Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS SITUASI KASUS TUBERCULOSIS PARU (TB)

DI MAGELANG JAWA TENGAH

Untuk memenuhi tugas Matkul Metodologi Penelitian

Dosen Pembimbing : Cahyu Septiwi M.Kep

Disusun Oleh :

ANDI LISTIANI / A12019013

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG

2022
ANALISIS SITUASI TB DI MAGELANG

BAB 1
Pendahuluan

Peningkatan pelayanan kesehatan dan berbagai program pemberantasan penyakit


menular masih menjadi masalah yang penting. Penyakit menular tersebut antara lain
yaitu tuberkulosis yang merupakan jenis penyakit infeksi mematikan. Kasus tuberkulosis
tertinggi berada di lima Negara yaitu India, Indonesia, China, Philipina dan Pakistan
(WHO 2020). Jumlah kasus tuberkulosis di Indonesia per 3 Februari 2020 meningkat dari
tahun sebelumnya sebesar 526.977 kasus dengan Case Notification Rate (CNR) 197 per
100.000 penduduk, dimana tahun 2018 sebesar 511.873 kasus dengan CNR 193 per
100.000 penduduk (KEMENKES RI 2019) Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur masiih menjadi provinsi dengan kasus tertinggi yang dilaporkan se Indonesia
(Kemenkes RI 2018). Penemuan Case Notification Rate (CNR) kasus baru positif di Jawa
Tengah pada tahun 2019 sebesar 211 per 100.000 penduduk, pada tahun 2018 sebesar
143,57 per 100.000 penduduk. Data Kesehatan Kabupaten Magelang juga menunjukkan
peningkatan pada tahun 2018 yaitu sebesar 55,2 per 100.000 penduduk dan meningkat
pada tahun 2019 sebesar 63 per 100.000 penduduk (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah 2019) Sistem informasi geografi merupakan sistem yang berguna dalam
mempelajari epidemiologi TBC, namun kurang dimanfaatkan dalam evaluasi program.
TBC dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknik SIG. Pola penyebaran TBC yang
bermunculan dalam lingkungan dan budaya di berbagai daerah. Pengawasan melalui
distribusi spasial penyakit meliputi identifikasi daerah dengan prevalensi yang tinggi
(Rohman 2010).
Hasil wawancara di Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang dengan staf Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit, pengelolaan data penyakit tuberkulosis masih disajikan dalam
bentuk tabel ataupun grafik. Seiring dengan perkembangan zaman maka kebutuhan
informasi menjadi semakin kompleks dan beragam. Seberan kasus tuberkulosis dapat
digambarkan dalam peta digital secara spasial yaitudengan menggunakan Sistem
Informasi Geografis (SIG) yang merupakan suatu teknologi yang memiliki kemampuan
untuk mengaplikasikan data spasial termasuk atribut-atributnya, mengabungkan bentuk
warna untuk melihat distribusi penyakit tuberkulosis. Dengan data spasial maka dapat
ditampilkannya berbagai informasi yang lebih banyak dan terperinci. Penggunaan basis
data map atau gambar di Kabupaten Magelang masih belum berjalan dengan baik
karena belum terdapat tenaga ahli yang khusus dalam membuat data berbasis
pemetaan. Masih terdapat berbagai kendala dari berbagai daerah. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti ingin menjelaskan gambaran pemetaan penyakit menular tuberkulosis
di Kabupaten Magelang Tahun 2018-2020.
BAB 2
GAMBARAN UMUM DAERAH MAGELANG

A. Kondisi Geografis Wilayah

1. Luas Wilayah dan Letak Geografis

Secara geografis, Kota Magelang berada di wilayah Jawa Bagian Tengah tepat pada koordinat 7°
28′ 0″ S, 110° 13′ 0″ E. Luas wilayah administratif kota Magelang adalah 18,12 Km persegi,
dengan jumlah penduduk sekitar 138.271 jiwa pada tahun 2015 silam. Daratan kota Magelang
juga berada di ketinggian ~380 meter diatas permukaan laut, dengan kemiringan antara 5
derajat hingga 45 derajat. Maka wajar saja, bila kota getuk ini tidak pernah mengalami banjir
meskipun tergolong wilayah Indonesia yang memiliki iklim basah sebab curah hujannya yang
tinggi. Dilansir dari BPS Magelang, sekitar tahun 2017 silam, curah hujan pertahun di kota ini
mencapai 3.689 mm dalam setahun.

Adapun Batas Wilayah Administratif Kota Magelang, adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara, Berbatasan dengan Kecamatan Secang, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten


Magelang
b. Sebelah Timur, Berbatasan dengan Sungai Elo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang
c. Sebelah Selatan, Berbatasan dengan Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang
d. Sebelah Barat, Berbatasan dengan Sungai Progo, Kecamatan Bandongan, Kabupaten
Magelang, Kecamatan Magelang Utara.

