Anda di halaman 1dari 12

Dua komisaris Garuda Indonesia menyatakan seharusnya perusahaan mencatatkan rugi tahun berjalan

senilai US$ 244,95 juta atau setara Rp 3,45 triliun.

Garuda Indonesia mengakui pihaknya belum mendapatkan pembayaran dari kerja sama dengan Mahata
Aero Teknologi. Padahal, dalam laporan keuangan Garuda 2018, mereka memasukkan kerja sama ini ke
pos pendapatan, sehingga perusahaan berkode bursa GIAA tersebut mampu membukukan laba bersih
US$ 809.846 atau lebih dari Rp 11 miliar.

Dalam keterbukaan informasi yang diunggah oleh perusahaan atas permintaan pihak Bursa Efek
Indonesia (BEI), Garuda Indonesia menjelaskan, pembayaran seharusnya diterima oleh perusahaan
setelah penandatanganan kontrak kerja sama. "Saat ini Mahata sedang dalam proses finalisasi dengan
investor," demikian tertulis dalam surat yang ditanda tangani oleh Direktur Keuangan dan Manajemen
Risiko Fuad Rizal, Senin (6/5).

Sesuai perjanjian, Garuda Indonesia dengan Mahata menjalin kerja sama untuk penyediaan layanan
konektivitas dalam penerbangan berupa Wi-Fi, pengelolaan In-Flight Entertaiment dan manajamen
konten. Periode kerja sama selama 15 tahun.

Kewajiban Mahata dari mulai penyediaan, pemasangan, perawatan, perbaikan, hingga pembongkaran
peralatan layanan. Mahata menanggung seluruh biaya atas aktivitas tersebut. Peralatan juga wajib
diasuransikan.

Di sisi lain, grup Garuda yaitu Citilink, Garuda, dan Sriwijaya wajib menyediakan pesawat sesuai yang
tercantum pada Aircraft List of Services kepada Mahata, untuk dipasangkan peralatan layanan.
Kewajiban lainnya, yaitu bertanggung jawab atas kerusakan peralatan layanan.

Dari kerja sama tersebut, Garuda Indonesia semestinya memperoleh pendapatan berupa kompensasi
atas hak pemasangan peralatan layanan tersebut. Besarannya, US$ 241,94 juta untuk pesawat Garuda,
Citilink, dan Sriwijaya. Pembayaran sejatinya dilakukan setelah penandatangan kontrak kerja sama.

(Baca: Kisruh Laporan Keuangan Garuda, Kementerian BUMN Tak Bisa Intervensi)

Selain itu, ada juga pendapatan dari alokasi slot yang ditentukan berdasarkan aktual pendapatan iklan
yang didapat. Mahata wajib membayar alokasi slot kepada Citilink sesuai pesawat terhubung.
Hingga saat ini, grup Garuda telah menikmati layanan wifi di satu unit pesawat Citilink, sejak Desember
2018. "Tahapan pemasangan sampai dengan pengoperasian connectivity and wifi pada pesawat pertama
untuk satu tipe pesawat diperkirakan akan memerlukan waktu kurang lebih enam bulan untuk
penyelesaian beberapa proses," demikian tertulis.

Garuda Indonesia mengakui belum menerima pembayaran sesuai perjanjian kerja sama. Penalti atas
keterlambatan pembayaran akan disepakati di amandemen kontrak. Perseroan tidak menagih kepada
Mahata lantaran pihaknya telah menerbitkan invoice kepada Mahata untuk seluruh kewajiban. Untuk
memastikan pembayaran dilakukan oleh Mahata, perusahaan telah melakukan korespodensi dan
pembahasan penyelesaian kewajiban Mahata.

Pembayaran tersebut dapat diklasifikan sebagai piutang tidak tertagih, bila ketika dalam assessment,
Garuda yakin bahwa tingkat kolektalibilitas piutang tersebut rendah. Ketika kolektabilitasnya rendah,
“Maka perseroan akan mengakui beban piutang tak tertagih pada laporan laba-rugi perseroan,"
demikian tertulis.

(Baca: Dua Komisaris Garuda Indonesia Menilai Perusahaan Harusnya Merugi)

Lantas, apakah terdapat jaminan yang diterima perusahaan dari Mahata? Berdasarkan perjanjian kerja
sama, ketentuan mengenai jaminan pelaksanaan dari Mahata yang akan diatur kemudian dalam
kesepakatan lebih lanjut (addendum).

