Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN JOURNAL SHARING

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Stase Keperawatan Gawat Darurat dan
Kritis
Pembimbing Akademik : Suhartini Ismail,S.Kp.,MNS.,Ph.D
Ns. Reni Sulung Utami, Skep. Msc
Ns. Ahmad Pujianto, S.Kep.M.Kep

Disusun oleh :
Esti Aryani 22020118210047
Lia Budiningmas 22020118210024
Ria Afnenda Naibaho 22020118210005
Maulida Tsany 22020118210022
Dwi Saputra 22020118210042
Noorachmi Harum S 22020118210028
Utami Dwi Yusli 22020118210006
Gladis Risna A. 22020118210026
Novicka Dety Aritantia 22020118210051

PROGRAM PPENDIDIKAN PROFESI NERS XXXII


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
Kebisingan Ruang Intensive Care Unit

Tingkat kebisingan yang tinggi di unit perawatan intensif (ICU) adalah


masalah yang telah dikenal sejak dulu. Pasien di Intensive Care Unit (ICU) sering
dikelilingi oleh peralatan medis dan teknologi yang mudah mendominasi
lingkungan terdekat pasien. Peralatan secara kolektif menghasilkan beberapa
suara dan nada asing serta memancarkan cahaya yang kaya akan spektrum biru.
Bunyi monitor dan suara staf yang berbicara adalah sumber utama kebisingan.
Peningkatan tekanan suara dapat dianggap kebisingan jika tidak diinginkan.
Tinjauan sistematis terhadap fenomena mengenai sumber suara utama di ICU
adalah percakapan, perlengkapan alarm, kegiatan pelayanan kesehatan,
penggunaan ventilator mekanik, telepon, televisi, menutup pintu, dan benda yang
jatuh (1,2,3).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Boehm dan Morast menyebutkan
bahwa penyedia pelayanan kesehatan memberikan 30%-60% tingkat kebisingan
di ICU. Kebisingan dapat diwujudkan dalam bentuk faktor-faktor operasional
seperti percakapan antar staff dan peralatan medis seperti ventilator, pompa infus,
dan monitor. Stasiun perawat merupakan tempat paling bising karena komunikasi
antar petugas, telepon, stasiun pemantauan pusat (4).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hu dkk pada tahun 2016 dengan judul
“An Investigation of Light and Sound Levels on Intensive Care Units in China”,
didapatkan hasil yaitu tingkat kebisingan siang hari rata-rata melebihi 60 dB,
sedangkan tingkat kebisingan malam hari melebihi 50 dB, angka ini melebihi
standar yang direkomendasikan oleh WHO. Sedangkan Critical Care Medicine
Chapter of Chinese Medical Association merekomendasikan tekanan suara harus
kurang dari 45 dB pada siang hari, 40 dB selama malam hari, dan 20 dB selama
malam hari di ICU (1). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan
menjaga kebisingan latar belakang kurang dari 30 dB untuk lingkungan tidur,
dengan kejadian bising tunggal tidak melebihi 45 dB. Khususnya di lingkungan
rumah sakit, tingkat kebisingan idealnya harus kurang dari 30 dB dan semua
kebisingan tidak boleh lebih dari 40 dB (3).
Penelitian lain oleh Delaney dkk pada tahun 2017 yang dilakukan di 24
tempat tidur ICU. Level suara direkam selama tiga malam menggunakan monitor
suara Extech (SDL 600). Sumber kebisingan secara bersamaan dicatat oleh dua
asisten peneliti. Hasilnya, tingkat kebisingan yang direkam rata-rata di ICU adalah
52,85 desibel (dB) (standar deviasi (SD) 5,89), dengan rekaman noise maksimum
pada 98,3 dB (A). Semua pengukuran yang dicatat melebihi rekomendasi WHO.
Variabilitas kebisingan per menit berkisar antara 9,9 hingga 44 dB (A), dengan
tingkat kebisingan puncak> 70 dB (A) terjadi 10 kali / jam (SD 11.4). Staf
diidentifikasi sebagai sumber akuntansi paling umum untuk 35% dari semua
kebisingan. Tingkat kebisingan rata-rata melebihi yang direkomendasikan oleh
WHO yang menghasilkan intensitas akustik 193 kali lebih besar dari yang
direkomendasikan dan menunjukkan tingkat variabilitas yang tidak terduga yang
tinggi, dengan sumber kebisingan utama berasal dari percakapan staf. Kurangnya
efek perlindungan dari kamar tunggal serta kontribusi staf dalam menambah efek
kebisingan menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan (5).
Czaplik dalam penelitiannya pada tahun 2016 selama 3 minggu di ICU
terdapat 1,8 juta set data yang diperoleh dengan sistem audio. Rata rata mean SD
kenyaringan adalah 9,2± 4,0, 6,3±2,7 dan 7,1±2,4 masing-masing untuk tempat
tidur 2, 5 dan 7 (P <0,01 untuk setiap tempat tidur). Tingkat tekanan suara
berbobot A adalah 52,5± 6,1, 48,5±4,7 dan 46,8± 4,8dB (A) untuk tempat tidur 2,
5, dan 7, masing-masing (P <0,01 untuk masing-masing). Kebisingan di akhir
pekan dan hari kerja serupa. Meskipun lebih tenang di malam hari, tingkat suara
kadang-kadang melebihi 46dB (6).
Kebisingan dapat mengganggu mereka yang tidak dapat mengontrol
tingkat dan volume dari sumber suara di lingkungan, yang dapat menyebabkan
iritasi, stres, dan penyembuhan yang kurang optimal. Stresor yang dilaporkan di
ICU meliputi : peningkatan persepsi nyeri, kecemasan, gangguan tidur, kebisingan
terus menerus. Tingkat suara yang berlangsung secara terus menerus di ICU dapat
menyebabkan vasokonstriksi, peningkatan denyut jantung, hipertensi, aritmia,
peningkatan delirium, dan memperpanjang lama perawatan pasien di ICU.
Kondisi di ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan kapasitas bed
lebih dari 15 bed dan setiap pasien terpasang bedside monitor, beberapa terpasang
ventilator, dengan cahaya dimalam hari akan selalu dinyalakan untuk memonitor
pasien dan tingkat aktivitas manusia yang tinggi di ICU untuk memonitor dan
memberi intervensi pada pasien, belum lagi jika ada pasien baru akan membuat
kebisingan semakin terasa di ICU. Alarm pada alat monitoring di ICU harus
selalu dinyalakan untuk monitoring kondisi dari tiap pasien.
Fenomena kebisingan di ruang ICU memang cukup banyak dan sudah
menjadi fenoma yang cukup lama dihadapi oleh para tenaga kesehatan.
Mewawancari pasien yang pernah kita rawat adalah salah satu hal yang penting
untuk memperbaiki atau memberi inovasi dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Seperti yang dilakukan dalam penelitian oleh Julie L Darbyshire,
dan Lisa Hinton pada tahun 2018 yang mewawancari langsung pasien yang
mempunyai pengalaman pernah dirawat di ICU. Menurut hasil wawancara
ternyata tingkat kebisingan di ruang ICU cukup tinggi dan sangat berpengaruh
kepada pasien teruatama sangat mengganggu pasien untuk tidur dan
meningkatkan tingkat stress. Dalam penelitian ini dijelaskan ternyata tingkat
kebisingan di ICU cukup tinggi pada malam hari dan lebih tinggi pada siang hari.
Tingkat kebisingan di ICU disebabkan oleh beberapa faktor seperti aktifitas para
tenaga kesehatan, alarm, dan pasien lainpun cukup memberi kontribusi pada
kebisingan di ruang ICU.