Gambar 1. Peta Wilayah Kabupaten Magelang

2. Topografi
Wilayah Kebupaten Magelang secara umum morfologinya merupakan dataran tinggi
yang berbentuk ‘basin’ (cekungan) dengan dikelilingi gunung-gunung (Merapi, Merbabu,
Andong, Telomoyo, Sumbing) dan pegunungan Menoreh. Dua sungai besar mengalir di
tengahnya, Sungai Progo dan Sungai Elo, dengan beberapa cabang anak sungai yang
bermata air di lereng gunung-gunung tersebut. Topografi datar 8.599 Ha, bergelombang
44.784 Ha, curam 41.037 Ha dan sangat curam 14.155 Ha. Ketinggian wilayah antara
153-3.065 m diatas permukaan laut. Ketinggian rata-rata 360 m diatas permukaan laut.

3. Geologi
Bagian barat daya Kabupaten Magelang (Salaman dan Borobudur bagian selatan)
tersusun dari batuan breksi, andesit, dasit, tufa, tufa lapili, aglomerat dan lava andesit
yang merupakan bagian dari Formasi Andesit Tua. Batuan dari gunung berapi yang ada
di sekililing wilayah ini merupakan unsur batuan yang membentuk dataran Magelang
berupa tanah endapan alluvial yang subur. Wilayah Kabupaten Magelang di bagian
tengah merupakan tanah endapan/alluvial yang merupakan lapukan dari batuan
induknya. Sedangkan di lereng dan kaki gunung merupakan tanah endapan vulkanis.
Jenis tanahnya adalah : - Alluvial kelabu, Alluvial coklat, Regosol coklat kelabu, Regosol
coklat kelabu dan coklat tua yang banyak terdapat di daerah dataran seperti,
Mertoyudan, Mungkid, Candimulyo, Salaman, Secang, Tegalrejo, Muntilan, Srumbung,
Salam dan Ngluwar. - Regosol kelabu dan coklat tua, Andosol Coklat, Lithosol Latosol
Coklat, banyak terdapat di daerah lereng pegunungan seperti, Windusari, Kajoran,
Kaliangkrik, Ngablak, Grabag, Pakis, Bandongan. - Latosol coklat Kemerahan ada di
kecamatan Grabag dan Ngablak. - Latosol Coklat tua kemerahan ada di Kecamatan
Salam, Kajoran, Kaliangkrik, Salaman, Tempuran, Bandongan dan Windusari. - Latosol
merah kekuningan ada di wilayah Kecamatan Salaman dan Borobudur.

4. Hidrologi
Sebagai daerah yang dikelilingi gunung-gunung sebagai daerah tangkapan air hujan,
wilayah Kabupaten Magelang kaya cadangan air tanah yang keluar sebagai mata air di
permukaan. Dalam neraca air Tahun 2000, cadangan air tanah dangkal/bebas yang
dimanfaatkan 1.492,99 juta m3/tahun, dan untuk air tanah sedang/semi artesis 3.732,48
juta m3/tahun. Curah hujan potensial 4.067,14 juta m3/tahun atau dengan intensitas
3.746 mm/tahun. Dan air hujan tertampung 78,32 juta m3/tahun. Wilayah Kabupaten
Magelang terletak di daerah Aliran Sungai (DAS) Progo dan DAS Bogowonto. Mempunyai
10 sungai besar/sedang dengan jumlah debit maksimum 2.314 m3/detik dan minimum
110,5 m3/detik, serta 52 mata air dengan jumlah debit 8.284 liter/detik.

5. Morfologi
Daerah penelitian secara fisiografi termasuk pada zona fisiografi gunung api kuarter,
yang terletak di zona fisiografi depresi Jawa Tengah dan zona fisiografi Pematang dan
Dome pada pusat depresi (Van Bemmelen, 1949). Berdasarkan pengamatan peta
topografi daerah penelitian merupakan daerah yang dikelilingi oleh gunungapi-
gunungapi kuarter yang terletak di sebelah barat dan timur, pada sebelah timur terdapat
Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, sedangkan pada bagian barat terdapat Gunung
Sumbing. Secara Morfologi dapat dibagi menjadi 4 (empat) satuan morfologi, yaitu
Satuan Morfologi Puncak Gunung, Satuan Morfologi Lereng Gunung, Satuan Morfologi
Kaki Lereng dan satuan Perbukitan bergelombang. Satuan Morfologi Puncak Gunung
yang menempati pada daerah-daerah yang dekat dengan Puncak Gunung Merapi,
Gunung Merbabu dan Gunung Sumbing dengan kelerengan lebih besar dari 20 derajat
yang menempati pada ketinggian lebih dari 750 m di atas permukaan laut. Satuan
Lereng Gunung yang menempati pada lereng-lereng Gunung Merapi, Gunung Merbabu
dan Gunung Sumbing, Satuan Morfologi Kaki Lereng menempati daerah-daerah yang
lebih rendah sampai pada daerah Kota Magelang, sedangkan Satuan Perbukitan
bergelombang menempati pada bagian selatan Kabupaten Magelang yang berbatasan
dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

6. Tata Guna Lahan


Menurut penggunaannya, tanah sawah: 35%, tanah tegalan: 36%, bangunan dan
pekarangan: 17%, hutan negara: 7%, lain-lain: 5%. Dari sawah yang luasnya 37.250 ha,
seluas 23,28 persen sawah berpengairan sederhana, 22,64 persen merupakan sawah
tadah hujan, 17,78 persen berpengairan teknis, 13,45 berpengairan setengah teknis.
Sedangkan lahan kering yang digunakan untuk tegal/kebun/huma sebesar 51,45 persen.