Namun, selama belum ada kesepakatan tersebut, yang berlaku dalam perjanjian ini adalah jaminan
umum sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1131. "Berarti, jika terjadi wanprestasi,
maka secara otomatis harta kekayaan Mahata menjadi jaminan," demikian tertulis.

Adapun Mahata baru berdiri 11 bulan saat Garuda menunjuknya sebagai penyedia jasa. Namun, Garuda
menyatakan, Mahata yang merupakan perusahaan startup telah memiliki kontrak kerja sama dengan
perusahaan internasional Lufthansa system, Lufthansa Tecnic dan Inmarsat.

“Selain itu, Mahata merupakan perusahaan startup yang didukung oleh induk perusahaan yaitu Global
Mahata Group yang memiliki 10 ribu pegawai dengan cakupan bisnis pertambangan timbah, inflight
connectivity, dan tenaga keamanan. Nilai bisnis Global Mahata Group secara total adalah US$ 640,5
juta,” demikian tertulis.

Sebelumnya, dua Komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak laporan
keuangan Garuda 2018. Mereka menilai pencatatan akuntansi dalam laporan keuangan tersebut tidak
sesuai dengan PSAK.

Menurut mereka, seharusnya Garuda Indonesia mencatatkan rugi tahun berjalan senilai US$ 244,95 juta
atau setara Rp 3,45 triliun (kurs Rp 14.100 per dolar AS). Namun, di dalam laporan keuangan malah
tercatat memiliki laba tahun berjalan senilai US$ 5,01 juta atau setara Rp 70,76 miliar.

Keberatan dua komisaris Garuda Indonesia tersebut didasarkan pada perjanjian kerja sama penyediaan
layanan konektivitas dalam penerbangan yang ditanda tangani oleh anak usaha Garuda Indonesia, yakni
Citilink Indonesia dengan Mahata. Menurut mereka, komitmen dari Mahata yang sebesar US$ 239,94
juta tidak dapat diakui sebagai pendapatan dalam tahun buku 2018.

Jumlah tersebut termasuk pendapatan dan piutang Mahata terhadap Sriwijaya Air sebesar US$ 28 juta
ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar US$ 2,8 juta yang merupakan bagian bagi hasil Garuda
Indonesia. Seperti diketahui, perjanjian pengadaan wifi antara Mahata dengan Citilink diperluas ke Grup
Garuda Indonesia. Sriwijaya saat ini merupakan bagian dari grup tersebut.

https://www.google.com/amp/s/amp.katadata.co.id/berita/2019/05/07/kisruh-laporan-keuangan-
garuda-akui-belum-terima-bayaran-dari-mahata (diakses 9/5/19 jam 7.11)

Jakarta, CNN Indonesia -- Kisruh di tubuh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tengah mencuat ke publik.
Kisruh itu merupakan buntut dari laporan keuangan yang 'aneh' dan tidak mendapat restu dari dua
komisaris BUMN tersebut.

Berdasarkan laporan keuangan 2018, maskapai nasional yang kerap merugi itu berhasil membukukan
laba bersih sebesar US$809,84 ribu atau setara Rp11,33 miliar. Namun alih-alih memberi kabar baik,
kinerja itu justru membuat Chairal Tanjung dan Dony Oskaria selaku komisaris enggan membubuhkan
tanda tangan pada laporan keuangan tersebut.
Kedua komisaris sekaligus pemegang 28,08 persen saham Garuda Indonesia tak mau menyetujui laporan
tersebut karena perusahaan memasukkan piutang senilai US$239,94 juta sebagai pendapatan. Piutang
itu didapat dari hasil kerja sama antara PT Mahata Aero Teknologi dengan PT Citilink Indonesia, anak
usaha Grup Garuda Indonesia.

Ekonom Institute for Development on Economic (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menduga Garuda
Indonesia sengaja mempercantik laporan keuangan alias window dressing karena kinerja perusahaan itu
kerap menjadi sorotan publik. Sebab, perusahaan kerap mendapat cap 'perusahaan rugi' dalam
beberapa tahun terakhir.

Lihat juga:Poin Keberatan Dua Komisaris Teken Laporan Keuangan Garuda

"Kalau dampak perubahan kinerjanya signifikan seperti itu, dari rugi ke laba, tentu itu ada unsur sengaja
by desain, bukan human error atau salah input. Apalagi ini perusahaan besar, bagaimana bisa hal seperti
ini lolos?" ucap Bhima kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/4).

