Anda di halaman 1dari 16

PELESTARIAN HUTAN KAYU PUTIH SEBAGAI UPAYA KONSERVASI

SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN


DI KABUPATEN MOJOKERTO

Disusun oleh:
Kelompok 1
Tyas Cricilia (18030204007)
Jadsna Rohma Hanida (18030204016)
Alma Dwi Rahmawati (18030204021)
Carolina Adventia Krsiwanti (18030204023)

Pendidikan Biologi U 2018

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAY
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai salah satu Negara agraris di dunia, Indonesia merupakan
penghasil 40 dari 80 jenis minyak atsiri yang beredar di perdagangan pada
pasar dunia. Dari 40 jenis minyak atsiri yang dihasilkan Indonesia, 13
jenis diantaranya sudah memasuki persaingan mimnyak atsiri global, yaitu
minyak yang berasal dari tanaman Nilam, Serai Wangi, Kenanga, Kayu
Putih, dan Kemukus. Tanaman kayu putih (Melalauca leucadendron
Linn.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak
digunakan di Indonesia dan dibutuhkan dalam industri minyak atsiri di
Indoneisa. Indonesia merupakan Negara yang subur sehingga berbagai
macam jenis tanaman dapat tumbuh dengan baik disini. Hal ini dapat
membuka peluang pertanian yang besar dan dapat menghasilkan banyak
keuntungan ekonomis pula. Kayu putih masuk kedalam tumbuhan bukan
kayu dan memiliki prospek perkembangan yang cukup baik jika
dibudidayakan di Indonesia.
Tanaman kayu putih memiliki potensi yang besar di pulau Jawa.
Baik dalam hal produksi tanaman maupun dalam hal penyulingan untuk
dijadikan minyak atsiri yang dikenal dengan nama minyak kayu putih.
Pabrik pengolahan minyak kayu putih ini di Pulau Jawa sendiri juga sudah
banyak sehingga Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang
menghasilkan minyak kayu putih dalam jumlah yang banyak. Hal ini
didukung dengan teknik yang dilakukan untuk memanen tanaman kayu
putih yang efisien bail secara waktu dan biaya. Teknik yang kerap
digunakan oleh pabrik pabrik pengolahan adalah kayu putih adalah teknik
rimbas.
Selain teknik rimbas tadi, terdapat pula teknik memanen tanaman
kayu putih yaitu dengan menggunakan alat bantu sabit atau secara manual
sehingga hasil panen yang didapat tergantung dari kemampuan pekerja.
Pabrik minyak kayu putih sendiri merupakan pabrik yang beroperasi 24
jam sehingga bahan baku berupa daun kayu putih harus selalu tersedia
pasokannya. Hal ini menyebabkan tuntutan yang tinggi pada pekerja yang
memanen kayu putih secara manual. Para pemanen tumbuhan kayu putih
harus bekerja sekitar 10 jam perhari untuk memenuhi jumlah pasokan
daun kayu putih yang diperlukan. Untuk itu dalam memanen tanaman
kayu putih hendaknya dilakukan dengan cara yang efisien agar hasil yang
diperoleh dapat maksimal dan dapat memenuhi target yang telah
ditetapkan dalam satu kali masa produksi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengolah tanaman kayu putih yang ada di Kecamatan
Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto secara maksimal?
2. Bagaimana cara meminimalisir bau menyengat yang ditimbulkan
akibat pertumbuhan tanaman kayu putih di Kecamatan
Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto?
C. Tujuan
3. Untuk dapat mengolah tanaman kayu putih secara maksimal di
Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto.
4. Untuk dapat meminimalisir bau menyengat yang ditimbulkan akibat
pertumbuhan tanaman kayu putih di Kecamatan Dawarblandong,
Kabupaten Mojokerto.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Tanaman Kayu Putih