7. Keadaan Iklim
Suhu rata-rata Kabupaten Magelang 25,620C, kelembaban udara 82%. Curah hujan rata-
rata 2.589 mm/th, rata-rata hari hujan 121, kecepatan angin 1,8 knot.

8. Demografi
Pembangunan urusan kependudukan dan catatan sipil ditujukan untuk mengendalikan
laju pertumbuhan penduduk serta meningkatkan tertib administrasi kependudukan.
Jumlah penduduk Kabupaten Magelang terus meningkat, baik akibat kelahiran maupun
migrasi penduduk. Pada tahun 2004 penduduk Kabupaten Magelang berjumlah
1.157.715 jiwa dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 1.188.662 jiwa atau meningkat
30.947 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 0,89% dengan kepadatan
penduduk cenderung naik seiring dengan kenaikan jumlah penduduk dengan jumlah
kepadatan pada tahun 2004 sebesar 1.053 jiwa/km2 menjadi 1.095 jiwa/km2 pada
tahun 2008. Disisi lain, penyebaran, penduduk di masing-masing kecamatan belum
merata. Perkembangan pertumbuhan penduduk Kabupaten Magelang merupakan
pijakan dasar dalam perencanaan pembangunan. Dari jumlah penduduk diketahui
bahwa jumlah penduduk berumur produktif (15-64 tahun) pada tahun 2004 berjumlah
765.545 jiwa naik menjadi 774.113 jiwa tahun 2007, sedangkan penduduk usia tidak
produktif (0-14 dan 65 tahun keatas) sebesar 392.171 jiwa pada tahun 2004 dan naik
menjadi 414.829 jiwa pada tahun 2007. Sehingga angka beban tanggungan yaitu
perbandingan antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia tidak produktif
sebesar 51% pada tahun 2004 menjadi 54% pada tahun 2007.

2. Perekonomian Daerah dan Kependudukan

a. Struktur perekonomian

Kabupaten Magelang didominasi oleh 5 (lima) kategori lapangan usaha, diantaranya:


Industri Pengolahan; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil, dan Sepeda Motor; Konstruksi; dan Jasa Pendidikan. Hal ini
dapat dilihat dari peranan masing-masing lapangan usaha terhadap pembentukan PDRB
Kabupaten Magelang. Peranan terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Magelang
pada tahun 2018 dihasilkan oleh lapangan usaha industri pengolahan, yaitu mencapai
21,81 persen (angka ini meningkat dari 21,62 persen di tahun 2014). Selanjutnya
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 21,62 persen (turun dari
23,63 persen di tahun 2014), disusul oleh lapangan usaha perdagangan besar dan
eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor sebesar 13,58 persen (turun dari 13,60 persen
di tahun 2014). Berikutnya, lapangan usaha Konstruksi sebesar 9,56 persen (naik dari
9,27 persen di tahun 2014) dan lapangan usaha Jasa Pendidikan sebesar 6,24 persen

b. Pendapatan perkapita

Salah satu alat untuk mengukur atau menilai tingkat kesejahteraan penduduk suatu
daerah adalah besarnya nilai pendapatan per kapita. Dalam hal ini dilakukan
pendekatan melalui penghitungan PDRB per kapita. Selama tahun 2009-2013
perkembangan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga
konstan setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Kenaikan PDRB per kapita
terbesar lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2010 (Tabel 4.6) sebesar 11,49%.
Sedangkan untuk harga konstan kenaikan PDRB per kapita tertinggi selama lima
tahun terakhir terjadi pada tahun 2013 sebesar 5,40%.

c. Kondisi Makro Ekonomi

Perkembangan ekonomi makro Kota Magelang dalam kurun waktu 2001-2005 telah
menunjukkan kinerja yang membaik, antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya laju
pertumbuhan ekonomi dari sebesar 3,44 % pada tahun 2001 menjadi 4,33 % pada tahun
2005 atau lebih tinggi 0,89%. Membaiknya perekonomian Kota Magelang tahun 2005
juga ditunjukkan dengan meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas
dasar harga konstan mencapai Rp. 878.158.350.000,- sedangkan tahun 2001 baru
mencapai Rp. 759.474.480.000,- yang berarti terjadi peningkatan yang cukup signifikan.
Struktur PDRB tahun 2005 didominasi oleh sektor jasa (38,2%), sektor pengangkutan dan
komunikasi (19,19%) serta sektor bangunan (15,33%). Lima sektor lainnya hanya
berperan di bawah 30% dengan rata-rata sekitar 6% yaitu sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan (10,93%), sektor perdagangan, hotel dan rumah makan (7,11%),
sektor industri pengolahan (3,37%), sektor pertanian (3,17%), sektor listrik dan air
(2,70%). Dibandingkan dengan tahun sebelumnya peran kelima sektor tersebut secara
total pada tahun 2005 lebih tinggi.

