bisa
beradaptasi dengan kemasaman lebih tinggi.
Sagu memiliki morfologi yakni mulai dari batang, batang merupakan
bagian terpenting dari tanaman karena merupakan gudang penyimpanan pati atau
karbohidrat. Kedua daun, daun sagu berbentuk memanjang (lanceolatus), agak
lebar dan berinduk tulang daun di tengah, bertangkai daun, Dan bunga dan buah,
Tanaman sagu berbunga dan berbuah pada umur 10-15 tahun, bergantung pada
jenis dan kondisi pertumbuhannya, bila sagu tidak segera ditebang pada saat
berbunga maka bunga akan membentuk buah.
Alat panen sagu pada umumnya menggunakan manual tapi pada saat
pemotongan beberapa wilayah menggunakan alat mekanis hingga semi mekanis,
anatara lain seperti menggunakan senso, gergaji, ingga alat yang disebut pakuil.
Sedangakan alat yang digunakan setelah panen yakni antara lain mesin pemarut
batang sagu, mesin pengendap sagu, mesin pengayak tepung, dan mesin
pengolahan sagu mekanis sistem terpadu.
3.2. Saran
Sebagai mahasiswa yang berfungsi untuk mengembang daerah serta
golongan intelktual yang mengabdi kepada masyarakat harus memhami tentang
alt-alat mekanisasi dalam dunia pertanian, sehingga dapat disosialisasikan kepada
masyarakat sehingga peralihan dari petani konvesional ke modern dapat berjalan
yang akan berdampak kepada hasil produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Flach, M. 1983. Yield Potential of the Sago Palm and its Realization. In K.Tan
(ed.) Sago-76. Papers of The First International Sago Symposium.
Kucing, July 5-7. Kemajuan Kanji Sdn. Bhd. Petaling, Kuala Lumpur
Malaysia: 157-177.
Harsanto, PB. 1986. Budidaya dan Pengolahan Sagu. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Haryanto, 1992. Potensi dan Pemanfaatan sagu. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Purwani, E.Y, dkk. 2006. Teknologi Pengolahan Mie Sagu. Bogor: BB Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Richana Nur, dkk. (2000). Karakterisasi Bahan Berpati (Tapioka, Garut dan Sagu)
dan Pemanfaatannya Menjadi Glukosa Cair. (396 - 406). Dalam:
Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan. Vol. I. Surabaya: PATPI

Anda mungkin juga menyukai