16
I. PENDAHULUAN
Guillain Barre syndrome (GBS) adalah Kumpulan Gejala yang jarang terjadi dimana
kerusakan terjadi akibat sistem kekebalan yang menyerang sel-sel saraf dalam tubuh, yang bisa
menyebabkan kelumpuhan dan kelemahan otot. GBS dapat menyebabkan gejala yang
berlangsung selama beberapa minggu. Kebanyakan orang sembuh dari GBS, tetapi beberapa
orang mengalami kerusakan saraf permanen. Dalam beberapa kasus yang langka, orang
meninggal karena GBS, biasanya akibat dari kesulitan bernapas. Di Amerika Serikat, misalnya,
3.000 sampai 6.000 orang diperkirakan menderita GBS setiap tahunnya, baik mereka yang
Guillain-Barre sindrom saat ini penyebab akut yang paling sering di seluruh dunia dan
merupakan flaccid paralysis salah satu keadaan darurat yang serius di bidang neurologi.
Kesalahpahaman yang umum adalah bahwa Guillain-Barre sindrom memiliki prognosis yang
baik tetapi 20% dari pasien mengalami kecacatan yang tetap dan meninggal sekitar 5%. Miller
Fisher syndrome, yang ditandai dengan ophthalmoplegia, ataksia, dan areflexia, dilaporkan
pada tahun 1956 sebagai varian kemungkinan Guillain-Barre sindrom, karena cairan
Selanjutnya, frank Guillain-Barre telah mengembangkan pada beberapa pasien dengan Miller
masing-masing dibedakan oleh distribusi kelemahan pada tungkai atau tengkorak dan innervasi
saraf otot. Ada bukti substansial untuk mendukung penyebab sindrom autoimun ini, dan profil
II. NEUROANATOMI
Sistem saraf disusun oleh 2 jenis sel utama yaitu Neuron dan Sel penyokong (supporting
cells). Neuron merupakan struktur fungsional dari sistem saraf yang mempunyai kemampuan
untuk merespon rangsangan fisik ataupun kimia, menghantarkan impuls listrik dan
merasakan stimulus sensorik, belajar, mengingat dan mengontrol kerja otot dan kelenjar.
Sebagian besar neuron tidak dapat membelah diri dengan cara mitosis, meskipun banyak juga
yang dapat beregenerasi pada ujung selnya atau membuat cabang baru pada kondisi tertentu.
(3,4)
Neuron terdiri atas 3 komponen utama, yaitu badan sel, dendrit dan akson. Badan sel
neuron adalah bagian yang paling besar dimana terdapat inti sel dan juga merupakan “nutrition
center” dari neuron tempat diproduksinya makromolekul untuk aktifitas neuron itu sendiri.
Bagian berikutnya adalah dendrit, merupakan perpanjangan dari sitoplasma yang membentuk
seperti ranting pohon. Dendrit berfungsi untuk menangkap impuls listrik dan mengalirkannya
menuju badan sel. Yang terakhir adalah akson, merupakan bagian paling panjang dari sel saraf
yang berfungsi mengantarkan impuls jauh dari badan sel. Panjang akson bervariasi, mulai dari
ukuran milimeter hingga ukuran meter (dari SSP menuju kaki). (3,4)
Gambar 1. Struktur Mikroskopis sel saraf (neuron)
Sel penyokong pada sistem saraf berbeda dengan organ lain, sel tersebut merupakan
derivat dari lapisan jaringan embrional (ektoderm) yang sama dengan neuron. Pada sistem saraf
pusat, terdapat 4 jenis sel penyokong, yaitu oligodendrosit, microglia, astrosit dan sel ependim,
sedangkan pada sistem saraf perifer terdiri dari sel schwann dan sel satelit.
Semua akson di Sistem saraf perifer dikelilingi oleh tumpukan lapisan sel schwann yang
disebut neurilemma, sedangkan di susunan saraf pusat tidak ditemukan sel schwann. Beberapa
akson di PNS dan CNF dikelilingi oleh selubung myelin yang membuat akson dapat
menghantarkan impuls lebih cepat dibandingkan akson yang tidak memiliki selubung myelin.