Sementara itu tingkat inflasi tahun 2005 lebih tinggi beberapa digit dari tahun
sebelumnya yaitu dari 5,28% di tahun 2004 menjadi 14,84%. Namun tingkat inflasi ini
secara umum masih cukup rendah dibandingkan dengan kondisi inflasi regional (15,97%)
maupun nasional (16,16%). Kondisi Perekonomian Kota Magelang tidak terlepas dari
pengaruh kondisi perekonomian tingkat atasnya dan global.

d. Kondisi Mikro Ekonomi

Pengembangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki


potensi yang besar dan strategis dalam meningkatkan aktivitas ekonomi daerah,
termasuk dalam penyerapan tenaga kerja daerah. Jumlah koperasi di Kota Magelang
sampai dengan tahun 2005 berjumlah 191 buah yang berarti ada peningkatan
sebesar 10 buah dari tahun 2002 yang berjumlah 181 buah, dengan anggota 27.819
orang dan tenaga kerja 402 orang. Besar modal dan volume usaha koperasi
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 modal koperasi Rp.
29.792.989.000,- meningkat menjadi Rp. 45.275.506.000,- di tahun 2005 dan volume
usaha di tahun 2002 sebesar Rp.39.648.961.000,- di tahun 2005 menjadi
Rp.78.579.207.000,-.

Jumlah perusahaan industri kecil mengalami kenaikan 23 buah ditahun 2005,


industri sedang naik 1 buah sedangkan industri besar tetap. Banyaknya surat ijin
usaha perdagangan yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan ada
kenaikan dari 330 di tahun 2004 menjadi 362 ditahun 2005 sehingga ada kenaikan
32 SIUP. Kinerja ekspor dan impor ada kecenderungan semakin meningkat. Hal ini
tercermin dari nilai ekspor impor yang meningkat dari US$ 3.788.113,51 di tahun
2004 menjadi US$ 4.205.135,05 di tahun 2005.

Jumlah sentra perusahaan industri kecil meningkat cukup baik dari 305 buah di
tahun 2002 menjadi 329 di tahun 2005 dengan jumlah sentra 10 yang terdiri dari
sentra parut besi/kompor, sentra sepatu/sandal, sentra konveksi, sentra mainan
anak, sentra tahu di kelurahan Tidar dan Kelurahan Magersari, sentra tempe, sentra
krupuk iris, sentra roti/kue dan sentra getuk. Tenaga kerja yang dapat diserap dari
usaha ini juga meningkat dari 1.114 orang di tahun 2002 menjadi 1.181 orang di
tahun 2005 dan jumlah investasi di tahun 2005 sebesar Rp.3.091.819.000,-

Pengembangan potensi Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah tersebut masih
menghadapi berbagai permasalahan dan kendala, diantaranya adalah (1)
panjangnya proses perijinan; (2) praktik usaha dan persaingan usaha yang tidak
sehat; (3) lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan Koperasi dan
UMKM; (4) masih lemahnya kelembagaan UMKM. Permasalahan pokok lainnya
yakni masih rendahnya produktivitas yang berakibat terjadinya kesenjangan antar
pelaku Koperasi dan UMKM. Hal ini berkaitan dengan masih rendahnya kualitas SDM
UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi,
pemasaran, serta rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Kondisi yang
demikian melemahkan kesiapan bersaing dan daya adaptasi dalam menghadapi
persaingan di kancah perdagangan bebas dan global. Koperasi dan UMKM juga
masih menghadapi masalah keterbatasan akses ke modal, sehingga menyulitkan
dalam usahanya untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun pengembangan
produk-produk yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi.

3. Penduduk dan Sosial Budaya Daerah

a. Kependudukan

Secara parsial, konteks pembangunan sosial budaya sebagai manifestasi untuk


mewujudkan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dapat dicerminkan melalui
pencapaian-pencapaian kinerja pada aspek pendidikan, kesehatan, serta kemampu-an
mengakses kebutuhan agar dapat hidup layak. Aspek lain yang termasuk di dalamnya
adalah masalah kependudukan, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak, kesejahteraan sosial dan kemiskinan, dan pemuda dan olahraga.

Berkaitan erat dengan aspek-aspek tersebut itu adalah perlunya diambil langkah-langkah
yang strategis dalam mengen-dalikan laju pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2006
jumlah penduduk Kota Magelang tercatat sebanyak 119.904 jiwa dengan komposisi yang
terdiri dari 48,15 persen laki-laki dan 51,85 persen perempuan. Laju pertumbuhan
penduduk per ta-hunnya rata-rata sebesar 0,77 %. Tingkat kepadatan penduduk sebesar
6.548 jiwa/km2, dengan kepadatan tertinggi di Ke-lurahan Cacaban 14,514 jiwa dan
terendah di Kelurahan Jurangombo 2.576 jiwa. Dari jumlah penduduk Kabupaten/Kota
se eks Karesidenan Kedu, Kota Magelang menempati porsi jumlah penduduk yang
terkecil yakni 2,48%. Sedangkan partisipasi penduduk dalam Keluarga Berencana
ditunjukkan dengan adanya 13.667 akseptor aktif dari Pasangan Usia Subur (PUS).
Fasilitas suntik menjadi pilihan yang dominan yaitu sebanyak 5.695 akseptor yang
disusul dengan penggunaan IUD dan PIL, masing-masing sejumlah 2.399 dan 2.333
akseptor.

