Anda di halaman 1dari 14

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan taufik

serta
hidayah-Nya sehingga penlis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. shalawat serta salam
semoga tercurahkan kepada Rasullullah SAW, keluarga, sahabat-sahabatnya, serta orang-orang yang
mengikuti beliau dengan sungguh-sungguh.

Makalah yang berjudul potensi gaharu di Indonesia dibuat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan masyarakat mengenai potensi yang dimiliki oleh pohon gaharu supaya dapat dimanfaatkan
dengan sebaik mungkin oleh masyarakat. Dalam penulisan makalah ini, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada bapak Khaerul Muslim selaku dosen penanggung jawab dalam mata kuliah budidaya
tanaman tahunan yang telah memberikan pelajaran dan bimbingannya dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat yang
membutuhkannya.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komoditas gaharu telah cukup dikenal oleh masyarakat umum, gaharu adalah salah satu jenis
tanaman hutan yang memiliki mutu sangat baik dengan nilai ekonomi yang tinggi karena kayunya
mengandung resin yang harum baunya. Gaharu berwarna coklat kehitaman sampai hitam, berbau harum
jika dibakar. pasalnya, harga batang pohon gaharu terbilang sangat mahal mulai dari RP 300 ribu per kg
hingga mampu mencapai RP 250 juta /Kg jika kualitasnya baik, fantastik bukan. sedangkan satu pohon
budidaya dapat menghasilkan 20 kg per pohon. Di pasar internasional, gaharu diperdagangkan dalam
bentuk kayu, serbuk, dan minyak. Kayu gaharu bisa dijadikan bahan kerajinan bernilai tinggi. Minyaknya
merupakan parfum kelas atas. Dupa gaharu dapat dimanfaatkan untuk mengharumkan ruangan, rambut,
tubuh, dan pakaian para bangsawan. Aroma gaharu digunakan sebagai bahan aromatherapy pada spa-
spa elit untuk ramuan awet muda (anti aging). Gaharu merupakan produk ekspor. Tujuan ekspor adalah
negara-negara di Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Singapore, Taiwan, Jepang, Malaysia.

Pohon Gaharu (Aquilaria spp.) adalah species asli Indonesia. Beberapa species gaharu komersial
yang sudah mulai dibudidayakan adalah: Aquilaria. malaccensis, A. microcarpa, A. beccariana, A. hirta, A.
filaria, dan Gyrinops verstegi. Pohon gaharu dapat tumbuh pada di antara kawasan dataran rendah
hingga ke pergunungan pada ketinggian 0 – 750 meter dari permukaan laut dengan curah hujan kurang
dari 2000 mm/tahun. Suhu yang sesuai adalah antara 27°C hingga 32°C dengan kadar cahaya matahari
sebanyak 70% artinya cocok dibudidayakan pada lahan kering maupun lahan yang agak lembab, dan
tidak memerlukan tempat yang khusus untuk membudidayakannya.

Namun pohon gaharu masih bersifat langka. Kelangkaan gaharu tersebut perlu mendapatkan perhatian
yang khusus, mengingat pasar gaharu cukup baik dan permintaan pasar semakin meningkat. Sehingga
guna menghindari kepunahan gaharu dan agar pemanfaatan gaharu menjadi lestari perlu dilakukan
konservasi, baik in-situ maupun ek-situ dan budidaya pohon penghasil gaharu. Namun upaya tersebut
tidak mudah dilaksanakan dan kalaupun ada usaha konservasi dan budidaya namun skalanya terbatas
dan hanya dilkukan oleh lembaga penelitian, perguruan tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
konservasi. Agar pelestarian gaharu dapat berjalan maka langkah awal yang dapat ditempuh adalah
dengan melakukan identifikasi pada permasalahan yang ada dalam pengembangan riset komoditi gaharu
untuk memperoleh solusi yang tepat terhadap permasalahan yang ada, sehingga gaharu dapat
dilestarikan dan dibudidayakan untuk kepentingan konservasi maupun ekonomi.

Bila menyebut gaharu, banyak yang membayangkan harganya yang begitu mahal sehingga ada yang
mengatakan lebih bernilai dari emas. Harganya jutaan rupiah perkilogram untuk kepingan gaharu yang
bermutu tinggi. Namun, semua hasil ini diambil dari hutan dan kini realitinya, pohon gaharu hampir
punah. Tanpa kesadaran untuk penanaman kembali, negara kita mungkin tidak lagi dapat mengeksport
hasil gaharu yang bermutu tinggi permintaannya ke negara-negara Timur Tengah dan juga negara lain
seperti Taiwan, Jepang dan sebagainya. Mungkin, kekurangan sumber informasi yang tepat dan juga
modal awal yang tinggi untuk diusahakan secara komersil menjadi faktor gaharu kurang diminati banyak
di antara manusia yang tidak sadar, usaha penanaman pohon gaharu sudah banyak dilakukan oleh
beberapa daerah.

B. Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. untuk mengetahui potensi ekonomi yang dimiliki oleh pohon gaharu

2. untuk mengetahui cara membudidayakan pohon gaharu

3. Mengajak masyarakat untuk memanfaatkan peluang ekspor gaharu

C. Manfaat

manfaat makalah ini adalah untuk menyadarkan masyarakat potensi ekonomi yang dimiliki oleh gaharu
dan dapat menjadi sumber acuan dalam membudidayakan gaharu dengan baik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gaharu didefinisikan sebagai sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta
memiliki kandungan kadar damar wangi yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu
yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari suatu proses infeksi yang terjadi baik secara
alami maupun buatan, yang pada umumnya terjadi pada pohon gaharu. Gaharu (A. malaccensis Lamk )
dapat ditemukan di Bangladesh, Bhutan, India,Indonesia, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Philipina,
Singapore, dan Thailand. Gaharu hanya diambil gubalnya yang mengeluarkan bau harum. Keharuman
gubal gaharu terbentuk oleh kayu yang mengalami pelapukan dan mengandung damar wangi (aromatic
resin) sebagai akibat serangan jamur. Dengan kata lain, gaharu atau gubal gaharu merupakan substansi
aromatik berupa gumpalan atau padatan berwarna coklat muda sampai coklat kehitaman yang
terbentuk pada lapisan dalam dari kayu tersebut. Substansi aromatik yang terkandung dalam gubal
gaharu ini termasuk dalam golongansesquiterpena. Taksonomi atau klasifikasi gaharu (Aquilaria) adalah
sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Class : Dicotyledonae

Ordo : Myrtales

Family : Thymeleceae

Genus : Aquilaria

Species : A. malaccensis Lamk

Secara ekologis jenis-jenis gaharu di Indonesia tumbuh di hutan primer terutama di dataran rendah,
dan daerah pegunungan sampai ketinggian 2.400 m dpl. Umumnya gaharu yang berkualitas baik tumbuh
pada daerah beriklim panas dengan suhu 28° - 34° C, kelembaban 60 – 80 %, dan curah hujan 1.000 –
2.000 mm/tahun (Sumarna, 2002 dalam Martesa 2006).beberapa ciri-ciri morfologis gaharu , yaitu Tinggi
pohon di daerah potensial, gaharu ini dapat mencapai 4 meter dengan diameter 50 – 80 cm. Kulit
batangnya licin berwarna putih atau keputih-putihan, lurus atau kadang-kadang beralur. Kayunya agak
keras, daun lonjong memanjang dengan panjang 5 – 8 cm dan lebarnya 3 – 4 cm, berujung runcing, dan
berwarna hijau mengkilat. Bunga berada diujung ranting atau ketiak daun bagian atas dan bawah. Buah
berada di dalam polong berbentuk bulat atau lonjong, berukuran panjang sekitar 5 cm, dan lebar 3 cm
(Sumarna, 2002 dalam Martesa 2006).

Gaharu dihasilkan tanaman sebagai respon dari masuknya mikroba yang masuk ke dalam jaringan
yang terluka. Luka pada tanaman berkayu dapat disebabkan secara alami karena adanya cabang dahan
yang patah atau kulit terkelupas, maupun secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian.
Masuknya mikroba ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel tanaman akan
menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyakit
ataupatogen. Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin berwarna coklat dan beraroma harum,
serta menumpuk pada pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain.
Namun, apabila mikroba yang menginfeksi tanaman dapat mengalahkan sistem pertahanan tanaman
maka gaharu tidak terbentuk dan bagian tanaman yang luka dapat membusuk. Ciri-ciri bagian tanaman
yang telah menghasilkan gaharu adalah kulit batang menjadi lunak, tajuk tanaman menguning dan
rontok, serta terjadi pembengkakan, pelekukan, atau penebalan pada batang dan cabang tanaman.
Senyawa gaharu dapat menghasilkan aroma yang harum karena mengandung senyawa guia dienal,
selina-dienone, dan selina dienol. Untuk kepentingan komersil, masyarakat mengebor batang tanaman
penghasil gaharu dan memasukkan inokulum cendawan ke dalamnya. Setiap spesies pohon penghasil
gaharu memilikimikroba spesifik untuk menginduksi penghasilan gaharu dalam jumlah yang besar.

