Anda di halaman 1dari 16

A.

DEFINISI
Hirschprung atau Megakolon adalah penyakit tidak adanya sel-sel ganglion dalam
rektum atau bagian rektosigmoid colon. Akibat ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,
Cecily & Sowden, 2000).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi
aterm denagn berat lahir ≤ 3 kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief
Mansjoeer,2000)

B. ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit Hirschsprung yaitu kegagalan sel-sel krista neuralis
untuk bermigrasi ke dalam dinding suatu bagian saluran cerna bagian bawah termasuk
kolon dan rektum. Akibatnya tidak ada ganglion parasimpatis (aganglion) di daerah
tersebut.sehingga menyebabkan peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses
dalam lumen terlambat serta dapat menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan
dinding kolon di bagian proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut, atau
kronis tergantung panjang usus yang mengalami aganglion.
Selain akibat dari aganglion, faktor penyebab lain penyakit Hirschsprung
adalah adanya riwayat keluarga yang terkena penyakit tersebut. Terdapat
kecenderungan bahwa penyakit Hirschsprung dipengaruhi oleh riwayat atau latar
belakang keluarga dari ibu.Penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita
perempuan dengan perbandingan 4:1.

C. PATOFISIOLOGI

Istilah congenital aganglionic Megacolon menggambarkan adanya kerusakan


primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum
tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Cecily Betz & Sowden,
2002:196).

Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi

obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar( Price, S & Wilson, 1995 :
141 ).

Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya ganglion
parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan pada satu
atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus
abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang
berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami
distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi
tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat.
Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyak merupakan media utama
berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan dengan peristaltik yang
abnormal mempermudah infeksi kuman ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis.
Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami
kematianDona L.Wong,1999:2000)
D. PATHWAYS

Tidak ada segmen aganglionic

Peristaltik abnormal

Obstruksi pada kolon Spasme usus

Akumulasi mekonium (feses


Konstipasi pada kolon pertama bayi baru lahir, yang
kental, lengket dan berwarna
kehijauan) pada usus besar

Perut membesar Pembengkakan


dan distensi Distensi abdomen
abdomen pada kolon

Menganggu Pembedahan Gangguan rasa nyaman


pola nafas

Resiko infeksi Mual muntah

Resiko kekurangan nutrisi


E. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan usia penderita tanda dan gejala penyakit Hirschsprung dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Periode neonates
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
2. Muntah berisi empedu
3. Enggan minum
4. Distensi abdomen
5. Obstruksi usus

b. Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada beberapa
kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak
(Lakhsmi, 2008).
Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yakni :
1. Konstipasi kronis
2. Malnutrisi
3. Anemia
4. Perut membuncit (abdomen distention)
5. Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter anal yang
padat/ketat, dan biasanya feses akan langsung menyemprot keluar dengan
bau feses dan gas yang busuk
6. Terdapat tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di
sekitar umbilicus, punggung dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah
terdapat komplikasi peritonitis
7. Infeksi serius dengan diare, demam dan muntah dan kadang-kadang
dilatasi kolon yang berbahaya

F. KLASIFIKASI
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit Hirschsprung dapat di
klasifikasikan dalam 4 kategori :
1. Ultra short segment : Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari
rectum.
2. Short segment : Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari
colon.
3. Long segment : Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.
4. Very long segment : Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan
kadang sebagian usus kecil.

G. KOMPLIKASI

1. Gawat pernapasan (akut)


2. Enterokolitis nekrotkans
3. Striktura ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia (jangka panjang)
5. Obstruksi usus
6. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
7. Konstipasi
8. Pneumatosis usus
9. Abses perikolon
10. Perforasi dan septikemi