(4)
Gambar 3. Sel Schwann dan Selubung Myelin pada neuron
III. PATOMEKANISME
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi
terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated immunity)
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah
Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah
infeksi virus. Konsep imunologi yang penting untuk menjelaskan terjadinya reaksi inflamasi
pada GBS adalah konsep “molecular mimicry”, dimana terjadi reaksi silang antara antibodi
yang seharusnya menuju organisme yang menginfeksi tubuh penderita, tetapi menginfeksi sel
neuron dan myelin yang memiliki epitop pada gangliosida yang sama dengan organisme
penginfeksi tersebut. Antibodi tersebut melewati sawar darah otak dan memediasi reaksi
imunologi pada saraf tepi. Respon inflamasi tersebut menghasilkan sitokin yang memfasilitasi
infiltrasi sel imun dan juga meningkatkan permeabilitas kapiler sel endotel. Sehingga terjadi
difusi kompleks protein seperti immunoglobulin melewati sawar darah otak. Pada GBS, akan
ditemukan peningkatan jumlah protein di cairan cerebrospinal tetapi jumlah sel darah putih
Patomekanisme yang cukup jelas dapat diketahui pada subtipe GBS yang paling sering
pada AIDP berhubungan dengan infiltrasi makrofag dan CD4+ helper Sel T ke jaringan saraf
perifer (biasanya terjadi pada motor neuron). Diperkirakan bahwa anti-myelin IgG antibodi,
melalui “classical complement cascade” dan formasi serangan membran myelin yang
antigen-bound IgG dan reseptor komplemen untuk permukaan ikatan C3b yang memfasilitasi
terjadinya stripping pada myelin. Selain itu, aktivitas makrofag juga menyekresikan sitokin
Kerusakan myelin oleh sel imun dan serangan kompleks membran memberikan
manifestasi klinik pada AIDS. Pasien akan merasakan kelemahan otot yang simetris, paralisis
atau hiporefleksia dengan atau tanpa gejala sensorik dan otonom. Kelemahan otot tersebut
dapat menyebabkan kegagalan pernapasan yang bisa berakibat fatal. Demyelinisasi akson
paling banyak terjadi pada saraf perifer dan radiks spinalis, tetapi terdapat juga pada Nn.
Craniales (7).
Gambar 5. Proses Immunologi yang menyebabkan kerusakan akson dan sel schwann
AIDP merupakan varian yang paling sering ditemukan pada GBS (85-90%) yang secra
myelin pada N. Spinalis dan saraf perifer lainnya. AIDP merupakan kelainan autoimun yang
disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus sebelumnya dan dapat sembuh dengan sendirinya
(self-limited)(6,8).
MFS dipicu oleh infeksi strain C. Jejuni yang memberikan karakteristik terbentuknya
antibodi GQ1b dan antibodu GT1a pada tubuh penderita. Anbodi tersebut menyerang nervus
oculomotorius (N.III) juga cabang dorsal sel ganglion dan neuron cerebellar sehingga
memberikan gambaran klinik berupa ophtalmoplegia, ataxia dan areflexia. Kelemahan otot
yang terjadi pada MFS disebabkan blokade pelepasan asetilkolin pada ujung terminal akson (8).
3. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
mempunyai karakteristik onset akut/subakut berupa kelemahan anggota gerak yang simetris,
areflexia difus, kelemahan otot facial dan oropharyngeal serta insufisiensi napas (8).
Karakteristik dari varian ini adalah tetraparesis akut disertai areflexia, kehilangan
kemampuan sensori pada distal ekstremitas dan insufisiensi napas. Pada AMSAN ditemukan
5. Pharyngeal-Cervical-Brachial Variant
Varian ini merupakan GBS yang hanya terjadi pada otot-otot regio cervical, brachial
atau oropharyngeal. Varian ini menyebabkan kekakuan pada daerah faring dan leher yang
semakin lama akan meluas ke daerah ekstremitas dalam beberapa minggu. Ptosis dan
ophtalmoparesis bisa saja terjadi sehingga menjadi penyulit untuk membedakannya dengan
myasthenia gravis. Pada pemeriksaan CSF ditemukan peningkatan protein dan antibodi
GT1a(8).