Kendati begitu, lantaran 'keanehan' laporan keuangan dan kisruh antara komisaris dan direksi telah
mencuat ke publik, maka Bhima menyarankan agar perusahaan segera berbenah. Pihak direksi, katanya,
perlu segera memberi klarifikasi kepada publik agar isu ini tidak berlarut-larut.

Sebab, bila dibiarkan, kerugian yang lebih besar justru akan diterima oleh Garuda Indonesia. Buktinya,
sehari sejak kisruh itu menjadi viral, harga saham perusahaan berkode emiten GIAA itu langsung anjlok
7,6 persen atau minus Rp38 menjadi Rp462 per lembar saham. Bahkan, bukan tidak mungkin, kisruh ini
akan mempengaruhi kinerja perusahaan ke depan.

"Artinya, investor pun memiliki pandangan yang tidak percaya dengan direksi, seperti halnya komisaris.
Lebih jauh, kekhawatiran ini menimbulkan ketidakpercayaan bagi investor terhadap perusahaan BUMN
lain yang melantai di bursa saham," terangnya.
Selain direksi harus segera memberi penjelasan, bahkan, menurut Bhima, Menteri BUMN Rini Soemarno
pun harus ikut turun tangan. Maklum saja, Kementerian BUMN punya peran besar sebagai pemegang
saham sekaligus pengawas kinerja perusahaan pelat merah.

"Menteri BUMN perlu turun tangan karena menyangkut kredibilitas perusahaan ke depan. Menteri perlu
segera memberi sanksi tegas kepada direktur keuangan, seperti pemecatan bila terbukti bersalah karena
dia yang bertanggung jawab. Bahkan, kalau direktur utama juga berperan, itu perlu dipertimbangkan
pemecatannya," katanya.

Lebih lanjut ia menilai persoalan ini harus menjadi pertimbangan bagi Rini untuk melanjutkan wacana
pembentukan perusahaan induk atau holding sektor penerbangan. Sebab, wacana ini berencana
menggabungkan Garuda Indonesia dengan lima perusahaan negara lain menjadi satu.

Namun, menurutnya, bila hal itu dipaksakan dengan kondisi Garuda Indonesia yang tidak karuan
tersebut nantinya justru berpotensi merugikan holding secara keseluruhan. Ia khawatir kinerja
perusahaan lain di dalam holding itu akan ikut mendapat sentimen buruk karena hal ini.

Di sisi lain, Bhima memandang pemerintah perlu menyeret Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk ikut
menangani masalah ini. Sebab, BPK bisa mengambil peran sebagai auditor netral yang bisa menilai
kelayakan laporan keuangan Garuda Indonesia.

"Bahkan harus ada double audit dari lembaga negara seperti BPK dan auditor independen karena ini
perusahaan publik," ungkapnya.

Senada, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menilai perusahaan perlu segera memberi
klarifikasi kepada publik atas permasalahan laporan keuangan tersebut. "Apakah hanya ada miss
persepsi dari kedua belah pihak atau seperti apa? Jelaskan," ujarnya.
Kendati begitu, Fithra enggan menilai kisruh yang mencuat saat ini merupakan cikal bakal dari
kesengajaan perusahaan untuk mempercantik laporan keuangan. Sebab, perusahaan seharusnya
mengetahui betul konsekuensi dari rekayasa laporan keuangan.

Namun, Fithra juga menilai tidak mungkin ada unsur kesalahan input atau human error. Pasalnya, sistem
biasanya akan memberikan notifikasi bila ada kesalahan input. Selain itu, ia turut mempertimbangkan
kredibilitas Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal.

"Rasanya agak kecil kemungkinan karena hasil rekayasa, meski kalau salah input pun itu seharusnya tetap
zero tolerant bagi perusahaan sebesar Garuda Indonesia," jelasnya.

Di sisi lain, berbeda dengan Bhima, Fithra menilai kisruh ini tak perlu sampai membuat Menteri BUMN
Rini Soemarno turun tangan. Sekalipun perlu, menurutnya, sikap itu cukup pada pengawasan yang lebih
ketat ke depan. "Karena ini persoalan internal Garuda Indonesia, maka segera selesaikan saja," tuturnya.

