Oleh :
Kelas 4-06
Pada 31 Oktober 2018, Garuda Indonesia Grup, yang merupakan Badan Usaha Milik Negara,
memulai kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi, yang merupakan perusahaan penyedia
layanan internet dalam transportasi udara. Isi kontrak tersebut berupa perjanjian kerja sama
layanan konektivitas dalam penerbangan dan pengelolaan layanan hiburan di pesawat. Kontrak
kerja sama antara Garuda dengan Mahata senilai 239,94 juta dolar AS atau sekitar Rp3,35 triliun
pada kurs Rp14.000 yang berlaku untuk 15 tahun ke depan.
Kontrak tersebut memberikan dampak yang signifikan terhadap Laporan Keuangan tahun
2018 PT Garuda Indonesia (GIAA) yang menyebabkan dua komisaris perusahaan, Chairal
Tanjung dan Dony Oskaria, menolak Laporan Keuangan 2018 Garuda Indonesia. Menurut
Chairal Tanjung, pendapatan GIAA dari PT Mahata sebesar USD 239,94 juta (Rp 3,47 T), yang
merupakan pendapatan selama 15 tahun ke depan, serta seharusnya tidak dicantumkan sekaligus
dalam tahun buku 2018. Atas diakuinya pendapatan tersebut, Garuda Indonesia membukukan
laba bersih sebesar USD 5,02 juta. Padahal jika tidak, seharusnya Garuda Indonesia mengakui
rugi bersih sekitar USD 244 juta.
Pihak Manajemen menyatakan bahwa pengakuan pendapatan selama 15 tahun tersebut tidak
melanggar kaidah akuntansi, dimana pengakuan pendapatan dapat dibukukan sebelum kas
diterima. Merujuk pada PSAK 23, kriteria pengakuan pendapatan diantaranya ialah pendapatan
dapat diukur secara andal, adanya manfaat ekonomi yang akan mengalir kepada entitas, dan
adanya transfer of risk.
Kontrak berisi perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan
oleh PT Mahata Aero Teknologi dengan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sebagai penerima
layanan, yang tandatangani pada 31 Oktober 2018. Kontrak ini berlaku selama 15 (lima belas)
tahun. Bagi Garuda Indonesia Grup, bisnis ini merupakan bisnis model baru berupa investasi
zero cost. Kontrak ini menjalankan sistem bagi hasil (revenue sharing) dari pendapatan iklan.
Dalam kontrak kerja sama antara PT Garuda Indonesia Tbk dengan Mahata adalah
Mahata akan menyediakan layanan konektivitas/Wi-Fi dalam penerbangan pesawat Garuda
Indonesia, dimana seluruh biaya pemasangan,pelakasanaan, pengoperasian dan perawatan akan
ditanggung oleh Mahata dan kontrak akan berlangsung selama 15 tahun. PT Sriwijaya Air juga
turut menggunakan layanan dari Mahata untuk pemasangan Wi-Fi di pesawatnya. Kontrak PT
Sriwijaya Air tergabung dengan kontrak antar Garuda dan Mahata, karena disebutkan bahwa dari
uang pembayaran yang akan diberikan oleh Mahata ke Sriwijaya, akan diberikan infentif ke
Garuda. Sehingga dua perjanjian ini tidak bisa dipisahkan dan merupakan kontrak yang sama.
Dalam kontrak disepakai bahwa uang kompensasi yang akan diberikan Mahata kepada
Garuda adalah US$239,94 dan nominal yang akan diberikan ke PT Sriwijaya Air adalah US$30
dimana $28 akan diberikan sebagai infentif ke Garuda atas telah diikutserktakannya Sriwijaya
dalam kontrak ini
Dalam kontrak tersebut hanya ada satu kewajiban (one performance obligation), yaitu
kontrak perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan oleh PT
Mahata Aero Teknologi dengan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sebagai penerima layanan.
Karena hanya ada 1 kewajiban, maka harga transaksi senilai US$239,94 tidak perlu dialokasikan
lagi.