H. PENATALAKSANAAN
1. Preoperatif
a. Diet
Pada periode preoperatif neonates dengan penyakit Hirschsprung menderita gizi
buruk disebabkan karena gangguan pada gastrointestinal. Sebagian besar
memerlukan asupan nutrisi parenteral dan cairan. Meskipun demikian bayi dengan
penyakit Hirschsprung yang didiagnosis melalui suction rektal biopsi dapat
diberikan larutan rehidrasi oral sebanyak 15ml/kg berat badan tiap 3 jam selama
dilatasi rectal preoperatif dan irigasi rectal.
b. Terapi farmakologik
Terapi ini dimaksudkan untuk mempersiapkan usus atau untuk mencegah
komplikasinya.Untuk mempersiapkan usus adalah dengan dekompresirectum dan
kolon melalui serangkaian pemerikasaan dan pemasangan irigasituba rectal dalam
24-48 jam sebelum pembedahan. Antibiotik oral dan intravena diberikan dalam
beberapa jam sebelum pembedahan.
2. Operatif
a. Tindakan bedah sementara
Tindakan ini berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling
distal.Tindakan ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi usus dan
mencegah enterokolitis sebgai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain
dari kolostomi adalah menurunkan angka kematian pada saat dilakukan bedah
definitif usus dan mengecilkan kaliber usus yang telah besar sehingga
memungkinkan dilakukan anastomose.
b. Tindakan bedah definitif
1) Prosedur Swenson
Merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk mengangani penyakit
Hirschsprung.Segmen aganglionik direseksi sehingga kolon sigmoid kemudian
dianastomose oblique dilakukan antar kolon normal dengan rectum bagian distal.
2) Prosedur Duhamel
Pertama kali diperkenalkan tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur Swenson.Poin
utamanya adalah pendekatan retrorectal digunakan dan beberapa bagian rectum
yang aganglionik dipertahankan.Usus aganglionik direseksi hingga bagian rectum
dan rectum dijahit.Usus bagian proksimal kemudian diposisikan pada ruang
retrorektal (diantara rectum dan sacrum), kemudian end-to-side anastomosis
dilakukan pada rectum yang tersisa.
3) Prosedur Soave
Diperkenalkan pada tahun 1960, intinya membuang mukosa dan submukosa dari
rectum dan menarik ganglionik ke arah ujung maskuler rectum aganglionik.
4) Myomectomy Anorectal
Prosedur ini merupakan alternative operasi lain bagi anak dengan penyakit
Hirschsprung dengan segmen yang sangat pendek, membuang sedikit bagian
midline posterior rektal. Prosedur ini membuang 1 cm dinding rektalekstra-
mukolas yang bermula sekitar proksimal garis dentate.Mukosa dan submukosa
dipertahankan.
3. Post Operatif
Pada awal jangka masa postoperatif sesudah PERPT (Primary Endorectal Pull-
Through), pemberian makanan peroral dimulakan segera untuk membantu
penyesuaian (adaptasi usus) dan penyembuhan anastomosis.Pemberian makanan
rata-rata dimulai pada hari kedua setelah operasi dilakukan dan pemberian nutrisi
enteral secara penuh dumulakan pada pertengan hari keempat.Intoleransi protein
sering terjadi selama periode ini dan memerlukan perubahan formula.ASI tidak
dikurangi atau dihentikan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan
lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan
pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang
melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada
anak laki-laki dan perempuan. (Ngastiyah, 2005)
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
Konstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir.Trias yang sering
ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir),
perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat
lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi
sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi.Gejala ringan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut.Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi
abdomen, dan demam.Diare berbau busuk dapat terjadi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita klien selain penyakit Hirschsprung.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis.Pada keadaan
umum terlihat lemah atau gelisah.Tanda-tanda vital didapatkan hipertermi dan
takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya
perforasi.Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan
didapatkan :
Inspeksi : Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan
rectum dan feses akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan berbau
busuk.
Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan
hilangnya bisng usus.
Perkusi : Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi : Teraba dilatasi kolon abdominal.
d. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan diagnostik
a) Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah
b) Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada
segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c) Simple suction rectal biopsy (biopsi isap) mencari sel ganglion pada daerah
sub mukosa.
d) Biopsy rectal (biopsi otot rectum) yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e) Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolineseterase.
 Pemeriksaan laboratorium
a) Kimia darah
b) Darah rutin
c) Profil koagulasi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglionosis
2) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
asupan
3) Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan keluar
cairan tubuh dari muntah
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (pembedahan)
3. Rencana Tindakan Keperawatan
a) Pra Operasi :
1. Dx 1 : gangguan eliminasi fekal (konstipasi) berhubungan dengan aganglionosis
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan
eliminasi fekal (konstipasi) pada klien hilang dengan kriteria hasil:
- Defekasi teratur yang
- Berkurangnya distensi abdomen
- Rasa tidak nyaman berkurang
- Aliran balik enema atau irigasi rectum jernih
Intervensi :
1) Observasi bising usus dan periksa adanya distensi abdomen pasien. Pantau dan
catat frekuensi dan karakteristik feses.
Rasional : Untuk menyusun rencana penanganan yang efektif dalam mencegah
konstipasi dan impaksi fekal
2) Catat asupan haluaran secara akurat
Rasional : Untuk meyakinkan terapi penggantian cairan yang adekuat.
3) Dorong pasien untuk mengonsumsi cairan 2,5 L setiap hari, bila tidak ada
kontraindikasikan
Rasional : Untuk meningkatkan terapi penggantian cairan dan hidrasi
4) Lakukan program defekasi. Letakkan pasien di atas pispot atau commode pada
saat tertentu setiap hari, sedekat mungkin kewaktu biasa defekasi (bila diketahui)
Rasional : Untuk membantu adaptasi terhadap fungsi fisiologis normal.
5) Kolaborasi pemeberian laksatif, enema atau supositoria sesuai instruksi.
Rasional : Untuk meningkatkan eliminasi feses padat atau gas dari saluran
pencernaan, pantai keefektifannya