Sementara Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengaku lembaganya siap mengambil peran pada
kisruh ini dengan melakukan audit terhadap laporan keuangan Garuda Indonesia. Apalagi, hal ini sejalan
dengan amanah Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.

"Sesuai Pasal 3 ayat (2) UU 15/2004, maka pemeriksaan KAP atas laporan keuangan Garuda Indonesia
dievaluasi BPK dan hasil evaluasi serta hasil audit KAP tersebut disampaikan ke DPR," ungkapnya.

Sementara Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Jasa Konsultasi
KementerianBUMNGatotTrihargo yang mewakili pemerintah dalam Rapat Umum Pemegang Saham
Terbatas (RUPST) menolak berkomentar perihal pendapat yang berbeda dalam laporan keuangan 2018
tersebut.

"Tanya ke direktur keuangan, kan sudah diaudit," katanya.

https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20190425205637-92-389744/menteri-bumn-perlu-turun-tangan-
soal-laporan-keuangan-garuda (diakses 9/5/19 jam 7.11)
Kejanggalan yang diungkapkan kedua komisaris lewat sepucuk surat ini nyatanya tak mengubah sikap
manajemen. Bahkan, dalam RUPST laporan keuangan Garuda Indonesia tahun lalu diterima oleh
mayoritas pemegang saham.

"Laporan tidak berubah, sudah diterima. Tapi dengan catatan ada dua opini yang berbeda," ucap Chairal
yang ditemui usai RUPST di Hotel Pullman, Jakarta.

Pemasangan peralatan layanan itu dipasang dalam penerbangan untuk 50 pesawat Garuda Indonesia
tipe A320, 20 pesawat A330, 73 pesawat Boeing 737-800 NG, dan 10 pesawat Boeing 777 dengan nilai
US$131,94 juta. Kemudian, layanan hiburan dipasang di 18 pesawat tipe A330, 70 pesawat Boeing 737-
800 NG, satu pesawat Boeing 737-800 Max, dan 10 pesawat Boeing 777 dengan nilai US$80 juta.

https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20190424204726-92-389396/membedah-keanehan-laporan-
keuangan-garuda-indonesia-2018

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memanggil kantor akuntan publik (KAP)
yang melakukan audit terhadap laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) untuk tahun buku
2018.

KAP tersebut merupakan kantor akuntan publik Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan yang
merupakan auditor independen.

Anggota BPK, Achsanul Qasasi menuturkan, pihaknya akan mengundang KAP yang audit laporan
keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) pekan depan. Undangan tersebut untuk meminta penjelasan
dan keterangan mengenai laporan keuangan Garuda Indonesia untuk tahun buku 2018.

"Kami akan undang KAP tersebut dan minta penjelasan mengenai laporan keuangan dan piutang apakah
sesuai dengan kaidah sistem akuntansi di Indonesia. Itu kami cek," ujar Achsanul saat dihubungi
Liputan6.com, Jumat (26/4/2019).

https://m.liputan6.com/bisnis/read/3951444/laporan-keuangan-janggal-bpk-bakal-panggil-auditor-
garuda
Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) kembali angkat suara terkait ribut mengenai laporan
keuangan audited tahun buku 2018.

Garuda Indonesia menyebut laporan keuangan tahun 2018 yang memasukkan piutang menjadi
pendapatan tidak melanggar Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23 karena secara substansi pendapatan
dapat dibukukan sebelum kas diterima.

PSAK 23 menyatakan 3 kategori pengakuan pendapatan yaitu penjualan barang, penjualan jasa dan
pendapatan atas bunga, royalti, dan dividen di mana seluruhnya menyatakan kriteria pengakuan
pendapatan yaitu pendapatan dapat diukur secara handal, adanya manfaat ekonomi yang akan mengalir
kepada entitas dan adanya transfer of risk.

Sejalan dengan hasil audit KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (member of BDO
International) yang merupakan Big 5 (Five) Accounting Firms Worldwide dinyatakan dalam pendapat
auditor bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam seluruh hal yang material (wajar
tanpa pengecualian).

"Manajemen yakin bahwa pengakuan pendapatan biaya kompensasi atas transaksi dengan Mahata telah
sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Sebagai Big 5 Audit Firm, BDO seharusnya telah
menerapkan standar audit internasional yang sangat baik,” kata Direktur Keuangan Garuda Indonesia,
Fuad Rizal dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/4).

