Tugas ini disusun guna melengkapi tugas akhir Tata Kelola Perusahaan
Diusulkan oleh:
2019
ABSTRAK
Oleh :
Analisa kasus ini ditulis untuk mengetahui keadaan tata kelola PT Garuda Indonesia hingga
mereka dianggap bersalah atas skandal laporan keuangan yang terjadi. Aspek yang yang
menjadi tinjauan utama dalam analisa ini ialah melalui penerapan prinsip-prinsip good
corporate governance perusahaan, serta manajemen resiko perusahaan. Selain itu juga
dianalisa menganai kesesuaian antara isi kontrak perjanjian dengan PSAK 72 sebagai
standar pengakuan pendapatan yang berlaku per 1 Januari 2019. Meskipun sebetulnya
skandal laporan keuangan ini menimpa Garuda Indonesia untuk laporan keuangan tahun
2018 mereka, tetapi analisa ini dianggap perlu untuk mengetahui apakah dengan PSAK
terbaru ini pengakuan pendapatan tersebut tetap dinilai salah. Dari hasil analisa dapat
disimpulkan kalau PT Garuda Indonesia nyatanya memiliki pertimbangan resiko yang
kurang baik dan memang terbukti kalau secara PSAK 72 kebijakan perusahaan ini untuk
tetap mengakui pendapatan tersebut sebagai pendapatan tahun 2018 juga bukan hal yang
tepat, karena tidak ada kesesuain. Solusi atas hal tersebut yakni Garuda musti menganalisa
ulang resiko yang bisa timbul selain yang sudah ditetapkan sebelumnya. Juga menganalisa
dan mempertimbangkan untuk melakukan rotasi jabatan untuk unit tertentu yang
bersinggungan langsung dengan pembuatan kebijakan, dan pelaporan keuangan.
Skema Kasus
Garuda Mahata
Dewan
2
------- Komisaris
Dewan Direksi
dan
dan Manajemen
Manjemen
2 orang
komisaris
orang
Sriwijaya Anggo
Restatement
Dissenting
Opinion
Penurunan Sanksi
Harga Saham Administrasi
Pemer
BEI
BEI BP
BPK
Utusan
Utusan
Menteri
Menteri
Keuangan
Keuangan
Pemeriksaa
n oleh IAPI
iksana
an
K
Pembahasan
1. Pengakuan Pendapatan dengan Mengacu pada PSAK 72
Titik masalah dari skandal laporan keuangan yang terjadi pada PT Garuda
Indonesia ialah mengenai pengakuan atas pendapatan hasil kontrak kerjasama
dengan PT Mahata Aeroteknolgi. Melirik kembali kepada isi kontrak perjanjian,
kerjasama ini akan berlangsung dalam tempo 15 tahun dengan nilai kontrak yang
tercantum ialah senilai Rp241,9 juta untuk pesawat Garuda, Citilink, dan Sriwijaya.
Sementara objek perjanjian kerjasama yakni Penyediaan Layanan Konektivitas
Dalam Penerbangan dan Pengelolaan In-Flight Entertainment dan Manajemen
Konten.
Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa pendapatan yang akan
diperoleh oleh Garuda Indonesia yaitu berupa kompensasi hak pemasangan
peralatan layanan konektivitas dan alokasi slot yang selanjutnya ditentukan
berdasarkan aktual pendapatan iklan yang didapat. Garuda Indonesia
mempertimbangkan kerja sama ini sebagai bentuk kerjasama yang menguntungkan
yang dapat menjadi faktor pendukung bagi penumpang memilih garuda sebagai
pilihan maskapai penerbangan. Dalam public expose insidentil yang dikeluarkan oleh
Garuda Indonesia, disebutkan beberapa dasar yang menjadi acuan bagi manajemen
perusahaan ini untuk mengakui pendapatan tersebut sebagai pendapatan tahun
buku 2018.
Dengan mengaitkan permasalahan yang dialami oleh PT Garuda Indonesia
dengan Mahata Aeroteknologi dengan PSAK 72 maka akan merujuk pada beberapa
poin yang menjadi kesalahan dari perjanjian yang telah dilakukan oleh dua
perusahaan ini. Jika kita berkaca pada poin yang tertera dalam PSAK 72 "yaitu
mengakui pendapatan ketika entitas sudah menyelesaikan kewajiban pelaksanaan,
entitas dapat mengakui pendapatan ketika memenuhi kewajiban pelaksanaan yang
teridentifikasi dengan mentransfer barang atau jasa yang dijanjikan kepada
pelanggan". Dalam kasus Garuda mereka telah memenuhi kewajiban untuk
menyediakan tempat untuk pemsangan alat-alat yang dimiliki oleh Mahata
Aeroteknologi, namun disisi lain Mahata Aeroteknologi belum menjalankan
kewajibannya perihal pembayaran kepada PT Garuda Indonesia.