V. DIAGNOSA
Gejala pertama dari sindrom Guillain-Barre adalah mati rasa, paresthesia, kelemahan,
nyeri pada tungkai, atau beberapa kombinasi dari gejala-gejala. Fitur utama bersifat progresif
bilateral dan relatif simetris kelemahan tungkai, dan kelemahan berlangsung selama 12 jam
GBS adalah jenis yang paling umum yang berkembang pesat, namun pada beberapa
gangguan bisa menjadi salah diagnosis ke GBS, terutama pada awal dalam perjalanannya.
Diagnosis GBS didasarkan pada gambaran klinis yang khas, pemeriksaan elektrodiagnostik
dan pemeriksaan cairan cerebrospinal (CSF) dapat membantu dalam diagnosis. Temuan
elektrodiagnostik sugestif GBS termasuk absennya H refleks, amplitudo rendah atau tidak ada
sensorik saraf potensial aksi, gelombang F yang abnormal, dan lainnya lebih jarang kelainan.
Temuan ini mungkin memungkinkan intervensi awal dengan perlakuan khusus, tetapi
diagnosis pasti biasanya tidak mungkin sampai hari kelima setelah onset gejala.10
o Arefleksia
o Disfungsi otonom
o Konsentrasi yang tinggi dari protein dalam cairan cerebrospinal ( <10 sel / mm3 )
o Hasil elektrodiagnosis
o Diphteria
CSS ditemukan di GBS adalah peningkatan protein CSS lebih besar dari 400 mg/L
dalam waktu seminggu dari timbulnya gejala (pada> 80% pasien). Gambar klasik di GBS
adalah albumino-sitologi disosiasi (yaitu peningkatan protein CSS dengan jumlah sel normal),
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3. polineuropati merupakan penyakit yang juga ditandai dengan
gambaran CSS mirip dengan GBS kecuali bahwa kadar protein jauh lebih tinggi di GBS (1009
Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar
normal dalam 9%
dari kasus
Penanganan GBS terdiri dari 2 komponen : penanganan suportif dan terapi spesifik.
Penanganan suportif menjadi hal yang utama dari terapi. Jika pasien melewati masa akut dari
penyakit dengan cepat, kebanyakan akan mengalami pemulihan fungsi. Namun, neuropati
dapat dengan cepat berkembang sehingga intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik sangat
Karena alasan ini, semua pasien dengan GBS harus dirujuk ke rumah sakit untuk
diobservasi pernapasannya, disfungsi saraf cranial, dan instabilitas otonom. Disfungsi sistem
saraf otonom dapat termanifestasikan pada fluktuasi tekanan darah, disaritmia jantung, pseudo-
obstruksi gastrointestinal, dan retensi urin. Profilaksis untuk deep vein thrombosis juga
Kortikosteroid
o Kortikosteroid dalam penanganan GBS sudah diperdebatkan selama puluhan tahun. Namun, dua
penelitian, satu dengan dosis konvensional prednisolone dan yang lain dengan dosis tinggi
lagi direkomendasikan sebagai penanganan rutin untuk GBS akut, kami telah mengamati
beberapa kasus dimana pemberian intravena dosis tinggi dari kortikosteroid tampaknya dapat
o Pemberian kortikosteroid tidak efektif dalam menangani GBS. Pada sitematik review Cochrane
dari enam percobaan dengan 587 pasien, rata-rata menunjukkan tidak adanya perbedaan
signifikan antara pasien yang ditangani dengan kortikosteroid dan non-kortikosteroid. Pada
empat percobaan dari kortikosteroid oral dengan 120 pasien, ada sedikit kemajuan klinis
signifikan. Kombinasi methylprednisolone intravena (500mg per hari dalam 5 hari) dengan
IVIG, dapat mempercepat pemulihan tapi tampak tidak memberikan efek signifikan untuk hasil
Plasmapharesis
o Metode ini digunakan untuk menghilangkan antibody dari darah. Prosesnya meliputi
pengambilan darah dari tubuh, biasanya dari tangan, darah dipompa ke mesin yang
o Rejimen yang kami gunakan menghilangkan 200 sampai 250 ml/kg plasma dalam 4 sampai 6
penanganan pada selang beberapa hari atau dalam jangka waktu yang lebih pendek jika tidak