Pada sisi lain, adanya perkembangan jumlah penduduk memberi konsekuensi pada
peningkatan kualitas pelayanan admin-istrasi kependudukan sesuai dengan Undang–
Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pela-yanan publik
mencakup beberapa aspek yaitu Sistem Administrasi Kependudukan, Sumber Daya
Manusia (SDM), Sarana Prasarana yang memadai. Di sisi lain penyediaan layanan
administrasi kependudukan, seperti KTP, KK, Akta Kelahiran, dan sebagainya.

b. Sosial Budaya dan Keagamaan

Bidang sosial budaya dan kehidupan beragama merupakan aspek yang fundamental dan
berperan sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan manusia yang
diejawantahkan dalam wujud peningkatan kesejahteraan dan kualitas taraf hidup
masyarakat. Pada titik ini, nilai-nilai budaya bangsa yang mengacu kepada Pancasila dan
UUD 1945 perlu direvitalisasi ke dalam suatu pranata-pranata yang aplikatif sehingga
secara substansial mampu menaungi sekaligus menjadi pijakan dasar dalam
penyelenggaraan pembangunan daerah. Dalam praksisnya selama ini, ternyata nilai-nilai
ideologis bangsa ini masih belum terimplementasikan secara utuh dan nyata. Lebih dari
itu, sejalan dengan penyelenggaraan pembangunan yang mengacu kepada karakteristik
dan spesifikasi daerah, serta dalam kerangka memperkuat kohesi dan ketahanan sosial
yang menyangkut interaksi antar individu atau kelompok masyarakat dapat dirasakan
adanya kecenderungan terabaikannya budaya daerah yang memuat nilai-nilai, sikap,
perilaku, kebiasaan (customs), tradisi, adat istiadat, dan bentuk-bentuk kearifan lokal
lainnya. Penyertaan dan pengembangan budaya daerah, misalnya petuah jangan
melanggar mo-li-mo (5M), yaitu tidak boleh madat/mabuk, maling (mencuri), madon
(berzina), main (judi), dan mateni (membunuh) ke dalam proses penyelenggaraan
pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan akan memperkuat kepribadian dan
jati diri serta dapat menepis dari godaan untuk berperilaku yang tidak terpuji.

Pembangunan di bidang sosial dan budaya ditandai dengan terwujudnya karakter kota
yang ramah lingkungan, bermartabat, memiliki kesetiakawanan sosial dan toleransi yang
tinggi antar umat beragama serta menjunjung tinggi keadilan dan kesetaraan gender.
Kepedulian masyarakat didasari rasa saling percaya antar umat beragama dan
pembangunan dilaksanakan secara terpadu, komprehensif, serta berkelanjutan sehingga
benar-benar tepat sasaran dan bermanfaat bagi kemaslahatan umum.

c. Pendidikan

Sementara itu, kebijakan pengelolaan pendidikan mengalami pergeseran dari kurikulum


1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi serta penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
dengan mengacu kepada Standar Pendidikan Nasional (sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005). Dalam implementasinya diharapkan siswa akan memiliki
kemampuan kompetensi tertentu dan sekolah akan dikelola secara profesional. Apabila
dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Ja-wa Tengah, pembangunan pendidikan di
Kota Magelang dapat dikatakan lebih berhasil karena persentase melek hurufnya pada tahun
1999-2006 selalu meningkat berkisar antara 93-97%. Di akhir tahun 2006, pemberantasan
buta huruf di Kota Magelang dinyatakan tuntas. Nilai APK Kota Magelang yang melebihi
100% disamping karena kesadaran belajar dari masyarakat Kota Magelang sudah tinggi juga
karena banyaknya siswa sekolah yang berasal dari luar Kota Magelang.

d. Kesehatan

Sebagai salah satu penentu indeks pembangunan manusia, kualitas kesehatan antara lain
ditentukan oleh derajat kesehatan, perilaku sehat, kesehatan lingkungan, dan pelayanan
kesehatan. Derajat kesehatan ibu dan anak selalu mendapat perhatian karena masih adanya
kasus-kasus seperti:

1. Kematian bayi, kematian ibu melahirkan dan kematian balita.


2. Berat bayi yang lahir dengan berat badan rendah.
3. Penderita kurang energi protein (KEP) dan status balita dengan gizi buruk.
4. Kasus TB (Tuberculosis paru )

