Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA KONSULTASI GIZI

“DIABETES MELLITUS”

OLEH:

NURUL FADHILLAH
P05130212029

Dosen Pembimbing: Arie Krisnasari SGz., M. Biomed

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
PRODI D4 GIZI
TA 2013/2014
SATUAN ACARA KONSULTASI GIZI

Topik : Diabetes Mellitus

Waktu : 09.30 Wib

Hari/Tgl : Selasa/ 14 April 2015

I. TUJUAN INTRUKSIONAL

Setelah mengikuti konsultasi gizi, klien dan keluarga mengetahui


tentang penyakit Diabetes Mellitus dan mengetahui penatalaksanaan diet
untuk penyakit Diabetes Mellitus.

II. SASARAN

Pasien/klien yang datang ke Puskesmas Sukamerindu dengan keluhan


batuk berdahak, sesak nafas dan sering buang air kecil setiap malam > 3x
sehari. Di diagnosa berdasarkan data Laboraturium GDS 251 gr/dL, klien
mengalami Diabetes Mellitus.

III. METODE
Diskusi dua arah dengan klien
IV. KEGIATAN KONSULTASI

NO PENILAIAN KEGIATAN KONSULTASI


1 Afektif Persiapan:
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Tujuan konseling
4. Penampilan
5. Mengucapkan salam dan terima kasih
selesai melakukan konsultasi
2 Kognitif 1. Persiapan
2. Pembukaan
3. Memulai proses
- Proses pembukaan
- Kesiapan klien untuk memulai
proses konseling
- Konselor memulai dengan
menanyakan perasaan klien saat
ini dan menanyakan
permasalahanya
- Sikap konselor mendengarkan
4. Mendengarkan dengan aktif
- Konselor selalu merespon apa
yang disampaikan klien
- Konselor dengan pemakaian
bahasa non verbal dengan
menganggukkan kepala dapat
membuat klien merasa
diperhatikan
5. Mengidentifikasi dan mengklarifikasi
masalah
- Konselor sebaiknya mencoba
mengidentifikasi dan
mengklarifikasi permasalahan
- Konselor meringkas apa yang
menjadi permasalahan
6. Memfasilitasi perubahan perilaku
- Konselor harus menjajaki apakah
klien telah memahami tentang
perasaannya
- Jika klien sudah memahami,
konselor harus mempermudah
kien untuk melakukan perubahan
sikap
7. Mengeksplorasi kemungkinan-
kemungkinan dan memfasilitasi
tindakan
- Tugas konselor adalah membantu
klien untuk mengeksplorasi diri
sendiri
- Konselor mengajak klien untuk
menggali kemungkinan-
kemungkinan positif yang
dimilikinya dalam menyelesaikan
masalah
8. Terminasi
- Mengakhiri pertemuan konseling
- Sebelumnya, konselor
menyampaikan ringkasan dari
keseluruhan proses konseling
yang telah dilakukan
MATERI KONSELING GIZI
DIABETES MELLITUS

I. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis
adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula
darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes
mellitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Bilous,
2002).
Jumlah penduduk dunia yang sakit diabetes mellitus cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini berkaitan dengan jumlah populasi
meningkat, pola hidup, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik
kurang (Smeltzer & Bare, 2002). Laporan dari WHO mengenai studi populasi
DM di berbagai Negara, jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2000
di Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes
mellitus dengan prevalensi 8,4 juta jiwa. Urutan diatasnya adalah India (31,7
juta jiwa), China (20,8 juta jiwa), dan Amerika Serikat (17,7 juta jiwa)
(Darmono, 2007). Pada tahun 2010 jumlah penderita DM di Indonesia
minimal menjadi 5 juta dan di dunia 239,9 juta penderita. Diperkirakan pada
tahun 2030 prevalensi diabetes mellitus di Indonesia meningkat menjadi 21,3
juta. Angka kesakitan dan kematian akibat DM di Indonesia cenderung
berfluktuasi setiap tahunnya sejalan dengan perubahan gaya hidup
masyarakat yang mengarah pada makanan siap saji dan sarat karbohidrat
(Depkes RI, 2006).
Berdasarkan laporan rumah sakit dan puskesmas, prevalensi diabetes
mellitus tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008 sebesar
0,16%, mengalami peningkatan bila dibandingkan prevalensi tahun 2007
sebesar 0,09%. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Semarang sebesar 0,84%.
Sedang prevalensi kasus diabetes mellitus tidak tergantung insulin lebih
dikenal dengan DM tipe II, mengalami peningkatan dari 0,83% pada tahun
2006, menjadi 0,96% pada tahun 2007, dan 1,25% pada tahun 2008 (Dinkes
Provinsi Jawa Tengah, 2008). Hasil dari data laporan puskesmas Kota
Semarang pada tahun 2009 didapatkan jumlah kasus diabetes mellitus adalah
sebanyak 63.867 kasus, terdiri atas 25.191 tergantung insulin dan 38.676
kasus diabetes mellitus non insulin (Profil Kesehatan Kota Semarang, 2009).
Jumlah tersebut semakin membuktikan bahwa penyakit Diabetes
Mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Data
Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa jumlah pasien rawat inap
maupun rawat jalan di Rumah Sakit menempati urutan pertama dari seluruh
penyakit endokrin adalah Diabetes mellitus. Organisasi yang peduli terhadap
permasalahan Diabetes, Diabetic Federation mengestimasi bahwa jumlah
penderita Diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2008, terdapat 5,6 juta
penderita Diabetes untuk usia diatas 20 tahun, akan meningkat menjadi 8,2
juta pada tahun 2020, bila tidak dilakukan upaya perubahan pola hidup sehat
pada penderita (Tandra, 2008).
Saat ini, banyak orang masih menanggap penyakit Diabetes Mellitus
merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang hanya timbul karena faktor
keturunan. Namun, setiap orang dapat mengidap Diabetes Mellitus baik tua
maupun muda. Tingginya kadar glukosa darah secara terus menerus atau
berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi diabetes. Berdasarkan
penelitian Murray (2000) tiap 19 menit ada satu orang di dunia yang terkena
stroke, ada satu orang yang buta dan ada satu orang di dunia diamputasi
akibat komplikasi Diabetes Mellitus (Maulana, 2009). Berbagai komplikasi
dapat terjadi jika penatalaksanaan Diabetes Mellitus tidak optimal.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus dikenal 4 pilar utama pengelolaan
yaitu: penyuluhan, perencanaan makan, latihan jasmani, dan obat
hipoglikemik. 3 Terapi gizi merupakan komponen utama keberhasilan
penatalaksanaan diabetes. Kepatuhan pasien terhadap prinsip gizi dan
perencanaan makan merupakan salah satu kendala pada pasien diabetes.
Penderita diabetes banyak yang merasa tersiksa sehubungan dengan jenis dan
jumlah makanan yang dianjurkan (Maulana, 2009). Penelitian Setyani (2007)
menggambarkan tingkat ketaatan diet bagi pasien diabetes mellitus. Hasil
penelitiannya menunjukkan hanya 43% pasien yang patuh menjalankan diet
diabetes mellitus. Sebanyak 57% pasien tidak patuh menjalankan diet yang
dianjurkan.
Penderita diabetes mellitus seharusnya menerapkan pola makan
seimbang untuk menyesuaikan kebutuhan glukosa sesuai dengan kebutuhan
tubuh melalui pola makan sehat. Suyono (2002) menyebutkan bahwa dalam
rangka pengendalian kadar glukosa darah 86,2% penderita DM mematuhi
pola diet diabetes mellitus yang diajurkan, namun secara faktual jumlah
penderita diabetes mellitus yang disiplin menerapkan program diet hanya
berkisar 23,9%. Hal ini menjadi salah satu faktor risiko memperberat
terjadinya gangguan metabolisme tubuh sehingga berdampak terhadap
keberlangsungan hidup penderita diabetes mellitus. 4 Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa diabetes mellitus terjadi akibat tidak seimbangnya
asupan energi, karbohidrat dan protein

II. Diabetes Mellitus


A. Definisi
DM ditandai dengan kelompok gejala hiperglikemia, perubahan
metabolisme lipid, karbohidrat, dan protein serta meningkatnya resiko
komplikasi penyakit vaskular yang terjadi karena defisiensi sintesis dan
sekresi insulin (Anonim, 2000). Penyakit kencing manis dalam istilah
medisnya disebut diabetes mellitus, dan penderitanya disebut Diabetisi
(sesuai kesepakatan Konggres I persatuan diabetes Indonesia (PERSADI) di
Bandung pada tahun 1986).
Pada penderita DM, air seninya terasa manis karena mengandung
gula. Diabetes mellitus (DM) atau yang dikenal dengan sebutan penyakit
kencing manis merupakan suatu sindrom klinik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥126
mg/dl atau postpradial ≥ 200mg/dl atau glukosa darah sewaktu ≥ mg/dl)
(Gunawan, 2008). Bila diabetes melitus tidak segera diatasi akan terjadi
gangguan metabolisme lemak dan protein,dan resiko timbulnya gangguan
mikrovaskuler atau makrovaskuler meningkat (Gunawan,2008).
B. Patofisiologi
Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin sehingga glukosa
darah tidak dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adipose atau hepar. Dalam
keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan terganggu, glukosa
tidak dapat masuk ke sel sehingga energi terutama diperoleh dari
metabolisme protein dan lemak. Lipolisis bertambah dan lipogenesis
terhambat, akibatnya dalam jaringan banyak tertimbun asetil KoA (zat yang
penting pada siklus asam sitrat dan prekusor utama dari lipid dan steroid,
terbentuk dengan cara menggabungkan gugus asetil pada koenzim A selama
oksidasi karbohidrat, asam lemak atau asam-asam amino), dan senyawa ini
akan banyak diubah menjadi zat keton karena terhambatnya siklus TCA
(Tricarboxylic Acid Kreb’s 2 Cycle). Zat keton sebenarnya merupakan
sumber energi yang berguna terutama pada saat puasa. Metabolisme zat keton
pada pasien DM meningkat, karena jumlahnya yang terbentuk lebih banyak
daripada yang dimetabolisme. Keadaan ini disebut ketoasidosis yang ditandai
dengan nafas yang cepat dan dalam disertai adanya bau aseton (Tjay, 2007)
C. Klasifikasi DM
a. DM Tipe I (IDDM)
Diabetes ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,
diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.
Ganguan produksi insulin pada DM tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan
sel-sel β pulau langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Namun ada
pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus
Cocksakie, Rubella, herpes dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe
autoantibodi yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet
Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet Cell Surface Antibodies), dan
antibodi terhadap GAD (Glutamic Acid Decarboxylase) (DEPKES RI, 2005)
b. Tipe 2 (NIDDM)
DM tipe 2 atau yang disebut Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) paling banyak menyerang orang dewasa, penderita DM tipe ini
mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi diabetes, yang umumnya berusia
diatas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini DM tipe 2 dikalangan remaja dan anak-
anak populasinya meningkat (DEPKES RI, 2005).
Etiologi DM Tipe 2 disebabkan berbagai faktor yang belum
sepenuhnya terungkap dengan jelas. Genetik dan pengaruh lingkungan cukup
besar dalam menyebabkan terjadinya DM Tipe 2, antara lain obesitas, diet
tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2 terutama yang
berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup
di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal
patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin
tetapi kerena selsel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi
Insulin”(DEPKES RI, 2005).
D. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan
komplikasi akut dan kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi
yang sering terjadi dan harus diwaspadai (DEPKES RI, 2005).
a. Hipoglikemia
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa
pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan
menjadi gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai
hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak
dan akhirnya kematian (DEPKES RI, 2005).
Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50
mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala
hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa
darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan
energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Hipoglikemia lebih
sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, yang dapat dialami 1 – 2 kali
perminggu. Dari hasil survei yang pernah dilakukan di Inggeris diperkirakan
2 – 4% kematian pada penderita diabetes tipe 1 disebabkan oleh serangan
hipoglikemia. Pada penderita diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia lebih
jarang terjadi, meskipun penderita tersebut mendapat terapi insulin. Serangan
hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi apabila penderita:
 Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)
 Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter
atau ahli gizi
 Berolah raga terlalu berat
 Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada
seharusnya
 Minum alkohol
 Stress
 Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan risiko
hipoglikemia
Disamping penyebab di atas pada penderita DM perlu diperhatikan
apabila penderita mengalami hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya
adalah:
a) Dosis insulin yang berlebihan
b) Saat pemberian yang tidak tepat
c) Penggunaan glukosa yang berlebihan misalnya olahraga anaerobik
berlebihan
d) Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan kepekaan individu
terhadap insulin, misalnya gangguan fungsi adrenal atau hipofisis
(DEPKES RI, 2005).
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak
secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi,
dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria,
polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur.
Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi
parah. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan
seperti gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina.
Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya, 5 antara lain ketoasidosis diabetik (Diabetic
Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat fatal dan
membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula
darah yang ketat (DEPKES RI,2005).

Anda mungkin juga menyukai