Melaleuca cajuputi dikenal dengan nama daerah Kayu putih merupakan
salah satu jenis tanaman yang mempunyai peranan cukup penting dalam industri
minyak atsiri. Secara taksonomi, Melaleuca cajuputi subsp cajuput
diklasifikasikan ke dalam Divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae,
Klas Dicotyledonae, Ordo Myrtales, Familia Myrtaceae, Genus Melaleuca, dan
Spesies Melaleuca cajuputi, Sub spesies Melaleuca cajuputi subsp cajuputi.
Dalam tatanama lama Melaleuca cajuputi subsp cajuputi disebut Melaleuca
leucadendron, tetapi tatanama spesies tersebut telah direvisi menjadi Melaleuca
cajuputi subsp cajuputi (Craven dan Barlow dalam Rimbawanto, Anto, dkk., 1997).
1. Sebaran Alami Tanaman Kayu Putih
Berdasarkan sebaran alaminya, jenis ini dibagi menjadi tiga subspecies,
yaitu :
a) Subsp. cajuputi Powell tumbuh di bagian barat daya Australia dan
Indonesia bagian timur (Kepulauan Maluku dan Timor),
b) Subsp. cumingiana Barlow tumbuh di bagian barat Indonesia
(Sumatera, Jawa Barat dan Kalimantan bagian selatan), Malaysia,
Myanmar, Thailand dan Vietnam, dan
c) Subsp. platyphylla Barlow tumbuh di bagian utara
Queensland/Australia, bagian barat laut Papua New Guinea,
bagian selatan Irian Jaya, Kep. Aru dan Kep. Tanimbar (Craven
dan Barlow dalam Rimbawanto, Anto, dkk., 1997)

A M. cajuputi subsp. cajuputi


A C
B M. cajuputi subsp.
cumingiana

C M. cajuputi subsp. platphylla


Gambar 1 Persebaran alam Melaleuca cajuputi
2. Ciri-ciri Tanaman Kayu Putih
Pohon kayuputih umumnya mempunyai batang tunggal, tinggi pohon
dapat mencapai 25 m atau bahkan 40 m, dengan diameter 1,2 m.
Mempunyai tajuk yang cukup tebal, dengan daun berwarna hijau gelap,
dan kulit batang berwarna keputihan.
a) Batang
Tinggi 2 – 35 m, kulit batang berlapis-lapis, warna putih kelabu
dengan permukaan kulit yang mengelupas tidak beraturan, batang pohon
sedang dengan percabangan menggantung. Kayunya tergolong kayu
keras. Meskipun dapat mencapai diameter yang dapat digergaji
menjadi papan, umumnya tidak dimanfaatkan karena proses
penggergajian yang sulit (mengandung silika yang dapat membuat
tumpul pisau gergaji). Kayunya biasa dipakai dalam bentuk bulat sebagai
tiang. Kulit batangnya yang lembut biasa digunakan untuk pembungkus.

Gambar 2 Kenampakan Kulit Batang Pohon Kayu Putih


(Foto: A. Rimbawanto)
b) Daun
Daun tunggal, kecil agak tebal, bertangkai pendek, warna hijau
kusam. Letak berseling. Helai daun berbentuk lonjong, panjang 40 –140
mm, lebar 7,5 – 60 mm, ujung dan pangkal daun runcing, tulang daun
hampir sejajar gan tepi daun rata. Permukaan daun berambut, warna
hijau kelabu sampai kecoklatan. Daunnya dipenuhi oleh kelenjar minyak,
dan bila diremas daun mengeluarkan bau minyak kayuputih (Brophy et al
dalam Rimbawanto, Anto, dkk., 2013). Di daerah iklim kering, bau itu
bahkan dapat tercium hanya dengan mengusap daunnya.
Daun kayuputih mempunyai kelenjar minyak (oil glands), yang
bersifat anti-bacterial dan anti-inflamatory, yang secara tradisional
digunakan untuk mengobati penyakit ringan seperti masuk angin,
influenza, gatal karena gigitan serangga, dan lain- lain. Bau minyak
kayuputih yang menyegarkan juga digunakan sebagai pewangi pada
sabun, kosmetik, deterjen dan parfum.

Gambar 3 Bentuk Daun Pohon Kayu Putih (Foto: A.