Upaya pelayanan kesehatan masyarakat antara lain dilaksanakan melalui RSU, Puskesmas,
Poliklinik, RS Bersalin, Posyan-du, dan fasilitas prasarana kesehatan lainnya. Selain itu secara
berkala juga dilakukan pemeriksanaan kualitas lingkungan di permukiman, penerapan Pola
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pelayanan Asuransi Kesehatan (Askes) termasuk pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin melalui Askeskin, dan sebagainya.

e. SDM dan Pemberdayaan Masyarakat

Kebijakan pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk menciptakan iklim kehidupan yang


layak dan kondusif melalui pembangunan ketahanan masyarakat dan penanggulangan
degradasi moral masyarakat dalam upaya meningkatkan partisipasinya di bidang ekonomi
dan sosial dari tingkat kota sampai kelurahan termasuk memperjuangkan terwujudnya
kesetaraan dan keadilan gender di berbagai kehidupan. Pola pemberdayaan yang ditempuh
selama ini mencakup antara lain: (a) Meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) baik
aparat pemerintah maupun masyarakat untuk melaksanakan: perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan pemberdayaan masyarakat secara lebih optimal, dan (b) Meningkatkan
fungsi lembaga–lembaga kemasyarakatan (LPM, LKK, termasuk RT/RW) di tingkat kelurahan
sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan mengurangi berbagai
bentuk pengaturan yang menghambat masyarakat untuk berperan aktif dalam proses
pembangunan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan diantaranya, (1) Bulan Bhakti Gotong
Royong Masyarakat, yang diharapkan dapat menggerakkan dan memperkuat ikatan
kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam kehidupan bermasyarakat melalui kegiatan fisik
dan non fisik, serta menstimulasi tumbuh kembangnya swadaya masyarakat; (2) Pemberian
Modal melalui Lembaga Keuangan Kelurahan (LKK); (3) P2MBG, merupakan
upaya affirmative action untuk mempercepat proses pengarusutamaan gender di berbagai
bidang pembangunan sebagaimana diamanatkan oleh Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender; (4) Pemasyarakatan dan
Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna (TTG) diharapkan akan dapat meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan masyarakat sekaligus dapat dijadikan wahana untuk
memperoleh peluang usaha; dan (5) TNI Manunggal Masuk Desa, diharapkan hasil
pembangunan fisik dan non fisiknya dapat menunjang serta melengkapi fasilitas infrastuktur
sarana prasarana penduduk

BAB 3
KASUS TB DI MAGELANG

Data kasus Tuberkulosis di Kabupaten Magelang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Magelang. Persebaran kasus TBC sejak tahun 2018 – 2020 merata di semua kecamatan dan
menunjukkan peningkatan pada tahun 2018 dan 2019 (511 dan 615 kasus), sedangkan tahun 2020
mengalami penurunan dengan jumlah kasus sebanyak 482 kasus. Selama tiga tahun terakhir jumlah
kasus tuberkulosis tertinggi berasa di kecamatan Secang (231 kasus), diikuti kecamatan Grabag (134
kasus). Tahun 2019 sebagian wilayah mengalami peningkatan kasus tuberkulosis kecuali pada
kecamtan Bandongan, Muntilan, Tempuran, Candimulyo, Dukun dan Ngluwar yang mengalami
penurunan kasus. Sedangkan pada tahun 2020 hampir semua kecamatan mengalami penurunan
kasus kecuali kecamatan Grabag, Salam dan Mungkid namun penaikan ini tidak terlalu signifkan.
Klasifikasi warna jumlah kasus per wilayah kecamatan di Kabupaten Magelang tahun 2018, 2019 dan
2020 berdasarkan hasil perhitungan prevalensi. Prevalensi dilakukan untuk mendeskripsikan beban
penyakit dan status penyakit pada suatu populasi kasus tuberkulosis yang terjadi di Kabupaten
Magelang. Hasil prevalensi tahun 2018 merupakan hasil yang digunakan untuk acuan pada tahun
2019 dan 2020 dengan jumlah kasus tahun 2018 sebanyak 511 kasus dan nilai prevalensi yaitu 39,97
yang artinya terdapat 39,97 kasus per 100.000 penduduk Pemetaan kasus tuberkulosis pada
penelitian ini menggunakan gradasi warnadari warna muda hingga paling pekat untuk membedakan
kasus rendah (3–15 kasus), cukup rendah (15–25 kasus), sedang (25–30 kasus), cukup tinggi (30–40
kasus), dan tinggi ( >40 kasus).