Menelaah lebih jauh maka akan mengacu pada kesalahan yang dilakukan PT
Garuda Indonesia saat melakukan perjanjian dengan Mahata karena disinyalir, di
dalam kesepakatan kerjasama tersebut tidak dicantumkan metode pembayaran
yang perlu dilakukan, seperti kapan pembayaran tersebut perlu dilakukan apakah di
lakukan di awal, pada saat akhir, atau dengan cara dicicil. Sehingga akibat dari tidak
tercantumnya metode pembayaran ini pada kontrak kerjasama menjadi kekeliruan
tersendiri bagi Garuda, karena mereka kurang memiliki dasar acuan yang tepat
untuk memaksa melakukan penagihan pendapatan yang seharusnya mereka
peroleh.
Pada PSAK 72 ini juga terdapat poin lain yang berbunyi "mengidentifikasi
kewajiban di dalam kontrak" yang mana dalam kasus Garuda mereka seperti kurang
cermat selama proses kerjasama berlangsung. Karena hingga kontrak kerjasama ini
berakhir hanya satu alat yang sudah dipasang oleh Mahatta Aeroteknologi. Sehingga
bila kita tarik kesimpulan Garuda mengalami kerugian dari sisi keuangan yang
mana sampai kontrak akhirnya diputus mereka tidak mendapatkan pendapatannya.
Selanjutnya dari sisi efektivitas waktu, yang mana mereka mengalami kerugian dari
sisi waktu yang telah mereka jalani selama kontrak berlangsung namun tidak
memperoleh profit yang sesuai. Yang terakhir dari nama baik perusahaan, yang
menjadi tercoreng karena langkah yang mereka ambil, justru membuat mereka
mendapatkan sanksi dan berususan dengan lembaga negara Seperti OJK, BPK, Dan
IAI.
Anand, S. (2008). Good Ggovernance. In S. Anand, Essentials of Corporate Governance (pp. 75-90).
Aprilianti, I. D. (2019). Between politics and bussiness: Boardroom decision making in state-owned
Indonesia enterprises. Corporate Governance International Review, 166-185.
Breton, G., Taffler, R, J. (1995). Creative Accounting and Investment Analyst Response. Journal of
Accounting and Bussines Research, 81-92.
Comité Européen des Assurances (CEA) and the Groupe Consultatif Actuariel Européen (Groupe
Consultatif). (2007). Solvency II Glossary.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (2015). PSAK No. 1.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (2016). PSAK No. 72
Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (2012). PSAK No. 23
Djumena, E. (2019, 07 18). Kasus Garuda dan Misteri Akuntansi. Retrieved from Kompas.com:
https://money.kompas.com/read/2019/07/18/152000526/kasus-garuda-dan-misteri-
akuntansi?page=all
Fiasari, N, etal. (2018). The Effect of Good Corporate Governance on Company Value in Life
Company Cycle. Reasearch Journal of Finance and Accounting. 9(20): (24-32).
IAIS. (2006). Glossary of terms.
Iqbal, M. (2019, 04 25). Poin Keberatan Dua Komisaris Teken Laporan Keuangan Garuda . Retrieved
from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190425082143-92-
389455/poin-keberatan-dua-komisaris-teken-laporan-keuangan-garuda
Laily, N. (2017). The Effects of Good Corporate Governance and Audit Quality on Earnings
Management . Journal of Accounting and Bussiness Education, 134-143.
Mulford,etal. (2002). The Financial Number Game: Detecting Creative Accounting Practices.John
Wiley & Sons,Inc.
Otoritas Jasa Keuangan. (2016). POJK No. 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau
Perusahaan Publik.
Palmrose,Z,V. (1986). AuditFees and Auditor Size.. Journal of Accounting Reasearch. 24:1 (97-110).
Pratiwi, H. R. (2019, 04 30). Kronologi Kisruh Laporan Keuangan Garuda Indonesia. Retrieved from
CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190430174733-92-
390927/kronologi-kisruh-laporan-keuangan-garuda-indonesia
PT Garuda Indonesia. (2019). Public Expose Insidentil.