Rimbawanto)
c) Bunga
Bunga tumbuhan ini termasuk bunga majemuk (hermaphrodit),
bentuknya seperti lonceng, daun mahkota berwarna putih dengan kepala
putik berwarna putih kekuningan, mempunyai 5 kelopak bunga (petal),
mempunyai banyak tangkai sari (filament) yang berwarna kuning
keputihan, dan bunganya tumbuh di ujung percabangan (Brophy et al
dalam Rimbawanto, Anto, dkk., 2013).
Waktu dan intensitas pembungaan pada genus Melaleuca bervariasi
antar spesies dan antar tempat tumbuh. Pada umumnya kayuputih
berbunga mulai bulan Maret sampai Nopember, tergantung pada lokasi
tumbuhnya. Di Gunung Kidul misalnya, pembungaan terjadi antara
Februari hingga Mei, sedangkan buah siap panen mulai Nopember.
Dibutuhkan waktu 9 bulan sejak terbentuknya tunas bunga hingga buah
matang (Rimbawanto, Anto, 2008). Di P. Buru dan P. Seram musim
berbunga dimulai sejak bulan Juli (Gun et al dalam Rimbawanto, Anto,
dkk., 1996). Perbedaan waktu pembungaan kayuputih juga dilaporkan
oleh Schmidt dan Thuy (2004) di Vietnam Utara yang terjadi pada bulan
Juni sampai Oktober.
Gambar 4 Bunga Pohon Kayu Putih (Foto: A.
Rimbawanto)
d) Buah
Buah kayuputih disebut sebagai kapsul yang berisi biji berwarna
coklat gelap dan kotoran buah. Pada setiap kapsul berisi campuran biji-
biji sempurna dan “chaf” atau kotoran yang berasal dari ovul yang tidak
terbuahi pada proses pembuahan. Biji yang sempurna pada umumnya
berbentuk padat dan berwarna coklat kehitam-hitaman, sedangkan biji
yang tidak sempurna atau gagal dalam proses pembuahannya umumnya
berbentuk agak kempes dan berwarna coklat muda. Tanaman kayuputih
mulai menghasilkan biji pada umur 2 tahun dengan jumlah biji yang
berlimpah dan persentase kecambah di atas 80%.
Biji kayuputih berukuran sangat kecil dan dalam setiap kapsul
mengandung antara 10 - 30 biji. Setiap gram biji dapat menghasilkan
3.000 – 6.000 kecambah. Biji kayuputih bersifat ortodoks, yaitu biji yang
kadar airnya dapat diturunkan hingga 5% dan bila disimpan dalam suhu
rendah (4 - 10 °C), dapat bertahan hidup sampai beberapa tahun.
Gambar 5 Biji Pohon Kayu Putih (Foto: A. Rimbawanto)

B. Strategi Budidaya Tanaman Kayu Putih


1. Teknik Persemaian
Teknik pembibitan tanaman kayuputih dapat dilakukan secara generatif
maupun vegetatif.
a. Teknik Budidaya secara generatif
Secara generatif, perbanyakan dilakukan dengan biji. Biji yang
dipanen sebaiknya berasal dari pohon induk yang bagus dan dipanen
ketika masa puncak pembuahan. Musim berbunga dan berbuah sangat
ber variasi antar lokasi dan waktu. Biji kayuputih terbungkus dalam
kapsul-kapsul, dimana dalam setiap kapsul terdapat kurang lebih 10-30
biji. Seringkali biji kayuputih tercampur dengan sekamnya yang sangat
mirip penampilannya dengan biji. Dalam 1 gram biji kayuputih dapat
menghasilkan semai kurang lebih 4000 – 6000 semai. Biji kayuputih
sangat lembut sehingga dalam penaburan benih perlu perlakuan khusus
yaitu dengan dicampur pasir halus ketika penaburan.
1) Pembibitan
Persiapan awal dalam melakukan pembibitan kayuputih dimulai
dengan penyiapan bak tabur yang bak plastik ukuran sedang dengan
drainase dibawahnya. Media tabur berupa pasir halus yang sudah di
sterilkan dengan cara penggorengan (sangrai) atau dengan dijemur
dibawah terik matahari selama beberapa hari. Sebelum dilakukan
penaburan benih, benih dicampur dengan pasir halus steril untuk menjaga
persebaran benih di bak tabur yang lebih merata. Penaburan benih
dilakukan dalam bak-bak tabur. Pemeliharaan selama masa
perkecambahan adalah dengan cara memelihara kelembaban dan suhu
dalam media. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan air yang sudah
disterilisasi (dengan cara pemanasan hingga mendidih) dan ditambahkan
sedikit kapur untuk mengurangi tingkat keasaman air. Penyiraman
dilakukan setiap pagi dan sore hari. Benih berkecambah setelah 5-21 hari.
Setelah satu minggu, semai ini harus disapih kedalam polibag yang telah
diisi dengan media sapih berupa campuran antara top soil dan pupuk
kandang dan pupuk organik mikro.
2) Penyapihan dan pemeliharaan di persemaian
Tahap kedua dari penyiapan bibit adalah penyapihan. Penyapihan
kecambah dari bak tabur dilakukan dengan menggunakan alat bantu
pinset, karena ukuran kecambah yang sangat kecil. Setelah penyapihan
dilakukan, bibit harus ditempatkan dalam sungkup plastik untuk menjaga
kelembaban dan suhu agar tetap stabil selama satu bulan. Penyiraman
dengan sprayer dilakukan setiap pagi sedangkan penyiraman media
dilakukan 2 kali seminggu untuk menjaga media sapih tetap basah.
Sebulan kemudian, atau setelah muncul daun empat pasang , sungkup
dapat dibuka karena pada umur tersebut, bibit sudah kuat dan tahan
terhadap perubahan kelembaban dan suhu udara, namun naungan/
paranet masih tetap dipasang selama satu bulan setelah pembukaan
sungkup. Pemangakasan cabang dan pengurangan daun pada bibit
dilakukan sebelum bibit diangkut ke lapangan untuk mengurangi
penguapan sehingga bibit tidak mengalami stres pada saat ditanam
dilapangan.

b. Teknik Budidaya secara Vegetatif


1) Stek Pucuk
Teknik perbanyakan dengan stek pucuk pada kayuputih dilakukan
dengan memanfaatkan tunas-tunas muda. Tanaman kayuputih
memiliki kemampuan bertunas (sprouting ability) yang bagus,
sehingga untuk menumbuhkan tunas-tunas muda dapat dilakukan
dengan mudah. Untuk memacu munculnya tunas-tunas muda, batang
tanaman kayuputih dilukai atau di girdling. Selanjutnya akan muncul
tunas-tunas muda dalam jumlah yang banyak. Tunas yang masih
muda dipotong kurang lebih sepanjang 10 cm, kemudian diberi
hormone IBA pada bagian pangkal tunas. Selanjutnya ditanam pada
bak plastik dengan media tanam berupa pasir halus dan ditutup
dengan sungkup. Stek pucuk yang berhasil tumbuh akan
menampakkan kondisi stek yang masih segar (tidak layu) dan muncul
tunas baru. Penyiraman dilakukan dengan hand spayer setiap pagi dan
sore untuk menjaga kelembabannya. Setelah tunas baru berkembang
dan kokoh, kemudian dilakukan aklimatisasi dengan membuka
sungkup secara bertahap. Teknik perbanyakan dengan stek pucuk ini
dilakukan terutama pada pohon-pohon unggul yang memiliki
rendemen dan kadar 1,8 cineole yang tinggi. Melalui perbanyakan
stek pucuk ini maka sifat genetik yang dimiliki oleh pohon induknya
akan terbawa pada bibit yang dikembangkan. Teknik perbanyakan
dengan stek pucuk ini memberikan persen keberhasilan yang cukup
tinggi, hampir 90 %.
2) Grafting atau Menyambung
Perbanyakan dengan teknik grafting atau menyambung dilakukan
dengan menyambungkan bagian bawah tanaman (rootstock) dengan
bagian atas berupa potongan ranting dari pohon yang sudah tua
(scion). Oleh karena itu perlu menyiapkan semai yang akan digunakan
sebagai rootstock dan menyiapkan bagian yang akan disambungkan
(scion). Benih yang disemaikan untuk rootstock sebaiknya benih-
benih dari pohon induk dengan nomor sama yang akan digunakan
sebagai scion. Ini berkaitan dengan tingkat kompatibilitas antara
batang atas (scion) dan batang bawah (rootstock) sehingga dapat
diperoleh persen keberhasilan lebih tinggi. Scion diambil dari ranting
pohon kayuputih yang memenuhi kriteria untuk grafting yaitu:
diameter kurang lebih 5-10 mm, memiliki daun dan berkayu. Ranting-
ranting tersebut kemudian diikat dan dibungkus dengan kertas untuk
menjaga kelembaban. Pembuatan grafting mengikuti metode yang
telah dikembangkan pada tanaman eucalyptus, yaitu top cleft grafting.
Jika dibandingkan dengan metode yang lain, top cleft grafting
memberikan persen keberhasilan lebih tinggi. Hal ini disebabkan
karena luas permukaan yang saling bersinggungan antara rootstock
dan scion lebih banyak sehingga kemungkinan untuk bersambung
lebih besar. Selain itu dalam grafting ini digunakan nomor pohon
induk yang sama karena tingkat kompatibilitasnya lebih besar,
sehingga tingkat keberhasilannya juga lebih besar. Hartman (1990)
menyebutkan bahwa selain faktor kompatibilitas faktor lain yang
mempengaruhi tingkat keberhasilan sambungan antara lain
penggunaan materi yang bebas penyakit, kondisi pertumbuhan batang
bawah dan scion, luasan permukaan kambium yang saling menempel
antara batang atas dan bawah serta perawatan setelah dilakukan
penyambungan yang meliputi pemberian naungan, sungkup pada
sambungan dan pembersihan tunas yang tumbuh pada rootstock.
Setelah dilakukan grafting, kegiatan selanjutnya adalah pemeliharaan
agar grafting tetap hidup dan segar. Kira-kira 1 minggu setelah
dilakukan grafting, apabila berhasil akan tumbuh tunas-tunas baru dari
scion. Selanjutnya untuk aklimatisasi plastik sungkup grafting dibuka
secara bertahap untuk memberikan lingkungan yang mendukung.
Demikian juga sarlon/shading secara bertahap dbuka hingga akhirnya
bibit grafting dapat tumbuh bagus tanpa naungan dipersemaian.
Penyiraman dilakukan setiap hari untuk menjaga bibit grafting tetap
segar.
BAB III