ada koagulopati. Cairan pengganti yang digunakan yaitu larutan saline dikombinasikan dengan
5% albumin. Akses vena yang besar biasanya membutuhkan insersi dari subclavia atau kateter
internal jugular, dan ini dapat menjadi sumber utama komplikasi (pneumothorax, infeksi,
hemoragik). Pada kebanyakan pasien, penatalaksanaan ini dapat dilakukan melalui vena
epitaksis) dan aritmia jantung dapat terjadi. Beberapa grup memilih untuk menggunakan kadar
fibrinogen, yang saat menurun saat dilakukannya plasmapharesis, sebagai meteran untuk risiko
dari potensi hemoragik sebelum memulai pemeriksaan dan penggantian berikutnya. Hepatitis
dan AIDS tidak berisiko jika plasma diganti dengan albumin dan saline dibanding dengan
o Metode ini digunakan untuk memblok antibody dengan menggunakan dosis tinggi dari
immunoglobulin (IVIG). Pada kasus ini, immunoglobulin dimasukkan ke dalam darah dalam
o The Dutch Study Group telah menemukan bahwa intravenous administration of immune
globulin (0,4g/kg per hari untuk 5 hari berturut-turut) sama efektifnya dengan penggantian
plasma dan lebih mudah serta mungkin lebih aman karena tidak dibutuhkannya akses intravena
yang besar. Hasil dari penelitian yang dilakukan dengan membandingkan dua model
penatalaksanaan dan dievaluasi secara berkala. Pada percobaan akhir ada tren dimana hasil
lebih baik ada pada pasien yang menerima pertukaran plasma, dan hasilnya lebih bagus lagi
pada grup yang memberikan pergantian plasma diikuti dengan 5 hari pemberian immuno
globulin. Kebanyakan pasien mentoleransi penatalaksanaan IVIG dengan baik. Gagal ginjal,
proteinuria, dan meningitis asepsis, yang berbentuk sakit kepala hebat, dan komplikasi langka.
Satu-satunya reaksi serius yang ditemukan pada beberapa pasien yang secara kongenital
kekurangan IgA dan yang mendapatkan pooled gamma globulin mengakibatkan anafilaksis
VII. PROGNOSIS
3-5% pasien tidak bertahan hidup, walaupun ditangani di rumah sakit dengan peralatan
tercanggih.
Pada stadium awal, kematian banyak disebabkan oleh gagal jantung, yang mungkin
Pada stadium akhir, emboli paru dan komplikasi lainnya (biasanya karena bakteri) karena
imobilisasi yang lama dan gagal napas menjadi penyebab utama kematian.
Mayoritas pasien sembuh total atau mendekati total (dengan defisit motorik ringan pada kaki
atau tangan).
Masa penyembuhan bervariasi. Kadang terjadi dalam beberapa minggu atau bulan, namun,
jika terdapat degenerasi akson, regenerasinya mungkin membutuhkan waktu 6 sampai 18 bulan
Tidak adanya perubahan atau sedikit perubahan dapat diperkirakan apabila terdapat disabilitas
Add a comment
Hospital Management
Classic
Flipcard
Magazine
Mosaic
Sidebar
Snapshot
Timeslide
1.
Dec
16
I. PENDAHULUAN
Guillain Barre syndrome (GBS) adalah Kumpulan Gejala yang jarang terjadi
dimana kerusakan terjadi akibat sistem kekebalan yang menyerang sel-sel saraf dalam
tubuh, yang bisa menyebabkan kelumpuhan dan kelemahan otot. GBS dapat
sembuh dari GBS, tetapi beberapa orang mengalami kerusakan saraf permanen. Dalam
beberapa kasus yang langka, orang meninggal karena GBS, biasanya akibat dari
diperkirakan menderita GBS setiap tahunnya, baik mereka yang menerima vaksinasi
Guillain-Barre sindrom saat ini penyebab akut yang paling sering di seluruh
dunia dan merupakan flaccid paralysis salah satu keadaan darurat yang serius di bidang
memiliki prognosis yang baik tetapi 20% dari pasien mengalami kecacatan yang tetap
dan meninggal sekitar 5%. Miller Fisher syndrome, yang ditandai dengan
ophthalmoplegia, ataksia, dan areflexia, dilaporkan pada tahun 1956 sebagai varian
Barre telah mengembangkan pada beberapa pasien dengan Miller Fisher syndrome.