Gaharu banyak diperdagangan dengan harga jual yang sangat tinggi terutama untuk gaharu dari
tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria spp. yang dalam dunia perdangangan disebut
sebagai gaharu beringin. Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut
sebagai gaharu buaya. Selain ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga
ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin di
dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya.Secara umum
perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu gubal, kemedangan, dan abu. Gubal
merupakan kayu berwarna hitam atau hitam kecoklatan dan diperoleh dari bagian pohon penghasil
gaharu yang memiliki kandungan damar wangi beraroma kuat. Kemedangan adalah kayu gaharu dengan
kandungan damar wangi dan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna kecoklatan
sampai abu-abu, memiliki serat kasar, dan kayu lunak. Kelas terakhir adalah abu gaharu yang merupakan
serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu. Pada tahun 1994, konvensi CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species) di Amerika Serikat menetapkan bahwa pohon
gaharu spesies A. malaccensis masuk ke dalam Appendix II, yaitu tanaman yang dibatasi perdangannya.
Penetapan tersebut dikarenakan populasi tanaman penghasil gaharu semakin menyusut di alam yang
disebabkan para pengusaha gaharu tidak dapat mengenali dengan tepat mana tanaman yang sudah
mengandung gaharu dan siap dipanen. Untuk mencari pohon penghasil gaharu, para pengusaha
menebang puluhan pohon yang salah (tidak menghasilkan gaharu) sehingga jumlah pohon tersebut
sangat berkurang. Pada tahun 2004, Indonesia mengajukan agar semua penghasil gaharu alam yaitu
genus Aquilaria dan Gyrinops dimasukkan ke dalam daftar Appendix 2 untuk membatasi perdagangannya
sehingga perdagangan gaharu harus memiliki izin dari CITES dan dalam kuota tertentu. Hal ini dilakukan
untuk memastikan spesies pohon gaharu alam dapat berkembang dan tersebar dengan baik.
BAB III PEMBAHASAN

A. Aspek Ekonomi

Gaharu adalah bahan aromatik termahal di dunia. Indonesia adalah eksportir gaharu nomor satu dunia.
Namun, kuota ekspor Indonesia per tahun menurun drastis. Dari 456 ton (1999) tersisa hanya 30 ton
(2000). Apakah kuota 2010 kembali menanjak? Tentu tidak. Penyebabnya yakni adanya penebangan
pohon penghasil gaharu di hutan secara liar, tanpa ada upaya budi daya (peremajaan). Padahal, harga
gaharu kualitas terbaik di pasar internasional berkisar Rp 5 juta s/d Rp 20 juta per kg. Bahkan pernah
bertengger di Rp 100 juta per kg. Harga gaharu kelas paling rendah saja sekitar Rp 50 ribu per kg. Gaharu
merupakan bahan baku untuk parfum elit, kosmetik mahal, obat-obatan (chemical content), dan ritual
keagamaan. Mahalnya harga gubal pohon gaharu tersebut menghipnotis banyak orang untuk berlomba
membudi-dayakannya. Selain bernilai ekonomis tinggi, gaharu dapat tumbuh di hutan tropis. Seluruh
komponen gaharu, dari akar hingga ujung daun memiliki harga tinggi. Namun, pengembangan spesies
pohon gaharu saat ini belum banyak dikenal publik. Hanya orang tertentu saja yang sudah
mengembangkannya. Padahal, budi daya gaharu dapat mendatangkan banyak uang dalam waktu relatif
singkat. Apalagi pohon tersebut dapat tumbuh di pekarangan rumah. Petani bisa memiliki banyak
kesempatan untuk menanamnya di pekarangannya.

Gaharu sudah dikenal sebagai komoditas termahal dan konsumsi raja-raja semenjak kerajaan kuno Mesir,
Babilonia, Mesopotamia, Romawi, dan Yunani. Mumi-mumi di Mesir, selain diolesi kayu manis dan
cengkeh, juga diberi minyak mur, minyak cendana, dan minyak gaharu. Dalam Alkitab, disebutkan bahwa
kain kafan Sang Manusia Ilahi, Ilahi Manusia (Yesus Kristus) direciki aloe. Aloe yang dimaksud bukan
aloevera (lidah buaya), melainkan gaharu. Karena itu, kayu gaharu disebut aloeswood (kayu aloe).
Sinonim lainnya adalah agarwood, heartwood, dan eaglewood. Di pasar internasional, gaharu
diperdagangkan dalam bentuk kayu, serbuk, dan minyak. Kayu gaharu bisa dijadikan bahan kerajinan
bernilai tinggi. Minyaknya merupakan parfum kelas atas. Dupa gaharu dapat dimanfaatkan untuk
mengharumkan ruangan, rambut, tubuh, dan pakaian para bangsawan. Aroma gaharu digunakan sebagai
bahan aromatherapy pada spa-spa elit di Jakarta untuk ramuan awet muda (anti aging).

Serbuk gaharu digunakan sebagai dupa (hio) untuk ritual keagamaan, seperti Hindu, Budha, Kong Hu Cu,
Tao, Shinto, Islam, dan Katolik. Kayu gaharu disebut sebagai kayu para dewa karena aromanya dipercaya
bisa mentahirkan peralatan keagamaan. Bahkan, jikalau gaharu dibakar, maka roh-roh jahat akan
hengkang dalam sekejab. Hanya roh-roh suci, bahkan orang kudus akan datang menghirup aroma
surgawi itu. Mungkin hanya aroma gaharu yang layak mengitari tingkap-tingkap surga. Selain untuk ritual
keagamaan, parfum, kosmetik, dan obat-obatan, gaharu sering dikaitkan dengan mitis-magis, entah
faedahnya maupun perburuannya di hutan. Hingga kini, pengambilan gaharu di belantara masih
dilakukan secara tradisional, bahkan dibarengi ritual magis. Pencarian gaharu di lokasi sulit harus
menggunakan pesawat terbang atau helikopter. Hilangnya beberapa pesawat terbang dan helikopter
pencari gaharu di hutan Kalimantan memperkuat kesan mistiknya.

EQUATOR Development Advisor (EDAR) merupakan anggota Konsorsium ‘Berlian Hijau’ yang peduli akan
kepunahan spesies gaharu, khususnya dan manfaat ekonomis tinggi, berupaya melakukan budi daya
semua jenis gaharu yang ada di dunia (34 spesies) secara profesional serta ditunjang oleh kajian
akademis dan para pakar gaharu dari IPB, UGM, LIPI, Badan Litbang Departemen Kehutanan, Institut
Pertanian, dan lain-lain. Dengan program Gerakan Gaharunisasi Nusantara (GEGANA), yang telah
dideklarasikan bersama seluruh komponen bangsa hingga peserta dari Malaysia dan Brunei Darussalam
di Magister Managemen UGM Yogyakarta, 9 Mei 2010, maka lembaga EDAR telah membentuk
Komunitas Petani Gaharu (KOMPIGAR) di setiap desa untuk memulai program bersama pembudidayaan
gaharu secara akademis-profesional dan menanggalkan nuansa magis-tradisional dan spiritual sempit
tentang gaharu. Semua kelompok tersebut berafiliasi dengan Konsorsium ‘Berlian Hijau’.

Sekitar sepuluh tahun, berbagai upaya sedang dilakukan lembaga EDAR untuk mendatangkan spesies
gaharu ke NTT, di mana Flores sebagai pilot project dan basis ‘EQUATOR Green Camp’ di NTT. Identifikasi
spesies dan jamur penghasil gaharu di NTT sudah diproses sejak beberapa waktu silam di IPB dan LIPI.
Teknik pembenihan, inokulasi, distilasi, dan pemasaran ke manca negara merupakan kesatuan paket
yang telah disiapkan lembaga EDAR. Haruslah dicatat bahwa tidak semua pohon penghasil gaharu bisa
menghasilkan gaharu kelas tinggi dan dibutuhkan pasar. Ada gaharu berkategori ‘gaharu palsu’ (black
magic wood atau BMW) dan ‘gaharu imitasi’ (fake). Karena itu, lembaga EDAR hanya mengembangkan
gaharu bergenus aquilaria sp dan gyrinops sp, yang terbukti bernilai ekonomis tinggi. Kedua genus
tersebut memiliki kadar gaharu tertinggi dan disukai pembeli mancanegara, khususnya Timur Tengah.
Karena itu, genus aquilaria sp yang sedang dan akan dikembangkan terdiri dari aquilaria malaccensis,
aquilaria agallocha, aquilaria secundana, aquilaria filaria, aquilaria beccariana, aquilaria hirta, aquilaria
microcarpa, dan aquilaria crassna. Sedangkan genus gyrinops sp terdiri atas gyrinops versteegii, gyrinops
rosbergii, gyrinops moluccana, dan gyrinops cuimingiana. Jadi, ada 12 spesies yang bisa dikembangkan di
NTT.

Semua spesies pohon penghasil gaharu bisa tumbuh di lahan basah dan lahan kering dengan ketinggian
0 m dpl s/d. 1.000 m dpl (di atas permukaan laut). Walaupun termasuk tanaman yang tahan kekeringan,
hidup di bawah naungan, seperti di bawah palem, pakis, mahoni, pisang, dan lain-lain yang
membutuhkan kelembaban merupakan tempat favorit pohon tersebut. Selain NTT sebagai sumber bibit
gaharu untuk genus gyrinops versteegii dan gyrinops rosbergii, Kalimantan, Sumatera, dan Jawa juga
menyediakan spesies gaharu dengan harga bervariatif, yakni kisaran Rp 7.500- s/d Rp 50.000/polibag.
Setiap hektar dapat ditanam sekitar 500 s/d 1.000 pohon gaharu dengan jarak tanam sekitar 3 m x 3 m.
Usia pohon 7 tahun s/d 9 tahun mampu menghasilkan gubal sekitar 2 kg kelas ‘super’ per pohon.
Penentuan harga bergantung pada kualitas gaharu. Gaharu kualitas rendah laku dijual Rp 5 juta per kg.
Sedangkan untuk gubal gaharu berwarna hitam atau kualitas terbaik laku dijual Rp 15 juta s/d Rp 20 juta
per kg, bahkan hingga Rp 100 juta per kg. Fantastik!