Wilayah Kecamatan di Kabupaten Magelang diatas prevalensi tahun 2018 terdapat 3


Kecamatan yaitu Secang (5 kasus), Bandongan (49 kasus), dan Grabag (41 kasus). Tahun 2019
terdapat 5 kecamatan yaitu Kecamatan Secang (88 kasus), Tegalrejo (51 kasus), Grabag (45 kasus),
Borobudur (44 kasus), dan Kajoran (41 kasus). Hasil Analisis spasial kasus tuberkulosis tahun 2019
dan 2020 menunjukkan adanya perubahan klasifikasi warna wilayah dengan jumlah kasus
tuberkulosis tinggi pada kecamatan Borobudur dan Kajoran dan mengalami penurunan pada tahun
2020 menjadi klasifikasi cukup tinggi. Namun Kecamatan Secang (84 kasus) dan Grabag (48 kasus)
masih tetap berada di klasifikasi warna tinggi dengan jumlah kasus diatas prevalensi yang
ditentukan.
BAB 4

PEMBAHASAN KASUS TB DI MAGELANG

Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah yang besar bagi kesehatan masyarakat dan dapat
menimbulkan dampak yang cukup besar. Pelaksanaan program tuberkuolosis di Indonesia
terkendala oleh beberapa faktor diantaranya adalah kurangnya temuan kasus baru, sumber daya
manusia yang terbatas, monitoring dan evaluasi yang sulit (Endarti et al. 2018). Kabupaten Magelang
memiliki 21 kecamatan dengan memiliki wilayah kecamatan yang memiliki risiko kejadian
tuberkulosis yang tinggi. Pemetaan kejadian tuberkulosis yang diolah menggunakan software SIG.
Penelitian sebelumnya menunjukkkan bahwa screening penderita tuberkulosis didaerah dengan
angka kejadian tertinggi sangatlah penting untuk memutuskan mata rantai penularan dan adanya
SIG membantu dalam memetakan daerah berisiko tinggi dan dilakukan secara berkala untuk
penilaian dikemudian hari (Kandou and Palandeng 2015). Sistem Informasi Geografis merupakan
suatu ilmu pengetahuan yang berbasis pada perangkat lunak dalam komputer yang bermanfaat
untuk memberikan bentuk digital dan analisis terhadap permukaan geografi bumi yang mampu
untuk menghubungkan berbagai data pada satu titik tertentu. Data yang akan diolah pada SIG
merupakan data yang spasial yaitu data geografis dan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu
sebagai referensinya. Aplikasi ini mampu menjawab pertanyaan lokasi, kondisi, trend, pola dan
pemodelan (Prahasta 2009).

SIG bermanfaat sebagai pengolahan data serta pembuatan model kuantitatif menjadi lebih mudah
dan efektif. SIG merupakan cara yang efisien sehingga dapat mengetahui karakteristik suatu wilayah
dengan menggabungkan parameter (Masri 2012). Aplikasi yang digunakan berupa QuantumGIS yang
menampilkan data secara utuh yang dilengkapi dengan informasi peta secara lengkap menggunakan
warna sesuai dengan tingkat jumlah kasus tuberkulosis yang berada di Kabupaten Magelang pada
setiap tahunnnya. QGIS adalah aplikasi open source yang dapat berguna sebagai analisis SIG yang
memiliki fungsi paling sering digunakan untuk analisis spasial (Fitri and Ferdiansyah 2017). Capaian
penemuan TBC seluruh kasus di Kabupaten Magelang dari tahun 2018 – 2020 selalu diangka 30%.
Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat kabupaten memilih akses ke layanan kesehatan di Kota
Magelang. Dalam mendukung keberhasilan penanggulangan tuberkulosis peningkatan akses
pelayanan tuberkulosis yang bermutu adalah hal yang penting (Siti Chomaerah 2020). Penemuan
kasus tuberkulosis pada tahun 2020 cenderung menurun dikarenakan adanya pandemic
Coronavirus-19 sehingga beberapa laboratorium pendeteksian kasus tuberkulosis di puskesmas dan
rumah sakit membatasi pemeriksaan spesimen dahak terduga tuberkulosis. Kejadian pada penyakit
tuberkulosis dipengeruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perpindahan patogen
yang menyebabkan penularan dari individu ke individu lain melalui penularan langsung saat terjadi
interaksi pertemuan disuatu tempat (Yuniar, 2017).

Kecamatan Secang dan Grabag merupakan kecamatan yang memiliki kasus tertinggi dengan wilayah
saling berdekatan, sesuai dengan penelitian Rahmaniati, (2012) yang menyatakan bahwa pola
penyebaran kasus tuberkulosis membetuk pola mengelompok (clustered) dan mendekati arah
menyebar. Perilaku penderita yang menyebabkan peningkatan penularan tuberkulosis adalah
melalui percikan dahak penderita saat dia batuk ataupun bersin. Penularan melalui percikan dahak
merupakan penularan dengan waktu yang cukup lama bertahan hingga beberapa jam dalam kondisi
ruangan yang gelap dan lembab (Narasimhan et al. 2013). Semakin erat kontak semakin besar risiko
untuk menularkan baik kontak serumah dengan anggota keluarga ataupun dengan tetangga dan
orang-orang terdekat dari penderita (Purnamaningsih, Adi, and Dian 2018). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan bahwa kejadian tuberkulosis di Kabupaten Magelang yang memiliki kasus dengan
jumlah tinggi merupakan daerah yang kepadatan penduduknya cukup tinggi. Sesuai dengan
penelitian sebelumnya bahwa jumlah dan distribusi pada penduduk dapat mempengaruhi kepadatan
penduduk sehingga dapat menentukan cepat lambatnya penularan penyakit (Rohman 2017). Faktor
perilaku dan faktor lingkungan merupakan faktor yang paling besar memberikan dampak yang dapat
merugikan kesehatan masyarakat. Kenaikan jumlah kasus tuberkulosis dapat berupa factor
lingkungan seperti ventilasi, kepadatan hunian, suhu, pencahayaan, dan kelembaban dan jenis lantai
(Zulaikhah et al. 2019). Pada faktor perilaku yang dapat mempengaruhi kejadian tuberkuloisis yaitu
kebiasaan merokok, meludah atau membuang dahak di sembarang tempat, batuk maupun bersin
tanpa menutup mulut dan kebiasaan seseorang untuk tidak membuka jendela.