bahwa penyakit ini sebenarnya mencakup sekelompok gangguan perifer saraf, masing-
masing dibedakan oleh distribusi kelemahan pada tungkai atau tengkorak dan innervasi
saraf otot. Ada bukti substansial untuk mendukung penyebab sindrom autoimun ini,
II. NEUROANATOMI
Sistem saraf disusun oleh 2 jenis sel utama yaitu Neuron dan Sel penyokong
(supporting cells). Neuron merupakan struktur fungsional dari sistem saraf yang
dan mengontrol kerja otot dan kelenjar. Sebagian besar neuron tidak dapat membelah
diri dengan cara mitosis, meskipun banyak juga yang dapat beregenerasi pada ujung
Neuron terdiri atas 3 komponen utama, yaitu badan sel, dendrit dan akson.
Badan sel neuron adalah bagian yang paling besar dimana terdapat inti sel dan juga
aktifitas neuron itu sendiri. Bagian berikutnya adalah dendrit, merupakan perpanjangan
dari sitoplasma yang membentuk seperti ranting pohon. Dendrit berfungsi untuk
menangkap impuls listrik dan mengalirkannya menuju badan sel. Yang terakhir adalah
akson, merupakan bagian paling panjang dari sel saraf yang berfungsi mengantarkan
impuls jauh dari badan sel. Panjang akson bervariasi, mulai dari ukuran milimeter
Sel penyokong pada sistem saraf berbeda dengan organ lain, sel tersebut
merupakan derivat dari lapisan jaringan embrional (ektoderm) yang sama dengan
neuron. Pada sistem saraf pusat, terdapat 4 jenis sel penyokong, yaitu oligodendrosit,
microglia, astrosit dan sel ependim, sedangkan pada sistem saraf perifer terdiri dari sel
Semua akson di Sistem saraf perifer dikelilingi oleh tumpukan lapisan sel
schwann yang disebut neurilemma, sedangkan di susunan saraf pusat tidak ditemukan
sel schwann. Beberapa akson di PNS dan CNF dikelilingi oleh selubung myelin yang
membuat akson dapat menghantarkan impuls lebih cepat dibandingkan akson yang
III. PATOMEKANISME
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan
pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang
paling sering adalah infeksi virus. Konsep imunologi yang penting untuk menjelaskan
terjadinya reaksi inflamasi pada GBS adalah konsep “molecular mimicry”, dimana
terjadi reaksi silang antara antibodi yang seharusnya menuju organisme yang
menginfeksi tubuh penderita, tetapi menginfeksi sel neuron dan myelin yang memiliki
epitop pada gangliosida yang sama dengan organisme penginfeksi tersebut. Antibodi
tersebut melewati sawar darah otak dan memediasi reaksi imunologi pada saraf tepi.
Respon inflamasi tersebut menghasilkan sitokin yang memfasilitasi infiltrasi sel imun
dan juga meningkatkan permeabilitas kapiler sel endotel. Sehingga terjadi difusi
kompleks protein seperti immunoglobulin melewati sawar darah otak. Pada GBS, akan
ditemukan peningkatan jumlah protein di cairan cerebrospinal tetapi jumlah sel darah
Patomekanisme yang cukup jelas dapat diketahui pada subtipe GBS yang paling
demyelinisasi pada AIDP berhubungan dengan infiltrasi makrofag dan CD4+ helper
Sel T ke jaringan saraf perifer (biasanya terjadi pada motor neuron). Diperkirakan
dan formasi serangan membran myelin yang kompleks. Proses tersebut juga
stripping pada myelin. Selain itu, aktivitas makrofag juga menyekresikan sitokin pro-
Kerusakan myelin oleh sel imun dan serangan kompleks membran memberikan
manifestasi klinik pada AIDS. Pasien akan merasakan kelemahan otot yang simetris,
paralisis atau hiporefleksia dengan atau tanpa gejala sensorik dan otonom. Kelemahan
otot tersebut dapat menyebabkan kegagalan pernapasan yang bisa berakibat fatal.