Menanam pohon penghasil gaharu dan menghasilkan banyak gubal diperlukan perawatan khusus, ilmu
memadai, serta kajian akademis. Saat pohon gaharu berumur sekitar 5 tahun s/d 7 tahun, pohon
tersebut perlu disuntik dengan jamur (inokulum) penghasil gaharu. Hingga kini, fusarium sp (dengan 8
spesies) adalah jamur penghasil gaharu paling cepat. Setiap pohon hanya memerlukan satu ampul jamur
fusarium sp. Spesies inokulum teraktif yakni fusarium lateritium dan fusarium popullaria.

Apabila pemilik lahan tidur di NTT, entah lahan kering atau lahan basah, mulai berbudi daya pohon
penghasil gaharu, maka dalam kisaran 7 tahun s/d 9 tahun ke depan pemiliknya akan menghasilkan uang
ratusan juta hingga miliaran rupiah. Dibandingkan komoditas lain, gaharu adalah peluang bisnis sangat
menjanjikan hingga 12 abad mendatang. Karena satu pohon usia dewasa dapat menghasilkan uang
puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Inilah ‘berlian hijau dari Timur’, harta karun yang terlupakan, yang mampu melahirkan pundi-pundi
kemakmuran bagi orang NTT, yang selalu saja berkutat pada masalah yang sama, miskin, miskin dan
miskin. Dalam kurun waktu 7 tahun s/d 9 tahun mendatang, tak ada lagi alasan demikian. Jika tidak,
sebaiknya sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya dan dibuang ke lautan karena tidak bermanfaat
bagi dirinya dan orang-orang yang dicintainya. Apalagi spesies gyrinops versteegii dan gyrinops rosbergii
yang bermarkas di NTT sangat dicari negara Yaman karena aromanya sangat disukai mereka. Tak heran
jikalau beberapa waktu lalu harganya mendekati Rp 100 juta per kg.

B. Aspek Budidaya
Budidaya tanaman gaharu sudah mulai dilakukan di beberapa tempat, dan menunjukkan prospek
yang sangat baik. Pengelolaan tanamannya tidak berbeda dengan tanaman lainnya bahkan cukup
sederhana tidak terlalu memerlukan perawatan khusus. Perawatan yang intensif tentu juga dapat
memacu pertumbuhan sehingga sudah bisa dilakukan inokulasi pada tanaman usia 4 (empat) tahun.

SYARAT TUMBUH

Pohon penghasil gaharu tumbuh di daratan rendah, lereng-lereng bukit sampai ketinggian 750 mdpl.
Jenis tanah: podsolik merah kuning, lempung berpasir, drainase sedang, baik tipe iklim A-B kelembaban
80%, suhu udara 22-28 0C curah hujan 2000/4000 mm/tahun ph 4-7 intensitas cahaya 40-50 %.

PERSIAPAN LAHAN

Pohon penghasil gubal gaharu ini dapat tumbuh areal yang cenderung lembab. Pada lahan yang luas
dan kosong jarak tanam 3 m x 5 m, 4 m x 4 m, 5 m x 5 m, penanaman dilakukan pada musim hujan,
media tanam berupa tanah dan kompos, setiap lubang di aplikasikan 1 kg kompos/lubang tanam.

PERBANYAKAN BIBIT

Secara umum, ada 2 (dua) cara perbanyakan bibit tanaman gaharu, yaitu dengan cara generatif dan
vegetatif.

Cara Generatif

Secara generatif (biji), bibit Gaharu dapat diperoleh dari biji maupun secara puteran.

Pembuatan bibit gaharu dari biji, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan biji ini, yaitu
: Buah yang sudah tua di batang dikumpulkan pada musim buah. Buah yang diperoleh dikeringkan
selama beberapa hari dengan cara diangin-anginkan atau dijemur selama 2 (dua) jam pada pagi hari,
yaitu antara jam 08.00-10.00. Biji yang sudah kering ditaruh di dalam karung dan disimpan dengan baik,
jangan sampai terkena air, lembab, berjamur atau dimakan serangga dan tikus, sampai waktunya untuk
disemaikan.

Pembuatan bibit secara puteran


Tanaman Gaharu dapat dikembangbiakkan secara alami melalui pemencaran biji. Pohon yang sehat
biasanya dapat menghasilkan banyak biji dengan daya kecambah yang cukup tinggi. Umumnya, pohon
yang berasal dari biji baru bisa menghasilkan buah setelah berumur ± 8 (delapan) tahun. Anakan gaharu
dapat diambil pada awal musim penghujan. Pengambilan anakan ini harus disertai dengan tanah
disekitarnya dan dilakukan dengan hati-hati agar akar jangan sampai rusak. Kemudian anakan tersebut
ditempatkan di polybag dan dipelihara di bedengan sampai siap untuk ditanam.

Cara Vegetatif

Perbanyakan bibit tanaman gaharu secara vegetatif dapat dengan cangkok, okulasi, stek pucuk dan lain
sebagainya. Namun cara vegetatif ini memiliki kelemahan, antara lain : Perakaran tanaman kurang
lengkap, sehingga mudah roboh bila tertiup angin kencang. Tanaman kurang tahan menghadapi keadaan
kurang air, khususnya di musim kemarau panjang, karena sifat perakarannya yang dangkal dan kurang
mampu mengambil air tanah. Namun perbanyakan dengan cara vegetatif ini adalah bibit relatif lebih
cepat dibandingkan dengan cara generatif.