2. Dx 2 : Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan


asupan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapakan resiko nutrisi
kurang dari kebutuhan tidak terjadi dengan kriteria hasil :
- Berat badan pasien meningkat
- Konjungtiva tidak anemis
Intervensi :
1) Kaji riwayat jumlah makanan/ masukan nutrisi yang biasa dimakan dan
kebiasan makan
Rasional : Memberi informasi tentang kebutuhan pemasukan/ difisiensi
2) Monitor turgor kulit
Rasional : mengkaji pasokan nutrisi yang adekuat
3) Monitor mual dan muntah
Rasional : mengkaji adanya pengeluaran output berlebih
4) Pantau / Timbang berat badan
Rasional : Sebagai indicator langsung dalam mengkaji perubahan status nutrisi
5) Anjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI rutin
Rasional : untuk mempertahankan masukan nutrisi pada pasien
6) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan.
Rasional : untuk menambah masukan nutrisi yang baik bagi pasien

3. Dx : Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan keluar


cairan tubuh dari muntah
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko
ketidakseimbangan volume cairan pada klien tidak terjadi dengan kriteria hasil:
- turgor kulit elastic dan normal, CRT < 3 detik
- membrane mukosa lembab
Intervensi :
1) Timbang berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan
Rasional : Untuk membantu mendeteksi perubahan keseimbangan cairan
2) Ukur asupan cairan dan haluaran urine untuk mendapatkan status cairan
Rasional : Penurunan asupan atau peningkatan haluaran mengakibatkan deficit
cairan
3) Pantau berat jenis urin
Rasional : Peningkatan berat jenis urin mengindikasikan dehidrasi. Berat jenis
urin rendah mengindikasikan kelebihan volume cairan.
4) Periksa membrane mukosa mulut setiap hari
Rasional : Membrane mukosa kering merupakan suatu indikasi dehidrasi.
5) Tentukan cairan apa yang disukai pasien dan simpan cairan tersebut disamping
tempat tidur pasien, sesuai instruksi.
Rasional : Untuk meningkatkan asupan.
6) Pantau kadar elektrolit serum
Rasional : Perubahan nilai elektrolit dapat menandakan awitan ketidak
seimbangan cairan
b) Post Operasi
1. Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
dapat berkurang dengan criteria hasil :
- Pasien mampu mengenali faktor dan penyebab nyeri
- Pasien mengenali gejala nyeri
- Nyeri dapat berkurang
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Rasional : mengobservasi untuk membantu intevensi lanjutan yang tepat
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Rasional : memantau untuk menemukan intervensi lanjutan yang tepat
3) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Rasional : partispasi dalam intervensi dapat membangun rasa percaya keluarga
pasien dengan tim
4) Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Rasional : menurunkan rangsangan stress pada rasa nyeri
5) Monitor vital sign
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
6) Kolaborasi pemberian analgesic
2. Dx 2: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (pembedahan)
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kerusakan integritas kulit hilang dengan kriteria hasil:
- Tidak memperlihatkan tanda-tanda kerusakan kulit yang ditandai oleh kulit
tetap utuh sekitar tempat kolostomi yang bebas dari kemerahan dan iritasi
Intervensi :
1) Gunakan kantong ostomi berukuran pas dengan barrier kulit
Rasional : Pemasangan yang tepat dan penggunaan barrier melindungi area
periostoma dari efek korosif dari feses. Memberi bahan pelindung tanpa
sebuah kantong biasanya mengakibatkan kerusakan kulit.
2) Ganti kantong ostomi jika bocor atau diduga bocor
Rasional : Kebocoran menyebabkan feses dapat bersentuhan dengan kulit,
meningkatkan resiko kerusakan kulit
3) Periksa kantong setiap 2 jam
Rasioanal : Membiarkan kantong terisi penuh meningkatkan kebocoran,
karena berat feses dapat menarik perekat dari kulit.
4) Ganti kantong kolostomi sekurang kurangnya setiap 24 jam sampai area
periostoma sembuh
Rasional : Penggantian kantong setiap hari memungkinkan pemantauan
periostoma lebih sering dan memastikan terapi yang tepat pada kasus
pemulihan yang tidak sempurna (daerah periostoma biasanya memulih dalam
1-3 hari)
5) Apabila kerusakan kulit terjadi, lakukan terapi luka sesuai yang diprogramkan
dokter, ahli terapis enterostoma atau perawatan ostomi
Rasional : Bergantung pada derajad kerusakan kulit, anak mungkin
memerlukan berbagai terapi (misalnya penggunaan matras busa, bantalan
donat, preparat kulit dan cincin karaya)
4. Evaluasi
1) Frekuensi pernapasan normal
2) Pola eliminasi, warna feses dan bau feses pasien dalam batas normal serta tidak
menyengat
3) Penyembuhan jaringan, daya tahan tubuh pasien baik, konjungtiva tidak anemis
4) Berat bada pasien stabil, mata tidak cekung, membrane mukosa lembab
5) Nyeri pasien dapat teratasi
6) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Donna, L Wong. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC

Morgan Speer, Kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical
Pathways. Jakarta: EGC

Lakshmi, P; James, W. 2008. Hirschsprung’s Disease. Hershey Medical Center


https://www.scribd.com/doc/98784927/MAKALAH-HIRSCHCPRUNG diakses tanggal 21
Mei 2015

https://www.scribd.com/doc/53245846/Klasifikasi-penyakit-Hirschsprung diakses tanggal 21


Mei 2015

Anda mungkin juga menyukai