Anda di halaman 1dari 3

Tugas Mata Kuliah

Akuntansi Keuangan Menengah II

“Kejanggalan Pendapatan PT. Garuda Indonesia Tbk”

Oleh :

Annisa Sukma Effendy (6)

Kinanthi Andini (20)

Vania Ratna Duhita Fauziah (36)

Kelas 4-06

DATA DAN FAKTA

Pada 31 Oktober 2018, Garuda Indonesia Grup, yang merupakan Badan Usaha Milik Negara,
memulai kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi, yang merupakan perusahaan penyedia
layanan internet dalam transportasi udara. Isi kontrak tersebut berupa perjanjian kerja sama
layanan konektivitas dalam penerbangan dan pengelolaan layanan hiburan di pesawat. Kontrak
kerja sama antara Garuda dengan Mahata senilai 239,94 juta dolar AS atau sekitar Rp3,35 triliun
pada kurs Rp14.000 yang berlaku untuk 15 tahun ke depan.

Kontrak tersebut memberikan dampak yang signifikan terhadap Laporan Keuangan tahun
2018 PT Garuda Indonesia (GIAA) yang menyebabkan dua komisaris perusahaan, Chairal
Tanjung dan Dony Oskaria, menolak Laporan Keuangan 2018 Garuda Indonesia. Menurut
Chairal Tanjung, pendapatan GIAA dari PT Mahata sebesar USD 239,94 juta (Rp 3,47 T), yang
merupakan pendapatan selama 15 tahun ke depan, serta seharusnya tidak dicantumkan sekaligus
dalam tahun buku 2018. Atas diakuinya pendapatan tersebut, Garuda Indonesia membukukan
laba bersih sebesar USD 5,02 juta. Padahal jika tidak, seharusnya Garuda Indonesia mengakui
rugi bersih sekitar USD 244 juta.

Pihak Manajemen menyatakan bahwa pengakuan pendapatan selama 15 tahun tersebut tidak
melanggar kaidah akuntansi, dimana pengakuan pendapatan dapat dibukukan sebelum kas
diterima. Merujuk pada PSAK 23, kriteria pengakuan pendapatan diantaranya ialah pendapatan
dapat diukur secara andal, adanya manfaat ekonomi yang akan mengalir kepada entitas, dan
adanya transfer of risk.

PEMBAHASAN LIMA TAHAP PENGAKUAN PENDAPATAN (PSAK 72)

Langkah 1 : Mengidentifikasi kontrak dengan pelanggan

Kontrak berisi perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan
oleh PT Mahata Aero Teknologi dengan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sebagai penerima
layanan, yang tandatangani pada 31 Oktober 2018. Kontrak ini berlaku selama 15 (lima belas)
tahun. Bagi Garuda Indonesia Grup, bisnis ini merupakan bisnis model baru berupa investasi
zero cost. Kontrak ini menjalankan sistem bagi hasil (revenue sharing) dari pendapatan iklan.

Langkah 2 : Mengidentifikasi performa obligasi dalam kontrak

Dalam kontrak kerja sama antara PT Garuda Indonesia Tbk dengan Mahata adalah
Mahata akan menyediakan layanan konektivitas/Wi-Fi dalam penerbangan pesawat Garuda
Indonesia, dimana seluruh biaya pemasangan,pelakasanaan, pengoperasian dan perawatan akan
ditanggung oleh Mahata dan kontrak akan berlangsung selama 15 tahun. PT Sriwijaya Air juga
turut menggunakan layanan dari Mahata untuk pemasangan Wi-Fi di pesawatnya. Kontrak PT
Sriwijaya Air tergabung dengan kontrak antar Garuda dan Mahata, karena disebutkan bahwa dari
uang pembayaran yang akan diberikan oleh Mahata ke Sriwijaya, akan diberikan infentif ke
Garuda. Sehingga dua perjanjian ini tidak bisa dipisahkan dan merupakan kontrak yang sama.

Langkah 3 : Menentukan Harga Transaksi

Dalam kontrak disepakai bahwa uang kompensasi yang akan diberikan Mahata kepada
Garuda adalah US$239,94 dan nominal yang akan diberikan ke PT Sriwijaya Air adalah US$30
dimana $28 akan diberikan sebagai infentif ke Garuda atas telah diikutserktakannya Sriwijaya
dalam kontrak ini

Langkah 4 : Mengalokasi harga transaksi ke dalam masing-masing kewajiban pekerjaan

Dalam kontrak tersebut hanya ada satu kewajiban (one performance obligation), yaitu
kontrak perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan oleh PT
Mahata Aero Teknologi dengan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sebagai penerima layanan.
Karena hanya ada 1 kewajiban, maka harga transaksi senilai US$239,94 tidak perlu dialokasikan
lagi.

Langkah 5 : Melakukan pengakuan pendapatan pada saat setiap kewajiban telah


terpenuhi

Perusahaan dapat dikatakan telah memenuhi kewajibannya ketika pelanggan


mendapatkan kendali atas barang atau jasa yang ditujukan dengan beberapa indicator berikut :

 Perusahaan memiliki hak pembayaran asset


 Perusahaan telah mengalihkan hak hokum ke asset
 Perusahaan telah mentransfer kepemilikan fisik asset
 Pelanggan memiliki risiko dan manfaat kepemilikan yang signifikan
 Pelanggan telah menerima asset
Menurut kelompok kami, seharusnya PT. Garuda Indonesia Tbk seharusnya tidak
mengakui pendapatan dari PT Mahata sebagai pendapatan lain-lain pada laporan
keuangan 2018nya. Hal tersebut karena ada beberapa kejanggalan yang terjadi yaitu
misalnya tidak adanya bukti dokumen yang menunjukan bahwa telah ada pemasangan
fasilitas sesuai kontrak di pesawat Garuda Indonesia. Selain itu, belum adanya kas masuk
ke PT. GAAI, yang ditandai dengan tidak adanya penurunan saldo pendapatan pada pos
pendapatan lain-lain pada laporan keuangan PT GAAI tahun 2018 dengan laporan
keuangan PT GAAI kuartal pertama tahun 2019 (mengindikasikan belum adanya
pembayaran).

Anda mungkin juga menyukai