PENANAMAN

Tanaman gaharu dapat juga di tanam sebagai tanaman sela (tumpang sari) dengan tanaman yang telah
tumbuh terlebih dahulu agar mendapat naungan dan tidak akan mengganggu pertumbuhan tanaman
pokok.

Pembuatan jarak tanam pada saat penanaman sangat bervariasi sesuai dengan pola yang akan
dikembangkan. Pelebaran jarak tanam dapat dikompensasi dengan perawatan tanaman yang lebih
intensif. jarak yang cukup lebar seperti 6 m x 2 m atau 3 m x 3 m memberikan kesempatan untuk
mengkombinasi dengan tanaman pertanian sebelum terjadi penutupan tajuk. beberapa teknis yang
dikenalkan bisa dengan monokultur atau dicampur dengan pohon pelindung.

PEMELIHARAAN

Perawatan tanaman dengan pemupukan bahan organik sangat disarankan. Pemupukan organik dan
kimia diaplikasi 3 kali/tahun Sehingga pertumbuhan pohon bisa optimal dan menghasilkan performa
batang yang baik. Pemangkasan cabang dianjurkan dilakukan untuk memacu pertumbuhan vertikal
pohon sehingga diameter pohon dapat berkembang sesuai yang diharapkan dan menghasilkan jaringan
batang yang siap untuk dilakukan inokulasi.
ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DAN CARA PENGENDALIAN

Tanaman gaharu sama seperti tanaman budidaya lainnya mempunyai Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) diantaranya hama dan penyakit.

a. Hama

Ø Ulat Daun (Heortia vitesiodes)

Hama utama yang menyerang daun gaharu adalah berupa ulat daun yang berwarna hijau sedikit
kekuningan di bagian kepala dan ekor serta warna hitam yang membentuk strip yang membentang dari
ujung kepala sampai ekor. Akibat dari serangan hama ini daun-daun akan menjadi rusak bahkan daun-
daun habis dimakan sehingga pohon dan ranting menjadi gundul dan meranggas. Berdasarkan hasil
identifikasi hama yang menyerang daun pada pohon penghasil gubal gaharu adalah Heortia vitessoides
Moore (Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Departemen Kehutanan).

Cara pengendalian hama ini dapat menggunakan pengendalian secara mekanik, kimia dan biologi,
adapun pengendalian hama tanaman gaharu secara mekanik dengan pengaturan jarak tanam yang tidak
terlalu dekat, untuk tanaman tumpang sari diusahakan untuk tidak menanam dengan tanaman yang
berdekatan familinya dan sanitasi lingkungan. Pengendalian secara biologi diantaranya menggunakan
bakteri (Bacillus thuringensis), virus NPV, nematoda EPN dan jamur (Beauveria bassiana, Metharizium
sp.) serta semut rang-rang, sedangkan secara kimia menggunakan racun kontak dan lambung untuk
mengendalikan hama jenis ulat dari Ordo Lepidoptera.

Ø Ulat Penggulung

Hama lainnya yaitu ulat penggulung daun gaharu yang berwarna hijau kekuningan, ada garis-garis hitam
pada tubuh melintang, ngengat berwarna coklat cream. Hama ini menyerang daun gaharu dengan cara
menggulung daun. Adapun cara pengendalian hama ini sama halnya pengendalian hama ulat daun.

Ø Babi

Hama yang banyak menyerang tanaman gaharu adalah babi, hama ini menyerang akar tanaman,
sehingga baik tanaman yang masih muda maupun sudah berumur 1-3 tahun pun diserangnya.
Pengendali hama ini dengan menggunakan perangkap ,pemagaran tanaman dengan menggunakan
tanaman bulu babi serta pestisida.
Ø Kutu Putih

Hama ini menyerang daun dan batang pohon gaharu baik bibit maupun tanaman yang sudah ditanam,
hama ini menyerang dengan cara menghisap cairan pada pohon sehingga mengakibatkan daun keriting,
mengering sehingga tanaman yang diserang akan menjadi kering dan mati. Pengendalian hama ini dapat
dikendalikan secara kimia, dengan menggunakan bahan aktif Alfametrin dan Alfa sipermetrin.
Pengendalian secara Biologi dapat dilakukan dengan menggunakan parasitoid, nematoda dan bakteri.

PASCA PANEN GAHARU

Bagian gaharu yang dipanen adalah gubalnya. Selain itu serbuk gaharu sisa-sisa dari pengambilan gubal
juga dapat dimanfaatkan dengan cara disuling yang kemudian diambil minyak gaharunya. Ampas dari
serbuk gaharu pun dapat dimanfaatkan sebagai bahan makbul, dupa dan hio.

