KRITIS
Disusun oleh:
Kelompok 2 Kelas 4A
Ahmad Anwar Rosyidi A12019001
Rizka Nofita Sari A12019002
Afit Syihab Muafa A12019003
Ahmad Hafizh Al-Firdaus A12019004
Akhmad Wildan Zikro A12019005
Aldi Nurohman A12019006
Aldila Septiani A12019007
Alfina Nur Afifah A12019008
Alief Wahyu Azizah A12019009
Amelia Prasiska A12019011
Anastasia Sari A12019012
Andi Listiani A12019013
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehinga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat
waktu sebagai bagian dari penugasan Mata Kuliah Keperawatan Kritis. Solawat
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang kita nantikan syafa’atnya di
yaumul akhir.
Terima kasih kami sampaikan kepada semua anggota kelompok yang telah
bekerja sama dalam proses penyusunan dan pengumpulan bahan makalah sehingga
makalah ini dapat kami susun sebagaimana mestinya.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Unit perawatan intensif (ICU) dianggap sebagai komponen penting dari manajemen
perawatan akut. ICU merupakan tempat yang paling tepat untuk menyediakan
pengobatan dan perawatan untuk pasien yang sakit kritis. Dalam beberapa dekade
terakhir, peningkatan yang signifikan telah dibuat dalam pengetahuan medis, teknologi
medis, dan metode pemberian perawatan keperawatan untuk pasien ICU. Hal tersebut
berakibat terhadap peningkatan harapan pasien pada hasil pengobatan dan perawatan
(Younis, et.al, 2019). Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk
memulihkan kesehatan, energi, dan kesejahteraan fisik. Saat tidur, hormon-hormon
tertentu seperti serotonin dan hormon pertumbuhan akan mengalami perubahan kimia
dan peningkatan nutrisi seluler. Gangguan tidur sering terjadi pada pasien yang dirawat
di CCU dan ICU, yang dapat berdampak pada peningkatan tekanan darah, detak jantung
dan metabolisme tubuh lainnya (Izza, 2019, Kaplow 2017).Gangguan tidur sangat
umum dialami oleh pasien unit perawatan intensif (ICU). Kuantitas tidur dan kualitas
tidur jadi berkurang, tetapi kualitas tidur (lingkungan) yang paling terpengaruh. Waktu
yang dihabiskan tidur terus menerus berkurang, selain itu pola tidur sirkadian (periode
24 jam seseorang tidur) dan siklus tidur normal (melalui tahapannya dari 'terang' ke
'gelap') menjadi terganggu (Bion et.al, 2018; Durrington, et.al, 2017). Persentase
signifikan dari daftar pasien yang dirawat di ICU berusia lebih dari 65 tahun. Di
samping itu, seiring bertambahnya usia, kuantitas dan kualitas tidur juga semakin
menurun. Pasien yang lebih tua juga mengalami peningkatan latensi tidur, penurunan
jumlah waktu tidur total, penurunan efisiensi tidur dan mereka lebih cenderung untuk
bangun daripada pasien yang usianya lebih muda (Kaplow, 2017). Hadi (2017) dalam
penelitiannya menyebutkan sebanyak 40% pasien yang dirawat di ICU mengalami
gangguan tidur akibat cahaya lampu ruangan. Cahaya merupakan penentu yang paling
penting dari jam sirkadian. Ritme sirkadian dihasilkan dalam jam 'pusat' dalam nukleus
suprachiasma (SCN) otak mamalia. Cahaya masuk melalui sudut mata dan melemahkan
SCN melalui jalur non-visual. Melalui jalur ini, sinyal cahaya memasuki jam sirkadian
pusat yang pada gilirannya menyediakan sumber informasi pribadi ke seluruh tubuh.
Lingkungan cahaya di ICU sangat tidak alami. Tingkat cahaya dalam ruangan
umumnya lebih redup dibandingkan dengan siang hari di luar dan jauh lebih tinggi
sepanjang malam daripada cahaya yang diterima ketika di rumah (Durrington, 2017).
Disamping itu, mengacu pada standar peraturan rumah sakit bahwa ruang perawatan
tidak bisa dibiarkan gelap meskipun pada malam hari. Kamar pasien harus dapat terlihat
secara sekejap dari ruang perawat, untuk memastikan bahwa semua dalam keadaan
yang terkendali. Pasien-pasien yang dapat mobilisasi juga dapat pergi ke kamar kecil,
dll dengan aman (Guidelines for Implementation Of “KAYAKALP” Initiative, 2015).
Potensi gangguan dalam regulasi sirkadian ini juga dikaitkan dengan kejadian
hipertensi, bersama dengan kejadian takikardia sebelum timbulnya hipertensi, dalam hal
ini diduga SCN berperan sebagai mediator fisiologi kardiovaskular (Chellapa, et.al,
2017). Meskipun ada banyak faktor yang berkaitan dengan perubahan status kesehatan
pasien yang dirawat di ICU, intensitas cahaya adalah salah satu faktor yang dapat
dimodifikasi. Hubungan antara faktor lingkungan dengan kuantitas maupun kualitas
tidur di ICU pun masih terus diteliti.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan bagaimana gambaran ICU secara fisik ?
2. Jelaskan bagaimana gambaran ICU secara emosional ?
C. Tujuan Masalah
1. Mahasiswa dapat mengetahui Gambaran ICU secara fisik
2. Mahasiswa dapat mengetahui Gambaran ICU secara emosional
BAB II
PEMBAHASAN
ICU adalah komponen utama lingkungan perawatan kesehatan karena rumah sakit
semakin cepat dipenuhi oleh pasien lansia dan pasien yang sakit parah. Contoh dari
ekspansi layanan perawatan kritis akibat peningkatan ke butuhan pasien ini adalah
pertumbuhan unit perawatan yang progresif. Ledakan pengetahuan, teknologi, dan
tan tangan komunikasi memengaruhi cara pemberian pera watan kritis. Pasien dan
keluarga mempunyai peningkatan ekspektansi terhadap hasil dari perawatan kritis
meskipun lama rawat inap rumah sakit menjadi lebih singkat. Kemajuan ilmu
pengetahuan yang memperluas pengetahuan tentang pilihan terapi berdampak pada
semua pemberi perawatan kesehatan di rumah sakit, karena pasien dan keluarga
mengharapkan perawatan yang didasarkan pada bukti terbaik terhadap mendapatkan
hasil yang pasti, Komunikasi di antara pemberi perawatan kesehatan dan pasien
melalui teknologi akan memperbaiki terapi dan menimbulkan tantangan baru pada
caring, termasuk “ICU virtual” atau e-ICU.
Tren lingkungan mencakup tidak hanya penambahan jumlah pasien lansia, tetapi
kekhawatiran akan peningkatan kekurangan tenaga kerja. Kekurangan tenaga
perawat perawatan akut menjadi daya dorong bagi perawat manajer untuk
menciptakan lingkungan kerja yang lebih menghargai dan mempertahankan perawat
yang berpengalaman di sisi tempat tidur. Teknologi dapat membantu membatasi
pengaruh kekurangan tenaga perawat dengan mendorong efisiensi penjadwalan,
pemberian obat-obatan, dukungan keputusan klinis, dan ergonomik. Teknologi baru
harus memudahkan perawat untuk memindahkan pasien dan mencegah cedera.
Kemajuan pencitraan, robot, dan genomik dapat memudahkan perawat perawatan
kritis di masa mendatang untuk memberikan penekanan yang lebih besar pada
penyuluhan dan pencegahan. Pemakaian personal digital assistants (PDA) akan
menjadi keharusan bagi perawat. Akan terdapat peningkatan data di lingkungan
perawatan kritis, dan perawat harus berfungsi sebagai pengambil keputusan kritis
yang memadukan informasi kompleks. Agar dapat memastikan sistem perawatan
kesehatan yang lebih aman, kemitraan yang kuat antara pasien, keluarga, perawat,
dan penyedia perawatan kesehatan lainnya terus menjadi hal yang sangat penting.