Perihal Transaksi Layanan Konektivitas dengan Mahata Aero Teknologi, Direktur Teknik dan Layanan
Garuda Indonesia Iwan Joeniarto, menambahkan kerja sama layanan konektivitas antara Garuda
Indonesia Grup dengan Mahata merupakan aktivitas bisnis yang saling menguntungkan dan juga dengan
tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang. Kerja sama bisnis ini mampu menunjang
perkembangan e-commerce yang sangat pesat.

Mahata, lanjut Iwan, telah didukung oleh Lufthansa System untuk kerja sama sistem on-board network
dalam penyediaan perangkat wifi di pesawat.

"Inmarsat dalam hal kerja sama konstelasi satelit, CBN dalam hal kerja sama penyediaan jaringan fiber
optik, KLA dalam hal kerja sama penjualan kuota pemakaian internet dan juga dengan Aeria dan Motus
untuk kerja sama penyediaan layanan penjualan iklan, untuk mendukung memberikan pelaksanaan
layanan kepada Garuda Indonesia Grup," ungkap Iwan.

Pada perjanjian kerja sama layanan konektivitas dalam penerbangan dan pengelolaan layanan hiburan di
pesawat, terdapat dua transaksi yaitu biaya kompensasi atas penyerahan hak pemasangan layanan
konektivitas serta pengelolaan in-flight entertainment, dan bagi hasil (profit-sharing) atas alokasi slot
untuk setiap pesawat terhubung selama periode kontrak.

Atas transaksi tersebut, Garuda Indonesia Grup mengakui pendapatan atas penyerahan hak pemasangan
konektivitas, seperti halnya signing fee atau biaya pembelian hak penggunaan hak cipta untuk bisa
melaksanakan bisnis di pesawat Garuda Indonesia Grup.

Penjualan atas hak ini tidak tergantung oleh periode kontrak dan bersifat tetap di mana telah menjadi
kewajiban pada saat kontrak ditanda tangani. Garuda Indonesia Grup juga tidak memiliki sisa kewajiban
setelah penyerahan hak pemasangan alat konektivitas tersebut.

Sesuai dengan pendapat hukum dari Kantor Hukum Lubis, Santosa & Maramis bahwa pembayaran
kompensasi hak pemasangan tersebut tidak serta-merta menimbulkan kewajiban Garuda Indonesia Grup
untuk mengembalikan biaya hak kompensasi yang telah dibayarkan Mahata apabila dikemudian hari
terdapat pemutusan kontrak kerja sama

https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/@kumparanbisnis/penjelasan-garuda-
indonesia-soal-ribut-laporan-keuangan-1qyoHLhZGGe

Dua komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menolak menandatangani kinerja keuangan
perusahaan untuk tahun buku 2018. Mereka adalah Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, perwakilan dari
PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd selaku pemilik dan pemegang 28,08 persen saham Garuda
Indonesia.

Keberatan itu disampaikan keduanya kepada manajemen pada 2 April 2019 lewat sepucuk surat.
Dokumen itu didapatkan awak media dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Rabu
(24/4) kemarin.
Mereka tidak mengakui pendapatan transaksi sebesar US$239,94 juta yang tertuang di dalam perjanjian
kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi
(Mahata) dan PT Citilink Indonesia selaku anak usaha Garuda Indonesia.

Berikut ini poin-poin keberatan yang ditulis oleh Chairal dan Dony:

A.Berdasarkan PSAK Nomor 23

1. Tidak dapat diakuinya pendapatan tersebut karena hal ini bertentangan dengan PSAK 23 paragraf 28
dan 29.

Pada paragraf 28 berbunyi: Pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang
menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui dengan dasar yang dijelaskan di paragraf 29 jika
kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas
dan jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.

Paragraf 29: Royalti diakui dengan dasar sesuai dengan substansi perjanjian yang relevan.

2. Dalam lampiran PSAK 23 paragaraf 20 lebih dijelaskan lagi dalam ilustrasi makna dari PSAK 23 paragraf
28 tersebut bahwa royalti akan diterima atau tidak diterima bergantung kepada kejadian suatu peristiwa
masa depan. Dalam hal ini, pendapatan hanya diakui jika terdapat kemungkinan besar bahwa royalti jik
diterima.