Adapun ciri-ciri pohon gaharu yang siap dipanen adalah kondisi pohon gaharu 40 % secara kasat mata
tampak merana/ sakit ditandai dengan munculnya benjolan-benjilan pada bagian permukaan batang
gaharu yang disuntik/diinokulasi, daunnya mengalami keguguran, permukaan kulit gaharu tampak
kering.

Panen gaharu dilakukan dengan cara menebang pohon gaharu yang dideteksi telah terbentuk gaharu.
Kemudian memotongnnya menjadi beberapa bagian gelondongan. Kemudian gelondongan tersebut
dibersihkan dengan cara mengikis dan mengambil bagian gaharu yang berwarna hitam yang disebut
gubal gaharu.

Bagian batang gaharu yang tidak terbentuk gubal dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan
kerajinan gaharu seperti tasbih gaharu, kalung gaharu, gelang gaharu dan kerajinan lainnya. Selain itu
bagian batang dan sisa-sisa serbuk gaharu tersebut juga dapat dimanfaatkan dengan cara disuling untuk
diambil minyak dan resinnya.

C. Gaharu di NTB

Sebenarnya NTB memiliki keunggulan komparatif dengan lahan kering yang luasnya mencapai 84%
dari luas wilayah daratannya atau sekitar 1,8 juta hektar. Dari luas tersebut, sekitar

749 ribu hektar diantaranya sangat potensial dikembangkan menjadi lahan pertanian dengan berbagai
komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek

pemasaran yang cerah di tingkat regional, nasional maupun international (Suwardji et al,2005).
Karena itu salah satu alternatif yang sangat potensial untuk mengentaskan kemiskinan di NTB adalah
melalui pemanfaatan lahan kering yang masih sangat luas tersebut.

Salah satu komoditas lahan kering yang sangat potensial untuk dikembangkan di NTB adalah komoditas
gaharu. Komoditas ini sudah terbukti tumbuh baik di alam NTB, dikenal

sebagai komoditas ekspor yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Prospek pasarnya dari tahun ke tahun
terus meningkat, bersamaan dengan semakin sejahteranya masyarakat dan

semakin majunya industri yang menggunakan produk gaharu sebagai bahan bakunya, seperti industri
parfum, kosmetika, hio, setanggi dan obat-obatan (Departemen Kehutanan, 2002).

Sebagai komoditas yang berorientasi pada pasar ekspor, maka untuk menjadikannya sebagai
penggerak perekonomian lokal dalam mengentaskan kemiskinan di NTB, diperlukan

penelitian mendalam sepanjang rantai nilai dari pengusahaan komoditas tersebut mulai dari
perencanaan dan desain produk sampai mengantarnya pada konsumen akhir. Hal ini penting

sebagai dasar untuk membangun daya tarik, daya tahan dan daya saing dari komoditas gaharu tersebut.
Tulisan ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
pengusahaan komoditas gaharu lokal NTB dan (2) merumuskan strategi membangun daya tarik, daya
tahan dan daya saing komoditas gaharu lokal NTB agar dapat membantu mengentaskan kemiskinan di
Provinsi NTB.

Perkembangan pohon gaharu di NTB cukup pesat,sekarang sudah banyak berdiri tempat-tempat yang
menyediakan bibit pohon gaharu dan di beberapa tempat seperti di sumbawa dan bima sudah banyak
yang membudidayakan pohon gaharu dengan lahan yang cukup luas. hasilnya, banyak bermunculan
miliyarder-milyarder dari daerah ini. prestasi yang paling membanggakan pada daerah ini, yaitu dengan
ditemukannya teknologi pembuatan Gubal Gaharu Lombok hasil temuan seorang peneliti Unram,
almarhum Dr Parman, mantan Dekan Fakultas Pertanian. teknologi pembuatan Gubal Gaharu Lombok
hasil temuan almarhum Dr Parman menjadi perhatian sejumlah negara di dunia, di antaranya Malaysia
dan Jerman, yang menyatakan diri tertarik mempelajari teknologi ini. Atas dasar itulah, secepatnya
Unram akan segera mengurus hak paten teknologi Gubal Gaharu, terlebih adanya berbagai budaya serta
hasil penemuan pakar Indonesia yang diklaim oleh Malaysia.

