Anda di halaman 1dari 4

TUGAS

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

KASUS KONTRAK PT. MAHATA – GARUDA INDONESIA

Kelompok 1:

‘Muhammad Arif Nurrahman 22/510380/PEK/29246

Muhammad Aditya Amri 21/489637/PEK/27982

Elia Pandu Satriatama 22/509493/PEK/29014

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2023
Belakangan ini, investor dan masyarakat Indonesia dikejutkan oleh informasi mengenai
indikasi bahwa PT Garuda Indonesia Tbk telah menyusun laporan keuangan dengan
menggelembungkan pendapatan yang seharusnya tidak diakui sebagai pendapatan. Yang dinilai
sebagai kesalahan signifikan adalah pengakuan pendapatan dari kontrak Garuda dengan PT
Mahata Aero Teknologi tentang kerja sama penjualan layanan konektivitas dalam penerbangan
dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten. Konsekuensi atas pengakuan pendapatan
dari kontrak tersebut adalah Garuda membukukan laba tahun 2018 sebesar US$
5.018.308. Dengan menganggap bahwa imbalan tersebut merupakan imbalan tetap, Garuda
mengklaimnya sebagai pendapatan tahun berjalan.

Manajemen berargumen menggunakan basis akrual dibandingkan dengan basis kas, yaitu


pendapatan dapat diakui meskipun pendapatan tunai belum diterima. PSAK mendefinisikan
pendapatan sebagai arus masuk bruto dari manfaat ekonomis yang timbul dari aktivitas normal
entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak
berasal dari kontribusi penanam modal. Pertama, apabila penandatanganan kontrak itu berarti
Garuda telah menyerahkan sepenuhnya hak tersebut kepada Mahata, berarti Garuda telah
menghimpun sekaligus membentuk pendapatan. Kedua, sebaliknya, apabila total imbalan sebesar
US$ 211.940.000 merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi Mahata sebelum
mendapatkan hak dari Garuda, dapat diragukan bahwa Garuda telah menghimpun pendapatan
meskipun telah membentuk pendapatan.

Apabila kondisi kedua dikombinasikan dengan empat indikasi di atas, pengakuan


pendapatan atas kompensasi tersebut masih perlu diklarifikasi oleh manajemen
Garuda. Kompensasi dari Mahata belum dapat diakui sebagai pendapatan pada 2018 karena
kontrak menyatakan jangka waktu kontrak selama 15 tahun. PSAK menyatakan bahwa
pendapatan dari sewa operasi diakui sebagai pendapatan dengan dasar garis lurus selama masa
sewa. Sewa pada umumnya melibatkan pemanfaatan aset dalam jangka panjang, sehingga
penerimaan kompensasi atas sewa akan diakui sebagai pendapatan melalui alokasi pendapatan
pada tahun-tahun masa sewa.

Maka, Garuda seharusnya mengalokasikan pendapatan kompensasi selama 15 tahun


secara sistematis sehingga pengakuan pendapatan setiap tahun dari penerimaan
kompensasi, selain royalti tahunan, adalah US$ 14.129.333. Dalam kasus ini, penerimaan
kompensasi tunai tersebut seharusnya diakui sebagai pendapatan di muka, yang termasuk
rekening kewajiban pada Laporan Posisi Keuangan Garuda. Pendapatan tersebut setiap tahun
akan berkurang dan disesuaikan pada rekening pendapatan tahunan sebesar US$ 14.129.333
sampai masa kontrak selesai. Perlu diingat bahwa pendapatan yang diterima di muka merupakan
rekening kewajiban/utang, bukan pendapatan. Nyatanya, Mahata belum membayarkan
kompensasi tersebut sehingga angka tersebut bahkan tidak dapat diakui sebagai
kewajiban, apalagi pendapatan.
Analisis:

Pada Laporan Keuangan tahun berjalan 2017 rasio GPM dan NPM diketahui masing-
masing -0.014 dan -0.051, sedangkan pada Laporan Keuangan tahun berjalan 2018
kedua rasio tersebut secara simultan dengan nilai 2.074 dan 0.001, hal ini memicu pertanyaan,
bagaimana dalam 1 tahun pendapatan Garuda Indonesia dengan tingkat pendapatan merugi bisa
menjadi untung, kemudian diberitahukan bahwa Garuda Indonesia memiliki kontrak perjanjian
kerja sama dengan Mahata Aero Teknologi, Hal ini tentunya merupakan bentuk perjanjian
kontrak yang awalnya dinilai positif, namun ketika terbit laporan keuangan (LK) tahun 2018,
anomaly ini terjadi.

Manajemen Garuda Indonesia berusaha membuat Laba Garuda menjadi bernilai positif
setelah beberapa tahun belakangan bernilai negative, hal ini didasari karena buruknya/tidak
efisien dari tata kelola manajemen Garuda Indonesia itu sendiri, di lain hal, tingginya biaya
pemeliharaan dan operasional armada juga tidak sedikit, ditambah dengan beberapa kasus
korupsi pada tahun 2014 yang menyangkut permasalahan dengan Rolls Royce, sehingga wajar
bagi para direksi dan dewan komisaris Garuda menjalankan manajemen laba

Pada pos pendapatan diterima dimuka, Garuda membukukan $234 juta sebelum
menjalankan restatement, hal tersebut berasal dari kontrak kerjasama dengan Mahata, namun
Garuda melanggar pencatatan laporan keuangan tersebut langsung sebagai pendapatan tahun
berjalan, sedangkan pembayaran atas jasa yang dijanjikan dalam kontrak belum sepenuhnya
dilunasi. Akibat dari sifat pengakuan pendapatan yang dinilai sebagai bentuk aggressive accounting ini,
dinilai bahwa kesalahan manajemen dalam pengelolaan garuda dijadikan sebagai alasan utama.

Kesimpulan:

Kecerobohan dari pihak Akuntan Publik, dewan direksi Garuda Indonesia, sekali lagi membuat
perusahaan plat merah ini mengalami kerugian yang signifikan, seharusnya Garuda bersabar dalam
mengakui pendapatan diterima dimuka tersebut, agar keuangan garuda menjadi pulih kembali.

Sumber :

1. Kontrak Mahata dalam Laporan Keuangan Garuda - Kolom,Tempo.com


2. Kasus Garuda dan Misteri akuntansi, Kompas.com
3. laporan keuangan 2018 PT Garuda
4. paparan publik isidentil PT garuda

Anda mungkin juga menyukai