A. Subyek Penelitian

Pengelolaan kawasan hutan tumbuhan kayu pputih yang ada di wilayah


Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten


Mojokerto. Penelitian dilakukan pada hari Sabtu, 30 Maret 2019 pada pukul
08.00 WIB hingga pukul 13.00WIB
C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang sifatnya


deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dalam mengambil data dari
lokasi penelitian.
D. Teknik Analisis

Teknik analisis yang digunakan adalah kualitatif. Data diambil


berdasarkan fakta dan dengan mendeskripsikan keadaan hasil-hasil penelitian
dengan jelas dan padat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, hutan kayu putih di
kawasan Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto menjadi harapan
bagi masyarakat untuk dikembangkan sebagai sektor perekonomian yang
menguntungkan. Tanaman kayu putih pada awalnya ditanam di wilayah hutan
di Kecamatan Kemlagi, Mojokerto dan pada tahun 2007 mulai diperluas
areanya hingga saat ini. Pengelolaan kawasan hutan dilakukan oleh Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH) Mojokerto yang berada dalam organisasi Perum
Perhutani dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kawasan hutan kayu putih di Mojokerto bermanfaat dalam bidang
ekonomi karena dapat menghasilkan komoditas berupa minyak kayu putih
yang dikelola oleh pabrik minyak kayu putih di kawasan Kabupaten
Mojoketo dan membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar hutan sebagai
pekerja yang bertugas untuk memanen daun kayu putih. Pabrik minyak kayu
putih yang dimiliki oleh KPH Mojokerto merupakan pabrik yang aktif dalam
produksi minyak kayu putih selama sepanjang tahun. Tanaman kayu putih
dapat dipanen minimal umur 9 bulan, sehingga panen hanya dapat dilakukan
satu tahun sekali.
Perum Perhutani KPH Mojokerto menggunakan metode rimbas dalam
proses panen daun kayu putih untuk kemudian diproses di pabrik menjadi
minyak kayu putih. Proses panen daun kayu putih masih dilakukan secara
manual dengan menggunakan alat panen sabit, sehingga jumlah daun yang
dipanen tergantung pada kecepatan pekerja yang melakukan panen. Selama
ini, belum terdapat alat khusus untuk pekerja melakukan panen daun kayu
putih, sehingga masih menggunakan sabit yang biasa digunakan untuk
memotong rumput ilalang, padahal terdapat perbedaan kontur antara tanaman
kayu putih dan rumput ilalang. Dengan keterbatasan alat, maka pengelolaan
tanaman kayu putih di Kabupaten Mojokerto juga mendatangkan beberapa
permasalahan, di antaranya daun kayu putih yang belum diolah menimbulkan
bau menyengat bagi warga yang tinggal di sekitar hutan kayu putih, dan
limbah hasil panen seperti ranting-ranting pohon yang dibiarkan begitu saja
setelah proses penyulingan.