Demyelinisasi akson paling banyak terjadi pada saraf perifer dan radiks spinalis, tetapi
AIDP merupakan varian yang paling sering ditemukan pada GBS (85-90%)
clearance dari myelin pada N. Spinalis dan saraf perifer lainnya. AIDP merupakan
kelainan autoimun yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus sebelumnya dan
terbentuknya antibodi GQ1b dan antibodu GT1a pada tubuh penderita. Anbodi tersebut
menyerang nervus oculomotorius (N.III) juga cabang dorsal sel ganglion dan neuron
simetris, areflexia difus, kelemahan otot facial dan oropharyngeal serta insufisiensi
napas (8).
kehilangan kemampuan sensori pada distal ekstremitas dan insufisiensi napas. Pada
AMSAN ditemukan peningkatan CSF dan potensial motorik serta sensorik yang
menghilang(8).
5. Pharyngeal-Cervical-Brachial Variant
Varian ini merupakan GBS yang hanya terjadi pada otot-otot regio cervical,
brachial atau oropharyngeal. Varian ini menyebabkan kekakuan pada daerah faring dan
leher yang semakin lama akan meluas ke daerah ekstremitas dalam beberapa minggu.
Ptosis dan ophtalmoparesis bisa saja terjadi sehingga menjadi penyulit untuk
V. DIAGNOSA
kelemahan, nyeri pada tungkai, atau beberapa kombinasi dari gejala-gejala. Fitur utama
bersifat progresif bilateral dan relatif simetris kelemahan tungkai, dan kelemahan
berlangsung selama 12 jam untuk 28 hari. Pasien biasanya memiliki hiporefleksia
GBS adalah jenis yang paling umum yang berkembang pesat, namun pada
beberapa gangguan bisa menjadi salah diagnosis ke GBS, terutama pada awal dalam
absennya H refleks, amplitudo rendah atau tidak ada sensorik saraf potensial aksi,
gelombang F yang abnormal, dan lainnya lebih jarang kelainan. Temuan ini mungkin
biasanya tidak mungkin sampai hari kelima setelah onset gejala.10 Karakteristik CSF
o Arefleksia
o Disfungsi otonom
o Tidak adanya demam saat onset
o Konsentrasi yang tinggi dari protein dalam cairan cerebrospinal ( <10 sel
/ mm3 )
o Hasil elektrodiagnosis
o Diphteria
CSS ditemukan di GBS adalah peningkatan protein CSS lebih besar dari 400
mg/L dalam waktu seminggu dari timbulnya gejala (pada> 80% pasien). Gambar klasik
jumlah sel normal), Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3. polineuropati merupakan penyakit
yang juga ditandai dengan gambaran CSS mirip dengan GBS kecuali bahwa kadar
protein jauh lebih tinggi di GBS (1009 + 790 mg / L) dibandingkan dengan 450 + 340
Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan
normal dalam 9%
dari kasus
VI. TERAPI
spesifik. Penanganan suportif menjadi hal yang utama dari terapi. Jika pasien melewati
masa akut dari penyakit dengan cepat, kebanyakan akan mengalami pemulihan fungsi.
Namun, neuropati dapat dengan cepat berkembang sehingga intubasi endotrakeal dan
Karena alasan ini, semua pasien dengan GBS harus dirujuk ke rumah sakit untuk
jantung, pseudo-obstruksi gastrointestinal, dan retensi urin. Profilaksis untuk deep vein
minggu.(9)
Kortikosteroid
perkembangan penyakit.(11)
empat percobaan dari kortikosteroid oral dengan 120 pasien, ada sedikit
Plasmapharesis
dalam jangka waktu yang lebih pendek jika tidak ada koagulopati.
insersi dari subclavia atau kateter internal jugular, dan ini dapat menjadi
diganti dengan albumin dan saline dibanding dengan pooled plasma. (11)
Immunoglobulin Intravena (IVIG)
berkala. Pada percobaan akhir ada tren dimana hasil lebih baik ada pada
pasien yang menerima pertukaran plasma, dan hasilnya lebih bagus lagi
thrombosis.(11)
VII. PROGNOSIS
3-5% pasien tidak bertahan hidup, walaupun ditangani di rumah sakit dengan peralatan
tercanggih.
Pada stadium awal, kematian banyak disebabkan oleh gagal jantung, yang mungkin
Pada stadium akhir, emboli paru dan komplikasi lainnya (biasanya karena bakteri)
karena imobilisasi yang lama dan gagal napas menjadi penyebab utama kematian.
Mayoritas pasien sembuh total atau mendekati total (dengan defisit motorik ringan
Tidak adanya perubahan atau sedikit perubahan dapat diperkirakan apabila terdapat