Para pasien yang pernah dirawat di ICU mengusulkan beberapa intervensi


untuk meningkatkan kesadaran efek bahwa tingkat kebisingan yang tinggi di ICU
sangat menganggu pasien. Salah satu intervensi yang diusulkan adalah perubahan
lingkungan sederhana seperti modifikasi alarm, menganti barang-barang yang
menimbulkan bunyi seperti saat membuang sampah tidak begitu menimbulkan
bunyi, mengurangi kebisingan antara staff apabila berada di dekat pasien. Perlu
kita ketahui bahwa aktifitas para staff itu sangat berpengaruh terhadap kebisingan
di ICU dan dapat mengganggu tidur pasien dan meingkatkan stress pasien. Selain
managemen lingkungan dan management aktifitas pada tenaga kesehatan, dalam
mengurangi kebisingan di ruang ICU juga bisa menggunakan penutup telinga
pada pasien sehingga pasien tidak begitu terganggu dengan kebisingan di ruang
ICU. Terbukti bahwa penggunaan penutup telinga kepada pasien dapat
menurunkan tingkat delirium pada pasien, kebisingan lebih rendah, dan
menurunkan gangguan tidur, halusinasi, dan tingkat stress pada pasien. Sedangkan
intervensi pemberian penutup telinga ditambah masker mata untuk meminimalkan
pencahayaan yang berlebih di ICU juga dapat menurunkan gangguan tidur dan
meningkatkan durasi N3 selama pasien tidur (7).

Modifikasi ruangan adalah salah satu inovasi yang cukup bisa membantu
dalam mengurangi kebisingan di ruang ICU. Dengan menggunakan mickrofon
Array yaitu dengan memasang mic di setiap kamar pasien, dan setiap dinding-
dinding dan atap pada kamar pasien disetting untuk bisa mendeteksi suara atau
kebisingan disetiaup ruangan. Mickrofon dan atap disetting langsung
menyalurkan kebisingan di setiap kamar pasien langsung menuju ke monitor
tenaga kesehatan, hal tersebut dapat lebih efektif dan mengurangi kebisingan pada
pasien di ruang ICU.

Intervensi perubahan lingkungan sederhana beberapa sudah diterapkan di


ruang ICU RSUP Dr Kariadi, misalnya saja memodifikasi alarm. Perawat di ICU
Kariadi termasuk perawat yang kritis dan sensitive terhadap bunyi. Setiap kali ada
alat yang bunyi, baik ventilator, infus pump, ataupun syring pump pasti akan
langsung dicari dan dimatikan agar tidak menganggu pasien-pasien lainnya.
Selanjutnya adalah menganti barang-barang yang menimbulkan bunyi seperti saat
membuang sampah. Petugas kebersihan di ruang ICU Kariadi telah paham untuk
tetap menjaga ketenangan sehingga selalu membersihkan ruangan ataupun
membuang sampah dengan hati-hati dan menghindari adanya suara yang kencang.
Cara yang ketiga adalah mengurangi kebisingan antara staff apabila berada di
dekat pasien. Beberapa perawat mungkin sudah menjaga sikap untuk tidak
menimbulkan kegaduhan di ruang ICU. Namun aktivitas tenaga kesehatan yang
terlalu banyak menyebabkan terjadinya komunikasi aktif yang akhirnya
menimbulkan kegaduhan juga. Ruang perawatpun tidak memiliki sekat dengan
lingkungan pasien, sehingga suara dari petugas medis lebih beresiko
menimbulkan kebisingan pada pasien di ICU.

Penggunaan tutup telingan di ruang ICU RSUP Dr. Kariadi belum


diterapkan, padahal penggunakan tutup telinga ini cukup praktis, aman, dan
efektif mengurangi kebisingan yang dialami pasien. Jika dianalisis, penggunaan
tutup telinga ini dapat diterapkan di ruang ICU RSUP Dr. Kariadi. Alasan yang
mendasari adalah penggunaan tutup telinga ini praktis dan aman dilakukan.
Praktis karena hanya tinggal ditutupkan pada lubang telinga klien. Kemudian juga
aman karena tidak dilakukan tindakan infasif sehingga tidak menimbulkan luka
yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi. Intervensi ini juga tidak memerlukan
biaya yang besar karena penutup telinga bukanlah alat yang habis pakai. Penutup
telinga bisa digunakan berkali-kali. Yang perlu diperhatikan adalah
kebersihannya, karena bukanlah alat yang habis pakai maka kebersihan harus
sangat dijaga agar tidak menimbulkan infeksi pada pasien.

Penggunakan mickrofon Array juga belum diterapkan di ruang ICU RSUP


Dr. Kariadi. Jika dianalisispun, penggunaan mikrofon array akan sulit diterapkan.
Hal pertama apat dilihat dari segi biaya, pemasangan mickrofon Array tidaklah
murah. Apalagi alat ini harus dipasang di setiap kamar pasien, sehingga biaya
akan membengkak. Selain itu tidak semua pasien memiliki ruangan sendiri, ada
beberapa bed yang dijadikan satu dan berada satu lingkungan dengan ruang
perawat. Mickrofon dan atap disetting langsung menyalurkan kebisingan di setiap
kamar pasien langsung menuju ke monitor tenaga kesehatan. Ruang perawat akan
penjadi pusat suara pada mickrofon padahal ruang perawat berhubungan langsung
dengan bed pasien, sehingga pasien akan sangat terganggu.

Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa hal yang dapat dan tidak dapat
diterapkan untuk mengurangi kebisingan yang dirasakan pasien di ruang ICU
RSUP Dr Kariadi Semarang. Hal-hal yang dapat diterpakan antara lain yaitu
perubahan lingkungan sederhana seperti modifikasi alarm, menganti barang-
barang yang menimbulkan bunyi seperti saat membuang sampah tidak begitu
menimbulkan bunyi, serta penggunaan penutup telinga pada pasien. Sedangkan
intervensi yang belum dapat diterapkan adalah mengurangi kebisingan antara staff
serta penggunaan mickrofon Array.

Sitasi :

1. Rn RH, Rn XW. An investigation of light and sound levels on intensive


care units in China. Aust Crit Care [Internet]. 2015;6–11. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.aucc.2015.08.001
2. Park M, Kohlrausch A, de Bruijn W, de Jager P, Simons K. Analysis of
the soundscape in an intensive care unit based on the annotation of an
audio recording. J Acoust Soc Am. 2014;135(4):1875–86.
3. Berglund B, Lindvall T, Schwela DH & World Health Organization
Occupational and Environmental Health Team. Guidelines for community
noise. 1999
4. Boehm, H., Morast, S. Quiet time. Am J Nurs. 2009(11):29-32.
5. Delaney, L.J., Currie, M.J., Huang, H.C., Lopez, V., Litton, E., & Haren,
F.V. The nocturnal acoustical intensity of the intensive care environment:
an observational study. Journal of Intensive Care. 2017;;5(41):1-8.
6. Czaplik, M., Rossaint, R., Kaliciak, J., Follmann, A., Kirfel, S., Scharrer,
R., Guski, M., Vorlander, M., Marx, G., Coburn, M. Psychoacoustic
analysis of noise and the application of earplugs in an ICU. Eur J
Anaesthesiol (EJA). 2016. 33(1):14-21.
7. Demoule, Alexandre., et al. Impact of Earplugs and Eye Mask on Sleep in
Critically Ill Patients: A Prospective Randomized Study. Critical Care.
2017; 21(284):1-9.

Anda mungkin juga menyukai