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi yang sudah dilakukan, dapat dilihat jelas
bahwa hutan kayu putih di Mojokerto merupakan salah satu sumber daya
alam terbarui yang sangat potensial dan harus mendapatkan penanganan yang
tepat, agar pemanfaatannya sesuai dengan nilai yang terkandung di dalamnya.
Pertama-tama, tindakan yang mampu dilakukan untuk menjaga kelestarian
hutan kayu putih adalah dengan menjaga ekosistem sekitar. Hal ini dilakukan
dengan tujuan utama adalah agar hutan kayu putih masih dapat bertahan
hidup dan memiliki pertumbuhan yang normal. Menjaga ekosistem
dimaksudkan agar setiap pohon kayu putih tetap memiliki karakteristik yang
sama dan dapat diolah secara komunal pula. Kedua, diperlukan tindakan
pemeliharaan hutan. Hal ini ditujukan agar keasrian hutan tetap terjaga, dan
tidak dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Selain dengan menjaga kelestarian dari kondisi hutan kayu putih di
Mojokerto, optimalisasi pemanfaatan sumber daya juga harus dilakukan. Hal
ini dikarenakan kayu putih memiliki nilai ekonomis yang baik, sehingga
mampu memberikan nilai tambah pada sektor ekonomi daerah, dan membuka
lapangan pekerjaan bagi warga di sekitar hutan kayu putih tersebut.
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya dapat dilakukan dengan beberapa
cara, seperti peningkatan kualitas dan teknologi dalam proses panen daun
kayu putih. Untuk menghemat waktu agar proses produksi menjadi lebih
efektif dan efisien, maka akan sangat baik apabila digunakan teknologi
tertentu dalam memetik daun kayu putih, sehingga pekerjaan untuk setiap
pekerja diringankan, dan waktu yang digunakan relatif lebih singkat.
Selanjutnya, optimalisasi juga dapat dilakukan dengan meningkatkan kelas
produksi hasil olahan daun kayu putih. Dengan menambah kapasitas
produksi, maka pemanfaatan sumber daya akan jauh lebih menyeluruh,
mengingat masa panen kayu putih adalah 9 bulan sekali dalam setahun,
sehingga produksi akan optimal apabila seluruh hasil panenan benar-benar
diolah menjadi produk konsumsi yang siap dipakai.
Di samping upaya menjaga kelestarian hutan kayu putih dan
optimalisasi proses produksi, usaha pengelolaan limbah sisa proses produksi
juga tidak kalah penting. Batang dan ranting sisa panenan akan lebih baik
apabila diolah sesuai dengan kebutuhan warga sekitar, sehingga tidak
meninggalkan sampah baru. Pengelolaan dapat dilakukan dengan
menggunakan batang dan ranting sebagai kerajinan ataupun pengganti kayu
bakar untuk kegiatan warga sekitar. Selain itu, ilalang di sekitar hutan kayu
putih yang ikut terpanen dapat digunakan sebagai sumber pangan ternak
sekitar. Apabila dirasa masih memiliki nilai tambah, akan sangat baik apabila
sisa batang dan ranting hasil panenan pohon kayu putih diolah menjadi pupuk
kompos, sehingga dapat digunakan kembali untuk proses regenerasi
tumbuhan kayu putih, dijadikan sebagai pupuk pada proses pembibitan
kembali tumbuhan kayu putih.
BAB V
SIMPULAN

Tindakan yang mampu dilakukan untuk menjaga kelestarian hutan kayu


putih adalah dengan menjaga ekosistem sekitar. Hal ini dilakukan dengan tujuan
utama adalah agar hutan kayu putih masih dapat bertahan hidup dan memiliki
pertumbuhan yang normal. Pemeliharaan hutan ditujukan agar keasrian hutan
tetap terjaga, dan tidak dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya dapat dilakukan dengan peningkatan
kualitas dan teknologi dalam proses panen daun kayu putih. Usaha pengelolaan
limbah sisa proses produksi juga tidak kalah penting. Batang dan ranting sisa
panenan akan lebih baik apabila diolah sesuai dengan kebutuhan warga sekitar,
sehingga tidak meninggalkan sampah baru. Sisa batang dan ranting hasil panenan
pohon kayu putih diolah menjadi pupuk kompos, sehingga dapat digunakan
kembali untuk proses regenerasi tumbuhan kayu putih, dijadikan sebagai pupuk
pada proses pembibitan kembali tumbuhan kayu putih.
DAFTAR PUSTAKA

Kartikawati, Noor Khomsah, dkk. 2014. Budidaya dan Prospek Pengembangan


Kayu Putih (Melaleuca cajuputi). Jakarta: IPB press.
Rimbawanto, Anto. 2008. Pemuliaan Tanaman dan Ketahanan Penyakit pada
Sengon. Yogyakarta: Penerbit Kaliwangi.
Rimbawanto, Anto. 2017. Minyak Kayu Putih dari Tanaman Asli Indonesia untuk
Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kaliwangi.

Anda mungkin juga menyukai