Kejanggalan ini terendus oleh dua komisaris Garuda Indonesia. Keduanya yakni Chairal Tanjung
dan Dony Oskaria yang enggan menandatangani laporan keuangan 2018, alasannya, mereka
menilai hasil transaksi dari kerja sama Garuda dengan Mahata tidak layak dimasukkan dalam
laporan keuangan 2018 sebagai pendapatan, menurut mereka pendapatan tersebut masih
temasuk piutang, dan belum ada kas yang masuk dari keuntungan Kerjasama tersebut.
Menurut dua komisaris Garuda, seharusnya perusahaan mencatatkan rugi tahun berjalan
senilai US $ 244,95 juta atau setara Rp 3,45 triliun.Namun dalam laporan keuangan
Garuda Indonesia tahun 2018 setelah diaudit oleh akuntan publik, tercatat memperoleh
laba sebesar US $ 809.846 atau lebih dari Rp 11 miliar.
PUNCAK Namun tak sedikit pula pengamat yang berpendapat apa yang dialami Garuda sebetulnya
hal yang wajar karena semuanya sudah diaudit oleh yang berkompeten. Tentu bila terjadi
window dressing, pihakakuntan publik akan meminta perusahaan untuk menyesuaikan
PERMASALAHAN laporannya atau memberikan catatan khusus pada pernyataan opini akuntan publik.
PUNCAK PERMASALAHAN
Namun dalam kasus Garuda tampaknya tidak sesederhana itu. Berhubung Mahata
sendiri adalah perusahaan baru (didirikan November 2017 menurut berita detik.com,
3/5/2019), wajar bila ada yang meragukan apakah Mahata akan lancar membayar
kewajibannya kepada Garuda. Bila pembayaran dari Mahata mengalami tunggakan,
justru Garuda secara teknis akuntansi harus membentuk cadangan piutang tidak
tertagih yang jelas akan menggerogoti keuangan perusahaan. Maka laba yang terlanjur
diakui menjadi bumerang buat tahun berikutnya.Jadi kasus Garuda lebih kepada soal
seberapa besar tingkat keyakinan terhadap kemampuan Mahatamembayar
kewajibannya kepada Garuda
HASIL PEMERIKSAAN KEMENKEU
Kementerian Keuangan memaparkan tiga kelalaian Akuntan Publik (AP) dalam mengaudit laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk tahun 2018. Hal itu akhirnya berujung sanksi dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK). Adapun, laporan keuangan tersebut
diaudit oleh AP Kasner Sirumapea dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang, dan Rekan. Sekretaris Jenderal
Kemenkeu Hadiyanto merinci kelima kelalaian yang dilakukan
1. Pertama, AP bersangkutan belum secara tepat menilai substansi transaksi untuk kegiatan perlakuan akuntansi pengakuan pendapatan
piutang dan pendapatan lain-lain. Sebab, AP ini sudah mengakui pendapatan piutang meski secara nominal belum diterima oleh
perusahaan
2. Kedua, akuntan publik belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang cukup untuk menilai perlakuan akuntansi sesuai dengan
substansi perjanjian transaksi tersebut. Ini disebutnya melanggar SA 500.
3. Terakhir, AP juga tidak bisa mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan keuangan sebagai dasar
Dana tersebut masih bersifat piutang tapi sudah diakui oleh manajemen
Garuda Indonesia sebagai pendapatan.
Kesimpulannya Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) menuai polemik karena adanya
pencatatan transaksi piutang yang dimasukan pada kolom pendapatan, polemik ini tidak lepas juga
dari KAP yang menganggap benar transaksi tersebut tanpa memperhatikan subtansinya
Photo by Fasyah Halim on Unsplash
TERIMA KASIH