B. Berdasarkan Perjanjian Mahata

1. Perjanjian Mahata ditandatangani 31 Oktober 2018, namun hingga tahun buku 2018 berakhir, bahkan
hingga surat ini dibuat, tidak ada satu pembayaran yang telah dilakukan oleh pihak Mahata meskipun
telah terpasang satu unit alat di Citilink.

2. Dalam perjanjian Mahata tidak tercantum "term of payment" yang jelas bahkan pada saat ini masih
dinegosiasikan cara pembayarannya.
3. Sampai saat ini tidak ada jaminan pembayaran yang tidak dapat ditarik kembali, seperti bank garansi
atau instrumen keuangan yang setara dari pihak Mahata kepada perusahaan. Padahal, bank garansi atau
instrumen keuangan yang setara merupakan instrumen yang menunjukkan kapasitas Mahata sebagai
perusahaan yang bankable.

4. Mahata hanya memberikan surat pernyataan komitmen pembayaran kompensasi sesuai dengan
paragraf terakhir halaman satu dari surat Mahata 20 Maret 2019: "Skema dan ketentuan pembayaran ini
tetap akan tunduk pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam perjanjian. Ketentuan dan skema
pembayaran sebagaimana yang disampaikan dalam surat ini dan perjanjian dapat berubah dengan
mengacu kepada kemampuan finansial Mahata. Dalam hal ini akan dilakukan perubahan, Mahata akan
memberikan pemberitahuan tertulis selambat-lambatnya tiga bulan sebelum tanggal efektif berlakunya
skema dan ketentuan pembayaran yang baru".

5. Dalam perjanjian Mahata juga terdapat pasal pengakhir yang menyatakan Citilink dapat mengakhiri
sewaktu-waktu dengan alasan bisnis.

6. Pengakuan pendapatan dari perjanjian Mahata oleh perusahaan sebesar US$239.940.000 merupakan
jumlah yang signifikan, yang apabila tanpa pengakuan pendapatan ini perusahaan akan merugi sebesar
US$244.958.308. Adapun dengan mengakui pendapatan dari perjanjian Mahata, maka perusahaan
membukukan laba sebesar US$5.018.308.

7. Perusahaan mengakui pendapatan dan piutang terhadap PT Sriwijaya Air sebesar US$28.000.000
ditambah PPN sebesar US$2.800.000 yang merupakan bagian dari bagi hasil perusahaan di mana PT
Sriwijaya Air belum menerima pembayaran dari pihak Mahata.

C. Dampak dari Pengakuan Pendapatan


1. Laporan keuangan 2018 menimbulkan misleading atau menyesatkan yang material dampaknya, dari
sebelumnya membukukan kerugian yang signifikan menjadi laba, terlebih perusahaan adalah
perusahaan publik.

2. Adanya potensi yang sangat besar untuk penyajian kembali laporan keuangan perusahaan tahun buku
2018 yang dapat merusak kredibilitas perusahaan.

3. Pengakuan pendapatan ini menimbulkan kewajiban perpajakan perusahaan baik Pajak Penghasilan
(PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang seharusnya belum waktunya dan hal ini dapat
menimbulkan beban arus kas untuk perusahaan.

https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20190425082143-92-389455/poin-keberatan-dua-komisaris-
teken-laporan-keuangan-garuda

PT Garuda Indonesia mengumumkan laporan keuangan perusahaan. Namun tak semua komisarisnya
menyetujui laporan keuangan tahunan perseroan 2018.

Dua komisaris lama perusahaan maskapai pelat merah tersebut, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria,
keduanya dari PT Trans Airways, menolak menekan laporan keuangan yang mencatatkan pembukuan
Garuda Indonesia selama setahun.

Penolakan keduanya dibuktikan dengan surat keberatan yang dilayangkan terhadap perusahaan pada 2
April 2019. “Merujuk kepada Laporan Tahunan Perseroan Tahun Buku 2018 yang diajukan kepada kami,
……, sesuai dengan Pasal 18 ayat 6 Anggaran Dasar Perseroan, bersama ini kami bersikap untuk tidak
menandatangani laporan tahunan tersebut,” tulis keduanya dalam surat yang tersebar di kalangan awak
media.

https://www.google.com/amp/s/bisnis.tempo.co/amp/1198945/adik-chairul-tanjung-tolak-laporan-
keuangan-garuda-indonesia

Anda mungkin juga menyukai