Menurut Dotulong et al., (2015) menunjukkan bahwa usia dan jenis kelamin dapat mempengaruhi
kejadian tuberkulosis selain itu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan riwayat kontak (Sekar
Prihanti, ., and Rahmawati 2017). Sedangkan menurut Setiyadi et al., (2018) Faktor-faktor yang
mempengaruhi penaikan dan penurunan jumlah kasus tuberkulosis yaitu pada kepatuhan berobat
dan individu (sosiodemorafi, sosioekonomi, jenis kelamin, status gizi, dan umur) serta kekambuhan
penyakit tuberkulosisMeteri Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan kebijakan
Permenkes No. 67 Tahun 2016 berkaitan dengan penanggulangan tuberkulosis tentang upaya
penanggulangan TBC dilaksanakan melalui promosi kesehatan, surveilans TBC, pengendalian faktor
risiko, penemuan dan penanggulangan kasus TBC, pemberian kekebalan dan obat untuk pencegahan
penyakit. (Faradis and Indarjo 2018). Pemantauan dan analisis terus menerus terhadap data dan
informasi terjadinya penyakit tuberkulosis harus selalu dilaksankan. Upaya tindakan pencegahan
penularan tuberkulosis dilakukan dengan strategi Directly Observed Treatment Short Course
Therapy (DOTS) sebagai langkah utama pengendalian (Kim, De Los Reyes V, and Jung 2020).

Pelaksanaan program DOTS di Kabupaten Magelang sudah terlaksana di seluruh puskesmas dari 21
kecamatan. Keberhasilan dari strategi ini bergantung pada fasilitas dan sarana prasarana serta peran
petugas Kesehatandalam menemukan kasus baru penyakit tuberkulosis dan pengobatan yang
dijalankan untuk pasien (Inayah, Wahyono, and Artikel 2019). Program kesehatan untuk
menanggulangi peningkatan kasus tuberkulosis di Kabupaten Magelang yang lain yaitu dengan
dalam penemuan terduga dan kasus TBC secara aktif dengan melakukan skrining untuk
meningkatkan penemuan dan pengobatan kasus penyakit TBC (Sulistiyani et al. 2019). Skrining
dilaksanakan di pondok pesantren dan dilaksanakannya desa kantong TBC dan secara pasif dengan
jejaring internal di layanan kesehatan, pembentukan kader TBC desa, investigasi kontak oleh kader
TBC desa, berjejaring dengan DPM dan klinik swasta serta fasilitas kesehatan Kota Magelang,
dilakukannya pendampingan minum obat bagi pasin TBC resisten obat oleh petugas kesehatan dan
peer educat. Perlu adanya penanganan yang sesuai agar penemuan dapat ditindak lanjuti dengan
baik. Advokasi sebagai upaya proses perencanaan untuk memperoleh dukungan dari pemangku
kebijakan dengan informasi yang akurat dan tepat.

Penyuluhan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan bagian dari
promosi kesehatan. Penyuluhan tuberkulosis ini perlu dilaksanakan dikarenakan sebagian besar
masalah tuberkulosis berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku. Pengetahuan yang baik
dan menyeluruh berkaitan dengan penyakit tuberkulosis dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam mencegah penularan TBC, dengan ini persepsi bahwa TBC merupakan penyakit menular yang
berbahaya (Moa, Zainuddin, and Nursina 2018). Evaluasi pada program tuberkulosis perlu dilakukan
untuk melihat trend perkembangan epidemik TBC dan pengendaliaannya yang idealnya
dilakukanminimal 3 bulan sekali oleh puskesmas maupun dinas kesehatan (Nugraini et al., 2015).
Sistem informasi kesehatan yang baik yaitu sistem informasi yang dapat memberikan informasi
dengan tepat waktu dan akurat (Isnaini 2017)

BAB 5

PENUTUP

a. Kesimpulan
Pengabungan sistem informasi Kabupaten Magelang dengan SIG menggunakan aplikasi
QuantumGIS memberikan informasi kejadian tuberkulosis di wilayah per kecamatan di
Kabupaten Magelang dari Tahun 2018 – 2020 paling banyak berada di Kecamatan Secang
dan Grabag. Penyebaran jumlah kasus tuberkulosis didominasi karena wilayah per
kecamatan yang saling berdekatan, jumlah kepadatan penduduk serta adanya kontak erat
pada penderita.

b. Saran

Anda mungkin juga menyukai