Berkat kerja sama dengan Departemen Kehutanan sejak 1998 yang menyediakan lahan hutan produksi
seluas 225 hektar di Desa Senaru yang statusnya sebagai hutan pendidikan, gaharu menjadi prioritas
penelitian yang dilakukan oleh Gaharu Center Fakultas Pertanian Unram. Yang sudah ditanami 125
hektar atau sebanyak 32.000 pohon Ketimunan - atau lebih dikenal sebagai pohon gaharu - oleh 160
kepala keluarga warga Desa Senaru dan Desa Sukadana. Masing-masing yang mendapatkan hak
penggarapan menanam 200 pohon pada lahan seluas 40-80 are yang diselanya ditanami tanaman lain
cokal, kopi, vanili, pisang dan talas untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Biaya tanam gaharu
sampai berhasil kelak diperhitungkan mencapai Rp1,25 juta per pohon. Tingkat keberhasilan tanaman ini
70-80 persen. permintaan kerja sama datang dari banyak daerah untuk ikut mengembangkanya. Antara
lain Pemerintah Daerah Sorong, Maluku. Bahkan menurut Rektor Unram Mansur Ma’shum permintaan
kerja sama juga dari negeri jiran Malaysia. ‘’Untuk mengembangkannya, dibiayai Proyek Pengembangan
Hutan Senaru Departemen Kehutanan,’’ kata Siddik, Jum’at (12/6) pagi. Ia menjelaskannya bersama
anggota pengembangan dan pengkajian teknologi budi daya Lalu Irasakti dan Koordinator
Pengembangan dan Pengkajian Teknologi Gubal Mulat Isnaini. Gaharu Center ini sudah dibiayai
Departemen Kehutanan sejak tahun 2007 sebesar Rp 250 juta, tahun 2008 sebesar Rp175 juta dan tahun
2009 ini sebanyak Rp 90 juta.

Tanaman gaharu ini paling cepat dapat disuntik setelah usia tanam 6-8 tahun. Gubalnya didapat
setelah dua tahun disuntik mikro organisme. Mulat Isnaini yang menangani penyuntikan mengatakan
telah 600 pohon yang disuntik selama dua tahun terakhir ini namun belum dilihat hasilnya.
‘’Kemungkinan pada tahun 2010 nanti sudah bisa menghasilkan gubal yang berkwalitas menengah,’’
ucapnya. Hitungannya per pohon sebanyak 1-2 kilogram gubal gaharu dan harganya Rp 5 juta perkilonya.
Jika didapat kelas super harganya Rp 10 juta per kilonya.(supriyantho khafid/lomboknews).

Beberapa permasalahan dalam usaha budidaya gaharu : 1. Adanya penebangan pohon gaharu
dilakukan semakin intensif sejalan dengan meningkatnya permintaan pasar. Dilain pihak pola tata niaga
komoditi gaharu sangat lemah dan lebih banyak ditentukan oleh konsumen dan pasar sehingga posisi
tawar menawar (bargaining position) masyarakat produsen (petani pemungut, pengumpul serta petani
budidaya) masih sangat kurang. 2. Teknik budidaya gaharu belum dikuasai sepenuhnya oleh masyarakat.
3. Data tentang potensi lokasi/areal yang dapat dikembangkan tanaman gaharu belum tersedia. 4.
Sarana produksi seperti benih dan bibit serta bahan inokulum belum cukup tersedia.

pemasaran kayu gaharu diatur melalui kuota. Kuota untuk Indonesia tahun 2011 sekitar 400 ton
setahun. Jatah terbesar dipegang Papua dan Kalimantan, sedangkan NTB mendapat jatah 8 ton pada
tahun 2011. Jumlah yang sama untuk tahun 2012 nanti. Permintaan terbesar gaharu kelas super dari
Timur Tengah, sisanya kelas menengah-bawah diekspor ke China dan Taiwan. Di Arab Saudi, biasanya
kayu gaharu dijadikan bahan mandi uap untuk menghilangkan bau badan yang kurang sedap, di China
dan Taiwan umumnya untuk wewangian dupa, sedangkan di Thailand ampasnya untuk bahan membuat
obat nyamuk. Soal bibit, masih tersedia cukup banyak di NTB yang dibudidayakan di kawasan hutan
Gunung Rinjani, kemudian Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa, dan lingkar tam bang PT Newmont
Nusa Tenggara di Kabupaten Sumbawa Barat. Stok jenis gaharu Girinof yang umumnya tumbuh, dibudi-
dayakan dan dikirim dari NTB sekitar 100.000 batang per tahun, bertinggi 25 cm-35 cm yang umurnya
setahun.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

berdasarkan fakta-fakta yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa :

1. komoditas gaharu merupakan komoditas dengan nilai ekonomi yang sangat tinggi, yaitu RP 300 ribu
/kg sampai harga RP 250 juta /kg jika kwalitasnya tinggi

2. budidaya pohon gaharu sama dengan budidaya tanaman lainnya, bahkan cukup sederhana.

3. gaharu bermanfaat untuk pembuatan parfum, obat, kerajinan seni dan sebagainya

4. komoditas gaharu di NTB, sudah berkembang pesat dan mendapat perhatian international

5. Gaharu dihasilkan tanaman sebagai respon dari masuknya mikroba yang masuk ke dalam jaringan
yang terluka

B.Saran

Diharapkan masyarakat mampu memanfaatkan peluang emas yang dimiliki oleh komoditas gaharu
yang sudah memasuki pasar international, dengan memanfaatkan lahan-lahan marginal yang masih
belum termanfaatkan dengan baik di setiap daerah di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai