Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN MAKALAH ASPEK PSIKOSOSIAL DI AREA KEPERAWATAN

KRITIS

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Kritis

Disusun oleh:
Kelompok 2 Kelas 4A
Ahmad Anwar Rosyidi A12019001
Rizka Nofita Sari A12019002
Afit Syihab Muafa A12019003
Ahmad Hafizh Al-Firdaus A12019004
Akhmad Wildan Zikro A12019005
Aldi Nurohman A12019006
Aldila Septiani A12019007
Alfina Nur Afifah A12019008
Alief Wahyu Azizah A12019009
Amelia Prasiska A12019011
Anastasia Sari A12019012
Andi Listiani A12019013

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehinga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat
waktu sebagai bagian dari penugasan Mata Kuliah Keperawatan Kritis. Solawat
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang kita nantikan syafa’atnya di
yaumul akhir.

Terima kasih kami sampaikan kepada semua anggota kelompok yang telah
bekerja sama dalam proses penyusunan dan pengumpulan bahan makalah sehingga
makalah ini dapat kami susun sebagaimana mestinya.

Kami harap makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca.

Kamis, 10 September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Unit perawatan intensif (ICU) dianggap sebagai komponen penting dari manajemen
perawatan akut. ICU merupakan tempat yang paling tepat untuk menyediakan
pengobatan dan perawatan untuk pasien yang sakit kritis. Dalam beberapa dekade
terakhir, peningkatan yang signifikan telah dibuat dalam pengetahuan medis, teknologi
medis, dan metode pemberian perawatan keperawatan untuk pasien ICU. Hal tersebut
berakibat terhadap peningkatan harapan pasien pada hasil pengobatan dan perawatan
(Younis, et.al, 2019). Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk
memulihkan kesehatan, energi, dan kesejahteraan fisik. Saat tidur, hormon-hormon
tertentu seperti serotonin dan hormon pertumbuhan akan mengalami perubahan kimia
dan peningkatan nutrisi seluler. Gangguan tidur sering terjadi pada pasien yang dirawat
di CCU dan ICU, yang dapat berdampak pada peningkatan tekanan darah, detak jantung
dan metabolisme tubuh lainnya (Izza, 2019, Kaplow 2017).Gangguan tidur sangat
umum dialami oleh pasien unit perawatan intensif (ICU). Kuantitas tidur dan kualitas
tidur jadi berkurang, tetapi kualitas tidur (lingkungan) yang paling terpengaruh. Waktu
yang dihabiskan tidur terus menerus berkurang, selain itu pola tidur sirkadian (periode
24 jam seseorang tidur) dan siklus tidur normal (melalui tahapannya dari 'terang' ke
'gelap') menjadi terganggu (Bion et.al, 2018; Durrington, et.al, 2017). Persentase
signifikan dari daftar pasien yang dirawat di ICU berusia lebih dari 65 tahun. Di
samping itu, seiring bertambahnya usia, kuantitas dan kualitas tidur juga semakin
menurun. Pasien yang lebih tua juga mengalami peningkatan latensi tidur, penurunan
jumlah waktu tidur total, penurunan efisiensi tidur dan mereka lebih cenderung untuk
bangun daripada pasien yang usianya lebih muda (Kaplow, 2017). Hadi (2017) dalam
penelitiannya menyebutkan sebanyak 40% pasien yang dirawat di ICU mengalami
gangguan tidur akibat cahaya lampu ruangan. Cahaya merupakan penentu yang paling
penting dari jam sirkadian. Ritme sirkadian dihasilkan dalam jam 'pusat' dalam nukleus
suprachiasma (SCN) otak mamalia. Cahaya masuk melalui sudut mata dan melemahkan
SCN melalui jalur non-visual. Melalui jalur ini, sinyal cahaya memasuki jam sirkadian
pusat yang pada gilirannya menyediakan sumber informasi pribadi ke seluruh tubuh.
Lingkungan cahaya di ICU sangat tidak alami. Tingkat cahaya dalam ruangan
umumnya lebih redup dibandingkan dengan siang hari di luar dan jauh lebih tinggi
sepanjang malam daripada cahaya yang diterima ketika di rumah (Durrington, 2017).
Disamping itu, mengacu pada standar peraturan rumah sakit bahwa ruang perawatan
tidak bisa dibiarkan gelap meskipun pada malam hari. Kamar pasien harus dapat terlihat
secara sekejap dari ruang perawat, untuk memastikan bahwa semua dalam keadaan
yang terkendali. Pasien-pasien yang dapat mobilisasi juga dapat pergi ke kamar kecil,
dll dengan aman (Guidelines for Implementation Of “KAYAKALP” Initiative, 2015).
Potensi gangguan dalam regulasi sirkadian ini juga dikaitkan dengan kejadian
hipertensi, bersama dengan kejadian takikardia sebelum timbulnya hipertensi, dalam hal
ini diduga SCN berperan sebagai mediator fisiologi kardiovaskular (Chellapa, et.al,
2017). Meskipun ada banyak faktor yang berkaitan dengan perubahan status kesehatan
pasien yang dirawat di ICU, intensitas cahaya adalah salah satu faktor yang dapat
dimodifikasi. Hubungan antara faktor lingkungan dengan kuantitas maupun kualitas
tidur di ICU pun masih terus diteliti.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan bagaimana gambaran ICU secara fisik ?
2. Jelaskan bagaimana gambaran ICU secara emosional ?

C. Tujuan Masalah
1. Mahasiswa dapat mengetahui Gambaran ICU secara fisik
2. Mahasiswa dapat mengetahui Gambaran ICU secara emosional
BAB II
PEMBAHASAN

ICU adalah komponen utama lingkungan perawatan kesehatan karena rumah sakit
semakin cepat dipenuhi oleh pasien lansia dan pasien yang sakit parah. Contoh dari
ekspansi layanan perawatan kritis akibat peningkatan ke butuhan pasien ini adalah
pertumbuhan unit perawatan yang progresif. Ledakan pengetahuan, teknologi, dan
tan tangan komunikasi memengaruhi cara pemberian pera watan kritis. Pasien dan
keluarga mempunyai peningkatan ekspektansi terhadap hasil dari perawatan kritis
meskipun lama rawat inap rumah sakit menjadi lebih singkat. Kemajuan ilmu
pengetahuan yang memperluas pengetahuan tentang pilihan terapi berdampak pada
semua pemberi perawatan kesehatan di rumah sakit, karena pasien dan keluarga
mengharapkan perawatan yang didasarkan pada bukti terbaik terhadap mendapatkan
hasil yang pasti, Komunikasi di antara pemberi perawatan kesehatan dan pasien
melalui teknologi akan memperbaiki terapi dan menimbulkan tantangan baru pada
caring, termasuk “ICU virtual” atau e-ICU.

Tren lingkungan mencakup tidak hanya penambahan jumlah pasien lansia, tetapi
kekhawatiran akan peningkatan kekurangan tenaga kerja. Kekurangan tenaga
perawat perawatan akut menjadi daya dorong bagi perawat manajer untuk
menciptakan lingkungan kerja yang lebih menghargai dan mempertahankan perawat
yang berpengalaman di sisi tempat tidur. Teknologi dapat membantu membatasi
pengaruh kekurangan tenaga perawat dengan mendorong efisiensi penjadwalan,
pemberian obat-obatan, dukungan keputusan klinis, dan ergonomik. Teknologi baru
harus memudahkan perawat untuk memindahkan pasien dan mencegah cedera.
Kemajuan pencitraan, robot, dan genomik dapat memudahkan perawat perawatan
kritis di masa mendatang untuk memberikan penekanan yang lebih besar pada
penyuluhan dan pencegahan. Pemakaian personal digital assistants (PDA) akan
menjadi keharusan bagi perawat. Akan terdapat peningkatan data di lingkungan
perawatan kritis, dan perawat harus berfungsi sebagai pengambil keputusan kritis
yang memadukan informasi kompleks. Agar dapat memastikan sistem perawatan
kesehatan yang lebih aman, kemitraan yang kuat antara pasien, keluarga, perawat,
dan penyedia perawatan kesehatan lainnya terus menjadi hal yang sangat penting.

a. Gambaran ICU secara fisik


“Upaya perawat untuk mengubah lingkungan melalui pengendalian kebisingan,
cahaya, dan suasana emosional di sisi tempat tidur selalu bertentangan dengan
keganjilan lingkungan yang amat besar.” (Dalam Benner P. Hopper)
 Kebisingan
Meskipun desain dan arsitektur unit merupakan generasi ketiga, masalah
kebisingan dan pencahayaan yang terang masih menjadi tantangan. Tempat tidur
yang dikelilingi oleh mesin dan peralatan yang bising menakuti pasien, keluarga,
dan perawat pemula di perawatan kritis. Kebisingan adalah bahaya lingkungan
yang menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien. Akibat lingkungan yang
bising meliputi gangguan tidur, gangguan penyembuhan luka, dan aktivasi
sistem saraf simpatis. Tingkat kebisingan sedang dapat menyebabkan
vasokonstriksi. Terjaga yang berlebihan akibat kebisingan dapat terjadi selama
berhari hari bahkan berminggu-minggu bagi pasien yang rawat inapnya lama di
ICU. Keluhan pasien mencakup mendengar suara bising yang keras, alarm yang
berbunyi setiap saat, suara air selama siang hari dan 35 desibel pada malam hari.
Berbagai studi yang mengukur tingkat kebisingan dalam ICU menunjukkan
peningkatan yang konsisten setinggi 80 sampai 90 desibel. Teknologi baru dapat
menjadi sebuah sumber kebisingan tambahan, meskipun beberapa pabrik
berupaya menyediakan peralatan yang mengurangi total volume kebisingan unit.
Studi yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun secara konsisten menunjuk
kebisingan sebagai aspek utama di lingkungan ICU. Kebisingan diukur di dua
ICU menggunakan meteran bunyi yang dipasang di kepala tempat tidur pasien.'
Lebih dari 50% kebisingan di lingkungan dihubungkan dengan perilaku
manusia, dengan tingkat bunyi rata-rata 84 desibel di ICU medis. Televisi dan
percakapan adalah beberapa bunyi yang paling sering mengganggu bagi pasien.
Studi lainnya menyelidiki persepsi dari 203 pasien yang mengisi kuesioner
ketika keluar dari ICU dan ditemukan bahwa kebisingan akibat per cakapan dan
alarm adalah kebisingan yang paling mengganggu tidur. Puncak bunyi lebih dari
80 desibel biasa terjadi di ICU dan dihubungkan langsung dengan terjaga dari
tidur. Tingkat kebisingan di ICU hampir tetap tidak berubah meskipun terdapat
perkembangan pada desain unit.
 Cahaya dan Warna
Cahaya adalah zeitgeber kuat, atau penyelarasan lingkungan, yang membantu
dalam menyebabkan tidur dengan meningkatkan siklus sirkadian normal dari
tidur dan ter jaga. Banyak tatanan perawatan kritis mendapatkan keuntungan
dari pencahayaan dan cahaya yang lebih alami yang diredupkan selama waktu
tidur normal. Selain pencahayaan alami, memberikan pemandangan yang
menenangkan untuk dipandang pasien daripada memandang langit-langit atau
tirai rumah sakit dapat mempercepat pemulihan. Sebuah studi klasik
menunjukkan bahwa bila pasien melihat pemandangan alam dan pemandangan
luar ruangan, bukannya melihat dinding batu bata, obat-obatan nyeri lebih
sedikit digunakan dan lama rawat inap menjadi lebih singkat. Studi lainnya
menunjukkan bahwa kerusakan kognisi terjadi lebih sering pada unit tanpa
Jendela dibandingkan unit yang berjendela."
Di tatanan rumah sakit, cahaya buatan menggunakan bohlam dan tabung
fluoresen. Kondisi ini menghasilkan tipe cahaya yang tajam yang menyebabkan
keletihan mata dan sakit kepala, apabila tidak diberi penutup. Cahaya
menyilaukan dapat terjadi saat cahaya dipantulkan dari permukaan lingkungan
seperti kaca, besi yang berkilau, cermin, dan permukaan yang berplitur atau
berenamel. Cahaya menyilaukan mengganggu khususnya bagi lansia.
Cahaya terang dapat dibiarkan menyala selama beberapa jam di ICU, bahkan
saat tidak ada perawatan langsung yang diberikan pada pasien. Kurangnya
pengendalian ter hadap pencahayaan buatan adalah sumber frustrasi bagi pasien
perawatan kritis.
Interupsi pola gelap-terang normal dapat mengganggu proses fisiologis normal.
Sebagai contoh, pajanan terhadap cahaya buatan minimal 20 menit selama siklus
tidur normal menyebabkan penurunan kadar melatonin." Selain itu, pencahayaan
yang terus menerus dan cahaya yang berintensitas tinggi dapat menyebabkan
gangguan penuh terhadap irama konsentrasi melatonin normal. Hal ini
mempunyai implikasi penting pada tatanan perawatan kritis karena melatonin
membantu tidur dan memodulasi kortikosteroid dan kadar hormon tiroid."
Di masa depan, lingkungan ICU yang ideal akan berjendela dengan
pemandangan alami, karya seni yang menenangkan, dan warna yang tenang."
Perawat dan pemberi perawatan kesehatan lainnya akan memiliki akses ke
station kerja dan komputer dengan partisi kaca kedap suara yang memungkinkan
kedekatan dengan pasien (agar memudahkan pengamatan) sementara
melindungi pasien dari kebisingan. Peralatan yang dipilih tingkat kebisingan
rendah. Stres yang diciptakan oleh kebisingan dan cahaya yang tidak perlu
dikurangi untuk kebaikan pasien, keluarga, dan staf. Visi ini mungkin telah
menjadi kenyataan di beberapa lembaga. Sebagai contoh, warna beige, biru, dan
hijau yang lembut digunakan untuk merancang unit keperawatan holistik di
Rumah Sakit Minnesota." Karya seni di dinding menggambarkan banyak budaya
yang berbeda dan kedamaian alam. Tujuan lingkungan ICU yang
menyembuhkan dan lebih damai ini mungkin untuk dicapai.

b. Gambaran ICU secara emosional


Gambaran emosional lingkungan ICU sama pentingnya dengan elemen fisik, dan
bahkan lebih penting untuk hasil pasien. Elemen ini mencakup gejala yang timbul
pada pasien karena dirawat di ICU demikian juga degan pola komunikasi semua
orang yang memberikan perawatan di unit yang menimbulkan stres ini. Bahkan
untuk pengunjung yang baru sekali datang ke ICU, perasaan berlebihan tentang
tempat tersebut dapat menimbulkan rasa takut. Lingkungan ICU menciptakan rasa
rapuh karena keter gantungan fisik dan emosional," kurangnya informasi, dan
perawatan yang menyamakan semua pasien dapat menumbuhkan ketakutan dan
kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai